n Hayatis Shahabiyat karya penulis
Adapun kedua putri Rasulullah Saw yang lain yang bernama Ruqayyah
dan Ummu Kultsum, mereka berdua telah dicerai dan dikembalikan ke
rumah orang tuanya. Maka senanglah hati Rasulullah Saw dengan
kembalinya kedua putri tadi ke pangkuannya, dan Beliau berharap bahwa
Abul Ash akan melakukan hal yang sama, namun Rasulullah Saw tidak
memiliki kekuatan untuk memaksakan kehendak ini , dan lagi pula
pada saat itu belum disyariatkan bahwa mengawinkan perempuan mukmin
kepada pria musyrik yaitu haram.
Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah dan Beliau semakin
memiliki pendukung dan kekuatan di sana, maka pihak Quraisy berangkat
untuk membunuh Beliau di Badr. Maka Abul Ash pun turut serta dengan
kondisi terpaksa. Sebab ia sendiri tidak ingin memerangi kaum muslimin,
apalagi mengalahkan mereka. Akan tetapi posisinya di masyarakat yang
membuatnya harus turut serta dalam keberangkatan ini. Perang Badr
berakhir dengan kekalahan di pihak Quraisy yang telah mampu
mengalahkan kekuatan syirik dan mematahkan punggung orang-orang
yang ke lewat batas. Sebagian dari mereka terbunuh. Sebgaian lagi
tertawan. Dan sebagian lagi menyelamatkan diri dengan berlari dari medan
perang.
Dan termasuk orang-orang yang menjadi tawanan yaitu Abul Ash,
suami Zainab binti Muhammad Saw.
Rasulullah Saw menetapkan tebusan atas para tawanan ini agar
mereka dapat dibebaskan. Tebusan ini berkisar antara 1000-4000
dirham sesuai status dan kekayaan tawanan ini .
Dan mulailah banyak utusan yang bolak-balik Mekkah-Madinah
dengan membawa harta yang berasal dari uang tebusan tawanan.
Maka Zainab pun mengirimkan seorang utusannya ke Madinah yang
membawa uang tebusan atas suaminya Abul Ash. Dan sebagai tebusannya
yaitu kalung yang dihadiahkan ibunya Khadijah binti Khuwailid saat
Zainab akan melangsungkan perkawinan… Begitu Rasulullah Saw melihat
kalung ini , maka wajah Beliau langsung dirundung kesedihan yang
mendalam, dan Beliau menjadi begitu kasihan kepada putrinya. Lalu Rasul
melihat ke arah para sahabatnya dan bersabda: “Zainab telah mengirimkan
harta ini untuk menebus Abul Ash. Jika kalian berkenan untuk
membebaskan tawanan ini baginya dan mengembalikan hartanya, maka
lakukanlah!”
Maka para sahabat menjawab: “Baik. Kami akan melakukannya agar
hatimu senang, ya Rasulullah!”
Namun Anbi Saw mensyaratkan kepada Abul Ash sebelum Beliau
melepaskannya agar Abul Ash mau mengirimkan putrinya Zainab segera
tanpa tunda-tunda.
Begitu Abul Ash tiba di Mekkah, ia langsung segera menepati janjinya.
Ia langsung memerintahkan istrinya untuk bersiap-siap pergi, dan ia
memberitahu Zainab bahwa utusan ayahnya menunggu Zainab tidak jauh
dari Mekkah. Abul Ash juga menyiapkan bekal dan kendaraan buat Zainab,
dan ia mengutus saudaranya yang bernama Amr bin Al Rabi untuk
mendampingi Zainab dan menyerahkannya secara langsung kepada para
utusan tadi.
Amr bin Rabi sudah menyandangkan busur panahnya dan ia pun tidak
lupa membawa sekantung penuh anak panah. Dan ia menempatkan Zainab
dalam haudaj135. Dan Amr berangkat bersama Zainab dari Mekkah dengan
terang-terangan di siang hari dan disaksikan oleh para penduduk Quraisy.
Maka para penduduk Quraisy pun menjadi berang melihatnya, mereka pun
segera menyusul keduanya sehingga tidak terlalu jauh lagi. Mereka telah
membuat Zainab menjadi takut dan cemas.
Di saat itu Amr mulai menyiapkan busur panahnya dan
menghamburkan anak panahnya dihadapan. Ia berkata: “Demi Allah, tidak
ada orang yang bisa mendekatinya kecuali akan terkena sebuah anak
panah ini di lehernya.” Amr yaitu seorang pemanah handal yang jarang
meleset.
Lalu Abu Sufyan bin Harb menghampiri Amr –Abu Sufyan juga
menyusul para penduduk Quraisy ini- Abu Sufyan berkata kepadanya:
“Wahai keponakanku, tolong turunkan anak panahmu sehingga kami
dapat berbicara kepadamu!” Maka Amr pun menurunkan anak panahnya.
Abu Sufyan berkata: “Langkah yang kau tempuh yaitu keliru. Engkau
telah membawa Zainab pergi secara terang-terangan dan diketahui oleh
orang-orang, dan mata kami menyaksikannya. Bangsa Arab semuanya
telah mengetahui tentang kekalahan kami di Badr, dan apa yang telah kami
terima dari ulah ayahnya yang bernama Muhammad.
Jika engkau membawa putrinya secara terang-terangan –seperti yang
engkau lakukan- maka para kabilah yang ada akan menuduh kita sebagai
kabilah pengecut dan mereka akan menyebut kami sebagai orang yang
kalah dan pecundang. Bawalah kembali ia pulang! Biarkan ia menetap di
rumah suaminya dalam beberapa hari, sehingga bila orang-orang sudah
mengatakan bahwa kami sudah pulih, maka bawalah ia pergi dengan
sembunyi-sembunyi. Dan antarkanlah dia ke ayahnya. Dan kami tidak
merasa perlu untuk menahannya.”
135
Haudaj yaitu sebuah kotak di atas punuk unta yang berisikan tempat bagi penumpang
wanita
Maka Amr menerima usulan ini , dan ia mengembalikan Zainab ke
Mekkah.
sesudah beberapa hari ia mengajak Zainab berangkat pada suatu malam,
dan ia menyerahkan Zainab kepada utusan ayahnya secara langsung
sebagaimana yang telah dipesankan oleh saudaranya.
Abul Ash masih tinggal di Mekkah sesudah berpisah sekian lama dari
istrinya. Hingga beberapa saat sebelum terjadinya Fathu Makkah. Ia pergi
ke Syam dalam sebuah ekspedisi perdagangannya. Begitu ia pulang menuju
Mekkah dan saat itu ia membawa rombongannya yang mencapai 100 unta
dan para pembantunya yang hampir berjumlah 170 orang, mereka
terhadang oleh sebuah pasukan Rasulullah Saw yang berada di dekat
Madinah. Maka pasukan tadi mengambil barang-barang dagangan dan
menawan para pembantunya. Akan tetapi Abul Ash berhasil melarikan diri
dan tidak ditangkap.
Begitu malam sudah semakin gelap,dan Abul Ash pun berlindung
dengan kegelapan malam. Ia memasuki Madinah dengan sembunyi-
sembunyi dan penuh rasa takut. Ia terus berjalan hingga menemui Zainab.
Ia meminta perlindungan kepada Zainab, dan Zainab pun melindunginya.
Begitu Rasulullah Saw hendak keluar rumah untuk melakukan shalat
Fajar dan berdiri tegak di dalam mihrabnya lalu Beliau mengucapkan
takbiratul ihram dan semua orang pun mengikuti ucapan takbir Beliau,
maka berteriaklah Zainab dari shuffah perempuan sambil berkata: “Wahai
manusia, saya yaitu Zainab binti Muhammad. Aku telah memberi
perlindungan kepada Abul Ash, maka kalian harus memberikan
perlindungan baginya!”
Begitu Rasulullah Saw selesai melakukan shalat, Beliau menoleh ke arah
manusia yang ada di belakangnya dan bertanya: “Apakah kalian
mendengar apa yang telah aku dengarkan?” Mereka menjawab: “Ya, kami
mendengarnya ya Rasul.” Beliau lalu bersabda: “Demi jiwaku yang berada
dalam kekuasaannya, aku tidak tahu hal ini sehingga aku
mendengarkan seperti apa yang telah kalian dengar. Dan ia telah
memberikan perlindungan kepada orang selain muslim.” lalu Beliau
kembali ke rumah dan berkata kepada putrinya: “Berikanlah tempat
terhormat kepada Abul Ash, dan ketahuilah bahwa kamu tidak halal lagi
bagi dirinya.”
lalu Rasulullah saw memanggil para pasukan yang telah
mengambil barang-barang dan menawan para pembantu Abul Ash. Rasul
bersabda kepada mereka: “Orang ini yaitu anggota keluarga kami
sebagaimana kalian telah ketahui. Kalian telah mengambil hartanya. Jika
kalian berbaik hati dan mengembalikan harta yang ia miliki, maka itulah
cara yang kami suka. Jika kalian menolak, maka harta ini yaitu
fay’136 yang telah diberikan Allah kepada kalian. Dan kalian berhak atas
harta ini .”
Mereka menjawab: “Kami akan mengembalikan harta ini
kepadanya, ya Rasulullah.”
Begitu Abul Ash datang untuk mengambil kembali hartanya, para
pasukan tadi berkata kepadanya: “Ya Abul Ash, engkau memiliki
kedudukan yang mulia dalam suku Quraisy. Engkau yaitu sepupu
Rasulullah sekaligus menantunya. Apakah engkau tidak mau masuk ke
dalam Islam? Kami akan memberikan semua harta ini kepadamu sehingga
engkau akan merasa nikmat seperti engkau telah memilikinya saat di
Mekkah, dan engkau dapat tinggal bersama kami di Madinah?”
Abul Ash menjawab: “Alangkah buruknya ajakan kalian agar aku
memulai agamaku yang baru dengan sebuah pengkhianatan.”
lalu berangkatlah Abul Ash bersama hartanya ke Mekkah.
Sesampainya di sana, ia membagikan hasil keuntungan kepada setiap orang
yang ikut serta dalam permodalan. Lalu ia berkata: “Wahai bangsa Quraisy,
apakah masih ada orang yang belum mengambil hartanya dariku?” Mereka
menjawab: “Tidak… semoga Allah membalas kebaikanmu kepada kami.
Kami mengenalmu sebagai orang yang menepati janji dan pemurah.”
Lalu Abul Ash berkata: “sebab aku sudah memenuhi hak-hak kalian,
maka aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad yaitu
Rasulullah. Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk masuk Islam
saat bersama Muhammad di Madinah kecuali sebab aku khawatir bahwa
kalian akan mengira bahwa aku akan memakan semua harta kalian. Begitu
Allah sudah mengembalikan harta ini kepada kalian, dan aku pun
sudah terbebas dari harta ini , maka aku akan masuk Islam!”
lalu ia berangkat sehingga ia menemui Rasulullah Saw, dan Rasul
pun menyambutnya dengan hangat. Rasul juga mengembalikan istrinya
kepadanya. Dan Rasul Saw bersabda tentang dirinya: “Dia telah berbicara
denganku lalu ia mempercayaiku. Ia telah berjanji kepadaku, dan kini ia
telah menepatinya untukku.”
136
Fay’ yaitu harta yang didapatkan oleh pasukan muslimin dari pihak musuh tanpa perang.
7. Al Bidayah wa An Nihayah: 6/354
8. Hayatus Shahabah: (lih Daftar Isi pada jilid 4)
A’shim Bin Tsabit
“Siapa yang Hendak Berperang Maka Berperanglah Seperti yang
Dilakukan Oleh A’shim Bin Tsabit” (Muhammad Rasulullah)
Bangsa Quraisy berduyun-duyun yang terdiri dari para pembesar
hingga para budak pergi untuk menjumpai Muhammad bin Abdullah di
Uhud.
Kebencian mengisi relung hati mereka, dan mereka hendak menuntut
balas atas setiap darah yang tertumpah dari korban yang berjatuhan di
pihak mereka pada perang Badr.
Lebih dari itu, mereka juga mengajak beberapa orang wanita turut-
serta untuk memberikan semangat kepada para pria untuk melakukan
perang, dan mengobarkan api perjuangan pada jiwa setiap prajurit.
Wanita-wanita tadi akan terus mengobarkan semangat setiap prajurit,
setiap kali mereka lemah atau takut.
Salah seorang wanita yang turut serta dalam perang ini yaitu Hindun
binti Utbah istri dari Abu Sufyan, Raithah binti Munabbih istri dari Amr bin
Al Ash, Sulaqah binti Sa’d yang disertai oleh suaminya yang bernama
Thalhah dan ketiga putranya yang bernama: Masafi’, Al Julas dan Kilab.
Dan banyak lagi wanita lain yang turut-serta dalam peperangan ini seperti
mereka.
Begitu kedua belah pihak sudah saling bertemu, dan api peperangan
telah berkobar. Hindun binti Utbah bersama para wanita yang lain berdiri
di belakang barisan bangsa Quraisy. Mereka memukulkan genderang
sambil bersenandung:
Jika kalian berani maju, maka kami akan memberikan kalian
pelukan
dan kami akan membentangkan bantal-bantal
Jika kalian kabur dari perang maka kami akan meminta cerai
Perceraian yang tidak akan menyenangkan
Lantunan suara mereka membangkitkan kobaran semangat di hati
mereka, dan seolah memiliki daya sihir pada diri para suami mereka.
Lalu usailah peperangan. Dan kemenangan berada di pihak Quraisy
atas pasukan muslimin. Para wanita tadi begitu senang dengan
kemenangan yang mereka raih. Lalu mereka berkeliling di medan perang
yang telah selesai. Mereka melakukan penyiksaan kepada korban perang
dengan amat kejinya: Mereka merobek perut korban, mencungkil mata,
memutus telinga dan hidung.
Bahkan salah seorang dari mereka masih merasa tidak puas kecuali
sesudah membuat kalung dan untaian dari hidung dan telinga. Mereka
menjadikan kalung telinga dan hidung ini sebagai hiasan sebagai
balas dendam atas ayah, saudara, paman mereka serta lainnya yang telah
terbunuh di Badr.
Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Sulaqah binti Sa’d berbeda dengan
wanita Quraisy lainnya.
Ia terlihat bingung dan panik sambil menunggu suami dan salah
seorang dari ketiga anaknya. Ia ingin tahu kabar tentang mereka, dan ia
juga ingin berbagi kebahagiaan sebab kemenangan ini bersama wanita
yang lain.
sesudah ia menunggu lama tanpa hasil, maka ia pun memasuki bekas
medan peperangan tadi. Ia memeriksa setiap orang yang menjadi
korban.Dan ternyata ia menemukan suaminya telah terbunuh dengan
berlumuran darah.
Maka ia bagaikan singa betina yang ketakutan. Ia langsung
menyisirkan pandangannya ke setiap penjuru untuk mencari ketiga
anaknya: Masafi’, Kilab dan Al Julas.
Tidak lama lalu , ia mendapatkan bahwa ketiganya sudah
tergeletak di tanah Uhud.
Masafi’ dan Kilab rupanya sudah tewas. Sedangkan Al Julas, rupanya ia
masih memiliki sedikit nafas untuk bertahan hidup.
Sulafah menangisi anaknya yang sedang menghadapi sakaratul maut. Ia
meletakkan kepala anaknya di pangkuannya. Sulafah mencoba untuk
menghapuskan darah yang ada di kening dan mulut anaknya. Sulafah
sudah kehabisan air mata akibat kesedihan yang ia rasakan pasca perang.
lalu Sulafah mendekatkan diri kepada anaknya sambil berkata:
“Siapa yang telah mengalahkanmu, wahai anakku?” Anaknya berusaha
untuk menjawab, akan tetapi ia tak kuasa lagi. lalu Sulafah kembali
mendesak dengan pertanyaannya, dan kali ini anaknya mampu menjawab
dengan berkata: “Orang yang membunuhku yaitu A’shim bin Tsabit,…
dan ia juga yang telah membunuh saudaraku Musafi, dan… akhirnya Al
Julas pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Maka menjadi gilalah Sulafah binti Sa’d. Ia langsung berteriak sambil
menangis sekuatnya. Ia bersumpah demi Lata dan Uzza bahwa ia tidak
akan pernah merasa puas kecuali bila bangsa Quraisy telah membalaskan
dendamnya dari Ashim bin Tsabit dan membawa tengkorak kepalanya agar
ia jadikan tempat khamr untuk diminum.
lalu Sulafah bernazar untuk memberikan siapa saja yang mampu
menangkap, menawan atau membunuh A’shim bin Tsabit lalu membawa
kepalanya kepada Sulafah, maka ia akan diberi harta apa saja yang paling
indah.
Maka tersebarlah berita tentang nadzar Sulafah ini di kalangan bangsa
Quraisy. Lalu setiap pemuda Mekkah mulai berangan untuk dapat
mengalahkan Ashim bin Tsabit lalu mempersembahkan tengkorak
kepalanya kepada Sualafah, agar ia akan memenangkan hadiah Sulafah ini.
Kembalilah pasukan muslimin ke Madinah sesudah mereka melakukan
perang Uhud. Mereka mengenang peperangan yang baru saja mereka
lakukan dan mereka pun mengenang setiap kejadian dalam perang
ini . Mereka berbelasungkawa atas setiap prajurit yang mendapatkan
syahadah di medan laga. Mereka pun memberikan pujian kepada para
ksatria yang begitu berani berperang… dan mereka menyebutkan salah
satu dari para ksatria ini yaitu Ashim bin Tsabit. Para pasukan
muslimin merasa kagum kepada Ashim, bagaimana ia bisa dapat
mengalahkan tiga orang bersaudara dari satu keluarga dari sekian banyak
korban yang berguguran di tangannya.
Salah seorang dari pasukan muslimin berkata: “Bukankah ini
merupakan hal yang menakjubkan?!! Apakah kalian tidak ingat ketika dulu
Rasulullah Saw bertanya kepada kita sebelum berangkat ke Badr:
‘Bagaimana kalian akan berperang?’… Saat itu Ashim bin Tsabit berdiri
lalu mengambil busur panahnya dan ia letakkan di tangannya dan ia
berkata: ‘Jika musuh berada 100 hasta dari ku maka akan aku hadapi
dengan melesatkan anak panah. Jika musuh semakin dekat sehingga dapat
diserang dengan tombak, maka akan dihadapi dengan tombak sehingga
dapat terkena oleh tombak.
Jika tombak sudah tidak mungkin lagi digunakan, maka tombak
ini akan kami letakkan dan kami akan mengambil pedang dan mulai
duel dengan pedang.’ Maka pada saat itu Rasulullah Saw bersabda:
‘Beginilah caranya berperang. Siapa yang akan berperang, maka ia harus
berperang dengan cara yang dilakukan oleh A’shim.”
Tidak lama berselang sesudah usainya perang uhud, Rasulullah Saw
mengirimkan 6 orang para sahabat pilihan dalam sebuah delegasi, dan
delegasi ini dipimpin oleh Ashim bin Tsabit.
Maka berangkatlah delegasi pilihan ini untuk melaksanakan apa yang
telah diperintahkan oleh Nabi Saw. Tatkala mereka sedang berada di salah
satu jalan antara Usfan dan Mekkah, maka ada sebuah rombongan dari
Hudzail yang mengetahui keberadaan rombongan delegasi ini. Jamaah dari
Hudzail itupun lalu segera mengejar mereka, dan mengepung mereka
begitu rapatnya.
Maka Ashim dan para sahabatnya langsung menguhunuskan pedang
mereka dan berniat untuk menghadapi para penghadang mereka.
Maka orang-orang Hudzail inipun berkata kepada mereka: “Kalian
tidak akan mampu menghadapi kami. Kami yaitu penduduk kampung ini.
Jumlah kami begitu banyak, dan kalian hanya berjumlah sedikit saja. Demi
Tuhan Ka’bah, kami tidak akan berbuat jahat kepada kalian bila kalian
menyerah. Dan kalian dapat memegang janji Allah ini.”
Maka keenam sahabat tadi saling melemparkan pandangan kepada
masaing-masing mereka seolah mereka sedang bermusyawarah akan apa
yang mesti mereka lakukan.”
Lalu Ashim menoleh ke arah para sahabatnya dan berkata: “Aku tidak
akan percaya dengan janji seorang musyrik.” lalu Ashim teringat
akan nadzar Sulafah atas dirinya, dan Ashim langsung menghunuskan
pedangnya dan berdo’a: “ Ya Allah, Aku akan berjuang dan membela
agamamu. Maka jagalah daging dan tulangku sehingga tidak ada musuh-
musuh Allah yang dapat mengalahkannya.
lalu Ashim menyerang orang-orang Hudzail tadi yang diikuti
oleh kedua orang sahabatnya. Mereka yaitu Martsad Al Ghanawy dan
Khalid Al Laitsy… Mereka terus melawan kepada orang-orang Hudzail ini
sehingga mereka pun tewas satu demi satu.
Sedangkan ketiga orang sahabat Rasul lainnya, mereka yaitu :
Abdullah bin Thariq, Zaid bin Al Dutsunah dan Khubaib bin Ady. Ketiganya
menyerahkan diri kepada orang-orang Hudzail tadi. Namun orang-orang
Hudzail telah berkhianat kepada mereka.
Orang-orang Hudzail ini tidak mengerti bahwa salah seorang dari
korban ini yaitu Ashim bin Tsabit. Begitu mereka mengetahuinya,
maka mereka menjadi amat girang, dan mereka mengkhayalkan bahwa
mereka akan mendapatkan hadiah yang besar.
Tidak heran, sebab bukankah Sulafah binti Sa’d telah bernazar bila ia
berhasil menangkap Ashim bin Tsabit maka ia akan meminum khamr dari
tengkorak kepalanya?
Bukankah ia sudah berjanji bagi siapa saja yang dapat membawa Ashim
hidup atau mati kepadanya, maka si pembawa akan mendapatkan harta
apa saja yang ia inginkan?!
Tidak selang begitu lama sesudah peristiwa terbunuhnya Ashim bin
Tsabit ini sehingga suku Quraisy mendengar kabarnya. Sebab suku Hudzail
ini tinggal tidak jauh dari Mekkah.
Maka para pemuka Quraisy mengutus seseorang dari mereka kepada
para pembunuh Ashim agar kepala Ashim diserahkan kepada mereka. Hal
itu demi membayar kebencian Sulafah binti Sa’d dan agar ia dapat
menepati sumpahnya. Disamping itu juga agar rasa sedihnya akibat
tewasnya ketiga anaknya berkurang yang telah dibunuh semuanya oleh
Ashim.
Para pembesar Quraisy ini menitipkan harta yang banyak pada utusan
tadi, dan menyuruh utusan ini untuk memberikan harta ini
kepada para penduduk Hudzail begitu mereka menyerahkan kepala Ashim.
Para penduduk Hudzail hendak memotong kepala Ashim, dan mereka
kaget bahwa kepala Ashim telah dikerubungi oleh lebah dari seluruh
sisinya.
Dan setiap kali mereka hendak mendekat kepada bangkai tubuhnya,
maka para lebah tadi akan terbang ke muka mereka dan menyengat mata,
kening dan setiap tempat pada tubuh mereka. Semua lebah tadi berusaha
untuk mengusir mereka dari tubuh Ashim.
Begitu mereka putus asa sesudah berusaha berkali-kali untuk
melakukannya, salah seorang dari mereka berkata: “Biarkan saja tubuhnya
hingga malam tiba. Sebab lebah bila malam tiba akan pergi darinya dan
kalian akan dibiarkan oleh lebah untuk mendekati dirinya.”
lalu mereka pun duduk menunggu tidak jauh dari tubuh Ashim.
Akan tetapi begitu siang telah pergi dan malam mulai tiba, maka tiba-
tiba langit menjadi begitu mendung dan amat pekat.
Cuaca menjadi dingin dan hujan pun mulai turun dengan sangat
lebatnya. Dan belum pernah ada disaksikan oleh manusia di bumi ini,
hujan yang begitu lebat turun dari langit.
Maka semua lereng, lembah dan jalan-jalan di bukit pun di penuhi oleh
air. Semua daerah di penuhi dengan air yang begitu banyak.
Begitu waktu pagi tiba, para penduduk Hudzail mencari jasad Ashim di
setiap tempat. Namun mereka tidak menemukannya. Hal itu terjadi, sebab
air telah membawa jasadnya pergi jauh dari mereka ke tempat yang mereka
tidak tahu.
Rupanya Allah Swt telah mengabulkan do’a Ashim bin Tsabit, sehingga
Allah Swt melindungi jasadnya yang suci agar tidak dianiaya.
Allah juga menjaga kepala Ashim agar tidak dijadikan tempat khamr
untuk minum. Dan Allah tidak akan memberikan kesempatan bagi kaum
musyrikin atas mukminin.
Utbah bin Ghazwan
“Utbah bin Ghazwan Memiliki Posisi Terhormat dalam Islam” (Umar
bin Khattab)
Amirul Mukminin merebahkan dirinya di ranjang sesudah shatal Isya. Ia
ingin sekali beristirahat sesudah ia berkeliling melihat rakyatnya pada waktu
malam.
Akan tetapi kantuk yang ia rasakan pun pergi, sebab ada sebuah surat
yang datang kepada Beliau berbunyi: “Pasukan Persia yang dikalahkan oleh
pasukan muslimin rupanya selalu mendapatkan bala bantuan dari mana
saja. Tidak lama lagi pasukan Persia akan mempersiapkan kekuatannya dan
akan kembali melakukan perang.”
Dan ada yang mengatakan kepada khalifah bahwa kota Al Ubullah137
mempersiapkan bantuan yang amat banyak bagi pasukan Persia dengan
memberikan harta dan prajurit yang berjumlah banyak.
Maka Umar langsung bertekad untuk mengirimkan sebuah pasukan
untuk menaklukan Al Ubullah, dan memutuskan pasokan logistik mereka
kepada pasukan Persia, akan tetapi khalifah masih ragu sebab jumlah
pasukan yang sedikit yang kini sedang ia miliki.
Hal itu disebab kansebab pasukan muslimin baik yang masih muda
maupun tua telah pergi mengarungi bumi untuk berjuang di jalan Allah,
sehingga yang tersisa di Madinah hanyalah sedikit orang saja.
Maka khalifah berpikir dengan caranya sendiri yang telah masyhur
dikenal orang. Yaitu dengan mengganti sedikitnya pasukan dengan
kekuatan yang dimiliki oleh seorang panglima.
Lalu khalifah menghamburkan anak-anak panah milik para
prajuritnya, lalu Beliau menguji mereka satu demi satu dalam
memanah. lalu ia berkata: “Aku telah menemukannya. Ya, aku telah
menemukannya.”
lalu khalifah menuju kudanya dan berkata: “Dia yaitu seorang
mujahid yang telah turut dalam perang Badr, Uhud, Khandaq dan lain-lain.
Tidak pernah pedangnya salah tebas, dan anak panah yang dilesatkannya
tidak pernah meleset.
Dan ia telah berhijrah dua kali138. Dan ia yaitu orang ketujuh yang
masuk Islam di muka bumi ini.”
137
Al Ubullah yaitu sebuah kota yang terletak di samping Basrah yang termasuk bagian dari
kota Basrah.
Begitu waktu Shubuh tiba, khalifah berkata: “Panggilkan Utbah bin
Ghazwan untuk menghadapku!”
lalu khalifah mempercayakan panji pasukan kepada Utbah yang
didukung oleh 310 orang prajurit lebih. Dan Khalifah berjanji kepada
Utbah bahwa ia akan menambahkan jumlah pasukannya.
Begitu pasukan yang sedikit ini hendak berangkat. Umar Al faruq
berdiri untuk berpesan dan memberikan nasehatnya kepada pemimpin
pasukan ini. Ia berkata: “Ya Utbah, Aku telah memerintahkanmu untuk
berangkat ke Ubullah yang merupakan salah satu benteng musuh. Aku
berharap Allah Swt akan membantumu untuk menaklukannya.
Jika engkau sudah tiba di sana, maka serulah penduduk Ubullah untuk
kembali kepada Allah. Siapa di antara mereka yang memenuhi seruanmu,
maka terimalah mereka dengan baik. Siapa yang tidak mau menerima
seruanmu, maka pungutlah jizyah139 dengan menghinakan mereka. Kalau
mereka tidak mau memberikannya, maka letakkanlah pedang di leher
mereka bukan pada punuk mereka. Bertaqwalah selalu, ya Utbah dengan
amanah yang kau emban.
Waspyaitu dengan jiwamu yang dapat menimbulkan rasa sombong
dan dapat merusak akhiratmu. Ketahuilah bahwa engkau pernah menjadi
sahabat Rasulullah Saw sehingga Allah memuliakan engkau sebab Beliau
sesudah hidup nista. Ia telah memberi kekuatan kepadamu sebab Beliau
sesudah kelemahan, sehingga engkau menjadi seorang pemimpin yang
memiliki kekuasaan. Menjadi seorang panglima yang ditaati. Apa yang kau
katakan akan didengar. Apa yang kau perintahkan akan ditaati. Alangkah
hebat nikmat yang diberikan ini kepadamu selagi ia tidak memperdayamu
dan memasukkanmu ke dalam jahannam. Semoga Allah akan melindungi
dirimu dan diriku dari api jahannam.”
Utbah bin Ghazwan berangkat bersama para pasukannya dan ia juga
diiringi oleh istrinya dan lima wanita lain yang merupakan istri atau
saudari dari para prajurit. Mereka berjalan terus hingga tiba di daerah
Qashba’140 yang terletak tidak jauh dari kota Ubullah. Mereka tidak punya
apa-apa untuk di makan.
Begitu lapar sudah menggila mereka rasakan, maka berkatalah Utbah
kepada beberapa orang dari prajuritnya: “Carilah oleh kalian sesuatu yang
dapat dimakan oleh kita dari negeri ini!”
138
Hijrah dua kali yaitu pertama ke negeri Habasyah dan hijrah ke Madinah
139
Jizyah yaitu pajak yang dipungut oleh penguasa Muslim atas kaum Dzimmi
140
Qashba’ yaitu sebuah daerah yang banyak tumbuh di sana qashab (tebu)
Maka berangkatlah para prajurit yang disuruh tadi untuk mencari
makanan yang dapat menghilangkan rasa lapar mereka. Rupanya ada kisah
tersendiri yang dimiliki oleh para prajurit ini saat sedang mencari
makanan. Salah seorang mereka berkisah:
Saat kami sedang mencari sesuatu yang dapat dimakan, kami
menemukan sebuah pohon yang lebat dimana terdapat dua buah keranjang
yang salah satunya berisikan kurma, dan pada yang lainnya berisikan biji
putih kecil yang dibungkus dengan kulit kuning. Maka lalu keduanya kami
ambil dan kami bawa menuju ke perkemahan. Lalu salah seorang dari kami
melihat keranjang yang berisikan biji-bijian dan ia berkata: “Ini yaitu
racun yang disiapkan oleh musuh untuk kalian. Janganlah kalian
mendekatinya!” lalu kami membawa keranjang yang berisi kurma
dan kami makan sekeranjang kurma ini .
Sementara kami sedang asyik makan lalu tiba-tiba ada kuda yang telah
berhasil memutuskan tali kekangnya, lalu ia mendatangi keranjang
yang berisi biji putih tadi lalu memakannya. Demi Allah, kami ingin
sekali untuk menyembelihnya sebelum ia mati sehingga kami dapat
memanfaatkan dagingnya.
Lalu pemilik kuda ini menghampiri kami dan berkata: “Biarkan
dia, aku akan mengawasi kuda ini pada malam hari. Jika aku melihat
bahwa ia akan mati, maka aku akan menyembelihnya. Keesokan paginya,
kami mendapati bahwa kuda ini masih sehat dan tidak terjadi apapun
pada dirinya.
Lalu saudariku berkata: “Wahai saudaraku, aku pernah mendengar
ayah berkata bahwa racun tidak akan berbahaya jika ditaruh di atas api
dan dimatangkan.”
lalu aku mengambil beberapa biji tadi dan aku taruh di atas
tungku lalu aku menyalakan api di bawahnya.
lalu saudariku berkata: “Kemarilah kalian! Lihatlah! Bagaimana
warnanya menjadi merah, lalu biji ini terkelupas kulitnya dan
keluarlah dari bagian dalam biji yang berwarna putih.”
lalu kami menaruhnya di sebuah jufnah141 agar kami dapat
memakannya. lalu Utbah berkata kepada kami: “Sebutlah nama Allah
pada makanan ini lalu makanlah oleh kalian!” lalu kami
memakannya dan rupanya ia bagus sekali. sesudah itu kami baru tahu
bahwa namanya yaitu beras.
Ubullah yang menjadi tujuan pasukan Utbah bin Ghazwan bersama
pasukannya yang sedikit yaitu sebuah kota yang terbenteng rapat dan
141
Sebuah piring besar
terletak di pinggir sungai Dajlah142. Bangsa Persia telah menjadikan kota
Ubullah sebagai tempat penyimpanan senjata mereka. Mereka juga
membuat beberapa menara dari benterng ini untuk mengintai dan
mengawasi para musuh mereka.
Akan tetapi itu semua tidak menghalangi Utbah bin Ghazwah untuk
memeranginya, meski jumlah pasukannya yang sedikit dan persenjataan
yang tidak lengkap. sebab pasukannya hanya terdiri dari 600 orang
prajurit yang disertai sejumlah wanita. Mereka juga tidak memiliki
persenjataan yang memadai selain pedang dan tombak. Maka Utbah harus
menggunakan kecerdasannya dalam hal ini.
Utbah menyiapkan beberapa panji yang terikat di ujung tombak untuk
dipegang oleh para wanita. Ia memerintahkan kepada para perempuan tadi
untuk berjalan di belakang para prajurit. Ia berkata kepada para
perempuan ini : “Jika kami sudah mendekat ke kota ini . Maka
hamburkanlah debu dari belakang kami sehingga memenuhi angin.”
Begitu mereka sudah mendekat ke kota Ubullah, maka dihampiri oleh
pasukan Persia yang melihat kedatangan mereka. lalu pasukan Persia
melihat panji-panji yang berkibar di belakang pasukan muslimin dan
mereka juga melihat debu-debu bertebaran yang telah memenuhi langit.
Salah seorang dari pasukan Persia berkata: “Mereka ini yaitu pasukan
pembuka. Dibelakang mereka ada sebuah pasukan yang amat besar yang
mampu menerbangkan debu. Sedangkan kita yaitu pasukan yang sedikit.”
Lalu merasuklah rasa takut di hati mereka, maka mereka segera
membawa semua yang enteng bobotnya namun mahal harganya bersama
mereka. Mereka segera berlomba-lomba untuk menaiki perahu-perahu
besar yang ada di sungai Dajlah, dan mereka pun melarikan diri.
Maka masuklah Utbah ke kota Ubullah tanpa kehilangan seorang pun
dari pasukannya.
lalu ia menaklukan semua kota dan kampung yang terletak
disekeliling Ubullah.
Ia mendapatkan ghanimah dari sana yang tidak dapat dihitung lagi,
dan melebihi semua hitungan. Sehingga ada salah seorang prajuritnya yang
kembali ke Madinah dan ditanya oleh orang lain: “Bagaimana kaum
muslimin yang ada di Ubullah?” Ia menjawab: “Apa yang hendak kalian
pertanyakan?!! Demi Allah, saat aku tinggalkan, mereka sedang menakar
emas dan perak!” Maka serentaklah manusia segera berangkat ke Ubullah.
142
Dajlah yaitu sebuah sungai yang berasal dari Turky dan mengalir ke Iraq hingga ke pantai
Arab
Pada saat itulah Utbah bin Ghazwan melihat bahwa pasukannya yang
tinggal di kota-kota yang telah ditaklukkan akan membuat mereka terbiasa
dengan kehidupan yang lembek, dan membuat mereka bergaya hidup
seperti para penduduk negeri ini , serta dapat melemahkan tekad
mereka untuk meneruskan jihad. Lalu Utbah mengirimkan surat kepada
Umar bin Khattab yang meminta izin kepadanya untuk membangun kota
Bashrah143 dan memberitahukan kepada khalifah tempat yang ia pilih, dan
khalifah pun mengizinkannya.
Utbah lalu membuat berbagai perencanaan untuk kota yang baru.
Bangunan pertama yang ia buat yaitu sebuah mesjid yang besar.
Ini tidak mengherankan, sebab sebab masjid ia dan beberapa
sahabatnya berangkat berjihad di jalan Allah. Dan dengan masjid, ia dan
para sahabatnya menang dalam menghadapi para musuh Allah.
lalu para prajurit berlomba-lomba dalam memiliki tanah dan
membangun rumah.
Akan tetapi Utbah belum juga membangun rumah untuk dirinya
sendiri, akan tetapi ia masih tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari
kain. Hal itu disebab kan bahwa ia telah merahasiakan sesuatu di dalam
dirinya.
Utbah melihat bahwa dunia telah terbentang luas bagi kaum muslimin
di Basrah sehingga membuat manusia lupa diri.
Dan para prajuritnya yang dulu tidak pernah kenal makanan yang
lebih enak dari beras yang direbus bersama gabahnya, saat ini telah
merasakan berbagai makanan bangsa Persia seperti Faludzaj144, Lauzinaj145
dan lainnya yang membuat mereka suka.
Maka Utbah merasa khawatir terhadap urusan agama yang mulai
terganggu oleh perdaya dunia. Dan ia juga menyeru untuk mendahulukan
akhirat dibandingkan dunia.
Lalu ia mengumpulkan semua penduduk di Masjid Kufah dan
berkhutbah dihadapan mereka dengan berkata: “Wahai manusia, sungguh
dunia suatu saat nanti pasti akan berakhir. Sedangkan kalian dari dunia ini
akan berpindah ke sebuah negeri yang tidak pernah ada akhirnya. Maka
pindahlah kalian ke semua ke negeri ini dengan amal-amal baik
kalian.
143
Bashrah yaitu sebuah kota di Iraq yang terletak di pinggir Laut Arab
144
Makanan manis yang terbuat dari tepung, minyak dan madu
145
Makanan manis
Aku yaitu orang ke tujuh yang masuk Islam dan beriman kepada
Rasulullah Saw. Kami saat itu tidak memiliki apapun untuk dimakan selain
daun pepohonan sehingga ujung bibir kami terluka sebab memakannya.
Aku pernah menemukan sebuah selendang -pada suatu hari- lalu
aku membaginya menjadi dua bagian satu untukku dan satunya lagi untuk
Sa’d bin Abi Waqash. lalu selendang ini aku jadikan sarung,
dan Sa’d pun menjadikan sarung dengan setengah bagian selendang tadi.
Lalu tiba-tiba pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kita kecuali ia
telah menjadi seorang amir atas daerah tertentu. Aku berlindung kepada
Allah untuk menjadi besar dihadapan diri sendiri dan kecil dihadapan
Allah.”
lalu Utbah menunjuk seseorang dari mereka untuk
menggantikannya, lalu ia mengucapkan kata perpisahan kepada
mereka dan ia pun berangkat ke Madinah.
Begitu ia menghadap Umar Al Faruq, Utbah mengundurkan diri sebagai
Gubernur Bashrah namun Umar tidak mengizinkannya. lalu Utbah
mendesak namun Umar pun masih tetap dengan pendiriannya.
lalu Umar memerintahkan Utbah untuk kembali ke Bashrah dan
Utbah pun patuh atas perintah Umar dengan hati yang berat, dan ia
menunggangi untanya dan berdo’a: “Ya Allah, janganlah Engkau
kembalikan aku ke sana... Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke
sana!”
Maka Allah Swt mengabulkan do’anya. Tidak jauh dari Madinah, unta
yang ia tunggangi ditemukan oleh orang, dan Utbah jatuh dari atasnya
dengan tiada bernyawa. Rupanya ia sudah meninggal.
Nu’aim bin Mas’ud
“Nu’aim bin Mas’ud yaitu Orang yang Mengerti bahwa Perang
yaitu Tipu-Daya”
Nu’aim bin Mas’ud yaitu seorang pemuda yang memiliki hati yang
hidup. Dia yaitu pemuda yang cerdas, sering memberikan ide dan solusi.
Ia tidak pernah merasa terhalang, dan tidak pernah menyerah terhadap
segala problema.
Dia yaitu seorang figur anak padang pasir dengan segala potensi yang
Allah berikan pada dirinya dengan ketepatan perkiraan dan dugaannya,
kecepatan intuisi dan kecerdikan yang luar biasa... Akan tetapi dia yaitu
orang yang amat menyukai kesenangan yang sering kali ia katakan kepada
para kaum Yahudi di Yatsrib.
Maka setiap kali jiwanya rindu kepada suara penyanyi wanita dan
ingin mendengarkan dentingan alat musik, ia akan segera meninggalkan
kampungnya di Najd dan pergi menuju Madinah dimana ia dapat
menghamburkan uang dengan amat mudahnya kepada kaum Yahudi di
sana, agar ia mendapatkan kenikmatan yang lebih banyak lagi.
Dari sinilah, Nu’aim seringkali pulang-pergi ke Yatsrib, dan ia sudah
berkenalan akrab dengan para Yahudi di sana, apalagi dengan Bani
Quraidzah.
Ketika Allah Swt memuliakan manusia dengan mengutus kepada
mereka seorang Rasul-Nya yang membawa agama petunjuk dan
kebenaran, sehingga seluruh daerah di Mekkah tersinari oleh cahaya Islam;
saat itu Nu’aim bin Mas’ud masih saja menjadi orang yang selalu
memuaskan hawa nafsunya.
Ia menolak agama yang baru ini dengan begitu kerasnya, sebab ia
merasa khawatir bahwa agama ini dapat menghalanginya dari
kesenangan dan kenikmatan.
lalu ia mendapati dirinya telah bergabung dengan para musuh
Islam yang begitu keras, yang menyerang Islam dengan menghunuskan
pedang di wajahnya.
Akan tetapi Nu’aim bin Mas’ud telah membuka sebuah lembaran baru
dalam sejarah dakwah Islam bagi dirinya pada hari peperangan Al
Ahzab146. Dalam lembaran ini ia menuliskan sebuah kisah terbaik tentang
strategi dan tipu daya berperang.
Sebuah kisah yang masih terus dituliskan oleh sejarah sebab
kekaguman terhadap tokoh kisah ini yang amat cerdas dan cerdik.
Untuk memahami kisah Nu’aim bin Mas’ud kita akan kembali ke
belakang sejenak.
Sesaat sebelum terjadinya perang Al Ahzab, ada sebuah kelompok
Yahudi dari Bani Nadhir dimana para pemuka dan pembesar mereka
membagi orang-orang dalam beberapa kelompok untuk memerangi
Rasulullah Saw dan menumpas agamanya.
Mereka datang menghadap suku Quraisy di Mekkah, dan menghasut
mereka untuk memerangi pasukan muslimin. Para Yahudi ini juga
berjanji kepada pihak Quraisy bahwa mereka akan bergabung begitu
bangsa Quraisy tiba di Madinah, dan para Yahudi tadi membuat perjanjian
kepada Quraisy yang tidak akan mereka ingkari.
lalu para Yahudi tadi meninggalkan bangsa Quraisy lalu
berangkat menuju Gathfan di Najd. Lagi-lagi para Yahudi menghasut
penduduk di sana untuk menentang Islam. Yahudi ini mengajak
mereka untuk memberantas agama baru Muhammad dari akar-akarnya.
Mereka menceritakan dengan sembunyi-sembunyi atas perjanjian yang
telah mereka buat dengan bangsa Quraisy. Yahudi ini juga melakukan
perjanjian yang sama dengan penduduk Gathfan, dan memberitahukan
mereka waktu yang tepat untuk menjalankan misi ini .
Berangkatlah bangsa Quraisy dengan semua kekuatannya, dengan
pasukan berkendara dan pasukan yang berjalan kaki. Mereka berangkat di
bawah komando Abu Sufyan bin Harb dan menuju ke arah Madinah.
Bangsa Gathfan pun dari Najd berangkat dengan seluruh kekuatannya
di bawah komando Uyainah bin Hishn Al Gathfani147.
Salah seorang dari pasukan Gathfan yaitu tokoh kisah ini yang
bernama Nu’aim bin Mas’ud.
146
Perang Al Ahzab yaitu perang Khandaq yang terjadi pada tahun 5 H. Dinamakan dengan
Khandaq sebab kaum muslimin membuat khandaq (parit) di sekeliling Madinah agar menghalangi
pasukan musyrikin.
147
Uyainah bin Hishn Al Gathfany masuk Islam sebelum Fathu Makkah dan ia menyaksikan
peristiwa ini dan turut serta dalam perang Hunainin dan Thaif. Ia termasuk orang yang hatinya
tertaklukan (muallaf qulubuhum). Dia kembali murtad sesudah wafatnya Rasul Saw dan bergabung
kepada Thulaihah bin Khuwailid Al Asady saat mengaku sebagai nabi, lalu ia kembali masuk
Islam.
Begitu Rasulullah Saw mendengar kabar keberangkatan mereka, Beliau
langsung mengumpulkan para sahabatnya untuk memusyawarahkan
permasalahan ini. lalu mereka mengambil keputusan untuk
menggali parit di sekeliling Madinah untuk mencegah pasukan besar ini
yang tak mampu mereka hadapi.
Begitu kedua pasukan dari Mekkah dan Najd hampir tiba di
penghujung kota Madinah, para pemuka Yahudi dari Bani Nadhir
mendatangi para pemuka Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di Madinah.
Yahudi dari Bani Nadhir mengajak Yahudi Bani Quraizhah untuk turut
serta memerangi Muhammad Saw dan mengajak mereka untuk bergabung
dengan dua pasukan besar yang datang dari Mekkah dan Najd.
Maka berkatalah para pembesar Bani Quraizhah: “Kalian telah
mengajak kami untuk melakukan hal yang amat kami sukai. Akan tetapi
kalian sudah tahu bahwa di antara kami dan Muhammad terdapat sebuah
perjanjian yang tertulis bahwa kami tidak boleh menyerahkan dia dan
meninggalkan dia dan agar kami dapat tinggal di Madinah dengan aman
dan nyaman. Kalian sudah tahu bahwa tinta perjanjian kami dengannya,
sampai sekarang belum juga mengering.
Kami khawatir, jika Muhammad berhasil menang dalam peperangan
ini, maka ia akan menyiksa kami dengan amat kejamnya. Ia pasti akan
mengusir kami sebagai balas dari pengkhianatan yang kami lakukan
terhadapnya.”
Akan tetapi para pemuka Bani Nadhir ini masih saja terus membujuk
mereka untuk mengkhianati perjanjian terhadap Muhammad. Mereka juga
memastikan kepada Bani Quraizhah bahwa kemenangan kali ini pasti akan
diraih oleh pihak mereka, dan itu tidak akan meleset.
Mereka semakin menambahkan keyakinan Bani Quraizhah bahwa dua
pasukan yang besar sudah tiba di Madinah.
Maka segeralah Bani Quraizhah turut dengan bujukan ini dan
membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah Saw. Mereka lalu
merobek naskah perjanjian mereka dengan Muhammad, dan
mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dengan pasukan lain
untuk memerangi Beliau.
Maka sampailah berita ini ke telinga kaum muslimin bagai kilat
menyambar.
Pasukan Ahzab (Barisan musuh yang terdiri dari banyak kelompok)
mengepung Madinah. Mereka mengembargo pasokan pangan bagi
penduduk Madinah. Maka kaum muslimin menjadi amat menderita.
Rasulullah Saw merasa bahwa Beliau berada di antara dua cengkraman
musuh.
Sebab pasukan Quraisy dan Gathfan sedang berkemah di depan
pasukan muslimin dan berada di luar Madinah.
Sedangkan Bani Quraizhah selalu mengintai dan berjaga-jaga dari
dalam Madinah.
lalu ada beberapa orang munafik dan mereka yang memiliki
penyakit dalam hatinya mulai menampakkan bentuk asli diri mereka
dengan berkata: “Dulu Muhammad menjanjikan kami harta kekayaan
Kisra dan Kaisar. Nah, sekarang tidak ada seorang pun dari kami yang
merasa aman untuk buang air ke kamar kecil!!”
Lalu sedikit demi sedikit mereka mulai meninggalkan Nabi Saw dengan
dalih bahwa mereka khawatir atas keselamatan istri, anak-anak dan rumah
mereka dari serangan yang dapat dilancarkan oleh Bani Quraizhah jika
perang sudah dimulai. Sehingga tidak ada yang tersisa bersama
Muhammad Saw selain hanya ratusan orang dari para mukmin sejati.
Pada suatu malam pada masa embargo ini yang berlangsung
hampir 20 hari, Rasulullah Saw menghadap Tuhannya dan ia berdo’a
dengan selalu mengulang do’anya: “Ya Allah, aku meminta janji-Mu... Ya
Allah, aku menagih janji-Mu!”
Nu’aim bin Mas’ud pada malam itu sedang resah di atas
pembaringannya seolah kelopak kedua matanya sedang tercucuk duri. Lalu
ia membuka matanya dan melihat ke arah bintang yang ada di langit. Ia
berfikir lama. Tiba-tiba ia mendapati hatinya berkata: “Celaka engkau, ya
Nu’aim!! Apa yang membuat kamu datang dari negeri Najd yang jauh
sehingga engkau mau memerangi orang ini dan para pengikutnya?!!
Engkau tidak memeranginya sebab hendak menolong orang yang telah
dirampas haknya, atau menolong orang yang harga dirinya telah
dilecehkan. Akan tetapi engkau datang untuk memeranginya tanpa sebab
yang jelas. Apakah pantas seorang yang cerdas sepertimu untuk berperang
sehingga membunuh atau terbunuh tanpa sebab yang jelas?!! Celaka kamu,
ya Nu’aim!!
Apa yang membuatmu menghunuskan pedang dihadapan wajah orang
yang shalih ini yang memerintahkan para pengikutnya untuk berlaku adil,
baik dan membantu kaum kerabat?!!
Apa yang membuatmu akan membasahi tombakmu dengan darah para
sahabatnya yang selalu mengikuti wahyu petunjuk dan kebenaran yang
dibawa Muhammad kepada mereka?!!”
Pembicaraan yang sengit ini tidak berakhir melainkan dengan sebuah
keputusan bulat yang lalu membuat Nu’aim bangkit dan langsung
melaksanakannya.
Nu’aim bin Mas’ud dengan sembunyi meninggalkan kamp kaumnya di
bawah kegelapan malam. Ia berangkat untuk menjumpai Rasulullah Saw.
Begitu Nabi Saw melihatnya sedang menyamar dan berdiri
dihadapanya, maka Nabi langsung bertanya: “Apakah engkau Nu’aim bin
Mas’ud?” Ia menjawab: “Benar, ya Rasulullah!”
Rasul bertanya: “Apa yang membuatmu datang kemari pada saat seperti
ini?!” Ia berkata: “Aku datang untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa engkau yaitu hamba Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa
apa yang engkau bawa yaitu benar.”
lalu ia menambahkan: “Aku telah masuk Islam, ya Rasulullah.
Kaumku tidak tahu akan keislamanku. Perintahkanlah apa saja kepadaku!”
Rasul Saw bersabda: “Bagi kami engkau hanyalah seorang saja. Pergi dan
temuilah kaum mu. Lemahkanlah semangat dan kekuatan musuh kami jika
engkau mampu. Sebab perang ini yaitu tipu daya.”
Maka ia menjawab: “Baik, ya Rasulullah! Engkau akan melihat hasil
yang dapat membuatmu puas, Insya Allah.”
Nu’aim bin Mas’ud langsung berangkat menemui Bani Quraizhah.
Nu’aim bagi mereka yaitu seorang teman yang telah mereka kenal.
Nu’aim berkata kepada mereka: “Wahai Bani Quraizhah, engkau sudah
mengetahui betapa aku cinta kalian dan betapa aku tulus dalam
memberikan nasehat kepada kalian.” Mereka menjawab: “Benar. Engkau
bukanlah orang yang memiliki reputasi buruk bagi kami.” Nu’aim berkata:
“Quraisy dan Gathfan dalam perang ini memiliki alasan tersendiri yang
tidak kalian miliki.” Mereka bertanya: “Mengapa bisa demikian?” Nu’aim
menjelaskan: “Tanah ini yaitu negeri kalian. Di sini terdapat harta, anak-
anak dan istri-istri kalian. Kalian tidak akan bisa meninggalkan negeri ini.
Sedangkan Quraisy dan Gathfan; negeri, harta, anak dan istri mereka
tidak berada di sini.
Mereka datang untuk berperang melawan Muhammad. Mereka
mengajak kalian untuk membatalkan perjanjian dengannya dan membantu
mereka untuk memeranginya, dan kalian mau saja dengan ajakan mereka.
Jika mereka berhasil mengalahkan Muhammad maka mereka akan
mengambil ghanimah darinya. Jika mereka kalah dalam memeranginya,
maka mereka akan kembali ke negeri mereka dengan aman dan
membiarkan kalian disini bersama Muhammad sehingga ia dapat
membalas kalian dengan begitu kejam.
Kalian sudah tahu bahwa kalian tidak mampu untuk menghadapi
Muhammad jika Quraisy dan Gathfan meninggalkan kalian.”
Penduduk Bani Quraizhah berkata: “Engkau benar. Lalu apa
pendapatmu?!”
Nu’aim berkata: “Pendapatku yaitu kalian jangan bergabung dengan
mereka sehingga kalian ajak sekelompok pembesar mereka yang kalian
jadikan sebagai jaminan bagi kalian. Para pembesar tadi kalian ajak untuk
berperang melawan Muhammad sampai kalian dapat mengalahkannya,
atau hingga manusia terakhir dari kalian atau dari mereka mati.”
Bani Quraizhah menjawab: “Benar sekali pendapatmu.”
lalu Nu’aim meninggalkan mereka dan pergi untuk menemui
Abu Sufyan panglima pasukan Quraisy. Ia berkata kepadanya dan para
pasukannya: “Wahai bangsa Quraisy, kalian sudah mengetahui betapa
kecintaanku kepada kalian dan betapa aku memusuhi Muhammad.
Ada suatu hal dan menurutku hal ini harus aku sampaikan kepada
kalian sebagai sebuah nasihat namun kalian harus menyimpannya dengan
baik dan jangan menceritakan bahwa ini berasal dariku!” Para pasukan
Quraisy berkata: “Kami akan menjaminnya!”
Nu’aim berkata: “Bani Quraizhah telah menyesal sebab telah
memusuhi Muhammad. Mereka lalu mengirimkan surat kepadanya yang
berbunyi: ‘Kami menyesal atas apa yang telah kami perbuat. Kami berniat
untuk kembali melakukan perjanjian dan perdamaian denganmu. Apakah
akan membuatmu senang bila kami akan mengambil beberapa orang dari
para pemuka Quraisy dan Gathfan, lalu kami serahkan mereka
kepadamu untuk dipenggal lehernya.
lalu kami akan bergabung dengan kalian untuk memerangi
mereka sehingga engkau dapat mengalahkan mereka.’
Maka Muhammad pun mengirimkan surat balasan yang berbunyi:
‘Baik.’
Maka jika kaum Yahudi mengirimkan utusan untuk meminta jaminan
dari beberapa orangmu, maka jangan kalian kirim seorang pun kepada
mereka.”
Maka Abu Sufyan pun berkata: “Sebaik-baiknya sekutu yaitu engkau!
Semoga kebaikanmu dibalas.”
lalu Nu’aim meninggalkan Abu Sufyan dan pergi menuju
kaumnya yaitu suku Gathfan. Ia menceritakan kepada mereka sebagaimana
yang ia ceritakan kepada Abu Sufyan, dan ia memberikan peringatan yang
sama persis seperti yang ia berikan kepada Abu Sufyan.
Abu Sufyan ingin menguji Bani Quraizhah dan ia mengutus anaknya
untuk menemui mereka dan berkata kepada mereka: “Ayahku
menyampaikan salam kepada kalian dan berkata: ‘Sudah lama embargo
yang kita lakukan terhadap Muhammad sehingga kami merasa bosan. Kami
sudah mengambil keputusan untuk menyerang Muhammad dan
mengalahkannya...’ Ayah mengutusku kepada kalian untuk mengundang
kalian ke perkemahannya besok.”
Bani Quraizhah berkata kepadanya: “Besok yaitu hari Sabtu dan kami
tidak akan melakukan apapun pada hari Sabtu. Kami tidak akan ikut
perang bersama kalian sehingga kalian mengirimkan 70 orang pemuka
kalian dan pemuka Gathfan sebagai jaminan untuk kami. Sebab kami
khawatir bila peperangan nanti semakin sengit, kalian bisa kembali ke
negeri kalian dan meninggalkan kami sendirian untuk menghadapi
Muhammad. Kalian sudah tahu bahwa kami tidak akan mampu
menghadapi pasukan Muhammad.”
Begitu anaknya Abu Sufyan kembali ke kaumnya dan menceritakan apa
yang ia dengar dari Bani Quraizhah, maka mereka berkata dengan
perkataan yang sama: “Celaka, anak-anak keturunan monyet dan babi itu!
Demi Allah, jika mereka meminta kami untuk memberikan seekor kambing
sebagai jaminan, maka tidak akan pernah kami memberikannya!”
Nu’aim bin Mas’ud berhasil memecah belah barisan pasukan Ahzab.
lalu Allah Swt mengirimkan kepada Quraisy dan para sekutunya
angin yang kencang sehingga merusak tenda-tenda, menumpahkan
tungku, memadamkan lampu, menampar wajah mereka dan mengisi mata
mereka dengan pasir.
Mereka tidak menemukan lagi jalan keluar dari sana. Akhirnya, mereka
pergi di tengah kegelapan malam.
Begitu pagi menjelang, kaum muslimin mendapati bahwa para musuh
Allah telah lari yang membuat mereka semua mengatakan: “Segala puji
bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya, menguatkan tentaranya dan
menghancurkan Ahzab (pasukan musuh) dengan sendiri saja.”
Sejak saat itu, Nu’aim bin Mas’ud menjadi orang kepercayaan
Rasulullah Saw. Rasul memberikan beberapa tugas kepadanya, dan
memberikan tanggung jawab kepada dirinya. Sering kali ia diperintahkan
untuk menjadi pembawa panji saat berpera