ya yang cemar. Kristus tidak akan pernah meng-
akui sebagai milik-Nya orang-orang yang menyerahkan diri
mereka menjadi hamba dosa. Namun walaupun Rasul
Paulus di sini hanya menyebutkan penyaliban daging be-
serta kesenangan-kesenangan dan keinginan-keinginan-
nya, sebagai kewajiban dan watak orang Kristen sejati,
namun, sudah pasti, tersirat bahwa, di sisi lain, kita harus
memperlihatkan buah-buah Roh yang baru saja dia perinci
sebelumnya. Ini adalah tugas kita juga, dan tidak kalah
penting untuk membuktikan ketulusan kita dalam beraga-
ma. Tidaklah cukup jika kita hanya berhenti berbuat jahat,
melainkan kita juga harus belajar berbuat baik. Kekristen-
an kita mengharuskan kita bukan hanya untuk mati bagi
dosa, melainkan juga harus hidup untuk kebenaran.
Bukan hanya melawan perbuatan daging, melainkan juga
menghasilkan buah-buah Roh. Oleh sebab itu jika kita
mau memperlihatkan bahwa kita memang benar-benar
milik Kristus, ini harus menjadi kepedulian dan usaha kita
yang sungguh-sungguh di samping kewajiban-kewajiban
yang lain. Bahwa tujuan Rasul Paulus adalah menggam-
barkan kedua hal ini sebagai tugas kita, dan perlu untuk
mendukung watak kita sebagai orang Kristen, bisa disim-
pulkan dari pernyataan berikutnya (ay. 25), saat dia
menambahkan, Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup
kita juga dipimpin oleh Roh. Artinya, Jika kita mengaku
telah menerima Roh Kristus, atau bahwa kita diperbarui
dalam Roh Kristus, atau bahwa kita diperbarui dalam roh
Surat Galatia 5:13-26
101
pikiran kita, dan dilengkapi dengan asas hidup rohani,
marilah kita menunjukkannya dengan buah-buah Roh
yang layak dalam hidup kita. Dia telah memberi tahu kita
sebelumnya bahwa Roh Kristus adalah hak istimewa yang
dilimpahkan kepada semua anak Allah (4:6). Nah, kata-
nya, jika kita mengaku berasal dari bilangan ini, dan
sebagai orang yang demikian telah memperoleh hak isti-
mewa ini, marilah kita menunjukkannya dengan perilaku
dan kelakuan yang sesuai dengan hal itu. Marilah kita
membuktikan asas-asas kita yang baik dengan perbuatan-
perbuatan baik. Perilaku kita akan selalu sesuai dengan
asas yang membimbing dan mengatur kita. Seperti halnya
mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal
yang dari daging, demikian pula mereka yang hidup menu-
rut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh (Rm. 8:5). Oleh
sebab itu jika kita mau menunjukkan bahwa kita adalah
milik Kristus, dan bahwa kita memiliki sifat-sifat Roh-Nya,
maka itu haruslah dengan cara tidak hidup menurut da-
ging, namun menurut Roh. Kita harus bertekad sepenuh hati
untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging, dan berja-
lan dalam hidup baru.
4. Rasul Paulus menutup pasal ini dengan sebuah peringatan
terhadap kesombongan dan kedengkian (ay. 26). Sebelumnya
dia telah menasehati orang-orang Kristen ini supaya melayani
seorang akan yang lain oleh kasih (ay. 13), dan mengingatkan
mereka apa akibatnya jika, bukannya melakukan itu, mereka
justru saling menggigit dan saling menelan (ay. 15). Sekarang,
sebagai cara untuk mengajak mereka melakukan yang satu
dan menjaga mereka dari yang lain dari hal-hal ini, di sini dia
memperingatkan mereka supaya tidak menginginkan kemulia-
an sia-sia, atau mengharapkan penghargaan dan tepuk tangan
yang tidak semestinya dari manusia. sebab , jika keinginan ini
dituruti, pasti akan membuat mereka saling menggusarkan
dan mendengki. Selama perilaku ini berkuasa di antara orang-
orang Kristen, mereka akan mudah meremehkan dan meren-
dahkan orang-orang yang mereka anggap lebih rendah dari-
pada mereka. Mereka akan menjadi kesal jika tidak mendapat-
kan penghormatan yang mereka pikir berhak mereka dapatkan
dari orang-orang itu. Dan mereka juga akan cenderung dengki
102
kepada orang-orang yang dapat membuat ketenaran mereka
berkurang. Dan demikianlah maka timbul pertengkaran-per-
tengkaran dan pertikaian-pertikaian yang, sebab tidak sesuai
dengan kasih yang harus dipelihara oleh orang-orang Kristen
satu sama lain, maka sangat merugikan bagi kehormatan dan
kepentingan agama itu sendiri. Oleh sebab itu tentu saja
Rasul Paulus ingin kita mewaspadai hal ini. Perhatikanlah,
(1) Kemuliaan yang berasal dari manusia adalah kemuliaan
yang sia-sia, yang, bukannya diingini, melainkan kita ha-
rus mati terhadapnya.
(2) Penghargaan yang tidak semestinya terhadap pujian dan
tepuk tangan manusia merupakan alasan kuat terjadinya
perselisihan dan pertikaian menyedihkan yang timbul di
antara orang-orang Kristen.
PASAL 6
asal ini terutama terdiri atas dua bagian. Pada bagian pertama,
Rasul Paulus memberi kita sejumlah petunjuk yang jelas dan
praktis, yang terlebih khusus ingin mengajar orang-orang Kristen
dalam menjalankan kewajiban satu terhadap yang lain, dan mem-
bangun persekutuan orang kudus di dalam kasih (ay. 1-10). Pada
bagian kedua, ia menghidupkan kembali tujuan utama dari surat ini,
yaitu untuk membentengi jemaat-jemaat di Galatia dari kelicikan
guru-guru yang masih berpegang pada ajaran agama Yahudi, dan
meneguhkan mereka dalam kebenaran dan kemerdekaan Injil. Untuk
itu Rasul Paulus,
I. Menggambarkan kepada jemaat Galatia tabiat yang sebenar-
nya dari guru-guru ini, dan menunjukkan kepada mereka
dengan alasan dan tujuan apa guru-guru itu bertindak (ay.
11-14).
II. Pada sisi lain, ia memperkenalkan mereka dengan sikap dan
perilakunya sendiri. Dari kedua hal ini jemaat Galatia bisa
dengan mudah melihat betapa tidak beralasannya bagi mere-
ka untuk merendahkan dia, dan jatuh ke dalam cengkeram-
an guru-guru itu. Lalu ia menutup surat ini dengan berkat
yang khidmat.
Kelemahlembutan dalam Menegur; Mawas Diri;
Sikap Pikiran yang Rohani dan Kebaikan Hati
(6:1-10)
1 Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelang-
garan, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang
benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu
juga jangan kena pencobaan. 2 Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!
P
104
Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. 3 Sebab kalau seorang
menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu
dirinya sendiri. 4 Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka
ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan
orang lain. 5 Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri. 6
Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala
sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu. 7
Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. sebab apa
yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. 8 Sebab barangsiapa
menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, namun
barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh
itu. 9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, sebab jika sudah datang
waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. 10 sebab itu,
selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada
semua orang, namun terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
Dalam pasal sebelumnya, Rasul Paulus menasihati orang-orang Kris-
ten untuk melayani seorang akan yang lain oleh kasih (ay. 13), dan
juga memperingatkan kita (ay. 16) terhadap sikap yang, jika dibiar-
kan, akan menghalangi kita dalam menunjukkan kasih dan pelayan-
an satu sama lain yang sudah dianjurkannya. Dalam permulaan
pasal ini, ia melanjutkan memberikan beberapa petunjuk lebih jauh,
yang jika dipatuhi sebagaimana mestinya akan mendorong kita
untuk melayani satu sama lain, dan mencegah sikap yang meng-
halanginya. Itu juga akan membuat perilaku kita lebih sesuai dengan
iman Kristen yang kita akui, dan lebih berguna serta menghibur satu
sama lain. Khususnya,
I. Di sini kita diajar untuk bersikap lembut terhadap mereka yang
kedapatan melakukan suatu pelanggaran (ay. 1). Rasul Paulus
menyodorkan contoh yang biasa terjadi: kalaupun seorang keda-
patan melakukan suatu pelanggaran, yaitu berbuat dosa sebab
godaan yang datang secara mengejutkan. Kedapatan melakukan
suatu pelanggaran dengan sengaja dan terencana, dan sebab
tekad bulat untuk berbuat dosa, merupakan suatu hal, dan
kedapatan terjerumus ke dalam pelanggaran itu sebab bukan
direncanakan merupakan suatu hal yang lain lagi. Terjerumus ke
dalam pelanggaran inilah yang dibicarakan di sini, dan dalam hal
ini Rasul Paulus menunjukkan bahwa yang harus ditunjukkan
adalah sikap yang sangat lembut. Kamu yang rohani, yang dimak-
sudkan di sini bukan hanya hamba-hamba Tuhan (seolah-olah
hanya mereka saja yang bisa disebut sebagai orang-orang rohani),
melainkan juga orang-orang Kristen lain, terutama yang lebih
dewasa dalam hidup Kekristenannya. Mereka ini harus memimpin
Surat Galatia 6:1-10
105
orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut. Di sini
amatilah,
1. Kewajiban yang dianjurkan kepada kita, yaitu memimpin
orang-orang yang terjerumus seperti itu. Kita harus berusaha,
dengan senantiasa memberikan teguran dan nasihat-nasihat
yang tepat pada tempat dan waktunya, untuk membuat mere-
ka bertobat. Kata dalam bahasa aslinya, katartizete, berarti
meluruskan tulang sendi, seperti pada tulang yang terkilir.
Demikian pula halnya, kita harus berusaha meluruskan mere-
ka lagi, menyadarkan mereka, dengan menginsafkan mereka
akan dosa dan kesalahan mereka, dan mengajak mereka kem-
bali pada kewajiban mereka. Dan bila mereka sudah bertobat,
kita harus menghibur mereka dengan belas kasihan yang mau
mengampuni, dan sesudah mereka kembali, kita harus mene-
guhkan kasih kita kepada mereka.
2. Cara untuk melakukan ini: Dalam roh lemah lembut. Bukan
dengan murka dan amarah, seperti orang yang bersuka atas
kejatuhan saudaranya, melainkan dengan kelemahlembutan,
seperti orang yang justru berduka untuknya. Banyak teguran
yang diperlukan tidak membawa hasil sebab disampaikan
dengan amarah. namun jika teguran-teguran itu disampai-
kan dengan tenang dan lembut, dan tampak keluar dari kasih
sayang dan kepedulian yang tulus akan kebaikan orang-orang
yang diberi nasihat, maka ada kemungkinan teguran itu
berdampak sebagaimana semestinya.
3. Alasan yang sangat baik mengapa teguran ini harus disampai-
kan dalam roh lemah lembut: Sambil menjaga dirimu sendiri,
supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Kita harus berlaku
sangat lembut terhadap orang-orang yang terjerumus ke
dalam dosa, sebab tak seorang pun dari kita yang tahu kalau
suatu saat itu terjadi pada diri kita sendiri. Bisa jadi kita
sendirilah yang akan dicoba, dan bahkan terjerumus ke dalam
pencobaan. Oleh sebab itu, jika kita menjaga diri kita sendiri
dengan benar, maka ini akan mendorong kita untuk memper-
lakukan orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memper-
lakukan kita dalam keadaan itu.
II. Di sini kita diperintahkan untuk bertolong-tolongan menanggung
beban (ay. 2). Ini bisa merujuk pada apa yang dikatakan sebelum-
106
nya, dan dengan demikian mengajar kita untuk melatih kesabar-
an dan belas kasihan satu terhadap yang lain, dalam segala kele-
mahan, kebodohan, dan kekhilafan yang begitu sering menghing-
gapi kita. Juga, bahwa walaupun kita tidak boleh sepenuhnya
mengabaikan semua kesalahan itu, kita tidak boleh bersikap
keras satu sama lain sebab nya. Atau ini bisa merujuk pada
patokan yang lebih umum, dan dengan demikian mengajak kita
untuk berbela rasa satu sama lain di bawah berbagai macam
pencobaan dan permasalahan yang mungkin kita hadapi, dan
untuk siap saling memberikan penghiburan dan nasihat, bantuan
dan pertolongan, sebagaimana keadaan menuntutnya. Untuk
menggugah kita melakukan ini, Rasul Paulus menambahkan, de-
ngan cara memberikan dorongan, bahwa dengan begitu kita
memenuhi hukum Kristus. Ini berarti bertindak sesuai dengan
hukum perintah-Nya, yaitu hukum kasih, dan ini mewajibkan
kita untuk saling bersabar dan mengampuni, saling berbela rasa
dan berbelas kasihan satu sama lain. Itu juga sesuai dengan
teladan-Nya, yang berlaku sebagai hukum bagi kita. Ia menang-
gung kelemahan dan kebodohan kita, Ia turut merasakan kele-
mahan-kelemahan kita. Dan sebab itu ada alasan baik mengapa
kita harus menjaga sikap ini satu terhadap yang lain. Perhati-
kanlah, walaupun sebagai orang-orang Kristen kita dibebaskan
dari hukum Musa, namun kita berada di bawah hukum Kristus.
Dan sebab itu, daripada menimpakan beban-beban yang tidak
penting pada orang lain (seperti yang dilakukan oleh mereka yang
mendesakkan pelaksanaan hukum Musa), jauh lebih patut bagi
kita untuk memenuhi hukum Kristus dengan menanggung beban
satu sama lain. sebab Rasul Paulus sadar bagaimana kesom-
bongan akan menjadi halangan besar bagi kerendahan hati dan
bela rasa satu sama lain seperti yang sudah dianjurkannya, dan
bagaimana keangkuhan diri akan mencondongkan kita untuk
mencela dan mengutuk saudara-saudara kita, bukan menang-
gung kelemahan-kelemahan mereka dan berusaha memulihkan
mereka jika terjerumus dalam kesalahan, maka ia (ay. 3)
ambil peduli untuk memperingatkan kita terhadap hal ini. Menu-
rutnya sangat mungkin (dan suatu hal yang baik kalau itu tidak
terlalu sering dilakukan) bagi seseorang untuk menyangka dirinya
berarti, yaitu senang menganggap dirinya sudah berkecukupan,
memandang diri lebih bijak dan lebih baik dari orang lain, dan
Surat Galatia 6:1-10
107
pantas mengatur-ngatur dan memerintah mereka, namun pada-
hal sebenarnya ia bukan apa-apa, tidak ada arti atau keteguhan
dalam dirinya, atau sesuatu yang bisa menjadi dasar bagi dia
untuk merasa percaya diri dan unggul seperti yang disangkanya.
Supaya kita tidak membuka diri pada sikap ini, Rasul Paulus
memberi tahu kita bahwa orang seperti itu hanya menipu diri.
Sementara ia memberi kesan bagus pada diri orang lain, dengan
mengaku-ngaku mempunyai apa yang tidak dipunyainya, ia
sebenarnya menipu diri sendiri, dan cepat atau lambat ia akan
merasakan akibat-akibat yang menyedihkan darinya. Sikap ini
tidak akan pernah membuat dia dihargai, entah oleh Allah atau
manusia, yang sangat dinanti-nantikannya. Ia sama sekali tidak
bebas dari kesalahan-kesalahan, dan tidak akan menjadi lebih
aman dari godaan-godaan walaupun sangkanya ia mampu sendiri
untuk menghadapinya. Sebaliknya, ia justru akan lebih mudah
jatuh ke dalam godaan, dan termakan olehnya. Sebab, siapa yang
menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan
jatuh! Oleh sebab itu, daripada memanjakan kecondongan hati
yang sombong seperti itu, yang akan merusak kasih dan kebaikan
yang harus kita berikan kepada sesama orang Kristen maupun
menyakiti diri kita sendiri, akan jauh lebih baik bagi kita untuk
menerima anjuran Rasul Paulus (Flp. 2:3), janganlah mencari
kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hen-
daklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain
lebih utama dari pada dirinya sendiri. Perhatikanlah, menyom-
bongkan diri hanyalah menipu diri. Selain tidak sesuai dengan
kasih yang harus kita berikan kepada orang lain (sebab kasih
tidak memegahkan diri dan tidak sombong, 1Kor. 13:4), menyom-
bongkan diri juga berarti menipu diri. Dan tidak ada tipuan yang
lebih berbahaya di dunia ini daripada menipu diri sendiri. Sebagai
jalan untuk mencegah kejahatan ini,
II. Tiap-tiap dari kita dianjurkan untuk menguji pekerjaan kita sen-
diri (ay. 4). Yang terutama dimaksudkan dengan pekerjaan kita
sendiri adalah perbuatan atau perilaku kita. Rasul Paulus memin-
ta kita untuk menguji hal ini, yaitu memeriksanya secara sung-
guh-sungguh dan adil sesuai patokan firman Allah, untuk melihat
apakah semua itu sesuai dengan firman Allah, dan sebab itu
berkenan pada Allah dan hati nurani. Ini digambarkannya sebagai
108
kewajiban setiap orang. Daripada cepat-cepat menghakimi dan
mencela orang lain, jauh lebih patut bagi kita untuk menyelidiki
dan menguji jalan-jalan kita sendiri. Yang harus lebih kita per-
hatikan ada di rumah, bukan di luar, ada dalam diri kita sendiri,
bukan diri orang lain, sebab siapakah kita, sehingga kita meng-
hakimi hamba orang lain? Dengan menghubungkan nasihat ini
dengan apa yang dikatakan sebelumnya, tampak bahwa jika
orang-orang Kristen melakukan pekerjaan ini dengan semestinya,
mereka akan mudah menemukan kekurangan dan kegagalan
dalam diri mereka sendiri, yang akan segera menginsafkan mere-
ka betapa sedikit alasan bagi mereka untuk menyombongkan diri
atau bersikap keras dalam mencela orang lain. Dengan demikian,
ini memberi kita kesempatan untuk mengamati bahwa jalan
terbaik untuk mencegah supaya kita tidak menyombongkan diri
adalah dengan menguji diri kita sendiri. Semakin kita mengenal
hati dan jalan kita sendiri, semakin kita tidak mau merendahkan
orang lain, dan semakin ingin berbelas kasihan dan membantu
orang lain dalam segala kelemahan dan penderitaan mereka.
Supaya kita mau menjalankan kewajiban yang penting dan
bermanfaat ini, yaitu menguji pekerjaan kita sendiri, Rasul Paulus
menegaskan dua pertimbangan yang sangat layak untuk itu:
1. Ini adalah jalan supaya kita dapat bermegah melihat keadaan
kita sendiri. Jika kita sungguh berusaha untuk menguji pe-
kerjaan kita sendiri, dan, saat diuji, kita bisa membuktikan
diri kita berkenan kepada Allah, bahwa kita tulus dan lurus
hati di hadapan-Nya, maka kita boleh berharap akan men-
dapat penghiburan dan kedamaian dalam jiwa kita sendiri,
dan pada saat yang sama suara hati kita pun memberi kesak-
sian kepada kita (2Kor. 1:12). Ia menunjukkan, bahwa ini
akan menjadi alasan yang jauh lebih baik bagi kita untuk ber-
sukacita dan merasa puas daripada bermegah melihat keada-
an orang lain, entah sebab mereka berpikiran baik tentang
kita atau sebab kita berhasil membuat mereka menyetujui
pendapat kita. Inilah yang cenderung dimegahkan oleh guru-
guru palsu itu (seperti yang kita lihat dalam ayat 13). Atau
dengan membandingkan diri dengan orang lain, seperti yang
tampak dilakukan sebagian orang, mereka langsung menyang-
ka diri mereka sendiri baik, sebab mereka pikir diri mereka
tidak seburuk orang lain. Terlalu banyak orang cenderung
Surat Galatia 6:1-10
109
menilai diri berdasar hal-hal seperti itu. namun sukacita
yang dihasilkan dengan cara demikian tidak ada apa-apanya
jika dibandingkan dengan sukacita yang timbul dari menguji
diri kita sendiri secara adil sesuai patokan firman Allah, dan
dengan begitu bisa membuktikan diri kita berkenan kepada-
Nya. Perhatikanlah,
(1) Walaupun dalam diri kita tidak ada yang bisa kita megah-
kan, namun ada yang bisa membuat kita bersuka dalam
diri kita sendiri. Perbuatan-perbuatan kita tidak memiliki
jasa apa-apa di tangan Allah. Akan namun , jika suara hati
kita bisa bersaksi kepada kita bahwa perbuatan kita ber-
kenan dan diterima oleh-Nya demi Kristus, maka ada alas-
an yang baik bagi kita untuk bersukacita di dalamnya.
(2) Jalan yang benar untuk bermegah melihat keadaan kita
sendiri adalah dengan banyak-banyak menguji pekerjaan
kita sendiri, dengan menyelidiki diri kita menurut patokan
firman Allah yang tak pernah keliru, bukan menurut ukur-
an-ukuran palsu yang mengukur seperti apa orang lain,
atau apa yang orang lain pikirkan tentang kita.
(3) Jauh lebih baik mempunyai alasan untuk bermegah meli-
hat keadaan kita sendiri daripada melihat keadaan orang
lain. Jika suara hati kita bersaksi bahwa kita berkenan
pada Allah, kita tidak perlu repot-repot memikirkan apa
yang dipikirkan atau dikatakan orang lain tentang kita.
Bila kita memiliki kesaksian suara hati ini, maka pendapat
baik orang lain mengenai diri kita tidak banyak artinya bagi
kita.
2. Alasan lain yang dipakai Rasul Paulus untuk menekankan
kepada kita kewajiban menguji pekerjaan sendiri ini adalah
bahwa tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri
(ay. 5). Artinya, pada hari penghakiman agung, setiap orang
akan diadili sesuai dengan perilakunya selama berada di dunia
sini. Ia memandang adanya suatu hari yang akan datang
saat kita semua harus mempertanggungjawabkan diri kita
kepada Allah. Dan ia menyatakan bahwa pada waktu itu peng-
hakiman akan berjalan, dan hukuman dijatuhkan, bukan me-
nurut apa yang dipikirkan dunia tentang kita, atau pendapat
kita yang tidak berdasar tentang diri kita sendiri, atau apakah
110
perilaku kita lebih baik atau lebih buruk dari orang lain,
melainkan menurut keadaan dan perilaku kita yang sesung-
guhnya di hadapan Allah. Dan, jika ada saat mengerikan yang
akan datang, saat Ia membalas setiap orang menurut per-
buatannya, maka pastilah ada alasan yang sangat kuat meng-
apa kita harus menguji pekerjaan kita sendiri sekarang. Jika
sudah pasti kita akan dipanggil untuk bertanggung jawab di
kehidupan nanti, maka pasti kita harus sering memanggil diri
kita sendiri untuk bertanggung jawab di sini, untuk melihat
apakah kita termasuk orang yang akan diakui dan berkenan
pada Allah nanti. Dan, sebab ini merupakan kewajiban kita,
maka jika itu harus kita lakukan, maka yang lebih menjadi pe-
kerjaan kita adalah memikirkan apa yang lebih patut tentang
diri kita sendiri maupun tentang sesama orang Kristen. Dan
daripada berlaku keras satu terhadap yang lain, sebab kesa-
lahan atau kegagalan apa saja yang kita lakukan, lebih baik
kita menetapkan hati untuk senantiasa memenuhi hukum
Kristus itu, yang dengannya kita akan dihakimi dalam me-
nanggung beban satu sama lain.
IV. Orang-orang Kristen di sini dinasihati untuk bersikap murah hati
dan royal dalam mengurusi hamba-hamba Tuhan (ay. 6): Dan
baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi
segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan
pengajaran itu. Di sini, kita bisa amati,
1. Rasul Paulus membicarakannya sebagai suatu hal yang sudah
diketahui dan diakui bahwa, sebagaimana ada sebagian orang
yang diajar, demikian pula ada sebagian lain yang ditunjuk
untuk mengajar. Tugas melayani adalah suatu ketetapan ilahi,
yang tidak terbuka bagi semua orang, namun terbatas hanya
pada mereka yang oleh Allah dibuat memenuhi syarat dan di-
panggil untuk itu. Bahkan akal sendiri membimbing kita un-
tuk membedakan antara pengajar dan yang diajar (sebab, ka-
lau semuanya guru, siapa yang akan diajar?), dan Kitab Suci
menyatakan dengan cukup bahwa sudah menjadi kehendak
Allah kita harus membedakannya.
2. Firman Allahlah yang hamba-hamba Tuhan harus pergunakan
untuk mengajar dan mendidik orang lain. Apa yang harus me-
reka beritakan adalah firman (2Tim. 4:2). Apa yang harus
Surat Galatia 6:1-10
111
mereka nyatakan adalah maksud Allah (Kis. 20:27). Mereka
bukan tuan yang memerintahkan apa yang harus kita percayai,
melainkan orang-orang yang turut bekerja untuk sukacita kita
(2Kor. 1:24). Firman Allahlah satu-satunya patokan iman dan
hidup. Inilah yang perlu mereka pelajari, mereka buka, dan
mereka kembangkan untuk membangun orang lain. namun
mereka hanya boleh didengarkan sejauh mereka berbicara
sesuai dengan patokan ini.
3. Orang-orang yang diajar firman wajib menyokong hidup guru-
guru yang ditunjuk untuk mengajar mereka. Sebab mereka
harus membagi segala sesuatu yang ada pada mereka dengan
orang yang memberikan pengajaran itu, harus menyumbang-
kan dengan hati yang bebas dan riang, dari hal-hal baik yang
dengannya Allah sudah memberkati mereka, yaitu apa yang
diperlukan untuk kebutuhan hidup yang memadai guru-guru
itu. Hamba-hamba Tuhan harus bertekun dalam membaca Ki-
tab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar (1Tim.
4:13). Mereka tidak boleh memusingkan diri mereka dengan
soal-soal penghidupan mereka (2Tim. 2:4), dan sebab itu
pantas dan wajar jika mereka yang telah menaburkan benih ro-
hani bagi orang lain, menuai hasil duniawi dari orang lain. Dan
ini merupakan ketetapan Allah sendiri. Sebab sebagaimana di
bawah hukum Taurat mereka yang melayani dalam tempat ku-
dus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu, demi-
kian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang mem-
beritakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu (1Kor.
9:11, 13-14).
V. Di sini ada peringatan untuk berjaga-jaga supaya kita tidak mem-
permainkan Allah, atau menipu diri kita sendiri, dengan memba-
yangkan bahwa Allah bisa ditipu hanya dengan berpura-pura
atau mengaku-ngaku (ay. 7): Jangan sesat! Allah tidak membiar-
kan diri-Nya dipermainkan. Ini bisa dipandang sebagai merujuk
pada nasihat sebelumnya, dan dengan demikian maksudnya ada-
lah untuk meyakinkan orang akan dosa dan kebodohan mereka
jika mereka mencoba membuat-buat alasan untuk tidak menja-
lankan kewajiban menyokong kebutuhan hidup hamba-hamba
Tuhan. Atau ini bisa dipahami secara lebih umum, menyangkut
masalah menghormati agama secara keseluruhan, dan dengan
112
demikian dimaksudkan untuk mengajak orang supaya tidak me-
nyuburkan harapan yang sia-sia untuk menikmati imbalan-imbal-
an dari agama sementara mereka hidup dengan mengabaikan ke-
wajiban-kewajibannya. Rasul Paulus di sini berpikir bahwa ba-
nyak orang cenderung membuat-buat alasan untuk tidak menja-
lankan perintah agama, terutama bagian-bagian yang lebih me-
nuntut penyangkalan diri dan pengorbanan, meskipun pada saat
yang sama mereka mungkin memperlihatkan diri beragama dan
mengaku beragama. namun ia meyakinkan mereka bahwa ini
jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri (KJV:
jalan ini adalah kebodohan mereka pen.), sebab, walaupun
dengan berbuat begitu mereka bisa saja mengelabui orang lain,
namun mereka sebenarnya hanya menipu diri sendiri kalau mere-
ka berpikir bisa mengelabui Allah juga, yang dengan sempurna
mengenal hati dan juga perbuatan mereka. Dan, sebagaimana
Allah tidak bisa ditipu, demikian pula Ia tidak mau dipermainkan.
Oleh sebab itu, untuk mencegah hal ini, Rasul Paulus mengarah-
kan kita untuk menetapkan sebagai patokan kita sendiri, apa
yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Atau sesuai
kelakuan kita sekarang, demikianlah pertanggungjawaban kita
nanti di hari yang agung. Saat sekarang adalah saat menabur
benih. Di dunia lain akan ada panen besar. Dan, sebagaimana
petani menuai pada waktu panen sesuai dengan benih yang dita-
burnya, demikian pula kita akan menuai nanti sesuai dengan apa
yang kita tabur sekarang. Lebih jauh lagi Rasul Paulus memberi
tahu kita (ay. 8) bahwa, sebagaimana ada dua macam benih, yaitu
menabur dalam daging dan menabur dalam Roh, demikian pula
dengan balasannya nanti di akhirat: Jika kita menabur dalam
daging kita, kita akan menuai kebinasaan dari daging kita. Jika
kita menabur angin, kita akan menuai badai. Orang-orang yang
hidup dalam kedagingan, yang bukannya bertindak demi kehor-
matan Allah dan kebaikan orang lain, malah menghabiskan sege-
nap pikiran, perhatian, dan waktu mereka untuk memuaskan
daging, harus bersiap-siap memetik buah dari jalan itu, yang
tiada lain adalah kebinasaan. Kepuasan yang tidak berharga dan
sebentar pada saat ini, akan menghasilkan kehancuran dan ke-
sengsaraan pada ujungnya. Akan namun , pada sisi lain, barangsia-
pa menabur dalam Roh, yang hidup kudus dan rohani di bawah
bimbingan dan kuasa Roh, dengan mengabdi pada Allah dan
Surat Galatia 6:1-10
113
berguna serta melayani sesama, ia boleh yakin bahwa ia akan
menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Mereka akan mendapatkan
penghiburan yang sesungguhnya di jalan mereka saat ini, dan
hidup serta kebahagiaan kekal pada ujungnya. Perhatikanlah,
orang yang mempermainkan Allah hanyalah menipu diri sendiri.
Kemunafikan dalam agama adalah kebodohan dan juga kefasikan
terbesar, sebab Allah yang harus kita hadapi itu dengan mudah
melihat segala hal yang kita samarkan, dan pasti akan mengada-
kan perhitungan dengan kita nanti, bukan menurut apa yang kita
akui, melainkan menurut apa yang kita lakukan.
VI. Di sini ada peringatan lagi untuk kita, supaya jangan jemu-jemu
berbuat baik (ay. 9). Sebagaimana kita tidak boleh mencari-cari
alasan untuk tidak melakukan apa saja yang menjadi bagian dari
kewajiban kita, demikian pula kita tidak boleh jemu-jemu dalam
melakukannya. Dalam diri kita semua ada kecenderungan yang
begitu besar untuk merasa jemu. Kita cenderung letih dan lesu
dalam menjalankan kewajiban, bahkan kemudian meninggalkan-
nya sama sekali, khususnya bagian yang diperhatikan Rasul Pau-
lus secara khusus di sini, yaitu berbuat baik kepada orang lain.
Oleh sebab itu, ia mau supaya kita betul-betul waspada dan
berjaga-jaga terhadap hal ini. Dan ia memberikan alasan yang
sangat baik untuk itu, yaitu sebab jika sudah datang waktu-
nya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Di sini ia
meyakinkan kita bahwa ada upah yang disediakan bagi semua
orang yang dengan tulus menyediakan dirinya untuk berbuat
baik. Bahwa upah ini pasti akan diberikan kepada kita pada wak-
tunya, yaitu jika bukan di dunia ini, tidak diragukan lagi di dunia
nanti, asalkan kita tidak menjadi lemah dalam menjalankan
kewajiban kita. Jika kita menjadi jemu berbuat baik, dan undur
darinya, kita tidak hanya akan kehilangan upah ini, namun juga
penghiburan dan keuntungan dari apa yang sudah kita lakukan.
Sebaliknya, jika kita tetap bersiteguh berbuat baik, walaupun
ditunda, upah kita pasti akan tiba, dan upah itu akan begitu
besar sehingga kita mendapat balasan yang berlimpah ruah atas
segala ketabahan dan kesetiaan kita. Perhatikanlah, kita berhik-
mat dan memenuhi kepentingan serta kewajiban kita, jika kita
bertekun dalam berbuat baik, sebab hanya untuk ketekunan ini-
lah upah dijanjikan.
114
VII. Di sini ada nasihat bagi semua orang Kristen untuk berbuat baik
di tempat mereka masing-masing (ay. 10): Selama masih ada
kesempatan bagi kita, dan seterusnya. Bersikap baik terhadap
orang lain saja tidak cukup, kalau kita mau membuktikan diri
sebagai orang Kristen sejati. Kewajiban yang dianjurkan kepada
kita di sini sama dengan yang dibicarakan dalam ayat 1-10. Dan,
sebagaimana sebelumnya Rasul Paulus menasihati kita untuk
bersikap tulus dan bertekun dalam menjalankan kewajiban,
demikian pula di sini ia memberi kita petunjuk terhadap siapa
kita harus menjalankan kewajiban ini dan apa patokannya.
1. Secara lebih umum, kewajiban ini harus dilakukan terhadap
semua orang. Kita tidak boleh membatasi kasih dan kebaikan
hati kita terlalu sempit, seperti yang cenderung dilakukan
orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen Yahudi. Sebalik-
nya, kita harus siap memperluas kewajiban tersebut kepada
semua orang yang ikut ambil bagian dalam sifat yang sama
dengan kita, sejauh kita mampu dan sejauh mereka membu-
tuhkan kita. Akan namun , dalam menjalankannya, kita harus
terutama memperhatikan saudara-saudara seiman, atau
mereka yang mengakui iman yang sama, dan sesama anggota
tubuh Kristus. Meskipun orang lain tidak boleh dikesamping-
kan, namun mereka inilah yang harus lebih diutamakan.
Kasih orang-orang Kristen haruslah luas. Akan namun , di
dalamnya perhatian yang khusus harus diberikan kepada
orang-orang baik. Allah berbuat baik kepada semua, namun
dengan cara yang khusus Dia baik kepada hamba-hamba-Nya
sendiri. Dan dalam berbuat baik, kita harus menjadi penurut-
penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih.
2. Patokan yang harus kita pakai dalam berbuat baik kepada
orang lain adalah selama masih ada kesempatan, yang menyi-
ratkan,
(1) Bahwa kita harus memastikan untuk melakukannya sela-
ma ada kesempatan, atau selama kita hidup, yang meru-
pakan satu-satunya kesempatan di mana kita bisa berbuat
baik kepada orang lain. Oleh sebab itu, kalau kita mau
berlaku benar dalam hal ini, kita tidak boleh, seperti yang
dilakukan banyak orang, mengabaikannya saat kita hi-
dup, dan menundanya sampai sebelum kita mati, dengan
Surat Galatia 6:1-10
115
dalih bahwa pekerjaan seperti ini sebaiknya dilakukan
nanti saja. Sebab, sebagaimana kita tidak tahu pasti apa-
kah kita akan diberi kesempatan nanti, demikian pula,
kalau diberi kesempatan, kita tidak punya alasan untuk
berharap bahwa apa yang akan kita lakukan pada waktu
itu berkenan pada Allah. Apalagi kita berharap bisa mene-
bus kelalaian-kelalaian kita di masa lalu dengan mening-
galkan sesuatu demi kebaikan orang lain, padahal kita
tidak bisa lagi menjaganya untuk diri kita sendiri. Sebalik-
nya, kita harus berusaha berbuat baik selama kita hidup,
bahkan menjadikannya sebagai pekerjaan dalam hidup
kita. Dan,
(2) Bahwa kita harus siap memanfaatkan setiap kesempatan
untuk berbuat baik. Kita tidak boleh berpuas diri sebab
sudah melakukan suatu kebaikan. Sebaliknya, jika ke-
sempatan-kesempatan baru datang, sejauh kita mampu,
kita harus siap mengambilnya, sebab kita diminta untuk
memberikan bahagian kepada tujuh, bahkan kepada dela-
pan orang (Pkh. 11:2). Perhatikanlah,
[1] Sebagaimana Allah sudah menjadikan kewajiban bagi
kita untuk berbuat baik kepada orang lain, demikian
pula Ia ambil peduli dalam pemeliharaan-Nya untuk
memperlengkapi kita dengan kesempatan-kesempatan
untuk melakukannya. Orang-orang miskin selalu ada
padamu (Mat. 26:11).
[2] jika Allah memberi kita kesempatan untuk berguna
bagi orang lain, Ia berharap supaya kita memanfaatkan
kesempatan itu, menurut kesanggupan dan kemampu-
an kita.
[3] Kita memerlukan hikmat dan kebijaksanaan ilahi untuk
membimbing kita dalam menjalankan perbuatan kasih
atau kebaikan, khususnya dalam memilih siapa yang
pantas mendapatkannya. Sebab, walau tak seorang pun
boleh diabaikan sepenuhnya jika ia membutuhkan kita,
namun ada pembedaan antara sebagian orang dan
sebagian yang lain.
116
Ciri-ciri Guru-guru yang Menggoda;
Keberhasilan Salib Kristus; Berkat Kerasulan
(6:11-18)
11 Lihatlah, bagaimana besarnya huruf-huruf yang kutulis kepadamu dengan
tanganku sendiri. 12 Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri,
merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan
maksud, supaya mereka tidak dianiaya sebab salib Kristus. 13 Sebab mereka
yang menyunatkan dirinya pun, tidak memelihara hukum Taurat. namun
mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat
bermegah atas keadaanmu yang lahiriah. 14 namun aku sekali-kali tidak mau
bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia
telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia. 15 Sebab bersunat atau tidak
bersunat tidak ada artinya, namun menjadi ciptaan baru, itulah yang ada
artinya. 16 Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan
ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas
Israel milik Allah. 17 Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan
aku, sebab pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus. 18 Kasih karunia
Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, saudara-saudara! Amin.
sesudah panjang lebar menguraikan ajaran Injil, dan berusaha meya-
kinkan orang-orang Kristen ini untuk berperilaku sesuai ajaran itu,
Rasul Paulus di sini tampak bermaksud mengakhiri surat ini. Ini ter-
utama saat ia memberi tahu mereka bahwa, sebagai tanda khusus
dari penghormatannya terhadap mereka, ia menulis surat panjang ini
dengan tangannya sendiri, dan tidak memakai orang lain sebagai
juru tulisnya, dengan hanya menuliskan namanya di surat itu, seper-
ti yang biasa dilakukannya dalam surat-surat lain. namun demikian-
lah kasih sayangnya kepada mereka, demikianlah kepeduliannya un-
tuk memulihkan mereka dari kesan-kesan buruk yang ditinggalkan
oleh guru-guru palsu pada mereka, sehingga ia tidak bisa pamit
sebelum menggambarkan sekali lagi kepada mereka tabiat yang sebe-
narnya dari guru-guru itu, dan gambaran tentang sikap dan peri-
lakunya sendiri yang bertentangan. Dengan membandingkan itu ber-
sama-sama, mereka diharapkan bisa dengan mudah melihat betapa
tidak beralasan bagi mereka untuk meninggalkan ajaran yang sudah
diajarkannya kepada mereka dan mengikuti ajaran guru-guru palsu
itu.
I. Ia menggambarkan kepada mereka tabiat yang sebenarnya dari
guru-guru yang giat menggoda mereka itu, dengan memberikan
sejumlah contoh khusus, seperti,
1. Mereka adalah orang-orang yang secara lahiriah suka menon-
jolkan diri (ay. 12). Mereka sangat bersemangat melakukan
Surat Galatia 6:11-18
117
hal-hal lahiriah dari agama. Mereka menjadi yang terdepan
dalam menjalankan, dan menyuruh orang lain untuk menja-
lankan, upacara-upacara agama, walaupun pada saat yang
sama mereka hanya sedikit atau sama sekali tidak peduli
dengan kesalehan yang sesungguhnya. Sebab, seperti yang
dikatakan Rasul Paulus tentang mereka di ayat berikutnya,
mereka sendiri tidak memelihara hukum Taurat. Tidak ada
yang lebih diinginkan oleh hati yang sombong, angkuh, dan
bersifat kedagingan selain memamerkan hal-hal lahiriah, dan
mereka puas menjalankan perintah agama sejauh itu mem-
bantu mereka mempertahankan pamer itu. namun sering kali
orang-orang yang paling ingin memamerkan agama, paling
sedikit memahami hakikatnya.
2. Mereka adalah orang-orang yang takut menderita, sebab mere-
ka menyuruh orang-orang Kristen yang bukan keturunan Ya-
hudi untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka
tidak dianiaya sebab salib Kristus. Mereka melakukan itu
bukan sebab mereka memperhatikan hukum Taurat, melain-
kan demi kepentingan diri mereka sendiri. Mereka hanya ingin
tidur aman dan menyelamatkan barang-barang duniawi mere-
ka, tak peduli bila hal itu akan membuat karam kapal iman
dan hati nurani mereka. Apa yang terutama mereka inginkan
adalah menyenangkan hati orang-orang Yahudi, dan menjaga
nama baik mereka di antara orang-orang itu, dan dengan demi-
kian mencegah masalah seperti yang biasanya dialami Paulus
dan orang lain yang setia mengakui ajaran Kristus. Dan,
3. Tabiat lainnya adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang
hanya mementingkan golongan, dan tidak mempunyai sema-
ngat untuk menjalankan hukum Taurat lebih jauh daripada
yang bisa memenuhi maksud-maksud mereka yang bersifat
kedagingan dan mementingkan diri. Sebab mereka ingin su-
paya orang-orang Kristen ini disunat, agar mereka dapat
bermegah atas keadaan lahiriah orang-orang itu (ay. 13), agar
mereka bisa berkata bahwa mereka berhasil membuat orang-
orang itu berpihak pada mereka, dan membuat mereka pindah
agama, yang tandanya ada pada tubuh mereka. Dengan demi-
kian, walaupun mengaku-ngaku memajukan agama, mereka
sebenarnya adalah musuh-musuhnya yang terbesar. Sebab,
tidak ada hal lain yang lebih merusak kepentingan agama se-
118
lain semangat untuk memihak suatu kalangan atau mem-
bentuk suatu golongan.
II. Pada sisi lain, Rasul Paulus memberitahukan kepada kita sikap
dan perilakunya sendiri. Dia juga menyatakan pengakuan iman,
harapan, dan sukacitanya sendiri. Khususnya,
1. Bahwa ia terutama bermegah di dalam salib Kristus: Aku se-
kali-kali tidak mau bermegah, katanya, selain dalam salib
Tuhan kita Yesus Kristus (ay. 14). Yang dimaksudkan dengan
salib Kristus di sini adalah penderitaan dan kematian-Nya di
kayu salib, atau ajaran keselamatan oleh Juruselamat yang
disalibkan. Inilah yang menjadi batu sandungan bagi orang-
orang Yahudi dan dianggap bodoh oleh orang-orang Yunani.
Guru-guru yang masih berpegang pada ajaran agama Yahudi
sendiri, walaupun sudah memeluk Kekristenan, begitu malu
dengan salib Kristus, sampai-sampai untuk menuruti orang-
orang Yahudi, dan untuk menghindari penganiayaan dari
orang-orang itu, mereka mencampuradukkan pelaksanaan
hukum Musa dengan iman kepada Kristus sebagai hal yang
penting untuk memperoleh keselamatan. namun Paulus mem-
punyai pendapat yang sangat berbeda tentangnya. Ia sama
sekali tidak tersandung oleh salib Kristus, atau malu dengan-
nya, atau takut mengakuinya, namun justru bermegah di
dalamnya. Bahkan, ia tidak mau bermegah dalam hal lain, dan
dengan perasaan yang sangat jijik menolak menempatkan apa
saja untuk bersaing melawan salib Kristus sebagai sesuatu
yang dihargainya. Aku sekali-kali tidak mau, dst. Ini merupa-
kan dasar dari segala pengharapannya sebagai orang Kristen.
Ini adalah ajaran yang, sebagai seorang rasul, bertekad untuk
diberitakannya. Dan, apa pun ujian yang mungkin menimpa-
nya sebab kesetiaannya yang teguh terhadap ajaran itu, ia
tidak saja siap untuk berserah padanya, namun juga untuk
bersukacita di dalamnya. Perhatikanlah, salib Kristus adalah
kemuliaan utama dari orang Kristen yang baik, dan ada alasan
yang sangat kuat mengapa kita harus bermegah di dalamnya,
sebab kepadanya kita berutang segala sukacita dan pengha-
rapan kita.
2. Bahwa ia mati terhadap dunia. Oleh Kristus, atau oleh salib
Kristus, dunia telah disalibkan baginya dan ia bagi dunia. Ia
Surat Galatia 6:11-18
119
sudah mengalami kekuatan dan kuasa dari salib itu dalam
menjauhkannya dari dunia, dan ini merupakan salah satu
alasan kuat mengapa ia bermegah di dalamnya. Guru-guru
palsu itu adalah orang-orang yang bersikap duniawi, yang
terutama mereka pedulikan adalah kepentingan-kepentingan
duniawi mereka, dan sebab itu mereka menyesuaikan agama
mereka dengan kepentingan-kepentingan itu. namun Paulus
adalah seorang yang berjiwa lain. Sebagaimana dunia tidak
berbaik hati terhadap dia, demikian pula ia tidak terlalu peduli
dengan dunia. Ia sudah mengatasi baik senyuman maupun
kernyit dahi dunia, dan merasa tak acuh terhadapnya seperti
orang yang sudah mati dan keluar dari dunia. Ini adalah sikap
pikiran yang harus berusaha diperoleh semua orang Kristen.
Dan cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan menge-
nal baik salib Kristus. Semakin tinggi penghormatan kita ter-
hadap-Nya, semakin rendah pendapat kita tentang dunia. Dan
semakin sering kita merenungkan penderitaan-penderitaan
yang dialami oleh Juruselamat kita yang terkasih dari dunia,
semakin kecil kemungkinan kita untuk mencintai dunia.
3. Bahwa Rasul Paulus tidak menekankan agamanya pada satu
atau lain sisi dari pihak-pihak yang berseteru, melainkan pada
Kekristenan yang sehat (ay. 15). Pada waktu itu, ada perpecah-
an yang tidak menyenangkan di antara orang-orang Kristen.
Bersunat atau tidak bersunat menjadi nama yang dengannya
mereka saling membedakan diri. Sebab (2:9, 12) orang-orang
Kristen keturunan Yahudi disebut orang-orang bersunat, dan
saudara-saudara yang bersunat. Guru-guru palsu sangat gigih
membela sunat. Bahkan, mereka sedemikian gigihnya sehing-
ga menggambarkan sunat sebagai hal yang penting untuk
memperoleh keselamatan, dan sebab itu mereka berbuat
semampu mungkin untuk membuat orang-orang Kristen yang
bukan keturunan Yahudi untuk tunduk pada ketentuan
sunat. Dalam hal ini mereka memperlakukan masalah sunat
lebih jauh daripada orang lain. Sebab, walaupun para rasul
membolehkan sunat di kalangan keturunan Yahudi yang ber-
tobat, namun mereka sama sekali tidak mau memaksakannya
kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. namun apa persisnya
yang begitu ditekankan oleh guru-guru itu, Paulus sangat
sedikit menceritakannya. Memang sangatlah penting bagi ke-
120
pentingan Kekristenan bahwa sunat tidak boleh dipaksakan
kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi yang bertobat, dan kare-
na itu hal ini dilawannya habis-habisan. namun kalau sekadar
masalah bersunat atau tidak bersunat, entah orang-orang
yang sudah memeluk agama Kristen itu keturunan Yahudi
atau bukan, dan apakah mereka mendukung atau menentang
penerusan kebiasaan sunat, supaya mereka tidak menempat-
kan agama hanya pada masalah sunat, ini masalah yang
dianggap kurang penting oleh Paulus. Sebab ia tahu betul
bahwa di dalam Yesus Kristus, yaitu dalam pandangan-Nya,
atau di zaman anugerah, bersunat atau tidak bersunat tidak
ada artinya dalam kaitannya dengan perkenanan Allah, namun
menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Di sini ia meng-
ajar kita apa yang merupakan hakikat dari agama yang sejati
dan apa yang bukan. Hakikat agama tidak terletak pada ber-
sunat atau tidak bersunat, menjadi anggota gereja ini atau itu.
Hakikat agama terletak pada hal bahwa kita menjadi ciptaan
baru. Bukan dengan memiliki nama baru, atau menampilkan
wajah baru, melainkan pada bagaimana akal budi kita diper-
baharui dan Kristus terbentuk dalam diri kita. Inilah yang
paling diperhitungkan oleh Allah, dan demikian juga oleh
Rasul Paulus. Jika kita membandingkan pernyataan ini de-
ngan beberapa pernyataan lain, kita dapat melihat lebih penuh
apa yang membuat kita berkenan pada Allah, dan sebab itu
apa yang terutama harus kita pedulikan. Di sini kita diberi
tahu bahwa hal yang dimaksud itu adalah menjadi ciptaan
baru, dan dalam pasal 5:6, bahwa itu adalah iman yang
bekerja oleh kasih, dan dalam 1 Korintus 7:19, bahwa itu ada-
lah mentaati hukum-hukum Allah. Dari semuanya ini tampak
bahwa dengan perubahan akal budi dan hatilah kita dicon-
dongkan dan dimampukan untuk percaya pada Tuhan Yesus
dan hidup mengabdi kepada Allah. Dan bahwa jika agama
yang batiniah, yang hidup, dan yang praktis ini tidak ada,
maka pengakuan-pengakuan lahiriah atau nama-nama khu-
sus apa pun tidak akan bisa membela kita, atau cukup mem-
buat kita baik di mata-Nya. Seandainya orang-orang Kristen
dengan semestinya berkeinginan untuk mengalami hal ini
dalam diri mereka sendiri, dan mengusahakannya dalam diri
orang lain, kalaupun itu tidak membuat mereka mengesam-
Surat Galatia 6:11-18
121
pingkan nama-nama mereka yang istimewa, setidak-tidaknya
itu akan membuat mereka tidak lagi begitu menekankannya
sebagaimana yang begitu sering mereka lakukan. Perhatikan-
lah, orang-orang Kristen harus berusaha memperhatikan de-
ngan saksama apa yang telah Allah tekankan dalam agama
mereka, yaitu pada hal-hal yang bisa membuat kita berkenan
pada-Nya. Demikianlah yang kita lihat dilakukan oleh Rasul
Paulus. Kita berhikmat dan memenuhi kepentingan kita sen-
diri jika kita mengikuti teladannya dalam hal ini. sesudah Rasul
Paulus menunjukkan apa yang terutama harus dipertimbang-
kan dalam agama, dan apa yang teramat ditekankannya, yaitu
bukan nama atau pengakuan yang kosong, melainkan peru-
bahan yang utuh dan menyelamatkan, dalam ayat 16 ia meng-
ucapkan berkat atas semua orang yang hidup menurut
patokan ini: Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin
oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat
atas mereka dan atas Israel milik Allah. Patokan yang
dibicarakannya di sini adalah, secara lebih umum, bisa berarti
firman Allah secara keseluruhan, yang merupakan patokan
lengkap dan sempurna dari iman dan hidup. Atau ajaran Injil,
atau jalan pembenaran dan keselamatan, yang sudah dipapar-
kannya dalam surat ini, yaitu oleh iman di dalam Kristus
tanpa pelaksanaan hukum Taurat. Atau patokan itu juga bisa
dipandang sebagai merujuk lebih langsung pada ciptaan baru,
yang baru saja dia bicarakan sebelumnya. Berkat-berkat yang
diinginkannya untuk mereka yang hidup sesuai patokan ini,
atau supaya mereka memperoleh harapan dan pandangan
baru (sebab berkat itu bisa dipandang sebagai doa atau janji),
adalah damai sejahtera dan rahmat, yaitu damai sejahtera
dengan Allah dan hati nurani, dan semua penghiburan dalam
hidup ini sejauh yang mereka perlukan, dan rahmat, atau
bagian dalam kasih dan perkenanan Allah yang cuma-cuma di
dalam Kristus, yang merupakan sumber dari semua berkat
lain. Ada suatu dasar yang diletakkan dalam diri mereka yang
mengerjakan perubahan yang penuh rahmat ini. Dan selama
mereka berperilaku seperti ciptaan baru, dan mengatur hidup
serta harapan mereka sesuai patokan Injil, mereka boleh yakin
sepenuhnya akan mendapatkan damai sejahtera dan rahmat
itu. Semuanya ini, katanya, akan menjadi bagian dari seluruh
122
Israel milik Allah. Yang dimaksudkannya di sini adalah semua
orang Kristen yang tulus, entah berasal dari keturunan Yahudi
atau bukan, semua yang merupakan orang-orang Israel sejati,
yang walaupun bukan keturunan asli, menjadi keturunan
Abraham secara rohani. Mereka ini, sebagai ahli waris dari
iman Abraham, juga menjadi ahli waris bersama-sama dengan
dia dari janji yang sama, dan sebab nya berhak memperoleh
damai sejahtera dan rahmat yang dibicarakan di sini. Orang-
orang Yahudi dan guru-guru yang masih berpegang pada
ajaran agama Yahudi ingin membatasi berkat-berkat ini hanya
pada orang-orang yang bersunat dan memelihara hukum
Musa. Sebaliknya, Rasul Paulus menyatakan bahwa itu semua
menjadi milik semua orang yang hidup sesuai dengan patokan
Injil, atau mereka yang menjadi ciptaan baru, bahkan seluruh
Israel milik Allah. Di sini tersirat bahwa yang merupakan umat
Israel sejati milik Allah hanyalah mereka yang hidup menurut
patokan ini, dan bukan menurut sunat, yang bersikukuh me-
reka tekankan. Dan sebab itu, inilah jalan yang benar untuk
memperoleh damai sejahtera dan rahmat. Perhatikanlah,
(1) Orang-orang Kristen yang sejati adalah mereka yang hidup me-
nurut patokan. Bukan patokan yang mereka buat sendiri, me-
lainkan yang sudah ditentukan Allah sendiri untuk mereka.
(2) Bahkan mereka yang hidup menurut patokan ini pun ma-
sih memerlukan rahmat Allah. namun ,
(3) Semua orang yang dengan tulus berusaha hidup menurut
patokan ini boleh yakin bahwa damai sejahtera dan rahmat
akan turun atas mereka. Inilah jalan terbaik untuk mem-
peroleh damai sejahtera dengan Allah, dengan diri kita sen-
diri, dan dengan orang lain. Dan dalam hal ini, sebagai-
mana kita boleh yakin akan mendapat perkenanan Allah di
kehidupan ini, demikian pula kita boleh yakin akan men-
dapat rahmat-Nya di kehidupan nanti.
4. Bahwa Rasul Paulus dengan riang hati sudah menderita peng-
aniayaan demi Kristus dan Kekristenan (ay. 17). sebab salib
Kristus, atau ajaran keselamatan oleh Juruselamat yang disa-
libkan, adalah apa yang terutama dimegahkannya, maka ia
rela menghadapi segala bahaya daripada harus mengkhianati
kebenaran ini, atau membiarkannya dirusakkan. Guru-guru
Surat Galatia 6:11-18
123
palsu takut akan penganiayaan, dan ini merupakan alasan
kuat mengapa mereka bersemangat membela sunat, seperti
yang kita lihat dalam ayat 12. namun hal penganiayaan ini
sama sekali tidak dipedulikan Paulus. Ia tidak goyah oleh pen-
deritaan apa saja yang menimpanya, tidak pula ia menghirau-
kan nyawanya sedikit pun, asal saja ia dapat mencapai garis
akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh
Tuhan Yesus kepadanya untuk memberi kesaksian tentang Injil
kasih karunia Allah (Kis. 20:24). Ia sudah banyak menderita
demi membela kepentingan Kristus, sebab pada tubuhnya ada
tanda-tanda milik Yesus, yaitu bekas-bekas luka yang melekat
padanya dari musuh-musuh yang menganiaya, sebab kese-
tiaannya yang tak goyah terhadap Kristus, dan ajaran Injil
yang sudah diterimanya dari Dia. Sebagaimana tampak dari
sini bahwa ia yakin betul akan kebenaran dan pentingnya
ajaran Kristus, dan bahwa ia sama sekali tidak membela
sunat, seperti yang secara keliru dibicarakan orang-orang ten-
tang dia, demikian pula dalam hal ini, dengan kehangatan dan
kegigihan yang pantas, sesuai dengan wewenangnya sebagai
rasul dan apa yang sedang dipikirkannya secara mendalam, ia
menegaskan supaya mulai sekarang jangan ada orang yang
menyusahkannya. Yaitu, dengan menentang ajaran atau wewe-
nangnya, atau dengan segala macam fitnah dan celaan seperti
yang sudah dialamatkan kepadanya. Sebagaimana, berdasar
apa yang sudah dikatakan dan yang sudah dideritanya, semua
fitnah dan celaan itu tampak betul-betul tidak adil dan menya-
kitkan, demikian pula sangat tidak berakallah mereka yang su-
dah menyebarkan atau mempercayainya. Perhatikanlah,
(1) Wajar saja untuk beranggapan bahwa jika orang rela men-
derita demi membela suatu kebenaran, maka ia sepenuh-
nya yakin akan kebenaran itu.
(2) Sangat tidak adil menuduh orang lain melakukan hal-hal
yang bertentangan bukan hanya dengan apa yang mereka
akui, melainkan juga dengan apa yang sudah mereka derita.
III. sesudah menyelesaikan apa yang berniat ditulisnya untuk meng-
insafkan dan memulihkan jemaat-jemaat di Galatia, Rasul Paulus
menutup surat ini dengan berkat kerasulannya (ay. 18). Ia menye-
but mereka sebagai saudara-saudaranya. Dalam hal ini ia menun-
124
jukkan kerendahan hatinya yang besar, dan kasih sayangnya ter-
hadap mereka, kendati dengan perlakuan buruk yang sudah
diterimanya dari mereka. Dan ia berpamitan dari mereka dengan
mengucapkan doa yang sangat sungguh-sungguh dan penuh
perasaan ini, yaitu agar kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus
menyertai roh mereka. Ini adalah salam perpisahan yang biasa
diucapkan Rasul Paulus, seperti yang kita lihat dalam Roma
16:20, 24 dan 1 Korintus 16:23. Dan dalam hal ini ia berdoa su-
paya mereka menikmati perkenanan Kristus, baik dalam dampak-
dampaknya secara khusus maupun dalam bukti-buktinya yang
terlihat. Ia berdoa supaya mereka menerima dari Dia segala kasih
karunia yang perlu untuk membimbing mereka di jalan mereka,
untuk menguatkan mereka dalam pekerjaan mereka, untuk me-
mantapkan mereka dalam hidup Kristen mereka, dan untuk men-
dorong serta menghibur mereka di bawah segala cobaan hidup
dan dalam menghadapi kematian itu sendiri. Tepatlah bila ini
disebut sebagai kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, sebab
Dialah satu-satunya yang menebus bagi kita kasih karunia itu
dan yang ditunjuk untuk membagi-bagikannya. Dan walaupun
jemaat-jemaat ini sudah berbuat cukup untuk membuat mereka
kehilangan kasih karunia itu, dengan membiarkan diri tertawan
oleh pendapat dan perbuatan yang sangat tidak menghormati
Kristus, dan yang juga berbahaya bagi mereka, namun dari kepe-
duliannya yang besar terhadap mereka, dan sebab tahu betapa
pentingnya hal itu bagi mereka, ia menginginkan kasih karunia
itu dengan sungguh-sungguh untuk mereka. Bahkan, ia ingin
supaya kasih karunia itu menyertai roh mereka, supaya mereka
bisa terus-menerus mengalami pengaruhnya di dalam jiwa mere-
ka, yang akan mencondongkan dan memampukan mereka untuk
bertindak dengan tulus dan lurus di dalam beragama. Tak ada
lagi yang kita perlukan untuk membuat kita bahagia selain kasih
karunia Tuhan kita Yesus Kristus. Kasih karunia ini dimohonkan
oleh Rasul Paulus untuk orang-orang Kristen ini, dan dalam hal
ini ia menunjukkan kepada kita apa yang terutama harus menjadi
kepedulian kita untuk kita peroleh. Dan, untuk mendorong
jemaat Galatia itu, dan kita juga, agar mengharapkannya, ia me-
nambahkan kata Amin.
T A F S I R A N M A T T H E W H E N R Y
Surat
Efesus
TAFSIRAN
SURAT Efesus
eberapa orang berpendapat bahwa sebenarnya surat kepada
jemaat di Efesus ini merupakan surat edaran yang dikirim ke-
pada beberapa jemaat, dan sebab suatu hal salinan yang dikirimkan
kepada jemaat Efesus diambil untuk dimasukkan ke dalam kanon,
dan sebab itu surat ini akhirnya dipandang sebagai suatu tulisan
khusus. Pendapat ini dibuat berdasar kesimpulan bahwa surat
ini merupakan satu-satunya surat dari semua surat kerasulan Pau-
lus yang tidak menyinggung secara khusus keadaan atau masalah
yang terjadi di jemaat Efesus. Sebaliknya, surat ini banyak memuat
kepentingan yang bersifat umum bagi semua orang Kristen, khusus-
nya bagi semua orang yang dahulu berasal dari bangsa-bangsa lain
dan kemudian bertobat