iri yang menghadapi masalah yang
berbeda pula. Dalam menghadapi masalah yang berbeda, pegangan mereka
tetap ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi. Oleh karena itu, timbullah
penjelasan dan penafsiran berbeda dalam menghadapi masalah berbeda itu.
Dalam perkembangan sejarah, penjelasan dan penafsiran berbeda itu
mengambil bentuk mazhab dan aliran-aliran. Mazhab dan aliran itu
terkadang tidak hanya menunjukkan perbedaan pendapat, tetapi juga
pendapat yang saling bertentangan.
Demikianlah dalam soal keimanan, yang menjadi ajaran paling pokok
dalam Islam, ada lima aliran teologi atau ilmu kalam. Masalah yang
pertama timbul dalam bidang ini yaitu kedudukan pembuat dosa besar,
seperti membunuh orang tanpa alasan yang sah, berzina, menjalankan riba,
dan durhaka kepada orang tua. Dipersoalkan apakah pembuat dosa besar
masih mukmin, masih orang Islam atau tidak? Golongan keras yang dalam
sejarah teologi dikenal dengan K h a w a r i j , mengatakan bahwa pembuat dosa
besar bukan mukmin lagi melainkan sudah menjadi kafir dan ke luar dari
Islam. Golongan lembut M u r j i ' a h berpendapat, bahwa pembuat dosa besar
tetap mukmin, orang Islam dan bukan kafir. Golongan rasional, M u k t a z i l a h ,
berpendapat lain pembuat dosa besar tidak mukmin, tidak kafir, dan
hanyalah muslim. Bagi M u k t a z i l a h , orang mukmin yaitu orang yang
mengucapkan dua syahadat dan menjalankan ajaran Islam, sedang orang
muslim yaitu orang yang hanya mengucapkan dua syahadat, namun tidak
melaksanakan ajaran Islam.
Perbedaan penafsiran ini timbul karena dalam Alquran tidak ada ayat-
ayat yang secara terperinci dan definitif menyebut siapa yang mukmin dan
siapa yang kafir. Ayat hanya menyebut iman mencakup kepercayaan kepada
Tuhan, malaikat, rasul, kitab, dan hari perhitungan di akhirat. Ketika terjadi
peperangan dan pembunuhan antara sesama muslim di zaman Usman, Ali,
dan Muawiyah, timbullah pertanyaan tentang pembuat dosa besar. Dalam
menjawab pertanyaan itu timbullah penafsiran yang berbeda-beda.
Setelah ulama Islam mulai dari abad ke-8 Masehi mempelajari filsafat
Yunani dalam usaha menentang serangan bersifat filosofis yang datang dari
luar Islam, filsafat mempengaruhi pemikiran keagamaan dalam Islam.
Sebagai akibatnya, timbullah dalam Islam teologi rasional dan teologi
tradisional. Teologi rasional banyak memakai penafsiran metaforis,
sedang teologi tradisional banyak terikat pada penafsiran harfiah.
"Tangan Tuhan" dan "kursi Tuhan" yang ada dalam Alquran
diartikan teologi rasional "kekuasaan Tuhan", sedang teologi tradisional
tetap berpegang pada arti harfiah, yaitu "tangan" dan "kursi", walaupun tidak
sama dengan tangan dan kursi manusia. Demikian pula dalam soal kemauan
dan perbuatan manusia, teologi rasional menganut paham adanya kebebasan
manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatan, sedang teologi
tradisional menganut paham fatalisme. Perbedaan penafsiran ini timbul
karena ayat-ayat mengenai tangan dan perbuatan manusia itu tidak
mengandung penjelasan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan
kata-kata itu.
Dalam hubungan ini, bahwa dalam perkembangan penjelasan dan
penafsiran selanjutnya, para ulama Islam membagi ayat-ayat Alquran dalam
dua kelompok: ayat-ayat yang artinya pasti sebagaimana diberikan teks dan
tidak dapat ditakwilkan lagi ( q a t h ' i a l - d a l a l a h ) dan ayat-ayat yang artinya
masih dapat ditakwilkan ( z h a n n i a l - d a l a l a h ) . Yang banyak ada dalam
Alquran yaitu ayat-ayat yang z h a n n i a l - d a l a l a h , ayat-ayat yang artinya
dapat ditakwilkan, yaitu ayat-ayat yang tidak mesti diambil arti tersuratnya,
tetapi dapat diambil arti tersiratnya. "Kursi" dan "tangan" Tuhan itu
termasuk dalam kelompok ayat z h a n n i a l - d a l a l a h . Demikian juga j a n n a t
(surga) dan n a r (neraka). J a n n a t dalam arti tersurat menggambarkan istana
yang penuh dengan kesenangan jasmani, sedang n a r secara harfiah
menggambarkan api yang menyala-nyala. Kaum syariat mengambil arti
harfiah ini, namun kaum sufi dan filosofi mengambil arti tersirat, yaitu
kesenangan dan kesengsaraan ruhani yang secara tersirat terletak di belakang
gambaran jasmani tentang surga dan neraka yang diberikan Alquran.
Kalau dalam bidang keimanan, yang merupakan masalah paling pokok
dalam Islam, ada aliran-aliran yang berbeda pendapat, maka tidak
mengherankan kalau dalam bidang ibadah dan bidang muamalat atau hidup
kewarga an manusia, ada pula mazhab-mazhab. Imam mazhab
yang banyak memakai rasio yaitu Abu Hanifah dan yang banyak memakai
sunnah atau hadis yaitu Ahmad Ibn Hanbal. Dalam hal bidang ilmu kalam
atau teologi Islam, dalam bidang hukum fikih yang berhubungan dengan
ibadah dan hidup kewarga an manusia ada pula mazhab yang
rasional dan tradisional.
Sebagai contoh dalam soal ibadah dapat diambil penentuan permulaan
hari puasa, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha. R u ' y a t oleh golongan
rasional diartikan melihat dengan otak, yaitu perhitungan atau hisab,
sedang golongan tradisional mengartikan r u ' y a t "melihat" dengan mata
kepala.
Dalam hidup kewarga an, ayat Alquran sebagaimana telah disebut
di atas, berjumlah kira-kira 230 ayat. Perincian yang diberikan oleh Abdul
Wahab Khallaf, seorang Guru Besar dalam bidang hukum Islam yaitu
sebagai berikut: hidup kekeluargaan 70 ayat, jual beli 70 ayat, soal pidana 30
ayat, hubungan muslim dengan nonmuslim 25 ayat, peradilan 13 ayat,
hubungan si kaya dan si miskin 10 ayat, serta soal kenegaraan 10 ayat.
Sesuai dengan sifat dasar ayat-ayat Alquran di atas, yaitu hanya
mengandung ajaran dasar dan prinsip-prinsip, banyak berbentuk z h a n n i a l -
d a l a l a h danfianya sedikit berbentuk q a t h ' i a l - d a l a l a h maka ayat-ayat
mengenai hidup kewarga an ini juga memerlukan penjelasan dan
penafsiran yang banyak dari para ulama hukum Islam. Sebagaimana dalam
bidang lain di sini juga banyak dijumpai perbedaan pendapat dan penafsiran.
Sebagai contoh dapat diambil perkawinan pria Islam dengan wanita
ahli kitab, yaitu wanita Yahudi dan Kristen. Dalam mazhab Syafi'i ada
pendapat bahwa wanita Kristen tidak boleh dikawini seorang pria muslim
karena ia menganut keyakinan trinitas. Menumt mazhab lain, seorang pria
Islam boleh kawin dengan wanita Kristen karena dia yaitu ahli kitab dan
bukan m usyrikah atau politeis. Ayat Alquran dengan jelas mengatakan
bahwa orang Islam boleh mengambil wanita ahli kitab menjadi istri.
Alquran surah Al-Maa'idah (5) ayat 5 berbunyi :
D an d iha la lkan m engaw in i w an ita -w an ita y a n g m en jaga kehorm a tan
d i an ta ra w an ita -w an ita y a n g berim an dan w an ita -w an ita y a n g
m en jaga kehorm a tan d i an ta ra o rang -o rang y a n g d ib er i a l-K itab
sebe lum kamu, b ila kam u te lah m em baya r m as kaw in m ereka dengan
m aksu d m en ikah inya .
Dikarenakan ayat di atas tidak menjelaskan lebih lanjut ahli kitab mana
yang dimaksud, timbullah perbedaan penafsiran tentang ahli kitab itu .
Semenjak masuknya bank Barat ke dalam Islam pada abad ke-19
timbullah perbedaan pendapat mengenai haram atau tidaknya bunga bank.
Yang tegas diharamkan dalam Alquran yaitu riba (lihat Alquran Surah Al-
Baqarah (2) ayat 275-278 dan Surah Ali' Imran (3) ayat 1 30). Ayat ini juga
tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan riba. Yang
menjadi pertanyaan apakah bunga bank masuk dalam kategori riba. Ada
yang menganggapnya masuk kategori riba dan mengharamkan bunga bank.
Di lain pihak menganggapnya bukan riba atau berpendapat bahwa bunga
bank tidak haram.
Kesimpulan dari uraian di atas bahwa sepanjang masa timbul
penjelasan dan penafsiran mengenai ajaran dasar dan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Alquran. Penjelasan dan penafsiran para ulama, yang
disebut ijtihad, makin lama makin banyak jumlahnya. Ijtihad ulama yang
jauh lebih banyak dibandingkan ayat-ayat Alquran itu sendiri, juga merupakan
ajaran-ajaran Islam. Namun, karena ajaran yang berasal dari ijtihad ini
yaitu hasil pemikiran manusia, maka ajaran itu bersifat relatif dan tidak
absolut.