Minggu, 14 Desember 2025

Fikh ibadah 3

 


.o/.to. /.. / l. n.1., l. tc.J-*.r .l ti .-.a r*r ar> J-a."-^Jl ,t F *

.'t J L

" Ap abila salah seorang kalian merasakan sesuatu dalam perutny a lalu

ia ragu apakah ada sesuatu yangkeluar darinya atau tidak, maka

ianganlah keluar dari masjid sebelum ia mendengar suara atau

men cium b au. " (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa seseorang yang merasa ragu-ragu

tentang keluamya kentut, ia tidak perlu terpengaruh dan tidak perlu wudhu

oleh keraguannya ini . Ia baru disuruh wudhu lagi jika merasa yakin

mengeluarkankenfut.

Mengenai menyentuh bagian pucuk dzakar bagi laki-laki, ada dua

hadits shahih yang menerangkan.

Pertama, hadits Busrah sesungguhnya ia pernah mendengar

Rasulullah S hallallahu Alaihi wa Sallom bersab da, "Apabila salah seorang

kalian menyentuh dzakamyg hendaklah ia berwudhu. " ( HR. Malik, Ahmad,

Abu Dawud, dan lainnya. Hadits ini shahih. KataAl-Bukhari, inilah hadits

paling shahih dalam bab ini).

Ke dua, hadits Thalq bin Ali sesungguhnya Nab i Shall all ahu Alaihi

wa Sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang menyentuh

gi*ilugialalu

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

&akarnya, lalu beliau bersabda, "Bukankah itu hanya segumpal atau

sepotong daging? " (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya). Menurut hnu

Al-Madini guru Al-Bukhari, hadits ini lebih kuat daripada haditsnya Busrah

tadi.

Sebagian ulama mencoba mengkompromikan kedua hadib ini .

Hadits yang pertama berkonotasi sunnat. Sementara hadits kedua yaitu  

seperti pendapat para ulama dari kalangan ma&hab Hanafi.

Di antara ulama yang berpendapat bahwa menyentuh dzakar itu

termasuk yang mewajibkan wudhu ialah Al-Auza'i, Ahmad, Ishak, fuy-

Syafi'i, dan lainnya.

Dan di antara ulama yang berpendapat bahwa hal itu tidak

membatalkan wudhu ialah Hasan Al-Bashri, Ats-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak,

danlainnya.

Kemudian di antara sesama ulama yang berpendapat bahwa

menyentuh &akar tanpa ada sekat itu termasuk yang mewajibkan wudhu,

ada yang mengatakan, "Barangsiapa menyentuh dzakar orang lain

hendaklah ia berwudhu." Hal itu berdasarkan hadits , "Wudhu itu kqrena

menyenfuh dzaka4" yang bersifat umum. Tetapi penafsiran ini mengundang

komentar dari ulama lain.

Ada pula sebagian mereka yang berpendapat, jika seorang wanita

menyentuh kemaluannya ia wajib wudhu. Mereka berdasarkan pada

sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Qasim bin Muhammad dari

Aisyah ia berkata, 'Apabila seorang wanita menyentuh kemaluannya ia

berwudhu." Tetapiseperti yang Anda ketahui, hadits ini mouqulpada

Aisyah.

Dan juga berdasarkan hadits Ummu Habibah ia berkata, 'Aku

mendengar Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam pernah bersabda,

"Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu'"

(HR. Ibnu Majah, dan Al-Arcram. Hadits ini dianggap shahih oleh Ahmad

dan Abu Zar'ah). Menurut hnu Sakan, sepengetahuan saya, hadits ini tidak

punya ilat. Hadits yang sama diriwayatkan dari Busrah. Kalimat

Barangsiapo ini bisa diartikan laki-lak dan juga perempuan. Dan kalimat

kemaluan itu bisa diartikan kemaluan milik laki-laki maupun perempuan.

Mengenai kewajiban wudhu sebab  memakan daging unta, ddelas-

kan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim darijabir bin

Samurah, sesungguhnya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah

giA;/r,glada/u

Suci dan Bersih dalam lslam

Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Apakah kami wudhu sebab  makan daging

kambing?" Beliau menjawab, "Kalau mau wudhulah, dan kalau mau kamu

tidak usah wudhu." Lelaki itu bertanya lagi, 'Apakah kamu harus wudhu

sebab  memakan daging onta?"Beliau menjawab, "Ya." Lelakiitu lalu

wudhu sebab  memakan daging unta."

Yang berpendapat bahwa makan daging unta itu dapat membatalkan

wudhu ialah Imam Ahmad, Ishak, Ibnu Al-Mun&ir, Ibnu l{huzaimah, Al-

Baihaqi, dan beberapa ulama ahli hadits. Menurut Asy-Syafi'i, apabila

hadits yang menyinggung tentang daging unta itu shahih, itulah yang aku

jadikan dasarpendapatku." KataAl-Baihaqi, "Dalam masalah ini ada dua

haditsshahih."

Sebagian besar ulama ahli fiqih berpendapat, bahwa yang dimaksud

dengan wudhudalam hadis tadi ialah membasuh tangan dan mulut demi

kebersihan.

Ada pula sebagian ulama ahli fiqih yang lain berpendapat, bahwa

perintah dalam hadits tadi yaitu   perintah sunnat, bukanwajib.

Sedangkan wudhu sebab  menyentuh perempuan yang bukan

mahram, menurut pendapat yang diunggulkan bukan merupakan

kewajiban, berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu Anha,

"sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mencium

seorang isterinya kemudian keluar unfuk menunaikan shalat tanpa wudhu

terlebih dahulu." (Hadits shahih ini diriwayatkan oleh lbnu Abu Syaibah,

Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, dan yang lain). Hadits ini juga

diperkuat oleh hadits Aisyah lainnya yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,

bahwa ia pernah tiduran di kiblat Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam.

Ketika sujud, beliau merabanya lalu Aisyah balas memegang kaki beliau.

Dan ketika beliau hendak berdiri Aisyah melepaskan pegangannya.

Disebutkan dalam Shohih Muslim, sesungguhnya Aisyah menyentuh

telapak kaki Nabi Sho/lo llahu Alaihi wa Sallam ketika beliau sedang shalat

di masjid.

Makna firman Allah " . . atnukamu menyenfuh wanita" menurut Ali dan

Abbas, yaitu   menyetubuhi isteri. Jadi menurut pendapat yang

diunggulkan, menyentuh wanita itu hukumnya tidak membatalkan wudhu.

Ada beberapa ulama ahli fiqih yang mengambillalan tengah dalam

masalah ini. Menurut mereka, apabila menyentuh wanita dengan syahwat,

maka wudhunya batal. Begitu sebaliknya.

giAihgladalu

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

l

l

l

l

I

j

1

I

I

I

I

I

I

l

I

!

I

I

I

I

l

I

L

Mengenai tidur, dij elaskan oleh hadits Shafi,van bin fu sal ia berkata,

"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh kami apabila sedang

bepergian untuk tidak melepaskan khulkami selama tiga haritiga malam,

kecuali sebab  jinabat, bukan sebab  buang air besar, buang air kecil, dan

tidur."

Maksudnya, mereka tetap boleh m engusap khuf ketlkawudhu lagi

yang disebabkan sebab  buang air besar, atau buang air kecil, atau tidur.

Inimenunjukkan bahwa tidur itu membatalkan wudhu. Adapun jinabat itu

mewajibkan mandi, dan untuk mandi jinabat tidak boleh mengusap khul.

Bersumber dari Ali, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam bersabda, "Tali dubur itu sepasang mata. Barangsiapa yang tidur

hendaklahberwudhu." (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan hnu Majah. Hadib

ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykat).

Bersumber dari Anas, ia berkata, "Beberapa orang sahabat Nabi

Shallallahu Alaihi w a Sallam sedang menunggu shalat Isya' sampai kepala

mereka sama miring. Kemudian mereka melakukan shalat tanpa wudhu

terlebih dahulu." (HR. Abu Dawud dan At:Tirmi&i).

Tentang masalah tidur ini ada delapan pendapat di kalangan para

ulama ahlifiqih, seperti yang dikemukakan oleh Asy-Syaukani, Ash-

Shan'ani, dan lainnya. Menurut pendapat yang diunggulkan oleh sebagian

besar ulama ahlifiqih dan yang didukung oleh beberapa dalil, bahwa tidur

yang sampai membatalkan wudhu yaitu   tidur berat, dan tidur dalam

posisi yang memudahkan keluamya kenfut; contohnya seperti tidur dengan

posisimiring, dan tidurdaiam posisisetengah duduk. Posisi tidurseperti itu

memudahkan keluarnya kentut, dan kentut itulah yang membatalkan

wudhu, seperti yang dijelaskan dalam hadits Ali RadhiyallahuAnhu.

Menurut Imam Asy-Syafi'i, tidur itu membatalkan wudhu, kecuali

dalam posisi duduk.

Menurut Imam Malik dan Az-Zuhri, tidur yang ringan itu tidak

membatalkanwudhu.

Adapun hukum wajib wudhu sebab  tersengat api itu sudah

di noso kh. Jabir b in Abdullah Radhiy all ahu Anhu b erkata, " D ua perkara

terakhir danRosulu//oh S hallallahu Alaihi wa Sallam ialah hdak perlu wudhu

sebab  tersengat api. " (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i, dan Al-Baihaqi dengan

gi/ti/agiada/v

Suci dan Bersih dalam lslam

isnad yang shahih).

Mengenai muntah-muntahan dan darah yang keluar dari hidung, dalil

yang menyatakan bahwa hal itu dapat membatalkan wudhu ialah hadits

Aisyah bahwa Rasulullah Shollollo hu Alaihi wa Sallam bersabda,

')('u-i't:l

"Barangsiapa yang terkena muntah-muntahan, atau darah yang

keluar iari hidun g, atau busa y an g keluar dari ker ongkon gan y an g

memenuhi mulut, atau madzi, hendaklahberwudhu'" (HR. Ibnu

Majah)

Hadits inilah yang dibuat pegangan oleh para ulama dari kalangan

madzhab Hanafi. Sedangkan ulama-ulama lain tidak menjadikannya

sebagai dasar, sebab  dianggap dha'if oleh Imam Ahmad dan lainnya.

Pada dasarnya, hal itu tidak membatalkan wudhu. Jika ada yang

menganggap membatalkan wudhu, hal itu harus berdasarkan dalilyang

kuat.

Berkaitan dengan darah yang keluar dari hidung, menurut pendapat

yang diunggulkan, darah yang keluar dari tubuh itu tidak ada satu pun dalil

shahih yang menyatakan bahwa halitu membatalkan wudhu. Buktinya,

Nabi Shal/allahu Alaihi wa Sallam biasa berbekam dan beliau tidak

berwudhu, seperti yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni yang

menganggapnya sebagai hadits dha'if.

Tentang wudhu sebab  membawa mayat, fuh-Shan'ani dalam kitab

Subul As-Solom mengatakan, "Saya tidak pernah tahu seorang

mengatakan, bahwa membawa mayat itu mewajibkan wudhu."

Menurutnya, barangsiapa yang membawa mayat langsung dengan

tangannya, ia dianjurkan untuk membasuh tangannya, berdasarkan hadits

yang menyatakan, "...Barangsiapa yang membawa mayat hendaklah

berwudhu." (HR.Ahmad, At:Tirmidzi, dan An-Nasa'i)' Tetapi menurut

sebagian besar ulama, hadits inidha'if.

Tayammum

Menurut pengertian bahasa, tayammum itu berarti maksud atau

tujuan. Sedang menurut pengertian syariat, tayammum berarti menuju ke

pasir untuk mengusap wajah dan sepasang tangan dengan niat agar

diperbolehkan melakukan shalat.&

duo b gilil,,,glala/u

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

'iG'r'ri;'€ LQi ";2t ...11 t o..

.v9:$ 6't'

Tayammum ditetapkan berdasarkan Al-Qur'an, sunnah, dan ijma'

Allah To'olo berfirman,

"Dan jiknkamu sakit atau dalamperjalanan ntaukembali dari tempat

buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, IaIu kamu tidak

me mp e r o I eh air, m aka b e r t ay am muml ah de n gan t an ah y an g b aik

fuersih): sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu." (Al-

Maidah:6)

Nabi Sholl allahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Dan bumi dijadikan

untukku sebagai masjid dansesuafu yang mensucikan." (HR. Al-Bukhari

danMuslim).

Tidak ada seorang pun yang tidak menyefujui tayammurrl. Bahkan

semuasepakat.

Fara ulama berselisih pendapat, apakah tayammum itu kemurahan

ataukah azimah? Sebagian ulama ahlifiqih mengatakan, "Ketikatidak ada

air, tayammum ilu azimah. Tetapi demi uzur tayammum yaitu  

kemurahan." Ini merupakan penjelasan yang sangatbagus.

Rahmat Allah Kepada Hamba-hamba-Nya dalam

Pelaksanaan Hukum

yaitu   karunia Allah Ta'ala atas umat Islam jika mereka tidak

dibebani hal-halyang memberatkan dalam segala sesuatu. TetapiAllah

jusbu memberikan berbagai keringanan serta kemudahan kepada mereka.

Hal itu tampak jelas sekali bagi setiap muslim. Tidak ada satu pun beban

dan perintah-perintah syariat yang pelaksanaannya memberatkan

seseorang. Tetapi yang Anda lihat justru mencerminkan rahmat Allah.

Contohnya seperti shalat yang tidak diwajibkan atas wanita yang sedang

mengalami haid atau nifas, atau puasa atas orang yang menderita sakit,

atau haji atas orang yang memang belum mampu, atau berperang atas

orang yang sakit, orang yang pincang, orang yang lemah, orang yang buta,

g*ill,gladalu

Suci dan Bersih dalam lslam

dan lain sebagainya. Allah juga meringankan beban sampai pada tingkat

menurut kemampuan. Contohnya seperti orang yang tidak kuat melakukan

shalat dalam posisi berdiri, ia boleh melakukannya dalam posisi duduk. Jika

tidak kuat duduk, ia boleh melakukannya dalam posisi berbaring dengan

memberikan isyarat. Seorang yang sedang dalam bepergian atau musafir

diperbolehkan mengqoshor dan meniomo' shalat. Bahkan ia diperbolehkan

berbuka pada bulan Ramadhan, dan membayarnya pada hari yang lain.

Begitu seterusnya. Dalam hal ini Allah To'olo berfirm an; 'AIIah menghendaki

kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (Al-

Baqarah:185)

Allah To'olo juga berfirm an, " AIIah hendak membenkan keringanan

kepadamu, dan manusia diiadikan bercifat lemoh. " (An-Nisa' : 28)

Hal itu bisa Anda dapati dalam banyak beban-beban syariat.

Salah satu contohnya yaitu   tayammum, yakni memanfaatkan debu

untuk diusapkan pada wajah dan sepasang telapak tangan sebagai

gantinya wudhu, dan juga sebagai gantinya mandi jinabat jika ada alasan-

alasanyangsah.

Berikut yaitu   penjelasannya.

Alasan-alasan yang Membolehkan Tayammum

Seorang yang hendakberwudhu atau mandi jinabat, ia dibolehkan

tayammum kalau memang ada salah satu diantara alasan-alasan sebagai

berikut:

1. Apabila seseorang tidak menemukan air yang akan digunakan untuk

berwudhu atau unfuk mandi jinabat, atau mandi dari haid, atau mandi

dari nifas.

Hal ini berlaku bagi orang yang memang tidak menemukan air sama

sekali, atau ia menemukannya tetapi air ini  sangat dibutuhkan buat

keperluan minum sehari-hari, atau buat keperluan minum orang lain atau

binatang, atau dibutuhkan unfuk membuat adonan, atau unfuk masak,

dan lain sebagainya. Demikian pula air ini  hanya sedikit sehingga

tidak cukup buat wudhu maupun buat mandi jinabat.

Idealnya ia harus yakin tidak ada air di tempat tinggalnya, atau di

tempat yang terbilang dekat sehingga untuk ke sana ia tidak perlu

bersusah payah.

$,fu/".qialab

Berikut DalilJalilnya dalam lslam

2. Apabila ia menemukan air tetapi ia tidak berdaya menggunakannya;

mungkin sebab  ia sedang menderita luka-luka yang kalau terkena air

bisa berbahaya, atau ia sedang alergi pada air, atau ia khawatir

penyakitnya semakin parah, atau ia khawatir terlambat sembuh, atau

airnya terlalu dingin sehingga ia tidak tahan menggunakannya buat

mandi sementara ia juga tidak punya alat untuk memanaskannya, dan

lain sebagainya. Demikian pula kalau misalnya air itu berada disebuah

sumur, tetapi ia tidak sanggup pergi ke sana sebab  sedang dihadang oleh

musuh baikberupa manusia atau binatang;seperti serigala, anjing gila,

dan lain sebagainya. Atau ia tidak mendapatkan timba atau tali yang

akan digunakan untuk mengambil air dari sumur ini . Semua itu

sama halnya ia menemukan air tetapi tidak berdaya menggunakannya.

Contoh lain lagi seperti misalnya, kalau iaharuspergimencariairmaka

dikhawatirkan hartanya bisa hilang atau rusak, atau dikhawatirkan ia

bisa merugikan orang lain, dan lain sebagainya.

Ia tidak boleh menunggu sampai waktu shalat akan berakhir dengan

harapan barangkali akan menemukan air, sebab  tidak ada dalil sama

sekali yang memperbolehkan hal itu. Jika seseomng menemukan air yang

tidak cukup digunakan buat wudhu atau mandi jinabat, menurut

pendapat yang diunggulkan ia harus menggunakannya dan sisanya

yaitu  tayammum.

3. Sebagian ulama ahli fiqih memperbolehkan tayammum bagi seseorang

yang khawatir terlambat melakukan shalat jika ia harus wudhu atau

manditerlebih dahulu. Dalam halini ia boleh tayammum dan shalat

dengan menggunakan tayammum ini , tanpa perlu mengulangi

shalatnya. Bahkan ulama-ulama ahli fiqih dari kalangan madzhab

Hanafi memperbolehkan tayammum bagi seseorang yang khawaiir

terlambat melakukan shalat jenazah, atau shalat 'ld, seandainya ia harus

wudhu atau mandi terlebih dahulu.

Tata Cara Thyammum

Praktik tayammum itu sangat mudah. Jika Anda ingin tayammum,

pertama-tama mantapkan niat terlebih dahulu bahwa Anda melakukan

tayammum agar diperbolehkan menjalankan shalat. Selanjutnya sambil

membaca bismillah tepukkan kedua telapak tangan Anda pada debu atau

pasir yang suci atau jenis-jenis tanah lainnya. Kemudian kibas-kibaskanlah

debu dengan cara meniupnya, atau dengan menggerak-gerakkan telapak

gi/ti/a.qiadab

Suci dan Bersih dalam lslam

-tl

tangan. Kemudian usapkan telapak tangan Anda pada wajah secara

merata, lalu usaplah tangan kanan sampai batas pergelangan dengan

tangan kiri, dan usaplah tangan kiri juga sampai batas pergelengan dengan

tangan kanan. Anda boleh mengusap telapak tangan terlebih dahulu

sebelum wajah, dan itu tidak makruh hukumnya.

Inilah pendapatyang diunggulkan dan yang paling shahih dalam

masalah ini. Dengan tayammum seseorang bisa melakukan apa saja,

seperti halnya kalau ia sudah berwudhu atau sudah mandi. Jadi tayammum

itu yaitu   sebagaipengganti wudhu, dan pengganti mandi jinabat, atau

mandi dari haid, atau mandi dari nifas.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zad AI-Ma'od mengatakan, "Tidak

benar ada riwayat shahih dari Nabi yang menyatakan bahwa tayammum

itu untuk setiap kali shalat. Beliau tidak pemah memerintahkan seperti itu'

Sebaliknya beliau memutlakkan tayalnmum, dan menjadikannya sebagai

gantinya wudhu. Jadi hukum tayammum yaitu   hukum wudhu, kecuali

ada dalil yang menuntut kebalikannya."

Di antara ulama fiqih adayang mengatakan, tayammum itu ada dua

tepukan; tepukan pada wajah, dan tepukan pada tangan sampai siku.

Demikian pendapat Imam Malik, Asy-syafi' i, ulama-ulama dari kalangan

ma&hab Hanafi, Ats:Tsauri, dan Ibnu Al-Mubarak. Tetapidalil mereka

lemah.

Di antara ulama ahli fiqih yang lain ada yang mengatakan, seseorang

itu melakukan tayammum untuk setiap shalat fardhu. Selain shalat fardhu

ia bisa melakukan shalat-shalat sunnat dan shalat-shalat nawat'il kapan

saja ia mau.

Di antara mereka juga ada yang mengatakan, seseorang itu

melakukan tayammum untuk waktu setiap shalat. Tetapi ia juga bisa

menggunakan tayammumnya untuk melakukan shalat-shalat fardhu lainnya

dan juga shalat-shalat sunnat yang ia inginkan. Yang diunggulkan ialah

pendapat yang pertama tadi. Namun juga tidak apa-apa atau tidak

menimbulkan mudharat jika seandainya berpegang pada pendapat-

pendapat lain yang telah disebutkan tadi.

Hal-hal yang Membatalkan Tayammum

Tayammum menjadi batal oleh hal-hal yang dapat membatalkan

wudhu.

*A-

dt& ,%i/oo/ugia/a./v

W BerikutDalildalilnyadalamlslam

Tayammum batal sebab  hilangnya alasan yang memperbolehkan

tayammum ifu sendiri. Contohnya seperti sudah adanya air, atau seperti

sudah sanggup menggunakannya setelah sebelumnya tidak sanggup.

Catatan-catatan Penting

1. Jika seseorang shalat dengan menggunakan tayammum, lalu selesai

shalat ia menemukan air, maka ia tidak berkewajiban mengulangi

shalatnya. Empat imam ma&hab setuju atas halini. Tetapi menurut

Thawus, Atha', Makhul. Ibnu Sirin, Az-Zuhri, dan Rabi'ah, ia wajib

mengulangi shalatnya jika waktunya masih. Tetapi dalilnya lemah. Jadi

yang diunggulkan yaitu   pendapat pertama tadi.

Adapun kalau baru ada air di tengah-tengah ia menjalankan shalat,

maka shalahrya batal, dan ia wajib mengulanginya. Menurut Imam Malik

dan Imam fuy-Syafi'i, ia harus meneruskan shalatnya sehingga tidak

wajib mengulangnya. Bahkan haram ia menghentikannya.

2. Menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanafi, Imam Malik,

Asy-Syafi'i, Ahmad, dan Sufyan, apabila waktu shalat telah tiba

sementara seseorang tidak menemukan air, namun ia punya harapan

akan menemukannya, maka sebaiknya ia menangguhkan dahulu shalat-

nya dari awalwaktu. Tetapi ada sementara ulama yang berpendapat, ia

harus segera menjalankan shalat dengan tayammum. Dalilnya ialah apa

yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umarsepertiyang akan diterangkan

nanti, dan juga dalildalil bersifat umum yang menunjukkan atas hal itu.

Demikian dikatakan dalam kitab Syorch As-Sunnoh.

3. Menurut Imam Asy-Syafi' i, Ahmad, dan Dawud, tayammum ifu harus

menggunakan debu yang suci. Sementara Imam Malik, Abu Hanifah,

Atha', Al-Auza'i, dan Ats-Tsauri, tayammum cukup dengan

menggunakan berbagai jenis tanah.

4. Seseorang yang berada di suatu tempat yang tidak ada air maupun debu

dan jenis-jenis tanah lainnya, ia disebut foqiduththahurain atau orang

yang kehilangan air dan pasir. Ada empat pendapat mengenai orang

seperti ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh An-Nawawi dalam Al-

Majmu':

Pertama, !p wajib shalat tanpa keduanya, dan sesudah itu ia tidak

berkewajiban mengulanginya. Ini yaitu   pendapat Ahmad, Al-Muzani,

Sahnun, hnu Al-Mundzir, dan sebagian besar ulama ahli hadits.

gi/oilu.q6adalu

Suci dan Bersih dalam lslam

Kedua, ia wajib shalat tetapi setelah itu wajib mengulanginya.

Demikian pendapat Imam fuy Syafi'i dan mayoritas sahabatnya.

Ketiga, ia tidak wajib shalat dan juga tidak wajib mengulanginya.

Ini yaitu   pendapat Imam Malik.

Ke emp at, ia tidak waj ib shalat tetapi waj ib membayamya' Dan ini

yaitu   pendapat ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanafi, AtsTsauri,

danAl-Auza'i.

Dalil-dalil yang Menunjukkan Hal ini 

1. Bersumber dari Jabir bin Abdullah sesungguhnya Nabi Shallallahu

Alaihi w a Sallam bersabda,

. ,.i.

F oJt--

a. flrrL'; & Lf '"PJ- I t*''+Ll

l:r..x',f' r\i'J.'t i+' )

:Jt"!ti>'a,

" Aku dibeiknn lima lul yang tidak pernah diberikan bpodo *orang

pun xbelum aht; aku ditolong dengan memfuikan rasa tahtt kepada

'musuh) 

selama perjalanan sebulan, dan tnnah dijadikan untukku

*bagai tempatbersujud dan sesuafu yang mensuciknn. Barangsinpa

yang mendapati shalat hendaklah ia lalatkan shalat ..."

Hadirc ini merupakan dalil disyariatkannya tayammum, dan memberi

pengertian bahwa tayammum itu bisa menghilangkan hadats

sebagaimana halnya wudhu. Namun ada ulama yang berpendapat,

bahwa bersuci dengan tayammum itu hanya untuk mendapatkan

kebolehan melakukan shalat, bukan untukmenghilangkan hadab. Itulah

dua pendapat para ulama ahli fiqih, dan masing-masing punya dalil'

Hadits ini  sekaligus sebagai dalilbahwa seseorang itu boleh

tayammum dengan menggunakan berbagai jenis tanah, baikberupa

debu, atau pasir, atau batu yang tidak dibuat dengan api, atau batu

kerikil, dan lain sebagainya.

Para ulama yang berpendapat tayammum itu harus menggunakan

debu yang suci, mereka berpedoman pada hadits Hudzaifah yang

gi/ti/r,96ada/"

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

'o j{'j,l ,}lu )L;cS(r#'t

diriwayatkan oleh Muslim, " Dan pasirnya diiadikan untuk kita sebagai

sesuofu yang suci dan mensucikan." Dan juga pada hadits Ali yang

diriwayatkan oleh Ahmaci, "Dan debu itu dijadikan untukku sebagai

sesuatu yangsuci sekoligtrs mensu cikan." Kedua hadits ini menunjulkan

atas pendapat ini .

Tetapi hal itu disanggah, bahwa menjadikan nash atas sebagian

komponen-kompoenen nash yang bersifat umum itu tidak merupakan

fakhsish. Pengertian seperti itu tidak dijadikan dasar oleh sebagian besar

ulamaushul.

2. Bersumber dari Ammar bin Yasir Radhiy allahu Anhu, ia berkata, "Nobi

Shallallahu Alaihi wa Sallam mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu

alat junub. sebab  tidak menemukan air aku lalu berguling- guling di atas

psir *perti bindang. Kemudian alcu menemui Nabi. Ketrka alcu centakan

pengalamanku ini , beliau bersabda, 'Mestinya kamu cukup

menepuk-nepukkan tangan demikian', Ialu beliau menepukkan tanah

dengan kedua tangan beliau safu kali, lalu mengsapkan tangan yang kin

pada tangan yang kanan, *rta pada punggung telapak tangan sertn wajah

beliau." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain yang diketengahkan oleh Al-Bukhari disebutkan,

. . . beliau menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah. D an setelah

mengibaskennya, beliau mengusapkan pada wajah dan telapak

tangannya." Riwayat inimerupakan dalil bahwa tayammum itu satu

tepukan, dan bahwa tartib itu tidakwajib, dan bahwa setelah menepuk

dianjurkan meniup atau mengibaskan debu yang ada pada telapak

tangan, seperti yang diterangkan dalam hadits lain.

3. Bersumber dari hnu Umar Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallom bersabd a, "Tayammum itu dua tepukan; sr:lht

fepukan unhtk w ajah, dan safu tepukan unhtk kedua tangan sampai silo.t. "

(HR. Ad-Daruquthni, dan dianggapshahih olehpara imam).

Ada beberapa riwayat senada yang semuanya tidak shahih; ada yang

mauquf dan ada yang dha'if. Yang patut dijadikan pedoman ialah hadib

Ammar ini, sebagaimana yang ditetapkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih

Al-Bukhari.

4. Bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah

Shallallahu Alaihi w a Sallambersabda, " D ebu yaitu   sr;sudtt yang dibuat

wudhu orang muslim, sekalipun ia tidak menemukan air selama sepuluh

tahun. Apabila ia tidak menemukan air, hendaklah ia takut kepada Allah

gih/ugiada/u

Suci dan Bersih dalam lslam

dan hendaklah ia usapkan debu itu pada kulitnya." (HR. Al-Bazzar dan

dianggap shahih oleh lbnu Al-Qath-than. Tetapi Ad-Daruquthni

membenarkan hadits ini nrursal).

Disebutkan dalam Majma' Al-Zaw a' id, hadits ini juga diriwayatkan

oleh N-kaari. Dan hanya inilah yang ia riwayatkan dari Abu Hurairah.

Tokoh sanad hadits ini yaitu   tokoh-tokoh perawi hadits shahih.

5. Hadits yang sama diriwayatkan dan dinilai shahih oleh At:Tirmidzi dari

Abu Dzar. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad,

dan lainnya. Al-Allamah Ahmad Syakir menilainya sebagai hadits yang

shahih. dalam komentarnya terhadap S unan At:firmidzi. Lafazh nya

berbunyi, "Kata Abu Dzaq aku tidak betah tinggal di Madinah. Lalu

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh untuk memberiku

seekor unta yang aku rawat. Aku lalu menemui Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam dan berkata, "Sungguh celaka Abu Dzar." Beliau

bertanya, "Ada apa denganmu?" Aku menj awab, "Aku sedang j inabat.

Tetapiqirbahku tidak ada air." Beliau bersabda, "Debu itu suci dan

mensucikan bagi orang yangtidak menemukan air, walaupun selama

beberapatahun." Hadits Abu Dzar inidinilaishahih oleh At:Tirmidzi.

Kata Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathu AI-Bari, "Hadits ini juga dinilai

shahih oleh hnu Hibban dan Ad-Daruquthni. Dan oleh Majduddin hnu

Taimiyah, hadits ini dibuat dalil kewajiban mengulangi shalat bagi orang

yang menemukan air sebelum selesai shalat. hnu Taimiyah benar, sebab 

hadit ini secam mudak mencakup tentang kasus omng yang menemukan

air setelah waldunya, dan j uga orang yang menemukan air sebelum 

pada

saat, atau sesudah shalat.

Hadib ini juga sebagai dalil bahwa debu itu suci dan mensucikan bagi

orang yang bersuci menggunakannya untuk melakukan sepertiyang

dilakukan oleh orang yang bersuci dengan menggunakan air. Contohnya

seperti untuk shalat, membaca Al-Qur'an, masuk masjid, memegang

mushaf, dan lain sebagainya. Jadi fungsi tayammum itu tidak terbatas

olehwaktutertentu.

6. Bersumber dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

"Dua orang sedang dalam perjalanan. Ketika tiba waktu shalat dan

mereka tidak membawa air, mereka lalu tayammum dengan

menggunakan debu yang suci. Selesai shalat, mereka baru menemukan

air. Yang satu lalu mengulangishalatnya, sementara yang satunya lagi

tidak mengulanginya. Mereka lalu menemui Rasulullah Shollallahu Alaihi

wg Sallam dan menceritakan hal itu. Kepada yang tidak mengulangi

gih/',96adab

Berikut Dalil{alilnya dalam lslam

beliau bersab da, "Kamu telah melakukan kesunatan dan shalatrnu soh. "

Dan kepada yang mengulangi beliau bersabda, "Kamu mendapatkan

pahala duakali." (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i). Hadits hasan ini

diriwayatkan oleh Ibnu Sakan dengan isnad shahih yang maushul,

seperti yang dikemukakan oleh lbnu Hajar dalam Af{olkhish.

7. Bersumber dari hnu Abbas Rodh iyallahu Anhu, menafsiri tentang firman

Allah Ta'ala, "Jika kamu sakit atau sedang dalam perialanan", ia

mengatakan,'llika seseorang menderita luka-luka dalam berpemng pada

jalan Allah, lalu ia junub, dan ia merasa khawatir bisa mati kalau harus

mandi, maka ia boleh tayammum." (HR. Ad-Daruquthni secam mauquf.

Tetapi hadib ini dianggap marfu' oleh Al-Bazzari, dan dinilai shahih oleh

hnu Khuzaimah dan Al-Hakim).

Hadits tadi menunjukkan bahwa alasan yang membolehkan

tayammum itu sebab  khawatir bisa meninggal dunia. Ini yaitu  

pendapat Imam Ahmad, dan salah satu versi pendapat fuy-Syafi' i.

Sedangkan menurut ulama-ulama dari kalangan ma&hab Al-Hadi,

Imam Malik, Asy-Syaf i dalam salah satu versi pendapatnya, dan ulama-

ulama dari kalangan madzhab Hanafi , boleh tayammum sebab  alasan

khawatir tertimpa mudharat atau bahaya. Hal itu berdasarkan ayat tadi

yang bersifat muflak. Sementam menurut Dawud dan Al-Manshur, boleh

tayammum sebab  alasan sakit, meskipun orang yang bersangkutan

tidak khawatir terkena mudharat atau bahaya. Hal ini berdasarkan

lahiriahnya ayattadi.

8. Bersumber dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah Shallallahu

Ataihiuo Sollom bersabda, " Apabila alcu memenntahkon sesuofu kepada

kalian, Iakukanlah menurut kesanggupan kalian." (HR. Al-Bukhari dan

Muslim).

Hadits ini merupakan salah satu prinsip dan kaidah agama yang besar

dan bermanfaat. Hal ifu secara tegas diperkuat oleh firman AllahTa'ala,

"Bertakwalah kepada Allah menurut kemampuan kalian ' ' . .. " Dalil lain

yang bisa digunakan dalam masalah ini ialah hadits yang menyatakan

bahwa Allah Subhano hu waTa'alamemaafkan segala sesuatu yang di

luar kemampuan hamba-Nya, dan kewajiban untuk melakukan segala

sesuatu yang diperintahkan agama menurut kadar kemampuannya. Dan

inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh pengarang atas kewajiban

menggunakan air yang tidak cukup untuk bersuci.

gi*ilv.qiala/u

Suci dan Bersih dalam lslam

9. Disebutkan dalam SyorohAs-Sunnoh, "Diriwayatkan dariUmar, ada

seseorang lewat dan mendapati Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa Sallam

sedang buang air kecil. Orang itu mengucapkan salam, tetapi beliau tidak

menjawabnya." Menurut seorang ulama ahli hadits, isnad hadits ini

shahih. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasa'i, dan

Ahmad ini merupakan dalilbahwa orang yang mengucapkan salam

kepadaorang lainyang sedangbuang airkecil itu tidakwajib dijawab,

bahwa berbicara pada saat buang air itu hukumnya makruh, kecuali

sebab  darurat, dan bahwa orang yang hendak ber&ikir kepada Allah

ihr disunnatkan wudhu terlebih dahulu. Jika ia tidak mendapatkan air dari

tempat yang dekat, ia boleh melakukan tayarnmum.

1 0. Diriwayatkan oleh fuy-Syaf i dalam kitabnya Musnad Asy-Syof i, dan

oleh Imam Malik dalam kitabnya Al-Muuofho' dari Nafi ', sesungguhnya

ia (Nafi') dan Abdullah bin Umarsedang berada didaerah Jurf Ketika

sampaidi daerah Mirbad, Abdullah berhenti lalu ia tayammum dengan

menggunakan debu yang suci. Ia mengusap wajah dan kedua

tangannya sampai siku, kemudian ia shalat." Dalam satu riwayat

disebutkan, 'Abdullah shalat Ashar. Ketika memasuki kota Madinah,

posisi matahari masih cukup tinggi, tetapi ia tidak mengulangi

shalatnya." Menurut seorang ulama ahli hadits, isnad hadits ini shahih.

Hadits inimerupakan dalil yang membolehkan tayammum dan

bahwa shalat dengannya bagi orang yang yakin masih ada air selama ia

belum menemukannya pada awal waktu shalat.

Jurl yaitu   sebuah tempat kira-kira berjarak kurang lebih tiga

setengah milatau delapan kilo meterdari kota Madinah. Tempat inipernah

dijadikan sebagai markas pasukan Islam yang akan terjun dalam

peperangan melawan orang-orang kafir.

Sementara Al-Marbadyaitu   nama sebuah tempat berjarak satu mil

atau hampir tiga kilo meter darikota Madinah, sebuah tempat untuk

mengumpulkan unta.

Sebuah Peringatan Penting

Ada seorang yang sedang sakit dirumah sakit, misalnya ingin

melakukan tayammum. Ia lalu melakukannya diatas tempattidur, atau

pada ubin yang tidak ada debunya sama sekali, atau pada tembokyang

kita ketahui (dengan persangkaan) tidak ada debunya yang bisa digunakan

,qililv,96adab

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

untuk tayammum, seperu ydng telah kita ketahui sebelumnya, bahwa

tayammumnya yaitu   batal, sebab  tidak ada debu atau pasir atau jenis-

jenis tanah lainnya.

Mandi Jinabat

Apabila Anda ingin mandi jinabat yang memenuhi semua

kewajiban dan kesunatannya, cobalah lakukan hal-hal sebagai berikut:

Hadirkan di hati Anda niat untuk bersuci dari jinabat. Sambil

membaca bismillah,basuhlah kedua tangan Anda sebanyak tiga kali, lalu

basuhlah najis yang ada pada Anda, lalu berwudhulah seperti biasa, lalu

ambillah segenggam air dan masukkan ke rambut Anda yang panjang

sambil menggosok-gosokkan ke pangkal dan akar-akarnya, kemudian

guyurlah kepala Anda dengan air sebanyak tiga kali, dan yakinkan bahwa

seluruh rambutAnda sudah terbasahi air secara merata.

Bagiseorang wanita tidak perlu menguraikan jalinan rambutnya

ketika mandi jinabat. Tetapi cukup merasa yakin bahwa air yang ia

guyurkan sudah bisa menengah-nengahi rambut secara merata. Setelah itu

guyurlah bagian kanan tubuh Anda, lalu bagian kiri. Gosokkkan tangan

Anda ke sekuj ur tubuh sampai benar-benar yakin bahwa setiap j engkal kulit

Anda sudah terbasahi oleh air. Tengah-tengahilah j enggot Anda. Perhatikan

bagian-bagian yang dikhawatirkan tidak terjangkau oleh guyuran air;

seperti lipatanJipatan sepasang telinga, dagu bagian bawah, ketiak, pangkal

paha dan sekitarnya, bagian dalam pusar, bagian dalam lutut, dan celah-

celah jari-jarikaki.

Jangan lupa berkumur dan berisfinfsoq (menyedot air ke hidung),

kemudian akhirilah mandi dengan membasuh telapakkaki. Jika ditengah-

tengah mandi Anda mengalami hadats yang membatalkan wudhu, Anda

harus wudhu lagi setelah membasuh tubuh Anda. Dan jika Anda tidak

hadats, maka Anda tidak perlu wudhu. Berlebih-lebihan dalam mandi itu

hukumnya makruh, sama seperti berlebih-lebihan dalam wudhu.

Jika Anda mandijinabat dalam bak misalnya, atau di tempat

penampungan air, Anda harus menangguhkan membasuh kaki untuk

wudhu setelah selesai mandi.

Ketika mandi tidak ada &ikr-&ikir dan doa-doa tertentu yang perlu

dibaca, kecualikalimat bismillah yang harus dibaca pada awal mandi

gihl"glada/v

Suci dan Bersih dalam lslam

seperti yang dikemukakan tadi, dan juga beberapa dzikir yang dibaca

selesai wudhu. Tidak apa-apa hukumnya sepasang suami isterisecara

bersama-sama mengambil air untuk mandi atau untuk wudhu darisatu

bejana. Juga tidak apa-apa hukumnya seorang suamimandidengan

menggunakan sisa air mandi isterinya.

Misalkan seseorang terjun ke laut, atau ke sungai, atau ke anak sungai

untuk mandi jinabat sambil meratakan air ke seluruh tubuhnya disertai

dengan niatbersucidarijinabat, hal itu dianggap sudah cukup sehingga

ia bisa disebut orang yang sudah mandi jinabat dan sekaligus sudah

berwudhu. Sementara ia tahu bahwa wudhu itu tidak diwajibkan dalam

mandi, melainkan mandi itu sekaligus sudah mewakili wudhu.

Demikian pula jika hal itu dilakukan oleh seorang wanita dengan niat

bersuci dari haid atau nifas, maka dianggap sudah cukup.

Menggunakan handuk setelah mandi itu hukumnya mubah atau

boleh, bukan makruh.

Itulah mandi jinabat yang memenuhi semua kewajiban dan

kesunatan.

Adapun jika saat Anda mandi jinabat hanya ingin melakukan

kewajiban-kewajiban saja, halitu hanya ada dua:

Pertama,niat.

Kedua, meratai sekujurtubuh dengan airyang suci dan mensucikan.

Sekalipun hanya melakukan itu, Anda sudah suci dari jinabat dan

sudah dalam keadaan berwudhu.

Pada dasarnya, tata cara seorang wanita yang mandi dari haid atau

nifas itu sama seperti kalau ia mandi jinabat. Tetapi untuk berhati-hati,

sebaiknya ia uraikan jalinan-jalinan rambutnya, meskipun seandainya ia

tidak melakukan hal itu mandinya tetap sah asalkan air bisa menembus ke

pangkalrambut.

Bagi wanita yang memiliki rambut yang diikat sangat kuat dengan

cara tertentu dan dalam bentuk yang sulit untuk dilepas atau diuraikan,

hukumnya sama seperti rambut yang dijalin.

g*il",96aia/"

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

Tidak apa hukumnya menggunakan sabun, atau shampo, atau

benda-benda pembersih lainnya saat mandi jinabat, atau mandi setelah

haid, atau mandi setelah nifas. Bahkan untuk mandi setelah haid atau nifas

hal itu jushu dianjurkan.

Kapan Seseorang Menjadi Junub?

1. Seseorang menjadi junub ketikaalatkelaminnyabertemu dengan alat

kelamin seorang wanita sekalipun tidak sampai mengeluarkan sperna.

Dan disebut melakukan hubungan seksualjika ia memasukkan ujung

&akamya ke dalam liang vagina wanita. Oleh sebab  itu keduanya wajib

mandi.

2. Seseorang menjadi junub jika ia memasukkan dzakarnya ke dubur

seorang wanita, atausesama laki-laki, atau ia memasukkan dzakamya

ke dubur binatang, atau anak yang masih kecil baik laki-laki atau wanita,

baik yang dimasuki itu masih hidup atau sudah mati, dengan suka rela

atau terpaksa, punya akal atau gila, dihalalkan oleh agama seperti isteri

atau diharamkan. Dalam hal ini, kedua belah pihak sama-sama wajib

mandi.

3. Seseorangmenjadi junub ketika ia mengeluarkansperma, baiksebab 

melakukan hubungan seksual, atau bermimpi, atau onani, atau hanya

memandang, atau hanya memikirkan hal-halyang dapat merangsang

gairah seksual. Dalam hal ini berlaku bagi lakilaki dan wanita.

4. Barangsiapa bermimpi mengeluarkan sperma tetapi ia tidak basah, maka

ia tidak wajib mandi, baik laki-laki maupun wanita. Tetapi jika ia

mendapatisperrna tanpa ingat apakah ia bermimpibasah, ia wajib

mandi. Dan jika ia tidak yakin bahwa itu bukan speffna, maka ia tidak

wajibmandi.

5. Jika seseorang mengeluarkan sperma setelah mandi jinabat tanpa

syahwat, menurut para ulama ahlifiqih dari kalangan madzhab Syafi'i

hukumnya ia wajib mandi jinabat lagi. Sementara menurut sebagian

ulama yang lain, ia tidak wajib mandi.

Hal-hal Yang Diharamkan, yang Dianjurkan, dan

yang Diperbolehkan Bagi Orang yang Sedang Junub

Orang yang sedang junub diharamkan menyentuh Al-Qur'an,

membacaAl-Qur'an, thawaf di Ka'bah, danberdiam di masjid.

gihlr,gladab

Suci dan Bersih dalam lslam

Tetapi ia boleh lewat di masjid sebab  alasan darurat atau terpaksa.

Ia juga haram malakukanshalat. Shalatdan thawaf dalam keadaan

jinabat itu hukumnya batal.

Tetapi dalam hal ini ada perbedaan pendapat dikalangan para

ulama ahli fiqih yang akan Anda ketahui nanti

Orang yang sedang jinabat dianjurkan untuk wudhu saat akan tidur,

makan, minum, mengulangi bersetubuh lagi, dan ber&ikir kepada Allah.

Dan bagi orang yang sedang jinabat diperbolehkan melakukan segala

sesuatu kecuali hal-hal yang diharamkan di atas tadi.

Dalil-dalil Thta Cara Mandi Jinabat

1. Bersumber dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam jika mandijinabat, beliau memulai membasuh kedua tangannya

tedebih dahulu. Kemudian setelah berwudhu seperti wudhu untuk shalat,

beliau memasukkan jari-jarinya ke air lalu beliau gunakan untuk

menengah-nengahi rambubrya. Kemudian setelah menuangkan air pada

kepalanya sebanyak tiga kali dengan tangan, beliau mengguyur sekujur

tubuhnya dengan air." (HR. Al-Buhhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain oleh Muslim disebutlan, "Beliau memulai dengan

membasuh kedua tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana,

kemudian menuangkan airdengan tangan kanan ke tangan kiri,lalu

membasuh kemaluan, lalu berwudhu."

2. Bersumberdari lbnuAbbas, iaberkata, Maimunah mengatakan ;"Aku

membuatkan sebuah pembasuhan untuk Nabi Shollollahu Alaihi wa

Sallam lalu aku tutupidengan secarikkain. Beliau menuangkan airpada

kedua tangannya lalu membasuhnya. Kemudian tangan kanan beliau

menuangkan air pada tangan kirinya, lalu beliau membasuh wajahnya.

Setelah menepuld<an tangannya pada tanah lalu mengusapkan kemudian

membasuhnya, beliau lalu berkumur dan berisfinboq. Selanjutrya beliau

membasuh wajah dan lengannya, lalu menuangkan air pada kepalanya,

lalu mengguyur tubuhnya, kemudian beliau membungkuk untuk

membasuh telapak kakinya. Aku menyerahkan secarik kain kepada

beliau, tetapi beliau tidak mau menerimanya, kemudian beliau berlalu

sambil mengibasken tangannya." (HR. Al-Bukharidan Muslim. Dan

lafazhnya oleh Al-Bul'trari).

gi*ilv,96a/ab

Berikut Dal ildalilnya dalam lslam

3. BOrsumber dari Aisyah Radhiyallahu Anhu, ia berkdta, setelah inandi

j inabat Rasulullah Sho II allahu Al aihi w a S all am tidak berwudhu. " ( HR.

Abu Dawud, AtjTirmidziyangmenilaihadits inihasan dan shahih, An-

Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Kata Imam Ali, "Wudhu pada awalmandijinabat itu hukumnya

sunnat."

4. Bersumber dari Ummu Salamah, ia bertanya, "Wahai Rasulullah, aku

yaitu   wanita yang pintalan rambut kepalaku sangat kuat. Apakah aku

harus melepasnya ketika mandi jinabat?" Beliau menjawab, "Tidak.

Kamu cukup menuangkan air tiga cedok ke kepalamu kemudian kamu

siram seluruh tubuhmu, maka kamu sudahsuci. " (HR. Muslim).

Bersumber dari Mu'adzah ia berkata, Aisyah mengatakan, "Aku biasa

mandi j inabat bersama-sama dengan Rasulull ah Shall all ahu Alaihi w a

Sallam darisatu bejana. Beliau memburu-burukan aku, sampaiaku

berkata, "Biarkan aku, biarkan aku." Kata Mu'adzah, "Mereka berdua

dalam keadaan junub." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

5. Bersumber dan Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi

waSallambersabda,

..pt

"Apabila seorang laki-laki duduk di antsra empat anggota tubuh

seorangperempuan, kemudian menindihinya, maka ia uajib mandi,

walaupun ia tidak mengeluarkan spernta." (HR. Al-Bukhari dan

Muslim). Hadits ini menasakh riwayat sebelumnya yang

menyatakan, bahwa tidak ada kewajiban mandi jinabatsama

sekali bagi orang yang tidak sampai mengeluarkan sperma.

6. Disebutkan dalam Musnad Asy-Syo/i'i dan Musnad Ahmad,

sesungguhnya Abu Musa Al-fuy'aribertanya kepada Aisyah tentang

bertemunya dua khitan, Aisyah menjawab, Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam bersabda, "Apabila duakhitan bertemu, maka adakhitan

menyenfuh khitan maka wajib mandi jinabat. "

Kata Al-Baghawi dalam SyarahAs-Sunnah, "Hadits ini hasan dan

shahih. Yang dimaksud denga n bertemunya dua alat kelamin laki-laki

dan perempuan ialah, menenggelamkan pucuk dzakar pada vagina. Dan

inisama halnya dengan melakukan hubungan seksualyang sudah

g*i/v,96ada/u

Suci dan Bersih dalam lslam

'?;'r t i s:to'; ;r'rri q';;'.r*L SI.

I

barang tentu mewajibkan mandijinabat, berlakunya hukuman zina, dan

lainJainnya."

7. Bersumber dari Ummu Salamah, ia berkata, Ummu Sulaim bertanya,

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak merasa malu terhadap

kebenaran. Apakah seorang wanita itu wajib mandijika ia mimpi

basah?"Beliau menjaw ab, "Ya, jika ia melihat sperma."

8. Bersumber dari Abu Sa' id, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Sesungguh-

nya air itu hanyalah sebab oir. " (F{R. Muslim).

Kata Al-Baghawi, "Hadits inidimonsukh oleh hadits-hadits yang

menerangkan tentang bertemunya dua alat kelamin di atas." Hal itu

mengingat kewajiban mandi yaitu   disebabkan oleh keluamya spelrna.

Kata Ibnu Abbas, "Sasu ngguhnya air itu hanyalah sebab  air dalam

mimpi." (HR. At-llrmidzi).

9. Bersumber dari Maimunah, ia berkata, "Aku dan Flasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam sama-sama junub. Aku mandi dari sebuah bak, dan

masih ada sisa airnya. L-alu muncul Rasulullah Shollollohu Alaihi wa

Sallamuntuk mandi dari bak ini . Aku berkata, "Sesungguhnya aku

mandi daribak itu." Tetapi beliau tetap mandi seraya bersabda,

"sesunggu hnya air itu tidak bisa dikalahkan oleh jinabat." ( HR. At-

Tirmidzi. Katanya, hadits ini hasan dan shahih, seperti yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad. Hadits yang sama

diriwayatkan oleh Muslim).

Hadib ini menunjukkan bahwa seorang lelaki boleh menggunakan air

sisa yang dipakai mandi jinabat oleh isterinya. Ini yaitu   pendapat

sebagian besar ulama ahli fiqih. Tetapi ada sebagian mereka yang

menganggap makn rh hal itu. Di antaranya ialah Imam Ahmad dan Ishak.

Mereka berpedoman pada hadits yang menyatakan, bahwa

sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallom melarang seorang

lelaki wudhu dengan sisa air yang dibuat bersuci oleh wanita." (HR.

Ahmad, At:Tirmi&i, dan lainnya. MenurutAl-Hafizh lbnu Hajar, isnad

hadib inishahih).

Hal-hal yang Diharamkan Kepada Orang Junub

1. Haram melakukan shalat. Batal hukumnya shalat oleh orang yang tidak

suci, berdasarkan hadits shahih yang telah disebutkan sebelumnya

tentangmasalahwudhu,

gihi/a,96a/a/v

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

'oy\."

" Allah tidak berkenan menerima shalat orang yang punya hadats

sebelumbenuudhu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dan juga berdasarkan firman Allah Ta'ala setelah menjelaskan tentang

kewajiban wudhu bagi orang yang hendak melakukan shal aI, "Dan jika

kamu junub, maka mandilah." (Al-Ma' idah: 7).

2. Haram thawaf di Ka'bah. Haram hukumnya thawaf bagi orang yang

junub, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

"Thawaf di Ka' bah itu yaitu   shalat. Hanya saja kalian boleh berbicara

di dalamnyo. " (HR. At:Ilrmi&i dan Al-Atsram).

Menurut para ulama ahli fiqih dari madzhab Zhahiri, bersuci dari

hadats kecil, dari hadats besar, dan dari berbagai najis untuk keperluan

thawaf itu hukumnyasunnat. Yangwajib hanyasucidari haid saja.

3. Haram menyentuh Al-Qur' an. Haram hukumnya bagi orang yang junub

menyentuh Al-Qur'an, berdasarkan hadits Amr bin Hizam, "Tidak boleh

menyenfuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci." Hadits ini mengundang

banyak perselisihan pendapat di kalangan para ulama ahli fiqih. Tetapi

yang menurut sebagian besar mereka hadits inishahih.

Hanya saja kalimat suci ini memiliki arti yang masih bersifat umum;

bisa suci dari syirik, atau suci dari najis, atau suci dari hadats besar, atau

suci dari hadab kecil. sebab  masih mengandung berbagai kemungkinan

inilah, hadits ini  menurut ulama-ulama ushul tidak bisa dijadikan

dalil. Pendapat yang cenderung berhati-hati ialah seperti yang dianut oleh

sebagian besar ulama, yakni bahwa tidak boleh hukumnya menyentuh

Al-Qur'an bagi orang yang tidak punya wudhu, orang yang junub, orang

yang sedang haid, dan orang yang sedang nifas. Tetapi kita tidakbisa

menyalahkan seandainya mereka menyenfuh Al-Qur'an, sebab  dalilnya

tidak bisa diterima oleh seluruh ulama. Oleh sebab  itu banyak pula

ulama yang mengatakan, tidak apa-apa hukumnya menyentuh Al-

Qur'an bagi orang yang tidak suci, baik yang tidak punya wudhu atau

yang sedang junub, atau wanita yang sedang haid, atau wanita yang

sedang nifas.

4. Haram membaca Al-Qur'an. Menurut sebagian besar ulama ahli fiqih,

haram hukumnya membaca Al-Qur'an bagi orang yang sedang junub

dan wanita yang sedang haid, berdasarkan dalil-dalil yang melarang hal

gihb.%ada/u

Suci dan Bersih dalam lslam

irr ;a I/,... 4.' ,,1...V ja.r>- ra"Ul ;,.

ini . Tetapidalil-dalilini  tidakbisa diterima oleh sebagian besar

ulama ahlifiqih yang lain bahwa yang dimaksud yaitu   keharaman

seperti itu. Alasannya:

Pertama, sebab  dalil-dalil ini  tidak selurunnya mulus bisa

diterima.

Kedua, sebab  dalil-dalil ini  ada dua jenis. Jenis pertama

diterangkan dalam bentuk kalimat larangan, dan inidha'if menurut

sebagian besar ulama. Jenis kedua diterangkan dalam bentuk hikayat

yang menceritakan tentang tindakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam, bahwa tidak ada sesuatu pun yang bisa menghalangibeliau dari

membaca Al-Qur'an kecualijinabat. Selain ada sanggahan, jenis kedua

inimerupakan hikayatyang menceritakan tentang keadaan dan tindakan

Nabi. Dan dalilseperti itu tidak menunjukkan atas kewajiban. Dengan

kata lain tidak haram membaca A[-Qur'an bagi orang yang junub.

Betapa Nabi tidak mau menjawab salam sebelum beliau selesai

bertayammum atau berwudhu. Tetapi bagi orang yang menerima dalil

ini  beralasan bahwa makruh hukumnya berdzikir kepada Allah

kecuali dalam keadaan suci, padahal tidak ada seorang pun yang

mengatakan bahwa untuk berdzikir kepada Allah itu harus suci.

Disebutkan dalam sebuah hadits,

29, . 

t.

.r.t;i F * ar f+ otf

"Sesungguhnya Nabi itu selaluberdzikir kepada Allah setiap satt."

(HR. Muslim)

Oleh sebab  itulah menurut kami, langkah yang hati-hati ialah

sebaiknya jangan membaca Al-Qur'an bagi orang yang sedang junub,

atau wanita yang sedang mengalami haid, atau wanita yang sedang nifas

atau bersalin. Meskipun kita tidak bisa menyalahkan seandainya ada di

antara mereka yang membaca Al-Qur'an, sebab  dalil-dalilyang

melarang tidak maksimal.

5. Bagi orang yang sedang junub, wanita yang sedang menjalani haid atau

nifas, dilarang berdiam di masjid. Dalilnya ialah hadits Aisyah tadi. Tetapi

menurut sebagian besar ulama, hadits ini dha'if sehingga hanya

beberapa ulama ahli fiqih saja yang mempergunakannya sebagai dasar.

Pembicaraan tentang haid dan nifas seperti yang telah saya

kemukakan tadi merupakan kesimpulan penting yang sudah jelas sehingga

tidak perlu kami ulangi.

g*h,96ada/v

Berikut Dal il-dali lnya dalam lslam

Rincian Dalil.dalil Sesuatu Yang Diharamkan Bagi

Orang Yang Junub

1. Bersumber dari Abdullah bin Abu Bakar alias Muhammad bin Amr bin

Hazm, sesungguhnya isi suratyang ditulis oleh Rasulullah Shollollohu

Alaihi wa Sallomkepada Amr bin Hazm ialah "Tidok boleh menyentuh

Al-Qur' an kecuali orang yangsuci." Menurut sebagian ulama, hadits ini

shahih. Imam Malik menilainya sebagai hadits mursal, seperti dalam

kitabnya Al-Muwatho'. Sementara menurut lbnu Hajar, hadit ini

dianggap maushul oleh An-Nasa' i dan hnu Hibban.

Kata Al-Baghawi, "Menurut sebagian besar ulama, seseorang yang

memiliki hadats atau sedang junub itu tidak boleh membawa atau

menyentuh Al-Qur'an. Sebelumnya sudah saya terangkan mengenai

pendapat para ulama tentang keshahihan hadits ini.

Kata Imam Malik, "Tidak boleh membawa mr.rshaf berikut sampulnya

meskipun di atas bantal kecuali orang yang suci. Halitu demi meng-

agungkan dan memuliakan Al- Qut'an. " Al-Hakam, Hammad, dan Abu

Hanifah memperbolehkan membawa dan menyenfuh Al-Qur'an. Imam

Abu Hanifah menambahkan, "Yang penting jangan disentuh bagian

mushaf yang ada tulisannya."

Ketika ditanya tentang menyentuh Al-Qur'an oleh orang junub dan

wanita yang sedang haid, Sa'id bin Al-Musagryab menjawab, "Tidak apa-

apa jika kitab suci ini berada dalam sampul."

Diriwayatkan dari Atha' tentang seorang wanita yang sedang haid

yang memakai kalung bertuliskan doa ta' awwu&, ia mengatakan, " Jika

ia ada pada kulit sebaiknya dilepas, dan jika ada pada pipa dari perak

makatidakapa-apa."

Adapun mengenai membaca Al-Qur' an secara hafalan, para ulama

ahli fiqih sepakat bahwa hal itu diperbolehkan bagi orang yang punya

hadats. Tetapi ia tidak boleh melakukan sujud tilawah. Mereka juga

memperbolehkan ia melakukan i'tikaf di masjid.

Kata imam Al-Baghawi, "Sebagian besar ulama mernperbolehkan bagi

orang yang sedang hadats membawa kitab-kitab selain Al-Qur'an; baik

kitab tafsir, kitab hadits, kitab fiqih, kitab tauhid, dan lainnya.

gi*i/a.96.da/v

Suci dan Bersih dalam lslam

2. Allah To'olo berfirman,

[tr:or^-rr] @-'d. 1.l-; i;,W atG it1*St

" Sedang knmu dalam keadaan j unub, terkecuali sekndnr berlalu saj a,

hingga kamu mandl. " (An-Nisa' : 43)

IGta Al-Azhari, "Kalim aI iunub itu berasal dari ianaba yang berartijauh. Disebut demikian, sebab  ia dilarang mendekati tempat shalat

selama belum bersuci. Dengan kata lain ia harus menjauh daripadanya."

IGta Al-Qutaibi, " Disebut seperti ifu sebab  orang yang j unub itu harus

menjauhi manusia sebelum ia mandi. Jinabat itu berarti jauh. "

Imam Al-Baghawi mengatakan, "Menurut banyak ulama, tidak boleh

hukumnya bagi orang yang junub dan wanita yang sedang haid berdiam

di masjid, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dariAisyah bahwa

sesungguhnya Rasulullah Shallollahu Alaihi wa Sallam bersabda,

" Hadapkanlah rumah ini ke masjid, sebab  sesungguh nya aku tidak

menghalalkan masjid bagi wanita yang sedang haid dan orang yang

iunub." (HR. Abu Dawud, dan dianggap shahih oleh Ibnu l(huzaimah).

Ini yaitu   pendapat Sufuan, Imam Malik, Asy- Syafi'i, dan beberapa

ulamaahlipikir.

Imam Malik dan Asy-Syafi'i memperbolehkan kalau hanya lewat di

masjid. Dan itulah pendapatAl-Hasan. Mereka mena'wili firman Allah

Ta' ala, " Sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu

saja." Hal itu diriwayatkan dariAnas dan Jabir. Imam Ahmad dan Al-

Muzani memperbolehkan orang junub dan wanita yang sedang haid

berdiam di masjid. Menurut Imam Ahmad hadits ini  dha'if, sebab 

seorang perawinya bernama Aflat bin Khalifah tidak diketahui

identitasnya. Mereka mena'wili ay at " berlalu sojo " sebagai orang-orang

musafir yang sedang mengalami jinabat, sehingga mereka harus

tayammum lalu melakukan shalat. Tetapi pendapat ini  disangkal,

sebab  Aflat bin Khalifah yaitu   seorang perawi yang jujur. Imam Ibnu

Khuzaimah pernah meriwayatkan hadits perawiyang satu inidalam

kitabnya Shohih Ibni Khuzaimah, sekalipun dianggap dha'if oleh An-

Nawawi dalam Al-Majmu'.

3. Bersumber dariAli Radhiyallahu Anhu, ia berkata , "setelah buang air,

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan daging bersama kami

dan membaca Al-Qur'an. Tidak ada sesuatu pun yang mencegah atau

menghalangi dari membaca Al-Qur'an kecuali jinabat." (HR. Ahmad,

giAi/u.%a/ah'

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

Abu Dawud, dan Al-Hakim. Hadits ini dinilai shahih dan disetujui oleh

Adz-Dzahabi).

Kata Al-Hafizh hnu Hajar dalam Fathu Al-Bari, hadits tadi patut untuk

dij adikan sebagai argumen. Tetapi seperti yang Anda lihat hadits ini 

merupakan cerita yang tidak bisa dijadikan dalilbagi keharaman

membaca Al-Qur'an bagi orang yang j unub.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

beliau bersabda," Wanita yang sedang haid maupun orang yang sedang

junub tidak boleh membaca satu ayat pun dari AI-Qur'an." (HR. At-

Tirmi&i dan Ibnu Majah).

Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam

komentarnya terhadap At:Tirmidzi, dan dianggap dha'if oleh banyak

ulama ahli hadits antara lain An-Nawawi seperti yang dikemukakan

dalamAl-Majmu'.

Kata Imam Al-Baghawi, ini yaitu   pendapat sebagian besar ulama

dari kalangan sahabat dan tabi'in. Menurut mereka, tidak boleh

hukumnya bagi orang yang junub dan wanita yang sedang haid

membaca Al-Qur'an. Pendapat ini diikuti oleh Al-Hasam, Sufuan, Ibnu

Al- Mubarak, Asy-Syafi'i, Ahmad, dan Ishak.

Ibnu Al-Musayyab, Ikrimah, Sa'id bin Jubair, dan Rabi'ah

memperbolehkan orang yang junub membaca Al-Qur'an. Diriwayatkan

dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah membaca surat Al-Baqarah dalam

keadaan sedang junub, dan Imam Malik memperbolehkan wanita yang

sedang haid membaca Al-Qur' an. Alasannya, sebab  masa haid ifu bisa

berlangsung lama, sehingga bisa jadi ia akan lupa pada Al-Qur'an. Dan

ia juga memperbolehkan orang yang sedang junub membaca beberapa

ayat Al-Qur' an saj a. Menurut hnu Hazm, terdapat beberapa hadits yang

menerangkan tentang larangan membaca Al-Qur'an bagi orang yang

junub dan orang yang tidak dalam keaadaan suci lainnya. Tetapi di

antara hadits-hadits ini  tidak ada yang shahih.

Hal-hal yang Diperbolehkan Bagi Orang Yang Junub

Bersumber dari Abu Hurairah, sesungguhnya ia bertemu Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam dijalanan kota Madinah. Merasa dalam

keadaan junub, ia lalu menyelinap dan pergi untuk mandi. Begitu ia

muncul, beliau bertanya, " Di mana kamu tadi, hai Abu Hurairah?" la

gi*iA'giada/u

Suci dan Bersih dalam lslam

menjawab, "Wahai Rasulullah, aku tadijunub. Aku tidak mau duduk

bersama Anda dalam keadaan j unub. " Beliau bersabda, " M ahasuci Allah,

orang mukmin itu tidak najis. " (HR. Muslim).

Hadits tadi merupakan dalilyang memperbolehkan seorang yang

junub menangguhkan mandi demi menyelesaikan umsan-urusannya, dan

berjabat tangan serta berkumpul dengan orang lain. Ini yaitu   pendapat

mayoritas ulama. Mereka sepakat bahwa keringat orang junub dan wanita

yang sedang haid itu suci.

Disebutkan dalam suatu riwayat, "lbnu Umar ketika sedang junub

mengenakan pakaian yang penuh keringat. Kemudian ia memakainya

untuk shalat." (HR. Imam Malik dalam Al-l4uwatho'). Demikian pula

keringat wanita yang sedang haid, menurut pendapat para ulama

hukumnyajugasuci.

Kata Atha', "Orang yang sedang junub itu boleh berbekam,

memotong kuku, dan mencukur rambut, walaupun ia belum berwudhu."

(Hadits ini dianggap mu' allaq oleh Al- Bukhari).

Bersumber dari Ibnu Umar sesungguhnya Umarbin Al-Khatthab

pemah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallom, "Apakah

salah seorang kamiyang sedang junub ifu boleh tidur?" Beliau menjawab,

" Boleh. Apabila salah seorang kalian sudah berwudhu silahkan ia tidur."

(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi w a

Sallam apabila hendak tidur dan sedang dalam keadaan junub, beliau

berwudhu terlebih dahulu seperti kalau ia berwudhu untuk shalat. Dan

apabila hendak makan atau minum, beliau membasuh kedua tangannya

terlebih dahulu. Setelah itu baru makan atau minum." (Hadits shahih).

Nabi Sha/lollahu Alaihi wa Sallam hdak berwudhu ketika makan atau

minum ini menunjukkan bahwa boleh berwudhu, dan beliau berwudhu

menunjukkan bahwa hal ifu hukumnya sunnat.

Bersumber dari Ammar, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sollom memberikan kemurahan kepada orang yang junub jika hendak

makan atau minum atau tidur untuk berwudhu seperti ia berwudhu saat

akan melalukanshalat." (HR.Ahmad, At:firmi&i, danAbu Dawud. Kata

At:Tirmidzi, hadits ini hasan dan shahih).

fii,I,ilv06a1.a/v

Berikut Dal il-dali lnya dalam lslam

Diriwayatkan dari Al-fuwad dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah.

Shallallahu Ataihi w a Saltam iika sdang iunub dan hendak makan dau tidur;

beliau berwudhu terlebih dahulu. " (HR. Muslim dalam Shoh ih Muslim) .

Bersumber dari Abu Sa'id sesungguhnya Nabi bersabda, " Apabila

salah seorang kalian hendak mengulang bersefubuh sebaiknya berwudhu

terlebih dahulu, sebab  hal itu bisa membenkan semangat mengulang."

(Hadits hasan danshahih inidiriwayatkan oleh Muslim).

Catatan-catatan

Apabila dua hal yang metvajibkan mandi bertemu; seperti haid dan

jinabat, lalu ia mandi satu kali dengan niat untuk bersuci dari keduanya

sekaligus, menurut sebagian besar ulama hal ifu dianggap cukup.

Omng gilayang sudah sembuh dan omng pingsan yang sudah sadar,

mereka tidak wajib mandi.

Barangsiapa yang shalat menjadi imam, lalu ia merasa bahwa saat

tidur ia telah bermimpi basah dengan ditemukannya sperma pada

pakaiannya, maka ia wajib mandi dan mengulangi shalabrya. Tetapi bagi

makmumnyatidakwajib mengulangi. Halitu pemah dialami oleh Umar

dan Ubman Radh;itpll ahu Anhuma.

Tentang perlunya seorang wanita unfuk melepaskan pintalan atau

jalinan rambutnya saat mandi dari haid, ada dua pendapat. Menurut

pendapat yang diunggulkan, hukumnya sunnah, bukan wajib. Hal itu

berdasarkan hadits Ummu Salamah sesungguhnya ia bertanya kepada

Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam, "Aku yaitu   wanita yang memiliki

pintalan mmbut sangat kuat. Apakah al{u harus melepaskannya saat mandi

dari haid atau mandi jinabat?" Beliau bersabda, "Tidak. Kamu cukup

menuangkan air pada kepalamu sefunyak tigalcoli ." (HR. Muslim).

Yang ditekankan kepada seorang wanita yang mandi dari haid atau

mandi jinabat ialah menuangkan air pada permukaan rambut hingga

menembus ke kulit kepala secara merata. Namun bagi wanita yang

memiliki pintalan rambut sangat kuat, ia cukup menuangkan air saja. Tidak

disyaratkan air harus menembus ke setiap helai rambut. Inilah salah satu

anugerah dan kasih sayang Allah kepada kaum wanita.

Jinabat itu tidak mempengaruhi puasa. Jadi kalau ada seseorang

yang tengah berpuasa, pagi-pagi dalam keadaan junub, puasanya masih

tetapsah.

gili/u.qlala/v

Suci dan Bersih dalam lslam

t

Darah Khusus bagi Kaum Wanita

Ada tiga jenis darah yang khusus bagi kaum wanita, dan masing-

masing memiliki hukum syariat tersendiri yang harus diperhatikan. Berikut

ini simaklah penjelasannya:

L. Darah Haid

Darah ini lazim disebut darah bulanan, yaitu darah yang keluar dari

seorang wanita dalam keadaan sehat. Dan keluarnya darah ini

menunjukkan bahwa yang bersangkutan sudah mulai memasuki usia akil

baligh.

Pada mulanya darah ini berwarna hitam. Beberapa waktu kemudian

berubah wamanya; yaitu menjadi merah, kuning, dan semu antara putih

danhitam.

Tidak ada satu pun bukti yang menerangkan tentang batas minimal

masa haid. Di antara para ulama ada yang mengatakan, sehari semalam.

Ada yang mengatakan, dua hari. Dan ada pula yang mengatakan, tiga hari.

Tetapi yang jelas, jika ada darah keluar dengan ciri-ciri darah haid dan

pada waktunya, maka ia dianggap darah haid meskipun hanya

berlangsung sehari atau lebih. Fada awalnya damh haid ini berwama merah

danberbaubusuk.

Juga tidak ada satu pun bukti yang menerangkan tentang batas

maksimal masa haid. Hal itu bersifat relatif. Tergantung kebiasaan wanita

yang bersangkutan. Di antara ulama ahli fiqih ada yang mengatakan, batas

maksimal masa haid itu tidak lebih dari sepuluh hari. Dan ada yang

mengatakan, sampai bisa berlangsung selama lima belas hari atau setengah

bulan.

Tanda-tanda berakhirnya masa haid ialah cairan warna putih. Jika

cairan wama-wama yang lain sudah hilang, seperti wama merah, kuning,

dan keruh, lalu muncul cairan wama putih, maka ifulah tanda mampatnya

haid. Dan pada saat itulah seorang wanita wajib mandi lalu shalat,

sebagaimana ia berkewajiban menjalankan puasa. Misalkan darah haid

mampat sebelum shalat Shubuh pada bulan Ramadhan, wanita yang

bersangkutan wajib menjalankan shalatShubuh dan jugawajib berpuasa

pada hari itu. Tetapi kalau mampat sesudah shalat Shubuh, maka

puasanya pada hari itu tidak sah. Tetapi ia wajib segera mandi untuk

gi/ti/u.qlada/v

Berikut Dal i l-dal ilnya dalam lslam

menjalankan shalat Shubuh, sebab  waktunya masih ada. Jika

ditangguhkan ia berdosa.

Jika darah haid sudah mampat, masa suci antara satu haid dan haid

yang lainnya, tidak ada kesepakatan para ulama ahli fiqih mengenai hal ini.

Sebagian mereka mengatakan, batas waktunya tidak lebih dari tiga belas

hari. Dan ada pula yang mengatakan, lima belas hari. Mengenai waktu

maksimal suci hal itu tidak ada batasannya sama sekali.

2. Darah Nifas

Darah nifas ialah darah yang keluar dari seorang wanita sebab 

melahirkan, meskipun anakyang dilahirkan mengalami keguguran.

Masa minimaldarah nifas itu tidak ada batasannya sama sekali.

Terkadang hanya keluar pada saat melahirkan lalu setelah itu langsung

mampat. Jika ini yang terjadi maka wanita yang bersangkutan wajib

mandi, shalat, dan puasa. Tandatanda mampatnya darah nifas ifu sama

seperti tanda-tanda mampatnya damh haid. Adapun masa maksimal nifas

itu yaitu   empat puluh hari. l.ebih dari itu fidak disebut darah nifas, kecuali

jika wanita yang bersangkutan punya kebiasaan seperti itu. Maka darah

yang masih keluar darinya tetap disebut sebagai darah nifas sampai enam

puluh hari. Tidaklebih dari itu.

Hal-hal yang Diharamkan bagi Wanita yang Sedang Haid

atau Nifas

Hal-hal yang diharamkan bagi wanita yang sedang haid atau nifas

sama seperti hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub. Tetapi ada

tiambahannya:

7. Berpuaso. Puasa itu haram dilakukan oleh wanita yang sedang

mengalami haid atau nifas. Seorang wanita yang sedang mengalami haid

atau nifas, tidak boleh menyerupai orang-orang yang berpuasa. Jika ia

melakukannya berarti ia durhaka kepada Allah, dan puasanya batal.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bagiwanita yang haid atau

nifas, ia berkewajiban mengulang atau membayar puasanya, bukan

shalatnya.

2. Melakukan hubungan intim.

gi*,i/u.qnalalv

Suci dan Bersih dalam lslam

Hal itu hukumnya haram, berdasarkan kesepakatan kaum

musiimin. Juga haram mencumbu pada sekitar tempat haid dan nifas.

Tetapi tidak apa-apa hukumnya seorang suamitidur di samping isterinya

yang sedang haid atau nifas, atau mencumbu pada bagian-bagian hrbuh

di luar pusar dan lututnya. Demikian menurut sebagian besar ulama ahli

fiqih. Namun ada sebagian mereka yang berpendapat, boleh mencumbu

selain pada kubul (vagina) dan dubur (anus). Mereka memiliki dalilyang

cukupkuat.

Tata Cara Mandi bagi Wanita yang Haid atau Nifas

Tata cara mandi bagi wanita yang haid atau nifas, sama seperti tata

cara mandi jinabat. Hanya saja menurut sebagian ulama, ia harus

melepaskan pintalan rambutnya, Dan menurut sebagian uiama yang lain,

ia tidak perlu melepasnya, berdasarkan hadits Ummu Salamah yang telah

dikemukakandi atas.

3. Darah Istihadhah

Darah istihadhah ialah darah yang masih terus mengalirdi luarmasa

haid. Darah penyakit ini memiliki beberapa hukum tersendiri.

Jika seorang wanita mengetahui bahwa masa haidnya yaitu   lima

hari misalnya, maka darah yang keluar selama lima hari setiap bulannya

yaitu   darah haid, dan selebihnya yaitu   darah istihadhah. Ketika masa

haid berakhir, ia wajib mandi, shalat, dan berpuasa. Apa yang semula

diharamkan kepadanya sebab  alasan haid, sudah menjadi halal. Tetapi

jika ia memang tidak mengetahui masa haidnya, sebab  alasan mungkin

ia tidak pernah memperhatikan atau ketika mengalami haid pertama kali

memasuki usia akil baligh darahnya terus keluar, maka sedapat mungkin

ia harus bisa membedakan antara darah haidyang berwarna hitam dan

darah istihadhah yang berwarna lain, sebab  halitu akan membantu

untuk menentukan masa haid, sehingga selebihnya yaitu   darah

istihadhah. Tetapijika ia tidak bisa membedakan, maka ia harus

menggunakan kebiasaan yang dialamikeluarganya yang wanita; seperti

ibunya, kakaknya, dan tantenya. Menurutsebagian ulama ahlifiqih, yang

lazim darah haid itu selama tujuh hari. Sementara menurut sebagian

ulama ahlifiqih yang lain, yaitu   sepuluh hari. Selebihnya berarii darah

istihadhah.

gi/riluglada/I,

Berikut Dalil-dalilnya dalam lslam

Hukum-hukum Darah Istihadhah

Seorang wanita yang biasa mengeluarkan darah istihadhah, iaharus;

melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Wajib mandi begitu darah haidnya mampat. Dan setelah itu ia tidak

wajibmandilagi.

2. Setiap kali hendak melakukan shalat ia harus wudhu, sehingga ia harus

shalat dengan menggunakan wudhu ini  kapan saja ia mau. Dan

ketika tiba waktu shalat berikutnya ia harus wudhu lagi. Begitu

seterusnya. Tidak apa-apa ia shalat dengan darah masih terus keluar. Ia

boleh melakukan hubungan seksual dengan suaminya, melakukan

thawaf, menyentuh Al-Qur'an, dan lain sebagainya. Sebab, pada

hakekatnya statusnya sama seperti wanita yang sudah suci dari haid.

3. Sebelum wudhu ia harus membasuh bagian tubuh yang mengeluarkan

darah, dan membersihkannya dengan alat pembersih seperti kapas dan

lain sebagainya untuk mengurangi najis. Halini ditekankan demi

menjaga kebersihan, sebab  ia boleh melakukan shalat ketika masih

terus mengeluarkan darah. Ada sebagian ulama ahli fiqih yang

mewajibkan halitu, sebab  adanya perintah dalam sebuah hadits

shahih.

Uzur-uzur Lain yang Dianggap Sama

Ada uzur-uzur lain yang dianggap sama seperti istihadhah. Orang

yang mengalami uzur ini ia harus wudhu untuksetiap kali shalat, dan ia

boleh shalat kapan saja ia mau, baik shalat fardhu maupun shalat sunnat

sepanjang ia masih mengalaminya. Contohnya seperti orang yang selalu

ingin buang air kecil atau air besar atau kebiasaan-kebiasaan yang tidak

lazim lainnya.

Adapun darah atau nanah yang keluar dari luka difubuh, sedapat

mungkin orang yang bersangkutan berusaha membalutnya. Dan yang

masih tetap keluar, menurut pendapat yang diunggulkan hal itu tidak

membatalkan wudhu dan juga tidak merupakan najis, sebab  hal itu

dianggap sebagai uzur yang susah dihindari. Jadi kewajibannya hanyalah

membalut, meskipun di tengah-tengah shalat damh atau nanah tetap keluar.

Itu tadi yaitu   yang menyangkut berbagai macam thaharah.

Selanjutnya sedapat mungkin saya ingin menyafukan atau mendekatkan

giAilv,filadab

Suci dan Bersih dalam lslam

i

l

I

I)

di antara berbagai pendapat yang berbeda dengan tetap berpegang pada

dalildalil yang shahih.

Dalil-dalilnya

Bersumber dari Anas bin Malik, ia berkata, "Sesungguhnya sudah

menjadi kebiasaan orang, apabila ada seorang perempuan di antara

mereka sedang haid, mereka tidak mau makan bersamanya dan tidak mau

tinggalserumah dengannya. Para sahabat bertanya kepada Nabi

ShallallahuAlaihi uo S allam tentang hal itu, maka Allah To'olo menurunkan

ayat, " Mereka bertanya kepadamu tentang haid." (Al-Baqarah: 222)

Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi w a Sallam bersabda, " Lakukan

segalanya selain nikah (bersetubuh) 

" Sabda beliau ini didengar oleh orang-

orang Yahudi, lalu mereka berkata, "LakiJaki initidak ingin meninggalkan

sedikit pun dari perkataan kita, kecuali ia pasti menyelisihi kita." Kemudian

datang Usaid bin Hadhar dan Abbad bin Bisyri menemuibeliau dan

berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi berkata begini dan begitu.

Maka kami tidak mengumpuli isteri kami yang sedang haid. " (Mendengar

itu), wajah Rasulullah seketika berubah, sampai-sampai kami mengira

beliau murka kepada mereka berdua. I alu mereka berdua pun keluar dan

berpapasan dengan orang yang akan menghaturkan hadiah berupa susu

kepada Nabi. Beliau lalu menyuruh orang menyusul mereka, lantas beliau

menuangkan susu untuk mereka, maka mereka tahu bahwa beliau tidak

murka kepada mereka." (HR. Muslim).

Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Pernah aku dan Nabi

Shallall ahu Alaihi w a Sall am mandi bersama-sama dari satu bejana, dan

beliau dalam keadaan junub. Beliau menyuruhku untuk memakai kain, lalu

kulitku bersentuhan dengan kulitnya dan saat itu aku sedang haid. Ketika

sedang i'tikaf beliau biasa menyorongkan kepalanya kepadaku, lalu aku

membasuh kepalanya, sedang aku sedang haid." (HR. Al-Bukharidan

Muslim).

Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Fada waktu aku sedang haid,

aku pernah minum lalu aku sodorkan kepada Nabi Shol/allahuAlaihi wa

Sallam. Beliau meletakkan mulutnya pada bekas mulutku, kemudian

meminum. Dan aku pernah menggigit daging, lalu aku sodorkan kepada

Nabi. Beliau meletakkan mulutnya pada bekas mulutku." (HR. Muslim)

Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam bersandar di pelukanku dan aku sedang haid. Kemudian beliau

membaca Al-Qur'an." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

gi*i/u.qiala/a

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

Bersumber dari Aisyah, ia berkata, Nabi bersabda, " Ambilkan aku

selembar sajadahkecil dan masjid." Aku berkata, "Sesungguhnya saya

*dang haid. " Beliau belbdo, "Sesunggu hnya haidmu tidak di tanganmt)."

(FIR. Muslim).

Bersumber dari Maimunah Radhiyallahu Anha, ia berkata,

"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam prnah shalat dengan memakai tali

pengikd, kain yang rebagan ada pdalan dan *bagian ada pada beliau, dan

saat itu aku sedang haid. " (HR. Al-Bul.,trari dan Muslim).

Hadits-hadits Tadi yaitu   Sebagai Dalil atas Hal-hal

Sebagai Berikut

Haram hukumnya menggauli isteriyang sedang haid atau yang

sedang nifas. Barangsiapa yang melakukannya secara sadar dan tahu

berarti ia durhaka. Dan barangsiapa yang menganggap hal itu halal berarti

ia kufur. Soalnya hal itu diharamkan berdasarkan nash Al-Qur'an.

Keharaman baru hilang setelah darah haid mampat dan setelah si isteri

mandi. Orang yang menggauli isterinya yang sedang haid, menurut

sebagian ulama ahli fiqih ia harus membayar kafarat, yaitu dengan

bersedekah sebesar setengah dinar. Di antara yang berpendapat seperti ifu

ialah Qatadah, Al-Auza'i, Ahmad, dan Ishak. Hal itu berdasarkan sabda

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Apabila seseorang menggauli

isterinya yang sedang haid, ia harus bersedekah setengah dinar." (HR. At-

Tirmidzi, Abu Dawud, dan An-Nasa'i. Hadits ini dinilaishahih oleh Al-

Albani dalam Al-Misykat).

Tetapi menurut sebagian besar ulama ahli fiqih, ia tidak wajib

membayar kafarat. Melainkan memohon ampunan serta bertaubat kepada

Allah.

' Mereka berpedoman pada hadits yang menerangkan tentang

diperbolehkannya bercampur, berada dalam satu kain, dan mencumbui

isteri yang sedang haid pada bagian-bagian fubuh di luar antara pusar dan

lutut. Sebagian mereka berpendapat, seorang suami boleh melakukan apa

saja terhadap isterinya yang sedang haid selain bersetubuh, berdasarkan

Hib, " Lalatkarlah segalany kecuali berseaubuh." Dan banyak hadb ldn

senrpa dengan hadits ini.

Mereka juga berpedoman pada hadits diperbolehkannya seorang

wanita yang sedang haid lewat di masjid sebab  ada keperluan, pada dalil

yang menyatakan bahwa air liur, keringat, sertatubuh wanitayangsedang

haid itu hukumnya suci, dan juga pada hadits yang memperbolehkan

gi*i/ugiala/u

Suci dan Bersih dalam lslam

membaca Al-Qur'an di pangkuan wanita yang sedang haid. Pembicaraan

lebih luas sudah disinggung dalam bab MandiJinabat.

Hukum-hukum yang berlaku bagiwanita yang sedang haid ini 

juga berlaku bagi wanita yang sedang nifas. Kecuali tentang jangka

waktunya. Jangka waktu minimal nifas itu berbeda dengan jangka waktu

minimal haid. Demikian pula dengan jangka waktu maksimalnya, seperti

yang telah dikemukakan sebelumnya.

Bersumber dari Ummu Salamah, "Wanita-wanita yang nifas pada

zaman Rasulullah Shollollahu Alaihi wa Sallam itu sama menunggu setelah

nifas selama empat puluh hari, atau empat puluh malam. Dan kami biasa

mengoleskan orus fi enis tumbuh-tumbuhan ) pada waj ah-waj ah kam i. "

Imam Al-Baghawi mengatakan, "Menurut Imam Malik, Al-Auza'i,

dan fuy-Syaf i, Nifas itu minimal satu tetes. Dan menurut sebagian ulama

ahlifiqih, jika tidak ada darah yang keluar dariseorang wanita saat

melahirkan, maka ia tidak berkewajiban mandi.

Adapun batas waktu maksimal nifas menurut sebagian besar ulama

ahli fiqih yaitu   empatpuluh hari. L€bih dari empatpuluh hari namanya

darah istihadhah. Jika sebelum empat puluh hari sejak melahirkan darah

sudah mampat, maka ia harus mandi supaya suci, lalu shalat dan berpuasa.

Sejak itu hal-halyang semula diharamkan praktis menjadi halal. Ada

sebagian ulama ahli fiqih yang mengatakan, jangka waktu nifas itu

maksimal yaitu   enam puluh hari. Ini yaitu   pendapat Imam Asy-Syaf i.

Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Ketika kami haid pada zaman

Rasulullah kemudian kami suci, beliau menyuruh kami untuk membayar

puasa, dan beliau tidak menyuruh kami untuk membayar shalat." (HR. At-

Tirmi&i. Katanya, hadits ini hasan)."

Bersumber dari Aisyah isteri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

sesungguhnya ia berkata, Fatimah binti Abu Hubaisy bertanya kepada

Rasulullah, "Sesungguhnya aku belum suci, apakah aku boleh meninggal-

kan shalat?" Katanya, Rasulullah menjawab, "Sesunggtrhnya itu hanyalah

keringat. Bukan haid. Oleh sebab  itu jika kamu kedatangan haid, maka

tin ggalkanl ah shal at, dan j ika sudah p ergi, maka bersihkanlah darah dari

dinmu,lalu shalatlah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Disebutkan dalam riwayat Abu Mu'awiyah dari Hisyam, " . . .wudhu-

lah untuk setiap shalat sampai datang waktu itu. "

Diriwayatkan oleh IbnuSyihab, dari Urwah, dari FatimahbintiAbu

Hubaisy sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda

gik/a.qiala/u

Berikut Dali ldalilnya dalam lslam

kepadanya, " J ika ifu darah haid, maka bisr: diketahui w amanya hifam. D an

iika demihan maka berhentilah dari sholot " (HR Abu Dawud dinilai shahih

oleh Al-Hakim, dan disetujui oleh Adz- Dzahabi).

Riwayat tadimenunjukkan bahwa apabila seorang wanita terus

menems mengeluarkan damh setelah selesai jangka waktu maksimal, maka

darah itu disebut sebagai wanita yang mengeluarkan darah istihadhah.

Ada beberapa halmenyangkut wanita yang beristihadhah. Jika

seorang wanita tiba-tiba terus menerus mengeluarkan darah padahal

sebelumnya tidak ada masalah pada siklus haid dan sucinya, maka begitu

tiba waktu haidnya ia harus menganggap dirinya sedang haid, dan berlaku

hukum-hukum haid padanya. Jika masa haid bemkhir seperti yang terjadi

sebelumnya, ia harus segera mandi untuk bersuci dari haid. Selanjutrya ia

berwudhu untuksetiapkalishalatfardhu, dan dengan wudhu ini  ia

bisa melakukan shalat sunnat yang ia inginkan. Ia harus menangguhkan

shalatZhuhur sampai akhirwaktu, kemudian berwudhu dan shalat Zhuhur

dengan menggunakan wudhu ini  pada akhir waktu serta shalat fuhar

pada awal waktu. Demikian juga dengan shalat Maghrib dan shalat Isya' .

Jika ia wanita yang pertama kali mengalami haid tetapi ia terus

menerus mengeluarkan darah, menurut pendapat yang diunggulkan ia

harus mengetahui masa haidnya terlebih dahulu, yaitu dengan cara

membedakan antara darah haid dengan darah istihadhah, sebab  darah

haid biasanya berwarna hitam pekat dan berbau sangat tidak sedap,

sementara darah istihadhah berwama merah biasa dan tidak berbau. Jika

itu yang pertama, berarti darah haid asalkan ia keluar tidak kurang dari

sehari semalam dan tidakmelebihi batas malsimal masa haid. Jika itu yang

kedua, bertaridarah istihadhah. Mengenaiapa yang harus dilakukan,

sudah dikemukakan sebelumnya tadi.

Apabila darah yang keluar terus menerus tidak bisa dibedakan

sebab  tidak mengalami perubahan, ia harus mencari tahu masa haidnya

kepada ibunya atau kakak perempuannya atau tantenya. Setelah tahu ia

harus mandi pada masa akhir haidnya. Jika masih keluar berarti itu darah

istihadhah. Itulah pendapat sebagian b