Minggu, 14 Desember 2025

ilmuwan muslim 4

 



ilmu astronomi dan matematika, 

menuliskan sejumlah buku penting yang mencapai Eropa di masa yang 

akan datang, termasuk pemikiran ulangnya yang radikal atas pemikiran 

108 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Ptolemeus. Namun Alamut pun tidak bisa aman selamanya. Pada tahun 

1256, bangsa Mongol tiba di dataran di bawah benteng itu di bawah kepe-

mimpinan cucu Jenghis Khan yaitu Hulaku. Tak lama kemudian Hulaku 

menemukan cara untuk menembus benteng yang kokoh itu, mungkin 

dengan siasat.

Luar biasanya, al-Thusi bukan hanya selamat dari pembantaian massal, 

ia pun dijadikan ahli astrologi pribadi Hulaku. Tidak hanya itu, Hulaku 

bahkan mendirikan observatorium terbesar yang paling lengkap untuknya 

di Maragha di Persia. Observatorium itu memiliki kuadran terbesar yang 

pernah dibuat, panjangnya empat meter dan dibuat dari tembaga asli, dan 

perpustakaan yang memuat 400.000 buku. Menariknya, jalur komunikasi 

yang mencapai Cina di kekaisaran Mongol yang luas itu memberikan 

akses data dan pemikiran astronomi baru kepada al-Thusi sementara para 

ahli astronomi Muslim yang dilatih di Maragha melakukan perjalanan ke 

timur untuk mendirikan berbagai observatorium baru di Cina.

Teori Kopel usi

Penghitungan ulang di Maragha membuat al-Thusi mampu membuat rang-

kaian tabel yang paling lengkap dan akurat sejauh ini, dikenal sebagai Zij 

al-Ilkhani yang diambil dari nama pelindungnya. Dia juga menempatkan 

trigonometri sebagai cabang matematika yang terpisah dari geometri bola, 

dengan dramatisnya meluruskan perhitungan tentang jarak dan arah di 

angkasa. Tetapi terobosannya yang paling hebat adalah menemukan cara 

untuk menyingkirkan hampir semua equant dari model Ptolemeus dan 

menggantikannya dengan pergerakan seragam yang bisa dipercayai. Dia 

melakukan ini dengan pemikiran yang disebut sebagai Kopel Thusi.

Kopel Thusi adalah cara untuk menunjukkan betapa pergerakan sera-

gam yang realistis dalam sebuah lingkaran akhirnya bisa membuat sesuatu 

seakan-akan bergerak dalam garis lurus. Hal ini kedengarannya tidak 

masuk akal tetapi teorinya berjalan seperti ini: bayangkan sebuah roda 

berputar di dalam sebuah drum. Jika diameter roda itu tepat setengah dia-

meter drum, pada titik tertentu lingkaran roda itu akan terlihat bergerak 

dalam jalur lurus di dalam drum tersebut.

109 Astronomi: Langit yang Teratur

Menggunakan pemikiran ini, al-Thusi mampu menyederhanakan sis-

tem Ptolemeus dan menyingkirkan equant yang membingungkan untuk 

matahari dan planet-planet ”luar” (Saturnus, Jupiter, dan Mars). Namun 

dia tidak bisa melakukan hal yang sama dengan Merkurius. Bulan bah-

kan menjadi masalah yang lain. Masalah Merkurius sebagian terjawab 

di awal abad ke-14 oleh murid al-Thusi sekaligus rekannya Qutb al-Din 

al-Shirazi, dengan mengombinasikan pemikiran al-Thusi dengan ahli 

astronomi Arab dari abad ke-13 lainnya, Mu’ayyad al-Din al-’Urdi. Sete-

ngah abad kemudian, Ibnu al-Syathir, yang bekerja sebagai muwaqqit di 

Mesjid Agung Damaskus, melangkah lebih jauh dan menemukan cara 

untuk menyingkirkan semua pergerakan tambahan lainnya dari episiklus, 

termasuk pergerakan bulan.

Jadi pada abad ke-14, para ahli astronomi Islam telah memperbaiki 

sistem Ptolemeus seluruhnya dan menghasilkan model yang tidak hanya 

bisa meramalkan pergerakan benda-benda langit dengan tingkat akurasi 

yang tinggi tetapi juga masuk akal dalam arti pemahaman kontemporer 

tentang bagaimana cara kerja dunia nyata. Ini adalah keberhasilan yang 

luar biasa. Masalahnya adalah pemikiran itu salah, seperti yang kita keta-

hui sekarang.

Menggerakkan Dunia

Dengan keuntungan bisa melihat masa lalu, sungguh mudah untuk me-

lihat kalau asumsi dasar ahli astronomi Islam itu cacat. Tentu saja Coper-

nicus menunjukkan pada pertengahan abad ke-16 kalau Bumi bergerak, 

mengelilingi Matahari bersama dengan planet lainnya. Tetapi bahkan 

konsep ini pun tidak mampu meramal dengan tepat sampai Kepler me-

nunjukkan bahwa jalur yang dilalui planet di angkasa tidak bulat sem-

purna, tetapi sedikit elips. Dan sistem Copernicus tidak masuk akal bila 

dilihat dari teori yang ada tentang pergerakan benda langit. Teori itu 

membutuhkan tambahan teori gravitasi Newton untuk melengkapi teka-

teki dan menunjukkan bagaimana semua itu berjalan.

Dalam pemikiran konvensional, tulisan ini sepertinya meloncat lang-

sung dari Ptolemeus ke Copernicus, dan untuk menunjukkan bagaimana 

110 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Copernicus memiliki pemikiran hebat untuk melihat kalau bumi tidak 

diam, seperti yang dikatakan Ptolemeus, tetapi berputar mengelilingi 

matahari dan berputar di porosnya. Dalam misi seperti itu, kontribusi 

Islam atas gambaran yang lengkap sepertinya kecil atau bahkan salah 

arah. Para ahli astronomi Arab mungkin orang yang cerdas dan rajin te-

tapi mereka mengejar target yang salah dalam mendukung model bumi-

yang-tidak-bergerak dan dibutuhkan kecerdasan Copernicus yang brilian 

untuk memperbaiki semuanya.

Copernicus mengakui kalau beberapa data yang dibutuhkan untuk 

menguji teorinya berasal dari tabel yang dibuat oleh al-Battani dan al-

Bitruji dan hanya itu saja yang diambilnya dari para ahli astronomi Arab. 

Namun ada petunjuk lain bahwa sesungguhnya tidak seperti itu.

Sumber Islam

Tahun 1957, ahli sejarah Otto Neugebauer menangkap kesamaan antara 

ilustrasi dalam buku pertama Copernicus berjudul Commentariolus (1514), 

di mana dia pertama kali mengungkapkan pemikirannya tentang perge-

 rakan bumi, dan yang didapatkannya dari buku Ibnu al-Syathir yang men-

jawab permasalahan tentang pergerakan bulan. Kemiripan itu sedemikian 

dekatnya sehingga sepertinya sulit dipercaya jika Copernicus tidak pernah 

melihat buku Ibnu al-Syathir. Karena tertarik, Neugebauer menggali lebih 

dalam untuk mencari hubungan antara Copernicus dengan ahli astronomi 

Islam dan tak lama kemudian menemukan sebuah kecocokan lainnya dari 

Copernicus, kali ini dengan buku Tadzkirah karya al-Thusi tahun 1260, 

di mana dia menjelaskan mengenai Kopel Thusi. Kembali kemiripannya 

sangat dekat, bahkan menyertakan kesalahan yang jelas saat menyalin 

huruf Arab di dalam ilustrasi yang diciptakan al-Thusi.

Banyak ahli sejarah kini meyakini bahwa Copernicus secara langsung 

mengambil karya para ahli astronomi Islam dalam mencari bukti-bukti 

yang mendukung berbagai teorinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan 

bahwa para ahli astronomi Eropa Barat sangat menyadari hasil karya cen-

dekiawan Arab pada zaman itu daripada yang kita bayangkan selama ini. 

Memang banyak yang sudah berbicara, atau sedikitnya bisa membaca, 

111 Astronomi: Langit yang Teratur

bahasa Arab, termasuk Guillaume Postel, seorang pengajar di Universitas 

Paris di awal abad ke-16, yang membuat berbagai catatan yang sangat 

teknisnya dalam bahasa Arab seperti bisa dilihat dalam buku astronomi 

berbahasa Arab di perpustakaan Vatikan.

Kontribusi Bangsa Arab

Tentu saja, Copernicus membuat terobosan besar yang menyatakan bah-

wa bumi bergerak, tetapi pernyataan yang populer adalah teori itu hanya 

satu langkah dari model Ptolemeus. Memang, pada saat itu, dalam sudut 

pandang tertentu sepertinya langkah mundur karena hasil kerja Ibnu al-

Syathir telah mencocokkan teori yang diyakini nyata dengan berbagai 

pengamatan sampai tingkatan tertentu. Namun pemikiran Copernicus 

tidak begitu. Tidak ada seorang pun di zaman itu yang bisa menjelaskan 

bagaimana alam semesta bisa bergerak tanpa bumi di pusatnya—dan mo-

del Copernicus hanya bisa membuat ramalan yang kalah akurat dibanding-

kan model Ibnu al-Syathir. Berbagai masalah ini, seperti masalah teologi 

lainnya yang mungkin dihadapi Gereja Katolik Roma, harus diselesaikan 

sebelum banyak ahli astronomi menerima bahwa dunia bergerak.

Tidak diragukan lagi bahwa pemikiran Copernicus tentang alam se-

mesta yang heliosentris (matahari sebagai pusat) adalah tonggak sangat 

penting dalam pemikiran ilmiah. Tetapi sesungguhnya ia hanya tinggal 

menunggu waktu saja. Pemikiran itu muncul dari berbagai kritikan atas 

sistem Ptolemeus selama berabad-abad oleh ahli astronomi Arab yang ti-

dak terhitung jumlahnya, baik dengan observasi dan berbagai teori mereka 

yang sangat cerdik.

112 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

10

Angka: Semesta Islam

yang Abadi

Dalam matematika Yunani, angka bisa dikembangkan hanya dengan 

proses penambahan dan pengalian yang sangat melelahkan. 

Berbagai simbol aljabar Khawarizmi mengandung potensi adanya 

angka yang tidak terbatas. Jadi kita mungkin bisa mengatakan bahwa 

perkembangan dari aritmetika ke aljabar merupakan langkah dari ada 

ke ”menjadi”, dari dunia Yunani ke dunia Islam yang hidup.

George Sarton, Introduction to the History of Science, 1927

Dalam banyak bidang sains, kontribusi Islam seringkali terbuka untuk 

ditafsirkan dan dipahami berbeda-beda, tetapi saat membicarakan angka 

dan matematika, warisan Islam sangat besar dan tidak bisa diperdebatkan 

lagi. Angka yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari 

membeli makanan dan menghitung putaran partikel atom disebut seba-

gai angka Arab, karena mereka tiba di dunia Barat dari para cendekiawan 

yang menulis dalam bahasa Arab. Terlebih lagi, dengan aljabar al-Khawa-

rizmi, para cendekiawan ini menyediakan alat matematika paling penting 

yang pernah diciptakan dan mendasari setiap segi sains, begitu juga de-

ngan aktivitas sehari-hari.

Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi adalah pahlawan 

besar dalam matematika Arab. Seperti banyak cendekiawan Islam awal, 

dia memiliki ketertarikan pada sejumlah bidang tetapi dalam dunia angka 

inilah warisannya menjadi abadi. Tidak banyak yang diketahui tentang 

113 Angka: Semesta Islam yang Abadi

pria ini, dan berbagai cerita tentang kehidupannya hanya berdasarkan 

dugaan semata. Diperkirakan ia dilahirkan di tempat yang sekarang men-

jadi Uzbekistan di selatan Laut Aral di Asia Tengah.

Beberapa cendekiawan mengatakan bahwa ayahnya adalah penganut 

Zoroastrianisme dan dia dibesarkan dalam agama yang muncul sejak zaman 

Sumeria kuno itu. Lainnya mengatakan bahwa kisah ini benar-benar 

menyalahartikan catatan yang ada. Yang kita ketahui adalah al-Khawarizmi 

dilahirkan sekitar tahun 786, ketika Harun ar-Rasyid memegang posisi ke-

khalifahan dan saat putra Harun, al-Ma’mun, mendirikan Baitul Hikmah 

tempat al-Khawarizmi belajar. Ada cerita bahwa dia dipanggil ke pem-

baringan al-Ma’mun yang sedang sakit untuk membuat ramalan astrologi 

mengenai kesehatannya. Dan al-Khawarizmi pun meramalkan bahwa sang 

khalifah akan hidup 50 tahun lagi. Sebenarnya, al-Ma’mun hidup tidak 

lebih dari sepuluh hari saja sesudahnya. Al-Khawarizmi hidup lebih lama 

dari itu. Catatan lain mengatakan dia sebenarnya salah satu penasihat 

utama al-Ma’mun.

Angka dari India

Salah satu kontribusi terbesar al-Khawarizmi adalah membuat tuntunan 

yang sangat lengkap mengenai sistem angka yang berasal dari India sekitar 

tahun 500 M. Sistem ini, yang kelak disebut sebagai sistem angka Arab 

karena datang ke Eropa melalui al-Khawarizmi, menjadi dasar sistem 

angka modern kita. Sistem ini pertama kali diperkenalkan kepada dunia 

berbahasa Arab oleh al-Kindi, tetapi al-Khawarizmi yang membawanya ke 

dunia dengan bukunya tentang sistem angka India, di mana dia menggam-

barkan sistem itu dengan sangat lengkap.

Sistem itu, seperti yang dijelaskan oleh al-Khawarizmi, menggunakan 

hanya sepuluh lambang angka, mulai dari 0 sampai 9 untuk setiap angka 

mulai dari nol sampai ke angka terbesar yang bisa dibayangkan. Nilai di-

berikan kepada setiap digit berbeda-beda tergantung dengan posisinya. 

Jadi angka 1 di dalam angka ”100” nilainya 10 kali 1 di angka ”10” dan 

100 kali 1 di angka ”1”. Unsur sangat penting dalam sistem ini adalah kon-

sep nol.

114 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Ini adalah kemajuan penting dalam sistem angka sebelumnya, yang sering-

kali menyebabkan ketidakpraktisan untuk angka-angka besar. Sebagai 

contoh, sistem Romawi membutuhkan tujuh lambang untuk menampil-

kan, misalnya, 38: XXXVIII. Sistem angka Arab bisa menampilkan angka 

yang lebih besar dengan lebih singkat. Tujuh lambang dalam sistem angka 

Arab tentu saja bisa mewakili angka apa pun sampai 10 juta. Terlebih 

lagi, dengan membuat standar satuan, sistem angka Arab membuat penga-

lian, pembagian, dan bentuk perhitungan matematika lainnya menjadi 

lebih sederhana.

Sistem ini dengan cepat diterima dan sejak itu langsung menyebar ke 

seluruh dunia menjadi ”bahasa” yang benar-benar global. Bersama-sama 

dengan sistem angka, bahasa Inggris juga mendapatkan kata baru, ”algo-

ritma”, untuk proses matematika logis selangkah-demi-selangkah, ber-

dasarkan ejaan nama al-Khawarizmi dalam judul bukunya dalam bahasa 

Latin, Algoritmi de numero Indorum. Namun sistem angka yang baru ini 

memerlukan waktu beberapa saat sebelum tertanam di dunia Islam seiring 

dengan banyaknya orang yang menggunakan metodenya yang sangat 

cepat dan efektif itu.

Penemuan Aljabar

Kontribusi besar al-Khawarizmi lainnya adalah mengenalkan kata baru 

ke dalam bahasa, ”aljabar”, dan cabang matematika yang baru. Yang 

Sistem angka pada berbagai zaman: sistem Brahmi dari India di abad 

pertama Masehi, sistem Arab-India di zaman pertengahan, dan lam-

bang yang digunakan masa kini.

115 Angka: Semesta Islam yang Abadi

menarik adalah bahwa dalam mengembangkan aljabar, terdapat sesuatu 

yang sangat religius di dalam pemikiran al-Khawarizmi, tidak hanya teori 

abstrak. Menurut laporan, dia menuliskan buku tentang aljabar sebagai 

tanggapan atas permohonan dari khalifah untuk menciptakan metode 

yang sederhana untuk membuat perhitungan berdasarkan prinsip Islam 

mengenai warisan, harta pusaka, dan lainnya. Dalam kata pengantarnya 

untuk buku tentang aljabar, dia mengatakan bahwa tujuan yang ingin di-

raih adalah bekerja dengan ”matematika yang paling mudah dan paling 

bermanfaat, seperti yang terus-menerus digunakan masyarakat dalam 

kasus-kasus warisan, harta pusaka, pembagian hak, tuntutan hukum, perda-

gangan, hubungan antar-manusia atau saat mengukur tanah, menggali ka-

nal, dan membuat perhitungan geometri.” Al-Khawarizmi biasanya akan 

mengajukan permasalahan seperti ini:

Misalkan seorang pria yang sudah sekarat mengizinkan dua orang budaknya 

untuk membeli kebebasannya. Harga satu orang budak adalah 300 dirham. 

Budak ini mati, meninggalkan seorang putri dan dua orang putra. Dia juga 

meninggalkan bangunan senilai 400 dirham. Kemudian mantan majikannya 

meninggal dan dia meninggalkan tiga putra dan tiga putri. Berapa banyak 

uang warisan yang diterima oleh anak-anak itu?

Walaupun kita kini menghubungkan aljabar dengan gagasan bahwa lam-

bang menggantikan angka yang belum tidak diketahui, al-Khawarizmi 

sebenarnya tidak menggunakan lambang karena dia menuliskan semuanya 

dalam kata-kata, dan untuk angka yang tidak diketahui dia tidak meng-

gunakan huruf ”x” atau ”y” tetapi kata ”shay”. Dia menciptakan aljabar 

saat mencari cara menangani berbagai perhitungan seperti ini.

Melengkapi dan Menyeimbangkan

Dalam karyanya tentang aljabar, al-Khawarizmi bekerja dengan dua hal 

yang kini kita kenal dengan penghitungan linear—yaitu perhitungan yang 

hanya melibatkan angka satuan, tanpa pemangkatan—dan penghitungan 

kuadratika, yang meliputi pangkat dan akar. Gagasan al-Khawarizmi ada-

lah setiap perhitungan dengan mengombinasikan kedua proses ini: al-jabr 

dan al-muqabala.

116 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Al-jabr  berarti ”melengkapi” atau ”mengembalikan” dengan menghi-

langkan semua satuan negatif. Dengan menggunakan lambang-lambang 

modern, al-jabr berarti penyederhanaan, misalnya, x2 = 40x – 4x2 menjadi 

5x2 = 40x. Al-muqabala berarti ”menyeimbangkan”, dengan menyederhana-

kan semua satuan positif. Sebagai contoh, al-muqabala mengurangi 50 + 

3x + x2 = 29 + 10x menjadi 21 + x2 = 7x.

Dalam mengembangkan aljabar, al-Khawarizmi meneruskan hasil pemi-

kiran ahli matematika dari India, seperti Brahmagupta, dan dari Yunani 

seperti Euklides, tetapi al-Khawarizmi yang mengubahnya menjadi sistem 

sederhana yang bisa diterima semua orang, itulah sebabnya dia dinamakan 

”bapak aljabar.” Kata aljabar sendiri berasal dari judul bukunya, al-Kitab 

al-mukhtasar  hisab al-jabr wa’l muqabala atau Kitab Ikhtisar Perhitungan 

dengan Melengkapi dan Menyeimbangkan.

Solusi Universal

Dengan melengkapi dan menyeimbangkan, al-Khawarizmi mengurangi 

setiap penghitungan menjadi enam bentuk standar yang sederhana ke-

mudian menunjukkan sebuah metode untuk menyelesaikan setiap perhi-

tungan itu. Lalu dia melanjutkan dengan menyediakan bukti geometri 

untuk setiap metode dan di sinilah dia berutang budi kepada Euklides. 

Jadi yang dia nyatakan adalah dia bisa menggunakan notasi dan prinsip 

al-jabr dan al-muqabala untuk menyederhanakan setiap jenis masalah, khu-

susnya masalah yang melibatkan kuadratika yang rumit. Setiap masalah 

—termasuk berbagai hal yang belum terpikirkan olehnya—bisa diseder-

hanakan menjadi satu dari enam kategorinya yang khusus. Karena alasan 

itu para ahli matematika masa yang akan datang seperti Galileo dan 

Fibonacci sangat menghormatinya.

Menyederhanakan kuantitas menjadi lambang (bahkan kuadratika) 

bisa ditelusuri ke belakang sampai masa ahli matematika seperti Diofantos 

dan Pythagoras dari Yunani serta Brahmagupta dari India. Tetapi Roshdi 

Rashed, seorang ahli sejarah matematika di National Scientiic Research 

Centre di Paris, mengatakan bahwa kontribusi al-Khawarizmi dianggap 

langkah maju karena beberapa alasan: walaupun orang-orang sudah men-

117 Angka: Semesta Islam yang Abadi

cari solusi atas kuadratika sebelum dirinya, al-Khawarizmi membantu me-

nemukan solusi yang bisa menyelesaikan semua jenis kuadratika. Tidak 

ada satu pun ahli matematika yang melakukan ini sebelum dirinya.

Matematika Tingkat Lebih Tinggi

Selain al-Khawarizmi, banyak cendekiawan berbahasa Arab lainnya 

yang menggali matematika. Memang, matematika menjadi dasar bagi ba-

nyak hal, mulai menghitung pajak dan warisan sampai menghitung arah 

Mekkah, sehingga sulit menemukan seorang cendekiawan yang tidak 

pernah menggali ilmu matematika dalam kehidupannya. Tetapi bukan 

hanya penerapannya yang praktis saja yang menarik bagi para cende-

kiawan, dan mereka mulai mendorong ilmu matematika sampai ke batas 

pemikiran manusia.

Sebagai contohnya, di awal abad ke-11 di Kairo, Hassan ibnu al-Hai-

tsam, meletakkan sejumlah prinsip dasar kalkulus integral, yang diguna-

kan untuk menghitung luas dan volume. Setengah abad kemudian, sang 

penyair/ahli matematika yang brilian Umar Khayyam menemukan solusi 

atas tiga belas jenis perhitungan kubik—perhitungan yang melibatkan 

angka berpangkat tiga. Dia menyesali perhitungannya hanya bisa dikerja-

kan secara geometri dan bukannya aljabar. ”Kami mencoba untuk meng-

gunakan perhitungan akar dengan aljabar namun kami selalu gagal,” 

sesalnya. ”Namun mungkin saja orang-orang setelah kami akan mampu 

menghitungnya.”

Ahli Matematika yang Puitis

Umar Khayyam adalah salah seorang sosok paling luar biasa dalam sains 

Islam, dan kisah kehebatan matematikanya telah tersebar ke mana-mana. 

Sebagai contoh, tahun 1079, dia telah menghitung lama satu tahun sebagai 

365,24219858156 hari. Itu berarti selisihnya hanya terdapat di desimal 

keenam—sepersekian detik—dari angka yang kita ketahui di masa sekarang 

yaitu 365,242190, diambil dengan bantuan teleskop radio dan jam atom. 

118 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Dan dalam demonstrasinya yang sangat dramatis melibatkan lilin dan bola 

dunia, dikabarkan bahwa dia telah membuktikan kepada hadirin termasuk 

ahli Sui al-Ghazali bahwa bumi berputar pada porosnya.

Seperti banyak cendekiawan pada masa-masa yang sulit itu, Khayyam 

menghabiskan hidupnya berpindah dari satu penguasa ke penguasa lain, 

tidak mampu menghindari gejolak zaman, saat penguasa bangkit dan tum-

bang serta berbagai kelompok politik dan religius terus bertikai. Tidak 

aneh bahwa di dalam kitabnya Rubaiyat yang terkenal, dia terlihat fata-

listis:

Takdir kita sudah tersurat dan kita akan mengikutinya.

Entah Buruk atau Baik, pena, tulislah!

Pada hari pertama segenap masa depan diputuskan

—Dari terjemahan bahasa Inggris kitab Rubaiyat karya Khayyam

oleh Umar Ali Shah dan Robert Graves

Postulat Kelima Euklides

Khayyam adalah satu dari sekian banyak cendekiawan Arab, termasuk al-

Thusi dan Ibnu al-Haitsam, yang mencoba membuktikan apa yang disebut 

sebagai Postulat Kelima Euklides, atau Postulat Kesejajaran. Postulat Ke-

lima membicarakan garis sejajar. Jika bagian sebuah garis menyilang di 

atas dua buah garis lainnya sehingga sudut-sudut dalam (inner angles) 

pada sisi yang sama jumlahnya sama dengan dua sudut siku-siku, maka 

kedua garis yang bersilangan itu harus sejajar. Postulat ini menjadi inti 

konstruksi geometri dasar dan memiliki aplikasi praktis yang tak terhitung 

jumlahnya.

Tetapi anehnya postulat ini sangat sulit dibuktikan. Umar Khayyam 

sudah dekat tetapi akhirnya tidak bisa membuktikan. Ilmu geometri 

Euklides bisa berfungsi dengan baik untuk bidang datar dua atau tiga di-

mensi yang rata dan situasi yang banyak ditemui sehari-hari. Tetapi seba-

gaimana tidak ratanya permukaan bumi, walaupun kelihatannya seperti 

itu, ruang pun sesungguhnya melengkung dan memiliki lebih dari tiga 

dimensi, termasuk waktu. Postulat kesejajaran Euklides berarti pada satu 

119 Angka: Semesta Islam yang Abadi

titik, hanya bisa ditarik satu garis yang sejajar dengan garis lain. Tetapi 

jika ruang itu melengkung dan multi-dimensi, maka bisa dibuat banyak 

garis paralel. Itulah sebabnya mengapa ahli matematika seperti Gauss 

mulai menyadari keterbatasan ilmu geometri Euklides di abad ke-19 dan 

mengembangkan ilmu geometri baru tentang ruang lengkung dan multi-

dimensi.

Triangulasi Iman

Trigonometri pertama kali dikembangkan di Yunani kuno tetapi di awal 

Islam trigonometri menjadi cabang baru ilmu matematika, karena ber-

gabung dengan ilmu astronomi dalam melayani kebutuhan agama. Trigono-

metri astronomi biasa digunakan untuk menentukan kiblat, arah Kakbah 

di Mekkah. Ahli sejarah modern seperti David King telah menemukan 

bahwa Kakbah sendiri letaknya punya arti secara astronomi. Di satu sisi 

Kakbah mengarah ke Canopus, bintang paling terang di langit selatan. 

Sumbunya yang tegak lurus terhadap titik sisi terjauhnya mengarah ke 

matahari terbit di pertengahan musim panas.

Mekkah sedemikian pentingnya sehingga saat seorang Muslim me-

ninggal, tubuhnya harus menghadap ke Mekkah. Saat dikumandangkan, 

adzan harus dilakukan dengan menghadap ke Mekkah. Dan saat binatang 

disembelih, penyembelihan itu harus mengarah ke kota suci tersebut. Para 

ahli astronomi masa Islam mulai menghitung arah Mekkah dari sejumlah 

kota yang berbeda di seluruh dunia pada abad ke-9. Salah satu contoh 

penggunaan trigonometri (sinus, kosinus, dan tangen) paling awal yang 

diketahui untuk menemukan lokasi Mekkah bisa ditemukan dari karya 

ahli matematika al-Battani, yang menurut David King, digunakan sampai 

abad ke-19.

Desain Geometri

Contoh lainnya mengenai hubungan antara matematika dan agama bisa 

ditemukan dalam pola geometri yang menghiasi sejumlah mesjid paling 

120 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

terkenal di dunia. Berbagai desain ini dikenal di dunia Barat sebagai pola 

geometri ”Islami” dan memiliki ciri desain geometri yang seringkali rumit 

yang sepertinya terus-menerus mengulangi pola itu di dalam ruang yang 

terbatas. Perkembangan (dan popularitas) pola geometri tersebut kadang-

kadang berasal dari fakta bahwa di masyarakat Islam awal, gambar atau 

lukisan manusia dilarang—khususnya dalam konteks bangunan religius. 

Berbagai desain ini dihasilkan oleh para seniman yang seringkali hanya 

menggunakan peralatan seperti penggaris dan kompas, dan pelatihan 

matematika formal yang sangat minim. Namun, beberapa ahli matematika 

Islam berusaha menggambarkan pola itu dengan menggunakan ilmu 

matematika. Di antaranya adalah ilsuf rasional al-Farabi (dari abad ke-

9) dengan buku yang dalam bahasa Inggris berjudul Spiritual crafts and 

natural secrets in the detail of geometrical gures. Buku lainnya dibuat oleh 

ahli matematika dari abad ke-10 bernama Abul Wafa yang dalam bahasa 

Inggris berjudul On those parts of geometry needed by craftsmen.

Cerita tentang desain geometri zaman Islam juga menyediakan berbagai 

petunjuk penting atas dua pertanyaan. Pertama: sampai sejauh manakah 

kebutuhan keagamaan mendorong misi pencarian ilmu pengetahuan? 

Dan kedua: sampai sejauh manakah umat Muslim menggunakan metode 

ilmiah untuk membantu mereka menjalankan kewajibannya?

Keyakinan dan Belajar

Buku al-Khawarizmi tentang aljabar sebagai cara menghitung warisan 

seperti yang diirmankan di dalam Alquran dan solusi trigonometri al-

Battani untuk menemukan arah Mekkah menunjukkan kenyataan bahwa, 

dalam sejumlah kasus yang terbatas, kebutuhan keagamaan telah mendo-

rong pendalaman ilmu. Namun saat masuk ke pertanyaan kedua, sudah 

jelas bahwa mayoritas umat Muslim tidak merasa nyaman untuk mema-

sukkan sains baru yang rumit ke dalam kepalanya—memang, sebaliknya, 

mereka menemukan bahwa banyak cara yang lebih sederhana untuk me-

nyenangkan Tuhan.

Yahya Michot dari Hartford Seminary di Connecticut mengatakan 

bahwa alasan penting mengapa Islam menjadi sedemikian popular dalam 

121 Angka: Semesta Islam yang Abadi

waktu yang relatif pendek adalah ritualnya yang mudah dilaksanakan. 

Ritual Islam tidak menuntut komitmen besar untuk mempelajari teknik 

baru ataupun menuntut penguasaan instrumen yang rumit; umat Muslim 

juga tidak memerlukan akses kepada seseorang yang lebih berkuasa saat 

hendak menunaikan kewajibannya.

Jadi, walaupun al-Battani telah menciptakan cara yang cerdik untuk 

menentukan arah Mekkah, umat (saat itu seperti pun zaman sekarang) 

tidak langsung mempelajari berbagai prinsip trigonometri. Cara yang 

lebih mudah untuk menemukan Mekkah adalah dengan mengikuti apa 

yang diajarkan oleh Muhammad SAW yang berdoa ke selatan saat tidak 

berada di Mekkah dan menurut riwayat pernah mengatakan: ”Kiblat 

terletak antara timur dan barat.” Banyak masjid yang dibangun pada 

awal-awal kekhalifahan Islam menghadap ke selatan. Beberapa sejajar 

dengan arah jalanan yang mungkin menuju Mekkah. Lainnya mengarah 

ke dinding Kabah tertentu.

Saat para ahli astronomi Islam berusaha keras menghitung tabel-tabel 

fase bulan yang akurat, tradisi Islam Sunni sampai hari ini menuntut 

bahwa bulan baru harus dilihat oleh mata telanjang untuk menentukan 

dimulainya bulan kalender baru (rukyat). Secara teori, tabel yang rumit 

tidak diperlukan. Dan walaupun para ahli matematika selama berabad-abad  

telah mengerjakan berbagai tabel yang lebih akurat untuk menentukan 

waktu shalat, di seluruh dunia Islam (khususnya di lingkungan luar rumah 

yang panas) banyak di antara umatnya yang mengandalkan diri pada pan-

jang bayangan untuk menentukan saat salat di siang hari.

122 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

11

Bermain-Main 

dengan Unsur Kimia

Kekayaanku menyebabkan anak-anak dan saudara-saudara terpisah. 

Beberapa hal yang tidak bisa mereka miliki: pekerjaanku yang telah selesai, 

kebijaksanaanku—hanya aku saja yang bisa memilikinya.

Jabir bin Hayyan, abad ke-8

Tidak ada cabang sains lainnya pada masa-masa Islam yang diterima se-

cara ambigu pada zaman modern seperti ilmu kimia. Nama kimia itu 

sendiri memiliki banyak arti. Ilmu kimia adalah bidang studi di Mesir 

kuno dan juga di Yunani klasik. Entah kapan, pada zaman ini muncullah 

kata kimia yang diyakini telah dimodiikasi oleh ilmuwan berbahasa Arab 

menjadi al-Kimya. Namun al-Kimya juga sumber kata ”alchemy”, teknik, 

yang sangat misterius, yang ditujukan untuk memproduksi emas dan pe-

rak dari logam lainnya.

Pada zaman Islam awal, kimia dan alkimia—seperti bagaimana halnya 

dengan astronomi dan astrologi—tidak dipisahkan dengan jelas seperti 

zaman sekarang, walaupun para ilmuwan seperti Ibnu Sina sangat skep-

tis terhadap alkimia seperti halnya orang-orang zaman sekarang. Namun 

ilmuwan lainnya sangat senang bekerja dengan kedua ilmu itu dan se-

pertinya tidak ada ahli kimia yang lebih tersohor pada zaman Islam di-

bandingkan Jabir bin Hayyan, yang dalam bahasa Latin dikenal sebagai 

Geber.

Biograi yang paling awal membahas Jabir berasal dari Fihrist, kamus 

biograi ilmiah abad ke-10 terkenal yang ditulis oleh cendekiawan Baghdad 

123 Bermain-Main dengan Unsur Kimia

bernama Ibnu al-Nadim. Ibnu al-Nadim menggambarkan Jabir sebagai 

penyembuh spiritual yang menganut aliran Syiah. Tetapi cendekiawan 

lainnya tidak begitu yakin, dan meyakini bahwa nama mungkin hanya 

”ciptaan” untuk menyamarkan orang lain.

Di Eropa juga didapati kontroversi ketika hasil karya Jabir muncul 

dalam bahasa Latin di abad ke-12 dan ke-13 dalam bentuk lima kitab. 

Beberapa ahli sejarah menyatakan bahwa semua kitab ini tidak berasal 

dari Arab tetapi ditulis oleh orang Eropa zaman itu yang mereka namai 

”Geber palsu”. Ahli sejarah telah menyelidiki bentuk kalimat dalam kitab-

kitab itu untuk melihat apakah tuduhan itu memang benar. Beberapa me-

ngatakan bahwa berbagai kalimat Arab yang bisa ditemukan di kitab itu 

membuktikan bahwa kitab itu berasal dari dunia Arab. Lainnya mengata-

kan bahwa banyak kepalsuan yang sengaja menggunakan sejumlah istilah 

Arab untuk menciptakan kesan asli.

Bila kita melihat tulisan lain yang dikatakan karya Jabir, masalahnya 

semakin rumit. Banyak hasil karya Jabir dituliskan dalam bentuk kode 

dan simbol. Tidak jelas mengapa dia menulis dengan cara seperti itu. 

Mungkin, seperti banyak ahli alkimia lainnya, dia menuliskan dalam 

bentuk kode untuk menjaga kerahasiaan hasil kerjanya dari orang lain. 

Atau mungkin juga alasan penulisannya dalam bentuk kode adalah untuk 

menghindari risiko dituduh kair karena karyanya yang menantang ini. 

Namun, simbol angka, huruf, dan kata yang bisa dipertukarkan banyak 

ditemui dalam bahasa Arab—dan membantu kita mengetahui kegunaan 

matematis aljabar yang sangat penting, ilmiah, dan praktis.

Jabir yang Sesungguhnya

Namun dua faktor yang tidak bisa diragukan menunjukkan, bagaimana 

pun cara ditulisnya, siapa pun yang sebenarnya menuliskannya, kitab-

kitab itu mewakili keberhasilan ilmiah yang luar biasa dan telah meletak-

kan berbagai dasar ilmu kimia modern. Pertama, buku Jabir yang asalnya 

kita ketahui dengan pasti penuh dengan penggambaran berbagai teknik 

laboratorium dasar dan metode eksperimental yang penting bagi ilmu 

kimia. Kedua, ilmu kimia yang sesungguhnya—berbagai zat kunci yang 

124 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

diidentiikasi seperti asam sulfat dan asam nitrat, berbagai proses yang 

ditemukan termasuk penyulingan, sublimasi dan reduksi, dan peralatan 

ilmiah yang muncul seperti alembic dan tabung kimia. Semua hal ini da-

tang dari suatu tempat dan bila bukan berasal dari seorang pria bernama 

Jabir, maka penulisnya berhak mendapatkan tempat yang sama tingginya 

dalam sejarah sains.

Banyak orang meyakini kalau Jabir dilahirkan di Tus di Khurasan 

(Iran modern) sekitar tahun 722, dan ayahnya adalah seorang ahli obat. 

Mungkin saja dia mendapatkan pelatihan tentang ilmu kimia dari ayah-

nya, tetapi dia juga tinggal di Persia yang memiliki tradisi ilmu kimia yang 

panjang. Namun menurut kabar dia dilatih dalam seni esoteri sebagai mu-

rid salah satu sosok Islam yang paling dipuja yaitu Ja’far al-Sadiq. Sebutan 

”Guruku” yang ditemui pada setiap karya Jabir diduga ditujukan kepada 

al-Sadiq. Sesudah itu, tidak ada yang diketahui tentang dirinya sampai 

dia muncul di Kufah, Irak, pada zaman pemerintahan khalifah Harun 

ar-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah. Sepertinya dia ditarik ke Baghdad 

oleh keluarga Baramikah, keluarga Persia yang berpengaruh dan menjadi 

penasihat bagi beberapa khalifah pertama Abbasiyah. Tetapi hubungan 

dengan keluarga Baramikahlah, walaupun ia memberikan Jabir dana dan 

kesempatan untuk mendalami imu pengetahuan di tingkat tertinggi, yang 

menjadi kejatuhannya. Saat Ja’far dari keluarga Baramikah dihukum mati 

oleh Khalifah Harun maka mereka yang paling dekat dengan keluarga 

Baramikah kehilangan statusnya, atau seperti kasus Jabir, ditempatkan 

sebagai tahanan rumah.

Misi untuk Menciptakan Kehidupan

Dalam karyanya, Jabir juga mengambil ilmu dari Mesir, tempat di mana 

tidak hanya ada pengetahuan tentang proses kimiawi tetapi sejarah guru-

guru esoterik seperti Hermes Trismegistus (sang ”guru kelipatan tiga”) 

yang menjelaskan hakikat hubungan antara berbagai zat. Tradisi Mesir 

ini mungkin mencapai dunia Islam melalui Yunani kuno. Tradisi lain-

nya yang memengaruhinya adalah para magus (pendeta) Zoroastrianisme 

Persia kuno yang tidak diragukan lagi telah ditemui Jabir di Tus.

125 Bermain-Main dengan Unsur Kimia

Jabir terus menggali ilmu alkimia. Beberapa mengatakan bahwa tujuan 

utamanya bukanlah misi mengubah logam biasa menjadi emas tetapi lebih 

dari itu. Tujuan akhirnya adalah takwin, menciptakan kehidupan buatan, 

dan dalam tulisannya dia menyinggung resep untuk menciptakan ular 

dan bahkan manusia. Misi ini akhirnya memberikan inspirasi untuk karya 

literatur Faust dan akhirnya Frankenstein karya Mary Shelley. Namun tentu 

saja tidak ada yang tahu apakah Jabir serius bereksperimen dengan hal ini 

atau apakah tulisannya tentang hal ini hanya simbol semata.

Namun melalui karya alkimianya, Jabir juga menggali ilmu kimia de-

ngan melakukan eksperimen baru yang jelas dan mudah diikuti yang khas. 

Itulah sebabnya kenapa Jabir seringkali digambarkan sebagai ”bapak ilmu 

kimia.” ”Esensi pertama dalam ilmu kimia,” ujarnya menegaskan, ”adalah 

kita harus melakukan pekerjaan yang praktis dan melakukan eksperimen 

karena siapa yang tidak melakukan pekerjaan praktis ataupun melakukan 

eksperimen, tidak akan pernah meraih tingkatan ahli.”

Metode Eksperimen

Berbagai metode kerja yang digambarkan dalam tulisan Jabir diungkap-

kan dengan terperinci dan membantu ilmu kimia menjadi bidang sains. 

Penggambarannya tentang bagaimana memproduksi zat kimia tertentu, 

atau melakukan berbagai proses tertentu, disebut resep, dan tulisannya mi-

rip instruksi membuat kue. Tetapi resep Jabir cukup jelas untuk dijadikan 

panduan dan menjadi contoh dalam menuliskan karya ilmiah yang ter-

perinci. Karena ketelitian Jabir yang sangat tinggi, dia menciptakan tim-

bangan yang bisa mengukur berat dengan akurat sampai seperenam gram. 

Mungkin ketelitian inilah yang menuntunnya untuk berspekulasi bahwa 

saat zat-zat kimia bersenyawa, sifat alaminya akan bertahan dalam ting-

katan yang terlalu kecil untuk dilihat.

Bagi Jabir, dan banyak ilmuwan lainnya, bereksperimen dengan zat 

berarti masuk ke dalam ruang kerja dan melihat apa yang terjadi saat 

dia mencampurkan berbagai zat, memanaskannya, mendinginkannya, 

menghancurkannya, memanggangnya, mengaduknya, dan seterusnya—

gambaran klasik ruang kerja ahli alkimia dan kelak laboratorium kimia. 

126 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Untuk melakukan semua ini dengan ketelitian yang dia butuhkan, Jabir 

menggunakan atau menciptakan sejumlah tabung penelitian, misalnya 

bejana kimia. Dia juga diperkirakan telah menemukan sejumlah proses 

kimiawi seperti reduksi dan sublimasi, dan yang paling penting, penyu-

lingan—atau paling tidak kalau dia tidak menemukan penyulingan, dia 

telah menemukan cara untuk menyaring zat-zat kimia dengan menciptakan 

alembik, tabung penelitian sederhana untuk memanaskan cairan, dengan 

selang untuk menyalurkan cairan dari uap yang dipadatkan di bagian atas 

tabung kimia tersebut.

Dengan  alembik, anggur bisa diubah menjadi alkohol. Tentu saja alko-

hol bukan digunakan untuk menciptakan minuman beralkohol, karena 

agama Islam telah mengharamkannya, tetapi pembuatan alkohol men-

jadi proses kunci untuk sejumlah industri yang menggunakan kimia yang 

berkembang pesat di dunia Islam, termasuk pembuatan parfum, pembuatan 

tinta dan bahan celup, obat-obatan, dan zat kimia tertentu. Alembik juga 

kelak akan digunakan untuk menyuling minyak mineral untuk membuat 

minyak tanah yang digunakan sebagai bahan bakar lampu minyak.

Jabir juga diakui sebagai penemu asam kuat—asam sulfat, asam hidro-

klorat, dan asam nitrat—yang sedemikian kuatnya sehingga bisa melarut-

kan logam. Untungnya dia juga menemukan bahwa berbagai zat bisa me-

netralkan asam-asam itu, yaitu zat alkali—kata Arab lainnya yang telah 

kita gunakan dalam ilmu kimia. Dia juga menemukan asam yang bisa me-

larutkan emas dan platinum: aqua regia, yaitu campuran asam hidroklorat 

dan asam nitrat. Penemuan ini juga menginspirasi banyak generasi untuk 

mengejar pencarian formula ajaib yang bisa mengubah logam menjadi 

emas. Tetapi penemuan asam kuat dan alkali lebih penting daripada yang 

kita bayangkan. Berbagai zat itu sangat penting dalam ilmu kimia modern 

dan dalam berbagai proses kimiawi industri yang menghasilkan berbagai 

hal yang kita pakai zaman sekarang, mulai dari plastik sampai pupuk 

buatan.

Jabir juga mencoba menyediakan kerangka untuk mengklasiikasikan zat 

kimia. Sebagian kerangkanya ini datang dari pemikiran Yunani kuno atas 

empat unsur—api, tanah, udara, dan air—tetapi dia mengembangkannya 

dengan mengelompokkan berbagai zat menjadi logam, non-logam, dan zat 

yang bisa disuling. Kerangkanya tidak jauh berbeda dengan pengelompok-

127 Bermain-Main dengan Unsur Kimia

an yang menjadi tabel periodik modern yang mengidentiikasikan logam 

dan non-logam, dan juga zat yang mudah menguap.

Al-Razi dan Setelahnya

Sekitar satu abad setelah Jabir, al-Razi yang kelak dikenal karena keber-

hasilan dalam ilmu kedokteran mulai melanjutkan apa yang telah diting-

galkan Jabir. Al-Razi menyempurnakan klasiikasi karya Jabir dan mem-

bedakan antara zat yang ada secara alami dan yang diciptakan di dalam 

laboratorium. Dia juga menekankan pentingnya pembuktian dengan me-

lakukan eksperimen dan memperbaiki proses penyulingan, penguapan, 

dan penyaringan yang masih mentah.

Mineral dan obat-obatan herbal sudah digunakan selama ribuan, bila 

bukan ratusan ribu, tahun lamanya sebelum masa al-Razi, tetapi dia mem-

berikan kontribusi kepada perkembangan ilmu farmakologi—di mana 

berbagai zat kimia dengan berhati-hati dicampurkan dalam jumlah kecil 

namun akurat dan diracik untuk membuat obat-obatan. Ilmuwan lainnya 

seperti al-Biruni, al-Zahrawi, dan Abu al-Mansur Muwaffaq mengem-

bangkannya lagi dan berbagai kitab mereka tentang obat-obatan dan me-

tode racikan telah memberikan pengaruh besar di Eropa Barat saat kitab-

kitab mereka mencapai daerah itu di akhir abad pertengahan.

Ilmu alkimia dalam tradisi Mesir-Persia-Arab terus menarik pengikut 

yang serius sampai abad ke-18—Robert Boyle dan Isaac Newton adalah 

ahli alkimia. Tetapi akhirnya ketidakpercayaan akan ilmu gaib—dan para 

dukun ahli alkimia yang menjanjikan jalan untuk menciptakan emas—

mengalahkan daya tariknya sehingga ilmu itu mulai mandek, walaupun 

tidak hilang samasekali. Di sisi lain, ilmu kimia menjadi dasar ilmu pe-

ngetahuan dan hari ini telah menjadi bidang ilmu pengetahuan yang pen-

ting.

128 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

12

Berbagai Alat yang Unik

Aku benar-benar terikat kepada pengejaran sains [tentang mesin] 

dan gigih dalam melakukan percobaan untuk meraih kebenaran. 

Banyak orang mengharapkan supaya diriku menjadi terkemuka dalam 

ilmu pengetahuan yang kita cintai bersama. Berbagai jenis mesin 

penting menarik perhatianku, menawarkan berbagai kemungkinan 

untuk pengendalian yang mengagumkan.

Badi al-Zaman al-Jazari, Turki, 1206

Hanya beberapa sosok saja dalam sejarah sains Islam yang lebih menarik 

dibandingkan ketiga kakak beradik ini: Ja’far Muhammad, Ahmad dan 

al-Hasan. Mereka tinggal di Baghdad semasa pemerintahan Khalifah al-

Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah di awal abad ke-9, dan bersama-sama 

dikenal sebagai ”Banu Musa bersaudara”. Ayah mereka, Musa bin Shakir, 

konon adalah penjahat di masa mudanya, tetapi entah bagaimana berhasil 

menutupi masa lalunya, lalu tidak hanya menjadi ahli astronomi dan 

astrologi tetapi teman dekat Khalifah Harun ar-Rasyid. Dia meninggal di 

usia muda, meninggalkan tiga anak laki-laki. Putra Khalifah Harun, yaitu 

Khalifah al-Ma’mun, pelindung sains dan rasionalitas, berusaha meng-

urus mereka.

Saat anak-anak muda itu tumbuh besar, mereka diberi kesempatan 

untuk menangani Baitul Hikmah milik al-Ma’mun dan sudah jelas bahwa 

mereka telah memanfaatkannya. Mereka adalah cendekiawan brilian dan 

memberikan kontribusi untuk merangsang proyek penerjemahan, mengi-

rimkan duta dan mengeluarkan dana besar untuk mendapatkan naskah 

129 Berbagai Alat yang Unik

dari kekaisaran Byzantium dan tempat lainnya. Mereka dengan cepat 

menguasai bahasa Yunani dan tak lama kemudian telah menuliskan pe-

nemuan pentingnya dalam ilmu matematika menguasai kerucut dan elips, 

mengembangkan penemuan Apollonius. Mereka juga ahli astronomi 

yang hebat dan berdasarkan permintaan al-Ma’mun mampu membuat 

perhitungan yang akurat tentang keliling bumi. Namun, selain reputasi 

mereka untuk menimbulkan kekacauan, yang membuat mereka tersohor 

adalah berbagai mesin dan peralatan hebat yang mereka ciptakan untuk 

menyenangkan anggota kerajaan Baghdad.

Berbagai Mainan yang Mengagumkan

Banu Musa mungkin telah mendesain berbagai mesin industri atau sains 

tetapi kalaupun itu benar, karya mereka telah hilang. Apa yang kita 

ketahui dari karya mereka adalah mereka mendesain mainan. Mereka 

menggambarkan 100 peralatannya dalam buku yang diberi nama Kitab al-

Hiyal (Kitab Alat-Alat) yang ditulis pada tahun 830, dan setiap peralatan 

yang telah ditelaah oleh ahli sejarah sejauh ini adalah peralatan yang 

sangat canggih. Air mancur yang bisa berubah bentuk dalam hitungan 

menit, jam dengan berbagai pernik-pernik, kendi tipuan, seruling yang 

bermain sendiri, kendi air yang menuangkan air secara otomatis, dan 

bahkan pelayan mekanik seukuran manusia yang bisa menuangkan air 

teh. Berbagai peralatan ini di zaman sekarang masih terasa mengejutkan 

sebagaimana saat di mana mereka diciptakan, tetapi semua benda itu 

pastinya telah memukau dan memesona istana Al-Ma’mun.

Walaupun benda-benda itu hanya mainan, daya cipta Banu Musa pada 

berbagai peralatan ini sungguh mengesankan, begitu pula dengan tek-

nologi baru dalam bidang teknik: bidang otomatisasi. Dengan mengguna-

kan katup satu atau dua arah yang bisa menutup dan membuka sendiri, 

berbagai alat untuk menunda tindakan dan menanggapi umpan balik, 

dan ingatan mekanis sederhana, mereka menciptakan sistem otomatisasi 

yang tidak berbeda dengan berbagai prinsip mesin di zaman modern. Me-

reka menggunakan air dengan tekanan dan bukannya elektronik, tetapi 

banyak prinsip operasinya sama dengan alat zaman sekarang.

130 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Menggunakan Air untuk Menentukan Waktu

Gagasan memanfaatkan tekanan air untuk otomatisasi meraih puncaknya 

pada perkembangan jam. Kebutuhan untuk mengetahui waktu salat men-

jadi titik penting dalam Islam untuk mengembangkan jam air yang bisa 

menunjukkan waktu baik di siang maupun di malam hari. Jam air seperti 

yang diciptakan oleh al-Zarqali di Toledo (abad ke-11) menjadi keajaiban 

di zamannya.

Alat yang luar biasa adalah jam air dalam bentuk gajah, didesain oleh 

insinyur bernama Badi al-Zaman al-Jazari yang digambarkan dan dideskrip-

sikan dalam bukunya yang dalam bahasa Inggris berjudul The Book of 

Knowledge of Ingenious Mechanical Devices (1206). Jam gajah ini mengom-

binasikan prinsip air Arkhimedes dengan gajah India dan pengukur waktu 

yang menggunakan air, naga Cina, phoenix Mesir, karpet Persia, dan ang-

ka Arab.

Al-Jazari dilahirkan di daerah al-Jazira antara sungai Tigris dan Eufrat 

pada abad ke-12. Itu adalah masa ketika orang-orang berbahasa Turki 

sudah mulai menguasai bagian dunia tersebut dan pada tahun 1174 dia 

bekerja untuk Bani Artuq, penguasa Amid (kini dikenal sebagai Diyar 

Bakir di Turki selatan). Mungkin banyak insinyur lainnya yang sama ber-

bakat dan inovatif seperti al-Jazari tetapi dia juga ahli komunikasi yang 

andal yang bisa menulis dan menggambar. Namun usianya pasti sudah 

lanjut saat Pangeran Amid, Nasir al-Din Mahmud, memerintahkan diri-

nya untuk menulis bukunya karena hanya dalam beberapa bulan setelah 

menyelesaikan buku itu, dia meninggal dunia.

Para peneliti baru mulai menelaah bukunya, yang sepertinya puncak 

teknologi mekanik Islam, untuk mencoba beberapa mesin di dalamnya—

entah dengan komputer atau dengan membangun model menurut desain 

yang dibuat oleh al-Jazari. Yang mereka temukan mulai menyebabkan 

kegemparan.

Transfer Teknologi

Para ahli sejarah seringkali sulit menemukan dengan akurat betapa pen-

tingnya teknologi kuno dalam membentuk dunia modern. Sebagai contoh-

131 Berbagai Alat yang Unik

nya, dalam banyak bidang sains, penemuan naskah ilmiah bisa membantu 

para cendekiawan mengikuti jejak dokumen yang menunjukkan bagai-

mana sebuah pemikiran menyebar. Naskah juga berisi pengakuan yang 

menunjukkan kepada para pembaca siapa lagi yang perlu dihargai dalam 

penemuan tertentu. Melalui cara itu kita mengetahui, misalnya, bahwa 

ahli astronomi Nicolaus Copernicus menggunakan sumber yang ditulis 

dalam bahasa Arab.

Namun, dalam hal teknologi, tidak selalu mudah melihat bagaimana 

penemuan baru diciptakan. Tanpa adanya bukti isik kita tidak bisa me-

mastikan apakah sebuah ciptaan merupakan hasil karya sang penciptanya 

atau sampai sejauh mana dia mungkin—atau mungkin tidak—mencontoh 

pemikiran rekan-rekannya. Ini disebabkan karena banyaknya ”rantai yang 

hilang” saat membicarakan benda dari masa lalu yang kini sudah tidak ada 

lagi.

Ada banyak alasan mengapa sulit memastikan dengan akurat sejauh 

mana teknologi Islam diikuti oleh Eropa Barat, dan sejauh mana perkem-

bangan teknologi modern tidak dipengaruhi samasekali oleh berbagai 

hal yang terjadi di masa lalu. Dari berbagai contoh al-Jazari dan Bani 

Musa bersaudara, sepertinya teknologi di zaman Islam sudah cukup maju. 

Kita menemukan rujukan mengenai poros engkol, yang menjadi kompo-

nen utama pada berbagai mesin di zaman Revolusi Industri Eropa. Kita 

menemukan katup yang kini ditemukan dalam wujud mesin pembakaran 

internal. Dan banyak referensi atas katup otomatis dan pompa dobel, 

begitu juga dengan teknologi untuk mengangkat air—dan juga menggu-

nakan air untuk sumber tenaga.

Banyak teknologi telah membantu dimulainya Revolusi Industri, dan 

dari yang telah kita lihat di bab ini, para ilmuwan dan insinyur di dunia 

Islam mungkin memainkan peran di dalamnya.


Bagian III

Pemikiran Berikutnya


13

Penjelajahan Tiada Akhir

Siapa pun yang mencari kebenaran tidak akan mendapatkannya dengan mempelajari 

tulisan para pendahulunya lalu hanya menerimanya begitu saja. Siapa pun yang 

mempelajari karya ilmiah harus, jika dia ingin menemukan kebenarannya, mengubah 

dirinya menjadi kritikus atas apa pun yang dibacanya. Dia harus menelaah berbagai 

hasil pengujian dan penjelasan dengan keakuratan tinggi dan mempertanyakannya 

dari berbagai sudut pandang dan aspek yang berbeda-beda.

Hassan Ibnu al-Haitsam, Kairo, abad ke-10

Sebagian besar isi buku ini menceritakan tentang bagaimana para ilmuwan 

dari masa Islam memberikan kontribusi kepada dunia modern. Kita telah 

melihat berbagai proses ilmiah dan industri. Bab sebelumnya kita telah 

melihat ilmu rekayasa (engineering), dan sebelumnya kita telah membedah 

ilmu matematika (aljabar dan trigonometri) serta ilmu kedokteran. Dan 

dalam ilmu astronomi, para ahli astronomi berbahasa Arab diketahui 

telah memberikan kontribusi terhadap hasil kerja Copernicus. Namun 

para ilmuwan Islam memberikan pengaruh di bidang lainnya yang mung-

kin telah membantu membentuk dunia yang kita kenal pada hari ini, 

termasuk alat optik dan perkembangan perguruan tinggi. Terlebih lagi, 

ada bukti nyata adanya pemikiran awal di dunia Islam tentang topik asal 

usul manusia.

Percaya Karena Melihat

Hakikat alami penglihatan, dan pencarian mekanisme indra penglihatan, 

menjadi pertanyaan paling tua dalam sejarah pengetahuan manusia. 

136 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Semua itu adalah hal-hal yang juga menarik bagi para ilmuwan dunia 

Islam dan pada saat Khalifah al-Ma’mun serta pergerakan penerjemahan 

dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, para cendekiawan seperti Ibnu Sina 

dan Ibnu al-Haitsam sangat menyadari berbagai teori yang tersohor pada 

zaman tersebut.

Mungkin teori paling populer tentang indra penglihatan adalah apa 

yang kini disebut sebagai teori extramission dengan para pendukung seperti 

Plato. Menurut teori extramission, mata manusia mampu melihat berbagai 

objek karena mata melepaskan sejenis energi optik. Energi ini dianggap 

mirip seperti radiasi elektromagnetik; memancar keluar dari mata dalam 

bentuk denyutan, menyorotkan semacam cahaya, yang membuat manu-

sia bisa melihat.

Namun teori extramission tidak luput dari kritik dan di antara pengkri-

tiknya adalah Aristoteles. Para pengkritik meyakini bahwa penglihatan 

bukan disebabkan cahaya yang dipancarkan dari mata namun kemung-

kinan besar datang dari cahaya yang dilepaskan oleh benda isik itu sen-

diri, yang kemudian berinteraksi dengan mata. Teori ini dikenal sebagai 

intromission dan tidak jauh dari pengetahuan kita yang terbaru tentang 

indra penglihatan.

Galenus, pelopor obat-obatan herbal, memiliki pandangan lain: dia 

mempercayai pemikiran extramission bahwa mata memancarkan energi 

optik, tetapi dia juga meyakini bahwa kemampuan melihat terjadi saat 

energi ini bercampur dengan udara di sekelilingnya dan cahaya mata-

hari.

Di antara para ilmuwan pertama di dunia Islam yang menguasai teori 

penglihatan adalah Abu Yusuf al-Kindi, anak gubernur Baghdad yang 

menjadi penasihat sains untuk tiga khalifah, mulai dari Al-Ma’mun. Al-

Kindi, seperti penguasa, mengakui bangsa Yunani sebagai ahli terdahulu 

tetapi, seperti banyak ilmuwan di zamannya, dia juga tahu bahwa kemaju-

an dalam pendidikan membutuhkan pengembangan dan perbaikan dari 

berbagai pemikiran di masa lalu:

Sudah wajar bagi manusia untuk meyakini prinsip yang telah diikutinya dalam 

semua pekerjaan dengan pertama-tama mencatat semua kutipan yang lengkap 

dari apa yang dinyatakan ilmuwan terdahulu mengenai topik tersebut. Kedua, 

137 Penjelajahan Tiada Akhir

melengkapi apa yang tidak diungkapkan dengan terperinci oleh para ilmuwan 

dan ini menurut penggunaan bahasa Arab, kebiasaan dan kemampuan kita 

sendiri.

—Dari Theories of Vision: From Al Kindi to Kepler

oleh David Lindberg, Chicago, 1976

Pendukung lain teori extramission dari dunia Islam termasuk al-Farabi 

(yang meninggal tahun 950) dan ahli astronomi Nasir al-Din al-Tusi.

Teori extramission juga didukung oleh kelompok ilmuwan kedua, di-

pimpin oleh dokter dan penerjemah dari Baghdad, Hunayn bin Ishaq. 

Hunayn dan rekan-rekannya mendukung argumentasi Galenus. Mereka 

meyakini bahwa mata memancarkan energi optik tetapi kemampuan 

penglihatan kita diraih saat energi extramission bercampur dengan udara 

dan cahaya matahari.

Sebagai kritik terhadap teori intromission, Hunayn meminta para pem-

baca bukunya membayangkan sekelompok besar manusia—katakanlah 

10.000 orang—berdiri di hadapan gunung yang tinggi. Jika gunung itu 

mampu memancarkan gambarnya sendiri, ujar Hunayn, maka gunung 

itu harus tahu ia seharusnya memancarkan 10.000 gambar agar setiap 

orang yang berdiri di hadapannya bisa melihat gunung itu. Menurutnya, 

karena tidak mungkin gunung mengetahui berapa banyak orang yang 

melihatnya, itu berarti teori intromission pasti keliru.

Menurut ahli sejarah David Lindberg pemikiran Hunayn berpengaruh 

besar baik di dunia Islam dan setelahnya. Buku Hunayn yang dalam bahasa 

Inggris berjudul Ten Treaties on the Eye ”memengaruhi hampir semua ilmu 

optika dan pengetahuan tentang mata di Barat sebelum abad ke-17.”

Sudut Pandang yang Berbeda

Intromission, walaupun tidak begitu populer di antara ilmuwan Islam, 

memiliki beberapa pendukung yang berpengaruh. Di antaranya adalah 

al-Razi (yang meninggal pada tahun 924). Dengan menggunakan peng-

alamannya sebagai dokter, al-Razi menemukan bahwa pupil mata mata 

berkontraksi dan melebar bergantung pada seberapa banyak cahaya dari 

138 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

luar yang diterima olehnya. Ini berkebalikan dengan pandangan Hunayn 

bahwa pupil mata melebar mengikuti tekanan energi penglihatan yang 

akan dilepaskan oleh mata.

Selain al-Razi, beberapa serangan yang paling kuat dan meyakinkan 

terhadap teori extramission berasal dari Ibnu Sina. Walaupun sangat hebat 

dalam menuliskan pengetahuan kedokterannya, Ibnu Sina memiliki per-

bedaan pandangan dengan gurunya tentang teori extramission. Bagi Ibnu 

Sina, extramission berlawanan dengan akal sehat; dia tidak mempercayai 

sesuatu yang sangat kecil seperti mata bisa menghasilkan energi yang cu-

kup besar sehingga mampu menempuh jarak yang jauh, seperti ke bintang-

bintang di langit, dan proses ini terjadi setiap kali kita membuka mata. 

Terlebih lagi, ujar Ibnu Sina, jika memang benar penglihatan terjadi saat 

energi dari mata bercampur dengan udara dan cahaya matahari maka bin-

tang dan planet di kejauhan tidak akan bisa dilihat oleh mata telanjang 

karena udara tidak menyentuh berbagai objek di kejauhan ini.

Kritik Ibnu Sina terhadap extramission sangat kuat dan untuk tingkatan 

tertentu meyakinkan. Namun, dia tidak mampu meningkatkan pemaham-

an kita mengenai indra penglihatan. Tugas mendalami penelitian tentang 

optika ke tingkatan yang lebih tinggi jatuh kepada Ibnu al-Haitsam.

Optika Mencapai Tingkatan yang Lebih Tinggi

Seperti yang sudah kita ketahui, Ibnu al-Haitsam hidup di abad ke-10 

dan bekerja untuk kekhalifahan Ismailiyah (Dinasti Fatimiyah) yang 

berpusat di Kairo, di bawah khalifah al-Hakim. Dia mendalami sejumlah 

bidang walaupun dikenal di dunia Barat atas pengetahuannya di dunia 

optika dan ilmu astronomi, termasuk Kitab al-Manazir (Kitab Optika), 

Maqala  dawal-qamis (Makalah tentang Cahaya Bulan), dan al-Syukuk 

’ala Batlamyus (Keraguan terhadap Ptolemeus). Ibnu al-Haitsam adalah 

ahli eksperimen mahir dan menggunakan keahliannya semaksimal mung-

kin saat menguji berbagai teori yang ada di zaman itu.

Dia memulai kritiknya terhadap extramission dengan menggambarkan 

apa yang terjadi saat orang-orang dihadapkan ke cahaya terang. Sebagai 

contoh, seseorang yang mencoba melihat matahari secara langsung akan 

139 Penjelajahan Tiada Akhir

merasakan sakit, ujarnya, begitu pula mereka yang mencoba melihat 

bayangan matahari di cermin. Tidak peduli apa sumber cahayanya, efek 

cahaya terang, menurut Ibnu al-Haitsam, akan selalu sama—begitu pula 

dengan rasa sakitnya. Hal ini menunjukkan kepadanya bahwa cahaya 

yang masuk ke dalam mata dari luar memiliki peranan tertentu dalam 

kemampuan melihat.

Terlebih lagi, ujarnya, bahkan jika kita menerima teori mata melepas-

kan energi visual yang berinteraksi dengan udara (pendapat Galenus), 

hasil interaksi itu harus mengalir kembali ke mata sehingga visi itu bisa 

diterima oleh otak sang pengamat. Hal ini menunjukkan bahwa, bahkan 

kalau kita menerima teori extramission, beberapa bentuk intromission di-

butuhkan mata untuk bisa melihat.

Untuk menguji pemikirannya lebih jauh lagi, dia mulai bereksperimen 

dengan pembiasan, yaitu pembelokan cahaya saat melewati suatu medium 

ke medium lainnya. Menurut Ibnu al-Haitsam, jika penglihatan terjadi 

saat cahaya memancarkan suatu benda menuju mata, kemungkinan besar 

cahaya itu akan membelok begitu memasuki mata. Cahaya yang mem-

belok itu bisa menyebabkan gambar yang terdistorsi, jadi Ibnu al-Haitsam 

melakukan banyak eksperimen untuk melihat apakah mungkin cahaya di-

transfer dari satu medium ke medium lainnya tanpa berbelok.

Kontribusi utama Ibnu al-Haitsam lainnya atas optika adalah menyata-

kan bahwa matematika optika—misalnya pantulan dan pembiasan—ha-

rus konsisten dengan apa yang kita ketahui tentang biologi mata. Itu 

terobosan baru dan teori penglihatannya sangat berpengaruh. Dan, se-

perti kasus lainnya, pengaruhnya lebih terasa di antara ilmuwan Barat 

daripada di wilayahnya sendiri. Pemahaman kita yang sekarang mengenai 

kemampuan melihat tidak langsung berasal dari Ibnu al-Haitsam tetapi 

tidak diragukan lagi bahwa dia adalah salah seorang pertama yang me-

nunjukkan kecacatan teori extramission.

Kembali ke Sekolah

Para ahli sejarah sepakat bahwa ahli astronomi Jerman, Johannes Kepler, 

yang berperan besar dalam ilmu optika dan astronomi yang kita kenal 

140 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

sekarang, mengandalkan hasil kerja Ibnu al-Haitsam, yang banyak ter-

sedia dalam bahasa Latin pada abad ke-16 dan ke-17.

Pada abad ke-16, para ilmuwan di Eropa Barat seperti Kepler kemung-

kinan besar belajar atau bekerja di universitas. Berbagai universitas di 

Eropa Barat mulai muncul di abad pertengahan. Universitas Siena, misal-

nya, yang didirikan pada tahun 1204 adalah salah satu lembaga pendidikan 

tertua di Eropa Barat. Bersama dengan Bologna, Cambridge, Oxford, Pa-

dua, dan universitas Eropa tertua di Paris, Universitas Siena membantu 

kebangkitan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Eropa setelah zaman 

pertengahan. Namun, bagi para pengunjung dunia modern dari Timur Te-

ngah atau Asia, arsitektur universitas di Eropa banyak mencontoh kam-

pus-kampus di zaman Islam, yang pertama kali didirikan di Baghdad di 

abad ke-9 dan ke-10, dan kemudian di Kairo, Mesir. Mungkin bentuk 

arsitektur yang paling jelas adalah keberadaan halaman kotak atau persegi 

empat yang besar, dikelilingi dengan ruangan mengajar di sekelilingnya.

Namun kemiripannya lebih dalam lagi. Beberapa ahli sejarah, terutama 

almarhum George Makdisi, telah menemukan hubungan yang menarik 

antara organisasi pendidikan di Eropa Barat dan berbagai lembaga sejenis-

nya di dunia Islam. Sebagai contoh, Makdisi menemukan bahwa beberapa 

kata dan konsep yang biasa digunakan di perguruan tinggi modern dan 

riset ilmiah zaman sekarang memiliki hubungan dengan Islam dii masa 

lalu.

Yang paling mencolok adalah gelar ”doktor” (doctorate), konsep yang 

ditemukan pada zaman awal berdirinya universitas Eropa. Namun gelar 

doktor ini diyakini oleh para ahli sejarah seperti Makdisi sudah ada pada 

masa sebelumnya, dalam ijazah atau diploma yang disebut ”izin untuk 

mengajar dan mengeluarkan opini hukum”. Gelar itu dianugerahkan oleh 

para guru senior di kampus dunia Islam kepada muridnya yang setelah 

belajar beberapa tahun bisa menunjukkan mereka telah menyerap cukup 

banyak pengetahuan sehingga mampu mengajarkannya kepada orang 

lain. Makdisi menemukan bahwa diploma pengajaran digunakan untuk 

hal yang sama di Bologna dan Paris dua abad setelahnya.

Walaupun memiliki kemiripan seperti itu, ada satu hal utama yang 

membedakan universitas Eropa pertama dengan kampus di zaman Islam. 

Universitas seperti Bologna, Oxford, dan Paris didirikan dengan dukungan 

141 Penjelajahan Tiada Akhir

gereja yang berkuasa secara politik dengan tujuan mendidik generasi 

cendekiawan-agamawan baru yang diharapkan akan memegang tampuk 

kekuasaan di kemudian hari.

Sebaliknya, perguruan-perguruan tinggi pertama Islam muncul seba-

gai gerakan menentang agama yang diatur pemerintah—dan mereka bu-

kan menjadi tempat di mana para ilmuwan terkemuka datang untuk 

bekerja atau belajar. Hampir semua ilmuwan yang kita temukan di buku 

ini bekerja langsung kepada para khalifah dan gubernur dan seringkali 

ditempatkan di dalam kompleks istana. Kita telah melihat salah satu 

khalifah, al-Ma’mun, memulai inkuisisi, memerintahkan hukuman mati 

kepada para intelektual yang menolak menerima rasionalisme di dalam 

Islam. Hal yang tidak banyak diketahui adalah begitu inkuisisi ini gagal 

maka mereka yang menolak tuntutan khalifah memutuskan membentuk 

perkumpulan sendiri (dalam bentuk perserikatan) sehingga di masa de-

pan bisa menolak berbagai usaha ikut campurnya pemerintahan di dalam 

pendidikan agama dan menentukan siapa pun yang berhak—atau tidak 

berhak—menjadi guru dan memiliki murid.

Berbagai perserikatan ini kelak menjadi universitas pertama, dan ”hak 

mengajar” diberikan baik untuk meningkatkan jumlah cendekiawan yang 

bisa menentang negara dan pada saat yang bersamaan menciptakan kuri-

kulum yang tidak mengikutsertakan mata pelajaran seperti ilsafat (dan 

mungkin ilmu alam), yang sesuai dengan kebijakan al-Ma’mun untuk 

memaksakan doktrin agama dari pemerintah.

Ini tidak berarti para khalifah Islam lainnya tidak melanjutkan usaha 

mereka untuk ikut campur dengan pendidikan dan penggalian ilmu pe-

ngetahuan untuk mengejar berbagai tujuan mereka sendiri—termasuk 

ilmu pengetahuan dan ilsafat. Hal itu masih terus terjadi dan berbagai 

contoh termasuk jaringan institusi yang didirikan di Baghdad pada abad 

ke-11 oleh Nizam al-Mulk. Jaringan ini didirikan sebagian disebabkan 

untuk menghadapi apa yang dilihat para pimpinan sebagai ancaman dari 

para khalifah Ismailiyah dan Fatimiyah. Universitas Al-Azhar di Kairo 

sudah didirikan oleh Bani Fatimiyah, dengan alasan agar mereka bisa 

melatih para cendekiawan dan ulama sendiri sesuai dengan doktris rasio-

nalisnya.

Jika asal gelar doktor suatu hari nanti ditemukan berasal dari kota-

142 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

kota kuno di Timur Tengah, kesimpulan yang tidak bisa ditentang lagi 

adalah komponen utama perusahaan penelitian modern kita memiliki 

akar dalam dua hal yang sepertinya berlawanan: pertama keinginan un-

tuk membebaskan biaya pendidikan dari pengendalian negara; kedua 

keinginan untuk menghentikan anak-anak muda dari berinovasi dan ber-

eksperimen dengan berbagai ide yang mereka miliki, dan malahan meng-

arahkan mereka menuju cara pemikiran yang tradisional.

Kesimpulan kedua mungkin lebih mengkhawatirkan. Seperti yang akan 

kita lihat di bab berikutnya, negara-negara Eropa telah menggunakan 

pendidikan—baik penelitian ilmiah dan pendidikan yang lebih tinggi—

untuk menjadi dasar kolonisasi. Jika universitas Islam menjadi pelopor 

untuk universitas di Eropa, apakah bisa dikatakan bahwa sains dan pen-

didikan di zaman Islam memiliki peranan kecil dalam proyek kolonial-

isme?

Mengakui Masa Lalu

Seperti yang bisa dilihat di bab ini dan bagian lain dari buku ini, para cen-

dekiawan zaman Islam adalah orang yang sangat murah hati—mungkin 

terlalu murah hati—dalam mengakui bahwa pengetahuan mereka tentang 

optika, astronomi, ilmu kedokteran, dan berbagai ilmu lainnya telah di-

kembangkan di tempat lain, khususnya di India dan Yunani kuno. Yang 

kini disebut di dunia Barat sebagai sistem angka Arab, dalam bahasa 

Arab dikenal sebagai ”sistem angka India”, dan apa yang dikenal dalam 

dunia Barat sebagai ilmu kedokteran Islam, di negara-negara Muslim di-

kenal sebagai ilmu kedokteran Yunani (atau Unani).

Namun, saat datang giliran Eropa, tidak semua lembaga penelitian ber-

sedia memberikan penghargaan dan pengakuan bahwa beberapa pemikiran 

yang dikerjakan di abad ke-15 dan ke-16 datang ke Eropa dari berbagai 

imperium dengan kebudayaan non-Barat. Kurangnya pengakuan seperti 

ini tidak berlaku universal, dan hal ini terbukti tidak menjadi masalah 

di bidang optika, aljabar, dan kimia. Seperti yang kita lihat, kontroversi 

yang lebih besar adalah seberapa jauh ilmu astronomi, kedokteran, dan 

lembaga pendidikan di zaman Islam telah diadopsi di Eropa.

143 Penjelajahan Tiada Akhir

Dalam bukunya Islam and the Destiny of Man, penulis dan mantan 

diplomat Inggris, Charles Le Gai Eaton, menyatakan bahwa zaman seka-

rang (ketika berbagai negara Islam dan dunia pasca-Kristen berada dalam 

keadaan damai) adalah zaman yang janggal. Menurutnya, dahulu kala 

hubungan antara keduanya penuh dengan peperangan dan perasaan tidak 

percaya. Ada masa-masa peperangan yang berlangsung berabad-abad  an-

tara masa kekhalifahan Islam dan Byzantium, diikuti dengan berabad-abad  

perang Salib, dan setelah itu diikuti oleh perseteruan berabad-abad antara 

negara-negara Eropa dan kekhalifahan Utsmaniyah sampai abad ke-20 

dan di akhir Perang Dunia Pertama.

Sejarah peperangan yang lama itu mungkin memberikan penjelasan 

mengapa berbagai institusi di Eropa enggan mengakui (atau mengutip) 

validitas pendidikan di masa Islam. Cara memahami hubungan ini adalah 

dengan melihat apa yang terjadi di masa Perang Dingin dan setelahnya. 

Bahkan jika mereka menginginkannya, para ilmuwan dari Timur dan 

Barat tidak bisa mengakui hasil karya satu dengan yang lainnya karena 

dalamnya rasa permusuhan antara Amerika Serikat dengan negara yang 

dahulu bernama Uni Soviet.

Namun contoh yang lebih relevan bisa ditemukan dalam penerimaan 

ilmu kedokteran Ibnu Sina di Eropa Renaissance. al-Qanun  al-Thibb 

(Kanun Kedokteran) tidak diragukan lagi memiliki pengaruh paling besar 

terhadap buku ajar ilmu kedokteran mana pun di dunia pra-modern. Buku 

itu mendominasi ilmu kedokteran dan penelitian lebih dari lima abad, 

dan telah mengubah bagaimana ilmu kedokteran dipraktekkan di Eropa 

Latin. Namun pada saat yang sama Ibnu Sina kadang-kadang diserang de-

ngan kasarnya oleh para komentator di Eropa Barat, baik atas ilmu ke-

dokterannya maupun kenyataan bahwa dia berasal dari agama yang ber-

beda.

Banyak sains dan ilmu kedokteran tiba di Eropa dalam bahasa Arab 

melalui Spanyol—khususnya melalui sekolah penerjemahan di Toledo. 

Tapi bagaimana buku al-Qanun masuk ke kurikulum di uiniversitas 

masih tidak jelas. Penerjemahan Latin pertama yang dikenal dilakukan 

oleh Gerarda da Cremona di abad ke-12. Terjemahannya menjadi buku 

standar di Eropa Barat—hanya sedikit yang sesudah itu perlu membaca 

buku aslinya yang ditulis dalam bahasa Arab.

144 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Buku al-Qanun dengan cepat diajarkan di berbagai sekolah kedokteran 

di Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol seperti Bologna, Montpellier, 

Padua, Paris, dan Tubingen. Berkat kerja keras ahli sejarah yang berbasis 

di New York bernama Nancy Siraisi, kita tahu keberadaan 60 edisi yang 

berbeda, beredar antara tahun 1550 sampai 1674.

Namun, pada pertengahan abad ke-14, para kritikus mulai bersuara 

keras. Pada abad ke-15 dan ke-16 dimulailah serangan terhadap ”Avi-

cenna” (Ibnu Sina), dan mereka yang membela hasil karyanya mendapat 

perlakuan diskriminatif dan diasingkan. Ada tiga macam serangan. Ada 

para tradisionalis, mereka yang merasa bahwa ilmu kedokteran yang se-

sungguhnya berasal dari Yunani dan Ibnu Sina telah salah menginter-

pretasikan Galenus. Kelompok kedua adalah mereka yang merasa bahwa 

Kristen Barat tidak memiliki alasan untuk mempelajari ilmu kedokteran 

dari orang yang berbeda keyakinan. Ini terjadi pada saat masa Perang 

Salib. Kelompok ketiga adalah para ilmuwan yang berpikir bahwa metode 

pengajarannya tidak banyak berguna di rumah sakit dan ilmu bedah. 

Namun para kritikus ini tidak melarang peredaran bukunya: mereka me-

nerbitkan berbagai komentar yang mereka ajukan bersamaan dengan 

buku versi Latinnya.

Di abad ke-14, seorang penulis ilmu kedokteran, Fransisco Petrarch, 

menggambarkan al-Qanun sebagai ”kebohongan orang Arab”. Bassiano 

Landi, profesor kedokteran dari abad ke-16 di Padua, menyesali bahwa para 

pendahulunya telah mengambil ”jalan yang salah akibat kepemimpinan 

yang buruk orang Arab”. Di Jerman pada abad ke-16, seorang profesor 

kedokteran bernama Leonhart Fuchs mengatakan: ”Orang Arab telah 

mengambil semua ilmu dari orang Yunani dan, seperti Harpy1, mengotori 

semua yang mereka sentuh.’ Di Prancis pada abad ke-16, Symphorien 

Champier menuduh Ibnu Sina sebagai bagian dari ”sekte Muhammad 

yang kotor dan licik yang membolehkan perceraian dan memandang se-

mua mukjizat memiliki penjelasan alami”.

Untungnya Ibnu Sina memiliki pembela yang gigih. Girolamo 

Cardano, profesor terkenal di Bologna pada tahun 1500-an, mengatakan 

bahwa Ibnu Sina tidak diragukan lagi adalah ahli kedokteran terbesar 

setelah Hippokrates. Dia meyakini bahwa sungguh aneh mengkritik 

1Harpy = dalam mitologi Yunani adalah monster ganas bersayap berkepala wanita.

145 Penjelajahan Tiada Akhir

Ibnu Sina karena agamanya padahal Galenus menyembah berhala; dan 

menurut Cardano, tidak ada agama yang memiliki monopoli atas sains 

atau ilsafat. Pembela yang lain adalah Benedetto Rinio, dokter dari Vene-

sia, yang mengatakan bahwa sungguh tidak masuk akal menyerang Ibnu 

Sina karena mengembangkan karya para pendahulunya—saat sudah jelas 

bahwa itulah yang dilakukan Aristoteles dan Galenus.

Dari Mana Asal-Usul Kita?

Satu bidang ilmu yang kurang dikenal penggaliannya oleh para ilmuwan 

Islam adalah asal-usul manusia. Dua pertanyaan ini yang biasanya menim-

bulkan pemikiran dan penggalian lebih jauh: dari mana asal kita dan apa 

yang terjadi saat kita meninggal?

Seperti yang bisa Anda duga, titik awal mereka adalah dari Alquran 

yang mengandung bahan yang cukup banyak tentang asal-usul manusia. 

Tetapi seperti kitab agama lainnya, Alquran bisa memiliki banyak tafsir, 

dan hal itu memungkinkan para ilmuwan dan ilsuf untuk membuat ber-

bagai penjelasan lainnya atas cerita yang sampai saat ini masih diungkap-

kan kepada jutaan anak dan orang dewasa.

Seperti dalam Alkitab, Islam mengajarkan bahwa Allah menghukum 

Adam dan Hawa karena telah terperangkap tipuan Setan dan memakan 

buah dari pohon terlarang. Umat Muslim meyakini bahwa dunia akan 

kiamat dan setelahnya akan terjadi hari pengadilan saat manusia akan 

dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan apa yang mereka lakukan di 

dunia. Orang baik akan hidup selamanya di tempat yang dinamakan sur-

ga sementara orang berdosa akan selamanya terbakar di neraka. Namun 

kitab suci Islam mengatakan bahwa Adam dan Hawa diampuni oleh 

Allah dan diperintahkan untuk menciptakan kehidupan di dunia, yang 

telah menjadi bagian rencana Tuhan.

Yang paling menarik dari sudut pandang sains, Alquran mengatakan 

bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam beberapa ”tahap”. Beberapa 

ayat juga membicarakan bahwa air sebagai asal kehidupan. Pengajaran 

Islam seperti ini yang membuat para ilmuwan memiliki kesempatan untuk 

berspekulasi mengenai asal-usul manusia dan apa yang terjadi di akhir ke-

hidupan kita.

146 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Spekulasi Mengenai Evolusi

Spekulasi tentang asal-usul manusia bukanlah hal baru dalam sejarah, 

dan dunia Islam, seperti banyak kebudayaan lainnya di dunia, menyajikan 

sejumlah bukti tertulis mengenai pemikiran dan pendapat tentang hal 

tersebut.

Contoh pertama yang