Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 7


 pada Yosua. 28 Yosua membakar Ai dan membuatnya 

menjadi timbunan puing untuk selama-lamanya, menjadi tempat yang tan-

dus sampai sekarang. 29 Dan raja Ai digantungnya pada sebuah tiang sampai 

petang. saat   matahari terbenam, Yosua memerintahkan orang menurun-

kan mayat itu dari tiang, lalu dilemparkan di depan pintu gerbang kota, 

lalu  didirikan oranglah di atasnya suatu timbunan batu yang besar, 

yang masih ada sampai sekarang. 

Dalam perikop ini kita mendapati gambaran tentang bagaimana 

orang Israel memanfaatkan kemenangan mereka atas orang Ai.  


 154

1. Mereka menumpas semuanya dengan pedang, bukan hanya 

yang ada di padang, melainkan juga yang ada di kota, laki-

laki, perempuan, dan anak-anak, tak seorang pun dari mereka 

yang tersisa (ay. 24). Allah, Hakim yang adil, telah menjatuh-

kan hukuman ini atas mereka sebab  kefasikan mereka. De-

ngan begitu, orang Israel hanyalah hamba-hamba dari keadil-

an-Nya dan algojo-algojo yang melaksanakan hukuman-Nya. 

Satu kali dalam cerita ini, dan hanya satu kali, disebutkan 

tentang orang Betel, sebagai sekutu orang Ai (ay. 17). Meski-

pun mereka memiliki  raja sendiri, dan tidak tunduk pada 

raja Ai, sebab raja negeri Betel dihitung di antara tiga puluh 

satu raja yang dihancurkan (12:16), namun sebab  Ai yaitu  

tempat yang lebih kuat, maka mereka menggabungkan diri 

dengannya. Hal ini mereka lakukan demi keselamatan mereka 

sendiri, dan untuk menguatkan tangan negeri-negeri tetangga 

mereka. Dengan begitu dapat kita duga, semuanya dibinasa-

kan bersama-sama dengan mereka. Demikianlah, apa yang 

mereka harapkan akan mencegah kehancuran mereka, justru 

mempercepat kehancuran itu. Jumlah orang yang terbunuh 

secara keseluruhan, tampaknya, hanyalah 12.000 orang, jum-

lah yang sedikit untuk maju melawan seluruh ribuan orang 

Israel. namun  orang-orang yang akan dihancurkan Allah, di-

buat-Nya hilang akal. Di sini dikatakan (ay. 26) bahwa Yosua 

tidak menarik tangannya yang mengacungkan lembing itu (ay. 

18), sampai pembantaian itu selesai. Sebagian penafsir ber-

pendapat bahwa lembing yang diacungkannya itu bukan un-

tuk membunuh musuh, melainkan untuk menyemangati dan 

mendorong tentaranya sendiri, dan ada sebuah bendera atau 

panji yang digantung di ujung lembing ini. Para penafsir juga 

mengamati hal ini sebagai contoh penyangkalan diri Yosua, 

bahwa meskipun api keberanian yang memenuhi jiwanya men-

dorongnya untuk terus maju, dengan pedang di tangan, dalam 

serangan yang menyala-nyala, namun, dalam ketaatan kepada 

Allah, ia bersedia melakukan pekerjaan yang rendah sebagai 

seorang pembawa panji. Dan ia tidak berhenti sampai pekerja-

an itu selesai. Dengan lembing yang diacungkan, ia mengarah-

kan orang Israel untuk mengharapkan pertolongan dari Allah, 

dan memberikan pujian kepada-Nya.  

Kitab Yosua 8:23-29 

 155 

2. Mereka menjarah kota itu dan mengambil semua rampasannya 

untuk diri mereka sendiri (ay. 27). Demikianlah kekayaan 

orang berdosa disimpan bagi orang benar. Jarahan yang mere-

ka bawa dari Mesir, yang diambil dari tetangga-tetangga mere-

ka, sebagian besar telah dihabiskan untuk Kemah Suci yang 

mereka dirikan di padang gurun. Sekarang mereka mendapat 

ganti untuk itu beserta bunganya. Jarahan yang diambil di 

sini, ada kemungkinan, dibawa bersama semuanya, dan di-

bagi-bagikan oleh Yosua dalam bagian-bagian yang sesuai, 

seperti jarahan dari orang Midian (Bil. 31:26, dst.). Jarahan itu 

tidak direbut dengan sembarangan atau dengan kekerasan, 

sebab Allah yaitu  Allah segala ketertiban dan keadilan, dan 

bukan kekacauan.  

3. Mereka membumi-hanguskan kota itu, dan membiarkannya 

tetap demikian (ay. 28). Israel masih harus tinggal di tenda-

tenda, dan sebab  itu kota ini, seperti halnya Yerikho, harus 

dibakar. Dan, meskipun tidak ada kutuk yang dinyatakan atas 

orang yang akan membangunnya kembali, namun, tampak-

nya, kota itu tidak dibangun kembali, kecuali kalau kota itu 

sama dengan kota Aya, yang tentangnya kita baca, lama sesu-

dahnya, dalam Nehemia 11:31. Sebagian penafsir berpendapat 

bahwa kota itu tidak dibangun kembali sebab  Israel telah 

mengalami kekalahan di hadapannya, sehingga ingatan akan 

kekalahan itu harus dikubur dalam reruntuhan kota itu.  

4. Raja Ai ditahan dan dibinasakan, bukan dengan pedang pe-

rang sebagai prajurit, melainkan dengan pedang keadilan se-

bagai penjahat. Yosua memerintahkansupaya  dia digantung, 

dan mayatnya dilemparkan ke pintu gerbang kotanya sendiri, 

di bawah suatu timbunan batu (ay. 23, 29). Tidak diragukan 

lagi, ada alasan tertentu untuk hukuman yang berat ini ter-

hadap raja Ai. Ada kemungkinan bahwa selama hidupnya ia 

terkenal sebagai orang yang fasik dan keji, dan penghujat 

Allah Israel, mungkin saat   ia memukul mundur pasukan-pa-

sukan Israel dalam serangan mereka yang pertama. Sebagian 

penafsir mencermati bahwa mayatnya dilemparkan ke pintu 

gerbang di mana ia biasa duduk untuk menghakimi,supaya  

lebih besarlah penghinaan ditimpakan ke atas martabatnya 

yang ia bangga-banggakan. Juga,supaya  ia dihukum atas pu-

tusan-putusan tidak benar yang telah dibuatnya tepat di mana 



ia telah membuat putusan-putusan itu. Demikianlah Tuhan 

dikenal melalui penghakiman-penghakiman yang dilaksana-

kan-Nya. 

Korban Dipersembahkan di Atas Gunung Ebal;  

Pembacaan Hukum Taurat  

(8:30-35)  

30 Pada waktu itulah Yosua mendirikan mezbah di gunung Ebal bagi TUHAN, 

Allah Israel, 31 seperti yang diperintahkan Musa, hamba TUHAN, kepada 

orang Israel, menurut apa yang tertulis dalam kitab hukum Musa: suatu 

mezbah dari batu-batu yang tidak dipahat, yang tidak diolah dengan perka-

kas besi apa pun. Di atasnyalah mereka mempersembahkan korban bakaran 

kepada TUHAN dan mengorbankan korban keselamatan. 32 Dan di sanalah di 

atas batu-batu itu, dituliskan Yosua salinan hukum Musa, yang dituliskan-

nya di depan orang Israel. 33 Seluruh orang Israel, para tua-tuanya, para 

pengatur pasukannya dan para hakimnya berdiri sebelah-menyebelah tabut, 

berhadapan dengan para imam yang memang suku Lewi, para pengangkat 

tabut perjanjian TUHAN itu, baik pendatang maupun anak negeri, setengah-

nya menghadap ke gunung Gerizim dan setengahnya lagi menghadap ke 

gunung Ebal, seperti yang dahulu diperintahkan oleh Musa, hamba TUHAN, 

jika  orang memberkati bangsa Israel. 34 Sesudah itu dibacakannyalah 

segala perkataan hukum Taurat, berkatnya dan kutuknya, sesuai dengan 

segala apa yang tertulis dalam kitab hukum. 35 Tidak ada sepatah kata pun 

dari segala apa yang diperintahkan Musa yang tidak dibacakan oleh Yosua 

kepada seluruh jemaah Israel dan kepada perempuan-perempuan dan anak-

anak dan kepada pendatang yang ikut serta. 

Upacara keagamaan yang gambarannya kita dapati dalam perikop ini 

diselipkan secara agak mengejutkan di tengah-tengah sejarah pepe-

rangan Kanaan. sesudah  direbutnya kota Yerikho dan Ai, kita men-

duga bahwa kabar selanjutnya yaitu  tentang bagaimana mereka 

menduduki negeri itu, meneruskan kemenangan-kemenangan me-

reka di kota-kota lain, dan melancarkan perang ke penjuru-penjuru 

negeri, sebab sekarang mereka telah menguasai kota-kota perbatasan 

ini. namun  di sini terbuka pemandangan yang sifatnya lain sama 

sekali. Laskar-laskar Israel yang berkemah ditarik ke padang, bukan 

untuk bertempur melawan musuh, melainkan untuk mempersembah-

kan korban, untuk mendengarkan hukum Taurat dibacakan, dan 

untuk mengucapkan amin atas segala berkat dan kutuk. Menurut 

sebagian penafsir, hal ini tidak dilakukan sampai sesudah  kemenang-

an-kemenangan selanjutnya diperoleh, yang tentangnya kita baca 

dalam pasal 10 dan 11. namun  tampak dari peta bahwa Sikhem yang 

letaknya dekat dengan kedua gunung ini, yaitu Gerizim dan Ebal,

tidak begitu jauh dari kota Ai. Dan saat   mereka merebut kota itu, 

mereka bisa menembus masuk ke dalam negeri itu hanya sampai 

sejauh kedua gunung itu. Dan sebab  itu saya tidak bersedia meng-

akui adanya perubahan urutan cerita. Dan terlebih lagi sebab , seper-

ti yang diselipkan di sini, cerita itu merupakan contoh yang luar biasa,  

1. Dari semangat Israel untuk melayani Allah dan untuk memberi-

kan penghormatan kepada-Nya. Tidak pernah ada perang yang 

lebih terhormat, lebih menyenangkan, atau lebih menguntungkan 

dari perang itu. Juga tidak pernah ada perang yang kemenang-

annya lebih pasti, atau yang lebih penting untuk memberi mereka 

tempat kediaman sebab mereka tidak memiliki  rumah atau 

tanah sendiri, sampai mereka memenangkannya dengan pedang, 

bahkan Yosua sendiri. Meskipun begitu, semua urusan perang 

dihentikan dulu, sementara mereka melakukan perjalanan pan-

jang ke tempat yang telah ditentukan, dan mengikuti upacara ini 

di sana. Allah menetapkan mereka untuk melakukan ini saat   

mereka sudah menyeberangi sungai Yordan. Dan mereka melaku-

kannya sesegera mungkin, meskipun mereka bisa saja berdalih 

macam-macam untuk menundanya. Perhatikanlah, kita tidak 

boleh berpikir untuk menunda membuat kovenan dengan Allah. 

Jangan menunggu sampai kita hidup tenang di dunia dulu baru 

kita melakukannya. Urusan apa saja tidak boleh mengalihkan 

pikiran kita untuk mengejar satu hal yang perlu itu. Cara untuk 

berhasil yaitu  memulai dengan Allah (Mat. 6:33).  

2. Cerita ini merupakan contoh dari perhatian Allah terhadap ham-

ba-hamba dan penyembah-penyembah-Nya yang setia. Meskipun 

mereka ada di negeri musuh, yang masih belum ditaklukkan, na-

mun mereka dapat melayani Allah dengan aman, seperti Yakub, 

saat   berada tepat di negeri ini dalam perjalanan ke Betel untuk 

memenuhi sumpahnya: Kedahsyatan yang dari Allah meliputi 

kota-kota sekeliling (Kej. 35:5). Camkanlah, saat   kita sedang 

menjalankan kewajiban ibadah kita, Allah menaungi kita di ba-

wah perlindungan-Nya yang istimewa. 

Dua kali Musa telah memberikan perintah yang jelas untuk melaku-

kan upacara ini. Satu kali dalam Ulangan 11:29-30, di mana ia 

tampak menunjuk pada tempat upacara itu harus dilaksanakan. Dan 

satu kali lagi dalam Ulangan 27:2, dan seterusnya. Itu yaitu  perse-

pakatan bersama. Kovenan antara Allah dan Israel diperbaharui 

sekarang, sesudah  mereka menduduki tanah perjanjian,supaya  mere-

ka mendapat dorongan dalam menaklukkannya, dan dapat mengeta-

hui dengan syarat-syarat apa mereka menduduki negeri itu. Dan su-

paya mereka terikat kewajiban-kewajiban baru untuk patuh. Sebagai 

tanda dari kovenan itu, 

I. Mereka membangun sebuah mezbah, dan mempersembahkan 

korban kepada Allah (ay. 30-31), sebagai tanda bahwa mereka 

mengabdikan diri kepada Allah sebagai korban yang hidup bagi 

kehormatan-Nya, di dalam dan melalui seorang Pengantara, yang 

yaitu  mezbah yang menguduskan pemberian ini. Mezbah ini 

didirikan di atas gunung Ebal, gunung yang di atasnya kutuk di-

ucapkan (Ul. 11:29), untuk menandakan bahwa di sana, di mana 

oleh hukum Taurat kita memiliki  alasan untuk menantikan 

kutuk, oleh korban Kristus sendiri bagi kita dan oleh kepengan-

taraan-Nya, kita diperdamaikan dengan Allah. Kristus telah mene-

bus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk 

sebab  kita (Gal. 3:13). Bahkan di mana dikatakan, oleh kutuk 

itu, kamu ini bukanlah umat-Ku, di sana dikatakan, melalui Kris-

tus sang mezbah, engkau yaitu  anak-anak Allah yang hidup 

(Hos. 1:10). Kutuk-kutuk yang diucapkan di gunung Ebal akan 

segera dilaksanakan seandainya tidak diadakan penebusan mela-

lui korban. Melalui korban-korban yang dipersembahkan di atas 

mezbah ini, mereka juga memuliakan Allah atas kemenangan-

kemenangan yang sudah mereka peroleh, seperti dalam Keluaran 

17:15. sebab  sekarang mereka sudah mendapat penghiburan 

dari kemenangan-kemenangan itu, dalam jarahan kota Ai, maka 

sudah sepantasnya Allah mendapat pujian sebab nya. Mereka 

juga memohonkan perkenanan-Nya untuk keberhasilan mereka di 

masa depan. Sebab permohonan dan juga ucapan syukur termuat 

dalam korban keselamatan mereka. Cara untuk berhasil dalam 

segala sesuatu yang kita kerjakan yaitu  dengan membawa Allah 

beserta kita, dan mengakui-Nya dalam segala laku kita melalui doa, 

pujian, dan kebergantungan. Mezbah yang mereka bangun terbuat 

dari batu kasar dan tidak dipahat, sesuai dengan hukum Taurat 

(Kel. 20:25). Sebab apa yang paling sederhana dan alami, dan tidak 

dibuat macam-macam, yang dipakai dalam menyembah Allah, 

sangat berkenan bagi-Nya. Peralatan manusia tidak dapat menam-

bahkan keindahan apa-apa pada ketetapan-ketetapan Allah. 

II. Mereka menerima hukum dari Allah. Dan inilah yang harus dila-

kukan oleh orang-orang yang ingin mendapat perkenanan-Nya, 

dan berharap bahwa persembahan-persembahan mereka diteri-

ma. Sebab, jika kita memalingkan telinga kita sehingga tidak 

mendengar hukum, maka doa-doa kita akan menjadi kekejian. 

saat   Allah mengadakan kovenan dengan Israel, Ia memberi 

mereka hukum-Nya. Dan mereka, sebagai tanda bahwa mereka 

setuju dengan kovenan itu, bersedia tunduk pada hukum-Nya. 

Sekarang di sini, 

1. Hukum sepuluh perintah ditulis di atas batu-batu di hadapan 

seluruh Israel, sebagai ringkasan dari seluruh hukum Taurat 

(ay. 32). Salinan ini tidak diukir pada batu, seperti salinan 

yang disimpan di dalam tabut, sebab hal itu hanya dapat 

dilakukan oleh jari Allah. yaitu  hak istimewa-Nya untuk me-

nuliskan hukum di dalam hati. namun  batu-batu itu dikapuri, 

dan hukum itu ditulis di atas lapisan kapur itu (Ul. 27:4, 8). 

Hukum itu ditulis,supaya  semua orang dapat melihat apa 

yang mereka setujui. Dansupaya  hukum itu menjadi ke-

saksian yang tetap berdiri untuk keturunan yang akan datang, 

yaitu kesaksian tentang kebaikan Allah dalam memberi mere-

ka hukum-hukum yang begitu baik, dan kesaksian melawan 

mereka jika mereka tidak mematuhinya. Sebuah rahmat yang 

besar bagi suatu bangsa jika mereka memiliki  hukum Allah 

secara tertulis. Dan sudah sepantasnya hukum tertulis ter-

buka untuk umum dalam bahasa yang dikenal,supaya  dapat 

dilihat dan dibaca oleh semua orang. 

2. Berbagai berkat dan kutuk, dan berbagai hukuman yang di-

tetapkan oleh hukum Taurat, dibacakan di hadapan semua 

orang. Kita dapat menduga bahwa bangsa itu, menurut kete-

tapan Musa, mengucapkan amin untuk menyetujuinya (ay. 33-

34). 

(1)  Pendengarnya sangatlah banyak.  

[1] Pemimpin terbesar sekalipun tidak terkecuali. Para tua-

tua, para pengatur pasukan, dan para hakim tidak ber-

diri lebih tinggi daripada tuntutan hukum, namun  akan 

berada di bawah berkat atau kutuk, tergantung apakah 

mereka mematuhinya atau tidak. Oleh sebab  itu me-

reka harus hadir untuk menyetujui kovenan itu, dan 

untuk mendahului rakyat dalam melakukannya.  

[2] Pendatang yang paling miskin pun tidak terkecuali. Di 

sini para pendatang diterima secara umum sebagai war-

ga asli. Baik pendatang maupun anak negeri yang lahir 

di antara mereka dimasukkan ke dalam kovenan. Ini 

merupakan dorongan bagi orang-orang yang masuk 

agama Yahudi, dan pertanda yang membahagiakan dari 

kebaikan-kebaikan yang diniatkan untuk orang-orang 

bukan Yahudi yang miskin pada zaman akhir. 

(2) Suku-suku ditempatkan di tempat masing-masing, sesuai 

arahan Musa, enam menghadap gunung Gerizim dan enam 

lainnya menghadap gunung Ebal. Dan tabut di tengah-

tengah lembah ada di antara mereka, sebab itu yaitu  

tabut perjanjian. Dan di dalamnya terdapat gulungan-gu-

lungan kitab hukum yang tertutup rapat, yang disalin dan 

ditunjukkan secara terbuka di atas batu-batu. Kovenan itu 

diperintahkan, dan perintah itu termuat dalam kovenan. 

sesudah  semua orang mengambil tempat mereka masing-

masing, dan semuanya disuruh hening, para imam yang 

menjaga tabut, atau beberapa orang dari suku Lewi yang 

menjaganya, mengucapkan segala berkat dan kutuk de-

ngan jelas, seperti yang sudah disusun Musa. Lalu suku-

suku mengucapkan amin untuk menyetujuinya. Namun di 

sini hanya dikatakan bahwa mereka harus memberkati 

bangsa Israel, sebab berkat yaitu  apa yang pertama-tama 

dan terutama diniatkan, dan yang dirancang Allah, dalam 

memberikan hukum. Jika mereka jatuh di bawah kutuk, 

itu salah mereka sendiri. Sungguh merupakan berkat bagi 

bangsa itu bahwa perkara ini dibentangkan dengan begitu 

jelas di hadapan mereka, kehidupan dan kematian, kebaik-

an dan kejahatan. Allah tidak berbuat demikian kepada 

segala bangsa. 

3. Hukum itu sendiri, yang juga memuat perintah-perintah dan 

larangan-larangan, dibacakan (ay. 35), tampaknya oleh Yosua 

sendiri. Ia tidak menganggap rendah untuk menjadi pembaca 

dalam jemaat Tuhan. Dengan mengikuti teladan ini, pembaca-

an hukum Taurat secara khidmat, yang ditetapkan satu kali 

dalam tujuh tahun (Ul. 31:10-11), dilakukan oleh raja atau 

hakim kepala. Di sini tersirat betapa hukum ini ditujukan bagi 

semua orang.  

(1) Setiap kata dibacakan. Bahkan perintah-perintah yang 

paling kecil tidak dihilangkan, tidak pula perintah-perintah 

yang paling banyak diringkas. Satu iota atau satu titik pun 

dari hukum itu tidak akan berlalu. Dan sebab  itu, dalam 

membaca, tak ada yang boleh dilewati, dengan dalih tidak 

ada waktu, atau bahwa suatu bagian tidak perlu atau tidak 

pantas dibacakan. Baru beberapa minggu yang lalu Musa 

menyampaikan seluruh Kitab Ulangan kepada mereka, 

namun sekarang Yosua harus membacakan semuanya lagi. 

Sungguh baik mendengar dua kali apa yang telah difirman-

kan Allah satu kali (Mzm. 62:12), dan mengulas kembali 

apa yang telah disampaikan kepada kita, atau mendengar-

nya diulangi,supaya  kita tidak melewatkan apa pun.  

(2) Setiap orang Israel hadir, bahkan perempuan-perempuan 

dan anak-anak,supaya  semua orang mengetahui dan me-

laksanakan kewajiban mereka. Perhatikanlah, para kepala 

keluarga harus membawa anak isteri mereka bersama me-

reka ke perkumpulan-perkumpulan ibadah yang khidmat. 

Semua orang yang dapat belajar harus datang untuk diajar 

tentang hukum Taurat. Para pendatang juga turut hadir 

bersama mereka. Sebab di mana pun kita berada, meski-

pun hanya sebagai pendatang, kita harus memanfaatkan 

segala kesempatan untuk mengenal Allah dan kehendak-

Nya yang kudus. 

 

 

PASAL  9  

Di dalam pasal ini, dikisahkan mengenai, 

I. Persekongkolan jahat raja-raja Kanaan melawan Israel (ay. 1-2). 

II. Persekutuan penduduk negeri Gibeon dengan Israel, 

1. Bagaimana persekutuan itu dengan cerdik diajukan dan 

dimohonkan oleh orang Gibeon yang berpura-pura datang 

dari negeri yang jauh (ay. 3-13). 

2. Bagaimana persekutuan itu dengan gegabah disetujui 

oleh Yosua dan orang Israel, yang berujung pada rasa jijik 

umat Israel saat   penipuan itu terbongkar (ay. 14-18). 

3. Bagaimana permasalahan itu diselesaikan guna memuas-

kan semua pihak, dengan membiarkan penduduk Gibeon 

ini tetap hidup sebab  orang Israel telah mengikat 

kovenan dengan mereka, namun  dengan merampas kebe-

basan mereka sebab  kovenan itu tidak dicapai dengan 

cara yang jujur (ay. 19-27). 

Permohonan Orang Gibeon 

(9:1-2) 

1 saat   terdengar oleh raja-raja di sebelah barat sungai Yordan, di Pegu-

nungan, di Daerah Bukit dan sepanjang tepi pantai Laut Besar sampai ke 

seberang gunung Libanon, yakni raja-raja orang Het, orang Amori, orang 

Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus, 2 bergabunglah mereka 

dengan seia sekata untuk memerangi Yosua dan orang Israel. 

Sampai saat ini, orang Kanaan masih mengambil sikap bertahan, 

sementara orang Israel menjadi pihak yang menyerang kota Yerikho 

dan Ai. Akan namun  pada ayat-ayat ini, raja-raja Kanaan berembuk 

untuk menyerang Israel dan menyusun rencana guna melancarkan 

usaha  gencar sebagai satu kesatuan untuk menghentikan laju keme-

nangan pasukan Israel. Sekarang, 

1. Sungguh aneh bahwa mereka tidak melakukannya lebih dini. 

Mereka sudah sejak jauh-jauh hari mengetahui akan kedatangan 

bangsa Israel, sebab  rancangan Israel atas tanah Kanaan bukan 

lagi merupakan suatu rahasia. Kita tentu menduga bahwa kekha-

watiran akan keselamatan diri mereka sebagai suatu bangsa 

pastilah mendesak mereka untuk bertindak mencegah bangsa 

Israel menyeberangi sungai Yordan, dan mempertahankan terus-

an itu agar tidak dilewati, atau menyambut bangsa Israel dengan 

hebat begitu mereka tiba di seberang sungai Yordan. Sungguh 

aneh bahwa mereka tidak berusaha  memperkuat benteng Yerikho, 

atau setidaknya bergabung bersama tentara Ai, sewaktu bangsa 

Israel memukul mereka kalah. Akan namun , entah sebab  prasang-

ka atau putus asa, mereka pada waktu itu dengan ajaibnya ter-

pana dan hilang harapan. Banyak orang tidak mengerti apa yang 

perlu demi damai sejahtera mereka, sampai hal itu tersembunyi 

bagi mata mereka. 

2. Semakin bertambah aneh bahwa mereka melakukannya pada 

saat ini. Sekarang, saat   penaklukan Yerikho menjadi bukti dah-

syatnya kuasa Allah, dan penghancuran Ai menjadi bukti jitunya 

siasat Israel, kita pasti akan menduga bahwa ikhtisar perembuk-

an para raja Kanaan seharusnya untuk tidak melawan Israel, me-

lainkan berdamai dengannya serta berusaha  mencapai kesepa-

katan terbaik bagi diri mereka sendiri. Seharusnya mereka bijak 

untuk bertindak demikian (Luk. 14:32), namun  pikiran mereka 

dibutakan dan hati mereka dikeraskan demi kebinasaan mereka. 

Perhatikan, 

(1) Apa yang menyebabkan mereka pada saat ini sampai pada 

kesimpulan seperti demikian. saat   kabar ini terdengar (ay. 4, 

KJV), yakni tidak hanya kabar mengenai penaklukan Yerikho 

dan Ai, namun  juga mengenai berkumpulnya jemaah Israel di 

atas gunung Ebal, yang telah kita baca di pasal sebelumnya, 

bahwa Yosua, yang seolah-olah telah menganggap dirinya 

sendiri tuan atas tanah Kanaan, telah mengumpulkan segenap 

orang Israel, dan telah membacakan segala perkataan hukum 

Taurat yang menjadi dasar pemerintahan kepada orang Israel, 

dan menerima janji orang Israel untuk tunduk terhadap

Kitab Yosua 9:3-14 

 165 

 hukum tersebut, maka para raja Kanaan mengira bahwa orang 

Israel memang sungguh-sungguh akan menyerang mereka. 

sebab  itu mereka berpikir sudah tiba saatnya untuk segera 

bersiap-siap. Tindakan ibadah umat Allah yang saleh terka-

dang memicu dan menggusarkan seteru-seteru mereka me-

lampaui apa pun. 

(2) Betapa bulatnya tekad para raja Kanaan itu. Meskipun mereka 

semua yaitu  raja-raja dari bangsa yang berbeda-beda, yakni 

orang Amori, orang Het, orang Feris, dan lain-lain, yang jelas 

memiliki kepentingan masing-masing dan kerap kali berselisih 

satu sama lain, namun kali ini mereka bertekad, nemine 

contradicente – seia sekata, bersatu melawan Israel. Oh andai 

saja Israel belajar dari orang Kanaan untuk mengorbankan 

kepentingan pribadi demi kesejahteraan bersama, dan menge-

sampingkan kebencian di antara mereka, seperti pada contoh 

ini, mereka sesungguhnya dapat bersatu melawan semua se-

teru kerajaan Allah di antara manusia! 

Akal Orang Gibeon 

(9:3-14) 

3 namun  saat   terdengar kepada penduduk negeri Gibeon apa yang dilaku-

kan Yosua terhadap Yerikho dan Ai, 4 maka merekapun bertindak dengan 

memakai akal: mereka pergi menyediakan bekal, mengambil karung yang 

buruk-buruk untuk dimuatkan ke atas keledai mereka dan kirbat anggur 

yang buruk-buruk, yang robek dan dijahit kembali, 5 dan kasut yang buruk-

buruk dan ditambal untuk dikenakan pada kaki mereka dan pakaian yang 

buruk-buruk untuk dikenakan oleh mereka, sedang segala roti bekal mereka 

telah kering, tinggal remah-remah belaka. 6 Demikianlah mereka pergi ke-

pada Yosua, ke tempat perkemahan di Gilgal. Berkatalah mereka kepadanya 

dan kepada orang-orang Israel itu: “Kami ini datang dari negeri jauh; maka 

sekarang ikatlah perjanjian dengan kami.” 7 namun  berkatalah orang-orang 

Israel kepada orang-orang Hewi itu: “Barangkali kamu ini diam di tengah-

tengah kami, bagaimana mungkin kami mengikat perjanjian dengan kamu?” 

8 Lalu kata mereka kepada Yosua: “Kami ini hamba-hambamu.” Tanya Yosua: 

“Siapakah kamu ini dan dari manakah kamu datang?” 9 Jawab mereka ke-

padanya: “Dari negeri yang sangat jauh hamba-hambamu ini datang sebab  

nama TUHAN, Allahmu, sebab kami telah mendengar kabar tentang Dia, 

yakni segala yang dilakukan-Nya di Mesir, 10 dan segala yang dilakukan-Nya 

terhadap kedua raja orang Amori itu di seberang sungai Yordan, Sihon, raja 

Hesybon, dan Og, raja Basan, yang diam di Asytarot. 11 Sebab itu para tua-

tua kami dan seluruh penduduk negeri kami berkata kepada kami, demikian: 

Bawalah bekal untuk di jalan dan pergilah menemui mereka dan berkatalah 

kepada mereka: Kami ini hamba-hambamu, maka sekarang ikatlah perjanji-

an dengan kami. 12 Inilah roti kami: masih panas saat   kami bawa sebagai 

bekal dari rumah pada hari kami berangkat berjalan mendapatkan kamu, 


 166

namun  sekarang, lihatlah, telah kering dan tinggal remah-remah belaka. 13 Ini-

lah kirbat-kirbat anggur, yang masih baru saat   kami mengisinya, namun  

lihatlah, telah robek; dan inilah pakaian dan kasut kami, semuanya telah 

buruk-buruk sebab  perjalanan yang sangat jauh itu.” 14 Lalu orang-orang 

Israel mengambil bekal orang-orang itu, namun  tidak meminta keputusan 

TUHAN. 

Pada ayat-ayat di atas ini, 

I. Orang Gibeon berharap dapat mengadakan perdamaian dengan 

Israel sebab  takut oleh kabar yang mereka dengar mengenai ke-

hancuran Yerikho (ay. 3). Bangsa lainnya mendengar kabar seru-

pa lalu menjadi naik pitam sehingga menyatakan perang atas 

Israel. namun  orang Gibeon mendengar kabar itu lalu tergerak 

untuk berdamai dengan mereka. Demikianlah pernyataan tentang 

kemuliaan dan kasih karunia Allah di dalam Injil bagi sebagian 

orang merupakan bau kehidupan yang menghidupkan, namun  bagi 

yang lainnya merupakan bau kematian yang mematikan (2Kor. 

2:16). Matahari yang sama melunakkan lilin dan mengeraskan 

tanah liat. Saya tidak ingat bahwa kita pernah membaca di kitab 

manapun mengenai adanya raja orang Gibeon. Andaikata tampuk 

pemerintahan negeri Gibeon pada waktu itu dipegang oleh satu 

orang saja, mungkin hatinya terlalu tinggi untuk mau tunduk 

kepada Israel, sehingga mungkin saja ia turut bergabung dengan 

raja-raja lainnya untuk melawan Israel. Akan namun , keempat kota 

yang menjadi satu kesatuan ini yang disebutkan di ayat 17,  

tampaknya diperintah oleh para tua-tua atau anggota majelis (ay. 

11), yang mementingkan keamanan seluruh masyarakat di atas 

harga diri mereka. Penduduk Gibeon berbuat baik bagi dirinya 

sendiri. Kita mendapati, 

II. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan mereka. Mereka tahu 

betul bahwa semua penduduk tanah Kanaan akan dibinasakan. 

Mungkin mereka memiliki  beberapa mata-mata yang hadir di 

tengah-tengah perkumpulan jemaah Israel di gunung Ebal pada 

waktu hukum Taurat dibacakan, yang mengamat-amati dan me-

nyampaikan kepada mereka berita mengenai perintah yang di-

amanatkan kepada orang Israel (Ul.7:1-3), yaknisupaya  jangan 

mereka mengasihani orang Kanaan dansupaya  mereka menum-

pas habis semuanya, sehingga orang Gibeon takut bertempur me-

lawan Israel. Juga,supaya  jangan mereka mengadakan perjanjian 

Kitab Yosua 9:3-14 

 167 

dengan orang Kanaan, sehingga orang Gibeon hilang harapan 

untuk meraup keuntungan dari mengadakan kesepakatan dengan 

Israel. Dengan demikian, tidak ada jalan bagi orang Gibeon untuk 

menyelamatkan nyawa mereka dari pedang Israel kecuali mereka, 

dengan menyamar, dapat meyakinkan Yosua bahwa mereka ber-

asal dari negeri yang sangat jauh, yang mana orang Israel tidak 

diperintahkan untuk memerangi atau tidak dilarang untuk meng-

adakan persahabatan, melainkan secara khusus diwajibkan un-

tuk menawarkan perdamaian (Ul. 20:10, 15). Kecuali mereka 

dapat diterima orang Israel dengan cara ini, orang Gibeon hanya 

melihat satu cara untuk berhadapan orang Israel: mereka harus 

menerima takdir kota Yerikho dan Ai. Meskipun raja-raja di 

sekeliling negeri Gibeon mengetahui bahwa di sana, semua orang-

nya yaitu  pahlawan (10:2), dan orang Gibeon sendiri menyadari 

hal itu, mereka tidak berani menentang Israel, yang memiliki 

Allah yang Mahakuasa di pihak mereka. Oleh sebab itu, inilah 

satu-satunya permainan yang dapat mereka mainkan. Perhatikan, 

1. Mereka berhasil memainkannya dengan sangat lihai. Tidak 

pernah ada sandiwara yang dimainkan sedemikian mahirnya. 

(1) Mereka menyamar sebagai utusan dari sebuah negeri asing, 

yang menurut hemat mereka akan menyenangkan hati para 

pemimpin umat Israel dan membuatnya merasa bangga 

akan pujian dari negeri yang jauh. Kita mendapati bahwa 

Hizkia bersukacita atas kedatangan duta dari negeri yang 

jauh kepadanya (Yes. 39:3). Para pemimpin Israel memang 

tidak terbiasa dipuji seperti demikian.  

(2) Mereka berpura-pura kelelahan sesudah  menempuh per-

jalanan yang sangat jauh dan memperlihatkan bukti yang 

jelas-jelas dapat disaksikan. Kemungkinan pada zaman itu, 

orang-orang yang menempuh perjalanan jauh terbiasa 

membawa, seperti yang kita lakukan sekarang jika  hen-

dak bepergian jauh, rupa-rupa perbekalan, mengingat di 

daerah tidak banyak terdapat rumah singgah, tidak seperti 

keadaan kita sekarang. sebab  itu, jika  kita berkesem-

patan untuk beristirahat di rumah-rumah singgah, kita 

patut bersyukur. Sekarang, pada bacaan ini mereka ber-

usaha  seolah-olah perbekalan mereka, yang dibawa dari 

rumah dalam keadaan segar dan baru, kini tampak usang 


 168

dan kering, padahal mereka tidak belambat-lambat, namun  

berjalan secepat mungkin,supaya  disimpulkan bahwa me-

reka memang datang, seperti perkataan mereka, dari negeri 

yang sangat jauh. Karung-karung mereka usang, anggur 

mereka semuanya memabukkan dan kirbat-kirbatnya pun 

sudah rusak. Kasut dan pakaian mereka lebih buruk dari-

pada punya orang Israel saat   mengembara selama empat 

puluh tahun. Roti mereka tinggal remah-remah belaka (ay. 

4-5, dan lagi, ay. 12-13). Demikianlah Israel kepunyaan 

Allah kerap kali ditipu dan diperdaya oleh hal-hal masa 

lalu. Akan namun , seperti diutarakan Uskup Hall, kesalahan 

tidak pernah terlampau tua untuk diperbaiki, dan kesalahan 

kali ini jelas merupakan kesalahan yang tua. Akan namun , 

orang yang dapat diperdaya oleh tipu muslihat orang 

Gibeon ini terbukti tidak meminta petunjuk Allah sebelum-

nya. Demikianlah terdapat orang yang berpura-pura miskin 

dengan mempertontonkan aneka rupa kemalangan dan 

kesengsaraan, namun  sesungguhnya banyak hartanya (Ams. 

13:7). Atau setidaknya, ada orang yang sebenarnya tidak 

memerlukan bantuan, namun  dengan tipu dayanya men-

dapatkan pertolongan yang seharusnya diberikan kepada 

yang betul-betul membutuhkan.  

(3) saat   dicurigai dan diperiksa lebih teliti perihal asal-usul, 

mereka bersikeras menolak memberitahukan nama negeri 

mereka, sampai perjanjian dengan orang Israel berhasil di-

ikat. 

[1] Orang Israel mencium adanya tipu muslihat (ay. 7), 

“Barangkali kamu ini diam di tengah-tengah kami, jadi 

kami tidak mungkin, bahkan dilarang, mengikat perjan-

jian denganmu.” Kecurigaan ini bisa saja mematahkan 

asa orang Gibeon untuk terus memaksakan perjanjian 

lebih lanjut. Mereka merasa bahwa andaikata perjanjian 

damai berhasil dibuat, orang Israel tidak akan merasa 

wajib mengindahkannya, sebab  curiga mereka ini bu-

kan dari negeri yang jauh melainkan diam di tengah-

tengah orang Israel. Jadi, sebab  tahu bahwa tidak ada 

harapan jika  mereka mengatakan yang sesungguh-

nya, dengan berani mereka menyatakan diri tunduk di 

bawah orang Israel. “Siapa tahu orang Israel akan mem-

Kitab Yosua 9:3-14 

 169 

biarkan kita hidup, meskipun mereka kita perdaya se-

hingga mengikat perjanjian dengan kita. jika  kita 

akhirnya berterus terang kepada mereka, kita pasti 

akan mati.” 

[2] Yosua bertanya kepada mereka, Siapakah kamu ini dan 

dari manakah kamu datang? Yosua merasa dirinya per-

lu bersikap waspada baik terhadap tipu muslihat yang 

tersembunyi maupun perang terbuka. Di dalam pepe-

rangan rohani, kita harus bertahan melawan tipu musli-

hat Iblis, dengan mengingat bahwa Iblis bagaikan ular 

yang licik serta singa yang mengaum-aum. Di dalam se-

gala ikatan pertalian dan persahabatan, kita harus meng-

ujinya terlebih dahulu baru lalu  mempercayainya, 

susaha  jangan kita menyesali perjanjian yang diikat 

dengan tergesa-gesa. 

[3] Mereka tidak mau mengatakan dari mana mereka da-

tang, namun  mengulangi perkataan yang sama: Dari negeri 

yang sangat jauh hamba-hambamu ini datang (ay. 9). 

Mereka hendak memberi kesan bahwa mereka berasal 

dari negeri yang sama sekali tidak diketahui atau pernah 

didengar Yosua, sehingga ia tetap saja tidak akan menge-

tahuinya andaikata mereka memberitahukan namanya 

kepadanya.  

(4) Mereka menyatakan rasa hormat terhadap Allah bangsa 

Israel, lebih dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka 

dengan Yosua, dan kita dengan itikad baik meyakini bahwa 

niat mereka tulus saat   menyatakan perkataan berikut: 

“Hamba-hambamu ini datang sebab  nama Tuhan, Allahmu 

(ay. 9), sebab  apa yang telah kami dengar mengenai nama 

itu, yang telah meyakinkan kami bahwa nama itu yaitu  

nama di atas segala nama, dan sebab  kami memiliki ke-

rinduan akan nama itu dan ingatan tentangnya, sehingga 

dengan senang hati kami datang untuk berlindung kepada-

Nya.” 

(5) Mereka mendasarkan niat mereka menurut apa yang telah 

terjadi beberapa waktu lalu di masa kepemimpinan Musa, 

yang kabar tentangnya dapat dengan mudah dianggap te-

lah mencapai daerah-daerah yang jauh letaknya, yaitu tu-

lah Mesir serta penghancuran Sihon dan Og (ay. 9-10). 


 170

namun  dengan cerdik mereka tidak menyebut tentang peng-

hancuran Yerikho dan Ai, meskipun inilah yang menjadi 

penyebab sesungguhnya mereka datang (ay. 3), sebab  

mereka hendak mengesankan bahwa mereka berasal dari 

tempat yang jauh sehingga belum mendengar tentang peng-

hancuran dua kota tersebut. Kita tidak perlu waktu lama 

untuk mencari alasan untuk tunduk kepada Allah Israel, 

sebab  kepada kita akan disediakan baik alasan baru 

maupun alasan lama. 

(6) Mereka mengucapkan pernyataan umum perihal ketunduk-

an mereka, Kami ini hamba-hambamu, dengan rendah hati 

kami mengajukan kesepakatan bersama, yakni Ikatlah per-

janjian dengan kami (ay. 11). Mereka tidak mengajukan 

syarat, namun  dengan senang hati mau berdamai dengan 

syarat apa pun. Mereka pun tidak mau sampai terlambat 

melakukannyasupaya  jangan tipuan mereka terbongkar. 

Mereka akan bersukacita jika  tawaran mereka sesegera 

mungkin dapat diterima. jika  Yosua berkenan mengikat 

perjanjian dengan mereka, maka segala tujuan mereka da-

tang pun tercapai sudah, dan mereka berharap bahwa pa-

kaian usang dan kasut penuh tambalan yang melekat pada 

tubuh mereka tidak mencegah hal itu. Allah dan Israel tidak 

menolak siapa pun atas alasan kemiskinan. Namun, 

2. Ada campuran kebaikan dan kejahatan di dalam tindakan 

orang Gibeon ini. 

(1) Penipuan mereka tidak dapat dibenarkan, pula itu tidak 

dapat dijadikan contoh. Kita tidak boleh berbuat kejahatan 

untuk mendatangkan kebaikan. Andaikata mereka meng-

akui negeri asal mereka namun  lalu  mau meninggal-

kan penyembahan berhala yang dilakukan di sana, menye-

rahkan kepemilikan negeri mereka kepada bangsa Israel 

serta diri mereka sendiri kepada Allah Israel, maka kita 

yakin, bahwa Yosua akan diarahkan oleh firman Allah untuk 

mengampuni nyawa mereka, sehingga mereka tidak perlu 

menciptakan kebohongan ini. Tampak jelas bahwa meskipun 

mereka sebelumnya sudah berkata, Kami ini datang dari 

negeri jauh (ay. 6), mereka merasa perlu mengucapkannya 

sekali lagi (ay. 9), serta mengucapkan apa yang jelas-jelas 

Kitab Yosua 9:3-14 

 171 

merupakan suatu kebohongan perihal roti, kirbat, dan pa-

kaian mereka (ay. 12-13), sebab  satu kebohongan menjadi 

pintu masuk bagi kebohongan lain, lalu  bagi kebo-

hongan ketiga, dan seterusnya. Jalan dosa selalu menurun 

ke bawah jurang. Akan namun , 

(2) Iman dan kebijaksanaan mereka sungguh patut dipuji. Tu-

han kita bahkan memuji bendahara yang tidak jujur itu, 

sebab  telah berlaku bijaksana dan berbuat baik bagi diri-

nya sendiri (Luk. 16:8). Dengan menundukkan diri kepada 

Israel, mereka menundukkan diri kepada Allah Israel, dan 

ini memperlihatkan penyangkalan mereka terhadap ilah 

yang dulu mereka sembah serta penyerahan diri mereka 

terhadap hukum-hukum agama yang sejati. Mereka sudah 

cukup mendengar sehingga menjadi yakin akan kuasa Allah 

Israel yang kekal, dan berdasar  kuasa-Nya itu, mereka 

dapat menyimpulkan kesempurnaan hikmat dan kebaikan 

yang dimiliki-Nya. sebab  itu, tidak ada hal lain yang lebih 

baik kita perbuat selain menyerahkan diri di hadapan 

hikmat yang kekal dan tunduk di hadapan belas kasihan 

Allah yang maha pemurah. Penundukan diri orang Gibeon 

ini semakin patut dipuji sebab  mereka melakukannya, 

[1] Sendiri. Bangsa-bangsa di sekeliling mereka mengambil 

jalan lain dan berharap mereka akan turut bergabung. 

[2] Segera. Mereka tidak menunggu sampai bangsa Israel 

sudah mengepung kota-kota mereka, sebab  pada wak-

tu itu sudah terlambat bagi mereka untuk menyerahkan 

diri. Akan namun , selagi masih agak jauh dari bangsa 

Israel, mereka ingin mengikat perjanjian damai. Cara 

yang difirmankan Allah untuk menghindari pengha-

kiman yaitu  menghadapinya dengan pertobatan. Biar-

lah kita mencontoh orang-orang Gibeon ini dan ber-

damai dengan Allah dengan mengenakan pakaian usang 

kehinaan, kesedihan hati yang saleh, dan rasa malu 

akan diri sendiri, agar kedurjanaan kita tidak menjadi 

kehancuran kita. Marilah kita menjadi hamba-hamba 

Yesus, Sang Yosua kita yang terberkati, dan mengikat 

perjanjian dengan Dia dan Israel kepunyaan Allah, 

maka kita akan hidup. 


 172

Perjanjian dengan Orang Gibeon 

(9:15-21) 

15 Maka Yosua mengadakan persahabatan dengan mereka dan mengikat 

perjanjian dengan mereka, bahwa ia akan membiarkan mereka hidup; dan 

para pemimpin umat itu bersumpah kepada mereka. 16 namun  sesudah  lewat 

tiga hari, sesudah orang Israel mengikat perjanjian dengan orang-orang itu, 

terdengarlah oleh mereka, bahwa orang-orang itu tinggal dekat mereka, 

bahkan diam di tengah-tengah mereka. 17 Sebab orang Israel berangkat pergi 

dan pada hari ketiga sampai ke kota-kota orang-orang itu; adapun kota-kota 

itu ialah Gibeon, Kefira, Beerot dan Kiryat-Yearim. 18 Orang Israel tidak 

menewaskan, sebab para pemimpin umat telah bersumpah kepada mereka 

demi TUHAN, Allah Israel. Lalu bersungut-sungutlah segenap umat kepada 

para pemimpin. 19 Berkatalah pemimpin-pemimpin itu kepada seluruh umat: 

“Kami telah bersumpah kepada mereka demi TUHAN, Allah Israel; oleh sebab 

itu kita tidak dapat mengusik mereka. 20 Beginilah akan kita perlakukan 

mereka: membiarkan mereka hidup,supaya  kita jangan tertimpa murka 

sebab  sumpah yang telah kita ikrarkan itu kepada mereka.” 21 Lagi kata 

para pemimpin kepada mereka: “Biarlah mereka hidup.” Maka merekapun 

dijadikan tukang belah kayu dan tukang timba air untuk segenap umat, 

seperti yang ditetapkan oleh para pemimpin mengenai mereka. 

Inilah,  

I. Perjanjian yang segera diikat dengan orang Gibeon (ay. 15). Per-

janjian itu tidak diikat dengan cara yang terlampau resmi, hanya 

secara singkat, 

1. Orang Israel setuju untuk membiarkan mereka hidup, dan 

orang Gibeon tidak meminta lebih daripada ini. Dalam pepe-

rangan biasa, hal ini mungkin hanyalah satu perkara kecil 

yang dikabulkan, namun  dalam peperangan Kanaan, dengan 

penghancuran massal yang akan didatangkan bangsa Israel, 

seorang Kanaan mendapat perkenanan luar biasa jika  

kepadanya diberikan nyawanya sebagai jarahan (Yer. 45:5). 

2. Perjanjian ini tidak hanya diadakan oleh Yosua seorang diri 

melainkan juga oleh para pemimpin umat bersamanya. Meski-

pun Yosua memiliki panggilan luar biasa di dalam hal peme-

rintahan, serta lebih dari cukup untuk mengemban tugas itu, 

namun ia tidak akan bertindak dalam perkara seperti ini tanpa 

meminta nasihat dan persetujuan para pemimpin umat, yang 

tidak dibiarkan buta akan apa yang terjadi dan yang tidak 

diremehkan pertimbangannya, namun  yang diperlakukan Yosua 

sebagai orang yang turut berbagi dalam pemerintahan. 

3. Perjanjian itu disahkan oleh satu sumpah. Para pemimpin 

umat Israel bersumpah kepada orang Gibeon, tidak demi

Kitab Yosua 9:15-21 

 173 

 dewa-dewa Kanaan, namun  hanya demi Allah Israel (ay. 19). 

Orang yang berniat jujur tidak ragu-ragu memberikan jaminan 

kepastian, melainkan akan memuaskan pihak yang mengikat 

perjanjian dengan mereka serta memuliakan Allah dengan 

memanggil nama-Nya menjadi saksi atas niat mereka yang 

tulus itu. 

4. Tampaknya tidak ada yang salah di dalam semuanya ini 

kecuali bahwa perjanjian itu diadakan dengan tergesa-gesa. 

Orang Israel mengambil bekal orang Gibeon, dan dengan itu 

meyakinkan diri mereka sendiri bahwa betul perbekalan orang 

Gibeon itu memang sudah usang dan kering, namun  mereka 

tidak memikirkan bahwa hal itu tidak dapat dijadikan bukti 

bahwa perbekalan itu dibawa dalam keadaan segar dari tem-

pat asal orang Gibeon. Dengan demikian, hanya dengan meng-

andalkan indra dan bukan akal sehat, orang Israel menerima 

orang Gibeon menurut tafsir ayat itu sebab  perbekalan mere-

ka, mungkin, sesudah  melihat dan mengecap roti yang mereka 

bawa, dengan tidak hanya menangkap kenyataan bahwa roti 

itu kini sudah basi, namun  bahwa sebelumnya roti itu pasti ber-

mutu tinggi dan sangat enak rasanya. Dari sini, orang Israel 

menyimpulkan bahwa orang-orang Gibeon itu merupakan 

bangsa yang beradab, sehingga persahabatan dengan negeri 

mereka tidak dapat dipandang rendah. Akan namun , mereka 

tidak meminta keputusan Tuhan. Mereka memiliki  Urim dan 

Tumim di tengah-tengah mereka, yang dapat mereka mintai 

petunjuk di tengah perkara yang pelik ini, yang tidak akan 

membohongi mereka dan yang akan mengarahkan mereka 

untuk tidak berbuat kesalahan. Akan namun , mereka terlam-

pau mengandalkan pertimbangan mereka sendiri sehingga 

merasa tidak perlu membawa perkara itu kepada Allah. Yosua 

sendiri dalam perkara ini tidak terbebas dari kesalahan. Catat, 

dalam segala perkara, kita lebih banyak berbuat kesalahan 

daripada kebaikan sebab  ketergesa-gesaan kita jika  kita 

tidak tinggal dan menyertakan Allah bersama kita serta di 

dalam firman dan doa untuk meminta petunjuk-Nya. Kerap 

kali kita menyesali kesalahan ini dan itu terjadi sebab  kita 

tidak meminta keputusan Tuhan. jika  kita mengakui-Nya 

dalam segala jalan kita, kita akan mendapati bahwa jalan kita 

menjadi lebih aman, mudah, dan membawa keberhasilan. 


 174

II. Penipuan, yang menjadi dasar ikatan perjanjian itu, dengan se-

gera terbongkar. Lidah dusta hanya untuk sekejap mata, dan 

kebenaran akan muncul juga pada akhirnya. Dalam tiga hari, 

orang Israel dengan sangat terkejut mengetahui bahwa kota-kota 

tempat asal para utusan yang telah mengikat perjanjian dengan 

mereka itu ternyata sangat dekat dengan mereka, yakni hanya 

berjarak satu malam berjalan kaki dari perkemahan di Gilgal 

(10:9). Mungkin para pengintai atau penjelajah yang diutus keluar 

untuk lebih mengenali negeri Kanaan itu, atau beberapa pembelot 

dari pihak seteru yang datang kepada mereka, memberitahukan 

kepada mereka kebenaran perkara ini. Orang-orang yang bersedia 

ada di bawah tipu muslihat Iblis akan segera disadarkan akan 

kebenaran sehingga mereka menjadi kebingungan, dan akan 

menemukan bahwa tipu muslihat yang mereka duga sangat jauh 

letaknya ternyata sangat dekat, bahkan berdiri di mulut pintu. 

III. Rasa muak jemaah Israel saat   mengetahui kebenaran tersebut. 

Benar bahwa mereka mematuhi rambu-rambu yang ditetapkan 

perjanjian tersebut kepada mereka dan tidak menghancurkan 

kota-kota orang Gibeon, pula mereka tidak membinasakan orang-

orangnya serta tidak merampas jarahan mereka. Akan namun , hati 

mereka jengkel sebab  tangan mereka terikat oleh perjanjian itu, 

sehingga mereka bersungut-sungut kepada para pemimpin (ay. 18). 

Gerutu mereka itu rupanya lebih disebabkan oleh rasa dengki 

akan keuntungan yang seharusnya bisa mereka peroleh, daripada 

kegigihan untuk memenuhi perintah Allah, meski beberapa dari 

mereka mungkin sungguh menghormati perintah Allah. Banyak 

dari orang Israel lekas menyalahkan dan mengecam tindakan 

para pemimpin umat, sementara mereka mengabaikan apa yang 

melatarbelakangi tindakan para pemimpin umat itu. Tidak sepan-

tasnya mereka menjadi hakim atas alasan yang dimiliki pemerin-

tah yang memerintah di atas mereka. Oleh sebab itu, dengan 

merasa puas hati bahwa orang-orang yang memerintah di atas 

kita tidak memiliki tujuan lain selain demi kebaikan masyarakat, 

dan dengan tulus berjuang demi kesejahteraan bangsanya, kita 

harus mengusahakan apa yang telah mereka perbuat bagi kita 

dengan sebaik mungkin dan tidak memaksakan diri kita atas 

perkara-perkara di atas kita.  

Kitab Yosua 9:15-21 

 175 

IV. usaha  cerdik para pemimpin umat untuk meredam amarah jemaah 

Israel dan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam hal ini, 

seluruh pemimpin umat sependapat dan bersatu hati, sehingga 

jemaah Israel mau tidak mau harus setuju. 

1. Mereka bertekad mengampuni nyawa orang Gibeon, sebab  

mereka telah bersumpah untuk membiarkan mereka tetap 

hidup (ay. 15). 

(1) Sumpah itu berada di bawah hukum, sebab  jika tidak 

demikian, tentu sumpah itu tidak lebih mengikat bangsa 

Israel daripada sumpah Herodes yang mengikatnya untuk 

memenggal kepala Yohanes Pembaptis. Benar bahwa Allah 

telah menetapkan mereka untuk menghancurkan semua 

orang Kanaan, namun  hukum ini harus ditafsirkan in 

favorem vitæ – dengan pertimbangan yang berdasar  ka-

sih, sehingga ia hanya berlaku bagi mereka yang tetap 

bersikukuh serta tidak mau menyerahkan negeri mereka 

kepada Israel. Hukum itu juga tidak mengikat bangsa Is-

rael hingga sampai melenyapkan rasa hormat dan kemanu-

siaan mereka, dengan membantai orang-orang yang tidak 

pernah maupun yang tidak akan pernah bangkit melawan 

mereka. Sebelum seteru mereka dihancurkan atau segala 

usaha  penyerangan dilakukan, seteru mereka itu harus 

diberi kesempatan untuk menyerahkan diri. Raja-raja 

kaum Israel yaitu  raja-raja pemurah (1Raj. 20:31) yang 

mustahil melakukan hal sekeji itu, dan Allah Israel yaitu  

Allah yang lebih pemurah yang mustahil memerintahkan 

hal sekeji itu. Satis est prostrasse leoni – cukuplah untuk 

menundukkan seekor singa hingga tengkurap. Lagipula, 

alasan diadakannya hukum yaitu  hukum itu sendiri. 

Kejahatan yang hendak dicegah oleh hukum itu yaitu  

pencemaran orang Israel oleh penyembahan berhala yang 

dilakukan orang Kanaan (Ul. 7:4). Akan namun , jika  

orang Gibeon meninggalkan penyembahan berhala mereka 

dan menjadi sahabat serta pelayan bagi rumah Allah, maka 

bahaya itu bisa dicegah. Dengan begitu, alasan diadakan-

nya hukum pun berhenti, dan seturut dengan itu, kewajib-

an untuk menjalankannya pun berhenti, khususnya dalam 


 176

perkara seperti ini. Pertobatan para pendosa akan mence-

gah kehancuran mereka. 

(2) sebab  sumpah itu berada di bawah hukum, baik para 

pemimpin umat maupun orang yang mengikat perjanjian 

dengan mereka sama-sama terikat olehnya, yakni terikat 

dalam hati nurani dan terikat dalam kehormatan terhadap 

Allah Israel, yang demi nama-Nya mereka telah bersumpah, 

dan yang nama-Nya akan dicemarkan orang Kanaan apa-

bila mereka melanggar sumpah ini. Para pemimpin umat 

ini berbicara seperti orang-orang yang takut untuk bersum-

pah (Pkh. 9:2), saat   mereka mengutarakan alasan beri-

kut: Beginilah akan kita perlakukan mereka: membiarkan 

mereka hidup,supaya  kita jangan tertimpa murka sebab  

sumpah yang telah kita ikrarkan itu (ay. 20). Orang yang 

mengesahkan janjinya dengan suatu sumpah, melaknatkan 

pembalasan ilahi kepada dirinya sendiri jika  ia dengan 

sengaja melanggar janjinya, dan pastilah keadilan ilahi 

akan meminta pertanggungjawabannya. Allah tidak mem-

biarkan diri-Nya dipermainkan, sehingga sumpah tidak 

bisa dianggap main-main. Para pemimpin umat Israel me-

megang janji mereka, 

[1] Meski dirugikan olehnya. Penduduk Sion berpegang 

pada sumpah walaupun rugi (Mzm. 15:4). saat   Yosua 

dan para pemimpin umat mengetahui bahwa perjanjian 

yang mereka ikat itu mendatangkan kerugian, mereka 

tidak memohon perkecualian dari Eleazar, apalagi ber-

pura-pura dengan mengingkari sumpah dengan kaum 

bidat, yaitu dengan orang-orang Kanaan.  

[2] Meskipun jemaah Israel tidak menyukai hal itu, dan 

gerutu mereka bisa berujung kepada pemberontakan, 

para pemimpin umat bersikukuh untuk tidak melang-

gar perjanjian dengan orang Gibeon. Kita tidak boleh 

terlalu terpana, entah itu oleh kemegahan atau kumpul-

an orang banyak, sehingga mau melakukan perbuatan 

dosa dan melawan hati nurani kita. 

[3] Meskipun ditarik masuk ke dalam perjanjian ini melalui 

tipu muslihat, dan sebab nya memiliki  dasar yang 

sangat beralasan untuk menyatakannya tidak sah dan 

batal, para pemimpin umat itu tetap mematuhinya. 

Kitab Yosua 9:15-21 

 177 

Mereka bisa saja menyanggah bahwa meskipun orang-

orang Gibeon itu yaitu  orang-orang yang mengikat 

perjanjian dengan mereka, kota-kota ini bukanlah yang 

dimaksudkan di dalam perjanjian tersebut. Mereka te-

lah berjanji untuk tidak menghancurkan beberapa kota, 

tanpa menyebut namanya, yang letaknya sangat jauh, 

dan mereka mengikrarkannya dengan pertimbangan 

yang segera. Akan namun , kota-kota ini letaknya sangat 

dekat, sehingga dengan demikian bukanlah termasuk 

kota-kota yang ada di dalam perjanjian. Banyak orang 

terpelajar berpendapat bahwa para pemimpin umat 

Israel merasa sangat jijik sebab  telah ditipu orang 

Gibeon, sehingga mereka sesungguhnya dibenarkan oleh 

hukum jika  menarik janji mereka. namun , untuk men-

jaga nama baik mereka dan mempertahankan kesakralan 

sumpah di tengah-tengah Israel, para pemimpin umat itu 

tetap berpegang pada janji mereka. Akan namun , tampak 

jelas bahwa mereka memandang bahwa diri mereka 

sendiri harus mematuhi perjanjian itu serta khawatir 

murka Allah akan menimpa mereka jika  mereka me-

langgarnya. Dan, bagaimanapun tidak menyenangkan-

nya kepatuhan para pemimpin itu terhadap janji mere-

ka di mata jemaah Israel, jelas tindakan itu berkenan di 

mata Allah, sebab  saat   orang Israel melindungi orang 

Gibeon, dalam rangka memenuhi perjanjian itu, Allah 

memberi mereka kemenangan yang paling mengesan-

kan yang pernah diraih di dalam segala peperangan me-

reka (ps. 10). Selain itu, lama sesudah  itu, Allah dengan 

dahsyat membalas dendam atas kesalahan yang diper-

buat Saul terhadap orang-orang Gibeon ini dengan me-

langgar perjanjian tersebut (2Sam. 21:1). Biarlah peris-

tiwa ini meyakinkan kita, betapa salehnya kita harus 

melaksanakan janji-janji dan memenuhi kesepakatan 

kita, serta betapa tulusnya kita harus berpegang kepada 

janji kita sesudah  diucapkan. Jika sebuah perjanjian 

yang diikat dengan begitu banyak rupa kebohongan dan 

penipuan saja tidak boleh dilanggar, akankah kita ber-

pikir untuk mengelak dari kewajiban melaksanakan 

perjanjian yang diikat dengan segala kejujuran dan ke-


 178

tulusan? jika  tipu daya orang lain tidak membenar-

kan atau mengecualikan kita untuk mengerjakan kebo-

hongan, maka sudah pasti kejujuran orang lain dalam 

berurusan dengan kita akan memperburuk dan mengu-

tuk ketidakjujuran kita dalam berurusan dengan mereka. 

2. Meskipun orang Gibeon dibiarkan hidup, para pemimpin umat 

merampas kebebasan mereka dan menjatuhkan hukuman 

dengan menjadikan mereka tukang belah kayu dan tukang 

timba air untuk segenap umat (ay. 21). Dengan usulan inilah 

jemaat Israel yang murka berhasil ditenangkan, sebab  

(1) Mereka yang marah sebab  orang Gibeon tetap hidup, dapat 

berpuas hati saat   mereka menyaksikan orang Gibeon di-

hukum untuk menjalani hukuman itu, yang pada dasarnya 

lebih berat daripada kematian, yakni perhambaan seumur 

hidup. 

(2) Mereka yang marah sebab  orang Gibeon tidak dibinasa-

kan, dapat berpuas hati saat   pelayanan orang Gibeon 

terhadap jemaah Israel membawa lebih banyak kebaikan 

bagi segenap masyarakat daripada pekerjaan terbaik yang 

mereka lakukan sendiri. Singkat kata, orang Israel pada 

akhirnya tidak menjadi pihak yang mengalami kerugian, 

baik dalam hal kehormatan maupun keuntungan, dengan 

berdamai dengan orang-orang Gibeon ini. jika  jemaah 

Israel dapat diyakinkan oleh ini, mereka akan terpuaskan. 

Orang Gibeon Dijadikan Hamba 

(9:22-27) 

22 Lalu Yosua memanggil mereka dan berkata kepada mereka, demikian: 

“Mengapa kamu menipu kami dengan berkata: Kami ini tinggal sangat jauh 

dari pada kamu, padahal kamu diam di tengah-tengah kami? 23 Oleh sebab 

itu, terkutuklah kamu dan tak putus-putusnya kamu menjadi hamba, tu-

kang belah kayu dan tukang timba air untuk rumah Allahku.” 24 Jawab me-

reka kepada Yosua, katanya: “Sebab telah dikabarkan dengan sungguh-sung-

guh kepada hamba-hambamu ini, bahwa TUHAN, Allahmu, memerintahkan 

kepada Musa hamba-Nya, memberikan seluruh negeri itu kepadamu dan 

memunahkan seluruh penduduk negeri itu dari depan kamu, maka sangat-

lah kami takut kehilangan nyawa, menghadapi kamu; itulah sebabnya kami 

melakukan yang demikian. 25 Maka sekarang, kami ini dalam tanganmu; 

perlakukanlah kami seperti yang kaupandang baik dan benar untuk dilaku-

kan kepada kami.” 26 Demikianlah dilakukannya kepada mereka. Dilepaskan-

nyalah mereka dari tangan orang-orang Israel, sehingga mereka tidak di-

Kitab Yosua 9:22-27 

 179 

bunuh. 27 Dan pada waktu itu Yosua menjadikan mereka tukang belah kayu 

dan tukang timba air untuk umat itu dan untuk mezbah TUHAN, sampai 

sekarang, di tempat yang akan dipilih-Nya. 

Pada perikop ini, permasalahan ini diselesaikan di antara Yosua dan 

orang Gibeon, disertai penjelasan tentang perjanjian yang telah di-

sepakati bersama. Kita dapat beranggapan bahwa kini yang hadir dan 

berurusan dengan Yosua bukanlah orang-orang yang pertama kali 

diutus melainkan para tua-tua sendiri yang turun tangan, agar 

permasalahan itu dapat dituntaskan sepenuhnya. 

I. Yosua mengecam mereka oleh sebab penipuan yang mereka laku-

kan (ay. 22), dan mereka pun berusaha  sebaik mungkin mencari 

pembenaran akan tindakan mereka itu (ay. 4). 

1. Yosua mengecam dengan sangat santun: Mengapa kamu meni-

pu kami? Dia tidak menghujani mereka dengan serapah, tidak 

mengucapkan kata-kata kasar kepada mereka, tidak memang-

gil mereka dengan sebutan penipu keparat, yang sebenarnya 

pantas mereka terima, namun  hanya bertanya kepada mereka, 

Mengapa kamu menipu kami? Sekalipun sedang dilanda kegu-

saran amat sangat, demi hikmat dan tanggung jawab kita, kita 

harus menjaga perangai dan mengekang hawa nafsu kita. 

Suatu perkara yang benar tidak perlu dibela oleh amarah, apa-

lagi perkara yang buruk tidak akan dibuat lebih baik dengan 

itu. 

2. Orang Gibeon berusaha membela diri dengan alasan terbaik 

(ay. 24). berdasar  firman Allah, mereka tahu bahwa hu-

kuman mati akan dijatuhkan kepada mereka sebab  perintah 

Allah yaitu  untuk memunahkan seluruh penduduk negeri itu, 

tanpa terkecuali. Melalui karya Allah yang telah dikerjakan-

Nya, mereka tahu bahwa tidak ada gunanya menentang pelak-

sanaan hukuman ini. Mereka memandang bahwa kedaulatan 

Allah itu tidak ada duanya, keadilan-Nya tidak berubah, 

kuasa-Nya tidak tertandingi, sehingga mereka memberanikan 

diri untuk mendapatkan belas kasihan-Nya, dan tidak sia-

sialah mereka menyerahkan diri di bawah belas kasih-Nya. 

Mereka tidak bersikeras untuk membenarkan kebohongan me-

reka, namun  segera memohon ampun akan itu, dengan meng-

akui bahwa perbuatan itu murni dilakukan untuk menyela-


 180

matkan nyawa mereka. Setiap manusia yang menemukan di 

dala