erlakukan
sesuai dengan itu?”
“Aku tidak dapat memperlakukan seseorang menurut apa yang
ada di dalam hatinya. Allah tidak menugaskan itu kepadaku. Aku hanya
dapat memperlakukan seseorang menurut perkataan dan perbuatannya.”
Rasulullah s.a.w. menerangkan selanjutnya bahwa orang tersebut
bersama-sama dengan orang-orang lain dan sanak-saudaranya pada suatu
hari akan membangkitkan pemberontakan dalam Islam. Kata-kata
Rasulullah s.a.w. itu ternyata benar. Di zaman Ali, Khalifah Islam
keempat, orang itu dan kawan-kawannya mengadakan pemberontakan
dan menjadi pimpinan-pimpinan golongan Islam yang terkutuk, ialah
kaum Khawarij. Sesudah menghadapi kaum Hawazin, Rasulullah s.a.w.
kembali ke Medinah. Untuk kaum Medinah hari itu merupakan hari
besar kedua. Hari besar pertama ialah saat dahulu saat Rasulullah
s.a.w. tiba di Medinah sebagai seorang pengungsi yang menjauhi
kekejaman kaum Mekkah. Pada hari ini Rasulullah s.a.w. tiba untuk
kedua kalinya di Medinah, penuh dengan kegembiraan sebab maklum
akan ketetapan hati beliau menjadikan Medinah sebagai tempat tinggal
beliau.
Tipu Muslihat Abu Amir
Sekarang kita beralih kepada kegiatan seseorang bernama Abu
Amir Madani. Ia tergolong dalam suku Khazraj. Lewat pergaulan lama
dengan kaum Yahudi dan Kristen, ia mendapat kebiasaan bertafakkur
dan berzikir. sebab kebiasaan itu ia lazim dikenal sebagai Rahib Abu
Amir. namun , ia bukan Kristen. saat Rasulullah s.a.w. pergi ke
Medinah sesudah Hijrah, Abu Amir melarikan diri dari Medinah ke
Mekkah. Pada akhirnya, saat Mekkah juga tunduk di bawah pengaruh
Islam yang kian berkembang, ia mulai melancarkan siasat baru melawan
Islam. Namanya dan cara kebiasaan berpakaiannya diubahnya, dan ia
menetap di Quba, sebuah kampung di dekat Medinah. sebab ia telah
lama meninggalkan daerah itu dan ia telah mengubah penampakannya
dan pakaiannya, orang-orang Medinah tidak mengenalnya lagi. Hanya
orang-orang munafik yang mengenalnya, sebab ada hubungan rahasia
dengan dia. Ia membuat orang-orang munafik Medinah serahasia dan
dengan bantuannya ia merencanakan berangkat ke Siria serta membakar
hati penguasa-penguasa Kristen dan orang-orang Kristen Arabia untuk
menggempur Medinah. Sementara ia sibuk dalam tugas jahatnya itu di
daerah Utara, ia telah merencanakan menyebar racun kebencian di
Medinah. Mitra-mitranya, orang-orang munafik, harus menyebarkan
kabar bohong bahwa Medinah akan diserang oleh orang-orang Siria.
Sebagai hasil dari persekongkolan bercabang dua itu, Abu Amir
mengharapkan bahwa kaum Muslimin dan orang-orang Kristen Siria
akan berperang. Jika rencananya ini tidak berhasil, ia mengharapkan
bahwa orang-orang Islam sendiri akan terhasut untuk menyerang Siria.
Dalam keadaan itu pun perang dapat meletus antara kaum Muslimin dan
kaum Siria, dan Abu Amir mendapatkan sesuatu untuk bergembira.
Untuk menyempurnakan rencananya itu ia pergi ke Siria.
saat ia telah berangkat, orang-orang munafik Medinah sesuai
dengan rencana itu - mulai menyebar desas-desus bahwa kafilah-kafilah
telah nampak datang untuk menyerang Medinah. saat kafilah itu tak
kunjung datang, mereka mendesas-desuskan semacam penjelasan.
Gerakan Militer Ke Tabuk
Desas-desus itu menjadi begitu santer sehingga Rasulullah s.a.w.
memandang perlu untuk memimpin sendiri suatu pasukan Muslimin
untuk menghadapi Siria. Masa itu masa paceklik. Arabia ada di dalam
cengkeraman wabah. Panen tahun yang lampau buruk sehingga gandum
dan buah-buahan tersedia hanya sedikit. Panen yang akan datang belum
tiba waktunya. Waktu itu akhir September atau permulaan Oktober
tatkala Rasulullah s.a.w. bertolak dalam rangka misi itu. Kaum munafik
tahu benar bahwa desas-desus itu ulah mereka sendiri. Mereka
mengetahui pula bahwa rencana mereka ialah memberi dorongan kepada
kaum Muslimin untuk menyerang Siria jika orang-orang Siria tidak
menyerang kaum Muslimin. Bagaimanapun juga halnya, suatu
perkelahian dengan kerajaan Roma yang besar itu akan membawa akibat
kehancuran kaum Muslimin. Pelajaran dari pertempuran Mu’ta ada di
hadapan mereka. Di Mu’ta kaum Muslimin harus menghadapi bala
tentara yang begitu besar sehingga hanya dengan susah payah mereka
masih mampu mengundurkan diri. Kaum munafik mengharapkan dapat
mementaskan Mu’ta kedua, saat ada kemungkinan Rasulullah s.a.w.
gugur. Sambil kaum munafik sibuk menyebar desas-desus tentang
serangan Siria terhadap kaum Muslimin, mereka mengadakan segala
upaya untuk menanam rasa ketakutan dalam pikiran kaum Muslimin.
Bangsa Siria dapat membentuk angkatan perang berkekuatan besar
sehingga kaum Muslimin tak akan mengharap dapat menahannya.
Mereka mendesak agar orang-orang Islam ikut dalam bentrokan senjata
dengan Siria.
Pola rencana mereka ialah di satu pihak akan merangsang kaum
Muslimin untuk menyerang Siria dan di pihak lain menakut-nakuti agar
mereka tidak berangkat dalam jumlah yang besar. Mereka menghendaki
kaum Muslimin berperang dengan Siria dan mendapat kekalahan. namun
segera sesudah Rasulullah s.a.w. mengumumkan keinginan beliau
memimpin sendiri gerakan militer itu, semangat kaum Muslimin meluap-
luap. Mereka tampil ke muka, menawarkan diri berkorban untuk
kepentingan agama. Kaum Muslimin memiliki perlengkapan yang buruk
untuk menghadapi peperangan yang berukuran begitu besar. Baitul Mal
telah kosong. Hanya orang-orang Muslim kaya yang memiliki sarana-
sarana untuk membiayai keperluan perang. Orang-orang Muslim secara
perseorangan berlomba-lomba dalam semangat pengorbanan untuk
kepentingan agama. Diriwayatkan bahwa, saat gerakan militer itu
sedang bergerak dan Rasulullah s.a.w. mengimbau untuk pengumpulan
dana, Utsman menyerahkan sebagian besar kekayaannya. Sumbangannya
berjumlah kira-kira seribu dinar emas. Orang-orang Muslim lainnya pun
menyerahkan sumbangannya menurut kemampuan masing-masing.
Orang-orang Muslim yang miskin pun diberi binatang tunggangan,
pedang, dan tombak. Semangat menggelora. Pada waktu itu di Medinah
ada serombongan Muslimin yang telah datang berhijrah dari Yaman.
Mereka sangat miskin. Beberapa di antara mereka menghadap
Rasulullah s.a.w. dan menawarkan diri berkorban untuk gerakan militer
itu. Mereka berkata, “Ya, Rasulullah, bawalah kami menyertai anda.
Kami tidak menghendaki apa-apa selain sarana untuk berangkat.”
Al-Qur’an mengisyaratkan kepada orang-orang Muslim ini dan
penawaran diri mereka dengan kata-kata sebagai berikut:
Dan, tidak pula ada celaan terhadap orang-orang yang saat mereka
datang kepada engkau supaya engkau menyediakan kendaraan bagi
mereka, engkau berkata, “Aku tidak memperoleh sesuatu yang dapat
mengangkut kamu;” mereka kembali dengan mata mereka berlinang oleh
air mata sebab sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa-apa
yang dapat mereka belanjakan (9:92).
Maksudnya, mereka tidak dapat disalahkan sebab mereka tidak
memiliki sarana-sarana sehingga tidak dapat ikut ke medan perang, namun
mereka mengajukan permohonan kepada Rasulullah s.a.w. untuk
memperlengkapi mereka dengan sarana angkutan ke medan perang.
Rasulullah s.a.w. tak mampu memberikan sarana angkutan, maka mereka
sangat menyesal atas kemiskinan mereka, dan tak mampu
menyumbangkan diri untuk berperang antara kaum Muslimin dan bangsa
Siria.
Abu Musa yaitu pemimpin mereka. saat ditanyakan apa
yang mereka minta, ia berkata, “Kami tidak minta unta-unta atau kuda-
kuda. Kami hanya mengatakan tidak punya sepatu dan tidak dapat
menempuh perjalanan jauh itu dengan kaki tak beralas. Jika kami punya
sepatu, kami dapat ikut serta dengan berjalan kaki dan ikut berperang,
berdampingan dengan saudara-saudara Muslim lainnya.”
saat lasykar itu bergerak menuju Siria, dan kaum Muslimin
belum lupa akan penderitaan mereka di Mu’ta, maka tiap-tiap orang
Muslim sarat dengan kegelisahan dan kekhawatiran akan keselamatan
Rasulullah s.a.w.. Wanita-wanita Medinah juga memainkan peranan
mereka. Mereka sibuk mendorong suami dan anak-anak laki-laki mereka
untuk ikut dalam peperangan. Seorang Sahabat, yang saat itu kebetulan
pergi ke luar Medinah, datang kembali saat Rasulullah s.a.w. telah
berangkat bersama lasykar. Sahabat itu masuk ke rumahnya dan
mengharapkan sang istri akan menyambutnya dengan cinta dan keharuan
selayak seorang wanita yang berjumpa dengan suaminya sesudah mereka
berpisah sekian lama. Ia mendapati istrinya tengah duduk di halaman
rumah dan ia melangkah hendak memeluk dan menciumnya. namun
istrinya mengangkat tangan dan mendorongnya ke belakang. Sang suami
yang terperangah memandang istrinya dan berkata, “Inikah perlakuan
terhadap seseorang yang baru pulang sesudah lama berpisah?”
“Tidak malukah engkau?” jawab istrinya. “Rasulullah s.a.w.
harus berangkat dalam suatu gerakan militer yang berbahaya, dan engkau
ini mau bercumbu dengan istri? Kewajiban engkau yang pertama ialah
berangkat ke medan perang. Sesudah itu, kita lihat urusan lainnya nanti.”
Diriwayatkan bahwa Sahabat itu segera meninggalkan
rumahnya, memasang pelana kudanya dan berangkat menyusul
Rasulullah s.a.w.. Pada jarak perjalanan tiga hari ia dapat menyusul
lasykar Islam.
Orang-orang kafir dan orang-orang munafik barangkali
menyangka bahwa Rasulullah yang bertindak lantaran desas-desus yang
mereka hembuskan dan siarkan itu, akan menyerbu tentara Suriah tanpa
pertimbangan dahulu. Mereka lupa bahwa Rasulullah s.a.w. bertujuan
memberi contoh kepada anak-cucu para pengikut beliau di masa-masa
yang akan datang. saat Rasulullah s.a.w. telah sampai di dekat Siria,
beliau berhenti dan mengirim orang-orang ke pelbagai jurusan untuk
melihat keadaan. Orang-orang itu kembali dan melaporkan bahwa di
mana pun tak ada pemusatan kekuatan tentara Suriah, Rasulullah
s.a.w. mengambil keputusan untuk kembali, namun tinggal selama
beberapa hari. Pada hari-hari itu beliau menandatangani persetujuan-
persetujuan dengan beberapa suku di perbatasan. Tidak ada perang dan
tidak ada pertempuran. Perjalanan itu meminta waktu Rasulullah s.a.w.
dua setengah bulan. saat kaum munafik Medinah mengetahui bahwa
rencana mereka untuk mengobarkan peperangan antara kaum Muslimin
dan bangsa Siria itu gagal, dan bahwa Rasulullah s.a.w. ada dalam
perjalanan pulang dalam keadaan sehat wal afiat, mereka merasa takut
bahwa tipu muslihat mereka akan terbongkar. Mereka takut akan
hukuman yang sekarang patut diterima mereka. namun mereka tidak
menghentikan rencana jahat mereka. Mereka mempersiapkan suatu
pasukan dan menempatkannya di kedua sisi jalan sempit, tak berapa jauh
dari Medinah. Jalan itu begitu sempit sehingga hanya dapat dilalui satu
runtunan. saat Rasulullah s.a.w. dan lasykar Muslim mendekati tempat
itu, beliau mendapat petunjuk dengan perantaraan wahyu, bahwa musuh
sedang menghadang dikanan kiri jalan sempit itu. Rasulullah s.a.w
memerintahkan para Sahabat untuk mengadakan penyelidikan. saat
mereka tiba di tempat itu mereka lihat orang-orang tengah bersembunyi
dengan maksud yang jelas untuk menyerang. namun orang-orang itu
melarikan diri, segera sesudah mereka dipergoki rombongan penyelidik
itu. Rasulullah s.a.w. memutuskan jangan mengejar mereka.
saat Rasulullah s.a.w. tiba di Medinah, orang-orang munafik
yang telah sengaja menghindarkan diri dari ikut serta ke medan
pertempuran mulai membuat-buat dalih yang lemah lagi dicari-cari.
namun Rasulullah s.a.w. menerima dalih-dalih itu. Di samping itu beliau
merasa bahwa waktunya telah tiba, saat kemunafikan mereka harus
dibongkar. Beliau mendapat perintah Ilahi untuk membongkar mesjid di
Quba yang telah didirikan kaum munafikin untuk memungkinkan
mereka mengadakan pertemuan rahasia mereka. Kaum munafikin
terpaksa bersembahyang bersama-sama dengan orang-orang Muslim
lainnya. Tidak ada hukuman lain yang dikenakan kepada mereka.
Kembalinya dari Tabuk, Rasulullah s.a w. mendapat kabar bahwa orang-
orang Ta’if pun telah bai’at dan masuk Islam. Dalam waktu yang singkat
Arabia berada di bawah kibaran bendera Islam.
Haji Terakhir
Pada tahun kesembilan Hijrah, Rasulullah s.a.w. berangkat guna
naik Haji ke Mekkah. Pada hari Haji beliau menerima wahyu yang
mengandung ayat Al-Qur’an yang masyhur, berbunyi:
Hari ini telah Ku-sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Ku-
lengkapkan nikmat-Ku atasmu, dan telah Ku-sukai bagimu Islam sebagai
agama (5:4).
Ayat ini menjelaskan bahwa Amanat yang diemban Rasulullah
s.a.w. dari Allah dan yang telah dijabarkan sepanjang tahun-tahun ini
dengan kata-kata dan perbuatan beliau, telah lengkap. Tiap-tiap bagian
Amanat ini merupakan rahmat. Amanat yang disempurnakan sekarang
mengandung rahmat paling luhur yang dapat diterima umat manusia dari
Allah . Amanat itu disimpulkan dalam nama “Al-lslam,” yang berarti
“penyerahan diri.” Penyerahan diri seyogyanya menjadi agama kaum
Muslimin, agama seluruh umat manusia. Rasulullah s.a.w. membacakan
ayat ini di lembah Muzdalifa, saat para peziarah berkumpul. Kembalinya
dari Muzdaifa, Rasulullah s.a.w. berhenti di Mina. Hari itu yaitu hari
kesebelas bulan Dhul-Hijah. Rasulullah s.a.w. berdiri di hadapan
khalayak ramai orang-orang Muslim dan mengucapkan khutbah yang
termasyhur dalam sejarah sebagai Khutbatul-Wida. Dalam Khutbah itu
beliau bersabda:
Wahai sekalian manusia, dengarkanlah baik-baik. Sebab, aku tidak
tahu apa aku akan berdiri lagi di hadapan kalian di lembah ini, dan
mengucapkan khutbah seperti aku berkhotbah sekarang, atau tidak.
Jiwamu dan harta milikmu telah dikebalkan oleh Allah dari serangan-
serangan oleh satu sama lain sampai Hari Pembalasan. Allah telah
menetapkan untuk tiap orang, bagian dalam harta warisan. Sekarang
tidak diizinkan pembagian warisan yang merugikan kepentingan-
kepentingan ahli waris yang sah. Seorang anak yang dilahirkan di suatu
rumah mana pun, akan dipandang anak ayah dalam rumah itu. Siapa
membantah kebapakan anak itu bertanggungjawab dan dapat dijatuhi
hukuman menurut hukum Islam. Barangsiapa menghubungkan
kelahirannya dengan ayah orang lain, atau mengakui dengan palsu
seseorang sebagai tuannya, Allah , Malaikat-Malaikat-Nya dan seluruh
umat manusia akan mengutuknya. Wahai, sekalian manusia, kalian
memiliki beberapa hak atas istri-istrimu, namun istri-istrimu pun
memiliki beberapa hak atas kalian. Hakmu atas mereka ialah, mereka
harus hidup suci dan tidak menempuh jalan yang membawa kehinaan
kepada suaminya dalam pandangan kaumnya. Jika istri-istrimu tidak
hidup sesuai dengan ini, maka kalian berhak menghukum mereka. Kalian
dapat memberikan hukuman kepada mereka sesudah mengadakan
penyelidikan yang tepat, oleh suatu badan yang berwewenang, dan
sesudah hakmu memberikan hukuman itu telah terbukti. Walaupun
demikian, hukuman dalam perkara demikian hendaknya tidak terlalu
berat. namun , jika istri-istrimu tidak berbuat hal demikian, dan tindak-
tanduk mereka tidak akan menimbulkan kecemaran kepada suami
mereka, maka kalian wajib menjamin makan, pakaian, dan perumahan,
sesuai dengan tingkat kehidupanmu sendiri. Ingatlah, kalian harus
senantiasa memperlakukan istri-istrimu dengan baik. Allah telah
membebani kalian dengan kewajiban memelihara mereka. Wanita itu
lemah dan tidak dapat menjaga hak-hak mereka sendiri. Bila kalian
kawin, Allah menunjuk kalian sebagai pengemban amanat hak-hak itu.
Kalian telah membawa istri-istrimu ke rumahmu di bawah naungan
Hukum Allah . Maka kalian hendaknya tidak melanggar amanat yang
telah diletakkan Allah dalam tanganmu. Wahai, sekalian manusia, kalian
masih memiliki beberapa tawanan perang. Maka, aku menasihatkan
kepadamu untuk memberi makan dan pakaian yang sama seperti yang
kalian makan dan pakai sendiri. Jika mereka berbuat kesalahan yang
kalian tidak dapat memaafkannya, berikanlah dia kepada orang lain.
Mereka itu sebagian dari makhluk Allah juga. Menyakiti mereka atau
menyusahkan mereka tidak dibenarkan. Wahai, sekalian manusia! Apa-
apa yang kukatakan kepada kalian, harus kalian ikuti dan ingat-ingat.
Semua Muslim itu saudara antara satu sama lain. Semua kalian sama.
Semua orang, dari bangsa atau suku mana pun mereka datang, dan
martabat hidup apa pun yang mereka pegang, yaitu sama.
Sambil bersabda demikian Rasulullah mengangkat tangan beliau
dan merapatkan jari-jari tangan yang satu dengan jari-jari tangan yang
lain dan kemudian bersabda:
Seperti jari-jari kedua tangan ini sama, demikian pulalah manusia itu
sama dengan manusia lain. Tak seorang pun memiliki hak apa pun,
kelebihan apa pun atas orang lain. Semua kalian yaitu bersaudara.
Seterusnya Rasulullah s.a.w. bersabda :
Tahukah kalian bulan apa bulan ini? Daerah apakah ini? Hari apakah
sekarang ini?
Kaum Muslimin menjawab bahwa mereka mengetahui bulan itu
bulan suci, tanah itu tanah suci, dan hari itu hari Haji. Maka Rasulullah
s.a.w. bersabda:
Seperti halnya bulan ini suci, tanah ini tanah suci dan hari ini hari
suci, demikian pula halnya Allah telah menjadikan jiwa, harta-benda
dan kehormatan tiap-tiap orang suci. Merampas jiwa seseorang atau
harta-bendanya atau menyerang kehormatannya yaitu tidak adil dan
salah, sama halnya seperti menodai kesucian hari ini, bulan ini, dan
daerah ini. Apa yang kuperintahkan pada hari ini dan di daerah ini berarti
bukan hanya untuk hari ini. Perintah-perintah ini yaitu untuk sepanjang
masa. Kalian diharapkan mengingat dan bertindak sesuai dengannya
sampai kalian meninggalkan alam dunia ini dan berangkat ke alam nanti
untuk menghadap Khalik-mu.
Akhirnya beliau bersabda:
Apa-apa yang telah kukatakan kepada kalian, sampaikanlah ke
pelosok-pelosok dunia. Mudah-mudahan mereka yang tidak
mendengarku sekarang akan mendapatkan faedah lebih dari pada mereka
yang telah mendengarnya (Sihah Sitta, Tabari, Hisyam dan Khamis).
Khutbah Rasulullah s.a.w. ini merupakan intisari seluruh ajaran
dan jiwa Islam. Khutbah ini memperlihatkan betapa mendalamnya
perhatian Rasulullah s.a.w. kepada kesejahteraan umat manusia dan
keamanan serta perdamaian dunia; pula betapa mendalamnya perhatian
beliau pada hak-hak wanita dan makhluk-makhluk lain yang lemah.
Rasulullah s.a.w. mengetahui bahwa wafat beliau telah dekat. Beliau
telah mendapat firasat dari Allah mengenai wafat beliau. Di antara
perhatian dan keprihatinan beliau yang tercermin dalam ucapan yaitu
perhatian dan keprihatinan beliau tentang perlakuan terhadap wanita oleh
kaum pria. Beliau berupaya bahwa beliau tidak meninggalkan alam
dunia ini ke alam akhirat tanpa menjamin kedudukan kaum wanita
sebagai hak mereka. Sejak manusia dilahirkan, wanita dipandang sebagai
budak dan pelayan kaum pria. Itulah salah satu yang diperhatikan
Rasulullah s.a.w.. Perhatian lain tertuju kepada tawanan-tawanan perang.
Mereka dipandang dengan sikap salah dan diperlakukan sebagai budak
dan menderita berbagai kekejaman dan pelampauan batas. Rasulullah
s.a.w. merasa tidak boleh meninggalkan alam dunia ini tanpa menjamin
tawanan-tawanan perang akan hak-hak yang merupakan milik mereka
dalam pandangan Ilahi. Kesenjangan sosial antara manusia dengan
manusia merupakan beban pikiran bagi Rasulullah s.a.w.. Kadang-
kadang kesenjangan-kesenjangan sosial itu diperuncing sampai taraf
yang tak terkendalikan. Beberapa orang dijunjung setinggi langit dan
orang-orang yang lainnya dihinakan serendah-rendahnya. Keadaan yang
menimbulkan kesenjangan-kesenjangan ini menjadi sebab timbulnya
permusuhan dan peperangan antara bangsa dengan bangsa dan negara
dengan negara. Rasulullah s.a.w. memperhatikan juga kesukaran-
kesukaran ini. Jika jiwa kesenjangan tidak dibunuh dari keadaan-keadaan
yang mendorong seseorang merampas hak-hak orang lain dan
menyerang nyawa dan harta-benda mereka - jika keadaan-keadaan yang
merajalela di masa kerunAllah akhlak itu tidak dihilangkan, perdamaian
dan kemajuan dunia tidak terjamin. Beliau mengajarkan bahwa jiwa dan
harta benda manusia memiliki kesucian yang sama seperti yang
terkandung di dalam hari-hari suci, bulan-bulan suci, dan tempat-tempat
suci. Tidak ada orang yang memiliki keprihatinan dan perhatian
begitu besar seperti Rasulullah s.a.w. untuk kesejahteraan wanita, hak-
hak si lemah dan untuk perdamaian antara bangsa-bangsa. Tidak ada
seorang pun yang berbuat seperti Rasulullah s.a.w. untuk memperhatikan
persamaan antara sesama umat manusia. Tidak ada orang yang begitu
merana, demi kebaikan manusia, seperti beliau. Maka hal itu tidak
mengherankan jika Islam senantiasa menjunjung hak-hak wanita untuk
memiliki dan mendapatkan harta warisan. Bangsa-bangsa Eropa tidak
memaklumi hak ini sebelum kira-kira seribu tiga ratus tahun sesudah
Islam lahir. Tiap-tiap orang yang masuk Islam menjadi setara dengan
lainnya sekalipun ia berasal dan kalangan masyarakat yang rendah.
Kemerdekaan dan persamaan yaitu sumbangan yang menjadi ciri khas
Islam kepada peradaban dunia. Konsepsi agama-agama lain mengenai
kemerdekaan dan persamaan yaitu jauh tertinggal oleh konsepsi yang
diajarkan dan diamalkan oleh Islam.
Di dalam mesjid, seorang raja, seorang pemimpin agama, dan
seorang rakyat jelata memiliki kedudukan yang sama; tidak ada
perbedaan antara mereka. Di tempat-tempat peribadatan agama-agama
dan bangsa-bangsa lain, perbedaan-perbedaan itu ada sampai hari ini
walaupun agama-agama dan bangsa-bangsa itu menggemborkan telah
berbuat lebih daripada Islam untuk kemerdekaan dan persamaan.
Rasulullah Memberi Isyarat Tentang Wafat Beliau
Dalam perjalanan pulang, Rasulullah s.a.w. memberitahukan lagi
kepada para Sahabat mengenai hampir sampainya wafat beliau. Beliau
bersabda:
Wahai sekalian manusia, aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku
boleh mendapat panggilan pada suatu hari, dan aku harus pergi.
Majikanku Yang Maha Pengasih dan Maha Hidup telah memberitahukan
kepadaku bahwa seorang Nabi hidup setengah umur Nabi sebelumnya*.
Aku kira akan cepat menerima Panggilan itu dan aku akan berangkat.
Wahai para Sahabatku sekalian, aku harus menjawab Allah dan kalian
juga harus memberi jawaban. Apakah yang kelak akan kamu katakan?”
* Ini bukan dimaksudkan sebagai kaidah umum. Ini hanya menunjuk kepada
usia Rasulullah s.a.w.. Sebuah Hadits menetapkan umur Nabi Isa a.s. sekitar
seratus dua puluh tahun. sebab beliau sudah mencapai usia enam puluh dua
atau enam puluh tiga tahun, maka beliau berpikir bahwa akhir hayat beliau
mungkin sudah hampir tiba. (Red.)
Atas pertanyaan itu para Sahabat berkata, “Kami akan
mengatakan bahwa anda telah menyampaikan Islam dengan baik dan
anda telah membaktikan seluruh kehidupan anda untuk mengkhidmati
Agama. “Anda memiliki hasrat sempurna demi kebaikan umat
manusia. Kami akan berkata: Ya Allah, anugerahkan kepadanya sebaik-
baik rahmat.”
Kemudian Rasulullah s.a.w. bertanya, “Apakah kamu menjadi
saksi bahwa Allah itu Esa; bahwa Muhammad itu abdi dan Rasul-Nya;
bahwa surga dan neraka itu suatu kenyataan; bahwa mati itu pasti; bahwa
semua yang sudah mati pada suatu hari akan dibangkitkan dari kubur
mereka, dihidupkan lagi dan dikumpulkan?”
“Ya,” jawab para Sahabat, “Kami bersaksi atas semua kebenaran
itu.” Sambil menengadah, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jadilah Engkau
juga saksi tentang itu bahwa aku telah menerangkan Islam kepada
mereka.”
Sesudah Haji ini Rasulullah s.a.w. amat sibuk mengajar dan
mendidik para pengikut beliau, berusaha keras meningkatkan taraf
akhlak mereka dan mengubah serta menghaluskan perilaku mereka.
Kematian beliau sendiri sering menjadi buah tutur beliau, dan beliau
menyiapkan mereka untuk menghadapi kenyataan itu.
Pada suatu hari, sambil bangkit untuk memberi khutbah kepada
orang-orang mukmin, beliau bersabda, “Hari ini aku telah menerima
wahyu:
Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau
melihat manusia akan masuk ke dalam agama Allah berbondong-
bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Allah engkau, dan
mohonlah ampunan-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat“
(110:2-4).
Maksudnya, saat akan tiba saat , dengan pertolongan Ilahi,
rombongan demi rombongan manusia akan masuk Islam, sebab itu
seyogyanya Rasulullah s.a.w. - dan para pengikut beliau - menyanjung-
puji Allah dan mendoa kepada-Nya untuk melenyapkan segala kendala
(rintangan) yang menghalangi upaya penegakan agama.
Rasulullah mempergunakan suatu perumpamaan pada peristiwa
itu. Allah bersabda kepada manusia, “Jika kamu suka, kamu boleh
pulang kepada-Ku, atau kamu boleh bekerja barang sebentar lagi guna
mengadakan islah di dunia.” Orang itu menjawab, bahwa ia memilih
pulang kepada Allah -nya.
Abu Bakar ada di antara para pendengar. Ia telah mendengar
khutbah terakhir Rasulullah s.a.w. dengan hati bergelora dan cemas -
gelora hati seorang mukmin besar dan kecemasan seorang sahabat, dan
pengikut yang di dalam khutbah itu dapat melihat tanda-tanda wafat
Rasulullah s.a.w.. sesudah mendengar perumpamaan itu, Abu Bakar tidak
dapat menguasai diri lagi. Ia menangis sedu-sedan. Para Sahabat lainnya
yang hanya melihat segi permukaan dari apa yang mereka dengar,
terheran-heran saat Abu Bakar menangis. “Apakah yang terjadi
dengan Abu Bakar?” mereka bertanya-tanya. Rasulullah s.a.w. sedang
menggambarkan kemenangan Islam yang akan datang, namun ia malah
menangis. Terutama Umar merasa kesal hati terhadap Abu Bakar.
Rasulullah s.a.w. memberikan khabar-suka, namun orang tua itu
menangis. Hanya Rasulullah s.a.w. yang menangkap arti dari apa yang
terjadi. Hanya Abu Bakar yang mengerti maksud beliau - begitu dalam
pikiran beliau. Hanya dia yang dapat melihat bahwa ayat-ayat yang
menjanjikan kemenangan itu meramalkan pula mendekatnya wafat
Rasulullah s.a.w..
Rasulullah s.a.w. selanjutnya bersabda, “Abu Bakar sangat
kucintai. Jika diizinkan mencintai seseorang lebih dari yang lain-nya,
aku akan mencintai Abu Bakar. namun , kecintaan semacam itu hanyalah
hak Allah. Wahai kaumku, semua pintu yang menuju ke mesjid
hendaknya ditutup mulai hari ini, kecuali pintu Abu Bakar.”
Tidak ada syak sedikit pun bahwa perintah terakhir ini
menyiratkan khabar ghaib bahwa, sesudah Rasulullah s.a.w., Abu Bakar
akan menjadi Khalifah Pertama. Untuk memimpin orang-orang mukmin
dalam sembahyang ia harus datang lima kali sehari ke mesjid dan untuk
itu ia harus membiarkan pintu rumahnya ke mesjid terbuka. Beberapa
tahun kemudian, di zaman tatkala Umar menjadi Khalifah, beliau
bertanya kepada para hadirin arti ayat, “Apabila datang pertolongan dari
Allah dan kemenangan.” Ternyata beliau ingat akan keadaan saat
Rasulullah s.a.w. mengajarkan ayat itu dan ayat-ayat berikutnya kepada
kaum Muslimin. Beliau tentu ingat juga bahwa pada saat itu hanya Abu
Bakar yang mengerti arti ayat-ayat itu. Umar menguji coba pengetahuan
kaum Muslimin tentang ayat-ayat itu. Mereka tidak mampu menangkap
kandungan ayat-ayat itu pada waktu diturunkan, apakah mereka sekarang
mengetahui akan artinya? lbnu Abbas, yang kira-kira berumur sepuluh
atau sebelas tahun pada waktu turun wahyu itu dan yang sekarang
berumur tujuh belas atau delapan belas, menyediakan diri untuk
menjawab. Ia berkata, “Ya, Amirul Mukminin, ayat-ayat itu mengandung
khabar ghaib tentang wafat Rasulullah s.a.w.. sebab pekerjaan
Rasulullah s.a.w. sudah selesai, beliau tak ingin lama-lama lagi tinggal di
alam dunia ini. Kemenangan itu memiliki segi yang menyedihkan,
ialah, sudah dekatnya keberangkatan Rasulullah s.a.w. dari alam dunia
ini.” Umar memuja Ibnu Abbas dan mengatakan bahwa saat ayat-ayat
itu diturunkan, hanya Abu Bakar-lah yang dapat menangkap artinya.
Hari-Hari Terakhlr Kehldupan Rasulullah
Akhirnya, makin mendekatlah hari yang harus dihadapi oleh
tiap-tiap manusia. Pekerjaan Rasulullah s.a.w. telah selesai. Semua yang
diwahyukan Allah kepada beliau untuk kesejahteraan manusia telah
diwahyukan. Jiwa Muhammad s.a.w. telah meresapkan kehidupan baru
kepada kaumnya. Suatu bangsa baru telah timbul dengan pandangan
hidup baru dan pranata-pranata (adat-adat) baru; pendek kata, langit baru
dan bumi baru. Dasar-dasar tertib baru telah diletakkan. Tanah telah
dibajak serta diairi dan benih disemai menjelang musim panen baru. Dan
sekarang musim panen itu sendiri berangsur mulai nampak. namun bukan
beliau yang akan menuainya. Kewajiban beliau hanya membajak,
menanam, dan mengairi. Beliau datang sebagai pekerja, beliau tetap
sebagai pekerja dan sekarang telah datang saatnya untuk berangkat
sebagai pekerja. Beliau meraih ganjaran bukan dalam bentuk benda-
benda duniawi, namun dalam bentuk keridhaan Ilahi, Khaliq dan Majikan
beliau. saat saat musim panen tiba, beliau lebih menyukai pergi
kepada Dia, membiarkan orang-orang lain memungutnya.
Rasulullah s.a.w. jatuh sakit. Beberapa hari beliau masih tetap
datang ke mesjid dan memimpin shalat. Kemudian beliau merasa terlalu
lemah melakukannya. Para Sahabat telah begitu biasa dengan kehadiran
beliau di tengah-tengah keseharian mereka, sehingga mereka sukar dapat
mempercayai beliau akan wafat. Pada suatu hari beliau menyinggung
lagi kepergian beliau. Beliau bersabda, “Jika seseorang membuat suatu
kesalahan, lebih baik ia memperbaikinya di alam dunia ini juga sehingga
ia tidak akan menyesal di akhirat kelak. Oleh sebab itu, aku katakan jika
aku memiliki suatu kesalahan terhadap seseorang dari antara kamu,
walaupun tidak dengan disengaja, baiklah ia tampil ke muka dan
mintalah supaya aku memperbaikinya. Jika aku, tanpa setahuku
sekalipun, telah menyakiti seseorang di antara kamu, tampillah ke muka
dan lakukanlah pembalasan. Aku tidak ingin dipermalukan jika aku
menghadap Allah di akhirat.” Hati para Sahabat tersentuh. Mereka
mencucurkan air mata. Jerih payah apa yang tidak dialami oleh beliau,
dan penderitaan-penderitaan apa yang tidak dipikul oleh beliau untuk
kepentingan mereka? Beliau menderita lapar dan dahaga supaya mereka
mendapat cukup makan dan minum. Beliau menjahit sendiri pakaian
beliau dan beliau memperbaiki sendiri sepatu beliau supaya orang-orang
lain berpakaian baik. Namun, sekarang beliau ingin sekali memperbaiki
kesalahan-kesalahan khayali yang mungkin dilakukan beliau terhadap
orang-orang lain; sejauh itulah beliau menjaga serta menghormati hak-
hak orang-orang lain.
Semua Sahabat menerima tawaran Rasulullah s.a.w. itu dengan
hening. namun , seorang Sahabat tampil ke muka dan berkata, “Ya
Rasulullah, aku pernah sekali mendapat sakit dari anda. Kami sedang
bergerak menuju medan pertempuran, saat anda jalan ke barisan kami
sambil lalu, anda telah menyikut sisiku. Itu dilakukan dengan tidak
disengaja, namun anda mengatakan bahwa kami boleh membalas
kesalahan-kesalahan sekalipun tak disengaja. Aku ingin membalas
kesalahan ini.” Para Sahabat yang telah menerima tawaran Rasulullah
s.a.w. dengan hening menjadi berang. Mereka marah atas kekurang-
ajaran dan ketololan orang yang sama sekali tidak mengerti akan jiwa
tawaran Rasulullah s.a.w. dan kekhidmatan peristiwa itu. namun ,
agaknya Sahabat itu berkeras kepala dan bertekad berpegang kepada
perkataan Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Silakan engkau
menuntut balasan.”
Beliau membalikkan punggung beliau kepadanya dan bersabda,
“Biarlah, pukullah seperti aku telah memukulmu.”
“namun ,” kata orang itu, “saat anda memukulku, sisiku
telanjang, sebab aku pada saat itu tidak memakai kemeja.”
“Tarik ke atas kemejaku,” sabda Rasulullah s.a.w., “dan biarkan
dia sikut sisiku dengan sikunya.” Mereka menaikkan kemeja Rasulullah
s.a.w.; namun , ia bukan memukul sisi Rasulullah s.a.w., melainkan ia
membungkuk dengan mata berlinang-linang dan mengecup tubuh
Rasulullah s.a.w. yang terbuka.
“Apa ini?” tanya Rasulullah s.a.w.
“Bukankah anda katakan bahwa hari-hari anda bersama kami
tinggal sedikit lagi? Masih berapa kali lagi kami akan menyentuh anda
untuk mengungkap rasa cinta dan rindu kami kepada anda? Memang
betul anda pernah menyikutku, namun siapakah orangnya yang berniat
menuntut balas. Aku memiliki pikiran itu sekarang, dengan tiba-tiba
anda menawarkan untuk mengadakan pembalasan. Aku berkata kepada
diriku sendiri: Biarlah aku mengecup anda dengan berpura-pura hendak
menuntut balas.”
Para Sahabat tadinya penuh keberangan, sekarang mulai
menginginkan pikiran itu timbul dalam benak mereka.
Rasulullah Wafat
Rasulullah s.a.w. gering dan penyakit beliau tampak bertambah
gawat. Kematian nampaknya semakin mendekat, dan kecemasan serta
kemurungan mencekam hati para Sahabat. Matahari memancar ke
Medinah dengan cerah seperti biasa, namun untuk para Sahabat seolah-
olah dari hari ke hari sinarnya makin pucat. Matahari terbit seperti
sebelum itu, namun seolah-olah membawa kegelapan, dan bukan sinar
terang. Akhirnya, datanglah saat roh Rasulullah s.a.w. akan
meninggalkan raga jasmaninya dan menghadap Khalik-nya. Nafas beliau
makin lama makin berat. Rasulullah s.a.w., yang menghabiskan hari-hari
terakhirnya di kamar Siti Aisyah, bersabda kepadanya, “Angkat kepalaku
sedikit dan dekatkan ke sampingmu. Aku tak dapat bernafas dengan
baik.” Aisyah berbuat seperti yang dikatakan beliau. Beliau duduk dan
memegang kepala Rasulullah s.a.w.. Sakaratul maut telah nampak.
Dengan gelisah Rasulullah s.a.w. memandang ke sana dan ke mari.
Berkali-kali beliau bersabda, “Celaka umat-umat Yahudi dan Kristen.
Mereka menganjurkan menyembah kuburan nabi-nabi mereka.” Itulah
yang dapat kita katakan; amanat terakhir beliau untuk para pengikut
beliau. Tengah beliau menghadapi maut, seolah-olah beliau mengatakan
kepada para pengikut beliau, “ kamu sekalian kelak akan memandang
diriku lebih tinggi di atas semua nabi lainnya dan lebih berhasil dari
salah seorang di antara mereka. namun ingatlah, janganlah kamu
menjadikan kuburanku satu barang pujaan. Biarkanlah kuburanku tetap
suatu kuburan. Orang-orang lain biar memuja-muja kuburan nabi-nabi
mereka dan menjadikan mereka pusat-pusat ziarah, tempat-tempat yang
mereka tuju dan tempat mereka bertapa, menyerahkan korbanan dan
bersyukur. Orang-orang lain boleh berbuat demikian, namun kamu
jangan. Kamu senantiasa harus ingat satu-satunya tujuanmu ialah,
beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.”
Sesudah memberi nasihat demikian kepada kaum Muslimin
tentang kewajiban mereka menjaga Tauhid dan tentang perbedaan antara
Allah dan manusia, kelopak mata beliau menjadi lemah dan mata beliau
terkatup. Apa yang beliau katakan kemudian ialah, “Kepada Sahabatku
Yang Maha Tinggi dari segala yang tinggi.” Maksud ucapan itu jelas dan
nyata bahwa beliau tengah bertolak, menghadap Allah Yang Maha Esa.
Dengan perkataan-perkataan itulah beliau menghembuskan nafas yang
penghabisan.
Berita sedih itu sampai ke mesjid. Di sana ada banyak
Sahabat berkumpul seusai meninggalkan pekerjaan masing-masing.
Mereka mengharap-harap khabar yang baik, namun sebaliknya bahkan
mereka mendengar bahwa Rasulullah s.a.w. telah berpulang ke
rahmatullah. Datangnya kabar itu laksana halilintar di siang bolong. Abu
Bakar sedang tak ada di kota. Umar ada di mesjid, namun telah
kehilangan asa dan kesadaran sebab sedih. Kemarahan timbul jika
didengarnya seseorang berkata bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat.
Ia menghunus pedangnya dan mengancam akan membunuh
orang yang berani mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat.
Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Rasulullah s.a.w.,
jadi tidak mungkin Rasulullah s.a.w. wafat. Benar, roh beliau telah
berpisah dari jasad beliau, namun hanya untuk menghadap kepada Khalik-
nya. Persis seperti Nabi Musa a. s. telah berangkat, untuk sementara
waktu, menghadap kepada Khalik-nya dan kemudian kembali, begitu
pula Rasulullah s.a.w. akan kembali untuk mengerjakan apa-apa yang
belum terkerjakan. Umpamanya, masih ada orang-orang munafik dan
harus diambil tindakan terhadap mereka. Umar mondar-mandir dengan
pedang di tangan, nampak hampir seperti orang yang kurang ingatan.
Sambil berjalan ia berkata, “Siapa mengatakan bahwa Rasulullah
telah wafat, ia sendiri akan mati di tangan Umar.”
Para Sahabat salah tingkah dan mereka agak setengah percaya
akan perkataan-perkataan Umar. Rasulullah s.a.w. tak mungkin wafat.
Itu suatu kekeliruan. Pada waktu itu beberapa Sahabat mencari Abu
Bakar, menjumpainya dan menceritakannya apa yang telah terjadi. Abu
Bakar langsung masuk ke dalam mesjid Medinah, dan tanpa sepatah kata
pun masuk ke kamar Siti Aisyah dan bertanya, “Apakah Rasulullah
s.a.w. telah wafat?”
“Benar,” jawab Siti Aisyah. Maka Abu Bakar langsung pergi ke
tempat Rasulullah s.a.w. terbujur, dibukanya penutup wajah beliau,
membungkuk dan mengecup dahi beliau. Air mata kasih dan kesedihan
menetes dari matanya dan ia berkata, “Demi Allah. Kematian tidak akan
datang kepada anda dua kali.”
Kata-kata itu penuh arti. Itulah jawaban Abu Bakar sebagai
bantahan terhadap perkataan Umar yang tenggelam dalam kesedihannya.
Rasulullah s.a.w. telah wafat satu kali. Itulah kematian jasmaniah,
kematian yang tiap-tiap manusia pasti akan mengalami. namun , beliau
tidak akan wafat untuk kedua kalinya. Tidak ada kematian rohani, tidak
ada kematian tiba atas keimanan yang ditanam dan ditegakkan oleh
beliau dalam hati para pengikut beliau yang dalam upaya penegakan
keimanan itu beliau telah memikul sekian banyak derita.
Salah salah satu dari kepercayaan-kepercayaan yang paling
penting yang diajarkan beliau itu ialah, nabi-nabi pun manusia biasa dan
mereka pun harus mati. Kaum Muslimin hendaknya jangan begitu cepat
melupakan hal itu sesudah Rasulullah s.a.w. sendiri wafat. sesudah
mengucapkan kalimat yang agung itu di dekat jenazah Rasulullah s.a.w.,
Abu Bakar keluar, dan sambil menerobos barisan orang-orang mukmin,
dengan tenang ia berjalan ke mimbar. saat ia berhenti, Umar berdiri di
sampingnya, pedangnya masih terhunus seperti tadi, dan tekadnya telah
bulat bahwa jika Abu Bakar mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah
wafat, Abu Bakar harus dan akan dipenggal lehernya. saat Abu Bakar
mulai bicara, Umar menarik kemejanya untuk mencegah berbicara, namun
Abu Bakar merenggut kembali kemejanya dan tidak urung berhenti,
tidak mau ditahan. Kemudian dibacanya ayat Al-Qur’an:
Dan, Muhammad tidak lain melainkan seorang rasul. Sesungguhnya
telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jadi, jika ia mati atau terbunuh,
akan berpalingkah kamu atas tumitmu? (3:145).
Yakni, Muhammad s.a.w. yaitu seorang manusia dengan
mengemban Amanat dari Allah . Telah banyak orang-orang lain
membawa Amanat dari Allah dan mereka semuanya telah wafat. Jika
Muhammad s.a.w. meninggal, apakah kamu akan berpaling dari segala
ajaran yang kamu telah mendapatkannya dan telah kamu pelajari sendiri?
Ayat itu untuk pertama kali turun di masa Uhud. Desas-desus pada
waktu itu telah tersiar bahwa Rasulullah s.a.w. telah terbunuh oleh
musuh. Banyak orang Muslim yang kehilangan akal dan meninggalkan
medan pertempuran. Ayat itu turun dari langit untuk meneguhkan hati
mereka. Pada saat ini pun dampak ayat itu sama. sesudah membaca ayat
itu Abu Bakar memberi penjelasan, katanya, “Siapa dari antara kamu
yang menyembah Allah , mereka hendaknya tahu bahwa Allah masih
hidup dan akan hidup untuk selama-lamanya. namun mereka yang
menyembah Muhammad, mereka harus tahu dari aku bahwa Muhammad
telah wafat.”
Para Sahabat menemukan kembali keseimbangan rasa dan
pikiran mereka sebab pidato yang tepat pada waktunya itu. Umar telah
berubah sama sekali saat didengarnya Abu Bakar membacakan ayat
tersebut. Kesadarannya timbul lagi dan pikiran sehatnya telah pulih
kembali. Pada saat Abu Bakar selesai membacakan ayat itu, mata rohani
Umar telah terbuka lebar. Ia mengerti bahwa Rasulullah s.a.w. telah
wafat.
namun , begitu kesadarannya timbul, kakinya mulai gemetar lalu
ia rebah. Ia jatuh tak berdaya. Orang yang akan menteror Abu Bakar
dengan pedang terhunus telah ditundukkan oleh pidato Abu Bakar. Para
Sahabat merasakan seolah-olah ayat itu baru diturunkan untuk pertama
kali pada hari itu, dampak imbauannya begitu kuat lagi baru. Dalam
tindihan kesedihan yang dahsyat itu mereka lupa bahwa ayat itu
tercantum di dalam Al-Qur’an. Banyak yang mengungkapkan kesedihan
yang menimpa kaum Muslimin pada waktu wafat Rasulullah s.a.w.,
namun ungkapan yang diungkap Hassan, ahli syair di masa permulaan
Islam, dalam bait-bait syairnya yaitu paling mengena lagi mendalam
kesannya, dan sampai hari ini tetap merupakan ungkapan yang terindah
lagi abadi.
Ia mengatakan, “Engkau yaitu biji mataku. Sekarang, sesudah
engkau mati, mataku telah menjadi buta. Sekarang aku tak
memperdulikan lagi siapa yang mati. Sebab, hanya tibanya kematian
engkau juga yang kukhawatiri. “
Bait ini menyambung rasa tiap-tiap orang Muslim. Berbulan-
bulan lamanya di lorong-lorong Medinah, pria, wanita, maupun anak-
anak, menyenandungkan syair Hassan bin Tsabit ini sambil
mengayunkan langkah mereka.
Kepribadian Dan Watak Rasulullah
sesudah dengan singkat melukiskan peristiwa-peristiwa yang
menonjol di dalam kehidupan Rasulullah s.a.w., sekarang akan kami
coba membuat suatu sketsa mengenai watak beliau. Dalam hubungan ini
kami memiliki bukti dari persaksian-persaksian secara kolektif yang
dinyatakan kaumnya sendiri tentang watak beliau sebelum beliau
mendakwakan kenabian. Pada masa itu beliau dikenal di kalangan
bangsanya sebagai Al-Amin - si Jujur dan si Benar (Hisyam).
Di tiap-tiap zaman banyak orang hidup yang bersih dari tuduhan
tidak jujur. Banyak juga orang yang tidak pernah dihadapkan kepada
cobaan atau godaan yang berat, dan dalam urusan serta perkara biasa
yang dijumpai dalam kehidupannya, mereka berlaku setia dan jujur,
namun mereka tidak dipandang layak untuk ditonjolkan. Pujian istimewa
hanya diberikan jika kehidupan seseorang menggambarkan beberapa
nilai akhlak yang tinggi lagi menonjol. Tiap-tiap prajurit berangkat ke
medan perang mempertahankan nyawanya dalam bahaya, namun tidak
setiap prajurit Inggris dipandang layak menerima anugerah lencana
Victoria Cross; tidak pula prajurit Jerman semacam itu dianugerahi
lencana Iron Cross. Beratus-ratus ribu orang Perancis bergelut dalam
penyelidikan-penyelidikan ilmiah, namun tidak tiap-tiap orang dari antara
mereka dianugerahi lencana Legion of Honour.
Oleh sebab itu, hanya kenyataan bahwa seseorang dapat
dipercaya dan jujur, tidak menunjukkan bahwa ia memiliki keistimewaan
dalam perkara itu; namun , jika seluruh kaum sepakat memberikan kepada
seseorang julukan “Al-Amin” maka nyatalah sudah bahwa orang itu
memiliki sifat-sifat itu dalam taraf yang luar biasa tingginya. Jika hal itu
merupakan kebiasaan kaum Mekkah untuk memberikan kepada beberapa
orang dalam tiap-tiap generasi julukan ini atau sebangsanya, maka tiap-
tiap orang yang menerimanya akan dipandang memiliki sifat itu dalam
taraf yang tinggi. namun , sejarah Mekkah dan Arabia tidak menunjukkan
adanya tanda bahwa sudah merupakan kebiasaan orang-orang Arab
memberikan julukan demikian atau sebangsanya kepada perseorangan-
perseorangan yang terkemuka dalam tiap-tiap generasi. Sebaliknya,
sepanjang kurun zaman sejarah Arab kita dapati bahwa hanya dalam
peristiwa Rasulullah s.a.w. kaumnya sepakat memberikan gelar “Al-
Amin”. Hal itu menjadi bukti bahwa Rasulullah s.a.w. memiliki sifat-
sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam pengetahuan dan
ingatan kaumnya tidak ada orang lain dapat dipandang menyamai dalam
hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan apa-apa
yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi
istimewa.
saat Rasulullah s.a.w. diperintahkan oleh Allah untuk
memikul beban dan tugas kenabian, maka istri beliau, Khadijah,
menyatakan dan menjadi saksi atas ketinggian nilai-nilai akhlak beliau,
ihwal itu telah dituturkan dalam bagian riwayat hidup Kitab Pengantar
ini. Kami sekarang akan lebih lanjut melukiskan beberapa budi pekerti
luhur Rasulullah s.a.w., sehingga pembaca dapat memahami segi-segi
watak beliau yang umumnya kurang dikenal.
Kesucian Pikiran Dan Kebersihan Badan Rasulullah
Diriwayatkan tentang Rasulullah s.a.w. bahwa segala tutur kata
beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan beliau (tidak seperti
orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah
(Tirmidhi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi seorang Arab.
Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman Rasulullah
s.a.w. biasa mempergunakan bahasa kotor, namun tidak pelak lagi bahwa
mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan
melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu
kebiasaan yang masih tetap bertahan sampai hari ini juga. namun
Rasulullah s.a.w. menjunjung tinggi nama Allah sehingga beliau tidak
pernah mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima.
Beliau sangat memberi perhatian, bahkan cermat sekali, dalam
soal kebersihan badan. Beliau senantiasa menggosok gigi beberapa kali
sehari dan begitu telaten melakukannya sehingga beliau biasa
mengatakan bahwa andaikata beliau tidak khawatir kalau
mewajibkannya akan memberatkan, beliau akan menetapkan menjadi
kewajiban untuk tiap-tiap orang Muslim menggosok gigi sebelum
mengerjakan kelima waktu sembahyang. Beliau senantiasa mencuci
tangan sebelum dan sesudah tiap kali makan, dan sesudah makan beliau
senantiasa berkumur dan memandang sangat baik jika tiap-tiap orang
yang telah memakan masakan berkumur lebih dahulu sebelum ikut
bersembahyang berjamaah (Bukhari).
Dalam peraturan Islam, mesjid itu satu-satunya tempat
berkumpul yang ditetapkan untuk orang-orang Islam. Oleh sebab itu,
Rasulullah s.a.w. sangat istimewa menekankan kebersihan mesjid-
mesjid, terutama pada saat-saat orang-orang diharapkan akan berkumpul
di dalamnya. Beliau memerintahkan supaya pada kesempatan-
kesempatan itu sebaiknya setanggi dan sebagainya dibakar untuk
membersihkan udara (Abu Dawud). Beliau memberi juga petunjuk
supaya jangan ada orang yang pergi ke mesjid, saat diadakan pertemuan-
pertemuan sehabis memakan sesuatu yang menyebarkan bau yang
menusuk hidung (Bukhari).
Beliau menuntut agar jalan-jalan dijaga kebersihannya dan tidak
ada dahan-ranting, batu, dan semua benda atau sesuatu yang akan
mengganggu atau bahkan membahayakan. Jika beliau sendiri
menemukan hal atau benda demikian di jalan, beliau niscaya
menyingkirkannya dan beliau sering bersabda bahwa orang yang
membantu menjaga kebersihan jalan-jalan, ia telah berbuat amal saleh
dalam pandangan Ilahi.
Pula diriwayatkan bahwa beliau telah memerintahkan supaya
lalu-lintas umum tidak boleh dipergunakan sehingga menimbulkan
halangan atau menjadi kotor atau melemparkan benda-benda yang najis,
atau tidak sedap dipandang, ke jalan umum, atau mengotori jalan dengan
cara apa pun, sebab semua perbuatan itu tidak diridhai Allah . Beliau
sangat memandang penting upaya agar persediaan air untuk keperluan
manusia dijaga kebersihan dan kemurniannya. Umpamanya, beliau
melarang sesuatu benda dilemparkan ke dalam air tergenang yang
mungkin akan mencemarinya, dan memakai persediaan air dengan cara
yang dapat menjadikannya kotor (Bukhari dan Muslim, Kitabal-Birrwal
Sila)
Hidup Sederhana Rasulullah
Rasulullah s.a.w. sangat sederhana dalam hal makan dan
minum. Beliau tak pernah memperlihatkan rasa kurang senang terhadap
makanan yang tidak baik masakannya dan tidak sedap rasanya. Jika
didapatnya memakan sajian serupa itu, beliau akan menyantapnya untuk
menjaga supaya pemasaknya tidak merasa kecewa. namun , jika hidangan
tak dapat dimakan, beliau tidak menyantapnya dan tidak pernah
memperlihatkan kekesalannya. Jika beliau telah duduk menghadapi
hidangan, beliau menunjukkan minat kepada makanan itu dan biasa
mengatakan bahwa beliau tidak suka kepada sikap acuh tak acuh
terhadap makanan, seolah-olah orang yang makan itu terlalu agung untuk
memperhatikan hanya soal makanan dan minuman belaka.
Jika suatu makanan dihidangkan kepada beliau, senantiasa beliau
menyantapnya bersama-sama semua yang hadir. Sekali peristiwa
seseorang mempersembahkan korma kepada beliau. Beliau melihat ke
sekitar dan sesudah beliau menghitung jumlah orang yang hadir, beliau
membagi rata bilangan korma itu sehingga tiap-tiap orang menerima
tujuh buah. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. tidak
pernah makan sekenyang-kenyangnya, walaupun sekedar roti jawawut
(Bukhari).
Sekali peristiwa, saat beliau melalui suatu jalan, tampak
kepada beliau beberapa orang berkumpul mengelilingi panggang anak
kambing dan siap untuk menikmati jamuan. saat mereka melihat
Rasulullah s.a.w., mereka mengundang beliau ikut serta, namun beliau
menolak. Alasannya bukan sebab beliau tidak suka daging panggang,
namun disebabkan oleh kenyataan bahwa beliau tidak menyetujui orang
mengadakan perjamuan di tempat terbuka dan terlihat oleh orang-orang
miskin yang tak cukup memiliki makanan.
Diriwayatkan bahwa pada peristiwa lain beliau ikut makan
daging panggang. Siti Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w.
sampai hari wafat beliau tidak pernah sekali pun menikmati makan
kenyang selama tiga hari berturut-turut. Beliau sangat hati-hati agar
seseorang tidak pergi makan di rumah orang lain tanpa diundang. Pada
sekali peristiwa, beliau diundang makan oleh seseorang dan beliau
diharapkan membawa serta empat orang lain. saat beliau tiba di rumah
si pengundang, agaknya ada orang keenam yang ikut beserta rombongan.
Tuan rumah menjemput di pintu dan Rasulullah s.a.w. meminta
perhatiannya dengan berkata bahwa sekarang mereka berenam dan
terserah kepada tuan rumah untuk memutuskan, apakah orang yang
keenam itu boleh ikut makan atau harus pergi. Tentu saja tuan rumah
mengundang juga orang yang keenam itu (Bukhari, Kitabal-Ath 'ima).
Bilamana Rasulullah s.a.w. duduk bersantap, beliau senantiasa
mulai makan dengan ucapan Bismillahir-Rahmanir-Rahiim, dan segera
sesudah selesai, beliau mengucapkan syukur dengan kata-kata: “Segala
puji bagi Allah Yang telah memberi makan kepada kita; puji-pujian yang
berlimpah dan ikhlas, dan selalu bertambah; puji-pujian yang tidak
meninggalkan dalam pikiran seseorang kesan perasaan telah cukup
memuji, melainkan menimbulkan rasa cukup pernah dikatakan, dan puji-
pujian yang tidak akan berakhir dan menjadikan seseorang berpikir
bahwa tiap-tiap perbuatan Ilahi layak dipuji dan harus dipuji. Ya Allah,
penuhi hati kami dengan keharuan-keharuan ini.” Kadang-kadang beliau
memakai kata-kata ini, “Segala puji bagi Allah yang telah melepaskan
lapar dan dahaga kami. Semoga hati kami senantiasa mendambakan puji-
pujian-Nya dan jangan tidak bersyukur kepada Dia.” Beliau senantiasa
mengingatkan para Sahabat supaya berhenti makan sebelum kenyang
benar dan mengatakan bahwa makanan seseorang harus cukup membuat
kenyang dua orang. Bilamana ada makanan yang istimewa dimasak di
rumah, beliau senantiasa menyarankan supaya sebagian diberikan
sebagai sedekah kepada tetangga-tetangganya; dan hadiah makanan dan
benda-benda lain senantiasa dikirim dan rumah beliau ke rumah
tetangga-tetangga (Muslim dan Bukhari, Kitabal-Adab).
Beliau selalu berusaha mengetahui dari wajah mereka yang ada
beserta beliau kalau-kalau di antara mereka ada yang memerlukan
pertolongan. Abu Hurairah menceriterakan peristiwa berikut:
Sekali peristiwa ia pernah mengalami lebih dari tiga hari tanpa
mendapat makan. Ia berdiri di pintu mesjid dan melihat Abu Bakar lalu
ke dekat dia. Ia bertanya kepada Abu Bakar arti ayat Al-Qur’an yang
memerintahkan pemberian makan kepada fakir-miskin. Abu Bakar pun
218
menerangkan artinya lalu pergi. Abu Hurairah, saat ia menceriterakan
peristiwa itu, biasa mengatakan dengan rasa kesal bahwa ia pun mengerti
arti ayat Al-Qur’an tersebut seperti Abu Bakar. Tujuan menanyakan
kepadanya arti ayat itu ialah supaya Abu Bakar dapat menerka bahwa ia
lapar dan menyediakan untuknya makanan. Tak lama kemudian Umar
lewat dan Abu Hurairah juga meminta kepadanya untuk menerangkan
arti ayat itu. Umar pun menerangkan artinya dan terus berlalu. Abu
Hurairah, seperti hatinya Sahabat-Sahabat lainnya, amat tidak suka
meminta secara langsung, dan saat ia merasa bahwa usaha menarik
perhatian orang kepada keadaannya gagal, ia sudah tak bertenaga. Sayup-
sayup ia mendengar namanya dipanggil dengan suara mesra dan penuh
rasa cinta. saat menoleh ke arah datangnya suara itu, dilihatnya
Rasulullah s.a.w. memandang kepadanya melalui jendela rumah beliau
sambil tersenyum.
Beliau menanyakan kepada Abu Hurairah, “Adakah kamu
lapar?” yang dijawab oleh Abu Hurairah. “Sesungguhnya, ya Rasulullah,
saya lapar.” Rasulullah bersabda, “Di rumahku juga tidak ada makanan;
namun ada orang yang baru saja memberi susu secawan kepada kami.
Pergilah ke mesjid dan periksalah, adakah juga di sana orang-orang lain
yang lapar seperti kamu.” Abu Hurairah melanjutkan ceriteranya, “Aku
berkata kepada diriku sendiri bahwa aku begitu laparnya sehingga aku
takkan cukup meminum susu secawan itu, namun Rasulullah s.a.w. masih
meminta juga kepadaku agar mengundang orang-orang lain yang
mungkin keadaannya sama seperti aku; ini artinya aku akan mendapat
bagian susu sedikit sekali. namun aku harus melaksanakan perintah
Rasulullah s.a.w., maka aku pun pergi ke mesjid dan kudapati enam
orang duduk-duduk di situ. Semua kubawa menghadap Rasulullah s.a.w.
Beliau memberikan cawan susu itu kepada salah seorang dari mereka
dan disuruhnya minum. saat ia sudah selesai dan cawannya telah
dilepaskan dari mulutnya, Rasulullah s.a.w. masih mendesaknya minum
lagi kedua kalinya dan ketiga kalinya sampai ia merasa kenyang betul.
Dengan cara demikian juga beliau mendesak tiap-tiap orang dari keenam
sahabat itu untuk minum sekenyang-kenyangnya. Tiap-tiap kali beliau
meminta kepada salah seorang untuk minum, aku merasa cemas dan
khawatir bahwa hanya sedikit sekali yang masih tersisa untuk diriku.
Sesudah keenam orang itu minum susu sekenyang-kenyangnya,
Rasulullah s.a.w. menyerahkan cawan itu kepadaku dan kulihat di
dalamnya ada masih banyak susu. Kepadaku pun beliau mendesak
219
untuk minum sekenyang-kenyangnya dan menyuruhku minum untuk
kedua dan ketiga kalinya dan akhirnya beliau minum sendiri sisanya,
kemudian membaca doa syukur dan akhirnya menutup pintu “ (Bukhari,
Kitabal-Riqaq).
Tujuan Rasulullah s.a.w. memberi giliran kepada Abu Hurairah
terakhir sekali mungkin guna memberi pengertian kepadanya bahwa ia
harus bertahan terhadap derita lapar itu dengan menyerahkan diri kepada
Allah dan sebaiknya tidak menarik perhatian orang kepada keadaannya,
walaupun dengan cara yang tidak langsung.
Beliau makan-minum senantiasa dengan tangan kanan dan selalu
berhenti tiga kali untuk bernafas di tengah-tengah minum. Salah satu
sebabnya mungkin sebab orang yang haus lalu minum air dengan
meneguk sekaligus dapat minum terlalu banyak hingga mengacaukan
pencernaannya. Dalam urusan makan, aturan yang diikuti beliau ialah
beliau memakan segala yang bersih dan halal, namun bukan untuk sekedar
bersenang-senang atau menyebabkan orang lain tidak mendapat bagian.
Seperti telah dinyatakan di atas, makanan beliau sehari-hari senantiasa
amat sederhana, namun jika ada yang mempersembahkan kepada beliau
suatu hidangan yang istimewa, beliau tidak menolaknya. namun , beliau
tidak mendambakan makanan lezat, walaupun beliau sangat gemar akan
madu dan korma. Mengenai korma beliau sering berkata bahwa ada
perhubungan erat antara seorang Muslim dengan pohon korma, daunnya,
kulitnya, dan buahnya yang masak maupun yang mentah, bahkan biji
buahnya yang keras sekalipun, semuanya dapat dipergunakan untuk ini
dan itu, dan tidak ada bagian yang tidak berguna. Demikianlah keadaan
seorang Muslim sejati. Tidak ada perbuatannya yang tanpa faedah dan
apa saja yang dilakukannya akan meningkatkan kesejahteraan umat
manusia (Bukhari dan Muslim).
Rasulullah s.a.w. sangat sederhana dalam berbusana. Pakaian
sehari-hari beliau terdiri atas kemeja dan izar (kain sarung) atau kemeja
dan celana. Izar ataupun celana itu dikenakan oleh beliau supaya pakaian
itu menutupi tubuh sampai kepada pergelangan kaki. Tidak berkenan di
hati beliau kalau lutut atau bagian mana pun di atas lutut terbuka jika tak
terpaksa. Beliau tidak menyukai pakaian, baik sebagai bagian dari
220
pakaian atau pun sebagai kain gorden dan sebagainya, dan bahan yang
padanya gambar-gambar telah disulamkan atau dicatkan, apalagi jika
gambar-gambarnya besar dan dapat diartikan berhala atau benda-benda
yang dipuja. Sekali peristiwa beliau melihat kain gorden tergantung di
rumah beliau berlukiskan gambar-gambar besar dan beliau
memerintahkan menanggalkannya. namun beliau tidak berkeberatan
memakai pakaian bergambar kecil-kecil yang tidak dapat diartikan
seperti itu.
Beliau sendiri tidak pernah memakai kain sutera dan tidak
memperkenankan kaum pria Islam mengenakan pakaian dari kain sutra.
Untuk tujuan mengontentikkan surat-surat beliau kepada pemerintah-
pemerintah tertentu berisikan seruan untuk menerima Islam, beliau
meminta disiapkan sebuah cincin stempel, namun hendaklah terbuat dari
perak dan bukan dari emas sebab, beliau mengatakan, memakai
perhiasan emas dilarang untuk kaum pria Muslim (Bukhari dan Muslim).
Wanita Muslim diperkenankan memakai kain sutera dan emas, namun
dalam hal ini pun Rasulullah s.a.w. memerintahkan supaya sifat berlebih-
lebihan harus dicegah. Sekali peristiwa beliau meminta sumbangan-
sumbangan untuk meringankan penderitaan fakir-miskin, dan seorang
bangsawati mengorbankan sebuah dari gelangnya dan diserahkannya
sebagai sumbangannya. Rasulullah s.a.w. berkata kepadanya, “Apakah
tangan lainnya tidak perlu diselamatkan dari api neraka?” Wanita itu
melepaskan gelangnya dari tangan lainnya dan diserahkannya juga untuk
tujuan yang ada dalam pikiran beliau. Tidak seorang pun dari istri-istri
beliau memiliki perhiasan-perhiasan yang agak berharga dan wanita
Muslim lainnya pun sangat jarang memiliki perhiasan.
Sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, beliau menyerukan agar tidak
mengumpulkan dan menimbun uang atau emas-perak, sebab beliau
memandang hal itu merugikan kepentingan golongan miskin dari
masyarakat dan mengakibatkan kacaunya ekonomi masyarakat dan itu
yaitu dosa. Sekali peristiwa Umar mengajukan saran kepada Rasulullah
s.a.w.. Sebab beliau harus menerima duta-duta raja-raja besar, beliau
disarankan agar sebaiknya menyuruh buatkan jubah indah lagi mewah
untuk dikenakan beliau pada peristiwa-peristiwa resmi. Rasulullah s.a.w.
tidak menyetujui saran itu dan bersabda, “Allah tidak akan ridha
221
kepadaku mengikuti cara itu. Aku akan menerima tiap-tiap orang dengan
pakaian yang biasa kupakai.” Pada suatu saat beliau menerima hadiah
bahan pakaian dari sutera. Satu di antaranya diberikan kepada Umar.
Umar bertanya, “Bagaimana akan dapat memakainya, kalau anda sendiri
telah melarang memakai pakaian sutera?” Rasulullah s.a.w. menjawab,
“Tiap-tiap hadiah tidak dimaksud untuk dipakai sendiri.” Maksud beliau
ialah, supaya Umar memberikan kepada istrinya atau anak
perempuannya, sebab pakaian itu dari sutera, atau untuk keperluan lain
(Bukhari, Kitab al-Libas).
Tempat tidur Rasulullah s.a.w. juga sangat sederhana. Beliau tak
pernah mempergunakan tempat tidur dari besi atau dipan, namun
senantiasa tidur di atas tanah beralaskan sehelai kulit atau sehelai kain
bulu unta. Siti Aisyah r.a., meriwayatkan: “Tempat tidur kami begitu
sempit sehingga jika Rasulullah s.a.w. bangkit untuk tahajud, aku biasa
berbaring miring dan meluruskan kaki saat beliau berdiri dan melipatnya
kembali jika beliau sujud (Muslim, Tirmidhi, dan Bukhari, Kitab al-
Ath'ima).
Beliau juga sama sederhananya bertalian dengan penataan
tempat tinggal beliau. Rumah beliau terdiri atas satu ruangan dan sebuah
halaman sempit. Seutas tali terentang di tengah kamar sehingga jika
beliau menerima tamu, pada tali itu dapat di