Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 13

 


n Hayatis Shahabiyat karya penulis 

Adapun kedua putri Rasulullah Saw yang lain yang bernama Ruqayyah 

dan Ummu Kultsum, mereka berdua telah dicerai dan dikembalikan ke 

rumah orang tuanya. Maka senanglah hati Rasulullah Saw dengan 

kembalinya kedua putri tadi ke pangkuannya, dan Beliau berharap bahwa 

Abul Ash akan melakukan hal yang sama, namun Rasulullah Saw tidak 

memiliki kekuatan untuk memaksakan kehendak ini , dan lagi pula 

pada saat itu belum disyariatkan bahwa mengawinkan perempuan mukmin 

kepada pria musyrik yaitu  haram. 

  

Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah dan Beliau semakin 

memiliki pendukung dan kekuatan di sana, maka pihak Quraisy berangkat 

untuk membunuh Beliau di Badr. Maka Abul Ash pun turut serta dengan 

kondisi terpaksa. Sebab ia sendiri tidak ingin memerangi kaum muslimin, 

apalagi mengalahkan mereka. Akan tetapi posisinya di masyarakat yang 

membuatnya harus turut serta dalam keberangkatan ini. Perang Badr 

berakhir dengan kekalahan di pihak Quraisy yang telah mampu 

mengalahkan kekuatan syirik dan mematahkan punggung orang-orang 

yang ke lewat batas. Sebagian dari mereka terbunuh. Sebgaian lagi 

tertawan. Dan sebagian lagi menyelamatkan diri dengan berlari dari medan 

perang. 

Dan termasuk orang-orang yang menjadi tawanan yaitu  Abul Ash, 

suami Zainab binti Muhammad Saw. 

  

Rasulullah Saw menetapkan tebusan atas para tawanan ini  agar 

mereka dapat dibebaskan. Tebusan ini  berkisar antara 1000-4000 

dirham sesuai status dan kekayaan tawanan ini . 

Dan mulailah banyak utusan yang bolak-balik Mekkah-Madinah 

dengan membawa harta yang berasal dari uang tebusan tawanan. 

Maka Zainab pun mengirimkan seorang utusannya ke Madinah yang 

membawa uang tebusan atas suaminya Abul Ash. Dan sebagai tebusannya 

yaitu  kalung yang dihadiahkan ibunya Khadijah binti Khuwailid saat 

Zainab akan melangsungkan perkawinan… Begitu Rasulullah Saw melihat 

kalung ini , maka wajah Beliau langsung dirundung kesedihan yang 

mendalam, dan Beliau menjadi begitu kasihan kepada putrinya. Lalu Rasul 

melihat ke arah para sahabatnya dan bersabda: “Zainab telah mengirimkan 

harta ini untuk menebus Abul Ash. Jika kalian berkenan untuk 

membebaskan tawanan ini baginya dan mengembalikan hartanya, maka 

lakukanlah!” 

Maka para sahabat menjawab: “Baik. Kami akan melakukannya agar 

hatimu senang, ya Rasulullah!” 

  

Namun Anbi Saw mensyaratkan kepada Abul Ash sebelum Beliau 

melepaskannya agar Abul Ash mau mengirimkan putrinya Zainab segera 

tanpa tunda-tunda. 

Begitu Abul Ash tiba di Mekkah, ia langsung segera menepati janjinya. 

Ia langsung memerintahkan istrinya untuk bersiap-siap pergi, dan ia 

memberitahu Zainab bahwa utusan ayahnya menunggu Zainab tidak jauh 

dari Mekkah. Abul Ash juga menyiapkan bekal dan kendaraan buat Zainab, 

dan ia mengutus saudaranya yang bernama Amr bin Al Rabi untuk 

mendampingi Zainab dan menyerahkannya secara langsung kepada para 

utusan tadi. 

  

Amr bin Rabi sudah menyandangkan busur panahnya dan ia pun tidak 

lupa membawa sekantung penuh anak panah. Dan ia menempatkan Zainab 

dalam haudaj135. Dan Amr berangkat bersama Zainab dari Mekkah dengan 

terang-terangan di siang hari dan disaksikan oleh para penduduk Quraisy. 

Maka para penduduk Quraisy pun menjadi berang melihatnya, mereka pun 

segera menyusul keduanya sehingga tidak terlalu jauh lagi. Mereka telah 

membuat Zainab menjadi takut dan cemas. 

Di saat itu Amr mulai menyiapkan busur panahnya dan 

menghamburkan anak panahnya dihadapan. Ia berkata: “Demi Allah, tidak 

ada orang yang bisa mendekatinya kecuali akan terkena sebuah anak 

panah ini di lehernya.” Amr yaitu  seorang pemanah handal yang jarang 

meleset. 

Lalu Abu Sufyan bin Harb menghampiri Amr –Abu Sufyan juga 

menyusul para penduduk Quraisy ini- Abu Sufyan berkata kepadanya: 

“Wahai keponakanku, tolong turunkan anak panahmu sehingga kami 

dapat berbicara kepadamu!” Maka Amr pun menurunkan anak panahnya. 

Abu Sufyan berkata: “Langkah yang kau tempuh yaitu  keliru. Engkau 

telah membawa Zainab pergi secara terang-terangan dan diketahui oleh 

orang-orang, dan mata kami menyaksikannya. Bangsa Arab semuanya 

telah mengetahui tentang kekalahan kami di Badr, dan apa yang telah kami 

terima dari ulah ayahnya yang bernama Muhammad. 

Jika engkau membawa putrinya secara terang-terangan –seperti yang 

engkau lakukan- maka para kabilah yang ada akan menuduh kita sebagai 

kabilah pengecut dan mereka akan menyebut kami sebagai orang yang 

kalah dan pecundang. Bawalah kembali ia pulang! Biarkan ia menetap di 

rumah suaminya dalam beberapa hari, sehingga bila orang-orang sudah 

mengatakan bahwa kami sudah pulih, maka bawalah ia pergi dengan 

sembunyi-sembunyi. Dan antarkanlah dia ke ayahnya. Dan kami tidak 

merasa perlu untuk menahannya.” 

                                                     

135

 Haudaj yaitu  sebuah kotak di atas punuk unta yang berisikan tempat bagi penumpang 

wanita 

Maka Amr menerima usulan ini , dan ia mengembalikan Zainab ke 

Mekkah. 

 sesudah  beberapa hari ia mengajak Zainab berangkat pada suatu malam, 

dan ia menyerahkan Zainab kepada utusan ayahnya secara langsung 

sebagaimana yang telah dipesankan oleh saudaranya. 

  

Abul Ash masih tinggal di Mekkah  sesudah  berpisah sekian lama dari 

istrinya. Hingga beberapa saat sebelum terjadinya Fathu Makkah. Ia pergi 

ke Syam dalam sebuah ekspedisi perdagangannya. Begitu ia pulang menuju 

Mekkah dan saat itu ia membawa rombongannya yang mencapai 100 unta 

dan para pembantunya yang hampir berjumlah 170 orang, mereka 

terhadang oleh sebuah pasukan Rasulullah Saw yang berada di dekat 

Madinah. Maka pasukan tadi mengambil barang-barang dagangan dan 

menawan para pembantunya. Akan tetapi Abul Ash berhasil melarikan diri 

dan tidak ditangkap. 

Begitu malam sudah semakin gelap,dan Abul Ash pun berlindung 

dengan kegelapan malam. Ia memasuki Madinah dengan sembunyi-

sembunyi dan penuh rasa takut. Ia terus berjalan hingga menemui Zainab. 

Ia meminta perlindungan kepada Zainab, dan Zainab pun melindunginya. 

  

Begitu Rasulullah Saw hendak keluar rumah untuk melakukan shalat 

Fajar dan berdiri tegak di dalam mihrabnya lalu  Beliau mengucapkan 

takbiratul ihram dan semua orang pun mengikuti ucapan takbir Beliau, 

maka berteriaklah Zainab dari shuffah perempuan sambil berkata: “Wahai 

manusia, saya yaitu  Zainab binti Muhammad. Aku telah memberi 

perlindungan kepada Abul Ash, maka kalian harus memberikan 

perlindungan baginya!” 

Begitu Rasulullah Saw selesai melakukan shalat, Beliau menoleh ke arah 

manusia yang ada di belakangnya dan bertanya: “Apakah kalian 

mendengar apa yang telah aku dengarkan?” Mereka menjawab: “Ya, kami 

mendengarnya ya Rasul.” Beliau lalu bersabda: “Demi jiwaku yang berada 

dalam kekuasaannya, aku tidak tahu hal ini  sehingga aku 

mendengarkan seperti apa yang telah kalian dengar. Dan ia telah 

memberikan perlindungan kepada orang selain muslim.” lalu  Beliau 

kembali ke rumah dan berkata kepada putrinya: “Berikanlah tempat 

terhormat kepada Abul Ash, dan ketahuilah bahwa kamu tidak halal lagi 

bagi dirinya.” 

lalu  Rasulullah saw memanggil para pasukan yang telah 

mengambil barang-barang dan menawan para pembantu Abul Ash. Rasul 

bersabda kepada mereka: “Orang ini yaitu  anggota keluarga kami 

sebagaimana kalian telah ketahui. Kalian telah mengambil hartanya. Jika 

kalian berbaik hati dan mengembalikan harta yang ia miliki, maka itulah 


cara yang kami suka. Jika kalian menolak, maka harta ini  yaitu  

fay’136 yang telah diberikan Allah kepada kalian. Dan kalian berhak atas 

harta ini .” 

Mereka menjawab: “Kami akan mengembalikan harta ini  

kepadanya, ya Rasulullah.” 

Begitu Abul Ash datang untuk mengambil kembali hartanya, para 

pasukan tadi berkata kepadanya: “Ya Abul Ash, engkau memiliki 

kedudukan yang mulia dalam suku Quraisy. Engkau yaitu  sepupu 

Rasulullah sekaligus menantunya. Apakah engkau tidak mau masuk ke 

dalam Islam? Kami akan memberikan semua harta ini kepadamu sehingga 

engkau akan merasa nikmat seperti engkau telah memilikinya saat di 

Mekkah, dan engkau dapat tinggal bersama kami di Madinah?” 

Abul Ash menjawab: “Alangkah buruknya ajakan kalian agar aku 

memulai agamaku yang baru dengan sebuah pengkhianatan.” 

lalu  berangkatlah Abul Ash bersama hartanya ke Mekkah. 

Sesampainya di sana, ia membagikan hasil keuntungan kepada setiap orang 

yang ikut serta dalam permodalan. Lalu ia berkata: “Wahai bangsa Quraisy, 

apakah masih ada orang yang belum mengambil hartanya dariku?” Mereka 

menjawab: “Tidak… semoga Allah membalas kebaikanmu kepada kami. 

Kami mengenalmu sebagai orang yang menepati janji dan pemurah.” 

Lalu Abul Ash berkata: “sebab  aku sudah memenuhi hak-hak kalian, 

maka aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad yaitu  

Rasulullah. Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk masuk Islam 

saat bersama Muhammad di Madinah kecuali sebab  aku khawatir bahwa 

kalian akan mengira bahwa aku akan memakan semua harta kalian. Begitu 

Allah sudah mengembalikan harta ini  kepada kalian, dan aku pun 

sudah terbebas dari harta ini , maka aku akan masuk Islam!” 

lalu  ia berangkat sehingga ia menemui Rasulullah Saw, dan Rasul 

pun menyambutnya dengan hangat. Rasul juga mengembalikan istrinya 

kepadanya. Dan Rasul Saw bersabda tentang dirinya: “Dia telah berbicara 

denganku lalu ia mempercayaiku. Ia telah berjanji kepadaku, dan kini ia 

telah menepatinya untukku.” 


                                                     

136

 Fay’ yaitu  harta yang didapatkan oleh pasukan muslimin dari pihak musuh tanpa perang. 


7. Al Bidayah wa An Nihayah: 6/354 

8. Hayatus Shahabah: (lih Daftar Isi pada jilid 4) 

A’shim Bin Tsabit 

“Siapa yang Hendak Berperang Maka Berperanglah Seperti yang 

Dilakukan Oleh A’shim Bin Tsabit” (Muhammad Rasulullah) 

 

Bangsa Quraisy berduyun-duyun yang terdiri dari para pembesar 

hingga para budak pergi untuk menjumpai Muhammad bin Abdullah di 

Uhud. 

Kebencian mengisi relung hati mereka, dan mereka hendak menuntut 

balas atas setiap darah yang tertumpah dari korban yang berjatuhan di 

pihak mereka pada perang Badr. 

Lebih dari itu, mereka juga mengajak beberapa orang wanita turut-

serta untuk memberikan semangat kepada para pria untuk melakukan 

perang, dan mengobarkan api perjuangan pada jiwa setiap prajurit. 

Wanita-wanita  tadi akan terus mengobarkan semangat setiap prajurit, 

setiap kali mereka lemah atau takut. 

Salah seorang wanita yang turut serta dalam perang ini yaitu  Hindun 

binti Utbah istri dari Abu Sufyan, Raithah binti Munabbih istri dari Amr bin 

Al Ash, Sulaqah binti Sa’d yang disertai oleh suaminya yang bernama 

Thalhah dan ketiga putranya yang bernama: Masafi’, Al Julas dan Kilab. 

Dan banyak lagi wanita lain yang turut-serta dalam peperangan ini seperti 

mereka. 

Begitu kedua belah pihak sudah saling bertemu, dan api peperangan 

telah berkobar. Hindun binti Utbah bersama para wanita yang lain berdiri 

di belakang barisan bangsa Quraisy. Mereka memukulkan genderang 

sambil bersenandung:  

Jika kalian berani maju, maka kami akan memberikan kalian 

pelukan  

dan kami akan membentangkan bantal-bantal 

Jika kalian kabur dari perang maka kami akan meminta cerai  

 Perceraian yang tidak akan menyenangkan 

Lantunan suara mereka membangkitkan kobaran semangat di hati 

mereka, dan seolah memiliki daya sihir pada diri para suami mereka. 

Lalu usailah peperangan. Dan kemenangan berada di pihak Quraisy 

atas pasukan muslimin. Para wanita tadi begitu senang dengan 

kemenangan yang mereka raih. Lalu mereka berkeliling di medan perang 

yang telah selesai. Mereka melakukan penyiksaan kepada korban perang 

  

dengan amat kejinya: Mereka merobek perut korban, mencungkil mata, 

memutus telinga dan hidung. 

Bahkan salah seorang dari mereka masih merasa tidak puas kecuali 

 sesudah  membuat kalung dan untaian dari hidung dan telinga. Mereka 

menjadikan kalung telinga dan hidung ini  sebagai hiasan sebagai 

balas dendam atas ayah, saudara, paman mereka serta lainnya yang telah 

terbunuh di Badr. 

  

Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Sulaqah binti Sa’d berbeda dengan 

wanita Quraisy lainnya. 

Ia terlihat bingung dan panik sambil menunggu suami dan salah 

seorang dari ketiga anaknya. Ia ingin tahu kabar tentang mereka, dan ia 

juga ingin berbagi kebahagiaan sebab  kemenangan ini bersama wanita 

yang lain. 

 sesudah  ia menunggu lama tanpa hasil, maka ia pun memasuki bekas 

medan peperangan tadi. Ia memeriksa setiap orang yang menjadi 

korban.Dan ternyata ia menemukan suaminya telah terbunuh dengan 

berlumuran darah. 

Maka ia bagaikan singa betina yang ketakutan. Ia langsung 

menyisirkan pandangannya ke setiap penjuru untuk mencari ketiga 

anaknya: Masafi’, Kilab dan Al Julas. 

Tidak lama lalu , ia mendapatkan bahwa ketiganya sudah 

tergeletak di tanah Uhud. 

Masafi’ dan Kilab rupanya sudah tewas. Sedangkan Al Julas, rupanya ia 

masih memiliki sedikit nafas untuk bertahan hidup. 

  

Sulafah menangisi anaknya yang sedang menghadapi sakaratul maut. Ia 

meletakkan kepala anaknya di pangkuannya. Sulafah mencoba untuk 

menghapuskan darah yang ada di kening dan mulut anaknya. Sulafah 

sudah kehabisan air mata akibat kesedihan yang ia rasakan pasca perang. 

lalu  Sulafah mendekatkan diri kepada anaknya sambil berkata: 

“Siapa yang telah mengalahkanmu, wahai anakku?” Anaknya berusaha 

untuk menjawab, akan tetapi ia tak kuasa lagi. lalu  Sulafah kembali 

mendesak dengan pertanyaannya, dan kali ini anaknya mampu menjawab 

dengan berkata: “Orang yang membunuhku yaitu  A’shim bin Tsabit,… 

dan ia juga yang telah membunuh saudaraku Musafi, dan… akhirnya Al 

Julas pun menghembuskan nafas terakhirnya. 

Maka menjadi gilalah Sulafah binti Sa’d. Ia langsung berteriak sambil 

menangis sekuatnya. Ia bersumpah demi Lata dan Uzza bahwa ia tidak 

akan pernah merasa puas kecuali bila bangsa Quraisy telah membalaskan 

dendamnya dari Ashim bin Tsabit dan membawa tengkorak kepalanya agar 

ia jadikan tempat khamr untuk diminum. 

lalu  Sulafah bernazar untuk memberikan siapa saja yang mampu 

menangkap, menawan atau membunuh A’shim bin Tsabit lalu membawa 

kepalanya kepada Sulafah, maka ia akan diberi harta apa saja yang paling 

indah. 

Maka tersebarlah berita tentang nadzar Sulafah ini di kalangan bangsa 

Quraisy. Lalu setiap pemuda Mekkah mulai berangan untuk dapat 

mengalahkan Ashim bin Tsabit lalu mempersembahkan tengkorak 

kepalanya kepada Sualafah, agar ia akan memenangkan hadiah Sulafah ini. 

  

Kembalilah pasukan muslimin ke Madinah  sesudah  mereka melakukan 

perang Uhud. Mereka mengenang peperangan yang baru saja mereka 

lakukan dan mereka pun mengenang setiap kejadian dalam perang 

ini . Mereka berbelasungkawa atas setiap prajurit yang mendapatkan 

syahadah di medan laga. Mereka pun memberikan pujian kepada para 

ksatria yang begitu berani berperang… dan mereka menyebutkan salah 

satu dari para ksatria ini  yaitu  Ashim bin Tsabit. Para pasukan 

muslimin merasa kagum kepada Ashim, bagaimana ia bisa dapat 

mengalahkan tiga orang bersaudara dari satu keluarga dari sekian banyak 

korban yang berguguran di tangannya. 

Salah seorang dari pasukan muslimin berkata: “Bukankah ini 

merupakan hal yang menakjubkan?!! Apakah kalian tidak ingat ketika dulu 

Rasulullah Saw bertanya kepada kita sebelum berangkat ke Badr: 

‘Bagaimana kalian akan berperang?’… Saat itu Ashim bin Tsabit berdiri 

lalu mengambil busur panahnya dan ia letakkan di tangannya dan ia 

berkata: ‘Jika musuh berada 100 hasta dari ku maka akan aku hadapi 

dengan melesatkan anak panah. Jika musuh semakin dekat sehingga dapat 

diserang dengan tombak, maka akan dihadapi dengan tombak sehingga 

dapat terkena oleh tombak. 

Jika tombak sudah tidak mungkin lagi digunakan, maka tombak 

ini  akan kami letakkan dan kami akan mengambil pedang dan mulai 

duel dengan pedang.’ Maka pada saat itu Rasulullah Saw bersabda: 

‘Beginilah caranya berperang. Siapa yang akan berperang, maka ia harus 

berperang dengan cara yang dilakukan oleh A’shim.” 

  

Tidak lama berselang  sesudah  usainya perang uhud, Rasulullah Saw 

mengirimkan 6 orang para sahabat pilihan dalam sebuah delegasi, dan 

delegasi ini dipimpin oleh Ashim bin Tsabit. 

Maka berangkatlah delegasi pilihan ini untuk melaksanakan apa yang 

telah diperintahkan oleh Nabi Saw. Tatkala mereka sedang berada di salah 

satu jalan antara Usfan dan Mekkah, maka ada sebuah rombongan dari 

 

Hudzail yang mengetahui keberadaan rombongan delegasi ini. Jamaah dari 

Hudzail itupun lalu segera mengejar mereka, dan mengepung mereka 

begitu rapatnya. 

Maka Ashim dan para sahabatnya langsung menguhunuskan pedang 

mereka dan berniat untuk menghadapi para penghadang mereka. 

Maka orang-orang Hudzail inipun berkata kepada mereka: “Kalian 

tidak akan mampu menghadapi kami. Kami yaitu  penduduk kampung ini. 

Jumlah kami begitu banyak, dan kalian hanya berjumlah sedikit saja. Demi 

Tuhan Ka’bah, kami tidak akan berbuat jahat kepada kalian bila kalian 

menyerah. Dan kalian dapat memegang janji Allah ini.” 

Maka keenam sahabat tadi saling melemparkan pandangan kepada 

masaing-masing mereka seolah mereka sedang bermusyawarah akan apa 

yang mesti mereka lakukan.” 

Lalu Ashim menoleh ke arah para sahabatnya dan berkata: “Aku tidak 

akan percaya dengan janji seorang musyrik.” lalu  Ashim teringat 

akan nadzar Sulafah atas dirinya, dan Ashim langsung menghunuskan 

pedangnya dan berdo’a: “ Ya Allah, Aku akan berjuang dan membela 

agamamu. Maka jagalah daging dan tulangku sehingga tidak ada musuh-

musuh Allah yang dapat mengalahkannya. 

lalu  Ashim menyerang orang-orang Hudzail tadi yang diikuti 

oleh kedua orang sahabatnya. Mereka yaitu  Martsad Al Ghanawy dan 

Khalid Al Laitsy… Mereka terus melawan kepada orang-orang Hudzail ini 

sehingga mereka pun tewas satu demi satu. 

Sedangkan ketiga orang sahabat Rasul lainnya, mereka yaitu : 

Abdullah bin Thariq, Zaid bin Al Dutsunah dan Khubaib bin Ady. Ketiganya 

menyerahkan diri kepada orang-orang Hudzail tadi. Namun orang-orang 

Hudzail telah berkhianat kepada mereka. 

  

Orang-orang Hudzail ini tidak mengerti bahwa salah seorang dari 

korban ini  yaitu  Ashim bin Tsabit. Begitu mereka mengetahuinya, 

maka mereka menjadi amat girang, dan mereka mengkhayalkan bahwa 

mereka akan mendapatkan hadiah yang besar. 

Tidak heran, sebab  bukankah Sulafah binti Sa’d telah bernazar bila ia 

berhasil menangkap Ashim bin Tsabit maka ia akan meminum khamr dari 

tengkorak kepalanya? 

Bukankah ia sudah berjanji bagi siapa saja yang dapat membawa Ashim 

hidup atau mati kepadanya, maka si pembawa akan mendapatkan harta 

apa saja yang ia inginkan?! 

  

Tidak selang begitu lama  sesudah  peristiwa terbunuhnya Ashim bin 

Tsabit ini sehingga suku Quraisy mendengar kabarnya. Sebab suku Hudzail 

ini tinggal tidak jauh dari Mekkah. 

Maka para pemuka Quraisy mengutus seseorang dari mereka kepada 

para pembunuh Ashim agar kepala Ashim diserahkan kepada mereka. Hal 

itu demi membayar kebencian Sulafah binti Sa’d dan agar ia dapat 

menepati sumpahnya. Disamping itu juga agar rasa sedihnya akibat 

tewasnya ketiga anaknya berkurang yang telah dibunuh semuanya oleh 

Ashim. 

Para pembesar Quraisy ini menitipkan harta yang banyak pada utusan 

tadi, dan menyuruh utusan ini  untuk memberikan harta ini  

kepada para penduduk Hudzail begitu mereka menyerahkan kepala Ashim. 

  

Para penduduk Hudzail hendak memotong kepala Ashim, dan mereka 

kaget bahwa kepala Ashim telah dikerubungi oleh lebah dari seluruh 

sisinya. 

Dan setiap kali mereka hendak mendekat kepada bangkai tubuhnya, 

maka para lebah tadi akan terbang ke muka mereka dan menyengat mata, 

kening dan setiap tempat pada tubuh mereka. Semua lebah tadi berusaha 

untuk mengusir mereka dari tubuh Ashim. 

Begitu mereka putus asa  sesudah  berusaha berkali-kali untuk 

melakukannya, salah seorang dari mereka berkata: “Biarkan saja tubuhnya 

hingga malam tiba. Sebab lebah bila malam tiba akan pergi darinya dan 

kalian akan dibiarkan oleh lebah untuk mendekati dirinya.” 

lalu  mereka pun duduk menunggu tidak jauh dari tubuh Ashim. 

  

Akan tetapi begitu siang telah pergi dan malam mulai tiba, maka tiba-

tiba langit menjadi begitu mendung dan amat pekat. 

Cuaca menjadi dingin dan hujan pun mulai turun dengan sangat 

lebatnya. Dan belum pernah ada disaksikan oleh manusia di bumi ini, 

hujan yang begitu lebat turun dari langit. 

Maka semua lereng, lembah dan jalan-jalan di bukit pun di penuhi oleh 

air. Semua daerah di penuhi dengan air yang begitu banyak. 

Begitu waktu pagi tiba, para penduduk Hudzail mencari jasad Ashim di 

setiap tempat. Namun mereka tidak menemukannya. Hal itu terjadi, sebab  

air telah membawa jasadnya pergi jauh dari mereka ke tempat yang mereka 

tidak tahu. 

Rupanya Allah Swt telah mengabulkan do’a Ashim bin Tsabit, sehingga 

Allah Swt melindungi jasadnya yang suci agar tidak dianiaya. 

  

Allah juga menjaga kepala Ashim agar tidak dijadikan tempat khamr 

untuk minum. Dan Allah tidak akan memberikan kesempatan bagi kaum 

musyrikin atas mukminin. 


Utbah bin Ghazwan 

“Utbah bin Ghazwan Memiliki Posisi Terhormat dalam Islam” (Umar 

bin Khattab) 

 

Amirul Mukminin merebahkan dirinya di ranjang  sesudah  shatal Isya. Ia 

ingin sekali beristirahat  sesudah  ia berkeliling melihat rakyatnya pada waktu 

malam. 

Akan tetapi kantuk yang ia rasakan pun pergi, sebab  ada sebuah surat 

yang datang kepada Beliau berbunyi: “Pasukan Persia yang dikalahkan oleh 

pasukan muslimin rupanya selalu mendapatkan bala bantuan dari mana 

saja. Tidak lama lagi pasukan Persia akan mempersiapkan kekuatannya dan 

akan kembali melakukan perang.” 

Dan ada yang mengatakan kepada khalifah bahwa kota Al Ubullah137 

mempersiapkan bantuan yang amat banyak bagi pasukan Persia dengan 

memberikan harta dan prajurit yang berjumlah banyak. 

Maka Umar langsung bertekad untuk mengirimkan sebuah pasukan 

untuk menaklukan Al Ubullah, dan memutuskan pasokan logistik mereka 

kepada pasukan Persia, akan tetapi khalifah masih ragu sebab  jumlah 

pasukan yang sedikit yang kini sedang ia miliki. 

Hal itu disebab kansebab pasukan muslimin baik yang masih muda 

maupun tua telah pergi mengarungi bumi untuk berjuang di jalan Allah, 

sehingga yang tersisa di Madinah hanyalah sedikit orang saja. 

Maka khalifah berpikir dengan caranya sendiri yang telah masyhur 

dikenal orang. Yaitu dengan mengganti sedikitnya pasukan dengan 

kekuatan yang dimiliki oleh seorang panglima. 

Lalu khalifah menghamburkan anak-anak panah milik para 

prajuritnya, lalu  Beliau menguji mereka satu demi satu dalam 

memanah. lalu  ia berkata: “Aku telah menemukannya. Ya, aku telah 

menemukannya.” 

lalu  khalifah menuju kudanya dan berkata: “Dia yaitu  seorang 

mujahid yang telah turut dalam perang Badr, Uhud, Khandaq dan lain-lain. 

Tidak pernah pedangnya salah tebas, dan anak panah yang dilesatkannya 

tidak pernah meleset. 

Dan ia telah berhijrah dua kali138. Dan ia  yaitu  orang ketujuh yang 

masuk Islam di muka bumi ini.” 

                                                     

137

 Al Ubullah yaitu  sebuah kota yang terletak di samping Basrah yang termasuk bagian dari 

kota Basrah. 

  

Begitu waktu Shubuh tiba, khalifah berkata: “Panggilkan Utbah bin 

Ghazwan untuk menghadapku!” 

lalu  khalifah mempercayakan panji pasukan kepada Utbah yang 

didukung oleh 310 orang prajurit lebih. Dan Khalifah berjanji kepada 

Utbah bahwa ia akan menambahkan jumlah pasukannya. 

  

Begitu pasukan yang sedikit ini hendak berangkat. Umar Al faruq 

berdiri untuk berpesan dan memberikan nasehatnya kepada pemimpin 

pasukan ini. Ia berkata: “Ya Utbah, Aku telah memerintahkanmu untuk 

berangkat ke Ubullah yang merupakan salah satu benteng musuh. Aku 

berharap Allah Swt akan membantumu untuk menaklukannya. 

Jika engkau sudah tiba di sana, maka serulah penduduk Ubullah untuk 

kembali kepada Allah. Siapa di antara mereka yang memenuhi seruanmu, 

maka terimalah mereka dengan baik. Siapa yang tidak mau menerima 

seruanmu, maka pungutlah jizyah139 dengan menghinakan mereka. Kalau 

mereka tidak mau memberikannya, maka letakkanlah pedang di leher 

mereka bukan pada punuk mereka. Bertaqwalah selalu, ya Utbah dengan 

amanah yang kau emban. 

Waspyaitu  dengan jiwamu yang dapat menimbulkan rasa sombong 

dan dapat merusak akhiratmu. Ketahuilah bahwa engkau pernah menjadi 

sahabat Rasulullah Saw sehingga Allah memuliakan engkau sebab  Beliau 

 sesudah  hidup nista. Ia telah memberi kekuatan kepadamu sebab  Beliau 

 sesudah  kelemahan, sehingga engkau menjadi seorang pemimpin yang 

memiliki kekuasaan. Menjadi seorang panglima yang ditaati. Apa yang kau 

katakan akan didengar. Apa yang kau perintahkan akan ditaati. Alangkah 

hebat nikmat yang diberikan ini kepadamu selagi ia tidak memperdayamu 

dan memasukkanmu ke dalam jahannam. Semoga Allah akan melindungi 

dirimu dan diriku dari api jahannam.” 

  

Utbah bin Ghazwan berangkat bersama para pasukannya dan ia juga 

diiringi oleh istrinya dan lima wanita lain yang merupakan istri atau 

saudari dari para prajurit. Mereka berjalan terus hingga tiba di daerah 

Qashba’140 yang terletak tidak jauh dari kota Ubullah. Mereka tidak punya 

apa-apa untuk di makan. 

Begitu lapar sudah menggila mereka rasakan, maka berkatalah Utbah 

kepada beberapa orang dari prajuritnya: “Carilah oleh kalian sesuatu yang 

dapat dimakan oleh kita dari negeri ini!” 

                                                                                                                             

138

 Hijrah dua kali yaitu  pertama ke negeri Habasyah dan hijrah ke Madinah  

139

 Jizyah yaitu  pajak yang dipungut oleh penguasa Muslim atas kaum Dzimmi 

140

 Qashba’ yaitu  sebuah daerah yang banyak tumbuh di sana qashab (tebu) 

Maka berangkatlah para prajurit yang disuruh tadi untuk mencari 

makanan yang dapat menghilangkan rasa lapar mereka. Rupanya ada kisah 

tersendiri yang dimiliki oleh para prajurit ini saat sedang mencari 

makanan. Salah seorang mereka berkisah: 

Saat kami sedang mencari sesuatu yang dapat dimakan, kami 

menemukan sebuah pohon yang lebat dimana terdapat dua buah keranjang 

yang salah satunya berisikan kurma, dan pada yang lainnya berisikan biji 

putih kecil yang dibungkus dengan kulit kuning. Maka lalu keduanya kami 

ambil dan kami bawa menuju ke perkemahan. Lalu salah seorang dari kami 

melihat keranjang yang berisikan biji-bijian dan ia berkata: “Ini yaitu  

racun yang disiapkan oleh musuh untuk kalian. Janganlah kalian 

mendekatinya!” lalu  kami membawa keranjang yang berisi kurma 

dan kami makan sekeranjang kurma ini . 

Sementara kami sedang asyik makan lalu tiba-tiba ada kuda yang telah 

berhasil memutuskan tali kekangnya, lalu  ia mendatangi keranjang 

yang berisi biji putih tadi lalu  memakannya. Demi Allah, kami ingin 

sekali untuk menyembelihnya sebelum ia mati sehingga kami dapat 

memanfaatkan dagingnya. 

Lalu pemilik kuda ini  menghampiri kami dan berkata: “Biarkan 

dia, aku akan mengawasi kuda ini pada malam hari. Jika aku melihat 

bahwa ia akan mati, maka aku akan menyembelihnya. Keesokan paginya, 

kami mendapati bahwa kuda ini  masih sehat dan tidak terjadi apapun 

pada dirinya. 

Lalu saudariku berkata: “Wahai saudaraku, aku pernah mendengar 

ayah berkata bahwa racun tidak akan berbahaya jika ditaruh di atas api 

dan dimatangkan.” 

lalu  aku mengambil beberapa biji tadi dan aku taruh di atas 

tungku lalu aku menyalakan api di bawahnya. 

lalu  saudariku berkata: “Kemarilah kalian! Lihatlah! Bagaimana 

warnanya menjadi merah, lalu  biji ini  terkelupas kulitnya dan 

keluarlah dari bagian dalam biji yang berwarna putih.” 

lalu  kami menaruhnya di sebuah jufnah141 agar kami dapat 

memakannya. lalu  Utbah berkata kepada kami: “Sebutlah nama Allah 

pada makanan ini  lalu makanlah oleh kalian!” lalu  kami 

memakannya dan rupanya ia bagus sekali.  sesudah  itu kami baru tahu 

bahwa namanya yaitu  beras. 

  

Ubullah yang menjadi tujuan pasukan Utbah bin Ghazwan bersama 

pasukannya yang sedikit yaitu  sebuah kota yang terbenteng rapat dan 

                                                     

141

 Sebuah piring besar 

terletak di pinggir sungai Dajlah142. Bangsa Persia telah menjadikan kota 

Ubullah sebagai tempat penyimpanan senjata mereka. Mereka juga 

membuat beberapa menara dari benterng ini  untuk mengintai dan 

mengawasi para musuh mereka. 

Akan tetapi itu semua tidak menghalangi Utbah bin Ghazwah untuk 

memeranginya, meski jumlah pasukannya yang sedikit dan persenjataan 

yang tidak lengkap. sebab  pasukannya hanya terdiri dari 600 orang 

prajurit yang disertai sejumlah wanita. Mereka juga tidak memiliki 

persenjataan yang memadai selain pedang dan tombak. Maka Utbah harus 

menggunakan kecerdasannya dalam hal ini. 

  

Utbah menyiapkan beberapa panji yang terikat di ujung tombak untuk 

dipegang oleh para wanita. Ia memerintahkan kepada para perempuan tadi 

untuk berjalan di belakang para prajurit. Ia berkata kepada para 

perempuan ini : “Jika kami sudah mendekat ke kota ini . Maka 

hamburkanlah debu dari belakang kami sehingga memenuhi angin.” 

Begitu mereka sudah mendekat ke kota Ubullah, maka dihampiri oleh 

pasukan Persia yang melihat kedatangan mereka. lalu  pasukan Persia 

melihat panji-panji yang berkibar di belakang pasukan muslimin dan 

mereka juga melihat debu-debu bertebaran yang telah memenuhi langit. 

Salah seorang dari pasukan Persia berkata: “Mereka ini yaitu  pasukan 

pembuka. Dibelakang mereka ada sebuah pasukan yang amat besar yang 

mampu menerbangkan debu. Sedangkan kita yaitu  pasukan yang sedikit.” 

Lalu merasuklah rasa takut di hati mereka, maka mereka segera 

membawa semua yang enteng bobotnya namun mahal harganya bersama 

mereka. Mereka segera berlomba-lomba untuk menaiki perahu-perahu 

besar yang ada di sungai Dajlah, dan mereka pun melarikan diri. 

Maka masuklah Utbah ke kota Ubullah tanpa kehilangan seorang pun 

dari pasukannya. 

lalu  ia menaklukan semua kota dan kampung yang terletak 

disekeliling Ubullah. 

Ia mendapatkan ghanimah dari sana yang tidak dapat dihitung lagi, 

dan melebihi semua hitungan. Sehingga ada salah seorang prajuritnya yang 

kembali ke Madinah dan ditanya oleh orang lain: “Bagaimana kaum 

muslimin yang ada di Ubullah?” Ia menjawab: “Apa yang hendak kalian 

pertanyakan?!! Demi Allah, saat aku tinggalkan, mereka sedang menakar 

emas dan perak!” Maka serentaklah manusia segera berangkat ke Ubullah. 

  

                                                     

142

 Dajlah yaitu  sebuah sungai yang berasal dari Turky dan mengalir ke Iraq hingga ke pantai 

Arab 

Pada saat itulah Utbah bin Ghazwan melihat bahwa pasukannya yang 

tinggal di kota-kota yang telah ditaklukkan akan membuat mereka terbiasa 

dengan kehidupan yang lembek, dan membuat mereka bergaya hidup 

seperti para penduduk negeri ini , serta dapat melemahkan tekad 

mereka untuk meneruskan jihad. Lalu Utbah mengirimkan surat kepada 

Umar bin Khattab yang meminta izin kepadanya untuk membangun kota 

Bashrah143 dan memberitahukan kepada khalifah tempat yang ia pilih, dan 

khalifah pun mengizinkannya. 

  

Utbah lalu membuat berbagai perencanaan untuk kota yang baru. 

Bangunan pertama yang ia buat yaitu  sebuah mesjid yang besar.  

Ini tidak mengherankan, sebab sebab  masjid ia dan beberapa 

sahabatnya berangkat berjihad di jalan Allah. Dan dengan masjid, ia dan 

para sahabatnya menang dalam menghadapi para musuh Allah. 

lalu  para prajurit berlomba-lomba dalam memiliki tanah dan 

membangun rumah. 

Akan tetapi Utbah belum juga membangun rumah untuk dirinya 

sendiri, akan tetapi ia masih tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari 

kain. Hal itu disebab kan bahwa ia telah merahasiakan sesuatu di dalam 

dirinya. 

  

Utbah melihat bahwa dunia telah terbentang luas bagi kaum muslimin 

di Basrah sehingga membuat manusia lupa diri. 

Dan para prajuritnya yang dulu tidak pernah kenal makanan yang 

lebih enak dari beras yang direbus bersama gabahnya, saat ini telah 

merasakan berbagai makanan bangsa Persia seperti Faludzaj144, Lauzinaj145 

dan lainnya yang membuat mereka suka. 

Maka Utbah merasa khawatir terhadap urusan agama yang mulai 

terganggu oleh perdaya dunia. Dan ia juga menyeru untuk mendahulukan 

akhirat dibandingkan  dunia. 

Lalu ia mengumpulkan semua penduduk di Masjid Kufah dan 

berkhutbah dihadapan mereka dengan berkata: “Wahai manusia, sungguh 

dunia suatu saat nanti pasti akan berakhir. Sedangkan kalian dari dunia ini 

akan berpindah ke sebuah negeri yang tidak pernah ada akhirnya. Maka 

pindahlah kalian ke semua ke negeri ini  dengan amal-amal baik 

kalian. 

                                                     

143

 Bashrah yaitu  sebuah kota di Iraq yang terletak di pinggir Laut Arab 

144

 Makanan manis yang terbuat dari tepung, minyak dan madu 

145

 Makanan manis 

Aku yaitu  orang ke tujuh yang masuk Islam dan beriman kepada 

Rasulullah Saw. Kami saat itu tidak memiliki apapun untuk dimakan selain 

daun pepohonan sehingga ujung bibir kami terluka sebab  memakannya. 

Aku pernah menemukan sebuah selendang -pada suatu hari- lalu  

aku membaginya menjadi dua bagian satu untukku dan satunya lagi untuk 

Sa’d bin Abi Waqash. lalu  selendang ini  aku jadikan sarung, 

dan Sa’d pun menjadikan sarung dengan setengah bagian selendang tadi. 

Lalu tiba-tiba pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kita kecuali ia 

telah menjadi seorang amir atas daerah tertentu. Aku berlindung kepada 

Allah untuk menjadi besar dihadapan diri sendiri dan kecil dihadapan 

Allah.” 

lalu  Utbah menunjuk seseorang dari mereka untuk 

menggantikannya, lalu  ia mengucapkan kata perpisahan kepada 

mereka dan ia pun berangkat ke Madinah. 

Begitu ia menghadap Umar Al Faruq, Utbah mengundurkan diri sebagai 

Gubernur Bashrah namun Umar tidak mengizinkannya. lalu  Utbah 

mendesak namun Umar pun masih tetap dengan pendiriannya. 

lalu  Umar memerintahkan Utbah untuk kembali ke Bashrah dan 

Utbah pun patuh atas perintah Umar dengan hati yang berat, dan ia 

menunggangi untanya dan berdo’a: “Ya Allah, janganlah Engkau 

kembalikan aku ke sana... Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke 

sana!” 

Maka Allah Swt mengabulkan do’anya. Tidak jauh dari Madinah, unta 

yang ia tunggangi ditemukan oleh orang, dan Utbah jatuh dari atasnya 

dengan tiada bernyawa. Rupanya ia sudah meninggal. 


Nu’aim bin Mas’ud 

“Nu’aim bin Mas’ud yaitu  Orang yang Mengerti bahwa Perang 

yaitu  Tipu-Daya” 

 

Nu’aim bin Mas’ud yaitu  seorang pemuda yang memiliki hati yang 

hidup. Dia yaitu  pemuda yang cerdas, sering memberikan ide dan solusi. 

Ia tidak pernah merasa terhalang, dan tidak pernah menyerah terhadap 

segala problema. 

Dia yaitu  seorang figur anak padang pasir dengan segala potensi yang 

Allah berikan pada dirinya dengan ketepatan perkiraan dan dugaannya, 

kecepatan intuisi dan kecerdikan yang luar biasa... Akan tetapi dia yaitu  

orang yang amat menyukai kesenangan yang sering kali ia katakan kepada 

para kaum Yahudi di Yatsrib. 

Maka setiap kali jiwanya rindu kepada suara penyanyi wanita dan 

ingin mendengarkan dentingan alat musik, ia akan segera meninggalkan 

kampungnya di Najd dan pergi menuju Madinah dimana ia dapat 

menghamburkan uang dengan amat mudahnya kepada kaum Yahudi di 

sana, agar ia mendapatkan kenikmatan yang lebih banyak lagi. 

Dari sinilah, Nu’aim seringkali pulang-pergi ke Yatsrib, dan ia sudah 

berkenalan akrab dengan para Yahudi di sana, apalagi dengan Bani 

Quraidzah. 

  

Ketika Allah Swt memuliakan manusia dengan mengutus kepada 

mereka seorang Rasul-Nya yang membawa agama petunjuk dan 

kebenaran, sehingga seluruh daerah di Mekkah tersinari oleh cahaya Islam; 

saat itu Nu’aim bin Mas’ud masih saja menjadi orang yang selalu 

memuaskan hawa nafsunya. 

Ia menolak agama yang baru ini dengan begitu kerasnya, sebab  ia 

merasa khawatir bahwa agama ini  dapat menghalanginya dari 

kesenangan dan kenikmatan. 

lalu  ia mendapati dirinya telah bergabung dengan para musuh 

Islam yang begitu keras, yang menyerang Islam dengan menghunuskan 

pedang di wajahnya. 

Akan tetapi Nu’aim bin Mas’ud telah membuka sebuah lembaran baru 

dalam sejarah dakwah Islam bagi dirinya pada hari peperangan Al 

  

Ahzab146. Dalam lembaran ini ia menuliskan sebuah kisah terbaik tentang 

strategi dan tipu daya berperang. 

Sebuah kisah yang masih terus dituliskan oleh sejarah sebab  

kekaguman terhadap tokoh kisah ini yang amat cerdas dan cerdik. 

  

Untuk memahami kisah Nu’aim bin Mas’ud kita akan kembali ke 

belakang sejenak. 

Sesaat sebelum terjadinya perang Al Ahzab, ada sebuah kelompok 

Yahudi dari Bani Nadhir dimana para pemuka dan pembesar mereka 

membagi orang-orang dalam beberapa kelompok untuk memerangi 

Rasulullah Saw dan menumpas agamanya. 

Mereka datang menghadap suku Quraisy di Mekkah, dan menghasut 

mereka untuk memerangi pasukan muslimin. Para Yahudi ini  juga 

berjanji kepada pihak Quraisy bahwa mereka akan bergabung begitu 

bangsa Quraisy tiba di Madinah, dan para Yahudi tadi membuat perjanjian 

kepada Quraisy yang tidak akan mereka ingkari. 

lalu  para Yahudi tadi meninggalkan bangsa Quraisy lalu 

berangkat menuju Gathfan di Najd. Lagi-lagi para Yahudi menghasut 

penduduk di sana untuk menentang Islam. Yahudi ini  mengajak 

mereka untuk memberantas agama baru Muhammad dari akar-akarnya. 

Mereka menceritakan dengan sembunyi-sembunyi atas perjanjian yang 

telah mereka buat dengan bangsa Quraisy. Yahudi ini  juga melakukan 

perjanjian yang sama dengan penduduk Gathfan, dan memberitahukan 

mereka waktu yang tepat untuk menjalankan misi ini . 

  

Berangkatlah bangsa Quraisy dengan semua kekuatannya, dengan 

pasukan berkendara dan pasukan yang berjalan kaki. Mereka berangkat di 

bawah komando Abu Sufyan bin Harb dan menuju ke arah Madinah. 

Bangsa Gathfan pun dari Najd berangkat dengan seluruh kekuatannya 

di bawah komando Uyainah bin Hishn Al Gathfani147. 

Salah seorang dari pasukan Gathfan yaitu  tokoh kisah ini yang 

bernama Nu’aim bin Mas’ud. 

                                                     

146

 Perang Al Ahzab yaitu  perang Khandaq yang terjadi pada tahun 5 H. Dinamakan dengan 

Khandaq sebab  kaum muslimin membuat khandaq (parit) di sekeliling Madinah agar menghalangi 

pasukan musyrikin. 

147

 Uyainah bin Hishn Al Gathfany masuk Islam sebelum Fathu Makkah dan ia menyaksikan 

peristiwa ini  dan turut serta dalam perang Hunainin dan Thaif. Ia termasuk orang yang hatinya 

tertaklukan (muallaf qulubuhum). Dia kembali murtad  sesudah  wafatnya Rasul Saw dan bergabung 

kepada Thulaihah bin Khuwailid Al Asady saat mengaku sebagai nabi, lalu  ia kembali masuk 

Islam. 

Begitu Rasulullah Saw mendengar kabar keberangkatan mereka, Beliau 

langsung mengumpulkan para sahabatnya untuk memusyawarahkan 

permasalahan ini. lalu  mereka mengambil keputusan untuk 

menggali parit di sekeliling Madinah untuk mencegah pasukan besar ini 

yang tak mampu mereka hadapi. 

  

Begitu kedua pasukan dari Mekkah dan Najd hampir tiba di 

penghujung kota Madinah, para pemuka Yahudi dari Bani Nadhir 

mendatangi para pemuka Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di Madinah. 

Yahudi dari Bani Nadhir mengajak Yahudi Bani Quraizhah untuk turut 

serta memerangi Muhammad Saw dan mengajak mereka untuk bergabung 

dengan dua pasukan besar yang datang dari Mekkah dan Najd. 

Maka berkatalah para pembesar Bani Quraizhah: “Kalian telah 

mengajak kami untuk melakukan hal yang amat kami sukai. Akan tetapi 

kalian sudah tahu bahwa di antara kami dan Muhammad terdapat sebuah 

perjanjian yang tertulis bahwa kami tidak boleh menyerahkan dia dan 

meninggalkan dia dan agar kami dapat tinggal di Madinah dengan aman 

dan nyaman. Kalian sudah tahu bahwa tinta perjanjian kami dengannya, 

sampai sekarang belum juga mengering. 

Kami khawatir, jika Muhammad berhasil menang dalam peperangan 

ini, maka ia akan menyiksa kami dengan amat kejamnya. Ia pasti akan 

mengusir kami sebagai balas dari pengkhianatan yang kami lakukan 

terhadapnya.” 

Akan tetapi para pemuka Bani Nadhir ini masih saja terus membujuk 

mereka untuk mengkhianati perjanjian terhadap Muhammad. Mereka juga 

memastikan kepada Bani Quraizhah bahwa kemenangan kali ini pasti akan 

diraih oleh pihak mereka, dan itu tidak akan meleset. 

Mereka semakin menambahkan keyakinan Bani Quraizhah bahwa dua 

pasukan yang besar sudah tiba di Madinah. 

Maka segeralah Bani Quraizhah turut dengan bujukan ini  dan 

membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah Saw. Mereka lalu 

merobek naskah perjanjian mereka dengan Muhammad, dan 

mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dengan pasukan lain 

untuk memerangi Beliau. 

Maka sampailah berita ini ke telinga kaum muslimin bagai kilat 

menyambar. 

  

Pasukan Ahzab (Barisan musuh yang terdiri dari banyak kelompok) 

mengepung Madinah. Mereka mengembargo pasokan pangan bagi 

penduduk Madinah. Maka kaum muslimin menjadi amat menderita. 


Rasulullah Saw merasa bahwa Beliau berada di antara dua cengkraman 

musuh. 

Sebab pasukan Quraisy dan Gathfan sedang berkemah di depan 

pasukan muslimin dan berada di luar Madinah. 

Sedangkan Bani Quraizhah selalu mengintai dan berjaga-jaga dari 

dalam Madinah. 

lalu  ada beberapa orang munafik dan mereka yang memiliki 

penyakit dalam hatinya mulai menampakkan bentuk asli diri mereka 

dengan berkata: “Dulu Muhammad menjanjikan kami harta kekayaan 

Kisra dan Kaisar. Nah, sekarang tidak ada seorang pun dari kami yang 

merasa aman untuk buang air ke kamar kecil!!” 

Lalu sedikit demi sedikit mereka mulai meninggalkan Nabi Saw dengan 

dalih bahwa mereka khawatir atas keselamatan istri, anak-anak dan rumah 

mereka dari serangan yang dapat dilancarkan oleh Bani Quraizhah jika 

perang sudah dimulai. Sehingga tidak ada yang tersisa bersama 

Muhammad Saw selain hanya ratusan orang dari para mukmin sejati. 

Pada suatu malam pada masa embargo ini  yang berlangsung 

hampir 20 hari, Rasulullah Saw menghadap Tuhannya dan ia berdo’a 

dengan selalu mengulang do’anya: “Ya Allah, aku meminta janji-Mu... Ya 

Allah, aku menagih janji-Mu!” 

  

Nu’aim bin Mas’ud pada malam itu sedang resah di atas 

pembaringannya seolah kelopak kedua matanya sedang tercucuk duri. Lalu 

ia membuka matanya dan melihat ke arah bintang yang ada di langit. Ia 

berfikir lama. Tiba-tiba ia mendapati hatinya berkata: “Celaka engkau, ya 

Nu’aim!! Apa yang membuat kamu datang dari negeri Najd yang jauh 

sehingga engkau mau memerangi orang ini dan para pengikutnya?!! 

Engkau tidak memeranginya sebab  hendak menolong orang yang telah 

dirampas haknya, atau menolong orang yang harga dirinya telah 

dilecehkan. Akan tetapi engkau datang untuk memeranginya tanpa sebab 

yang jelas. Apakah pantas seorang yang cerdas sepertimu untuk berperang 

sehingga membunuh atau terbunuh tanpa sebab yang jelas?!! Celaka kamu, 

ya Nu’aim!! 

Apa yang membuatmu menghunuskan pedang dihadapan wajah orang 

yang shalih ini yang memerintahkan para pengikutnya untuk berlaku adil, 

baik dan membantu kaum kerabat?!! 

Apa yang membuatmu akan membasahi tombakmu dengan darah para 

sahabatnya yang selalu mengikuti wahyu petunjuk dan kebenaran yang 

dibawa Muhammad kepada mereka?!!” 

Pembicaraan yang sengit ini tidak berakhir melainkan dengan sebuah 

keputusan bulat yang lalu  membuat Nu’aim bangkit dan langsung 

melaksanakannya. 

  

Nu’aim bin Mas’ud dengan sembunyi meninggalkan kamp kaumnya di 

bawah kegelapan malam. Ia berangkat untuk menjumpai Rasulullah Saw. 

Begitu Nabi Saw melihatnya sedang menyamar dan berdiri 

dihadapanya, maka Nabi langsung bertanya: “Apakah engkau Nu’aim bin 

Mas’ud?” Ia menjawab: “Benar, ya Rasulullah!” 

Rasul bertanya: “Apa yang membuatmu datang kemari pada saat seperti 

ini?!” Ia berkata: “Aku datang untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain 

Allah dan bahwa engkau yaitu  hamba Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa 

apa yang engkau bawa yaitu  benar.” 

lalu  ia menambahkan: “Aku telah masuk Islam, ya Rasulullah. 

Kaumku tidak tahu akan keislamanku. Perintahkanlah apa saja kepadaku!” 

Rasul Saw bersabda: “Bagi kami engkau hanyalah seorang saja. Pergi dan 

temuilah kaum mu. Lemahkanlah semangat dan kekuatan musuh kami jika 

engkau mampu. Sebab perang ini yaitu  tipu daya.” 

Maka ia menjawab: “Baik, ya Rasulullah! Engkau akan melihat hasil 

yang dapat membuatmu puas, Insya Allah.” 

  

Nu’aim bin Mas’ud langsung berangkat menemui Bani Quraizhah. 

Nu’aim bagi mereka yaitu  seorang teman yang telah mereka kenal. 

Nu’aim berkata kepada mereka: “Wahai Bani Quraizhah, engkau sudah 

mengetahui betapa aku cinta kalian dan betapa aku tulus dalam 

memberikan nasehat kepada kalian.” Mereka menjawab: “Benar. Engkau 

bukanlah orang yang memiliki reputasi buruk bagi kami.” Nu’aim berkata: 

“Quraisy dan Gathfan dalam perang ini memiliki alasan tersendiri yang 

tidak kalian miliki.” Mereka bertanya: “Mengapa bisa demikian?” Nu’aim 

menjelaskan: “Tanah ini yaitu  negeri kalian. Di sini terdapat harta, anak-

anak dan istri-istri kalian. Kalian tidak akan bisa meninggalkan negeri ini. 

Sedangkan Quraisy dan Gathfan; negeri, harta, anak dan istri mereka 

tidak berada di sini. 

Mereka datang untuk berperang melawan Muhammad. Mereka 

mengajak kalian untuk membatalkan perjanjian dengannya dan membantu 

mereka untuk memeranginya, dan kalian mau saja dengan ajakan mereka. 

Jika mereka berhasil mengalahkan Muhammad maka mereka akan 

mengambil ghanimah darinya. Jika mereka kalah dalam memeranginya, 

maka mereka akan kembali ke negeri mereka dengan aman dan 

membiarkan kalian disini bersama Muhammad sehingga ia dapat 

membalas kalian dengan begitu kejam. 

Kalian sudah tahu bahwa kalian tidak mampu untuk menghadapi 

Muhammad jika Quraisy dan Gathfan meninggalkan kalian.” 


Penduduk Bani Quraizhah berkata: “Engkau benar. Lalu apa 

pendapatmu?!” 

Nu’aim berkata: “Pendapatku yaitu  kalian jangan bergabung dengan 

mereka sehingga kalian ajak sekelompok pembesar mereka yang kalian 

jadikan sebagai jaminan bagi kalian. Para pembesar tadi kalian ajak untuk 

berperang melawan Muhammad sampai kalian dapat mengalahkannya, 

atau hingga manusia terakhir dari kalian atau dari mereka mati.” 

Bani Quraizhah menjawab: “Benar sekali pendapatmu.” 

lalu  Nu’aim meninggalkan mereka dan pergi untuk menemui 

Abu Sufyan panglima pasukan Quraisy. Ia berkata kepadanya dan para 

pasukannya: “Wahai bangsa Quraisy, kalian sudah mengetahui betapa 

kecintaanku kepada kalian dan betapa aku memusuhi Muhammad. 

Ada suatu hal dan menurutku hal ini harus aku sampaikan kepada 

kalian sebagai sebuah nasihat namun kalian harus menyimpannya dengan 

baik dan jangan menceritakan bahwa ini berasal dariku!” Para pasukan 

Quraisy berkata: “Kami akan menjaminnya!” 

Nu’aim berkata: “Bani Quraizhah telah menyesal sebab  telah 

memusuhi Muhammad. Mereka lalu mengirimkan surat kepadanya yang 

berbunyi: ‘Kami menyesal atas apa yang telah kami perbuat. Kami berniat 

untuk kembali melakukan perjanjian dan perdamaian denganmu. Apakah 

akan membuatmu senang bila kami akan mengambil beberapa orang dari 

para pemuka Quraisy dan Gathfan, lalu  kami serahkan mereka 

kepadamu untuk dipenggal lehernya.  

lalu  kami akan bergabung dengan kalian untuk memerangi 

mereka sehingga engkau dapat mengalahkan mereka.’ 

Maka Muhammad pun mengirimkan surat balasan yang berbunyi: 

‘Baik.’ 

Maka jika kaum Yahudi mengirimkan utusan untuk meminta jaminan 

dari beberapa orangmu, maka jangan kalian kirim seorang pun kepada 

mereka.” 

Maka Abu Sufyan pun berkata: “Sebaik-baiknya sekutu yaitu  engkau! 

Semoga kebaikanmu dibalas.” 

lalu  Nu’aim meninggalkan Abu Sufyan dan pergi menuju 

kaumnya yaitu suku Gathfan. Ia menceritakan kepada mereka sebagaimana 

yang ia ceritakan kepada Abu Sufyan, dan ia memberikan peringatan yang 

sama persis seperti yang ia berikan kepada Abu Sufyan. 

  

Abu Sufyan ingin menguji Bani Quraizhah dan ia mengutus anaknya 

untuk menemui mereka dan berkata kepada mereka: “Ayahku 

menyampaikan salam kepada kalian dan berkata: ‘Sudah lama embargo 

yang kita lakukan terhadap Muhammad sehingga kami merasa bosan. Kami 

sudah mengambil keputusan untuk menyerang Muhammad dan 

mengalahkannya...’ Ayah mengutusku kepada kalian untuk mengundang 

kalian ke perkemahannya besok.” 

Bani Quraizhah berkata kepadanya: “Besok yaitu  hari Sabtu dan kami 

tidak akan melakukan apapun pada hari Sabtu. Kami tidak akan ikut 

perang bersama kalian sehingga kalian mengirimkan 70 orang pemuka 

kalian dan pemuka Gathfan sebagai jaminan untuk kami. Sebab kami 

khawatir bila peperangan nanti semakin sengit, kalian bisa kembali ke 

negeri kalian dan meninggalkan kami sendirian untuk menghadapi 

Muhammad. Kalian sudah tahu bahwa kami tidak akan mampu 

menghadapi pasukan Muhammad.” 

Begitu anaknya Abu Sufyan kembali ke kaumnya dan menceritakan apa 

yang ia dengar dari Bani Quraizhah, maka mereka berkata dengan 

perkataan yang sama: “Celaka, anak-anak keturunan monyet dan babi itu! 

Demi Allah, jika mereka meminta kami untuk memberikan seekor kambing 

sebagai jaminan, maka tidak akan pernah kami memberikannya!” 

  

Nu’aim bin Mas’ud berhasil memecah belah barisan pasukan Ahzab. 

lalu  Allah Swt mengirimkan kepada Quraisy dan para sekutunya 

angin yang kencang sehingga merusak tenda-tenda, menumpahkan 

tungku, memadamkan lampu, menampar wajah mereka dan mengisi mata 

mereka dengan pasir. 

Mereka tidak menemukan lagi jalan keluar dari sana. Akhirnya, mereka 

pergi di tengah kegelapan malam. 

Begitu pagi menjelang, kaum muslimin mendapati bahwa para musuh 

Allah telah lari yang membuat mereka semua mengatakan: “Segala puji 

bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya, menguatkan tentaranya dan 

menghancurkan Ahzab (pasukan musuh) dengan sendiri saja.” 

  

Sejak saat itu, Nu’aim bin Mas’ud menjadi orang kepercayaan 

Rasulullah Saw. Rasul memberikan beberapa tugas kepadanya, dan 

memberikan tanggung jawab kepada dirinya. Sering kali ia diperintahkan 

untuk menjadi pembawa panji saat berpera