Minggu, 29 Desember 2024

amsal 3

 


n orang baik, 

jalan yang sejak dulu ditempuh orang-orang baik. 

2. Sungguh bijaksana jika  kita menempuh jalan itu, meminta 

jalan lama yang baik itu dan berjalan di dalamnya (Yer. 6:16; 

Ibr. 6:12; 12:1). Janganlah kita sekadar menempuhnya untuk 

beberapa waktu, namun  biarlah kita senantiasa berjaga-jaga 

untuk tetap menjalaninya dan tidak pernah keluar darinya. 

Jalan-jalan orang benar yaitu  jalan kehidupan yang telah dan 

akan tetap ditempuh semua orang yang bijaksana. “Engkau 

boleh meniru orang-orang mulia itu, yakni para bapa leluhur 

dan nabi-nabi (demikianlah uskup Patrick membacanya secara 

bebas), dan dipelihara di dalam jalan-jalan orang benar yang 


 42

telah berjalan di dalamnya.” Kita bukan saja harus memilih 

jalan kita secara umum dengan mengikuti teladan baik orang-

orang yang dikasihi Allah, namun  juga mengambil petunjuk 

darinya dalam memilih jalan kita secara khusus. Amatilah 

jalurnya, dan ikutilah jejak kaki mereka. Di sini diberikan dua 

alasan mengapa kita harus memilih seperti itu:  

(1)   sebab  kesetiaan manusia akan menjadi pengukuhan 

mereka (ay. 21), pengukuhan atas 

[1] Kepribadian mereka: Orang jujurlah akan mendiami ta-

nah dengan damai dan tenteram sepanjang umur hidup 

mereka. Kelurusan hati mereka turut berperan dalam 

menciptakan keadaan itu,   sebab  ia menenteramkan pi-

kiran mereka, membimbing rencana mereka, mendapat-

kan kehendak baik sesama bagi mereka, dan membuat 

mereka berhak menerima perkenan Allah yang isti-

mewa. 

[2] Keluarga mereka: Orang yang tak bercelalah, melalui 

keturunan mereka, akan tetap tinggal di situ. Mereka 

akan berdiam dan tetap tinggal di Kanaan sorgawi sam-

pai selamanya, sementara Kanaan duniawi hanya meru-

pakan pelambang belaka. 

(2)   sebab  kejahatan manusia akan menjadi kehancuran mereka 

(ay. 22). Lihatlah apa yang akan terjadi atas orang fasik, yang 

memilih jalan orang yang jahat. Mereka akan dipisahkan, 

bukan saja dari sorga dengan semua pengharapannya kelak, 

namun  juga dari dunia ini sekarang ini, yang kepadanya hati 

mereka tertambat, yang di dalamnya mereka menyimpan harta 

mereka. Mereka menyangka telah berakar di dalamnya, 

padahal mereka dan juga keluarga mereka akan dicabut dari 

situ sebagai hukuman, supaya dunia ini memperoleh belas 

kasihan. Akan datang harinya saat  tidak ditinggalkannya 

akar dan cabang mereka (Mal. 4:1). Biarlah hikmat itu masuk 

ke dalam hati kita, dan menyenangkan jiwa kita, sehingga 

menjauhkan kita dari jalan yang akan berakhir seperti itu.   

PASAL  3  

asal ini merupakan salah satu pasal terunggul dari antara keselu-

ruhan kitab ini,   sebab  di dalamnya ada  alasan-alasan dan 

pengarahan yang mendorong kita supaya menjadi lebih saleh.  

I.  Kita harus setia menjalankan kewajiban kita   sebab  itulah 

jalan untuk mencapai kebahagiaan (ay. 1-4).   

II.  Kita harus menjalani kehidupan yang bergantung kepada 

Allah,   sebab  itulah jalan menuju keselamatan (ay. 5).  

III.  Kita harus selalu takut akan Allah   sebab  itulah jalan yang 

menguatkan (ay. 7-8).  

IV.  Kita harus melayani Allah dengan harta kita sebab itulah 

jalan yang memimpin kepada kesejahteraan (ay. 9-10).  

V.  Kita harus belajar dari kesukaran   sebab  itulah jalan untuk 

menjadi baik melaluinya (ay. 11-12).  

VI.  Kita harus bersusah payah mendapatkan hikmat   sebab  

itulah cara untuk memperolehnya dan mendapat keuntung-

an darinya (ay. 13-20).  

VII.  Kita harus selalu menguasai diri dengan aturan-aturan hik-

mat, aturan-aturan akal budi dan agama yang benar, sebab 

itulah jalan untuk menjadi tenteram (ay. 21-26).  

VIII. Kita harus berbuat kebaikan sebanyak mungkin, dan tidak 

boleh melukai sesama kita, sebab manusia akan mendapat 

balasan dari Allah sesuai dengan perilaku mereka, apakah 

mereka adil atau tidak, murah hati atau tidak, rendah hati 

atau sombong (ay. 27-35). 

Dari semuanya itu, tampaklah bahwa agama itu membuat manu-

sia diberkati dan menjadi berkat. 


 44

Persekutuan yang Dijalin oleh Hikmat 

(3:1-6) 

1 Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu 

memelihara perintahku, 2   sebab  panjang umur dan lanjut usia serta sejah-

tera akan ditambahkannya kepadamu. 3 Janganlah kiranya kasih dan setia 

meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada 

loh hatimu, 4 maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam 

pandangan Allah serta manusia. 5 Percayalah kepada TUHAN dengan segenap 

hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. 6 Akuilah 

Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. 

Di sini kita diajari supaya menjalani hidup ini dalam persekutuan 

dengan Allah. Tidaklah diragukan, agunglah misteri kesalehan ini. 

Dampaknya sangat besar bagi kita, sebagaimana yang ditunjukkan di 

sini. Kesalehan akan memberikan keuntungan yang tak terlukiskan 

bagi kita.  

I. Kita harus selalu memperhatikan ketetapan-ketetapan Allah (ay. 

1-2). 

1. Kita harus,  

(1) Menjadikan hukum dan perintah-perintah Allah sebagai 

peraturan teguh yang mengatur segala segi kehidupan kita 

dan yang selalu kita taati.  

(2) Mendalaminya, sebab tidak mungkin kita dikatakan melu-

pakan hal-hal yang tidak pernah kita ketahui.  

(3) Mengingat-ingatnya, supaya kita selalu siap untuk meng-

gunakannya saat  kesempatan itu datang. 

(4) Menaruh kehendak dan perasaan kita di bawah hukum dan 

perintah-perintah itu, dan menyelaraskan segala sesuatu 

dengannya. Baik kepala kita maupun hati kita, keduanya 

harus memelihara perintah Allah. Di dalam kepala dan hati 

kitalah kedua loh hukum Taurat harus disimpan, sebagai-

mana kedua loh itu ditaruh di dalam tabut perjanjian. 

2. Untuk mendorong kita supaya menundukkan diri di bawah 

batasan-batasan dan aturan dari hukum ilahi, di sini kita 

diyakinkan (ay. 2) bahwa berlaku seperti itu merupakan jalan 

untuk memperoleh umur panjang dan kemakmuran.  

(1) Itulah jalan untuk memperoleh umur panjang. Perintah-

perintah Allah akan menambahkan kepada kita panjang 

umur. Perintah-perintah itu juga akan menambahkan hi-

Kitab Amsal 3:1-6 

 45

dup kekal di sorga, umur panjang untuk seterusnya dan se-

lama-lamanya (Mzm. 21:5) bagi orang-orang yang menjalani 

kehidupan mereka dengan benar dan bermanfaat di dunia 

ini. Allah akan menjadi kehidupan dan umur panjang kita, 

dan masa itu memang merupakan kehidupan yang pan-

jang, dengan sebuah tambahan pula. Akan namun , oleh ka-

rena umur panjang mungkin dapat menjadi beban dan ke-

sukaran, maka di sini dijanjikan,  

(2) Bahwa jalan itu akan mudah untuk ditempuh, sehingga 

umur panjang pun tidak akan menjadi hari-hari yang ma-

lang, melainkan merupakan hari-hari yang penuh dengan 

kesenangan: sejahtera akan senantiasa ditambahkannya 

kepadamu. Seiring bertambahnya anugerah, damai sejah-

tera pun akan semakin bertambah. Dan damai sejahtera di 

atas takhta Kristus dan di dalam kerajaan-Nya, juga di 

dalam hati dan dunia ini, tidak akan berkesudahan.  Besar-

lah dan bertambah-tambahlah ketenteraman pada orang-

orang yang mencintai Taurat-Mu. 

II. Kita harus selalu mengindahkan janji-janji Allah yang menyertai 

ketetapan-ketetapan-Nya, dan yang akan diterima dan diperta-

hankan di dalam ketetapan-ketetapan-Nya itu (ay. 3): “Janganlah 

kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau, kasih Allah dalam 

janji-Nya, dan kesetiaan-Nya dalam memenuhi janji-Nya. Jangan-

lah kehilangan kedua hal itu, melainkan hiduplah dengannya dan 

peliharalah kepentinganmu di dalamnya. Janganlah melupakan 

kedua hal itu, namun  hiduplah dengannya dan terimalah penghi-

buran darinya. Kalungkanlah itu pada lehermu, sebagai hiasan 

yang terindah.” Memiliki  kasih dan setia Allah merupakan kehor-

matan terbesar yang bisa kita dapatkan di dunia ini. “Tuliskanlah 

itu pada loh hatimu, sebagai buah hatimu, sebagai bagianmu dan 

kesenangan yang paling manis. Nikmatilah saat-saat saat  eng-

kau menjalankan dan merenungkannya.” Atau, kasih dan setia 

itu bisa juga berarti kewajiban kita, kesalehan dan ketulusan kita, 

kemurahan hati terhadap sesama manusia dan kesetiaan ter-

hadap Allah. Biarlah semua itu menjadi pedoman-pedoman teguh 

bagi dirimu dan yang memerintah di dalam dirimu. Untuk me-

nguatkan kita dalam melakukannya, di sini kita diyakinkan (ay. 4) 

bahwa inilah cara untuk menyenangkan Sang Pencipta maupun 


 46

sesama makhluk ciptaan: maka engkau akan mendapat kasih dan 

penghargaan. 

1. Orang benar mencari kasih Allah sebagai hal yang utama dan 

selalu menginginkan penerimaan Tuhan sebagai kehormatan 

baginya. Oleh sebab itu, ia akan mendapatkan kasih itu, diser-

tai penghargaan. Allah akan memakai orang baik itu dengan 

cara yang terbaik, dan memberi kebaikan kepada apa yang dia 

katakan dan lakukan. Dia akan diakui sebagai salah satu dari 

anak-anak Hikmat, dan akan dipuji oleh Allah sebagai orang 

yang memiliki akal budi yang baik, yang biasa dilayangkan 

kepada semua orang yang melakukan perintah-Nya.   

2. Dia ingin mendapatkan kasih dari manusia juga (seperti yang 

didapat Kristus, Luk. 2:52), disukai oleh banyak sanak sau-

daranya (Est. 10:3), dan itulah yang akan ia dapatkan. Mereka 

akan memahaminya dengan baik, dan dalam segala tindakan-

nya terhadap mereka, dia akan memperlakukan mereka dengan 

bijak, bertindak cerdas dan penuh pertimbangan. Dia akan ber-

hasil (begitulah beberapa orang mengartikannya), dampak lum-

rah dari penghargaan yang didapatnya. 

III. Kita harus selalu memperhatikan pemeliharaan Allah, harus meng-

akui dan bergantung kepada pemeliharaan itu dalam segenap segi 

kehidupan kita, baik melalui iman maupun doa. 

1.  Dengan iman. Kita harus menaruh segenap keyakinan kita di 

dalam hikmat, kuasa dan kebaikan Allah, meyakinkan diri kita 

mengenai jangkauan pemeliharaan-Nya yang terulur kepada 

segenap mahkluk ciptaan-Nya beserta segala tindak tanduk 

mereka. Oleh   sebab  itu, kita harus percaya kepada TUHAN 

dengan segenap hati kita (ay. 5). Kita harus percaya bahwa Dia 

sanggup melakukan apa pun yang Ia kehendaki, dan bijak me-

lakukan yang terbaik. Kita juga harus percaya bahwa Ia sangat 

baik, sesuai dengan janji-Nya, untuk melakukan yang terbaik 

bagi kita, jika kita mengasihi dan melayani-Nya. Dengan sege-

nap hati yang tunduk dan puas, kita harus sepenuhnya meng-

andalkan Dia untuk menjalankan segala sesuatu bagi kita dan 

tidak bersandar kepada pengertian kita sendiri, seolah-olah 

kita mampu menyokong diri kita sendiri dan menyelesaikan 

semua tugas kita dengan baik tanpa pertolongan Allah. Orang-

Kitab Amsal 3:1-6 

 47

orang yang mengenal diri mereka sendiri dengan baik pastilah 

mendapati bahwa pengertian mereka hanyalah seperti buluh 

yang terkulai, yang pasti patah jika mereka bersandar kepada-

nya. Dalam segala tingkah laku kita, hendaknya kita tidak 

mempercayai pertimbangan kita sendiri, melainkan percaya 

akan hikmat, kuasa dan kebaikan Allah. Oleh   sebab  itu, kita 

harus mengikuti Sang Pemelihara dan tidak memaksakan 

kehendak kita sendiri. saat  kita berserah dan tidak ngotot 

melakukan sesuatu, biasanya hasilnya malah sangat baik.  

2. Dengan doa (ay. 6): Akuilah Allah dalam segala lakumu. Kita 

bukan saja wajib percaya, dalam pertimbangan kita, bahwa 

ada tangan Allah yang berkuasa mengatur dan menempatkan 

kita beserta segenap urusan kita, namun  juga harus mengakui 

dan melayangkannya kepada Allah dengan segala kesungguh-

an hati. Kita harus meminta izin dari-Nya dan tidak meren-

canakan sesuatu selain dari yang kita yakini diperbolehkan. 

Kita harus meminta nasihat dan memohon bimbingan-Nya, 

bukan hanya saat  sedang menghadapi perkara yang sulit 

saja (yaitu saat  kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, 

dan harus melayangkan pandangan kita ke arah-Nya), namun  

juga dalam segala hal, semudah apa pun perkara itu. Kita 

tetap harus mendoakannya kepada Allah mohon keberhasilan, 

  sebab  kita tahu bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk 

yang cepat. Kita harus memandang-Nya sebagai sumber dari 

segala pertimbangan kita, dan menantikan imbalan dari-Nya 

dengan sabar dan keberserahan yang kudus. Dalam segala 

laku kita yang lurus, mudah dan menyenangkan, yang mem-

beri kita kepuasan, kita harus mengakui Allah dengan segenap 

rasa syukur. Dalam segala laku kita yang menyakitkan dan 

menyulitkan, yaitu jalan yang dipagari dengan duri-duri, kita 

harus mengakui Allah dengan tunduk dan berserah diri. Mata 

kita harus selalu tertuju kepada Allah. Kepada Dialah kita 

harus menyatakan segala permintaan kita, dalam hal apa pun, 

sebagaimana Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadap-

an TUHAN, di Mizpa (Hak. 11:11). Untuk mendorong kita su-

paya berlaku demikian, di sini dijanjikan bahwa, “Ia akan 

meluruskan jalanmu, sehingga jalanmu akan berakhir dengan 

baik dan aman, dan perkaramu berakhir menyenangkan.” Per-

hatikanlah, orang-orang yang menempatkan diri mereka di 


 48

bawah bimbingan ilahi akan selalu mendapatkan keuntungan 

darinya. Allah akan memberi mereka hikmat yang bermanfaat 

untuk membimbing, sehingga mereka tidak akan menyimpang 

ke dalam dosa, dan akan mengatur segala sesuatu sedemikian 

bijaknya sehingga hal itu mendatangkan kebaikan bagi mere-

ka. Orang-orang yang setia mengikuti tiang awan dan api akan 

mendapati bahwa tiang-tiang itu menunjukkan jalan yang 

benar dan pada akhirnya akan membawa mereka ke tanah 

Kanaan, sekalipun pada mulanya mereka dibawa berkeliling. 

Persembahan kepada Allah 

(3:7-12) 

7 Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN 

dan jauhilah kejahatan; 8 itulah yang akan menyembuhkan tubuhmu dan 

menyegarkan tulang-tulangmu. 9 Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan 

dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, 10 maka lumbung-lum-

bungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahan-

mu akan meluap dengan air buah anggurnya. 11 Hai anakku, janganlah eng-

kau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-

Nya. 12   sebab  TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti 

seorang ayah kepada anak yang disayangi. 

Di sini kita mendapati tiga imbauan yang masing-masing disertai de-

ngan alasan yang kuat: 

 I. Kita harus menjalani hidup ini dengan kerendahan hati dan tun-

duk dengan patuh kepada Allah dan pemerintahan-Nya (ay. 7):  

“Takutlah akan TUHAN, sebagai Tuhan dan Tuanmu yang berdau-

lat penuh atas engkau. Dalam segala hal, taatilah agamamu dan 

tunduklah kepada kehendak ilahi.” Hal ini haruslah merupakan, 

1.  Tunduk dengan segala kerendahan hati: Janganlah engkau 

menganggap dirimu sendiri bijak. Perhatikanlah, tidak ada 

musuh yang lebih kuat terhadap kuasa agama dan rasa takut 

akan Allah di dalam hati dibandingkan  kecongkakan mengenai hik-

mat kita sendiri. Orang-orang yang mengandalkan kemampu-

an diri mereka sendiri menganggap bahwa memperhatikan dan 

mempertimbangan aturan-aturan keagamaan itu terlalu remeh 

dan hina untuk mereka lakukan, apalagi untuk merintangi diri 

mereka sendiri dengan aturan-aturan tersebut.  

2. Tunduk dengan kepatuhan: takutlah akan TUHAN dan jauhilah 

kejahatan. Berjaga-jagalah supaya tidak melakukan hal-hal

Kitab Amsal 3:7-12 

 49

 yang menyakiti hati-Nya atau membuatmu kehilangan pemeli-

haraan-Nya. Takut akan TUHAN yang membuat seseorang men-

jauhi kejahatan, merupakan hikmat dan akal budi yang sejati 

(Ayb. 28:28). Orang-orang yang memilikinya benar-benar bijak-

sana, yang menyangkal diri dan tidak menganggap diri mereka 

sendiri bijak. Untuk meneguhkan kita dalam menjalani kehi-

dupan dengan rasa takut akan Allah, di sini dijanjikan (ay. 8) 

bahwa hal itu sama bermanfaatnya dengan makanan bagi 

tubuh jasmani kita. Hikmat itu menyehatkan tubuh: itulah 

yang akan menyembuhkan tubuhmu. Hikmat juga menguatkan 

tubuh: itulah yang menyegarkan tulang-tulangmu. Kehati-hati-

an, kesabaran, penguasaan diri dan pengendalian pikiran, pe-

nguasaan nafsu dan gairah dengan baik, yang diajarkan oleh 

agama, tidak hanya cenderung memelihara kesehatan jiwa, 

namun  juga membentuk kebiasaan yang baik bagi tubuh, yang 

patut diingini. Tanpa semua itu segala kenikmatan di dunia ini 

akan terasa hambar. Iri hati membusukkan tulang. Duka lara 

dunia ini mengeringkannya. Akan namun , pengharapan dan 

sukacita di dalam Allah bagaikan sumsum yang menyegarkan 

tulang-tulang.  

II. Kita harus memanfaatkan harta benda kita dengan baik, dan itu-

lah jalan untuk menjadikannya bertambah-tambah (ay. 9-10). Di 

sini ada ,  

1. Ketetapan yang mengharuskan kita untuk melayani Allah 

dengan harta benda kita: Muliakanlah TUHAN dengan hartamu. 

Tujuan penciptaan dan penebusan kita yaitu  untuk meng-

hormati Allah, untuk menjadi kenamaan dan pujian bagi-Nya. 

Tidak ada cara lain bagi kita untuk dapat melayani-Nya, selain 

dengan menjadi kehormatan bagi-Nya. Kita harus menjunjung 

tinggi kehormatan-Nya, dan juga penghormatan yang kita mi-

liki bagi-Nya. Kita harus menghormati Dia, bukan saja dengan 

tubuh dan jiwa kita yang yaitu  kepunyaan-Nya, namun  juga 

dengan harta benda kita, sebab semua itu yaitu  milik-Nya 

juga: kita dan segenap milik kita harus diabdikan bagi kemu-

liaan-Nya. Kekayaan hanyalah sesuatu yang fana. Akan namun , 

biarpun begitu, kita tetap harus menghormati Allah dengan 

harta kita itu, sehingga kekayaan kita menjadi lebih berarti ka-

renanya. Kita harus menghormati Allah,  


 50

(1) Dengan penghasilan kita. saat  harta kita makin bertam-

bah, kita cenderung tergoda untuk memuliakan diri kita 

sendiri (Ul. 8:17) dan melekatkan hati kita pada dunia ini 

(Mzm. 62:11). Akan namun , semakin banyak Allah memberi, 

semakin giat pula seharusnya kita berusaha untuk meng-

hormati-Nya. Pertambahan hasil bumi ini dimaksudkan 

untuk membuat kita terus bergantung kepada Allah, sebab 

kita hidup dengan mengandalkan hasil tuaian setiap ta-

hunnya.  

(2) Dengan segenap penghasilan kita. Allah telah membuat kita 

makmur dalam segala hal, jadi kita pun harus menghor-

mati-Nya. Hukum kita menerapkan modus decimandi – cara 

untuk mempersembahkan perpuluhan, namun  tidak de non 

decimando – pengecualian dalam membayar persepuluhan. 

(3) Dengan hasil pertama dari segala penghasilan kita, seperti 

Habel (Kej. 4:4). Itulah isi seluruh hukum Taurat (Kel. 

23:19), dan kitab para nabi (Mal. 3:10). Allah, yang meru-

pakan yang pertama dan yang terbaik, harus juga menda-

patkan yang pertama dan yang terbaik dari segala sesuatu. 

Hak-Nya harus didahulukan dibandingkan  yang lain, dan oleh 

  sebab  itulah Dia harus dilayani terlebih dahulu. Perhati-

kanlah, sudah merupakan kewajiban kita untuk menjadi-

kan kekayaan duniawi kita alat bagi pelayanan agama kita, 

untuk memakainya dan memakai kepentingan kita di 

dalamnya demi memajukan agama. Kita juga wajib berbuat 

kebajikan bagi orang-orang miskin dengan apa yang kita 

punya, serta untuk selalu rajin melakukan pekerjaan yang 

saleh dan berderma, merancang hal-hal yang luhur. 

2.  Sebuah janji, yang mendatangkan minat bagi kita untuk mela-

yani Allah dengan harta kita. Itulah cara untuk membuat yang 

kecil menjadi banyak dan banyak lagi. Cara ini merupakan 

cara yang paling aman dan meyakinkan untuk mencapai ke-

makmuran: maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh 

sampai melimpah-limpah. Dia tidak berkata kantung-kantung-

mu, melainkan lumbung-lumbungmu, bukan sekadar cawan 

yang dipenuhkan, melainkan bejana pemerahan: “Allah akan 

memberkati engkau dengan kekayaan supaya engkau menggu-

nakannya, bukan untuk memamerkan dan menjadi perhiasan, 

melainkan supaya dipakai dan ditebarkan, bukan disimpan 

Kitab Amsal 3:7-12 

 51

dan ditumpuk.” Orang-orang yang berbuat baik dengan harta 

milik mereka akan mendapatkan lebih banyak lagi sehingga 

mereka bisa melakukan lebih banyak kebaikan. Perhatikanlah, 

jika kita memakai harta benda kita di dunia ini untuk mema-

jukan agama, maka kita akan mendapati bahwa agama kita 

sangat bermanfaat bagi kemakmuran kita di dunia ini. Kesa-

lehan menjanjikan hidup masa kini dengan banyak kenyaman-

an di dalamnya. Kita keliru jika menyangka bahwa memberi 

merupakan tindakan yang akan menjadikan kita miskin. 

Tidak, justru memberi bagi kehormatan Allah akan menjadi-

kan kita kaya (Hag. 2:20). Apa yang kita berikan akan kita 

dapatkan lagi. 

III. Kita harus berlaku benar di bawah segala kesukaran kita (ay. 11-

12). Inilah yang dikutip sang rasul (Ibr. 12:5), dan disebutnya 

sebagai nasihat yang berbicara kepada kita seperti kepada anak-

anak, dengan wewenang dan kasih seorang ayah. Kita berada di 

dunia yang penuh dengan kesukaran.  

Kini perhatikanlah: 

1. Apa yang harus kita jaga saat  kita mengalami kesukaran. 

Kita tidak boleh meremehkan atau menyerah oleh   sebab nya. 

Imbauan sebelumnya ditujukan bagi orang-orang yang kaya 

dan makmur, sedangkan yang ini untuk orang-orang yang 

miskin dan sedang mengalami kesukaran.  

(1) Kita tidak boleh meremehkan kesukaran, betapapun sing-

kat dan ringannya kesukaran itu, seolah-olah kesukaran 

itu tidak berharga untuk dipedulikan atau tidak didatang-

kan dengan suatu maksud, sehingga tidak perlu ditang-

gapi. Kita tidak boleh menjadi dingin, tegar tengkuk, dan 

kebal dalam menjalani kesukaran kita. Jangan sampai kita 

tidak peka dengan kesukaran itu dan mengeraskan diri 

kita saat mengalaminya, dan berpikir bahwa kita sanggup 

melaluinya dengan mudah tanpa Allah.  

(2) Kita tidak boleh menyerah oleh   sebab  kesukaran, betapa-

pun besar dan lamanya. Kita tidak boleh menjadi lemah di 

bawahnya, demikianlah sang rasul menyebutnya. Kita juga 

tidak boleh cabar hati, merasa putus asa dalam jiwa kita 

dan menyerah terhadap keputusasaan itu, atau memakai 


 52

cara yang menyimpang untuk mendapatkan kelegaan dan 

mengurangi kesedihan kita. Kita tidak boleh menganggap-

nya terlalu besar atau terlalu lama untuk dihadapi, dan 

tidak boleh berpikir bahwa pertolongan tidak akan pernah 

datang hanya   sebab  pertolongan itu tidak tiba secepat 

yang kita inginkan. 

2. Apa yang akan menjadi penghiburan kita saat kita berada 

dalam kesukaran.  

(1) Kesukaran itu merupakan peringatan ilahi untuk memper-

baiki kesalahan, hajaran dari Tuhan, sehingga merupakan 

alasan mengapa kita harus tunduk kepadanya (sebab 

bodoh sekali jika kita berani menantang Allah yang memi-

liki kedaulatan dan kekuasaan yang tidak tertandingi). Hal 

itu juga merupakan alasan mengapa kita harus berpuas 

diri di dalamnya, sebab kita yakin bahwa Allah yang begitu 

suci itu tidak bisa berbuat salah terhadap kita. Juga, Allah 

yang memiliki kebaikan tidak terbatas itu juga tidak ber-

maksud mencelakai kita. Kesukaran itu datang dari Allah, 

dan   sebab  itulah kita tidak boleh menyepelekannya. Se-

bab menghina seorang utusan berarti menghina tuan yang 

telah mengutusnya juga. Kesukaran itu berasal dari Allah, 

dan oleh   sebab  itulah kita tidak boleh jenuh menghadapi-

nya, sebab Dia sendiri tahu apa kita ini, apa yang kita 

butuhkan maupun apa yang sanggup kita tanggung.  

(2) Kesukaran itu merupakan hajaran seorang ayah. Hajaran 

yang tidak berasal dari keputusan seorang Hakim yang 

menuntut keadilan, namun  dari kasih sayang-Nya yang bijak 

sebagai seorang Bapa. Seorang ayah memberi hajaran ke-

pada anak yang dikasihinya, sebab dia sayang kepadanya 

dan menghendakinya supaya menjadi orang yang benar 

dan berhikmat. Dia bersuka dalam hal-hal yang baik dan 

benar dalam diri anak-Nya, dan   sebab  itulah Dia mem-

berinya hajaran untuk mencegah dan memulihkan hal-hal 

yang mencemarkannya dan menghalangi perkenanan-Nya 

terhadap dia. Demikianlah Allah telah berkata, “Barang-

siapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar” (Why. 3:19). Inilah 

yang menjadi penghiburan besar bagi anak-anak Allah, di 

tengah kesukaran yang mereka hadapi,  

Kitab Amsal 3:13-20 

 53

[1] Bahwa kesukaran itu bukan saja mengandung kasih-Nya, 

namun  bersumber dari kovenan (perjanjian) kasih-Nya.  

[2] Bahwa kesukaran itu tidak akan mencelakakan mereka 

sama sekali, malahan akan mendatangkan kebaikan bagi 

mereka melalui anugerah Allah yang bekerja melalui kesu-

karan itu, dan menjadi sarana bagi kebahagiaan mereka. 

Keluhuran Hikmat;  

Kebahagiaan Orang-orang yang Mendapat Hikmat   

(3:13-20) 

13 Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh 

kepandaian, 14   sebab  keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan ha-

silnya melebihi emas. 15 Ia lebih berharga dari pada permata; apa pun yang 

kauinginkan, tidak dapat menyamainya. 16 Umur panjang ada di tangan kan-

annya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan. 17 Jalannya yaitu  jalan 

penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata. 18 Ia menjadi pohon 

kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya 

akan disebut berbahagia. 19 Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar 

bumi, dengan pengertian ditetapkan-Nya langit, 20 dengan pengetahuan-Nya 

air samudera raya berpencaran dan awan menitikkan embun. 

Salomo telah benar-benar mendorong kita untuk mencari hikmat 

dengan bersungguh-sungguh (2:1, dst.), dan telah meyakinkan kita 

bahwa kita akan berhasil jika terus mencarinya dengan sungguh-

sungguh. namun  pertanyaannya yaitu , apakah gerangan yang akan 

kita dapatkan dari hikmat itu sesudah  kita berhasil menemukannya?  

Ketekunan pangkal keberhasilan. Oleh   sebab  itulah dia memperlihat-

kan kepada kita betapa besarnya keuntungan yang akan kita dapat-

kan, dengan cara memaparkan kebenaran yang tidak bisa disangkal 

lagi, yaitu berbahagialah orang yang menemukan hikmat, yaitu hikmat 

sejati yang berupa pengenalan akan Allah dan kasih kepada-Nya, serta 

ketaatan terhadap segala maksud dari kebenaran, pemeliharaan dan 

hukum-hukum-Nya.  

Kini perhatikanlah:  

I. Apa sesungguhnya makna menemukan hikmat itu sampai bisa 

membuat kita berbahagia   sebab nya. 

1. Kita harus mendapatkannya. Berbahagialah orang yang sete-

lah menemukan hikmat juga menjadikannya sebagai miliknya, 

yang mendapatkan keuntungan di dalamnya dan juga memi-


 54

likinya, yang menarik kepandaian (demikianlah arti kata asli-

nya), yaitu,  

(1) yang memperolehnya dari Allah. Oleh   sebab  dia tidak 

memiliki hikmat seperti itu di dalam dirinya sendiri, maka 

dia menimbanya dengan keranjang doa, dari sumber segala 

hikmat, yang memberikannya dengan murah hati.  

(2) yang bersusah payah mendapatkannya, seperti orang yang 

menggali bijih besi dari pertambangan. Jika hikmat itu 

tidak bisa diperoleh dengan mudah, maka kita harus me-

ngerahkan lebih banyak tenaga untuk mendapatkannya.  

(3) yang memanfaatkannya baik-baik, yaitu orang yang mem-

perdalam pemahamannya dengan terus bertumbuh di da-

lam pengetahuan dan melipatgandakan karunia yang ia 

miliki (melipatgandakan lima talenta menjadi sepuluh).  

(4) yang menggunakan hikmat itu untuk melakukan kebaikan, 

yang mengambil keluar dari perbendaharaannya, seperti 

mengeluarkan anggur dari gentongnya, dan menyampaikan 

harta yang baru dan yang lama itu kepada orang lain demi 

kebaikan mereka. Sesuatu yang diperoleh dengan baik dan 

untuk maksud yang baik yaitu  yang digunakan untuk 

tujuan yang baik. 

2. Kita harus menukarkan sesuatu untuk mendapatkannya. Di 

sini kita membaca mengenai hikmat sebagai sebuah usaha, 

yang menegaskan, 

(1) Bahwa kita harus menjadikannya sebagai urusan utama 

kita dan bukan hanya pekerjaan sampingan, seperti se-

orang pedagang yang menaruh seluruh perhatian dan wak-

tunya kepada barang-barang dagangannya.  

(2) Bahwa kita harus mempertaruhkan segalanya demi mem-

peroleh hikmat, seperti modal yang dipakai untuk berda-

gang, dan harus bersedia untuk melepaskan semuanya itu 

demi untuk mendapatkan hikmat. Inilah mutiara berharga 

yang jika kita temukan akan membuat kita rela menjual 

semua harta benda hanya untuk membelinya (Mat. 13:45-

46). Belilah kebenaran (23:23). Dia tidak mencantumkan 

berapa harganya, sebab kita harus membelinya, berapa 

pun harganya, dibandingkan  harus kehilangan hikmat. 

Kitab Amsal 3:13-20 

 55

3. Kita harus menggenggamnya erat-erat, seakan-akan sedang 

merengkuh sebuah tawaran baik yang ditawarkan kepada kita, 

yang pasti akan kita lakukan dengan semakin berhati-hati lagi 

jika ada risiko kehilangan tawaran itu. Kita harus mengerah-

kan segenap kekuatan kita dan berusaha dengan semampu 

kita untuk mengejar hikmat itu. Kita harus menggunakan se-

mua kesempatan untuk memanfaatkannya dan meraih prin-

sip-prinsip yang terkandung di dalamnya. 

4. Kita harus menyimpannya. Meraih hikmat saja tidaklah cu-

kup, namun  kita juga harus terus mempertahankannya dengan 

teguh, dengan tekad untuk tidak pernah kehilangan hikmat. 

Kita harus bertekun di jalan-jalan hikmat sampai pada kesu-

dahannya. Kita harus menanggungnya (demikianlah yang di-

artikan sebagian orang), harus merengkuhnya dengan segenap 

kekuatan kita, sebagaimana kita memeluk sesuatu yang ingin 

kita sokong. Kita harus berupaya semampu kita untuk mem-

pertahankan kepentingan-kepentingan agama yang kian me-

nurun di tempat kita berada. 

II. Kebahagiaan macam apa yang akan diperoleh orang-orang yang 

menemukannya. 

1. Kebahagiaan yang tidak terperikan, lebih dibandingkan  yang dapat 

ditemukan di dalam kekayaan di dunia ini, seandainya kita 

memiliki banyak kekayaan itu (ay. 14-15). Hikmat, Kristus, 

dan anugerah, serta berkat-berkat rohani bukan saja lebih ter-

jamin, namun  juga lebih menguntungkan untuk dicari bila di-

bandingkan dengan perak, emas, dan permata. Seandainya ada 

orang yang memiliki benda-benda itu dengan berkelimpahan, 

bahkan memiliki segala sesuatu yang diingininya di dunia ini 

(tapi siapakah yang benar-benar dapat memiliki semua itu?), 

namun,  

(1) Semua itu tidak akan mampu membeli hikmat sorgawi. 

Tidak, harta benda itu pasti akan dihina. Untuk gantinya 

tidak dapat diberikan emas murni (Ayb. 28:15, dst.).  

(2) Semua itu tidak akan menggantikan kekurangan hikmat 

sorgawi, juga tidak dapat dijadikan tebusan bagi jiwa yang 

terhilang oleh   sebab  kebebalannya sendiri.  


 56

(3) Di dunia ini, semua itu tidak akan membuat seseorang be-

gitu bahagia seperti orang-orang lain yang memiliki hikmat 

sejati, sekalipun mereka tidak memiliki harta benda terse-

but.  

(4) Hikmat sorgawi akan memberikan kepada kita dan men-

jamin harta yang tidak dapat dibeli dengan perak, emas 

ataupun permata.  

2. Kebahagiaan yang sejati, sebab kebahagiaan itu mencakup dan 

sama dengan segala sesuatu yang dapat menyenangkan ma-

nusia (ay. 16-17). Di sini hikmat, digambarkan sebagai seorang 

ratu yang cemerlang dan berkelimpahan, yang mengulurkan 

hadiah-hadiah kepada rakyatnya yang setia kepadanya dan 

yang mengasihinya, dan menawarkan semua itu kepada semua 

orang yang bersedia tunduk di bawah pemerintahannya.  

(1) Apakah umur panjang merupakan sebuah berkat? Ya, 

berkat yang paling berharga. Hidup ini mencakup semua 

hal yang baik, dan   sebab  itulah hikmat menawarkannya 

dengan tangan kanannya. Agama mengajari kita cara-cara 

terbaik untuk memiliki umur panjang dan melayakkan kita 

untuk menerima janji itu. Sekalipun jumlah hari kita di 

dunia ini sama dengan hari-hari yang dimiliki orang lain, 

namun  agama akan menjamin kehidupan yang kekal di 

dunia yang lebih baik lagi nanti.  

(2)  Apakah kekayaan dan kehormatan merupakan berkat juga? 

Begitulah, dan   sebab  itulah hikmat mengulurkannya de-

ngan tangan kirinya. Sebab, sebagaimana dia siap untuk 

merengkuh orang-orang yang tunduk kepadanya dengan 

kedua tangannya, demikianlah pula dia siap untuk mem-

berkati mereka dengan kedua tangannya itu. Mereka akan 

memiliki kekayaan dunia ini, sejauh yang dipandang baik 

oleh Sang Hikmat Tidak Terbatas. Sementara itu, kekayaan 

sejati yang membuat mereka kaya di hadapan Allah, 

disimpan baik-baik bagi mereka. Tidak ada kehormatan, 

baik yang diperoleh melalui kelahiran ataupun kedudukan, 

yang dapat menandingi kehormatan rohani, sebab kehor-

matan itu membuat orang benar lebih cemerlang dibandingkan  

orang-orang lain di sekeliling mereka. Kehormatan itu juga 

menjadikan mereka baik di hadapan Allah, menimbulkan 

Kitab Amsal 3:13-20 

 57

rasa hormat dan kekaguman dari orang-orang saleh lainnya 

di dunia ini, dan di dunia yang akan datang akan membuat 

segala hal yang kini tersembunyi menjadi bersinar terang 

bagaikan mentari. 

(3) Apakah kesenangan itu merupakan sesuatu yang paling di-

inginkan? Benar begitu, dan kesalehan sejati pastinya me-

ngandung kesenangan sejati terbesar. Jalannya yaitu  

jalan penuh bahagia. Kita akan mendapati jalan-jalan yang 

ia tunjukkan untuk kita jalani penuh dengan kesenangan 

dan kepuasaan. Segala kenikmatan dan hiburan lahiriah 

tidaklah sanggup menandingi kesenangan yang dimiliki 

oleh jiwa-jiwa yang penuh anugerah yang mereka dapatkan 

melalui persekutuan dengan Allah dan melakukan yang 

baik. Kita wajib menjalani satu-satunya jalan benar yang 

akan memimpin kita kepada tujuan akhir hidup kita, suka 

ataupun tidak, menyenangkan ataupun tidak. Walaupun 

begitu, jalan agama bukan saja jalan yang benar, namun  

juga jalan yang menyenangkan. Jalan itu mulus dan ber-

sih, dihiasi bunga-bunga yang indah: segala jalannya se-

jahtera semata-mata. Damai sejahtera tidak saja menanti di 

akhir perjalanan, namun  di sepanjang jalan. Bukan saja 

dalam jalan agama secara umum, namun  dalam setiap jalan 

kecil di dalamnya, dalam segala jalan setapaknya, segenap 

tindakan, contoh dan kewajiban di dalamnya. Yang satu 

tidak lantas memahitkan apa yang telah dimaniskan oleh 

yang lainnya, sebagaimana yang biasa terjadi dalam hal-hal 

di dunia ini. Sebaliknya, semuanya yaitu  damai sejahtera, 

yang tidak hanya manis, namun  juga aman. Para orang 

kudus memasuki damai sejahtera sorgawi ini, dan menik-

mati masa sabat kini.  

3. Kebahagiaan firdaus (ay. 18): Ia menjadi pohon kehidupan. Bagi 

jiwa, karunia sejati bagaikan pohon kehidupan, yang telah te-

renggut dari leluhur kita   sebab  mereka memakan buah dari 

pohon terlarang. Karunia itu merupakan benih kekekalan, 

sumber air hidup, memancarkan kehidupan abadi. Ia menjadi 

pertanda dari Yerusalem Baru, yang di tengah-tengahnya 

ada  pohon kehidupan (Why. 22:2; 2:7). Orang-orang yang 

makan dan berpesta dengan hikmat sorgawi ini bukan hanya 

akan dipulihkan dari segala penyakit mematikan, namun  juga 


 58

akan memperoleh obat penawar penuaan dan kematian. Mere-

ka akan memakannya dan hidup untuk selama-lamanya.  

4. Kebahagiaan itu merupakan bagian dari kebahagiaan di dalam 

Allah sendiri, sebab hikmat yaitu  kemuliaan dan keagungan 

abadi-Nya (ay. 19-20). Inilah yang harus membuat kita menga-

sihi hikmat dan pengertian yang diberikan oleh Allah, yaitu 

bahwa dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi, 

sehingga dasar bumi tidak dapat digoncangkan atau gagal 

memenuhi semua maksud penciptaan, yang telah disesuaikan 

dengan begitu luar biasanya. Dengan pengertian, Dia juga telah 

memasang langit dengan segala yang ada di sana dan meng-

arahkan segala pergerakannya dengan cara yang terbaik. Ben-

da-benda langit berukuran sangat besar, namun  tidak ada cacat 

di dalamnya. Jumlahnya juga banyak, namun  tidak ada keka-

cauan dalam penataannya. Pergerakannya cepat, namun  tidak 

pernah usang. Samudra raya berpencaran, dan dari sanalah 

muncul air di bawah cakrawala. Awan menitikkan embun, ya-

itu air dari atas cakrawala, dan semua itu terjadi oleh   sebab  

hikmat dan pengetahuan ilahi. Oleh   sebab  itu, berbahagialah 

orang yang menemukan hikmat, sebab dia akan sepenuhnya 

diperlengkapi untuk menghasilkan perkataan dan perbuatan 

yang baik. Kristus yaitu  Hikmat itu, oleh Dialah dunia dicip-

takan dan masih tetap ada. Oleh   sebab  itu, berbahagialah 

orang-orang yang memandang-Nya sebagai hikmat Allah, se-

bab Dia sanggup menepati janji-janji akan umur panjang, ke-

kayaan dan kehormatan. Sebab, segala kekayaan di sorga, 

bumi dan samudra raya yaitu  milik-Nya. 

Keluhuran Hikmat 

(3:21-26) 

21 Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari 

matamu, peliharalah itu, 22 maka itu akan menjadi kehidupan bagi jiwamu, 

dan perhiasan bagi lehermu. 23 Maka engkau akan berjalan di jalanmu de-

ngan aman, dan kakimu tidak akan terantuk. 24 Jikalau engkau berbaring, 

engkau tidak akan terkejut, namun  engkau akan berbaring dan tidur nyenyak. 

25 Janganlah takut kepada kekejutan yang tiba-tiba, atau kepada kebinasaan 

orang fasik, bila itu datang. 26   sebab  TUHANlah yang akan menjadi sandar-

anmu, dan akan menghindarkan kakimu dari jerat. 

sesudah  mengumandangkan ucapan bahagia bagi orang-orang yang 

tidak saja memegang hikmat, namun  juga berpegang kepadanya, di 

Kitab Amsal 3:21-26 

 59

sini Salomo mengimbau kita untuk mempertahankannya dengan me-

yakinkan kita bahwa dengan melakukannya, kita akan mendapatkan 

penghiburan. 

I. Imbauannya ialah untuk selalu mengarahkan pandangan pada 

peraturan-peraturan agama dan mengindahkannya di dalam hati 

(ay. 21). 

1. Untuk selalu mengarahkan pandangan pada peraturan-per-

aturan itu: “Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijak-

sanaan itu menjauh dari matamu. Jangan mengalihkan mata-

mu dari pertimbangan dan kebijaksanaan itu untuk mengejar 

kesia-siaan. Camkanlah kedua hal itu dalam benakmu, dan ja-

ngan pernah melupakannya. Pikirkanlah selalu keduanya. Per-

bincangkanlah, dan jangan pernah menganggap bahwa eng-

kau telah cukup memperhatikannya sehingga kini engkau bisa 

menyisihkannya. Sebaliknya, pelihara dan pupuklah keerat-

anmu dengan kedua hal itu selama engkau hidup.” Orang 

yang belajar menulis harus selalu menjaga salinan tulisannya 

itu dan tidak membiarkannya lepas dari matanya. Begitu pula-

lah orang-orang yang hendak menjalankan hidup dengan 

bijaksana harus mengindahkan kata-kata hikmat dengan cara 

yang serupa.  

2. Untuk selalu mengindahkannya di dalam hati. Sebab, di sana-

lah kita harus menyimpan kaidah-kaidah pertimbangan dan 

kebijaksanaan yang sehat, menaati kaidahnya dan berjalan 

seturutnya, yaitu di dalam perbendaharaan kita, manusia ba-

tiniah yang tersembunyi. Hal itu merupakan harta yang ber-

harga untuk disimpan baik-baik. 

II. Alasan untuk menekankan imbauan ini yaitu    sebab  adanya ke-

untungan luar biasa yang akan kita terima oleh   sebab  memeli-

hara hikmat. 

1. Berkaitan dengan kekuatan dan kepuasan: “Itu akan menjadi 

kehidupan bagi jiwamu (ay. 22). Hikmat akan menggiatkanmu 

untuk menunaikan tugasmu saat  engkau mulai malas dan 

lalai. Hikmat juga akan membangkitkanmu saat  engkau mulai 

lemah dan lunglai di bawah kesukaranmu. Hikmat akan men-


 60

jadi kehidupan rohanimu, awal dari kehidupan yang kekal.” 

Kehidupan jiwa sungguh merupakan kehidupan yang sejati. 

2. Berkaitan dengan kehormatan dan nama baik: Itu akan men-

jadi perhiasan bagi lehermu, layaknya kalung emas atau per-

mata. Perhiasan bagi rahangmu (demikianlah kata aslinya), 

lembut bagi indra pengecapmu dan menyenangkan (demikian-

lah yang diartikan oleh sebagian orang). Ia akan menyertakan 

kelembutan dalam segala perkataanmu (demikianlah yang di-

artikan oleh yang lain lagi), akan memperlengkapimu dengan 

perkataan baik yang akan membuatmu dihormati.  

3. Berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Salomo mene-

kankan hal ini dalam empat ayat, yang tujuannya yaitu  un-

tuk menunjukkan bahwa akibat kebenaran (yang di sini arti-

nya sama dengan hikmat) ialah ketenangan dan ketenteraman 

untuk selama-lamanya (Yes. 32:17). Orang-orang benar ada di 

bawah perlindungan istimewa Allah, dan di sana mereka dapat 

merasakan kepuasan sepenuh-penuhnya. Mereka aman dan 

tenteram, 

(1) Dalam tindak tanduk mereka setiap hari (ay. 23). Agama 

dapat menjadi penjaga kita bila kita berkawan dengannya: 

“Maka engkau akan berjalan di jalanmu dengan aman. 

Kehidupan alam dan segala isinya berada di bawah perlin-

dungan pemeliharaan Allah, sedangkan kehidupan rohani 

dan segala kepentingan di dalamnya, ada di bawah perlin-

dungan anugerah-Nya. Dengan demikian, engkau akan di-

jaga supaya tidak jatuh ke dalam dosa atau malapetaka.” 

Hikmat akan mengarahkan dan memelihara kita di dalam 

jalan yang aman, sejauh mungkin dari cobaan. Hikmat 

juga akan memampukan kita untuk berjalan di sana de-

ngan rasa aman yang kudus. Jalan penunaian tugas meru-

pakan jalan keselamatan. “Kita terancam jatuh, namun  hik-

mat akan memelihara engkau sehingga kakimu tidak akan 

terantuk akibat hal-hal yang menghambat dan membuat 

banyak orang tergelincir, sebab engkau akan tahu bagai-

mana melalui semua hal itu.”  

(2) Pada waktu mereka beristirahat di malam hari (ay. 24). 

Saat kita berbaring untuk beristirahat, saat itulah kita ra-

wan terhadap rasa takut. “namun , teruslah bersekutu de-

ngan Allah dan peliharalah hati nurani yang baik, sehingga 

Kitab Amsal 3:21-26 

 61

jikalau engkau berbaring, engkau tidak akan terkejut oleh 

  sebab  api, atau pencuri, atau marabahaya, atau kegentar-

an terhadap kegelapan, dengan mengetahui bahwa saat  

kita dan semua teman-teman kita terlelap, Dia, Penjaga 

Israel dan setiap orang Israel yang sudah lahir baru, tidak 

terlelap dan tidak tertidur, dan kepada-Nyalah engkau telah 

menyerahkan diri dan telah dibawa ke dalam naungan sa-

yap-Nya. Engkau akan berbaring, dan tidak perlu duduk 

untuk berjaga-jaga. sesudah  berbaring, engkau dapat tidur 

dan matamu tidak perlu terjaga   sebab  kekhawatiran dan 

ketakutan. Dan engkau akan tidur nyenyak. Tidurmu itu 

akan menyegarkanmu, sebab tidak ada gangguan dari luar 

maupun dari dalam” (Mzm. 4:9; 116:7). Cara untuk tertidur 

lelap yaitu  dengan memelihara hati nurani yang benar. 

Orang yang bijak dan saleh akan tertidur lelap, seperti 

orang yang bekerja keras. 

(3) Dalam impitan dan marabahaya terbesar yang mereka ha-

dapi. Kesetiaan dan hati yang lurus akan menjaga kita, se-

hingga kita tidak perlu takut kepada kekejutan yang tiba-

tiba (ay. 25). Petaka yang tidak disangka-sangka dan me-

ngejutkan, yang tidak memberi kita kesempatan untuk 

memperlengkapi diri dengan pertimbangan, biasanya akan 

membuat kita bingung. Akan namun , biarlah orang yang be-

nar dan bijak tidak hilang kendali, supaya tidak membiar-

kan jalan bagi rasa takut apa pun yang menyiksa, sekali-

pun petaka itu datang dengan begitu tiba-tiba. Biarlah dia 

tidak takut akan kebinasaan orang fasik, bila itu datang, 

artinya,  

[1] Kebinasaan yang ditimpakan orang-orang fasik terha-

dap agama dan orang-orang saleh. Sekalipun itu datang 

dan terlihat begitu dekat di ambang pintu, janganlah 

takut, sebab, sekalipun Allah bisa saja memanfaatkan 

orang fasik sebagai alat untuk menghajar umat-Nya, 

Dia tidak akan membiarkan mereka membinasakan 

umat-Nya. Atau lebih tepatnya hal itu berarti,   

[2] Kebinasaan yang akan menimpa orang fasik sebentar 

lagi. Kebinasaan itu akan datang, dan orang-orang sa-

leh yang rendah hati mungkin akan menyangka bahwa 


 62

mereka pun akan terseret di dalamnya. namun  biarlah 

ini menghiburkan mereka, yaitu sekalipun penghakim-

an meluluhlantakkan banyak orang, dan tampak mem-

babi buta, namun  Allah mengenal orang-orang kepunya-

an-Nya dan tahu bagaimana memisahkan yang berhar-

ga dan yang hina. Oleh   sebab  itu, janganlah takut 

terhadap hal-hal yang tampaknya dahsyat,   sebab  (ay. 

26) “TUHAN bukan saja akan menjadi  pelindung yang 

menjagamu, namun  juga sandaranmu yang memelihara-

mu tetap aman, sehingga kakimu tidak akan terjerat 

oleh para musuhmu, atau terjerat oleh ketakutanmu 

sendiri.” Allah pasti bertindak untuk meneguhkan kaki 

orang-orang kudus-Nya. 

Keadilan dan Kebaikan Dipuji-puji;  

Peringatan terhadap Kedengkian 

(3:27-35) 

27 Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak mene-

rimanya, padahal engkau mampu melakukannya.  28 Janganlah engkau ber-

kata kepada sesamamu: “Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,” 

sedangkan yang diminta ada padamu. 29 Janganlah merencanakan kejahatan 

terhadap sesamamu, sedangkan tanpa curiga ia tinggal bersama-sama de-

ngan engkau. 30 Janganlah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang, 

jikalau ia tidak berbuat jahat kepadamu. 31 Janganlah iri hati kepada orang 

yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satu pun dari jalannya, 32 

  sebab  orang yang sesat yaitu  kekejian bagi TUHAN, namun  dengan orang 

jujur Ia bergaul erat. 33 Kutuk TUHAN ada di dalam rumah orang fasik, namun  

tempat kediaman orang benar diberkati-Nya. 34 jika  Ia menghadapi pen-

cemooh, maka Ia pun mencemooh, namun  orang yang rendah hati dikasihani-

Nya. 35 Orang yang bijak akan mewarisi kehormatan, namun  orang yang bebal 

akan menerima cemooh. 

Hikmat sejati terdiri atas melakukan kewajiban kita terhadap manu-

sia, dan juga terhadap Allah, dengan jujur dan saleh. Oleh   sebab  

itu, di sini kita mendapati berbagai ketetapan hikmat yang sangat 

bagus, yang berkaitan dengan sesama kita.  

I. Kita harus memberikan kepada semua orang apa yang layak me-

reka terima, baik   sebab  alasan keadilan maupun untuk berder-

ma, dan tidak menunda-nunda untuk melakukannya (ay. 27-28): 

“Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak 

menerimanya (baik oleh   sebab  kurangnya kasih terhadap mereka 

atau justru kesukaan berlebih terhadap uangmu sendiri) padahal

Kitab Amsal 3:27-35 

 63

 engkau mampu melakukannya, sebab jika engkau tidak mampu 

melakukannya, maka engkau tidak diharapkan untuk melakukan 

kebaikan itu. Akan namun , engkau salah besar jika tidak melaku-

kan yang adil dan memperlihatkan belas kasihan dalam kelim-

pahanmu. Dan ini akan menjadi duka laramu yang terbesar, yaitu 

jika Allah tidak melakukan kebaikan terhadapmu, bukan supaya 

penghiburan dan kenyamanan hidupmu menjadi terbatas, namun  

  sebab  engkau tidak memberikan kepada orang lain apa yang 

menjadi hak mereka.” Janganlah menahannya. Hal ini menyirat-

kan bahwa kita dipanggil dan diharapkan supaya janganlah 

tangan kita tidak terulur dan pintu hati kita tertutup. Kita tidak 

boleh menghalangi orang lain untuk melakukannya, apalagi me-

nahan diri kita untuk melaksanakannya. “Jika yang diminta ada 

padamu hari ini, dan engkau mampu melakukannya, janganlah 

engkau berkata kepada sesamamu: Pergilah kali ini dan datanglah 

lagi di lain kesempatan, dan mari kita lihat apa yang bisa kulaku-

kan nanti. Besok akan kuberi, padahal engkau tidak tahu apakah 

engkau akan hidup sampai besok, atau apakah besok engkau 

akan memiliki apa yang diminta. Dengan demikian, janganlah se-

gan menghabiskan uang demi hal-hal yang berguna. Janganlah 

mencari-cari alasan untuk menghindar dari kewajiban yang harus 

dilakukan, dan janganlah senang membiarkan sesamamu terus 

ada dalam kesakitan dan kesesakan. Janganlah pula berlaku se-

perti seorang pemberi terhadap pengemis, dengan berlagak mem-

pertontonkan kuasa atas mereka. Akan namun , lakukanlah kebaik-

an terhadap orang-orang yang berhak menerimanya dengan hati 

yang siap dan riang, berdasarkan kesadaran hati nurani terhadap 

Allah,” terhadap tuan dan pemilik kebaikan itu (begitulah kata 

aslinya), kepada orang-orang yang berhak menerima kebaikan itu. 

Hal ini mewajibkan kita, 

1. Membayar lunas utang kita tanpa kecurangan, penipuan, atau 

penundaan.  

2. Membayar upah orang-orang yang telah bekerja untuk men-

dapatkannya.  

3. Menafkahi keluarga kita dan orang-orang lain yang bergantung 

kepada kita, sebab mereka layak mendapatkannya.  

4. Menunaikan kewajiban kita terhadap gereja dan negara, peja-

bat dan pelayan.  


 64

5. Siap sedialah melakukan tindakan persahabatan dan kemanu-

siaan, dan bersikap ramah dalam segala hal, sebab itulah hal-

hal yang diwajibkan oleh hukum perbuatan, sebagaimana kita 

ingin diperlakukan oleh orang lain.  

6. Berderma kepada kaum miskin dan orang-orang yang berke-

kurangan. Jika orang lain mengalami kekurangan dalam kehi-

dupan mereka, dan kita memiliki sarana untuk membantu 

mereka, kita harus menganggap mereka layak untuk mene-

rima kebaikan kita dan tidak menahan-nahannya. Derma dise-

but juga kebenaran, sebab derma yaitu  utang terhadap orang 

miskin, utang yang tidak boleh kita tunda-tunda pembayaran-

nya. Bis dat, qui cito dat – Orang yang segera memberi berarti 

memberi dua kali lipat. 

II. Kita tidak boleh merancangkan kecelakaan untuk menyakiti siapa 

pun (ay. 29): “Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesa-

mamu. Janganlah berikhtiar untuk melakukan kejahatan tersem-

bunyi terhadapnya, untuk mencelakai badannya, harta, nama 

baiknya, dan sebagainya, padahal dia hidup dengan tenteram di 

sampingmu tanpa pernah mengganggumu, tidak memendam iri 

hati atau mencurigaimu, dan dengan begitu dia tidak berprasang-

ka buruk terhadapmu.” Menjahati seseorang dengan semena-

mena merupakan pelanggaran hukum kehormatan dan persaha-

batan. Terkutuklah dia yang menikam sesamanya dari belakang. 

Jika kita dianggap baik oleh sesama kita dan mereka menyangka 

bahwa kita tidak akan mencelakai mereka, lalu kemudian kita 

mengambil kesempatan untuk menipu dan melukai mereka, maka 

itu yaitu  tindakan yang teramat hina dan tidak tahu berterima 

kasih. 

III. Kita tidak boleh mencari-cari pertengkaran dan perpecahan (ay. 

30): “Janganlah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang. 

Janganlah berusaha mendapatkan sesuatu yang bukan menjadi 

hakmu. Janganlah menganggap hal yang mungkin hanya kesa-

lahpahaman semata sebagai tindakan yang dapat memicu per-

tengkaran. Jangan merepotkan sesamamu dengan keluhan dan 

tuduhan macam-macam. Jangan menuntut mereka secara hu-

kum, padahal tidak ada kejahatan yang dilakukan terhadapmu 

atau tidak ada sesuatu yang layak diperdebatkan, atau masih ada 

Kitab Amsal 3:27-35 

 65

cara untuk menyelesaikannya secara damai.” Hukum haruslah 

menjadi jalan keluar terakhir, sebab hidup damai dengan semua 

orang bukan saja merupakan tugas kita, melainkan juga kepenting-

an kita sendiri. 

IV. Kita tidak boleh iri hati dengan kejayaan para pelaku kejahatan 

(ay. 31). Peringatan ini sama dengan peringatan yang telah sering 

kali ditekankan (Mzm. 37:1). “Janganlah iri hati kepada orang 

yang melakukan kelaliman. Meskipun dia kaya dan makmur, mes-

kipun dia hidup bergelimang kemudahan dan kenikmatan dan 

membuat semua orang di sekelilingnya terkagum-kagum dibuat-

nya, janganlah mengira bahwa dia bahagia, dan janganlah engkau 

ingin keadaanmu seperti dia. Janganlah memilih satu pun dari 

jalannya. Jangan meniru dia ataupun mengikuti caranya dalam 

memperkaya dirinya. Jangan pernah berpikir untuk melakukan 

apa yang dia lakukan, sekalipun engkau yakin a