buku yang sedang Anda pegang ini yaitu salah satu bagian dari
Tafsiran Alkitab dari Matthew Henry yang secara lengkap men-
cakup Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Untuk edisi bahasa
Indonesianya, tafsiran tersebut diterbitkan dalam bentuk kitab per
kitab. Kitab Amsal merupakan kitab keenam yang diterbitkan dalam
bahasa Indonesia.
Matthew Henry (1662-1714) yaitu seorang Inggris yang mulai
menulis Tafsiran Alkitab yang terkenal ini pada usia 21 tahun. Karya-
nya ini dianggap sebagai tafsiran Alkitab yang sarat makna dan sa-
ngat terkenal di dunia.
Kekuatan terutama terletak pada nasihat
praktis dan saran pastoralnya. Tafsirannya mengandung banyak mu-
tiara kebenaran yang segar dan sangat tepat. Walaupun ada cukup
banyak kecaman di dalamnya, ia sendiri sebenarnya tidak pernah ber-
niat menuliskan tafsiran yang demikian, seperti yang berulang kali
ditekankannya sendiri. Beberapa pakar theologi seperti Whitefield dan
Spurgeon selalu menggunakan tafsirannya ini dan merekomendasikan-
nya kepada orang-orang untuk mereka baca. Whitefield membaca
seluruh tafsirannya sampai empat kali; kali terakhir sambil berlutut.
Spurgeon berkata, Setiap hamba Tuhan harus membaca seluruh taf-
siran ini dengan saksama, paling sedikit satu kali.
Sejak kecil Matthew sudah terbiasa menulis renungan atau ke-
simpulan Firman Tuhan di atas kertas kecil. Namun, baru pada ta-
hun 1704 ia mulai sungguh-sungguh menulis dengan maksud me-
nerbitkan tafsiran tersebut. Terutama menjelang akhir hidupnya, ia
mengabdikan diri untuk menyusun tafsiran itu.
Buku pertama tentang Kitab Kejadian diterbitkan pada tahun
1708 dan tafsiran tentang keempat Injil diterbitkan pada tahun 1710.
Sebelum meninggal, ia sempat menyelesaikan tafsiran Kisah Para Ra-
sul. sesudah kematiannya, Surat-surat dan Wahyu diselesaikan oleh
13 orang pendeta berdasarkan catatan-catatan Matthew Henry yang
telah disiapkannya sebelum meninggal. Edisi total seluruh kitab-
kitab diterbitkan pada tahun 1811.
berulang kali direvisi dan dicetak ulang.
Buku itu juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti
bahasa Belanda, Arab, Rusia, dan kini sedang diterjemahkan ke
dalam bahasa Telugu dan Ivrit, yaitu bahasa Ibrani modern.
Riwayat Hidup Matthew Henry
Matthew Henry lahir pada tahun 1662 di Inggris. saat itu gereja
Anglikan menjalin hubungan baik dengan gereja Roma Katolik. Yang
memerintah pada masa itu yaitu Raja Karel II, yang secara resmi
diangkat sebagai kepala gereja. Raja Karel II ingin memulihkan ke-
kuasaan gereja Anglikan sehingga orang Kristen Protestan lainnya sa-
ngat dianiaya. Mereka disebut dissenter, orang yang memisahkan diri
dari gereja resmi.
Puncak penganiayaan itu terjadi saat pada 24 Agustus 1662
lebih dari dua ribu pendeta gereja Presbiterian dilarang berkhotbah
lagi. Mereka dipecat dan jabatan mereka dianggap tidak sah.
Pada masa yang sulit itu lahirlah Matthew Henry. Ayahnya,
Philip Henry, yaitu seorang pendeta dari golongan Puritan, sedang-
kan ibunya, Katherine Matthewes, seorang keturunan bangsawan.
sebab Katherine berasal dari keluarga kaya, sepanjang hidupnya
Philip Henry tak perlu memikirkan uang atau bersusah payah men-
cari nafkah bagi keluarganya, sehingga ia dapat dengan sepenuh hati
mengabdikan diri untuk pelayanannya sebagai hamba Tuhan.
Matthew yaitu anak kedua. Kakaknya, John, meninggal pada usia 6
tahun sebab penyakit campak. saat masih balita, Matthew sendiri
juga terserang penyakit itu dan nyaris direnggut maut.
Dari kecilnya Matthew sudah tampak memiliki bermacam-ma-
cam bakat, sangat cerdas, dan pintar. namun yang lebih penting lagi,
sejak kecil ia sudah mengasihi Tuhan Yesus dengan segenap hati dan
mengakui-Nya sebagai Juruselamatnya. Usianya baru tiga tahun
saat ia sudah mampu membaca satu pasal dari Alkitab lalu mem-
berikan keterangan dan pesan tentang apa yang dibacanya.
Dengan demikian Matthew sudah menyiapkan diri untuk tugas-
nya di kemudian hari, yaitu tugas pelayanan sebagai pendeta.
Sejak masa kecilnya Matthew sudah diajarkan bahasa Ibrani,
Yunani, dan Latin oleh ayahnya, sehingga walaupun masih sangat
muda, ia sudah pandai membaca Alkitab dalam bahasa aslinya.
Pada tahun 1685, saat berusia 23 tahun, Matthew pindah ke
London, ibu kota Inggris, untuk belajar hukum di Universitas Lon-
don. Matthew tidak berniat untuk menjadi ahli hukum, ia hanya me-
nuruti saran ayahnya dan orang lain yang berpendapat bahwa studi
itu akan memberikan manfaat besar baginya sebab keadaan di Ing-
gris pada masa itu tidak menentu bagi orang Kristen, khususnya
kaum Puritan.
Beberapa tahun kemudian Matthew kembali ke kampung hala-
mannya. Dalam hatinya ia merasa terpanggil menjadi pendeta. Kemu-
dian, ia diperbolehkan berkhotbah kepada beberapa jemaat di sekitar
Broad Oak. Ia menyampaikan Firman Tuhan dengan penuh kuasa. Ti-
dak lama sesudah itu, ia dipanggil oleh dua jemaat, satu di London dan
satu lagi jemaat kecil di wilayah pedalaman, yaitu Chester. sesudah ber-
doa dengan tekun dan meminta petunjuk Tuhan, ia akhirnya memilih
jemaat Chester, dan pada tanggal 9 Mei 1687 ia diteguhkan sebagai
pendeta di jemaat tersebut. Waktu itu Matthew berusia 25 tahun.
Di Chester, Matthew Henry bertemu dengan Katharine Hardware.
Mereka menikah pada tanggal 19 Juli 1687. Pernikahan itu sangat har-
monis dan baik sebab didasarkan atas cinta dan iman kepada Tuhan.
Namun pernikahan itu hanya berlangsung selama satu setengah tahun.
Katharine yang sedang hamil terkena penyakit cacar. Segera sesudah
melahirkan seorang anak wanita , ia meninggal pada usia 25 tahun.
Matthew sangat terpukul oleh dukacita ini. Anak Matthew dan
Katherine dibaptis oleh kakeknya, yaitu Pendeta Philip, ayah Matthew.
Allah menguatkan Matthew dalam dukacita yang melandanya.
sesudah satu tahun lebih telah berlalu, mertuanya menganjurkannya
untuk menikah lagi. Pada Juli 1690, Matthew menikah dengan Mary
Warburton. Tahun berikutnya, mereka diberkati dengan seorang bayi,
yang diberi nama Elisabeth. Namun, saat baru berumur satu sete-
ngah tahun, ia meninggal sebab demam tinggi dan penyakit batuk
rejan. Setahun kemudian mereka mendapat seorang anak wanita
lagi. Dan bayi ini pun meninggal, tiga minggu kemudian. Betapa be-
rat dan pedih penderitaan orangtuanya. Sesudah peristiwa ini,
Matthew memeriksa diri dengan sangat teliti apakah ada dosa dalam
hidup atau hatinya yang menyebabkan kematian anak-anaknya. Ia
mengakhiri catatannya sebagai berikut, Ingatlah bahwa anak-anak
itu diambil dari dunia yang jahat dan dibawa ke sorga. Mereka tidak
lahir percuma dan sekarang mereka telah boleh menghuni kota Yeru-
salem yang di sorga.
Beberapa waktu kemudian mereka mendapat seorang anak perem-
puan yang bertahan hidup. Demikianlah suka dan duka silih berganti
dalam kehidupan Matthew Henry. Secara keseluruhan, Matthew Henry
mendapat 10 anak, termasuk seorang putri dari pernikahan pertama.
Selama 25 tahun Matthew Henry melayani jemaatnya di Chester. Ia
sering mendapat panggilan dari jemaat-jemaat di London untuk mela-
yani di sana, namun berulang kali ia menolak panggilan tersebut sebab
merasa terlalu terikat kepada jemaat di Chester. Namun akhirnya, ia
yakin bahwa Allah sendiri telah memanggilnya untuk menjadi hamba
Tuhan di London, dan sebab itu ia menyerah kepada kehendak Allah.
Pada akhir hidupnya, Matthew Henry terkena penyakit diabetes,
sehingga sering merasa letih dan lemah. Sejak masa muda, ia bekerja
dari pagi buta sampai larut malam, namun menjelang akhir hayatnya
ia tidak mampu lagi. Ia sering mengeluh sebab kesehatannya yang
semakin menurun.
Pada bulan Juni 1714 ia berkhotbah satu kali lagi di Chester,
tempat pelayanannya yang dulu. Ia berkhotbah tentang Ibrani 4:9,
Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat
Allah. Ia seolah-olah menyadari bahwa hari Minggu itu merupakan
hari Minggu terakhir baginya di dunia ini. Secara khusus ia mene-
kankan hal perhentian di sorga supaya anak-anak Allah dapat me-
nikmati kebersamaan dengan Tuhan.
Sekembalinya ke London, ia merasa kurang sehat. Malam itu ia
sulit tidur dan menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Ia dipenuhi
rasa damai dan menulis pesan terakhirnya: Kehidupan orang yang
mengabdikan diri bagi pelayanan Tuhan merupakan hidup yang pa-
ling menyenangkan dan penuh penghiburan. Ia mengembuskan
nafas terakhir pada tanggal 22 Juni 1714, dan dimakamkan tiga hari
kemudian di Chester. Nas dalam kebaktian pemakamannya diambil
dari Matius 25:21, Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah
setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam keba-
hagiaan tuanmu.
I. Seorang penulis baru, atau lebih tepatnya seorang juru tulis, atau
sebuah pena (kalau Anda mau mengatakan demikian) yang dipa-
kai oleh Roh Kudus untuk mengungkapkan pikiran Allah kepada
kita, yang menulis sebagaimana ia digerakkan oleh tangan Allah
(begitulah Roh Allah disebut). Orang ini yaitu Salomo. Melalui
tangannya jadilah kitab suci ini dan dua kitab yang mengikutinya,
Pengkhotbah dan Kidung Agung, sebuah khotbah dan sebuah ki-
dung. Menurut pendapat sebagian orang, Salomo menulis Kidung
Agung saat masih sangat muda, Amsal saat paruh baya, dan
Pengkhotbah saat sudah tua. Dalam judul Kidung Agungnya, ia
hanya menyebut dirinya sebagai Salomo, mungkin sebab ia me-
nulisnya sebelum naik takhta, saat dipenuhi oleh Roh Kudus
pada waktu muda. Dalam judul Amsalnya, ia menyebut dirinya
sebagai Salomo bin Daud, raja Israel, sebab pada waktu itu ia
memerintah atas seluruh Israel. Dalam judul Pengkhotbahnya, ia
menyebut dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem, sebab
mungkin pada waktu itu pengaruhnya atas suku-suku yang jauh
sudah berkurang, dan pemerintahannya terbatas di sekitar
Yerusalem. Mengenai penulis ini, kita dapat mengamati,
1. Bahwa ia yaitu seorang raja, dan anak raja. Sebagian besar
penulis kitab suci, sampai sejauh ini, merupakan orang-orang
yang berkedudukan tinggi di dunia, seperti Musa dan Yosua,
Samuel dan Daud, dan sekarang Salomo. Namun, sesudahnya,
penulis-penulis yang penuh ilham pada umumnya yaitu
nabi-nabi yang miskin, orang-orang yang tidak terpandang di
dunia, sebab pembabakan baru yang kian mendekat. Dalam
pembabakan ini Allah akan memilih apa yang lemah dan bo-
doh bagi dunia untuk memalukan orang-orang yang berhikmat
dan yang kuat, dan orang miskin harus dipekerjakan untuk
memberitakan Injil. Salomo yaitu seorang raja yang kaya
raya, dan kekuasaannya sangatlah luas, raja nomor wahid.
Namun demikian, ia bergemar dalam mempelajari perkara-per-
kara ilahi, dan merupakan seorang nabi dan anak nabi. Bu-
kanlah suatu penghinaan bagi raja-raja dan penguasa-pengua-
sa besar di dunia untuk mengajarkan agama dan hukum-
hukumnya kepada orang-orang di sekitar mereka.
2. Bahwa ia yaitu seorang yang dikaruniai Allah dengan hikmat
dan pengetahuan yang luar biasa, sebagai jawaban atas doa-
doanya pada waktu ia naik takhta. Doanya itu patut dicontoh:
Berilah aku hikmat dan pengertian. Jawaban untuk doa itu
membesarkan hati: ia mendapatkan apa yang diinginkanya
dan semua hal lain ditambahkan kepadanya. Sekarang di sini
kita mendapati bagaimana ia memanfaatkan dengan baik hik-
mat yang telah diberikan Allah kepadanya. Ia tidak hanya
mengatur dirinya sendiri dan kerajaannya dengan hikmat itu,
namun memberikan aturan-aturan hikmat kepada orang lain
juga, dan meneruskannya kepada angkatan berikutnya. Demi-
kian pulalah kita harus mengembangkan talenta-talenta yang
dipercayakan kepada kita, sesuai dengan apa talenta-talenta
itu.
3. Bahwa ia yaitu orang yang tidak luput dari kesalahan, dan
menjelang akhir hidupnya berpaling dari jalan-jalan Allah yang
baik itu, yang kepadanya dia mengarahkan orang lain dalam
kitab ini. Kita bisa membaca kisahnya dalam 1 Raja-raja 11,
dan sungguh merupakan kisah yang sedih, bahwa penulis
kitab seperti ini sampai murtad seperti yang diperbuatnya.
Janganlah kabarkan itu di Gat. namun biarlah dari sini orang-
orang penting yang tersohor berjaga-jaga agar tidak sombong
atau merasa aman-aman. Biarlah kita semua belajar untuk
tidak menganggap buruk ajaran-ajaran yang baik meskipun
kita mendapatkannya dari orang-orang yang hidupnya tidak
sepenuhnya sesuai dengan apa yang mereka ajarkan sendiri.
II. Cara menulis yang baru, yang di dalamnya hikmat ilahi diajarkan
kepada kita melalui amsal-amsal, atau kalimat-kalimat pendek,
yang memuat seluruh maknanya secara sendiri-sendiri dalam se-
tiap kalimat dan tidak berhubungan satu sama lain. Sebelumnya
kita sudah mendapati hukum-hukum, sejarah-sejarah, dan nyanyi-
an-nyanyian ilahi, dan sekarang amsal-amsal ilahi. Seperti itulah
beragam cara yang telah dipakai oleh Hikmat Tak Terbatas untuk
mengajar kita, supaya, sebab tidak satu pun batu yang tidak di-
balik untuk membawa kebaikan bagi kita, kita tidak dapat ber-
dalih jika kita binasa dalam kebodohan kita. Mengajar dengan
amsal merupakan,
1. Cara mengajar di zaman kuno. Ini merupakan cara yang paling
kuno di antara orang-orang Yunani. Setiap orang dari tujuh
orang bijak Yunani mempunyai semacam satu pepatah yang di
dalamnya terkandung nilai mengenai dirinya sendiri, dan yang
membuatnya tersohor. Pepatah-pepatah itu digoreskan pada
tiang-tiang, dan dipuja-puja dengan begitu rupa sampai orang
mengatakannya turun dari sorga. A clo descendit, Gnothi
seauton Kenalilah dirimu sendiri yaitu perintah yang turun
dari sorga.
2. Cara mengajar yang jelas dan mudah, yang tidak membutuh-
kan banyak usaha besar dari guru maupun murid, dan juga
tidak memeras otak serta ingatan mereka. Ungkapan-ungkap-
an yang panjang dan argumentasi-argumentasi yang sukar
harus menguras pikiran yang menyusunnya maupun yang ha-
rus memahaminya, sedangkan sebuah amsal, yang menyam-
paikan pengertian sekaligus buktinya dalam kalimat singkat,
cepat ditangkap dan diikuti, dan mudah diingat. Baik ibadah-
ibadah Daud maupun ajaran-ajaran Salomo singkat namun
padat. Cara pengungkapan seperti ini dapat dicontoh oleh
orang-orang yang melayani perkara-perkara kudus, baik da-
lam berdoa maupun berkhotbah.
3. Cara mengajar yang bermanfaat, dan secara menakjubkan me-
menuhi apa yang ingin dicapai. Kata mashal, yang di sini digu-
nakan untuk amsal, berasal dari kata yang berarti memerintah
atau mempunyai kekuasaan, sebab kekuatan dan pengaruh
yang berkuasa yang dimiliki pepatah-pepatah bijak dan berbo-
bot atas anak-anak manusia. Barangsiapa mengajar dengan
peribahasa berarti dominatur in concionibus menguasai para
pendengarnya. Mudah untuk mengamati bagaimana dunia
diatur oleh amsal. Perkataan seperti peribahasa orang tua-tua
(1Sam. 24:14), atau (sebagaimana yang biasa kita katakan)
seperti kata pepatah, amat berpengaruh dalam membentuk
gagasan-gagasan kebanyakan orang dan membulatkan tekad-
tekad mereka. Banyak dari hikmat orang-orang zaman dulu
diteruskan kepada keturunan mereka melalui amsal. Sebagian
orang berpendapat bahwa kita bisa menilai sifat dan tabiat
sebuah bangsa melalui ciri-ciri peribahasa rakyatnya. Amsal
dalam percakapan yaitu seperti aksioma (pernyataan yang
dianggap benar pen.) dalam filsafat, seperti maksim (kebe-
naran umum pen.) dalam hukum, dan dalil dalam matema-
tika, yang tidak dibantah siapa pun, namun yang berusaha di-
uraikan semua orang agar hal-hal tersebut berpihak kepada
mereka. Namun, ada banyak amsal yang bobrok, yang cende-
rung merusak pikiran manusia dan mengeraskan mereka di
dalam dosa. Iblis mempunyai pepatah-pepatahnya sendiri, dan
dunia serta kedagingan juga mempunyai pepatah-pepatah
mereka sendiri, yang mencerminkan penghinaan terhadap
Allah dan agama (seperti dalam Yehezkiel 12:22; 18:2). Agar
kita waspada terhadap pengaruh-pengaruh jahatnya, Allah
juga mempunyai pepatah-pepatah-Nya sendiri, yang kesemua-
nya bijak dan baik, dan bertujuan menjadikan kita demikian.
Amsal-amsal Salomo ini bukanlah sekadar kumpulan kata-
kata bijak yang sudah disampaikan sebelumnya, sebagaimana
sebagian orang menyangkanya, melainkan apa yang diungkap-
kan oleh Roh Allah kepada Salomo. Yang pertama-tama dari
amsal ini (1:7) selaras dengan apa yang sudah difirmankan
Allah kepada manusia pada mulanya (Ayb. 28:28, sesungguh-
nya, takut akan Tuhan, itulah hikmat). sebab itu, walaupun
Salomo orang besar, dan namanya merupakan jaminan mutu
bagi tulisan-tulisannya seperti nama orang-orang besar lain,
namun, sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo.
Allahlah, melalui Salomo, yang di sini berbicara kepada kita.
Saya katakan, kepada kita. Sebab amsal-amsal ini ditulis un-
tuk menjadi pelajaran bagi kita, dan, saat Salomo berbicara
kepada anaknya, nasihat itu dikatakan berbicara kepada kita
seperti kepada anak-anak (Ibr. 12:5). Sama seperti tidak ada
kitab yang begitu bermanfaat bagi ibadah-ibadah kita seperti
mazmur-mazmur Daud, demikian pula tidak ada kitab yang
begitu bermanfaat untuk mengatur segala perilaku kita de-
ngan benar seperti amsal-amsal Salomo. Seperti yang dikata-
kan Daud tentang perintah-perintah Allah, amsal-amsal Sa-
lomo itu teramat sangat luas. Dalam kalimat-kalimat pendek,
amsal-amsalnya berisi kumpulan lengkap perkara-perkara
ilahi yang berkaitan dengan etika, politik, dan ekonomi, de-
ngan menyingkapkan setiap kejahatan, memuji setiap kebaik-
an, dan menyarankan pedoman-pedoman untuk mengatur diri
kita dalam setiap hubungan dan keadaan, dan dalam setiap
alur pembicaraan. Uskup Hall, seorang cendekiawan, menarik
sebuah ajaran filsafat moral dari Amsal dan Pengkhotbah Sa-
lomo ini. Sembilan pasal pertama dari kitab Amsal ini dianggap
sebagai pendahuluan, yang menasihati kita agar mempelajari
dan melaksanakan aturan-aturan hikmat, dan memperingatkan
kita terhadap perkara-perkara yang akan menghalang-halangi
kita dalam melakukannya. Jadi, di sini kita mendapati jilid
pertama dari amsal-amsal Salomo dalam pasal 10-24. sesudah
itu jilid kedua, pasal 25-29. Kemudian nubuatan Agur, pasal
30, dan nubuatan Lemuel, pasal 31. Maksud dari kesemuanya
ini satu dan sama, untuk mengarahkan kita agar mengatur
perilaku hidup kita dengan baik sehingga pada akhirnya kita
dapat melihat keselamatan yang datang dari Tuhan. Komentar
terbaik untuk aturan-aturan ini yaitu dengan diatur oleh-
nya.
PASAL 1
orang-orang yang membaca mazmur-mazmur Daud, terutama
pada bagian-bagian akhirnya, akan tergoda untuk berpikir bah-
wa agama hanyalah masalah gejolak perasaan semata, dan cuma ber-
urusan dengan luapan-luapan emosi di dalam ibadah. Tidak diragu-
kan lagi bahwa memang ada waktu untuk itu, dan jika ada sorga di
atas bumi, maka di situlah letaknya. namun , selama kita berada di
bumi, kita tidak bisa sepenuhnya hanyut dalam perasaan-perasaan
itu. Kita mempunyai hidup badani yang harus kita jalani, harus
menunjukkan perilaku baik di dalam dunia, dan ke dalam perkara
itulah sekarang kita diajar untuk membawa serta agama kita. Agama
itu merupakan hal yang bisa diterima akal, dan sangat bermanfaat
untuk mengatur kehidupan manusia, dan berkuasa untuk membuat
kita bijaksana sama seperti untuk membuat kita taat, untuk mem-
buat wajah kita bersinar di hadapan manusia, dalam perkataan yang
bijak, jujur, dan bermanfaat, sehingga membuat hati terbakar dengan
perasaan-perasaan yang kudus dan saleh bagi Allah. Dalam pasal ini
kita mendapati,
I. Judul kitabnya, yang menunjukkan maksud dan rancangan
kitab itu secara umum (ay. 1-6).
II. Asas utamanya disarankan untuk kita pertimbangkan de-
ngan sungguh-sungguh (ay. 7-9).
III. Peringatan yang penting akan pergaulan yang buruk (ay. 10-
19).
IV. Gambaran yang benar dan hidup tentang seruan-seruan
hikmat terhadap anak-anak manusia, dan kehancuran yang
pasti akan menimpa orang-orang yang tidak mau mendengar
seruan-seruan itu (ay. 20-33).
Rancangan Amsal
(1:1-6)
1 Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel, 2 untuk mengetahui hikmat dan
didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna, 3 untuk menerima didik-
an yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, 4 un-
tuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan
pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda 5 baiklah orang bijak
mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian mem-
peroleh bahan pertimbangan 6 untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan
dan teka-teki orang bijak.
Di sini kita mendapati pengantar kitab ini, yang menurut sebagian
orang ditambahkan oleh penyusun dan penerbitnya, seperti halnya
Kitab Ezra. Namun, lebih tepat jika pengantar ini dianggap sebagai
tulisan yang ditulis oleh Salomo sendiri, yang, dalam permulaan
kitabnya, mengemukakan apa maksudnya dalam menulis kitab itu,
agar ia tetap pada apa yang ingin dikerjakannya, dan semakin dekat
mencapai maksudnya.
Kita diberitahukan di sini:
I. Siapa yang menulis kata-kata bijak ini (ay. 1). Kata-kata itu ada-
lah amsal-amsal Salomo.
1. Namanya berarti suka damai, dan sifat dari jiwanya maupun
pemerintahannya sesuai dengan namanya itu. Keduanya suka
damai. Daud, yang hidupnya penuh dengan permasalahan,
menulis kitab renungan. Sebab, adakah seorang di antara kita
yang menderita? Baiklah ia berdoa. Salomo, yang hidup de-
ngan tenang, menulis kitab pengajaran. Sebab jika jemaat
berada dalam keadaan damai, jemaat itu dibangun. Dalam
masa-masa damai, kita harus mempelajari, dan mengajarkan
kepada orang lain, apa yang harus dilakukan oleh kita dan
mereka dalam masa-masa susah.
2. Ia yaitu anak Daud. yaitu kehormatannya untuk mempu-
nyai hubungan dengan orang baik itu, dan ia menganggapnya
demikian untuk alasan yang baik, sebab hidupnya menjadi
lebih baik sebab itu (1Raj. 11:12). Ia sudah diberkati dengan
pendidikan yang baik, dan banyak doa yang baik telah dipan-
jatkan untuknya (Mzm. 72:1), dan dampak dari keduanya ter-
lihat dalam hikmat dan manfaat yang dia berikan. Adakalanya
angkatan orang benar diberkati seperti itu, agar mereka men-
jadi berkat, berkat yang unggul, pada masa mereka. Kristus
sering kali disebut Anak Daud, dan Salomo merupakan pelam-
bang Kristus dalam hal ini, seperti dalam hal-hal lain, bahwa
ia membuka mulutnya mengatakan perumpamaan atau amsal.
3. Ia yaitu raja Israel seorang raja, namun bukanlah peng-
hinaan baginya untuk menjadi pendidik bagi orang-orang yang
tidak berpengetahuan, dan pengajar bagi anak-anak kecil. Ia
raja bangsa Israel, suatu umat yang di tengah-tengahnya Allah
dikenal dan nama-Nya besar. Di antara mereka ia mempelajari
hikmat, dan kepada mereka ia menyampaikannya. Seluruh
bumi berikhtiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hik-
matnya, yang mengungguli segala hikmat orang lain (1Raj.
4:30; 10:24). yaitu suatu kehormatan bagi Israel bahwa raja
mereka merupakan seorang pengajar seperti itu, seorang yang
bisa dimintai nasihat bijak seperti itu. Salomo terkenal akan
perkataan-perkataan bijaknya. Setiap kata yang diucapkannya
berbobot, dan mengandung sesuatu yang mengejutkan dan
membangun. Hamba-hambanya yang melayaninya, dan yang
mendengarkan hikmatnya, sudah mengumpulkan tiga ribu
amsal darinya yang mereka tulis dalam buku-buku harian
mereka. namun amsal-amsal dalam kitab ini yaitu tulisannya
sendiri, dan jumlahnya tidak sampai seribu. Dalam amsal-am-
sal ini ia mendapat ilham ilahi. Sebagian orang berpikir bahwa
kitab-kitab apokrifa Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo disusun
dari amsal-amsalnya yang lain itu, yang tidak begitu terilhami,
yang di dalamnya ada banyak perkataan baik dan sangat
bermanfaat. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, kitab-
kitab itu kalah jauh dengan kitab ini. Para penguasa Romawi
mempunyai simbol atau semboyannya sendiri-sendiri, sebagai-
mana sekarang banyak penguasa mempunyai lambang pang-
kat mereka. namun Salomo mempunyai banyak perkataan yang
berbobot, bukan seperti perkataan-perkataan mereka, yang
dipinjam dari orang lain, melainkan semuanya merupakan ha-
sil dari hikmat luar biasa yang telah dikaruniakan Allah ke-
padanya.
II. Untuk tujuan apa amsal-amsal itu ditulis (ay. 2-4), bukan untuk
mendapatkan nama baik bagi penulisnya, atau memperkuat ke-
pentingannya di antara hamba-hambanya, melainkan untuk men-
datangkan manfaat dan keuntungan bagi semua orang yang di
setiap waktu dan tempat akan memerintah diri mereka sendiri
dengan perkataan-perkataan ini, dan mempelajarinya baik-baik.
Kitab ini akan menolong kita,
1. Untuk membentuk gagasan-gagasan yang benar tentang se-
gala sesuatu, dan memenuhi pikiran kita dengan ide-ide yang
jernih dan jelas tentang semua itu, agar kita dapat mengetahui
hikmat dan didikan, hikmat yang didapat melalui didikan itu,
melalui pewahyuan ilahi. Dengan kitab ini, kita juga dapat
mengetahui sendiri bagaimana berbicara dan bertindak secara
bijak dan bagaimana memberikan didikan kepada orang lain.
2. Untuk membedakan antara kebenaran dan kepalsuan, kebaik-
an dan keburukan untuk mengerti kata-kata yang bermakna,
untuk memahaminya, untuk menilainya, untuk berjaga-jaga
terhadap kesalahan, dan untuk menerapkan apa yang sudah
diajarkan kepada kita agar kita dapat memahami hal-hal yang
berbeda dan tidak mudah tertipu. Kita juga dapat memilih apa
yang baik dan tidak kehilangan keuntungan darinya, sebagai-
mana yang didoakan oleh Rasul Paulus (Flp. 1:10).
3. Untuk mengatur perilaku kita agar benar dalam segala hal (ay.
3). Kitab ini mau memberi, agar kita dapat menerima, didikan
yang menjadikan pandai, pengetahuan yang akan mengatur
perilaku kita dalam kebenaran, keadilan dan kejujuran (ay. 3),
yang akan mencondongkan kita untuk memberikan kepada se-
mua apa yang pantas mereka dapatkan. Memberikan kepada
Allah apa yang menjadi milik Allah, dalam menghayati ajaran
agama, dan kepada semua orang apa yang pantas mereka
dapatkan, sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang harus kita
lakukan kepada mereka sebab hubungan, pekerjaan, persetu-
juan, atau hal-hal lain. Perhatikanlah, orang-orang yang be-
nar-benar bijaksana, dan hanya mereka ini saja, yaitu orang
yang berhati-hati dalam segala hal. Rancangan kitab suci ada-
lah untuk mengajarkan hikmat itu kepada kita, kebenaran
dalam menjalankan perintah-perintah Allah pada loh pertama,
keadilan pada loh kedua, dan kejujuran (maksudnya ketulus-
an) di dalam keduanya. Begitulah sebagian orang membeda-
kannya.
III. Untuk siapa amsal-amsal ini ditulis (ay. 4). Amsal-amsal ini bisa
digunakan oleh semua orang, namun terutama dirancang,
1. Untuk orang yang tak berpengalaman, untuk memberikan ke-
cerdasan kepada mereka. Didikan-didikan yang diberikan di
sini jelas dan mudah, dan disesuaikan dengan kemampuan
yang terendah, para pengembara, meskipun orang-orang bodoh,
tidak akan keliru memahaminya. Orang-orang yang akan me-
nerima keuntungan darinya yaitu mereka yang sadar akan
ketidaktahuan mereka sendiri dan kebutuhan mereka untuk
diajar, dan oleh sebab itu berkeinginan untuk menerima didik-
an. Selain itu, orang-orang yang menerima didikan-didikan ini
dalam terang dan kuasanya, meskipun tidak berpengalaman,
akan dibuat cerdas. Mereka akan pandai dalam mengetahui
dosa yang harus mereka hindari dan kewajiban yang harus
mereka lakukan, dan untuk menghindar dari tipu muslihat si
pencoba. Barangsiapa tulus seperti merpati dengan menjalan-
kan aturan-aturan Salomo bisa menjadi cerdik seperti ular.
Orang yang sebelumnya bodoh sehingga berbuat dosa akan
menjadi bijaksana saat mulai mengatur dirinya dengan fir-
man Allah.
2. Untuk orang muda, untuk memberi mereka pengetahuan serta
kebijaksanaan. Masa muda yaitu masa belajar, memahami
didikan-didikan, menerima kesan-kesan, dan mengingat-ingat
apa yang sudah diajarkan. Oleh sebab itu, sangatlah penting
bagi pikiran kita untuk dipenuhi dengan hal-hal yang baik,
dan ia pun tidak dapat menerima inti sari yang lebih baik
selain dari amsal-amsal Salomo. Orang muda itu gegabah,
panas hati, dan tidak berhati-hati. Manusia dilahirkan seperti
anak keledai liar, dan oleh sebab itu perlu dikekang oleh
kekangan-kekangan dan diatur oleh aturan-aturan yang kita
dapati di sini. Jika saja kaum muda mau menjaga jalan-jalan
mereka sesuai dengan amsal-amsal Salomo, maka mereka akan
cepat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan orang-orang
tua. Salomo melihat kepada keturunan yang akan datang dalam
menulis kitab ini, dengan berharap dapat memenuhi pikiran
angkatan yang sedang bangkit dengan kelimpahan asas-asas
hikmat dan kebajikan.
IV. Manfaat baik apa yang bisa diambil dari amsal-amsal itu (ay. 5-6).
Orang-orang yang muda dan tak berpengalaman dapat menjadi
bijaksana dengannya, dan tidak dilarang memasuki sekolah Sa-
lomo seperti yang terjadi dengan sekolah Plato. namun apakah
sekolahnya hanya untuk orang-orang seperti itu saja? Tidak. Yang
ada di sini bukan hanya susu untuk bayi, melainkan juga makan-
an yang keras untuk orang kuat. Kitab ini tidak hanya akan
membuat orang bodoh menjadi bijak dan orang jahat menjadi
baik, namun juga akan membuat orang bijak menjadi lebih bijak
dan orang baik menjadi lebih baik. Walaupun orang tak berpeng-
alaman dan orang muda mungkin meremehkan didikan-didikan
itu, dan tidak menjadi lebih baik sebab nya, namun orang bijak
akan mendengar. Hikmat akan dibenarkan oleh anak-anaknya,
meskipun bukan oleh anak-anak yang duduk di pasar. Perhati-
kanlah, orang bijak sekalipun harus mendengar, dan tidak boleh
menganggap diri mereka terlalu bijak untuk belajar. Orang bijak
sadar akan kekurangan-kekurangannya sendiri (Plurima ignoro,
sed ignorantiam meam non ignoro Aku tidak tahu akan banyak
hal, kecuali ketidaktahuanku sendiri), dan oleh sebab itu ia masih
terus maju, agar dapat menambah ilmu, dapat tahu lebih banyak
dan lebih baik, lebih jernih dan lebih jelas, dan bisa tahu lebih
baik bagaimana memanfaatkan apa yang diketahuinya. Selama
kita hidup kita harus berusaha menambah semua ilmu yang ber-
guna. Ada pepatah dari salah seorang rabi Yahudi yang terkemu-
ka yang berbunyi, Qui non auget scientiam, amittit de ea Jika per-
bendaharaan pengetahuan kita tidak bertambah, maka berarti itu
terbuang. Dan siapa yang mau menambah ilmu harus mempela-
jari Kitab Suci. Kitab ini menyempurnakan manusia kepunyaan
Allah. Orang yang bijak, dengan menambah ilmu, tidak saja ber-
manfaat bagi dirinya sendiri, namun juga bagi orang lain.
1. Sebagai penasihat. Orang yang berpengertian dan memahami
pedoman-pedoman hikmat ini, dengan membandingkannya
satu sama lain dan dengan mengamat-amati sendiri, secara
berangsur-angsur akan memperoleh bahan pertimbangan. Ia
mempunyai peluang besar untuk maju, dan akan dimintai na-
sihat sebagai orang bijak, dan dipercaya untuk mengatur per-
kara-perkara orang banyak. Ia akan duduk di kursi pimpinan,
begitulah yang diartikan oleh kata itu. Perhatikanlah, ketekun-
an yaitu jalan menuju kehormatan. Orang-orang yang diber-
kati Allah dengan hikmat harus berusaha untuk melakukan
apa yang baik dengan hikmat itu, sesuai dengan kemampuan
mereka. Menjadi penasihat bagi raja memang lebih terhormat,
namun menjadi penasihat bagi orang miskin lebih mulia, seperti
yang dilakukan Ayub dengan hikmatnya (Ayb. 29:15), aku
menjadi mata bagi orang buta.
2. Sebagai penafsir (ay. 6) untuk mengerti amsal. Salomo sendiri
terkenal mampu menguraikan teka-teki dan memecahkan per-
tanyaan-pertanyaan sulit, yang pada zaman dulu dikenal seba-
gai hiburan bagi raja-raja timur. Lihat saja jawaban-jawaban
yang diberikannya terhadap pertanyaan-pertanyaan ratu
Syeba, yang menyangka akan membuatnya bingung dengan
pertanyaan-pertanyaan itu. Sekarang di sini ia ingin memper-
lengkapi para pembacanya dengan talenta itu, sejauh dapat
berguna untuk tujuan-tujuan yang terbaik. Mereka akan
mengerti amsal, bahkan ibarat (KJV: tafsiran pen.), yang tan-
panya amsal itu seperti kacang yang belum dikupas. jika
mereka mendengar sebuah kata bijak, meskipun itu kiasan, me-
reka akan menangkap artinya, dan tahu bagaimana mengguna-
kannya. Perkataan orang bijak itu kadang-kadang seperti
teka-teki. Dalam surat-surat Rasul Paulus ada hal-hal yang
yang sukar dipahami. namun bagi mereka yang, sebab mema-
hami betul seluk-beluk Kitab Suci, tahu bagaimana menafsir-
kan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, mere-
ka akan tenang dan aman. Dengan begitu, jika kita bertanya ke-
pada mereka, Mengertikah kamu semuanya itu? mereka akan
menjawab, Ya, kami mengerti. Perhatikanlah, yaitu pujian
bagi agama jika orang yang jujur merupakan orang yang ber-
pengetahuan. Oleh sebab itu, semua orang baik harus berusaha
menjadi cerdas, dan menyelidiki segala sesuatu, dan berjerih
payah dalam menggunakan sarananya, agar pengetahuan mere-
ka bisa bertambah.
Peringatan-peringatan Orangtua
(1:7-9)
7 Takut akan TUHAN yaitu permulaan pengetahuan, namun orang bodoh
menghina hikmat dan didikan. 8 Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu,
dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu 9 sebab karangan bunga yang
indah itu bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu.
Salomo, sesudah mengambil tindakan untuk mengajarkan pengetahu-
an serta kebijaksanaan kepada orang muda, di sini membeberkan
dua aturan umum untuk dijalankan agar pengetahuan dan kebijak-
sanaan itu diperoleh. Kedua aturan itu yaitu takut akan Allah dan
hormat kepada orangtua. Dengan dua hukum moral dasar ini pulalah
Pitagoras memulai ayat-ayat emasnya, namun hukum pertamanya
secara menyedihkan masih dalam keadaan yang sangat buruk.
Primum, deos immortales cole, parentesque honora Pertama-tama
sembahlah dewa-dewi yang tidak bisa mati, lalu hormatilah orangtua-
mu. Untuk menjadikan orang muda sebagaimana mereka seharus-
nya,
I. Biarlah mereka memandang hormat kepada Allah sebagai yang
terutama bagi mereka.
1. Ia membeberkan kebenaran ini, bahwa takut akan TUHAN ada-
lah permulaan pengetahuan (ay. 7). Takut akan TUHAN yaitu
bagian utama dari pengetahuan (begitu arti tersiratnya). Takut
akan TUHAN yaitu kepala pengetahuan. Maksudnya,
(1) Dari segala hal yang harus diketahui, inilah yang paling
jelas, bahwa Allah harus ditakuti, harus dihormati, dilayani,
dan disembah. Ini benar-benar merupakan permulaan pe-
ngetahuan sehingga orang-orang yang tidak mengetahuinya
berarti tidak tahu apa-apa.
(2) Untuk memperoleh semua pengetahuan yang berguna, ini-
lah yang paling penting, bahwa kita takut akan Allah. Kita
tidak memenuhi syarat untuk mendapat keuntungan dari
didikan-didikan yang diberikan kepada kita jika pikiran
kita tidak dipenuhi dengan penghormatan yang kudus
akan Allah, dan jika setiap hal yang kita pikirkan tidak di-
tundukkan kepada-Nya. Barangsiapa mau melakukan ke-
hendak-Nya, ia akan tahu ajaran-Nya (Yoh. 7:17).
(3) Sama seperti semua pengetahuan kita harus timbul dari
takut akan Allah, demikian pula pengetahuan itu harus
mengarah pada takut akan Allah sebagai kesempurnaan
dan pusatnya. Orang-orang yang cukup berpengetahuan
yaitu orang yang tahu bagaimana takut kepada Allah,
yang berhati-hati dalam segala hal untuk menyenangkan-
Nya, dan yang takut akan menyakiti hati-Nya dalam hal
apa pun. Inilah Alfa dan Omega pengetahuan.
2. Untuk meneguhkan kebenaran ini, agar dalam segala pencari-
an kita akan pengetahuan kita diarahkan dan didorong oleh
mata yang tertuju kepada Allah, ia mengamati bahwa orang
bodoh (orang atheis, yang tidak percaya akan Allah) menghina
hikmat dan didikan. sebab tidak ngeri sama sekali terhadap
segala murka Allah, atau mempunyai keinginan sedikit pun
akan perkenanan-Nya, mereka tidak akan berterima kasih ke-
pada kita sebab telah memberi tahu mereka apa yang dapat
mereka lakukan agar terhindar dari murka-Nya dan menda-
patkan perkenanan-Nya. Orang-orang yang berkata kepada
Yang Mahakuasa, Pergilah dari kami, yang sama sekali tidak
takut akan Dia sehingga malah menantang-Nya, tidak akan
membuat kita terkejut jika mereka tidak ingin mengetahui
jalan-jalan-Nya, namun malah merendahkan didikan itu. Per-
hatikanlah, orang-orang bodoh yaitu mereka yang tidak
takut kepada Allah dan tidak menghargai Kitab Suci. Walau-
pun mereka mengaku-ngaku mengagumi kecerdikan, sebenar-
nya mereka yaitu orang-orang yang asing dan musuh-musuh
bagi hikmat.
II. Biarlah mereka menghormati orangtua mereka sebagai atasan
mereka (ay. 8-9): hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu. Mak-
sudnya, bukan saja ia ingin agar anak-anaknya sendiri mengikuti
dia dan apa yang dikatakannya kepada mereka, juga bukan hanya
ia ingin agar murid-muridnya, dan orang-orang yang datang ke-
padanya untuk diajar, melihatnya sebagai bapak mereka dan
mengikuti perintah-perintahnya sebagaimana layaknya anak-
anak, namun juga ia ingin agar semua anak patuh dan hormat
terhadap orangtua mereka, dan menuruti didikan budi pekerti
dan agama yang diberikan orangtua mereka kepada mereka, se-
suai dengan perintah kelima.
1. Ia menganggap benar bahwa orangtua, dengan segala hikmat
yang mereka miliki, akan mendidik anak-anak mereka, dan,
dengan segala wewenang yang mereka miliki, akan memberi-
kan aturan bagi anak-anak mereka demi kebaikan mereka.
Anak-anak yaitu makhluk-makhluk yang berakal, dan oleh
sebab itu kita tidak boleh memberi mereka aturan tanpa didik-
an. Kita harus menarik mereka dengan tali manusia, dan apa-
bila kita memberi tahu mereka apa yang harus mereka laku-
kan, kita juga harus memberi tahu mereka alasannya. namun
mereka rusak dan susah diatur, dan oleh sebab itu bersama-
sama dengan didikan diperlukan juga aturan. Abraham tidak
hanya mau mengajar, namun juga memerintah rumah tangga-
nya. Baik ayah maupun ibu harus berbuat semampu mereka
demi memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak
mereka, dan itu pun masih jauh dari cukup.
2. Ia memerintah anak-anak untuk menerima dan juga meng-
ingat pelajaran-pelajaran dan aturan-aturan baik yang diberi-
kan orangtua mereka kepada mereka.
(1) Untuk menerimanya dengan siap sedia: Dengarkanlah di-
dikan ayahmu. Dengarkanlah dan camkanlah itu. Dengar-
kanlah dan sambutlah itu, berterima kasihlah untuk itu,
dan tunduklah kepadanya.
(2) Untuk memegangnya dengan teguh: Jangan menyia-nyia-
kan ajaran mereka. Janganlah berpikir bahwa saat eng-
kau dewasa, dan tidak lagi diasuh para pembimbing dan
pengajar, engkau bisa hidup sesukamu. Tidak, ajaran ibu-
mu sesuai dengan ajaran Allahmu, dan oleh sebab itu ja-
nganlah pernah disia-siakan. Engkau dididik di dalam ja-
lan yang harus engkau tempuh, dan oleh sebab itu, saat
engkau tua, engkau tidak boleh meninggalkan jalan itu.
Sebagian orang mengamati bahwa jika etika orang-
orang bukan-Yahudi, dan hukum orang-orang Persia dan
Romawi, hanya memastikan agar anak-anak menghormati
bapak mereka, hukum ilahi menjamin penghormatan ke-
pada ibu juga.
3. Ia menyarankan didikan ini sebagai sesuatu yang sangat mulia
dan akan mendatangkan kehormatan kepada kita: Didikan-
didikan dan ajaran-ajaran orangtuamu, jika dijalani dan diha-
yati betul-betul, akan menjadi karangan bunga yang indah
bagi kepalamu (ay. 9; KJV: perhiasan indah bagi kepalamu
pen.), suatu perhiasan yang, dalam pandangan Allah, mahal
harganya, dan akan membuatmu tampak besar seperti orang-
orang yang mengenakan kalung emas di leher mereka. Biarlah
kebenaran-kebenaran dan perintah-perintah ilahi menjadi bagi
kita sebuah mahkota kecil, atau kalung lencana sebagai lam-
bang pangkat tertinggi. Marilah kita menghargainya, dan ber-
keinginan sangat untuk mengejarnya, maka kebenaran-kebe-
naran dan perintah-perintah ilahi itu akan menjadi mahkota
atau kalung lencana bagi kita. Orang-orang yang benar-benar
berharga, dan yang akan dihargai, yaitu mereka yang lebih
menghargai diri mereka sendiri berdasarkan kebajikan dan
kesalehan mereka dibandingkan berdasarkan kekayaan dan kehor-
matan duniawi mereka.
Peringatan-peringatan Orangtua
(1:10-19)
10 Hai anakku, jikalau orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah
engkau menurut; 11 jikalau mereka berkata: Marilah ikut kami, biarlah kita
menghadang darah, biarlah kita mengintai orang yang tidak bersalah, dengan
tidak semena-mena; 12 biarlah kita menelan mereka hidup-hidup seperti du-
nia orang mati, bulat-bulat, seperti mereka yang turun ke liang kubur; 13 kita
akan mendapat pelbagai benda yang berharga, kita akan memenuhi rumah
kita dengan barang rampasan; 14 buanglah undimu ke tengah-tengah kami,
satu pundi-pundi bagi kita sekalian. 15 Hai anakku, janganlah engkau hidup
menurut tingkah laku mereka, tahanlah kakimu dari pada jalan mereka, 16 ka-
rena kaki mereka lari menuju kejahatan dan bergegas-gegas untuk menum-
pahkan darah. 17 Sebab percumalah jaring dibentangkan di depan mata segala
yang bersayap, 18 padahal mereka menghadang darahnya sendiri dan mengin-
tai nyawanya sendiri. 19 Demikianlah pengalaman setiap orang yang loba akan
keuntungan gelap, yang mengambil nyawa orang yang mempunyainya.
Dalam perikop ini Salomo memberikan satu lagi aturan umum ke-
pada orang muda, agar mereka mencari tahu, dan tetap berjalan, di
jalan-jalan hikmat, dan aturan itu yaitu berjaga-jaga terhadap jerat
pergaulan buruk. Mazmur-mazmur Daud dimulai dengan peringatan
ini, dan demikian pula dengan amsal-amsal Salomo. Sebab tidak ada
hal lain yang lebih merusak, baik untuk ibadah yang hidup maupun
perilaku sehari-hari dibandingkan pergaulan yang buruk (ay. 10): Hai
anakku, yang aku kasihi dan aku peduli dengan sepenuh hati, jikalau
orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah engkau menurut.
Ini yaitu nasihat yang baik untuk diberikan orangtua kepada anak-
anak mereka saat mereka melepaskan anak-anak mereka ke dalam
dunia. Nasihat ini sama dengan nasihat yang diberikan Rasul Petrus
kepada orang-orang yang baru bertobat (Kis. 2:40), Berilah dirimu
diselamatkan dari angkatan yang jahat ini.
12
Amatilah:
1. Betapa giat orang fasik menggoda orang lain ke jalan-jalan si pem-
binasa: mereka akan membujuk. Orang-orang berdosa suka men-
cari teman di dalam dosa. Malaikat-malaikat yang jatuh menjadi
para penggoda hampir segera sesudah mereka berdosa. Mereka
tidak mengancam atau berbantah, namun membujuk dengan puji-
an dan kata-kata manis. Dengan umpan mereka menarik orang
muda yang tidak waspada kepada kail. namun mereka keliru jika
berpikir bahwa dengan membawa orang lain untuk ikut serta da-
lam kesalahan mereka, dan seolah-olah terikat pada tali mereka,
mereka sendiri akan membayar kurang dari yang seharusnya.
Sebab akan ada jauh lebih banyak hal yang harus mereka per-
tanggungjawabkan.
2. Betapa orang muda harus berhati-hati agar tidak tergoda oleh me-
reka: Janganlah engkau menurut, supaya sekalipun mereka
membujukmu, mereka tidak dapat memaksamu. Jangan berkata-
kata seperti mereka, dan juga jangan melakukan apa yang mereka
lakukan, atau apa yang diinginkan mereka untuk engkau laku-
kan. Jangan bersekutu dengan mereka.
Untuk memperkuat peringatan ini,
I. Ia menggambarkan penalaran-penalaran keliru yang digunakan
orang-orang berdosa dalam bujukan-bujukan mereka, dan tipu
muslihat yang mereka pakai untuk memperdaya jiwa-jiwa yang
tidak teguh. Ia berbicara secara khusus tentang penyamun di
tengah jalan, yang berbuat apa saja yang bisa mereka perbuat un-
tuk menarik orang lain ke dalam komplotan mereka (ay. 11-14).
Lihatlah di sini apa yang diinginkan mereka untuk diperbuat oleh
orang muda: Marilah ikut kami (ay. 11). Temanilah kami. Per-
tama-tama mereka berpura-pura tidak meminta lebih. namun per-
kenalan itu segera menuntut sesuatu yang lebih (ay. 14): Buang-
lah undimu ke tengah-tengah kami. Jadilah rekan kami, gabung-
kanlah kekuatanmu dengan kekuatan kami, dan marilah kita ber-
tekad untuk hidup dan mati bersama-sama: apa yang terjadi
padamu akan terjadi pada kami. Marilah kita membuat satu pun-
di-pundi bagi kita sekalian, supaya apa yang kita dapatkan ber-
sama-sama dapat kita habiskan bersama-sama pula dengan gem-
bira ria. Itulah yang mereka tuju. Dua hawa nafsu yang tidak
masuk akal dan tiada habisnya, yang mereka sangka akan di-
puaskan, dan yang dengannya mereka menjerat mangsa ke dalam
perangkap mereka yaitu :
1. Kekejaman mereka. Mereka haus darah, dan membenci orang-
orang yang tidak bersalah dan yang tidak pernah memanas-
manasi mereka. Mereka benci orang-orang itu sebab melalui
kejujuran dan ketekunannya, orang-orang itu mempermalu-
kan dan menghukum mereka. sebab itu, mereka berkata,
Oleh sebab itu, biarlah kita menghadang darah mereka, dan
mengintai mereka. Mereka sadar bahwa mereka tidak melaku-
kan kejahatan apa-apa, dan sebab itu tidak khawatir akan
bahaya apa pun yang mengancam, sehingga bepergian tanpa
senjata. sebab itu, kita akan memangsa mereka dengan lebih
mudah. Oh, betapa manisnya jika kita menelan mereka hidup-
hidup! (ay. 12). Orang-orang yang haus darah ini akan mela-
kukan hal ini dengan sama rakusnya seperti singa melahap
domba. Kalau ada yang berkeberatan, Jika korban dibiarkan
tersisa, maka pembunuhnya akan terungkap; mereka men-
jawab, Tidak perlu takut. Kita akan menelan mereka bulat-
bulat seperti orang yang terkubur. Siapa yang dapat me-
nyangka bahwa sifat manusia sudah merosot sedemikian jauh
sehingga yang satu merasa senang untuk menghancurkan
yang lain!
2. Ketamakan mereka. Mereka berharap mendapatkan banyak
jarahan dengannya (ay. 13): Kita akan mendapat pelbagai ben-
da yang berharga dengan mengikuti cara ini. Apa masalahnya
jika kita mempertaruhkan nyawa kita untuknya? Kita akan
memenuhi rumah kita dengan barang rampasan.
Lihatlah di sini:
(1) Gagasan mereka mengenai kekayaan duniawi. Mereka me-
nyebutnya benda yang berharga. Padahal itu bukanlah
benda yang sebenarnya dan juga tidak berharga. Itu hanya-
lah bayang-bayang, kesia-siaan, terutama apa yang didapat
dengan cara merampas (Mzm. 62:11). Itu seperti sesuatu
yang tidak ada, yang tidak akan memberikan kepuasan
penuh kepada manusia. Itu hal yang murah, sudah lazim,
namun, dalam pandangan mereka, itu berharga, dan oleh
sebab nya mereka mau mempertaruhkan hidup mereka,
dan mungkin jiwa mereka, untuk mengejarnya. yaitu ke-
salahan yang menghancurkan beribu-ribu orang bahwa me-
reka terlalu menghargai kekayaan dunia ini dan melihatnya
sebagai benda yang berharga.
(2) Kelimpahan harta yang mereka janjikan pada diri mereka
sendiri: kita akan memenuhi rumah kita dengannya. Orang-
orang yang hidup di dalam dosa menjanjikan banyak hal
bagi diri mereka sendiri, dan bahwa itu akan menjadi ke-
untungan yang berlimpah ruah (semua ini akan kuberikan
kepadamu, kata si pencoba). namun hanya dalam mimpi
mereka makan. Barang-barang segudang akan berkurang
bahkan tidak sampai segenggam, seperti rumput yang
tumbuh pada tembok.
II. Ia menunjukkan betapa merusaknya jalan-jalan ini sebagai alas-
an mengapa kita harus menjauhinya (ay. 15): Hai anakku, ja-
nganlah engkau hidup menurut tingkah laku mereka; janganlah
bergaul dengan mereka; jauhkanlah mereka sebisa mungkin dari-
padamu; tahanlah kakimu dari pada jalan mereka. Jangan men-
contoh mereka, dan jangan melakukan apa yang mereka laku-
kan. Seperti itulah kerusakan sifat kita, sampai-sampai kaki kita
begitu condong untuk melangkah di jalan dosa. Kalau perlu, kita
harus keras pada diri kita sendiri untuk menahan kaki kita agar
tidak ke sana, dan menegur diri kita sendiri jika suatu waktu kita
mengambil satu langkah saja ke arah sana.
Pertimbangkanlah:
1. Betapa merusaknya jalan mereka dengan sendirinya (ay. 16):
kaki mereka lari menuju kejahatan, menuju pada apa yang
tidak berkenan kepada Allah dan menyakiti manusia, sebab
mereka bergegas-gegas untuk menumpahkan darah. Perhati-
kanlah, jalan dosa yaitu jalan yang menurun. Manusia bu-
kan saja tidak dapat menghentikannya, namun juga, semakin
lama mereka berada di dalamnya, semakin cepat mereka ber-
lari, dan bergegas-gegas di dalamnya, seolah-olah mereka ta-
kut tidak dapat melakukan cukup banyak kejahatan dan ber-
tekad untuk tidak menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Mereka
berkata bahwa mereka akan terus melanjutkannya dengan
santai (biarlah kita menghadang darah, ay. 11), namun engkau
akan mendapati bahwa mereka semua bertindak dengan ter-
gesa-gesa, betapa hati mereka sudah kerasukan Iblis.
2. Betapa merusaknya akibat-akibat dari jalan itu nanti. Mereka
diberi tahu dengan jelas bahwa jalan fasik ini pasti akan
berakhir dengan kehancuran mereka sendiri, namun mereka
tetap bersikeras di dalamnya. Dalam hal ini,
(1) Mereka seperti burung yang bodoh yang melihat jaring ter-
bentang untuk menangkapnya. Namun percuma saja wa-
laupun ia melihat jaring. Ia terjerat di dalamnya sebab ter-
makan umpan, dan tidak mau memperhatikan peringatan
yang diberikan oleh matanya sendiri kepadanya (ay. 17).
namun kita tahu bahwa kita lebih berharga dari pada ba-
nyak burung pipit, dan oleh sebab itu harus lebih cerdik,
dan bertindak dengan lebih hati-hati. Allah telah memberi
kita hikmat melebihi burung di udara (Ayb. 35:11), jadi pan-
taskah jika kita berlaku sama bodohnya seperti mereka?
(2) Mereka lebih buruk dibandingkan burung-burung itu, dan tidak
mempunyai indra jasmani seperti yang kadang-kadang kita
pikir mereka punya. Sebab penangkap burung tahu bahwa
percuma saja membentangkan jaringnya di depan mata
segala yang bersayap, dan oleh sebab itu ia mempunyai
taktik untuk menyembunyikannya. namun orang berdosa
melihat kehancuran di ujung jalannya. Pembunuh, pen-
curi, melihat penjara dan tiang gantungan di depan mata
mereka, bahkan, mungkin mereka melihat neraka di ha-
dapan mereka. Para penjaga mereka memberi tahu mereka
bahwa mereka pasti akan mati. namun , itu tidak ada guna-
nya. Mereka bergegas menuju dosa, dan terus berbuat de-
ngan tergesa-gesa di dalamnya, seperti kuda yang melaju
ke medan perang. Sebab sesungguhnya b