Minggu, 14 Desember 2025

ilmuwan muslim 3

 


ijaksana, hati-hati, cerdik dan sukses 

serta seorang Muslim yang taat. Tetapi dia juga menciptakan warisan pelayanan publik 

yang eisien yang kelak menjadi legenda pemerintahan Islam Turki di kemudian hari. Dia 

menuliskan banyak pemikirannya tentang bagaimana cara mengatur pemerintahan dalam 

bukunya yang terkenal berjudul Seyasat-nameh (Kitab Siasat/Politik). Yang lebih penting 

lagi, ia menemukan sistem perguruan tinggi Nizamiyah.

72 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Menuju Kairo

Untuk sementara waktu, Kairo pastinya telah menjadi tempat terbaik—

dari daerah timur yang rusuh dan perpecahan di barat—dan kota itu me-

narik beberapa cendekiawan terhebat di zamannya, seperti ahli astronomi 

Ibnu Yunus dan ahli kedokteran Ibnu al-Haitsam. Kairo menjadi salah 

satu pusat kedokteran yang hebat dan akhirnya memiliki tiga rumah 

sakit besar: Rumah sakit Ibnu Tulun, salah satu rumah sakit Islam per-

tama yang didirikan pada tahun 872; rumah sakit terkenal al-Mansuri di 

mana Ibnu al-Nais menjadi ”Kepala Dokter” di abad ke-13; dan rumah 

sakit Qalawun yang didirikan oleh Sultan Qalawun di tahun 1284 dan 

bertahan selama 650 tahun sampai dihancurkan di awal abad ke-20. 

Bagian kompleknya itu masih bisa dilihat sekarang.

Tentu saja rumah sakit sudah ada sejak sebelum Islam tetapi karena 

Islam mewajibkan pemeliharaan kesehatan berarti rumah sakit Islam per-

tama mendapatkan dana yang cukup besar dari para pemberi dana. Tuju-

annya adalah mendirikan rumah sakit yang menjadi contoh perawatan 

kesehatan di zaman itu dan, yang mengejutkan adalah penataannya ter-

nyata modern.

Dari berbagai catatan, kita tahu bahwa rumah sakit itu memiliki ben-

tuk pasilang dan dibagi menjadi berbagai bangsal di mana para pasien 

dipisahkan berdasarkan jenis penyakit yang diidapnya. Orang-orang yang 

sakit jiwa dijauhkan dari mereka yang memiliki penyakit isik dan pria 

ditempatkan terpisah dengan wanita. Lalu ada unit terpisah untuk para 

pasien dengan gangguan mata, keluhan perut, dan mereka yang mem-

butuhkan pembedahan. Para dokter rumah sakit saat itu mulai memiliki 

spesialisasinya dan catatan di rumah sakit Qalawun menunjukkan bahwa 

rumah sakit itu mempekerjakan dokter, ahli bedah, dan ahli mata, dan 

juga petugas administrasi, perawat, akuntan, dan petugas non-medis. Me-

nurut sebuah laporan, banyak pasien baru yang dirawat setiap harinya. 

Kalau seseorang meninggal saat dirawat di rumah sakit, pemerintah akan 

membayar biaya penguburannya.

Kairo juga merupakan lokasi universitas Al-Azhar, didirikan oleh Di-

nasti Fatimiyah. Para ahli sejarah memperdebatkan utang budi univer-

sitas-universitas Eropa kepada universitas-universitas Islam yang lebih 

73 Setelah Dinasti Abbasiyah Berlalu

tua ini tetapi yang jelas universitas-universitas Isalam adalah pelopor 

perguruan tinggi. Universitas Al-Azhar awalnya berupa mesjid yang di-

desain untuk pendidikan tetapi kurikulumnya pelan-pelan meluas ke 

berbagai macam bidang. Para mahasiswa bersedia menempuh perjalanan 

jauh untuk belajar di Al-Azhar.

Pada tahun 1005, Khalifah al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah mem-

berikan Kairo Dar al-Hikma (Rumah Pengetahuan) sendiri. Bangunan ini 

adalah akademi untuk mengajarkan astronomi, matematika, ilmu kedok-

teran, dan astrologi; tetapi juga mengajarkan keyakinan Syiah yang dianut 

penguasa Fatimiyah—yang kadang-kadang menimbulkan penolakan dari 

masyarakat Sunni yang lebih dominan. Tak lama, Kairo juga telah men-

dirikan tempat perdebatan intelektualnya, dijalankan oleh al-Hakim dan 

penerusnya.

Kegilaan Ibnu al-Haitsam

Al-Hakim adalah salah satu sosok yang dipandang dengan berbagai pen-

dapat dan sampai sekarang para penulis golongan Ismailiyah mengatakan 

bahwa dia digambarkan dengan tidak adil oleh para musuhnya. Biasanya, 

dia digambarkan sebagai penguasa yang aneh dan kejam. Namun semua 

berbagai gambaran itu berasal dari sumber yang menentang aliran Ismai-

liyah yang dianut oleh al-Hakim.

Salah satu cerita tentang al-Hakim adalah hubungannya dengan sang 

dokter Ibnu al-Haitsam. Di Mesir, meluapnya Sungai Nil yang terjadi se-

tiap tahun adalah berkah sekaligus kutukan. Banjir membawa air untuk 

lahan pertanian dan lumpur yang subur untuk menanam tanaman, na-

mun banjir itu juga menyebabkan kehancuran yang luas. Nilometer yang 

menakjubkan yang dibangun oleh bangsa Mesir untuk memeriksa tinggi 

air sungai menjadi saksi atas betapa seriusnya dan ilmiahnya mereka da-

lam menghadapi masalah ini. Saat masih bekerja di Basrah, al-Haitsam 

mendapatkan rencana untuk menangani banjir sungai Nil dengan mem-

bangun bendungan di hulu sungai. Al-Hakim mendengar rencana Ibnu al-

Haitsam dan membawanya ke Kairo untuk melaksanakan pembangunan 

bendungan itu. Ibnu al-Haitsam tiba dan segera menelaah keadaan su-

74 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

ngai. Pada saat mencapai Aswan, dia menyadari bahwa Sungai Nil ter-

lalu lebar untuk bisa dibendung dan rencananya tidak akan berhasil.

Ceritanya tidak berhenti di situ. Dia lalu kembali menemui Sang 

Khalifah dan mengungkapkan kepadanya bahwa rencana itu pasti gagal, 

tetapi karena takut akan kemurkaan al-Hakim yang cepat naik darah, 

Ibnu al-Haitsam berpura-pura gila, melakukan berbagai hal yang bahkan 

lebih aneh dari sang Khalifah sendiri. Itu ide penuh risiko tetapi ocehan 

ngawur Ibnu al-Haitsam dan seringnya berpura-pura pingsan rupanya te-

lah meyakinkan sang Khalifah, lalu Ibnu al-Haitsam ditempatkan dalam 

tahanan rumah di Al-Azhar di Kairo. Di sini, ketenangan dan kedamaian 

serta lindungan dari adik perempuan al-Hakim yang bernama Siti al-Mu-

luk memberinya kesempatan untuk menghasilkan karyanya yang brilian 

dalam bidang optika. Tidak mungkin kita mengetahui kebenaran cerita 

ini tetapi keberhasilan ilmiah al-Haitsam tidak mungkin diperdebatkan 

lagi.

Kairo tidak kebal terhadap perpecahan antar-golongan umat Islam 

tetapi pada saat yang bersamaan berbagai khalifah yang berbeda telah me-

nemukan alat pemersatu dalam bentuk penentangan atas Perang Salib. 

Pada tahun 1171, Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) menumbangkan 

Dinasti Fatimiyah dan menyatukan semua kekuatan Islam untuk mengusir 

Tentara Salib. Namun, Kairo dan Mesir masih relatif aman dibandingkan 

dengan apa yang terjadi di bagian timur dunia Islam.

Kedatangan Bangsa Mongol

Tahun 1219 Jenghis Khan dan tentara Mongolnya menguasai Cina de-

ngan cepat dan mudah, kemudian mengarah ke barat. Dengan pasukan 

yang mencapai 800.000 orang, banyak di antaranya yang sangat andal 

dalam menunggang kuda, bangsa Mongol tak terhentikan.

Bukhara segera dilibas dan saat mencapai kota universitas Nishapur, 

pembantaian yang terjadi sungguh mengerikan. Pria, wanita, dan anak-

anak di kota itu dipenggal kemudian dikeluarkan isi perutnya. Di kota-

kota lain yang jatuh ke tentara Mongol, orang-orang dikumpulkan dan 

dibantai untuk kesenangan mereka. Mereka yang selamat dari pembantaian 

75 Setelah Dinasti Abbasiyah Berlalu

itu menghadapi kelaparan selama bertahun-tahun karena bangsa Mongol 

menghancurkan qanat, terowongan yang menyediakan air untuk sawah.

Saat Jenghis mundur, umat Islam mungkin menghela napas lega. Te-

tapi tentara Mongol belum selesai. Tahun 1256 dan 1258 mereka kembali, 

kini dipimpin oleh cucu Jenghis yaitu Hulaku. Kali ini, bahkan Baghdad 

tidak selamat. Mengabaikan peringatan sang Khalifah bahwa kematiannya 

akan menyebabkan kekacauan di dunia, tentara Mongol memasuki kota, 

membunuh sang Khalifah, dan membantai ratusan ribu rakyatnya.

Tidak ada yang tahu seberapa banyak warga di imperium Islam yang 

mati di tangan bangsa dari timur ini, atau seberapa banyak yang meninggal 

karena kelaparan, tetapi perkiraan mencapai jutaan orang. Salah seorang 

ahli sejarah menyatakan bahwa pukulan itu sangat membinasakan se-

hingga populasi membutuhkan waktu seribu tahun untuk bisa kembali ke 

awal. Perkiraannya tidak begitu meleset. Populasi wilayah itu akhirnya 

mencapai zaman sebelum Mongol hanya beberapa dasawarsa yang lalu.

Pembantaian di tahun-tahun itu masih tertanam dalam ingatan orang-

orang di wilayah ini. Namun masih ada invasi yang mematikan dari timur 

di tahun 1384. Kali ini pasukan Tartar di bawah pimpinan Timur Lenk 

yang Agung, yang meninggalkan tumpukan kepala di lapangan di Isfahan, 

dan lainnya di Baghdad, yang telah dibangun dengan susah payah satu 

abad setelah penghancuran oleh bangsa Mongol.

Kelangsungan Hidup

Sungguh mudah untuk berpikir bahwa berbagai trauma yang tidak ter-

bayangkan ini telah menyebabkan kematian sains dan kebudayaan Islam. 

Tetapi, luar biasanya, ternyata tidak. Sebagai contohnya, Hulaku Khan, 

penghancur Baghdad, masuk Islam dan menjadi pelindung salah satu 

ahli astronomi Muslim terhebat yaitu Nasir al-Din al-Tusi; sementara di 

Iran, saat pembantaian telah dihentikan, Timur Lenk dan penerusnya 

memimpin kebudayaan Iran yang terus berkembang. Memang, beberapa 

keberhasilan ilmiah abad pertengahan Islam yang terhebat terjadi setelah 

invasi bangsa Mongol dan Tartar.

Namun tidak diragukan lagi bahwa berbagai peristiwa yang mengerikan 

76 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

itu telah meninggalkan kesan mendalam dan lama dalam masyarakat 

Muslim. Kesuksesan Islam dan keberhasilan intelektual yang menjulang 

tinggi pada tahun-tahun sebelumnya sepertinya telah memberi kesan 

bahwa Tuhan berada di pihak umat Muslim. Ini adalah keyakinan—pemi-

kiran bahwa mereka harus menjelajahi, mengetahui dunia—yang membuat 

para ilmuwan era-Islam bisa meraih kesuksesan yang besar. Trauma peng-

hancuran Baghdad telah menjatuhkan keyakinan itu. Dan walaupun ma-

sih banyak kejayaan ilmiah individu yang tercipta, lebih banyak lagi 

keberhasilan penting lainnya dalam ilmu pengetahuan, namun mungkin 

energi dan dorongan yang sama tidak pernah bangkit kembali dari setiap 

lapisan masyarakat, dari Khalifah sampai rakyat jelata, yang pernah ada 

dalam tujuh abad pertama sejarah Islam.

Bagian II

Cabang-Cabang Ilmu


8Karunia Terbaik dari Allah

Karunia terbaik dari Allah adalah kesehatan. 

Semua orang harus mencapai hal itu dengan memeliharanya 

saat sekarang dan di masa yang akan datang.

Sabda Nabi Muhammad SAW tentang kesehatan

Sungguh jarang bidang sains, pelayanan masyarakat, dan kewajiban ke-

agamaan bekerja sama sedemikian dekat dan produktifnya di awal Islam 

selain di ilmu kedokteran.

Nabi Muhammad SAW sering menekankan pentingnya kesehatan 

dan makan yang sehat. Dia juga mendorong masyarakat untuk mencari 

perawatan dokter dan menurut riwayat pernah bersabda: ”Berobatlah, 

karena Allah tidak pernah menciptakan penyakit tanpa menyediakan 

obat untuk penyakit itu kecuali satu penyakit—usia tua.” Dan dengan 

mewajibkan zakat, salah satu rukun Islam, Nabi Muhammad mendorong 

para dokter untuk merawat mereka yang sakit dan orang-orang kaya un-

tuk membayar biayanya.

Tentu saja ada alasan yang lebih praktis untuk mengembangkan ilmu 

kedokteran di imperium baru itu. Sebagai contoh, sering ditemui luka 

peperangan sebagaimana penyakit sistem pencernaan dan infeksi—yang 

ditularkan, seperti di zaman sekarang, bersamaan dengan pergerakan 

orang-orang melintas perbatasan, dan masuk ke dalam berbagai kota Islam 

baru seperti Baghdad. Namun sejumlah imperium lain sebelum imperium 

Islam pun memerlukan ilmu kedokteran namun tidak menyediakannya. 

Yang mungkin membedakan Islam saat itu adalah keikhlasan orang-orang 

kaya untuk membayar biaya kesehatan, entah karena alasan agama, sosial, 

80 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

atau politik. Selain itu, alasan keagamaan juga menyebabkan banyak 

orang terjun ke dalam profesi kedokteran ini—begitu pula kegairahan 

dalam pencarian ilmu dan prospek karier yang menggiurkan.

Tentu saja banyak dukun dan tukang sihir di zaman itu, tetapi juga 

banyak para dokter. Beberapa di antaranya berada di garis depan pene-

litian dan praktek. Lainnya hanya melakukan sesuai kemampuannya de-

ngan menggunakan peralatan yang mereka miliki. Kombinasi keduanya 

menyebabkan masyarakat di imperium Islam memiliki perawatan kesehat-

an yang sama bagusnya, bahkan mungkin lebih bagus, dibandingkan de-

ngan berbagai imperium sebelum mereka.

Jelas tidak cocok untuk membandingkan luasnya lingkup dan keefek-

tifan pengobatan di zaman dahulu dengan apa yang kita miliki sekarang. 

Dan dunia Islam bukanlah yang pertama mendirikan rumah sakit. Namun 

sejumlah rumah sakit yang ada saat itu cukup maju dan para dokter di 

zaman Islam seringkali menyediakan pengobatan yang efektif. Satu hal 

yang pasti adalah ilmu kedokteran yang berasal dari zaman Islam masuk 

ke Eropa di abad-abad selanjutnya, mungkin lebih banyak dibandingkan 

ilmu pengetahuan Islam lainnya. Serangkaian buku karya dokter dan 

ahli bedah seperti Hunayn bin Ishaq, Ibnu Sina, dan al-Zahrawi sudah 

banyak digunakan di berbagai universitas di Eropa selama berabad-abad. 

Popularitas mereka menurun setelah dasar teori yang digunakan, yaitu 

teori empat cairan tubuh (humour), digantikan oleh teori kuman penya-

kit.

Warisan Yunani

Pada awal era Islam, selain metode pengobatan khas Arab, juga digunakan 

berbagai metode pengobatan lain, dan secara bersama-sama digunakan 

untuk melayani berbagai kota yang tumbuh besar di seluruh kekhalifahan. 

Di Gundeshapur di Persia Sassaniyah, sebagai contohnya, pelarian Persia 

dan Kristen Nestorian dari kekaisaran Byzantium telah mendirikan se-

buah sekolah kedokteran yang terkemuka. Beberapa dokternya pindah ke 

Damaskus dan Baghdad untuk mendirikan dinasti kedokteran elite di tem-

pat itu. Tetapi pengaruh terbesar adalah Helenistik—pengobatan bangsa 

81 Karunia Terbaik dari Allah

Yunani, yang hari ini masih dipraktekkan di banyak tempat di Asia Se-

latan, dan dikenal dengan nama Unani yang berarti ”Yunani”.

Berbagai pemikiran Yunani kuno menjadi inti pengobatan Islam 

dan saat pergerakan penerjemahan dimulai, banyak catatan kedokteran 

Yunani yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab.

Salah satu karya kedokteran Yunani yang paling berharga adalah de 

Materia Medica yang ditulis di abad ke-1 oleh dokter bedah Yunani yang 

bertugas di ketentaraan Romawi bernama Dioscorides. Buku-buku Dios-

corides menjadi pedoman obat-obatan dan berbagai jenis tanaman yang 

bisa dijadikan obat. Tetapi dokter Yunani yang paling berpengaruh saat 

bekerja untuk Roma adalah Galenus, yang berlembar-lembar tulisannya 

melingkupi seluruh bidang kedokteran dan menjadi pedoman yang leng-

kap tentang teori dan praktek bagi setiap dokter setelahnya.

Dilahirkan di Pergamon di Turki, Galenus berangkat ke Roma saat 

masih muda, di mana keahliannya sebagai dokter langsung menyebabkan 

dirinya ditempatkan di dalam pasukan, tempat dia mendapatkan reputasi 

sebagai dokter terhebat di ilmu kedokteran Barat selama 1.300 tahun.

Karena tidak diizinkan membedah tubuh manusia, Galenus mempela-

jari anatomi manusia dari luka para gladiator dan dengan membedah 

monyet, domba, babi, kambing, dan bahkan gajah. Dengan cara itu dia 

mempelajari tentang sistem saraf dan menciptakan sistem pengobatan 

yang lengkap yang dijadikan standar sampai beberapa abad lampau. Ia 

tidak terkenal sebagai orang yang rendah hati. Menyadari pengaruhnya 

yang besar, dia menulis: ”Jasaku dalam ilmu kedokteran sama besarnya de-

ngan apa yang diberikan Trajanus terhadap kekaisaran Romawi saat dia 

membangun jalanan dan jembatan. Hanya aku, aku sendirian saja, yang 

telah mengungkapkan ilmu kedokteran sejati. Perlu diakui bahwa Hippo-

krates yang merintis jalur ini… tetapi aku yang membuatnya bisa dilalui.”

Namun, walaupun Galenus mempelajari ilmu anatomi, nyatanya penge-

tahuan anatominya berasal dari binatang dan bukannya manusia, dan dia 

membuat berbagai kesalahan mendasar. Namun statusnya cukup terpan-

dang sehingga seribu tahun kemudian banyak dokter—termasuk mereka 

yang berasal dari era Islam—bersikeras bahwa jika Galenus mengatakan 

suatu hal, maka hal itu pasti benar, bahkan bila ajarannya bertentangan 

dengan bukti yang ada di hadapan mereka.

82 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Memperbarui Galenus

Namun tidak semua ilmuwan kedokteran Islam terpukau dengan Galenus. 

Saat para cendekiawan awal abad ke-9 seperti Hunayn bin Ishaq mener-

jemahkan sejumlah karya Galenus ke bahasa Arab, karya-kara tersebut 

segera menjadi pedoman dalam bidang ilmu kedokteran. Namun, tanpa 

memandang status Galenus, para pembaca karya terjemahan Ibnu Ishaq 

segera bertanya-tanya apakah Galenus selalu benar dalam segala hal. 

Muncul pemikiran bahwa dokter terhebat Yunani itu pun bisa membuat 

kesalahan.

Kita sudah melihat bagaimana Hunayn membuat beberapa perbaikan 

kecil saat memperbarui karya Galenus dalam anatomi mata. Namun tan-

tangan besar pertama kepada Galenus datang dari dokter Persia yang ber-

nama al-Razi (Rhazes dalam bahasa Latin) sekitar setengah abad setelah-

nya.

Al-Razi bukanlah orang yang melakukan sesuatu dengan mengikuti 

cara-cara konvensional. Dilahirkan di kota Rayy pada tahun 865, dia rupa-

nya memulai kariernya sebagai pemain kecapi. Namun tak lama kemudian 

dia beralih ke dunia alkimia sampai, menurut beberapa sumber, sebuah 

eksperimen yang salah menyebabkan gangguan pada indra penglihatan-

nya. Menurut cerita, setelah menjalani pengobatan untuk matanya, dia 

memutuskan untuk mendalami ilmu kodekteran. Mungkin dia berpikir 

bisa melakukan lebih baik dibandingkan para dokter yang mengobatinya. 

Bila demikian, dia terbukti benar. Setelah menyelesaikan pendidikannya 

di Baghdad, dia kembali ke Rayy sebagai direktur rumah sakit kota itu, 

di mana ajarannya menarik banyak murid dan pasien. Untuk sementara 

waktu dia juga menjadi direktur rumah sakit utama di Baghdad.

Dilema al-Razi

Sifat al-Razi digambarkan dalam berbagai judul buku yang ditulisnya seperti 

Bahwa Dokter Terhebat pun Tak Bisa Menyembuhkan segala Penyakit dan 

Mengapa Orang Lebih Memilih Dukun daripada Dokter Ahli. Seperti banyak 

cendekiawan di zamannya, dia cendekiawan multi-disiplin, menuliskan 

83 Karunia Terbaik dari Allah

buku dalam banyak bidang mulai dari astronomi sampai sejarah dunia 

tetapi karyanya di bidang kedokteran-lah yang menempatkan dirinya da-

lam sejarah.

Berbagai inovasi al-Razi menjadi panduan dalam praktek kedokteran. 

Ia mengidentiikasi dan menggambarkan cacar dan campak, dan bukunya 

atas kedua penyakit ini sangat berpengaruh sampai abad ke-19. Dia juga 

menuliskan salah satu buku paling penting dan paling lengkap tentang 

praktek kedokteran yang disebut, dengan tegasnya, al-Hawy, yang berarti 

Buku Lengkap. Buku tersebut terdiri atas 23 jilid dan menjadi ensiklopedia 

ilmu kedokteran Yunani, Syria, Persia, India, dan bahkan Cina. Dan dia 

menemukan bahwa demam adalah bagian mekanisme pertahanan tubuh.

Sebagaimana dia menantang para pengajarnya saat menjadi murid, al-

Razi juga siap menantang tulisan Galenus yang hebat dalam bukunya al-

Syukuk ’ala Jalinus (Keraguan terhadap Galenus), ”Sungguh sulit bagiku 

untuk menentang dan mengkritik Galenus, yang menyediakan lautan 

pengetahuan untuk kuserap… Namun penghormatan dan penghargaan 

ini akan dan seharusnya tidak mencegah diriku untuk meragukan kesalah-

an dalam berbagai teorinya.”

Para ahli sejarah meragukan apakah al-Razi mengkritik beberapa hal 

tentang Galenus atau dia meragukan seluruh sistematika yang diciptakan-

nya. Inti sistem Galenus—yang bisa ditelusuri sampai zaman Hippokrates 

di abad ke-4—adalah pemikiran bahwa kesehatan membutuhkan keseim-

bangan empat jenis cairan tubuh, yang disebut humour. Humour adalah 

darah, dahak, cairan empedu berwarna kuning dan hitam. Keempat cair-

an itu berhubungan dengan satu dari empat unsur yang diyakini bangsa 

Yunani sebagai bahan semua benda—udara, air, api, dan bumi—dan de-

ngan salah satu dari keempat kualitas: hangat dan lembab, dingin dan 

lembab, hangat dan kering, serta dingin dan kering. Mereka juga berhu-

bungan dengan empat temperamen alami manusia yaitu, sanguin, leg-

matis, koleris, dan melankolis.

Galenus berpendapat orang-orang jatuh sakit saat keempat cairan 

ini, entah bagaimana, mengalami ketidakseimbangan. Maka berdasarkan 

logika, cara untuk mengobati berbagai penyakit ini adalah dengan me-

ngembalikan keseimbangan dengan menggunakan diet dan obat-obatan 

tradisional, begitu juga dengan berbagai metode invasif. Sebagai contoh, 

84 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

saat seseorang menemui dokter dengan keluhan demam atau sakit kepala, 

jika diagnosisnya adalah adanya kelebihan darah dalam tubuh orang itu, 

maka pengobatannya adalah dengan mengeluarkan darah yang berlebih 

dari tubuh—baik dengan memotong arteri dan mengumpulkan darah 

yang menetes di dalam mangkuk maupun menekan cangkir kecil di atas 

sayatan dan membiarkan darah mengalir. Bekam atau phlebotomy, tetap 

menjadi metode pengobatan yang lazim di seluruh dunia sampai akhir 

1800-an. Jutaan pasien di berbagai zaman, termasuk George Washington, 

merasakan pengobatan melalui bekam. Sesungguhnya banyak orang yang 

meninggal gara-gara kehilangan darah dalam jumlah besar tetapi metode 

pengobatan itu terus bertahan. Bekam masih digunakan dalam berbagai 

kebudayaan sampai sekarang.

Pengujian Karya Galenus

Al-Razi memutuskan melakukan pengujian untuk melihat apakah bekam 

bisa digunakan untuk mengobati radang otak. Ada dua hal yang mena-

rik tentang pengujian ini. Pertama adalah fakta bahwa dia tidak siap 

menelan bulat-bulat pemikiran Galenus tetapi juga ingin mengujinya. 

Hal kedua adalah metodologi yang digunakannya, yang menggambarkan 

cara berpikirnya. Di rumah sakit, dia membiarkan sekelompok pasien 

pengidap radang otak tidak diobati tetapi dia mengobati kelompok lain 

dengan bekam. Menariknya, hasil pengujian itu mendukung pandangan 

Galenus bahwa bekam adalah pengobatan yang efektif—walaupun hanya 

sedikit yang menerima teori itu sekarang.

Dalam bukunya al-Syukuk ’ala Jalinus (Keraguan terhadap Galenus), 

al-Razi juga sepertinya mempertanyakan teori di belakang sistem dasar 

Galenus. Dia mempertanyakan apakah memang benar memberi pasien 

minuman panas akan menaikkan suhu tubuhnya lebih tinggi daripada mi-

numan yang diberikan, seperti yang dijelaskan oleh teori humour. Tentu 

saja hanya membutuhkan ujian sederhana untuk menunjukkan bahwa 

itu tidak benar. Bila salah, ujar al-Razi, pastinya ada mekanisme kontrol 

lainnya di dalam tubuh yang tidak dijelaskan humour, tetapi tidak jelas 

sejauh mana dia melakukan pengujian pemikirannya itu.

85 Karunia Terbaik dari Allah

Namun tidak ada yang menindaklanjuti pertanyaan al-Razi tentang 

sistem humour dan baru seribu tahun kemudian hal ini mendapat tan-

tangan serius. Namun, di sekolah kedokteran obat tradisional Unani di 

Asia Selatan, metode pengobatan Galenus masih digunakan sebagai dasar 

pengobatan oleh sebagian besar orang di negara-negara seperti Bangla-

desh, India, dan Pakistan. Ini sebagian besar karena perawatan kesehatan 

modern belum terjangkau oleh orang-orang di daerah ini.

Ibnu Sina

Namun beberapa dokter Islam perlahan-lahan mulai mengesampingkan 

dasar-dasar ilmu kedokteran Yunani, walaupun banyak yang masih meng-

gunakannya dengan bulat-bulat dan, seperti yang ditunjukkan Peter Por-

mann dari Warwick University, mendapatkan kesuksesan. Namun, kehi-

dupan seorang dokter tidak pernah sebaik atau penuh dukungan seperti 

di abad-abad sebelumnya ketika masih di bawah pemerintahan Dinasti 

Abbasiyah. Pada saat sosok besar berikutnya di ilmu kedokteran Islam, 

Ibnu Sina (Avicenna), dilahirkan tahun 980, imperium sudah tidak lagi 

di bawah kendali satu khalifah. Hasilnya, Ibnu Sina menghabiskan kehi-

dupan yang penuh warna itu dengan berpindah-pindah tempat, berusaha 

menemukan posisi dokter yang bisa memberikan penghasilan yang baik 

dan waktu baginya untuk melanjutkan karya ilmiahnya yang lain. 

Dilahirkan di dekat Bukhara di Uzbekistan, Ibnu Sina adalah anak 

jenius. Pada usia sepuluh tahun, dia menghafal tidak hanya Alquran 

tetapi juga puisi Arab, dan pada usia enam belas tahun telah menjadi 

dokter. Ibnu Sina membuktikan keahliannya sejak awal saat dia dengan 

sukses telah menyembuhkan penguasa Dinasti Samaniyah di kekhalifahan 

Islam timur dari infeksi pencernaan yang mengancam nyawanya. Sebagai 

hadiah, Ibnu Sina diberi akses atas perpustakaan kerajaan di Bukhara 

dan dia langsung mengambil keuntungan dari situ. Keahliannya sebagai 

dokter sudah melegenda walaupun kekacauan politik di zaman itu telah 

membuatnya selalu berpindah-pindah, entah sebagai guru atau menempat-

kan dirinya di bawah perlindungan seorang pangeran atau kekhalifahan 

tertentu.

86 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Ibnu Sina berhasil menjadi salah seorang ilsuf, ahli matematika, dan 

ahli astronomi paling terkenal pada zamannya dan menuliskan sejum-

lah buku tentang berbagai topik ilmiah, sebuah ensiklopedia yang tebal 

(salah satu ensiklopedia yang pertama kali ditulis) dan bahkan puisi, 

mungkin termasuk bait dalam Rubaiyat karya Umar Khayyam yang dituju-

kan kepadanya, penuh dengan simbolisme astronomi dan rujukan kepada 

pekerjaannya:

Dari Pusat Bumi sampai Gerbang Ketujuh aku bangkit 

Dan di atas Singgasana satin Saturnus 

Dan banyak simpul yang diurai oleh Jalanan

Tetapi tidak simpul utama Nasib Manusia

al-Qanun i al-ibb (Kanun Kedokteran)

Ibnu Sina telah membuat sejumlah pengamatan astronomi penting, men-

ciptakan skala untuk bisa membaca informasi dengan lebih akurat, dan 

membuat sejumlah kontribusi dalam ilmu isika seperti mengidentiikasi 

berbagai bentuk energi—panas, cahaya, dan mekanik—dan gagasan 

tentang gaya. Dia juga menyatakan bila cahaya terdiri atas aliran par-

tikel, maka kecepatannya terbatas. Teknik matematika ”casting out of 

nines,” yang digunakan untuk memeriksa perhitungan pangkat dua dan 

tiga juga dikaitkan dengan Ibnu Sina. Dan banyak yang meyakini bahwa 

Ibnu Sina telah mengungkapkan pemikiran mendasar geologis tentang 

superposisi—konsep bahwa dalam lapisan batu, lapisan termuda adalah 

lapisan yang tertinggi—yang baru dirumuskan secara akurat pada abad 

ke-17.

Namun kemasyhurannya didapat dari bukunya al-Qanun  al-Thibb 

(Kanun Kedokteran). Mengandung sekitar setengah juta kata, buku yang 

berjilid-jilid ini membahas pengetahuan ilmu kedokteran dari zaman 

kuno sampai saat itu. Pendekatannya yang komprehensif dan sistematis 

membuat buku ini menjadi referensi utama para dokter yang berbahasa 

Arab dan Farsi, dan begitu diterjemahkan ke bahasa Latin, buku ini men-

jadi salah satu buku pelajaran standar di Eropa selama enam abad dengan 

87 Karunia Terbaik dari Allah

sekitar 60 edisi diterbitkan antara tahun 1500 dan 1674, menurut ahli 

sejarah Nancy Siraisi.

Di samping telah menyatukan berbagai macam pengetahuan, Kanun 

berisi banyak pandangan Ibnu Sina sendiri. Sebagai contohnya, dia mene-

mukan bahwa tuberkulosis menular; bahwa penyakit bisa menyebar melalui 

tanah dan air; dan emosi seseorang bisa memengaruh kesehatannya. 

Dia juga menyadari bahwa saraf bisa menyalurkan rasa sakit dan sinyal 

kontraksi otot. Kanun juga berisi deskripsi 760 macam obat-obatan dan 

karenanya menjadi panduan obat-obatan yang penting.

Namun tidak seperti al-Razi, Ibnu Sina sepertinya tidak mempertanya-

kan pemikiran dasar humour. Memang, sangat mungkin bahwa kejelasan 

dan kepedulian yang ditunjukkan dalam pekerjaannya telah menolong 

konsep itu untuk bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Tetapi kontri-

businya dalam ilmu kedokteran adalah ia memberikan dasar yang lebih 

kokoh untuk pengembangan ilmu pengetahuan, yang diakui sebagai tong-

gak praktek kedokteran terbaik sejak saat itu. Terlebih lagi, buku Kanun-

nya telah menjabarkan sejumlah prinsip dan prosedur untuk pengujian 

sejumlah obat-obatan baru.

Tidak diragukan bahwa Ibnu Sina adalah orang yang angkuh, bahkan 

mungkin sombong dan rewel. Sayangnya, keyakinannya bahwa dia selalu 

benar (dan seringkali seperti itu) diiringi kecenderungannya untuk menge-

sampingkan para kritikusnya sebagai idiot telah menyinggung banyak 

orang termasuk para pelindung politiknya. Tabiatnya ini menyebabkan 

dirinya membuat beberapa pernyatan yang berani mengenai hubungan 

antara sains dan agama, dan itu berarti suatu hari dia dituduh menghina 

agama.

Hukum Alam

Sebagai seorang ilmuwan, Ibnu Sina benar-benar meyakini bahwa ada 

hukum alam yang tidak bisa dilanggar. Dia meyakini bahwa semua gejala 

isika memiliki penyebab yang bisa diketahui—pemikiran yang juga men-

jadi ciri pendekatannya terhadap ilmu kedokteran. Ini berarti dia sulit 

mengakui peristiwa-peristiwa supranatural seperti mukjizat penyembuhan 

88 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

dan kebangkitan kembali tubuh. Untuk orang yang percaya, mukjizat 

adalah cara Tuhan melampaui hukum alam demi membuktikan kebenaran 

agama kepada mereka yang meragukannya. Tetapi Ibnu Sina meyakini 

bahwa itu tidak mungkin terjadi. Islam zaman awal sepertinya tidak mem-

butuhkan mukjizat dan tidak ada catatan bahwa Nabi Muhammad SAW 

pernah melakukannya. Tetapi pada abad ke-11, mukjizat telah dican-

tumkan ke dalam teologi Islam sebagai jalan untuk menarik orang dan 

pendukungnya.

Ibnu Sina meyakini bahwa ada serangkaian prinsip yang bisa menjelas-

kan hakikat alam semesta, alasan diciptakannya dunia ini, hubungan 

antara pikiran dan tubuh, dan dia menghabiskan seluruh hidupnya untuk 

menemukan hubungan antara kedua bidang yang berbeda itu sampai 

pada akhirnya menemukan teori atas semua hal di dunia. Itu adalah 

rencana yang sangat ambisius, tetapi saat itu Ibnu Sina, menurut Yahya 

Michot dari Hartford Seminary di Connecticut, selalu sangat percaya 

diri akan keahliannya, dan meyakini bahwa Tuhan dengan sengaja telah 

membuat dirinya lebih cerdas daripada orang lain.

Jadi, menurut Ibnu Sina, mukjizat harus memiliki penjelasan isika. 

Ambil contoh: kebanyakan umat Muslim meyakini bahwa dunia akan 

mengalami kiamat pada suatu saat nanti dan ketika hal itu terjadi, tubuh 

setiap orang akan bangkit dari kematiannya, siap untuk diadili oleh 

Tuhan atas sikapnya selama hidupnya. Tetapi Ibnu Sina meyakini bahwa 

kebangkitan tubuh yang sudah mati itu menentang hukum alam dan dia 

berpikir bahwa hari pengadilan itu mungkin akan berbeda dengan apa 

yang selama ini diyakini secara tradisional. Dia juga meragukan pandangan 

tradisional mengenai surga dan neraka, sebagian karena keyakinannya 

tidak bisa abadi—tidak ada api yang bisa berkobar selamanya. Dan dia 

berpikir bahwa surga dan neraka mungkin hanya terbentuk dalam pikiran 

seseorang dan bukannya dalam bentuk isik. Contoh yang dia berikan 

untuk mendukung teorinya adalah rasa sakit. Dia menyatakan bahwa 

bila orang bisa merasa sakit tanpa mengalami rasa sakit dalam bentuk 

isik—seperti bermimpi buruk—sepertinya sangat mungkin merasakan 

surga atau neraka tanpa mengadakan perjalanan secara isik ke tempat 

yang berbeda. 

89 Karunia Terbaik dari Allah

Ahli Bedah dari Al-Andalus

Walaupun banyak dokter Islam lainnya yang telah memberikan kontribusi 

bagi kemajuan ilmu kedokteran, dua nama lainnya yang menonjol adalah 

Abul-Qasim al-Zahrawi (Abulcasis) dan Ibnu al-Nais. Walaupun al-

Zahrawi dilahirkan setengah abad sebelum Ibnu Sina, kehidupan mereka 

sempat berjalan bersamaan selama 33 tahun sampai al-Zahrawi meninggal 

tahun 1013. Tetapi mereka tinggal di ujung imperium Islam yang berbeda, 

terpisah ribuan mil—Ibnu Sina kebanyakan menghabiskan hidupnya di 

Asia Tengah dan Persia, sementara al-Zahrawi hidup di al-Andalus.

Al-Zahrawi adalah ahli bedah terhebat di masa Islam dan mengabdikan 

seluruh kehidupannya bagi ilmu bedah. Saaat istana di Medinat al-Zahra 

di dekat Cordoba dihancurkan pada tahun 1010, perpustakaan keraja-

an yang hebat juga musnah. Jadi tidak banyak yang kita ketahui dari 

kehidupannya dan mungkin banyak karyanya yang hilang. Buku yang 

kita ketahui berjudul Kitab al-Tasrif li-man ’ajiza ’an al ta’lif. Bila diter-

jemahkan akan menjadi ”Penulisan Ilmu Kedokteran untuk Seseorang 

yang Tidak Bisa Menyusun Panduan Sendiri.” Untungnya, buku tersebut 

biasanya disebut sebaga Tasrif (’Ilmu Kedokteran’). Pada intinya, buku 

tersebut adalah panduan praktis yang terdiri atas 30 jilid. Jilid pertama 

tentang berbagai prinsip umum, kedua tentang berbagai penyakit, gejala, 

dan pengobatannya, lalu jilid 3–29 mengenai farmakologi. Namun buku 

yang telah menarik perhatian sejumlah ahli sejarah adalah jilid 30, yang 

khusus membahas ilmu bedah.

Ilmu Bedah Al-Zahrawi

Jilid 30 diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerarda da Cremona 

(yang juga penerjemah karya-karya Ibnu Sina) pada abad ke-12 dan al-

Zahrawi berpengaruh besar terhadap ilmu bedah di Eropa Barat. Selain 

itu, para cendekiawan kini menemukan bahwa buku itu berisi sejumlah 

gambaran berbagai teknik pengobatan yang relatif modern, seperti ”me-

tode Kocher” untuk perawatan bahu terkilir dan ”posisi Walcher” untuk 

membantu proses persalinan yang sulit.

90 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Jilid tersebut juga dengan akurat telah menggambarkan sejumlah alat 

bedah. Beberapa alat itu sudah pernah digunakan sebelumnya. Namun 

alat lainnya adalah peralatan yang dikembangkan atau disempurnakan, 

antara lain meliputi berbagai jenis tang untuk membantu kelahiran, alat 

yang mirip gunting untuk mengeluarkan amandel tanpa membuat sang 

pasien tersedak, pisau tersembunyi untuk memotong bisul tanpa menge-

jutkan sang pasien, dan sejumlah kait dan pinset.

Ciptaan penting lainnya yang dibuatnya adalah penggunaan usus 

hewan sebagai benang bedah dalam operasi organ tubuh. Usus hewan 

adalah bahan yang sangat hebat yang tidak menimbulkan reaksi kekebalan 

dalam tubuh, namun bertahan cukup lama sampai terserap dengan alami 

setelah beberapa minggu. Hal itu membuat usus hewan sungguh sempurna 

untuk dijadikan benang bedah di dalam tubuh, sehingga dokter bedah 

bisa membuat jahitan pada organ dalam kemudian menutup luka luar ka-

rena mengetahui bahwa benang dari usus hewan ini akan terserap begitu 

luka telah sembuh sehingga tubuh pasien tidak harus dibuka kembali. 

Penggunaan usus hewan ini telah disebutkan dalam Tasrif dan sejak itu 

terbukti sangat berharga bagi setiap ahli bedah.

Dokter Jantung

Ibnu al-Nais dilahirkan di Damaskus pada tahun 1213 tetapi akhirnya 

pindah ke Kairo, yang saat itu memiliki beberapa rumah sakit paling maju 

di dunia Islam, termasuk rumah sakit al-Mansuri tempat Ibnu al-Nais 

menjadi kepala dokter. Dia menulis sebuah buku ilmu kedokteran yang 

diyakini telah membuatnya kaya raya dan menggantikan Kanun karya 

Ibnu Sina sebagai buku standar kedokteran di dunia Islam walaupun tidak 

memberikan pengaruh yang sama di Eropa. Namun lebih penting lagi dia 

menuliskan komentar atas karya Galen dan Ibnu Sina, memperbaiki apa 

yang dilihatnya sebagai kesalahan mereka, misalnya tentang denyut nadi. 

Tetapi kemasyhurannya di antara ahli sejarah di dunia Barat berasal dari 

suatu temuan pada tahun 1924 yang menyebabkan beberapa cendekiawan 

menulis ulang sejarah ilmu kedokteran.

Pada tahun 1924, naskah dari buku Syarh Tasrih al-Qanun Ibn Sina 

91 Karunia Terbaik dari Allah

(Komentar tentang Ilmu Anatomi dalam al-Qanun Ibnu Sina) karya 

Ibnu al-Nais, yang ditulis pada tahun 1242, ditemukan di Perpustakaan 

Negara Prussia di Berlin. Galenus (dan kelak Ibnu Sina) meyakini bahwa 

darah merembes melalui satu bilik jantung ke bilik lainnya melalui lubang 

kecil di septum yang membagi kedua bilik itu. Setelah memeriksa banyak 

jantung, baik sendirian maupun disertai para saksi, Ibnu al-Nais tidak 

bisa menemukan lubang seperti itu. Dia lalu menyimpulkan bahwa darah 

di dalam bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri melalui paru-

paru dan bukan melalui lubang kecil seperti yang telah dinyatakan oleh 

Galenus. Ibnu al-Nais telah menemukan apa yang dinamakan sebagai 

transit pulmonary di zaman ini atau juga dikenal sebagai sirkulasi kecil.

Beberapa penulis dan ahli sejarah meyakini bahwa Ibnu al-Nais sebenar-

nya telah menemukan peredaran darah. Para pakar lain, misalnya sejara-

wan ilmu kedokteran Emilie Savage-Smith dari Oxford University dan 

Peter Pormann dari Warwick University mengatakan bahwa penemuan 

transit pulmonary tidak sama dengan menemukan peredaran darah, yang 

dilakukan oleh William Harvey pada 1628. Mungkin itu karena Ibnu al-

Nais menggambarkan alirannya adalah satu arah—ia tidak mengatakan 

bahwa darah kembali dari bilik sebelah kiri ke sebelah kanan.

Sebenarnya Ibnu al-Nais telah menjadi bagian dari generasi terakhir 

ilmuwan kedokteran yang hebat di zaman pertengahan Islam.

Para Kritikus Ibnu Sina

Ibnu Sina dan para dokter lainnya di zaman itu sering sekali bereksperi-

men. Mereka bermain-main dengan pengobatan yang berbeda dan bila 

ada metode pengobatannya yang tidak berhasil, mereka akan langsung 

mengesampingkannya dan mencoba metode lainnya. 

Tetapi ilmu mereka bukanlah satu-satunya sistem kedokteran yang 

digunakan pada zaman itu. Tak lama setelah masa Ibnu Sina, Suisme mu-

lai berkembang, dan berbagai pemikiran Sui menjadi semakin populer 

wilayah Islam. Suisme—dalam berbagai bentuk—memberikan masukan 

atas kesehatan diri bahwa selain melindungi lingkungan. Salah satu pemi-

kirannya adalah zuhud (asketisme) (menahan nafsu duniawi, menjauh 

92 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

dari kekayaan, dan hidup sesederhana mungkin) adalah jalan menuju 

kesehatan dan sebagai cara untuk bersyukur kepada Tuhan.

Pendukung pendekatan kesehatan seperti itu termasuk Abu Hamid al-

Ghazali, seorang cendekiawan Sui dan ahli agama yang sangat berpenga-

ruh pada abad ke-12. Namun al-Ghazali juga mengkritik Ibnu Sina dan 

menulis buku berjudul Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf). Di da-

lam bukunya, dia membahas berbagai masalah yang dianggapnya sebagai 

kesombongan sains dan ilsafat yang menyatakan bahwa keduanya bisa 

menjelaskan dunia, yang menurut opini al-Ghazali telah meminggirkan 

Tuhan.

Di dalam salah satu tulisannya yang mengkritik usaha Ibnu Sina untuk 

membuat teori mengenai hubungan pikiran-tubuh, al-Ghazali menulis:

Namun semua ilsuf… mereka memandang bahwa keseimbangan emosi me-

miliki pengaruh yang hebat dalam menentukan kekuatan makhluk. Mereka 

menyatakan bahwa kekuatan akal dalam diri seorang manusia pun bergantung 

pada emosinya; jadi bila emosinya kacau, kecerdasan pun akan kacau dan 

akhirnya hilang. Selain itu, saat sesuatu menghilang, maka menurut opini 

mereka, sangatlah tidak mungkin hal yang tiada lagi akan kembali menjadi 

ada. Oleh karena itu, menurut pandangan mereka, jika seseorang mati maka 

ia tidak akan bangkit kembali—dan mereka menentang kehidupan sesudah 

mati—surga, neraka, kebangkitan, dan hari pembalasan. Mereka menyatakan 

bahwa tidak ada pahala untuk ketaatan dan tidak ada azab untuk perbuatan 

dosa.

—The Faith and Practice of al-Ghazali, Oneworld, 2000

Ilmu Pengobatan Nabawi

Pada saat yang bersamaan, tradisi pengobatan lainnya, dikenal sebagai Ilmu 

Pengobatan Nabawi, mulai muncul dan sejak saat itu menjadi industri 

global. Pada dunia Muslim di zaman sekarang, Ilmu Pengobatan Nabawi 

sama populernya dengan obat-obatan herbal Ibnu Sina, sedemikian popu-

lernya sehingga di berbagai negara di Asia Selatan (begitu pula di antara 

umat Muslim di sejumlah negara seperti Inggris), kedua sistem itu telah 

menyatu atau dianggap oleh sang pasien sebagai hal yang sama.

93 Karunia Terbaik dari Allah

Kita telah tahu banyak mengenai Ilmu Pengobatan Nabawi berkat 

panduan dari abad ke-14 yang masih dicetak sampai hari ini. Buku itu 

berjudul al-Thibb al-Nabawiyah (Ilmu Pengobatan Nabawi) dan penulisnya 

adalah ulama Damaskus bernama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Dia berasal 

dari madzhab yang sama dengan Ahmad bin Hambal, ulama Baghdad 

abad ke-9 yang disiksa oleh sang Khalifah karena menolak mendukung 

rasionalisme yang didukung pemerintah. Ia dikenal sebagai penganut 

madzhab Hambali, yang masih populer ditemui di Saudi Arabia sampai 

hari ini dan menjadi dasar kebudayaan dan hukum negara tersebut.

Madzhab Hambali memandang remeh praktek pengobatan eksperimen-

tal dan Suisme al-Ghazali. Pernyataan menentang Suisme sangat kuat: 

sebagai contoh, Ibnu Qayyim tidak bisa memahami bagaimana Allah 

akan mengasihi umat Muslim yang dengan sengaja membuat dirinya serta 

keluarganya hidup dalam kemiskinan dan oleh karenanya bergantung 

pada amal orang lain. Ibnu Qayyim menyakini bahwa kemiskinan ekstrem 

justru lebih mungkin akan menjauhkan masyarakat dari agama ketimbang 

membuat mereka menjadi Muslim yang lebih baik. Dan Ibnu Qayyim 

pun melihat pengobatan eksperimental sebagai sistem yang lemah karena 

seringkali tidak pasti dan bisa dikembangkan atau digantikan oleh pene-

muan berikutnya.

Menurutnya, solusinya adalah sistem pengobatan yang berdasarkan 

referensi pengobatan yang ditemukan dalam Alquran itu sendiri dan peng-

obatan yang ditemukan dalam sirah Nabi Muhammad. Karena asalnya 

dari Tuhan, maka sistem itu tidak akan menimbulkan banyak perdebatan 

dan perubahan. Inti Ilmu Pengobatan Nabawi adalah Alquran itu sen-

diri, karena merupakan irman Tuhan, yang juga bisa dinilai sebagai cara 

terakhir dalam perawatan dan pengobatan.

Namun Ilmu Pengobatan Nabawi juga mengandung dimensi penyem-

buhan tradisional yang kuat. Sebagai contoh, sistem tersebut mengandung 

pemikiran bahwa kesehatan yang baik (atau buruk) berhubungan dengan 

pergerakan planet dan oleh karenanya terpengaruh oleh astrologi; dan 

roh jahat, atau sihir, juga memiliki kekuatan untuk membuat orang sakit. 

Lalu di dalamnya juga terdapat pemikiran bahwa menyimpang dari agama 

menjadi sumber penyakit: dengan kata lain, penyakit bisa menjadi ujian, 

atau azab dari Tuhan karena tingkah laku seseorang yang buruk. Dalam 

94 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

kasus ini, resep dokter mungkin juga meliputi perintah untuk melakukan 

doa, puasa, atau amal secara khusus.

Sejumlah Kontroversi

Salah satu contoh terkenal dari sejarah perbedaan antara pendekatan 

eksperimental dan Ilmu Pengobatan Nabawi adalah pengobatan terhadap 

wabah. Menurut Ibnu Qayyim, Nabi Muhammad SAW diyakini pernah 

mengatakan hal berikut ini tentang wabah: ”Wabah adalah hukuman 

yang dikirimkan bagi mereka yang tidak menaati Allah. Jangan masuk 

ke wilayah terjadinya wabah. Dan jangan lari bila wabah itu terjadi di 

daerahmu sendiri.” Selain itu, juga diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: 

”Wabah adalah jalan syahid bagi setiap Muslim.”

Kesahihan hadits-hadits itu masih diperdebatkan. Namun, bagi Ibnu 

Qayyim, pesannya jelas: jika kita terjangkit wabah penyakit, kita harus 

tetap berada di tempat itu. Dan ”wabah adalah jalan syahid” bisa diarti-

kan bahwa tidak ada gunanya mencoba mengobati penyakit itu. Menge-

nai pendukung pengobatan eksperimental seperti Ibnu Sina, Ibnu Qayyim 

mengatakan dalam bukunya: ”Para dokter tidak memiliki kekuatan untuk 

mengusir penyakit dan penyebabnya sebagaimana mereka tidak bisa men-

jelaskan hal itu.” Kelak, dia menambahkan: ”Percaya dan yakini Tuhan 

lalu berusahalah untuk sabar dan menerima apa yang sudah digariskan 

olehNya.”

Walaupun dengan pendekatan yang sangat berbeda atas pengobatan, 

Ilmu Pengobatan Nabawi dan pengobatan eksperimental akhirnya me-

nyatu dalam dunia Islam. Perkembangan ini mengandung berbagai pela-

jaran penting tentang bagaimana pengetahuan baru diserap dalam ber-

bagai negara Islam di zaman sekarang.

95 Astronomi: Langit yang Teratur

9

Astronomi: 

Langit yang Teratur

Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada 

di atas mereka—bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya 

dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun?

—QS Qaaf (50): 6

Hanya sedikit tempat lain di dunia di mana langit malam tampak se-

olah-olah kotak perhiasan yang penuh bintang-gemintang sebagaimana 

yang terlihat di atas Arabia, tempat kelahiran Islam. Udara padang pasir 

memastikan adanya ruang pandang yang bagus dan, bagi para pedagang 

yang berjalan di malam hari untuk menghindari teriknya panas di siang 

hari, bintang-bintang telah dijadikan tuntunan selama perjalanan melalui 

bentang alam yang tidak mempunyai ciri khas, jauh sebelum datangnya 

Nabi Muhammad SAW. Mungkin karena itu nama-nama Arab sekian ba-

nyak bintang—Aldebaran, Rigel, Formalhaut, Betelgeuse, Deneb, Altair, 

dan banyak lainnya—berasal dari masa-masa kuno itu. Datangnya Islam 

telah menempatkan ilmu astronomi ke posisi yang terhormat dan memas-

tikan berbagai nama itu bertahan hingga sekarang.

Banyak alasan yang menyebabkan menjulangnya ilmu astronomi di 

dalam Islam, selain rasa penasaran yang alami dan hasrat untuk mem-

peroleh ilmu. Perjalanan melintasi imperium yang sangat luas, termasuk 

lautan dan padang pasir yang luas, membutuhkan bantuan navigasi yang 

hanya bisa disediakan oleh bintang-bintang. Dan ilmu astrologi—yang da-

lam bahasa Arab kuno adalah kata yang sama dengan astronomi—masih 

terlihat menarik bagi para khalifah karena bisa digunakan untuk meramal, 

96 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

walaupun ditentang oleh sejumlah ulama. Sebagai contoh, munculnya 

Dinasti Abbasiyah telah membawa ilmu astrologi tradisi Zoroastrianisme 

Persia kuno ke dalam jantung Islam, dan setiap khalifah Abbasiyah me-

miliki ahli astrologi pribadi dari dinasti Naubakht. Banyak penguasa juga 

meminta para ahli astronomi untuk menyediakan ”informasi gaib” yang 

diambil dari astrologi dan banyak ahli sejarah mengatakan bahwa pen-

dalaman ilmu astrologi menjadi kunci utama atas perkembangan berbagai 

observatorium.

Tuntutan Astronomi

Paling sedikitnya ada tiga ajaran Islam yang memberikan implikasi ke-

pada astronomi. Pertama-tama, umat Muslim diwajibkan melaksanakan 

shalat lima waktu setiap hari—saat matahari terbenam, malam hari, fajar, 

tepat setelah tengah hari, dan sore hari. Pada masa-masa belum ditemu-

kannya jam alarm, penentu waktu tidak begitu mudah dilakukan. Satu-

satunya cara untuk memastikan kapan saatnya melakukan shalat adalah 

mengamati sudut matahari atau bintang-bintang di langit. Dan jika di-

anggap sangat penting untuk melakukan shalat pada saat yang tepat, maka 

semakin akurat perhitungan yang dilakukan semakin baik. Perlu upaya 

yang diselenggarakan bersama oleh para ahli astronomi untuk melakukan 

perhitungan ini dalam cara sedemikian rupa sehingga waktu shalat yang 

telah ditentukan tidak lewat dari seharusnya.

Sebagai contoh, metode matematika untuk menentukan waktu di ma-

lam hari adalah dengan menentukan sisi atau sudut yang tidak diketahui 

pada sebuah segitiga besar antara bumi dan langit, dari sisi dan sudut 

yang sudah diketahui. Di salah satu sudut segitiga itu adalah letak titik 

bintang tertentu. Di sudut lainnya adalah kutub langit utara—titik di la-

ngit yang dikelilingi bintang-bintang yang berotasi. Sudut ketiga adalah 

zenith, titik tertinggi yang bisa dicapai bintang yang muncul di malam 

hari. Upaya itu mendorong berkembangnya perhitungan astronomi dan 

matematika trigonometri yang terkait ke tingkat yang lebih tinggi. Upaya 

itu juga membantu terciptanya temuan-temuan dalam astrolab, alat un-

tuk menghitung sudut yang dikembangkan di Yunani. Setelah melaku-

97 Astronomi: Langit yang Teratur

kan beberapa modiikasi yang sesuai, menentukan waktu di malam yang 

penuh bintang menjadi lebih mudah.

Berdiri Menghadap Mekkah

Kedua, umat Muslim diperintahkan untuk melaksanakan shalat menghadap 

Kakbah di Mekkah. Arah itu disebut kiblat dan banyak ahli astronomi 

dan matematika yang bekerja keras mendapatkan arah kiblat yang benar. 

Itu masalah yang cukup pelik karena permukaan bumi melengkung se-

hingga diperlukan upaya sangat keras untuk menentukan arah tertentu 

di atas permukaan yang melengkung. (Menariknya, tidak pernah muncul 

pertanyaan di dunia Islam zaman itu tentang apakah Bumi memang ben-

tuknya bulat atau tidak). Perhitungan itu adalah perhitungan geometri 

bola yang rumit dan juga menuntut pengamatan yang sangat akurat akan 

titik-titik referensi di langit malam—karena kesalahan sekecil apa pun 

bisa mengacaukan perhitungan.

Ketiga, kalender Islam terdiri atas dua belas bulan komariah setiap 

tahunnya. Setiap bulan komariah dimulai dengan terlihatnya bulan sabit. 

Memprediksikan kapan munculnya hilal (bulan sabit) telah menjadi tan-

tangan yang sangat besar bagi para ahli astronomi Muslim zaman itu. 

Orang-orang Arab sebelum Islam biasa menggunakan kalender campuran 

syamsiah/komariah, di mana sebelas hari akan ditambahkan ke dalam 

kalender komariah yang hanya terdiri atas 354 hari agar sama jumlahnya 

dengan kalender matahari. Proses itu disebut interkalasi (menyisipkan hari 

atau bulan ke dalam kalender); namun hal ini dilarang dalam Alquran, 

sehingga itu sebabnya Islam menggunakan kalender bulan sampai hari 

ini.

Karena kemampuan menentukan waktu dengan akurat sangat berguna 

dalam banyak hal, banyak masjid yang mempekerjakan penjaga waktu 

resmi atau muwaqqit untuk menjaga ketepatan waktu dan hukum salat 

seperti yang diajarkan. Muwaqqit adalah ahli astronomi yang kompeten 

dan ribuan orang ini di seluruh penjuru imperium mencatat pergerakan 

planet, yang mereka tambahkan ke dalam berbagai tabel yang semakin 

lama semakin akurat yang dikeluarkan di sepanjang zaman Islam. Beberapa 

98 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

ahli sejarah, seperti David King, mulai mengeksplorasi astronomi agama 

di pertengahan Islam, dan menyadari bahwa ada dimensi lainnya, yang 

belum ditelusuri, yang berhubungan dengan hal-hal seperti penyesuaian 

posisi masjid dengan bangunan lainnya.

Sudah jelas, umat Muslim penutur bahasa Arab pada awal-awal era 

Islam telah mewarisi ilmu astronomi untuk membantu mereka, tetapi 

sejak zaman Abbasiyah mereka juga bekerja sama dengan para ahli astro-

logi dan astronomi dari Persia. Saat para ahli astrologi seperti orang-orang 

Naubakht dan Masha’allah ibnu Athar (Messahala) yang keturunan 

Yahudi Persia, datang ke Baghdad dengan membawa sejumlah tabel yang 

disebut zij, yang menunjukkan posisi matahari, bulan, berbagai planet 

dan bintang, yang dibuat selama beberapa abad.

Keyakinan terhadap Bintang-Bintang

Pada saat yang bersamaan, para penguasa imperium Islam tidak berkeberat-

an membiayai pembangunan infrastruktur astronomi seperti observatorium 

dan berbagai peralatan astronomi. Mereka sangat tertarik dengan berbagai 

aktivitas di lembaga yang mereka dirikan, dan berkenalan dengan para 

ahli astronomi terkemuka dengan sangat akrab. Beberapa dari mereka 

bahkan menjadi ahli-ahli astronomi.

Ketertarikan seperti itu memastikan bahwa salah satu kontribusi be-

sar Islam terhadap sains modern adalah pembuatan observatorium-obser-

vatorium. Observatorium pertama kali didirikan di Baghdad pada abad 

ke-9 dan di Kairo pada abad ke-10, walaupun yang di Kairo tidak per-

nah selesai dibangun. Di abad-abad berikutnya, semua ini dikalahkan 

dengan berbagai observatorium yang lebih besar dan lebih bagus di Istan-

bul, Maragha, dan Samarkand di Uzbekistan. Di dalam sebagian besar 

observatorium ini—dan di tempat lainnya—terdapat berbagai instrumen 

khusus seperti kuadran, armillary sphere, dan astrolab.

Berbagai observatorium Islam biasanya didirikan dari dana pribadi para 

penguasa seperti al-Ma’mun di Baghdad dan al-Hakim di Kairo. Selain 

itu, hubungan antara penguasa dan kepala ahli astronomi seringkali cukup 

dekat—seperti kepala pemerintahan dan kepala ilmuwan zaman sekarang. 

99 Astronomi: Langit yang Teratur

Sebagai contoh, ilmuwan Hassan ibnu al-Haitsam bekerja di Kairo pada 

zaman Dinasti Fatimiyah pada abad ke-11 di bawah pemerintahan al-Ha-

kim; Ibnu al-Syathir bekerja sebagai ahli astronomi dan penjaga waktu di 

masjid terbesar di Damaskus pada abad ke-14; Ibnu Sina bekerja di Asia 

Tengah pada abad ke-11 di bawah sejumlah penguasa; dan Nasir al-Din 

al-Thusi yang mengelola observatorium Maragha bekerja di bawah pe-

nguasa Hulaku Khan—dia diyakini telah menemani Hulaku saat Hulaku 

menyerang dan membantai Baghdad. Akhirnya, salah satu observatorium 

terbesar di Samarkand didirikan di abad ke-15 oleh gubernur Ulugh Beg, 

seorang ilmuwan amatir yang penuh semangat.

Kita semua tahu observatorium sangat populer di kalangan khalifah 

dan penguasa Islam. Kita juga tahu bahwa banyak observatorium tidak ber-

hak mendapatkan pendanaan sistem zakat Islam, yang digunakan untuk 

membantu masjid, sekolah, universitas, dan rumah sakit. Sebagai hasil-

nya, sebagian besar observatorium tidak bertahan lama setelah ditinggal 

oleh penguasa yang mendirikannya. Saat masjid, rumah sakit, universitas, 

dan sekolah dibangun di zaman Islam bertahan selama berabad-abad, 

observatorium paling lama hanya bisa bertahan selama 30 tahun. Hampir 

di semua kasus, begitu sang penguasa meninggal, tidak lama setelahnya 

observatorium miliknya pun mengikuti jejak pemiliknya ke kubur.

Jangka hidup yang singkat seperti itu menunjukkan, walaupun obser-

vatorium tidak diragukan lagi sangat penting dalam agama Islam tidaklah 

dilihat sebagai hal mendasar atau prinsip dalam menjalankan keyakinan 

—setidak-tidaknya bukan dalam cara yang sama seperti masjid atau rumah 

sakit. Alasan lainnya adalah kegunaan mereka dalam ilmu astrologi.

Para ahli sejarah ilmu astronomi Islam, seperti almarhum Aydin Sayili 

dari Turki atau David King, sepakat bahwa kebutuhan keagamaan telah 

membantu perkembangan ilmu astronomi. Pada saat yang sama, tidak di-

ragukan lagi bahwa, dalam pandangan para penguasa, gubernur, dan khali-

fah, ilmu astrologi menjadi motivasi utama dalam pendanaan dan keter-

tarikan mereka dalam hasil karya para ahli astronomi. Ketertarikan akan 

ilmu astrologi ini sama dengan keinginan mereka untuk menerjemahkan 

hasil karya ilmu astrologi Yunani ke dalam bahasa Arab.

Tidak seperti hubungannya dengan sains modern di zaman sekarang, 

ilmu astrologi pada zaman pertengahan Islam (seperti di sebagian besar 

100 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

negara Barat) dinilai oleh kelas penguasa sebagai aplikasi penting ilmu 

astronomi, atau sebagai ilmu astronomi terapan. Muncul pernyataan bah-

wa kalau bulan bisa memengaruhi pasang-surutnya laut, sangatlah mung-

kin planet bisa memengaruhi hal-hal isik lain, begitu juga dengan kejadi-

an alam dan manusia.

Beberapa observatorium dibangun di dalam atau dekat dengan istana 

dan banyak ahli astronomi terkemuka seringkali diminta nasihat berda-

sarkan ilmu astrologi oleh para penguasanya. Nasihat itu meliputi penun-

jukan politis, mengenai perang dan invasi, begitu juga nasihat atas siapa 

wanita yang harus mereka nikahi (dan kapan). Hal ini berarti para ahli 

astronomi dan astrologi adalah orang-orang yang sangat berkuasa dan me-

miliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan para penguasa.

Astrolab

Salah satu ahli astronomi awal adalah Ibrahim al-Fazari. Dia mungkin 

berkebangsaan Persia atau, berdasarkan namanya, berkebangsaan Arab 

yang mempelajari keahliannya di Persia. Dia jelas sudah menguasai ilmu 

astronomi, karena di bawah arahan Khalifah al-Mansur (754–775) dia 

mampu membuat penerjemahan yang sangat teknis teks astronomi India 

kuno yang dikenal sebagai Sindhind yang disusun oleh Brahmagupta. Ke-

mauan cendekiawan Muslim untuk belajar dari tradisi astronomi lainnya 

menjadi alasan atas kesuksesan mereka yang luar biasa. Tetapi penerjemah-

an Sindhind sangat berharga tidak hanya karena wawasan astronominya—

namun diperkirakan juga membawa sistem penomoran India ke dunia 

Arab untuk pertama kalinya; sebuah tugas yang kelak disempurnakan 

oleh al-Khawarizmi, yang juga mengembangkan karya Sindhind.

Di bawah pengawasan Khalifah Harun ar-Rasyid, al-Fazari juga mem-

buat astrolab pertama di dunia Islam. Di tangan para seniman dan ahli 

astronomi Arab, astrolab menjadi salah satu instrumen ilmiah paling 

indah yang pernah dibuat. Tidak hanya keindahan luar biasa yang mam-

pu membuat komputer mekanis kuningan itu sangat menarik; tetapi de-

sain yang akurat dan semakin lama semakin rumit membuat benda itu 

bagaikan GPS abad pertengahan. Astrolab adalah model alam semesta 

101 Astronomi: Langit yang Teratur

yang bisa kita genggam. Dengan menggunakannya untuk mengukur sudut 

bintang dan matahari di atas ufuk, astrolab bisa menunjukkan segala 

hal mulai dari garis lintang tempat Anda berdiri sampai tempat bintang 

muncul di langit. Astrolab menjadi alat bantuan navigasi paling utama 

selama beberapa abad berikutnya seperti diungkapkan di buku Treatise on 

the Astrolabe karya Chaucer sampai digantikan oleh kuadran yang lebih 

sederhana.

Pengaruh Ptolemeus

Hanya beberapa tahun setelah diciptakannya astrolab al-Fazari, dalam 

pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, ilmu astronomi mulai melesat. Kata-

lisnya adalah penerjemahan sejumlah karya astronom Yunani-Romawi 

Ptolemeus. Sebuah versi berbahasa Syria al-Majisti atau Alamagest karya 

Ptolemeus diikuti tiga versi berbahasa Arab, versi bahasa Arab dari Hipotesis 

Planet (yang menjelaskan teorinya tentang pergerakan planet) dan Tabel 

Praktis untuk meramalkan pergerakan planet dan bintang. Pengaruh buku-

buku Ptolemeus sangat dramatis dan membentuk perkembangan ilmu 

astronomi Islam sepanjang zaman pertengahan.

Namun pertama-tama muncul kebutuhan akan zij, tabel pergerakan 

benda angkasa, yang paling baru dan akurat. Sejumlah tabel baru diperlu-

kan untuk tujuan keagamaan dan sebagai alat bantu navigasi. Dan oleh 

karenanya dimulailah proyek raksasa yang tidak pernah berakhir untuk 

membuat zij berdasarkan observasi dan penghitungan ulang. Para ahli 

astronomi yang membuat tabel-tabel ini bisa ditemukan di semua lapisan 

masyarakat. Mereka semua dipekerjakan oleh sang penguasa, mereka be-

kerja di masjid, dan banyak di antaranya adalah amatiran yang penuh 

semangat.

Pengamatan Langit yang Mendunia

Untuk mendapatkan observasi baru, para penguasa dan pelindung yang 

kaya raya mulai mendirikan sejumlah observatorium. Observatorium per-

tama didirikan pada tahun 820-an oleh al-Ma’mun di Baghdad dan di 

102 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Gunung Qasiyun dekat Damaskus. Tugas observatorium adalah merekon-

siliasi data dari tiga kebudayaan yang berbeda—Persia, India, dan Yunani. 

Setelah itu, semua zij yang baru pada intinya dibuat berdasarkan model 

Ptolemeus yaitu Handy Tables. Observatorium terkenal lainnya didirikan 

di Rayy (di dekat Teheran modern), Isfahan, dan Shiraz. Selama berabad-

abad, pembangunan observatorium semakin besar dan spektakuler; tidak 

diragukan lagi karena alasan status tetapi juga untuk meraih keakuratan 

yang lebih hebat, dengan sekstan dan kuadran raksasa sebesar lereng ski 

tiruan. Observatorium paling besar dan spektakuler didirikan di Maragha 

di Persia dan di Samarkand—semua observatorium ini didirikan pada abad 

ke-13 dan ke-15 oleh keturunan Jenghis Khan yang berkebangsaan Mongol 

dan Timur Lenk yang berkebangsaan Turki yang menyerbu kekhalifahan 

Islam sebelah timur dan mengambil alih lembaga tersebut. Obervatorium 

Samarkand yang ditangani langsung oleh cucu Timurlenk yaitu Ulugh Beg 

merupakan yang paling besar dengan radius kubah mencapai 130 kaki. 

Kubahnya ini masih bisa dilihat di zaman ini menutupi lahan di bawah-

nya.

Dengan menggunakan observatorium seperti itu, bersama dengan 

penghitungan yang semakin canggih dalam geometri bola dan trigono-

metri, para ahli astronomi Arab membuat pengukuran dunia dan langit 

yang semakin hari semakin akurat. Mereka menghitung kemiringan poros 

Bumi, mendapatkan angka yang luar biasa dekat dengan perhitungan 

dunia modern, dan memperbaiki penghitungan pergerakan—rotasi pe-

lan kemiringan poros Bumi selama hampir 26.000 tahun. Mereka juga 

menghitung lingkar Bumi dan mendapatkan angka 24.835 mil (banding-

kan dengan pengukuran di zaman sekarang yaitu 24.906 mil) dan meng-

ukur bagaimana titik terjauh Bumi dari matahari bergerak beberapa detik 

setiap tahunnya.

Bintang-Bintang Islam

Ada satu pengamatan yang sangat menonjol. Pada tahun 1006, bintang 

baru yang cemerlang tiba-tiba muncul di kegelapan malam. Seorang 

ahli astronomi muda di Kairo bernama Ibnu Ridwan mengungkapkan 

103 Astronomi: Langit yang Teratur

kejadian yang mengejutkan dengan sangat akuratnya dan menjadi tong-

gak ahli astronomi Arab:

Matahari pada hari itu terletak 15 derajat Taurus dan bintang baru tersebut 

di 15 derajat Skorpio. Penampakannya berupa benda langit yang besar, dua 

setengah sampai tiga kali lebih besar daripada Venus. Langit bersinar karena 

cahayanya. Intensitas cahayanya sedikit lebih besar sedikit daripada seperempat 

intensitas cahaya bulan. Benda itu tetap berada di tempatnya dan berpindah 

setiap hari mengikuti tanda zodiaknya sampai matahari berjarak 60 derajat 

dengan benda itu di Virgo, ketika benda itu menghilang dengan cepat.

Gambaran anak muda itu sedemikian lengkap dan akurat sehingga 

para ahli astronomi zaman sekarang merasa yakin bahwa yang dilihat 

olehnya adalah supernova yang berjarak sekitar 7.000 tahun cahaya dari 

Bumi yang mereka namai sebagai Supernova 1006, berdasarkan tahun 

ketika supernova itu dilihat untuk pertama kalinya.

Hampir semua cendekiawan besar Islam memberikan kontribusi pemi-

kiran dan observasinya ke dalam ilmu astronomi, mulai dari al-Khawarizmi 

dan Ibnu Sina, sampai Ibnu Rusyd dan Musa bin Maymun. Tabel-tabel 

zij karya al-Khawarizmi dan al-Battani dipelajari di Spanyol oleh ahli 

astronomi seperti Maslama al-Majriti pada abad ke-10, yang tidak hanya 

memperbaruinya dengan observasinya sendiri yang luar biasa tetapi juga 

menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin dan oleh karenanya secara per-

lahan memulai proses transmisi data dan pemikiran astronomi Islam ke 

Eropa.

Selama beberapa ratus tahun, ratusan zij dihasilkan oleh ilmuwan 

Islam. Secara garis besar, berbagai observasi baru dan perhitungan yang 

lebih akurat berarti mereka semakin akurat seiring berjalannya waktu. Na-

mun bukan hanya masalah pengamatan dan perhitungan yang semakin 

baik saja. Setiap kali sebuah tabel baru dibuat, tabel itu memang terlihat 

akurat untuk beberapa saat tetapi cepat atau lambat perbedaan ditemukan 

antara ramalan posisi planet dengan posisi yang sesungguhnya. Sudah je-

las terdapat kekurangan dalam model dasar Ptolemeus dan berabad-abad 

masalah ini telah mengganggu pemikiran para ahli astronomi Islam.

104 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Sistem Ptolemeus

Sangat sedikit yang diketahui tentang Claudius Ptolemeus, selain bahwa 

dia orang Yunani dan tinggal di Alexandria antara tahun 90 sampai 

168. Namun dia menuliskan dua karya yang sangat berpengaruh. Salah 

satunya adalah Geograa, yang menjadi atlas dunia standar selama 1.300 

tahun. Lainnya adalah Almagest. Karya ini menjadi model lengkap atas 

pergerakan matahari, bulan, planet, dan bintang yang dikembangkan 

lebih lanjut selama lima abad berikutnya tetapi disebut sebagai sistem 

Ptolemeus. Sistem Ptolemeus adalah sebuah model mekanis, berdasarkan 

sudut pandang dunia ilmiah para pemikir Yunani kuno seperti Aristoteles. 

Sistem ini dibuat berdasarkan rotasi bola yang sempurna karena tidak 

ada yang bisa membayangkan bentuk lainnya benda-benda langit sampai 

Kepler memperkenalkan bola tak-sempurna di awal abad ke-17.

Inti sistem Ptolemeus adalah bumi yang tidak bergerak. Di sekelilingnya 

berotasi bola besar dengan tujuh lingkaran lebih kecil yang sempurna di 

dalamnya, matahari dan bulan serta lima planet yang dikenal pada saat 

itu dan yang paling jauh adalah bintang-bintang. Saat bola-bola ”kristal” 

transparan ini berotasi, mereka membawa semua benda-benda langit de-

ngannya sehingga kita bisa melihat mereka bergerak di angkasa.Hal ini 

bukan hanya teori yang menarik tentang posisi sejumlah benda-benda 

langit tetapi sebuah model untuk meramalkan pergerakan benda-benda 

ini dengan sangat akurat—dan di sanalah kita menemukan kontradiksi.

Mencocokkan Teori dengan Kenyataan

Jika Bumi tetap berada di satu tempat, sulit mencocokkan pengamatan 

pergerakan benda-benda langit dengan model itu—khususnya pergerakan 

berbagai planet. Sayangnya, hanya bintang yang bergerak dalam lingkar-

an sempurna. Terlebih lagi jalur matahari melalui langit berubah setiap 

tahunnya. Bagaimana mungkin hal itu terjadi jika matahari hanya me-

nyusuri permukaan sebuah bola? Planet-planet bahkan lebih sulit untuk 

dipahami karena jalur mereka sepertinya lebih bervariasi dibandingkan 

matahari. Itu sebabnya mereka dinamai planet, yang dalam bahasa 

105 Astronomi: Langit yang Teratur

Yunani berarti ”pengembara”. Dan planet-planet sepertinya tidak hanya 

bergerak semakin ke arah timur terhadap bintang di latar belakangnya 

setiap malam; mereka juga sepertinya berputar dan bergerak ke barat 

setiap beberapa bulan, fenomena yang disebut ”gerakan mundur”. Pada 

zaman sekarang, gerakan berputar kembali bisa dengan mudah dijelaskan 

dengan kenyataan bahwa Bumi terus-menerus melewati planet yang ber-

gerak lebih lambat dan terletak lebih jauh dari matahari, dan terus-mene-

rus dilewati oleh planet yang bergerak lebih cepat. Namun bila Bumi 

berada dalam posisi yang tetap, pergerakan itu sangat sulit dijelaskan dan 

membuat para ahli astronomi kebingungan selama seribu tahun.

Karena model Ptolemeus diterima pada zaman itu, orang Yunani kuno 

harus memiliki sudut pandang adanya bola dan pergerakan yang sem-

purna. Namun mereka harus menyesuaikan model bola untuk mencocok-

kan pergerakan planet, matahari dan bulan yang mereka amati karena 

bila tidak maka ramalan mereka akan meleset. Selama berabad-abad, 

mereka perlahan-lahan menemukan jawaban atas semua masalah ini, 

atau setidak-tidaknya terlihat seperti itu. Di abad ke-3 SM, Apollonius 

menyatakan bahwa ada roda di dalam roda. Saat semua planet berputar 

dalam lingkaran yang besar (”deferent”) dia menyatakan bahwa planet-

planet itu juga berputar dalam lingkaran kecil atau ”episiklus”, seperti 

pedansa langit. Satu abad kemudian, Hipparkhos ”menjelaskan” pergerak-

an matahari dengan menyatakan bahwa rotasinya eksentrik—pusat rotasi-

nya sedikit berbeda dari pusat bumi.

Masalahnya adalah berbagai pergerakan teoretis ini masih tidak cocok 

dengan observasi di dunia nyata. Jadi dengan kecerdikan yang luar biasa, 

Ptolemeus mengombinasikan episiklus dengan rotasi eksentrik planet-

planet mengelilingi titik yang disebut ”equant” untuk menciptakan meka-

nisme yang sangat rumit. Namun, luar biasanya, ia sepertinya berhasil 

dan ramalannya yang selalu nyaris tepat, sehingga menjadi alasan utama 

kenapa para ahli astronomi Islam memakai sistemnya. Tetapi ”nyaris 

tepat” itu yang menyebabkan mereka mulai bertanya-tanya. Selalu ada 

ketidakcocokan antara tabel dengan pengamatan, yang berarti tabel-

tabel itu harus terus-menerus diperbarui.

106 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Keraguan terhadap Ptolemeus

Perlahan-lahan para ahli astronomi Islam mulai berpikir bahwa mungkin 

ada masalah dengan model Ptolemeus. Model itu dimaksudkan untuk 

menggambarkan dunia nyata, menggambarkan bagaimana pergerakan ben-

da-benda langit yang sesungguhnya. Tetapi penyesuaian yang dilakukan 

terus-menerus telah menarik perhatian mereka kepada kesalahan konsep 

dasarnya. Para ahli astronomi Arab mulai mempertanyakan bagaimana 

beberapa episiklus dan equant milik Ptolemeus bisa berfungsi di dunia 

nyata. Seperti yang dituliskan al-Razi di dalam bukunya al-Syukuk ’ala 

Jalinus (Keraguan terhadap Galenus), begitu juga cendekiawan multi-

disiplin hebat Ibnu al-Haitsam yang menuliskan buku al-Syukuk ’ala 

Batlamyus (Keraguan terhadap Ptolemeus). Dan sebagaimana al-Razi ha-

nya mengajukan berbagai pertanyaan, begitu pula yang dilakukan Ibnu 

al-Haitsam. Dia memusatkan perhatian kepada konsep Ptolemeus ten-

tang pergerakan eksentrik dan equant, karena menurutnya kedua hal 

itu tidak terjadi di dunia nyata. Dia tahu bahwa berbagai benda nyata 

tidak bergerak seperti itu. Bola nyata tidak mungkin berotasi tidak pada 

porosnya namun tetap berada di tempat yang sama. Sayangnya, ”tidak 

ada benda di dunia ini yang bergerak seperti itu,’ ujar Ibnu al-Haitsam, 

’kecuali pergerakan benda [nyata].” Harus ada satu titik yang menjadi 

pusat rotasi semua benda lainnya.

Beberapa abad kemudian, pada abad ke-12, Ibnu Rusyd melangkah 

lebih jauh lagi dengan menyatakan:

Penegasan adanya bola eksentrik atau bola episiklik bertentangan dengan 

alam… Ahli astronomi zaman kita tidak mengungkapkan kebenaran tetapi 

hanya sepakat dengan perhitungan dan bukan dengan hal yang nyata.

Dan bila perhitungan itu mulai terlihat tidak pasti, sudah jelas bahwa 

sistem Ptolemeus mulai diragukan.

Memperbaiki Model

Selama beberapa abad berikutnya, para ahli astronomi Islam mulai mem-

buat penyesuaian atas model Ptolemeus dan mencoba membuatnya sesuai 

107 Astronomi: Langit yang Teratur

dengan pergerakan yang diyakini terjadi di dunia nyata. Menariknya, 

tidak pernah ada ahli astronomi tersohor yang pernah memikirkan bahwa 

bumi bergerak, walaupun hal itu pernah digagas—karena pergerakan itu 

tidak berhubungan dengan pergerakan riil yang bisa mereka bayangkan. 

Namun di sisi lain, pemikiran bahwa bumi tak bergerak di pusat bulatan 

konsentris bisa mereka bayangkan di kepala mereka.

Jadi walaupun dengan kecerdasan yang sebanding dengan bangsa 

Yunani, para ahli astronomi Arab mulai berpikir dan mencari cara untuk 

menyingkirkan equant dan membuat semua pergerakan benda langit cocok 

dengan dunia nyata, sejauh mereka bisa melihatnya. Sebuah terobosan 

kunci dibuat oleh ahli astronomi brilian yang dilahirkan di kota Tus di Khu-

rasan, Persia, tahun 1201. Nasir al-Din al-Thusi dilahirkan dalam masa 

yang menakutkan, saat bala tentara Jenghis Khan baru mulai melebarkan 

cengkeramannya di Asia.

Pada saat al-Thusi berusia tiga belas tahun, bangsa Mongol telah 

mengalahkan Cina dan dengan cepat menyerbu ke arah barat menuju 

Asia Tengah, menyebarkan sejumlah cerita yang mengerikan saat mereka 

berderap menuju jantung kekaisaran Islam. Saat mereka mendekati Tus, 

al-Thusi muda dikirim ke Nishapur. Kota itu bukan kota yang pertama 

kali diserang tetapi dia pastinya sudah mendengar kabar mengerikan 

bahwa kampung halamannya telah hancur-lebur oleh bangsa Mongol. 

Sepertinya tidak ada satu pun tempat yang aman khususnya di padang 

rumput tempat para penunggang kuda Mongol bisa melaju dengan mudah-

nya. Ini mungkin sebabnya kenapa al-Thusi memutuskan untuk bekerja 

pada gubernur Alamut, di benteng di pegunungan. Alamut adalah pusat 

mazhab Ismailiyah dan al-Thusi betah tinggal di kota ini, dan ia pun 

menganut keyakinan Ismailiyah.

Ahli Astronomi Khan

Selama 30 tahun, Alamut menjadi tempat yang aman, dan di sana al-Thusi 

membaktikan dirinya untuk mendalami