Risywah atau suap-menyuap merupakan salah penyakit kronis yang hari ini merebak di
warga kita. Bukan hanya kelas pejabat tinggi yang melakukan risywah, warga biasa pun
seringkali terjebak dalam kasus suap-menyuap. Seringkali mereka berdalih dengan hadiah,
parcel, gratifikasi atau semacamnya untuk menghalalkan risywah. Faktor yang
melatarbelakangi tindakan risywah sangatlah beragam mulai dari memperoleh kepentingan
pribadi hingga kelompok.Padahal, negeri ini yaitu negeri yang mayoritas penduduknya
muslim. Di dalam Islam sendiri risywah merupakan perbuatan haram sebagaimana
disebutkan di dalam Al-Qur‟an, Hadits, dan Ijma‟. Pada asalnya hukum risywah yaitu
haram, namun dalam kondisi darurat risywah dibolehkan dengan syarat-syarat yang sangat
ketat. Dengan menggunakan metode tafsir maudhui atau tafsir tematik tulisan ini fokus
membahas hakikat risywah sehingga seseorang bisa membedakan antara risywah dan hadiah
yang banyak orang tidak memahaminya.
Riswah merupakan kejahatan
publik (jarimatul „aamah) yang telah
membudaya dan biasa di negeri kita.
Membudaya sebab menjadi suatu hal
yang biasa di banyak lini kehidupan
warga dari kelas pejabat sampai kelas
warga . Selain itu risywah dianggap lumrah
sebab banyak orang yang
melakukukannya.
Saat ini banyak orang yang tidak
peduli melakukan risywah dalam transaksi,
pekerjaan bahkan dalam hukum demi
kepentingan pribadi atau kelompok.
Mereka berasumsi hal ini sah-sah saja
bahkan dianggap sebagai rezeki yang halal
untuk dinikmati. Mafia di negeri inibisa
kebal hukum sebab uang suap yang
menyumpal mulut para hakim yang doyan
memakan harta haram. Bahkan, budaya
KKN di negeri ini menjadi subur sebab
ditopang dengan budaya suap-menyuap/
risywah yang telah mengakar kuat.
Media massa baik cetak maupun
elektronik telah banyak memberitakan para
koruptor yang main suap. Bukan hanya
kaum laki-laki, kaum wanitapun tidak
ketinggalan melakukan suap-menyuap
demi perampokan harta warga secara
terselubung. Fenomena risywah di negeri
kita ibarat gunung salju ditengah lautan.
Dari atas permukaan laut terlihat seperti
gundukan kecil, namun di balik air ada
bongkahan besar yang menghambat setiap
kapal yang berlayar melewatinya. Maka
dari itu jangan heran kalau sistem birokrasi
di negeri ini carut-marut bagaikan benang
kusut. Faktor terbesar yang menyebabkab
hal ini yaitu budaya risywah dalam
birokrasi yang seringkali didalangi oleh
para oknum saja.
Disi lain, risywah seringkali
dipahami sebagai hadiah atas wujud
apresiasi kedekatan dan kecintaan yang
obyektif. Namun, seringkali orang
melakukan risywah dengan dalih
memberi hadiah. Bahkan, hari ini
marak dengan hadiah kepada pegawai,
khususnya pegawai pemerintah, atau
gratifikasi. Pemberian hadiah ini meliputi
pemberian uang, barang rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Dalam dunia pendidikan
fenomena risywahbisa terjadi antara dosen
dengan mahasiswa terutama berkaitan
dengan perolehan nilai dan kelulusan.
Jadi, seringkaliorang tidak faham
dan tidak bisa membedakan antara risywah
dengan hadiah. Memang inilah salah satu
tipu daya setan yang sangat jitu. Mereka
mengubah nama sesuatu yang haram
dengan nama yang terkesan indah seperti
risywah diganti hadiah atau parcel, riba
diganti dengan bunga, penzina diganti
dengan Pekerja Seks Komersial dan lain-
lain. Akhirnya, budaya risywah merebak
sebab pelakunya berdalih memberi
hadiah. Oleh sebab itu, hendaknyaberhati
hati (wara‟) dalam menerima hadiah
terutama bagi para hakim, pejabat atau
siapa saja yang memiliki kebijakan dalam
sebuah instansi atau lembaga.
Dalam menyusun tulisan ini penulis
menggunakan metodologi tafsir maudhu‟i.
Metodologi ini sering juga dikenal dengan
metodologi tafsir tematik. Deskripsi dari
metodologi ini yaitu peneliti memulai
analisis permasalahannya dengan
mengumpulkan ayat-ayat al Qur‟an yang
representatif mengenai tema tertentu
dengan harapan mendapat sudut
pandang yang utuh mengenai
permasalahan yang diteliti. Kemudian
didukung pula dengan asbabun nuzul ayat
serta berbagai macam argumen dari hadits
yang pada akhirnya mengerucut pada
jawaban dari rumusan masalah yang
ditanyakan. Pada dasarnya metode ini
termasuk dalam tafsir bil ma‟tsur.
Abdul Hay al-Farmawi dalam
bukunya buku al-Bidayah fi al-Tafsir al-
Mawdhu'i1 mengemukakan secara terinci
langkah-langkah yang hendaknya
ditempuh untuk menerapkan metodetafsir
maudhu'i ini. Langkah-langkah ini
sebab :
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas
(topik).
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan
dengan masalah ini .
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan
masa turunnya, disertai pengetahuan
tentang asbab nuzulnya.
d. Memahami korelasi ayat-ayat ini
dalam surahnya masing-masing.
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka
yang sempurna (outline).
f. Melengkapi pembahasan dengan hadis-
hadis yang relevan dengan pokok
bahasan.
g. Mempelajari ayat-ayat ini secara
keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat-ayatnya yang mempunyai
pengertian yang sama, atau
mengkompromikan antara yang 'am
(umum) dan yang khash (khusus),
mutlak dan muqayyad (terikat), atau
yang pada lahirnya bertentangan,
sehingga kesemuanya bertemu dalam
satu muara, tanpa perbedaan atau
pemaksaan.
1. Definisi Risywah
Risywah yaitu istilah
syar‟i yang dikenal di dalam
syariat. Para ulama telah
mendefinisikan risywah baik secara
etimologi maupun terminologi.
Secara rinci definisi risywah yaitu
sebagai berikut:
a. Definisi risywah secara bahasa
(etimologi)
Suap-menyuap dalam
bahasa Arab disebut dengan
risywah. Sedangkan risywah dalam
bahasa Arab berasal dari kata kerja/
fi‟il ( ) dan masdhar (kata
jadian) dari kata kerja ini
yaitu ( ). Di
dalam Lisan al „Arab Ibnu
Mandzur2 menyebutkan perkataan
Abul „Abbas berkaitan dengan asal
kata risywah.
َّدم اذإ خُسْفَلا اشزَ نم ةذىخ
ْ
ؤم ةُىَشْ ُّسلا
ه َّقزُتَل ه ِمّ
ُ
أ ىلإ هطَ
ْ
أز
“Kata Rusywah / Risywah diambil
dari konteks anak burung yang
menjulurkan kepalanya ke dalam
mulut induknya seraya meminta
makanan yang berada di paruh
induknya untuk disuapkan.”
Adapun di dalam Mu‟jam
al Wasith disebutkan bahwa
kalimat risywah berasal dari kata
3 yang bermakna :
اهىحهو ىلدلا لبح وأ لبحلا
“Seutas tali atau tali ember dan
semacamnya”
b. Definisi Risywah secara istilah
(terminologi)
Di dalam al Mu‟jam al
Wasith disebutkan bahwa makna
risywah yaitu :
وأ لطاب قاقحلإ ىطعٌ ام وأ تحلطم ءاضقل ىطعٌ ام
قح لاطبإ4.
“Apa saja yang diberikan (baik
uang maupun hadiah) untuk
mendapat suatu manfaat atau
segala pemberian yang bertujuan
untuk mengukuhkan sesuatu yang
batil dan membatilkan suatu yang
haq”
Ibnu Hajar al „Asqalani di
dalam kitabnya Fath al Baari telah
menukil perkataan Ibnu al „Arabi
isaat menjelaskan tentang makna
risywah5sebagai berikut:
هاج يذ نم هب عاخبُل عفد لام لك ةىشسلا
لحً لا ام ىلع اهىع
“Risywah atau suap-menyuap yaitu
suatu harta yang diberikan untuk
membeli kehormatan/kekuasaan
bagi yang memilikinya guna
menolong/melegalkan sesuatu yang
sebenarnya tidak halal.”
Menurut Abdullah Ibn
Abdul Muhsin risywah ialah
sesuatu yang diberikan kepada
hakim atau orang yang mempunyai
wewenang memutuskan sesuatu
supaya orang yang memberi
mendapat kepastian hukum atau
mendapat keinginannya6.
Risywah juga dipahami oleh ulama
sebagai pemberian sesuatu yang
menjadi alat bujukan untuk
mencapai tujuan tertentu7.
Adapun menurut MUI suap
(risywah) yaitu pemberian yang
diberikan oleh seorang kepada
orang lain (pejabat) dengan maksud
meluluskan suatu perbuatan yang
batil (tidak benar menurut syariah)
atau membatilkan perbuatan yang
hak.
Jadi, dari berbagai definisi
diatas dapat kita simpulkan tentang
definisi risywah secara
terminologis yaitu: Suatu
pemberian baik berupa harta
maupun benda lainnya kepada
pemilik jabatan atau pemegang
kebijakan/kekuasaan guna
menghalalkan (atau melancarkan)
yang batil dan membatilkan yang
hak atau mendapat manfaat
dari jalan yang tidak ilegal.
c. Korelasi makna risywah secara
etimologi dan terminologi.
Jika kita telaah lebih dalam
tentang makna risywah secara
bahasa dan istilah, maka kita dapati
korelasi antara kedua makna
ini . Pada dasarnya asal
pemakaian kata yaitu sesuai
dengan makna bahasa kemudian
berkembang dalam kehidupan
keseharian. Secara bahasa asal kata
risywah yang pertama yaitu ;
ىلإ هطأز دم اذإ )خسفلا اشز(هقزتل همأ
“Aanak burung yang
menjulurkan kepalanya ke dalam
paruh induknya seraya meminta
agar makanan yang berada dalam
paruh induknya disuapkan
untuknya. ‟
Hal ini merupakan
gambaran nyata bagi orang yang
menerima suap. Ia ibarat seekor
anak burung yang kecil dan lemah
serta tidak mampu mencari sesuap
makanan sendiri kecuali harus
disuapi oleh induknya. Seandainya
orang yang melakukan suap tahu
bahwa apa yang dikeluarkan dari
paruh ini ibarat muntahan
tentunya dia akan merasa jijik. Jadi,
adakah yang lebih lemah jiwanya
dari seseorang yang menerima suap
berupamuntahan dari kantong
saudaranya yang sebenarnya tidak
halal baginya?
Adapun makna risywah
yang berasal dari kata
هب جسخخظِل ىلدلا لبح ىه يرلا )ءاشسلا(
قُمعلا رئبلا نم ءالما
“Yaitu tali timba yang digunakan
untuk mengambil air dari dalam
sumur yang dalam.”
Hal ini ibarat
seorang yang menyuap untuk
mencapai tujuannya. Ia rela
menjulurkan berbagai cara untuk
mencapai tujuannya seperti seorang
yang menjulurkan tali timba untuk
memperoleh air dalam sumur.
2. Pandangan Al Qur’an
Tentang Risywah
Risywah merupakan
kejahatan yang dilarang dalam
Islam begitu juga tindakan tercela
dalam kehidupan manusia.
Dikatakan kejahatan sebab
memang di dalam prakteknya sarat
dengan manipulasi dan kezhaliman
terhadap sesama. Di dalam al
Qur‟an terdapat empat ayat yang
berkaitan langsung dengan risywah.
Rincian dari ayat ini yaitu satu
ayat terdapat di surat Al-Baqarah
dan tiga ayat terdapat di surat Al-
Maidah. Berikut ini yaitu ayat-
ayat tentang risywah beserta
penjelasannya.
a. Surat al Baqarah ayat ke-188.
“Janganlah sebagian kalian
memakan harta sebahagian yang
lain di antara kalian dengan jalan
yang batil dan janganlah kalian
membawa urusan harta itu kepada
hakim, supaya kalian dapat
memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, Padahal
kalian mengetahui.” (QS. Al
Baqarah: 188)
Imam Ibnu Jarir ath
Thabari8 begitu juga imam Ibnu
Katsir9 dalam kitab mereka
menjelaskan asbabun nuzul ayat
ini yaitu:
،تى ِ
ِّ بَهيفهيلعظِلو،لامهيلعوىكُلجسلاُفاره
لاهؤفسع ىَهو،ماكحلاىلإمضاخ ىٍلالمادحجُف
.مٍاسحلكآمثآهنؤملع ىَهو،هُلعقح
“Ayat yang mulia ini turun pada
seorang laki-laki yang memiliki
harta dan bersengketa dalam
masalah harta ini dengan
orang lain sedangkan dia tidak
memiliki bukti yang otentik bahwa
harta ini yaitu miliknya.
Maka pihak lawannya meng-
ingkarinya dan pada akhirnya ia
membawa persengketaan ini
kepada para hakim dan diapun
mengetahui bahwa kebenaran
bersamanya dan dia juga faham
bahwa (pihak lawannya) berdosa
lantara memakan harta yang
haram.”
Adapun Imam al Qurtubi,
ia menyebutkan sebab turunnya
ayat ini bahwa „Abdan Ibnu
Asywa‟ al Hadrami dan Imru Qais
terlibat dalam suatu sengketa tanah
yang masing-masing tidak dapat
memberi bukti, maka
Rosululloh saw menyuruh Imru
Qais yang saat itu sebagai terdakwa
yang ingkar untuk bersumpah.
isaat Imru Qais hendak
melaksanakan sumpahnya maka
turunlah ayat yang mulia ini10.
Imam asy Syaukani dalam
Fath al Qadir11 menjelaskan:
“Ayat ini bersifat umum untuk
seluruh umat, begitu juga berlaku
larangan memakan yang haram
dari semua jenis harta. Tidaklah
dikecualikan dari larangan di atas
selain yang dikhususkan oleh dalil
tentang bolehnya memakan harta
ini . Jika ada dalil yang
menafikan larangan, maka dia
tidak termasuk megambil dengan
cara yang batil akan tetapi dengan
cara yang hak. Ia memakan harta
ini dengan cara yang halal
bukan yang haram kendati
pemiliknya tidak rela seperti dalam
kasus pengadilan pelunasan hutang
isaat sang pengutang tidak mau
membayarnya kemudian dipaksa
membayarnya. Begitu juga
penyerahan harta wajib zakat dan
nafkah seseorang yang diwajibkan
secara syar‟i. Pada intinya, harta
yang diharamkan oleh syariah
untuk diambil dari pemiliknya
maka hal ini termasuk
memakan harta dengan cara yang
batil walaupun pemiliknya rela.”
Menurut Imam al Qurtubi
ayat ini menjelaskan bahwa
Allah swt melarang makan harta
orang lain dengan jalan yang batil.
Termasuk di dalam larangan ini
yaitu larangan makan hasil judi,
tipuan, rampasan, dan paksaan
untuk mengambil hak orang lain
yang tidak atas kerelaan
pemiliknya, atau yang di haramkan
oleh syariat meskipun atas kerelaan
pemiliknya, seperti pemberian/
imbalan dalam perbuatan zina, atau
perbuatan zhalim, hasil
tenung,harga minuman yang
memabukkan (MIRAS), harga
penjualan babi dan lain-lain.12
Menurut imam al Maraghi
bahwa larangan Allah dalam ayat
ini (janganlah kamu makan harta
diantara kamu) maksudnya yaitu
janganlah sebagian dari kalian
memakan harta sebagian yang
lainnya.Menghormati harta orang
lain selainmu berarti menghormati
dan menjaga haratamu. Sama
halnya dengan merusak harta orang
lain yaitu sebagai tindak pidana
terhadap warga (umat) yang
mana engkau yaitu salah satu dari
anggota warga itu. Selain itu
banyak hal yang dilarang dalam
ayat ini seperti memakan riba
sebab riba yaitu memakan harta
orang lain tanpa imbalan dari
pemilik harta yang
memberi nya. Termasuk yang
juga dilarang yaitu harta yang
diberikan kepada hakim(pejabat)
sebagai suap dan lain-lain.13
b. Surat al Maidah ayat ke-42.
“Mereka itu yaitu orang-orang
yang suka mendengar berita
bohong, banyak memakan yang
haram. Jika mereka (orang Yahudi)
datang kepadamu (untuk meminta
putusan), Maka putuskanlah
(perkara itu) diantara mereka, atau
berpalinglah dari mereka; jika
kamu berpaling dari mereka maka
mereka tidak akan memberi
mudharat kepadamu sedikitpun.
Jika kamu memutuskan perkara
mereka, Maka putuskanlah
(perkara itu) diantara mereka
dengan adil, Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang adil.
(QS. al Maidah: 42)
Imam ath Thabari dalam
tafsirnya14 menyebutkan riwayat
dari Qotadah berkaitan dengan
asbabun nuzul ayat ini, yaitu:
اهىعمظٌاىهاك،مكًدًؤىِبدِىهيلاماكّحُفارهناك
ى َ ش ُّسلاهىلبق ىٍبركل
“Bahwasanya ayat ini turu)
berkaitan dengan para hakim kaum
Yahudi yang senantiasa
mendengarkan kedustaan serta
menerima uang suap.”
Dalam menafsirkan ayat
ini Imam ath Thabari berkata,
”Allah SWT berkata dalam ayat ini
seraya menjelaskan bahwa yang
demikian itu yaitu sifat-sifat
orang Yahudi yang Aku (Allah swt)
sifatkan padamu wahai Muhammad
saw. Sifat mereka senantiasa
banyak mendengar perkataan batil
dan dusta. Di antara mereka saling
berkata, “Muhammad saw seorang
pendusta dan bukanlah seorang
nabi. Diantara mereka ada yang
berkata seraya berdusta,
“Sesungguhnya hukum pezina yang
telah menikah (muhsan) di dalam
Taurat yaitu dicambuk dan
tahmim (bukan dirajam), dan
selainnya dari kedustaan dan
mereka menerima risywah dari hal
ini .”
Secara detail Imam ath
Thabari menjelaskan ada sekitar 14
riwayat yang salah satunya dari
imam Mujahid isaat menjelaskan
makna ayat ( ) dalam
ayat ini . Tidak lain makna dari
ayat ini yaitu risywah.
Selain itu, Imam Ibnu
Katsir15 dalam tafsirnya berkata;
15 Al misbah fi Tafsir , hlm 379.
“Banyak memakan harta
“suht”maksudnya yaitu harta
yang haram yaitu risywah”
Imam al Qurtubi
menyebutkan ada 2 alasan mengapa
harta haram seperti risywah disebut
dengan “Suht”
1. وَاهبهرًُؤجاعاطلاخحسِهنلأاخحسماسحللاالماُمطو
اهلضؤخط
dinamakan harta haram “Suht”
sebab menghilangkan dan
menghancur ketaatan.
2. .ناظوالإةءوسمخحسِهنلأاخحسماسحلاُمط
dinamakan harta haram “Suht”
sebab menghilangkan
kehormatan.
Dari dua alasan ini
alasan pertamalah yang cenderung
dipilih Imam Qurthubi sebab
dengan hilangnya agama, maka
hilang pula kehormatan seseorang.
Setelah menyebutkan alasan itu
beliau menukil hadits dan atsar
tentang risywah16 berikut ini.
:اىلاقهبىلوأزاىلافخحسلابدبىمحللك
:لاق؟ذحسلاامىهلللاىطزاً
.)مكحلاُفةىشسلا(
:لاقهنأاضًأدىعظمىباىعو
ًدههيلإًدهيفتجاحهُخلألجسلاُضقُهؤخحسلا
.اهلبقُفة
“Setiap daging yang tumbuh dari
harta “suht” maka api neraka lebih
layak baginya. Para sahabat
bertanya; Wahai Rosululloh SAW
apakah yang dimaksud dengan
“suht”? Rosululloh saw menjawab,
“Suht” yaitu suap menyuap dalam
perkara hukum. Ibnu Mas‟ud
raodhiyallahu anhu berkata bahwa
yang dimaksud dengan „suht‟ yaitu
seseorang memutuskan suatu
perkara bagi saudaranya kemudian
memberinya hadiah dan
diterimalah hadiah ini .
c. Surat al Maidah ayat ke-62
dan ayat ke-63.
“Engkau akan melihat kebanyakan
dari mereka (orang-orang Yahudi)
bersegera membuat dosa,
permusuhan dan memakan yang
haram. Sesungguhnya amat buruk
apa yang mereka telah kerjakan
itu. Mengapa orang-orang alim
mereka, pendeta-pendeta mereka
tidak melarang mereka
mengucapkan Perkataan bohong
dan memakan yang haram?
Sesungguhnya amat buruk apa
yang telah mereka kerjakan itu.
(QS. al Maidah: 62-63)
Sejauh penelusuran
penulis di banyak kitab tafsir,
secara eksplisit (mantuq) para
mufasir tidak menyebutkan sebab
turunnya ayat yang mulia ini.
Namun demikian, secara implisit
(mafhum) mereka menyebutkan
bahwa ayat ini turun kepada
kaum Yahudi yang terbiasa berbuat
risywah dalam kehidupan mereka.
Imam Ibnu Katsir menukil
riwayat dari Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma dalam
menafsirkan ayat ini bahwa beliau
berkata,“Tidak ada di dalam al
Qur‟an suatu ayat yang lebih
dahsyat mencela kaum Yahudi
selain ayat ini .”
Ibnu Jarir menjelaskan
dalam tafsirnya bahwa orang-orang
Yahudiyang disifatkan Allah di
dalam ayat ini yaitu kebanyakan
mereka saling berlomba-lomba
dalam bermaksiat kepada Allah dan
menyelisihi perintahnya. Begitu
juga melanggar batasan-batasan
Allah dalam permasalahan halal
dan haram seperti dalam memakan
„suht‟ itulah harta yang mereka
ambil dari manusia atas persoalan
hukum yang bertentangan dengan
hokum Allah.”
Dari uraian pendapat para
mufasirin diatas maka dapat kita
Tarik kesimpulan bahwa Allah
mengharamkan risywah sebab
perbuatan ini merupakan
kebiasaan orang-orang Yahudi
yang gemar menzhalimi
saudaranya. Di dalam surat al
Baqarah ayat ke-188 Allah
melarang memakan harta dengan
cara batil atau haram apapun
caranya. Namun, di ayat ini
terdapat qarinah (bukti yang
menguatkan) bahwa yang
dimaksudkan yaitu risywah.
Larangan ini diperkuat dengan
ayat ke-42, 63, dan63 dari surat al
Maidah yang merupakan celaan
yang amat buruk bagi orang-orang
Yahudi sebab melakukan risywah.
Dari data ini maka
jelas sekali pandangan al Qur‟an
bahwa risywah merupakan
kejahatan publik yang diharamkan
oleh Allah dan merupakan
kebiasaan orang-orang kafir dari
kalangan Yahudi.
3. Pandangan Hadits Tentang
Risywah
Banyak sekali hadits-hadits
yang menjelaskan tentang
keharaman risywah. Imam at
Tirmidzi meriwayatkan dalam
Sunannya17.
نَعَلَ : لَاقَ ةَسَ ٍْسَهُ يبِ
َ
أ نْعَ ى َّلضَ اِلله لُىطُزَ
.مِكْحُلا يفِ يَ ِ صحَسُْلماوَ يَ ِ شا َّسلا مَ
َّلطَوَ هِ ُْ لَعَ هُ َّللا
“ Dari Abu Hurairoh radhiyallahu
anhu berkata; Rosululloh saw
melaknat orang yang menyuap dan
yang menerimanya dalam masalah
hukum.”
Hadits ini juga dinukil
oleh Imam al Hakim dalam kitab
beliau al Mustadrak dengan tanpa
menyebutkan lafadz (مِكْحُلا يفِ)18.
Adapun Imam Ahmad
dalam Musnadnya menyebutkan
hadits yang senada dengan hadits
diatas . Namun, setelah diteliti para
ulama hadits derajat hadits ini
dhaif (lemah)19.
نَعَلَ " :لَاقَ نَابَىْثَ نْعَ ،تَعَزْشُ يبِ
َ
أ نْعَ
يَ ِ شاَّسلا مَ
َّلطَوَ هِ ُْ لَعَ اُلله ى َّلضَ اِلله لُىطُزَ
ي ِ صمْ ًَ يرِ
َّلا :ينِعْ ٌَ " شَئِا َّسلاوَ يَ ِ صحَسُْ
ْ
لماوَ
امَهُنَ ُْ بَ.
“Dari Abu Zur‟ah dari Tsauban
berkata: Rosululloh saw melaknat
orang yang menyuap dan yang
menerima suap serta perantara
keduanya.‟
Dari hadits-hadits ini
jelas sekali bahwa Rosulullah saw
tidak hanya melaknat orang yang
melakukan risywah atau suap saja.
Celaan juga dialamatkan bagi
orang yang menerima risywah.
Jadi, jelas sekali bahwa hokum
risywah yaitu haram baik bagi
orang yang memberi maupun
menerimanya.
4. Pandangan Ijma’ Ulama
Tentang Risywah.
Banyak sekali dalil ijma‟
yang menyebutkan bahwa risywah
yaitu haram secara ijma‟.Imam al
Qurtubi isaat menafsirkan surat al
Maidah ayat 42 berkata;
وؤقحلاطبإىلعةىشسلارخؤهؤفلظلاىِبفلاخلاو
ماسحخحسشىجًلاام
“Tidak ada perbedaan hukum
dikalangan para salaf bahwa
melakukan risywah untuk menolak
yang haq atau dalam perkara yang
dilarang merupakan riyswah (suht)
yang haram.”
Di dalam kitab Nihayatul
Muhtaj, Imam ar Ramli yang
dijuluki sebagai „asy Syafi‟i ash
shoghir/imam syaf‟i kecil
menjelaskan akan hal ini.
وأ قحلا ريغب مكحُل لام هل لرب ىتمو
نم عىخما تمسحلما ةىشسلا ىهف قحب مكح
عامجلإاب.
“Kapan saja seseorang mencurah-
kan harta untuk berhukum dengan
yang tidak haq atau menolak
berhukum dengan yang haq maka
ia telah berbuat risywah yang di
haramkan secara ijma‟20.
Hamd bin Abdurrohman al
Junaidil dalam bukunya juga
menjelaskan akan haramnya riswah
secara ijma‟21.
ءاملع و نىعباخلا و تباحصلا عمجأ دقلو
عبمجب ةىشسلا مبسحج ىلع تمالأ اهزىض
مهنع ثدزوو رُفىج ىلع لدج صىطه
20 Syamsudin Muhammad bin Abi „Abbasar
Romli, Nihayatul Muhtaj, Dar al Fikr,
Berut,1984, Juz 8 hlm. 255.
21 Dr. Hamd bin Abdurrohman al Junaidil,
Atsaru risywah fi ta‟tsuri namwi al Iqtishodi
wa Asalib Daf ‟iha fi Dzilli Syariah Islamiah,
al Markas al Arobi li Dirosah al Amniyyah wa
Tadrib, Riyadh, 1982, hlm 5.
قُبطجو تىظلا و باخكلا يف ءاج ام ريظفجو
.كلذ مهنكمأ ام ةىشسلا نع داعخبالا
“Para sahabat, tabiin begitu juga
dengan para ulama umat telah
bersepakat atas haramnya risywah
dengan segala bentuknya. Banyak
nash yang menjelaskan tentang
implementasi dan interpretasi apa
yang terdapat dalam al Qur‟an dan
sunnah serta berusaha
menjauhinya semaksimal
mungkin.”
Selain berbagai nukilan
diatas Ibnu Qudamah dalam
kitabnya al-Mughniy22 ia berkata,
لماعلا ةىشزو مكحلا يف ةىشسلا امؤف
فلاخ لاب ماسحف
“Adapun suap-menyuap dalam
masalah hukum dan pekerjaan (apa
saja) maka hukumnya haram tanpa
ada selisih pendapat di kalangan
ulama.
Imam Asy-Syaukani
dalam Nailul Authar23 menukil
perkataan Ibnu Ruslan tentang
kesepakatan haramnya risywah,
يف لخد وٍ :ننظلا حسش يف نلاطز نبا لاق
لماعلاو مكاحلل ةىشسلا ةىشسلا قلاطإ
ماسح يهو ،ثاقدطلا رخأ ىلععامجلإاب
“Ibnu Ruslan berkata dalam
Syarhus Sunan, “Termasuk
kemutlaqan suap-menyuap bagi
seorang hakim dan para pekerja
yang mengambil shadaqah, itu
menerangkan keharamannya sesuai
Ijma‟.
Imam ash-Shan‟ani dalam
Subul as Assalam juga berkata,
ماسح ةىشسلاو ذهاك ءاىط عامجلإاب
وأ تقدطلا ىلع لماعلل وأ ي ضاقلل
اىلكؤج لاو :ىلاعح الله لاق دقو ،امهريغل
ىلإ اهب اىلدجو لطابلاب مكىِب مكلاىمأ
ضاىلا لاىمأ نم اًق سٍف اىلكؤخل ماكحلا
نىملعح مخهأو مثلإاب
“Suap-menyuap itu haram sesuai
Ijma‟, baik bagi seorang qadhi/
hakim, bagi para pekerja yang
menangani shadaqah atau
selainnya. Sebagaimana firman
Allah Ta‟ala, “Janganlah sebagian
kalian memakan harta sebahagian
yang lain di antara kalian dengan
jalan yang bathil dan (janganlah)
kalian membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kalian dapat
memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui. [QS. Al-
Baqarah: 188].”
5. Macam-Macam Bentuk
Risywah24
Risywah memiliki banyak
macam sebagaimana dijelaskan
para ulama seperti Ibnu Abidin
isaat mengutip kitab al-Fath,
iamengemukakan empat macam
bentuk risywah, yaitu:
1. Risywah yang haram atas orang
yang mengambil dan yang
memberi nya, yaitu risywah
untuk mendapat keuntungan
dalam peradilan dan
pemerintahan.
2. Risywah terhadap hakim agar
dia memutuskan perkara,
sekalipun keputusannya benar,
sebab dia mesti melakukan hal
itu.(haram bagi yang memberi
dan menerima)
3. Risywah untuk meluruskan suatu
perkara dengan meminta
penguasa menolak kemudaratan
dan mengambil manfaat.
Risywah ini haram bagi yang
mengambilnya saja. Sebagai
helah risywah ini dapat dianggap
upah bagi orang yang berurusan
dengan pemerintah. Pemberian
ini digunakan untuk urusan
seseorang, lalu dibagi-bagikan.
Hal ini halal dari dua sisi seperti
hadiah untuk menyenangkan
orang. Akan tetapi dari satu sisi
haram, sebab substansinya
yaitu kezhaliman. Oleh sebab
itu haram bagi yang mengambil
saja, yaitu sebagai hadiah untuk
menahan kezhaliman dan
sebagai upah dalam
menyelesaikan perkara apabila
disyaratkan. Namun, bila tidak
disyaratkan, sedangkan
seseorang yakin bahwa
pemberian itu yaitu hadiah
yang diberikan kepada
penguasa, maka menurut ulama
Hanafiyah tidak apa-apa (la
ba`sa). Kalau seseorang
melaksanakan tugasnya tanpa
disyaratkan, dan tidak pula
sebab ketamakannya, maka
memberi hadiah kepadanya
yaitu halal, namun makruh
sebagaimana yang diriwayatkan
dari Ibnu Mas‟ud rdh.
4. Risywah untuk menolak
ancaman atas diri atau harta,
boleh bagi yang memberi
dan haram bagi orang yang
mengambil. Hal ini boleh
dilakukan sebab menolak
kemudaratan dari orang muslim
yaitu wajib, namun tidak boleh
mengambil harta untuk
melakukan yang wajib.
6. Faktor-Faktor Pendorong
Risywah.
Banyak sekali faktor
pendorong terjadinya risywah
diantaranya sebagai berikut.
1. Dha‟ful iman/lemahnya iman.
Risywah sangat erat
berhubungan dengan mentalitas
iman yang rendah. Praktek
suapsejatinya merupakan
refleksi dari lemahnya keimanan
dalam diri seseorang. Tidak
mungkin orang yang imannya
kuat menempuh jalan risywah
sebab hal ini suatu
pelanggaran syariat yang
akanberimplikasi pada siksa di
akhirat.
2. „Adamu al muraqabatillah/tidak
merasa di awasi oleh Allah
SWT.
Orang yang melakukan
risywah tidak merasa bahwa
perbuatannya diawasi oleh Allah
SWT. Dia tidak merasa bahwa
Allah SWT memiliki malaikat
yang mencatat amal setiap
hamba. Seandainya dia bisa
aman dan lepas dari pengawasan
manusia dan pengadilannya.
Maka tidak akan mungkin lepas
dari pengadilan dan pengawasan
Allah.
3. Tamak dan Serakah.
Suap-menyuap merupakan
gambaran keserakahan manusia.
Sikap ini merupakan bentuk
ketidak qana‟ahan dengan apa
yang ditaqdirkan oleh Allah atas
dirinya. Seolah orang yang
melakukan risywah tidak percaya
bahwa Allah SWT yaitu penentu
segala sesuatu. Seandainya ia
melakukan risywah namun Allah
SWT berkehendak lain atas
perkaranya maka hal ini
sangatlah mudah. Disebabkan
faktor tamak dan serakah risywah
merajalela di warga kita.
4. Malas berusaha.
Orang yang melakukan
risywah ingin segala masalahnya
tuntas secepat kilat apapun
jalannya. Norma-norma hukum
tidak lagi diindahkan untuk
mencapai tujuannya. Banyak
orang berfikir yang penting
urusan selesai tanpa ditinjau
dengan cara Islami atau tidakkah
penyelesaian ini . Seharusnya
seorang muslim berusaha
kemudian baru hasilnya kita
bertawakkal terhadap Allah swt.
5. Hilangnya sifat jujur dan amanat
pada diri seseorang.
Banyaknya kasus suap-
menyuap pada warga salah
satunya disebabkan sebab
hilangnya sifat jujur dan amanat
pada diri seseorang. Jujur dan
amanat dua sifat yang hari ini
luntur pada para pejabat maupun
pelayanan warga . Demi
ambisi pribadi seseorang yang
berbuat risywah rela
menelanjangi sifat jujur dan
amanat pada dirinya.
6. Tipisnya kepedulian sosial
terhadap sesama Muslim.
Orang yang berbuat
risywah tidak sadar bahwa
dirinya merugikan orang lain
yang lebih berhak darinya.
Orang yang berbuat risywah rela
mengambil kemenangan dengan
kedzaliman. Padahal, sesame
muslim yaitu saudara .haram
baginya kehormatan dan hak-
haknya tanpa jalan yang benar.
7. Lemahnya penegakan hukum di
Masyakat.
Lemahnya penegakkan
hukum diwarga menjadikan
tradisi risywah mengakar kuat.
Hukum dinegeri ini terlihat terlalu
elastiksebab bisa diplintir dan
disetir oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Bahkan, keadilan
hukum hilang sebab mulut
penegakhukumbanyak yang
disumpal dengan uang suap untuk
pemandulan penegakan hukum.
Jadi, tanpa adanya hukum yang
kuat budaya risywah akan
senatiasa merambah dan
bertambah.
7. Syarat-Syarat Dibolehkannya
Risywah.
Hukum asal dari risywah
yaitu haram. Di dalam kondisi
tertentu risywah dibolehkan namun
dengan syarat sebagai berikut.
1. Darurat25.
Kondisi darurat yang dimaksud
dalam poin ini mempunyai dua
pengertian secara khusus dan
umum. Uraiannya yaitu
sebagai berikut:
a. Darurat dalam pengertian
khusus merupakan suatu
kepentingan esensial yang
jika tidak dipenuhi, dapat
menyebabkan kesulitan yang
dahsyat yangmembuat
kematian.
b. Darurat dalam pengertian
umum dan lebih luas merujuk
pada suatu hal yang esensial
untuk melindungi dan
menjaga tujuan-tujuan dasar
syariah. Dalam bahasa Imam
Syatibisesuatu itu disebut
esensial sebab tanpanya,
komunitas warga akan
disulitkan oleh kekacauan ,
dan dalam ketiadaan beberapa
diantara mereka, manusia
akan kehilangan
keseimbangannya serta akan
dirampas kebahagiaannya di
dunia ini dan kejayaannya di
akherat nanti.
Jadi, dapat diamati bahwa
perhatian utama dari definisi
darurat menurut Imam Syatibi
yaitu untuk melindungi
tujuan dasar syaria, yaitu
menjaga agama,nyawa,
keturunan, akal, kesehatan,
menjaga dan melindungi
kemulian serta kehormatan
diri.
Adapun darurat ini
memiliki syarat-syarat yang
harus di penuhi diantaranya:
a. Darurat itu harus nyata bukan
spekulatif atau imajinatif.
b. Tidak ada solusi lain yang
ditemukan untuk mengatasi
penderitaan kecuali hal
ini .
c. Solusi itu (dalam hal ini
risywah yang diambil) harus
tidak menyalahi hak-hak
sacral yang memicu
pembunuhan,
pemurtadan,perampasan harta
atau bersenang-senang
dengan sesama jenis kelamin.
d. Harus ada justifikasi kuat
untuk melakukan rukhsoh/
keringanan ini .
e. Dalam pandangan para pakar,
solusi itu harus merupakan
satu-satunya solusi yang
tersedia.
2. Untuk mengambil kewajiban
dan hak yang hilang saat
dizhalimi.
3. Tidak berlebihan dan menjadi
kebiasaan.
4. Untuk mendapat maslahah
rajihah (manfaat yang riil)
bukan dzoniyyah (perkiraan).
5. Tidak menghalalkan hal
ini , namun mengingkarinya
dan senatiasa beristighfar dan
berdoa kepada Allah sebab
pada dasarnya cara itu haram.
8. Dampak Negatif Risywah26
Secara umum kejahatan
risywah berdampak pada 3 sektor
penting dalam kehidupan sehari-
hari.
1. Bagi individu.
a. Risywah menghancurkan dan
menyia-nyiakan potensi besar
individu warga dalam
memberi karya terbaik.
sebab dengan risywah orang
yang tidak berkompeten dan
bukan ahlinya bisa duduk
menjadi pejabat atau atasan.
b. Menurunkan etos kerja dan
kualitas27
2. Bagi warga .
a. Risywah merusak akhlak
warga , menciptakan
kehidupanan social yang
tidak harmonis .
b. Risywah menghalangi dana
orang sholih kepada yang
lebih berhak.
3. Bagi negara.
a. Merusak tatanan hukum yang
telah ada.
b. Mengacaukan sistem
administrasi yang semula
berjalan melalui SOP.
c. Risywah merupakan pintu
gerbang para investor yang
tidak bertanggung jawab
untuk mengeruk devisa
negara demi kepentingan
pribadi atau kelompok
9. Solusi Risywah.
Tidak dipungkiri risywah
memang penyakit mentalitas
rendahan yang telah menjamur di
tengah warga . Oleh sebab
itu,Islam sejak dulu telah melarang
praktik-praktik risywah dalam
kehidupan. sebab hal ini
sangat berbahaya oleh sebab itu
wajib di cari solusi untuk
memberantasnya. Tentunya solusi
ini didasarkan pada konsep
bahwa penjagaan lebih baik dari
pada pengobatan (al wiqayatu
khairun minal „ilaj). Diantara
solusi yang bisa ditempuh dalam
rangka meminimalisir risywah
yaitu sebagai berikut:
a. Penjagaan.
1. Memulai dari diri sendiri.
Sebelum melakukan
perubahan, hal pertama yang
harus dirubah yaitu diri kita
sendiri yaitu dengan
menegakkan nilai-nilai Islami
dalam setiap pribadi muslim.
Jika nilai Islami telah menancap
pada pribadi muslim maka
dengan mudah praktek risywah
bisa di minimalisir dalam
kehidupan.
2. memberi penyuluhan
pada warga akan bahaya
risywah.
warga harus
senantiasa dibina dan disadarkan
bahwa praktek risywah yaitu
suatu tindakan yang merugikan
banyak pihak. Selain merupakan
bentuk kedzaliman,ia juga
merupakan cermin moralitas
yang rusak dan kotor. Salah satu
wahana dan media yang tepat
untuk penyuluhan warga
yaitu dengan mengoptimalkan
berbagai media dan komunitas
sosial warga .
3. Memberi suri teladan yang
baik terutama bagi para pe-
mimpin sebab kepemimpi-
nan akan dipertanggung-
jawabkan di dunia maupun di
akhirat.
Praktik risywah yang
tercium oleh KPK yaitu
sebagian kecil yang muncul di
permukaan pejabat pemerintahan.
Praktik suap menyuap dikalangan
pejabat yang dipandang sebagai
pemimpin warga akan
memberi stimulasi praktik
risywah di tataran bawahan. Oleh
sebab itu, hendaknya para
pemimpin benar-benar
memberi suri teladan yang
baik.
c. Pengobatan.
1. Penegakkan hukum
Tanpa penegakan hukum
praktik risywah tidak akan bisa
di hilangkan. Jadi, dalam hal ini
pemerintah harus benar-benar
konsekuen dengan gerakan
disiplin nasional terutama
disiplin dalam administrasi.
Terlalu banyak kita dapati
layanan warga yang
seharusnya gratis menjadi sulit
dan berbelit-belit sebab budaya
risywah serta tidak ada
kedisiplinan penegakan hukum
yang jelas.
2. PHK
3. Dipublikasikan kepada
khalayak tentang
kejahatannya.
4. Diserahkan pada yang
berwajib untuk diadili dan
dihukum dengan setimpal.
5. Pembekuan aset pribadi atau
perusahaan yang terkait.
6. Dipindahkerjakan di tempat
lain bagi oknum yang
bersangkutan.
10. Perbedaan Risywah Dengan
Hadiah.
Hari ini banyak orang
melakukan risywah dengan dalih
memberi hadiah. Hampir setiap
tahun para pejabat kebanjiran
parcel dengan dalih memberi
hadiah. Padahal,dalam Islam
terdapat perbedaan antara hadiah
dan risywah. Memang sumuanya
berupa pemberian. Namun, hadiah
yaitu pemberian yang dianjurkan
dan risywah yaitu pemberian yang
diharamkan.
Sahabat mulia Abu
Hurairah Radhiallahu anhu
meriwayatkan hadis dari Rasulullah
saw bahwa beliau bersabda:
اوداهت اىباحج
“Saling memberi hadiahlah kalian
niscaya kalian akan saling
mencintai”.(HR. al Bukhori )
Jika kita lihat konteks
hadits diatas, maka hadiah secara
umum disyriatkan bahkan
dianjurkan. Namun, jika kita
korelasikan dengan hadits di bawah
ini, maka kita akan mendapat
perbedaan antara hadiah yang
murni dan hadiah yang berkedok
risywah.
هُىْعَ هُ َّللا يَ ِ ضزَ ِيّدِعِا
َّظلا دٍ ُْ مَحُ يبِ
َ
أ نْعَ
مَ َّلطَوَ هِ ُْ لَعَ هُ َّللا ى َّلضَ ُّيبِ َّىلا لَمَعْخَطْا لَاقَ
َ
اْلأ نْمِ لًاجُزَللْا نُبْا هُلَ لُاقَ ًُ دِشْ تِ َُّ بِخْ ىلَعَ
ارَهَوَ مْكُلَ ارَهَ لَاقَ مَدِقَ ا َّملَفَ تِقَدَ َّطلا
وْ
َ
أ هُِبِ
َ
أ ذِ ِْ بَ يفِ عَلَجَ َّلاهَفَ لَاقَ يلِ يَدِهْ
ُ
أ
ي ِ سفْهَ يرِ
َّلاوَ لَا مْ
َ
أ هُلَ يدَهْيُ سَظُىْ َُ فَ هِ ِمّ
ُ
أ ذِ ِْ بَ
مَىْ ًَ هِبِ ءَاجَ َّلاإِ ائً ِْ شَ هُىْمِ دٌحَ
َ
أ رُخُ
ْ
ؤ ًَ لَا هِدِ َُ بِ
ا هُلَ ارًيعِبَ نَاكَ نْإِ هِخِبَقَزَ ىلَعَ هُلُمِحْ ًَ تِمَا َُ قِلْ
عَفَزَ َّمثُ سُعَ ُْ جَ ةًاشَ وْ
َ
أ زٌاىَخُ اهَلَ ةًسَقَبَ وْ
َ
أ ءٌاغَزُ
ذُغْ َّلبَ لْهَ َّمهُ َّللا هِ ُْ طَبْإِ ةَسَفْعُ اىَ ًْ
َ
أزَ ى َّتحَ هِدِ َُ بِ
اثًلَاثَ ذُغْ َّلبَ لْهَ َّمهُ َّللا
Abu Humaid al-Sâ‟idiy berkata,
“Nabi SAW mengutus seorang laki-
laki, yakni Ibn al-Lutbiyyah, untuk
memungut zakat di kabilah Asad,
isaat sampai di hadapan
Rasulullah saw ia berkata: “Ini
untuk kalian dan ini untukku
sebagai hadiah”. Mendengar hal
itu Nabi saw bersabda: “Mengapa
ia tidak duduk saja di rumah bapak
atau rumah ibunya, maka ia dapat
melihat apakah ia akan diberi
hadiah atau tidak, demi Allah yang
jiwaku di tangan-Nya: tidak
seorangpun di antara kalian yang
mengambil sesuatu (tanpa alasan
yang benar) kecuali pada hari
kiamat ia akan menggendong unta
yang meringkik, sapi yang
melenguh, atau kambing yang
mengembek”. kemudian Nabi SAW
mengangkat kedua tangannya
sehingga kami melihat ketiaknya,
seraya berdoa,”Ya Allah bukankah
aku sudah menyempaikan kepada
meraka”, sampai tiga kali.
Pada hadits di atas nabi
saw sangat melarang pejabat amil
zakat mengambil hadiah dari zakat
yang dipungutnya. Semua itu
sebab kalaulah dia bukan berstatus
sebagai pejabat pemungut zakat
tentunya tidak mungkin diberi
hadiah. Jadi, ia mendapat
hadiah semata-mata sebab
kedudukannya sebagai pejabat.
Oleh sebab itu, di dalam Islam
para pejabat dilarang menerima
hadiah atau parcel kecuali dari
orang yang isaat dia bukan
menjadi pejabat sudah sering
memberi hadiah. Semua itu tidak
lain dalam rangka mengantisipasi
terbukanya pintu-pintu riyswah.
Ibnu Qudamah dalam al Mughni28
menjelaskan permasalahan ini
dalam pembahasan,
(هتيلاو لبق هيلإ يدهي نكي مل نم ةيده لبقي لاو/ dan
tidak menerima hadiah(bagi
pejabat)kecuali dari orang yang
terbiasa memberi hadiah sebelum
dia menduduki jabatannya).
Argumen beliau berikut ini sangat
logis dan bijak.
بلاغلا يف اهب دطقً تًدهلا نلأ كلذو
هبشدف مكحلا يف هب ينخعُل هبلق تلامخطا
ةىشسلا
“Larangan memberi hadiyah
kepada pejabat ini sebab
hadiah secara umum bertujuan
agar yang diberi hadiah hatinya
condong sehingga diperhatikan
isaat terjadi masalah hukum. Dari
situlah hadiah pejabat mirip
dengan risywah”
Disebabkan urgennya
masalah ini, maka Imam al Bukhari
dalam shahihnya membuat satu bab
khusus yaitu:29
.تٍ َّلعِلِتَ ًَّ دِهَلْلِابَقْ َُ مْلَىْمَباب
ِهلللِاىطُرَنِمَزَيفِتُ ًَّ دِهَلْاخِهَاكَصٍِصِعَلْادِبْعَىُبْسُمَعُلَاقَوَ
.ةىَشْسِمَىْ َُ لْاوَتً ًَّ دِهَملطىهيلعهللاىلض
“Bab Tidak Menerima Hadiah
sebab Sebab Tertentu. Berkata
Umar bin Abdul Aziz; “Hadiah di
zaman Rosulullah SAW yaitu
hadiah, namun pada masa ini
(sekarang) hadiah tidak sama
halnya dengan risywah.”
Jadi, secara mendasar
perbedaan antara hadiah dan
risywahdapat ditinjau dari dua sisi
dibawah ini:
1. Ditinjau dari segi hukum syariat.
Dari segi hokum Islam
hadiah sangat dianjurkan sebab
pemberian hadiah merupakan
sarana mempererat tali ukhuwah
sesamamuslim. Adapun risywah
maka hukum asalnya yaitu
haram kecuali dengan syarat
yang disebutkan di atas.
2. Ditinjau dari tujuan/maksud.
Hadiah bertujuan untuk
beribadah ikhlas kepada Allah
SWT semata dan mempererat
ukhuwah. Adapun risywah
tujuannya bukan sebab Allah
SWT melainkan ada udang di
balik batu dari pemberian
ini seperti membatalkan
yang haq, merealisasikan
kezhaliman, mencari keuntungan
pribadi atau kelompok dan lain-
lain.
Dari paparan di atas sangat
jelas sekali perbedaan antara
hadiah dan risywah di dalam
hukum Islam.
1. Risywah secara bahasa bermakna
“seutas tali/kabel ” dan secara
istilah yaitu „Apa-apa yang
diberikan(baik uang maupun
hadiah) untuk mendapat suatu
manfaat atau segala pemberian
yang bertujuan untuk
mengukuhkan sesuatu yang batil
dan membatilkan suatu yang haq.
2. Risywah dalam pandangan hukum
Islam yaitu haram berdasarkan
dalil al Qur‟an ,as Sunnah dan
Ijma‟ ulama.
3. Macam –macam risywah diantara
yang disebut ulama ada 4 yaitu
a. Risywah yang haram atas
orang yang mengambil dan
yang memberi nya, yaitu
risywah untuk mendapat
keuntungan dalam peradilan
dan pemerintahan.
b. Risywah terhadap hakim agar
dia memutuskan perkara,
sekalipun keputusannya benar,
sebab dia mesti melakukan hal
itu.(haram bagi yang memberi
dan menerima)
c. Risywah untuk meluruskan
suatu perkara dengan meminta
penguasa menolak kemudaratan
dan mengambil manfaat.
d. Risywah untuk menolak
ancaman atas diri atau harta,
boleh bagi yang memberi
dan haram bagi orang yang
mengambil. Hal ini boleh
dilakukan sebab menolak
kemudaratan dari orang muslim
yaitu wajib, namun tidak
boleh mengambil harta untuk
melakukan yang wajib.
4. Faktor-faktor pendorong risywah
yaitu :
a. Dha‟ful iman/lemahnya iman
b.„Adamu al muraqabatillah/tidak
merasa diawasi oleh Allah.
c. Tamak dan Serakah
d. Malas berusaha.
e. Hilangnya sifat jujur dan amanat
pada diri seseorang.
f. Tipisnya kepedulian sosial
terhadap sesama Muslim.
g. Lemahnya penegakan hukum di
masyakat.
5. Risywah hukum asalnya yaitu
haram.namun dalam kondisi
tertentu di bolehkan dengan syarat
sebagai berikut:
a. Dharurat dengan syarat-syarat
yang telah disebutkan dalam
pembahasan.
b. Untuk mengambil kewajiban
dan hak yang hilang saat
didzalimi.
c. Tidak berlebihan dan menjadi
kebiasaan.
d. Untuk mendapat maslahah
rojihah/riil bukan dzoniyyah/
perkiraan.
e. Tidak menghalalkan hal
ini , namun mengingkarinya
dan senatiasa beristighfar dan
berdoa kepada Allah sebab
pada dasarnya cara itu haram.
6. Dampak negatif risywah sangatlah
dahsyat bukan sekedar pada tingkat
individu namun pada warga
bahkan negara.
7. Ada dua solusi utama yang bisa
dilakukan untuk mengatasi
risywah. Yang pertama berkaitan
dengan penjagaan (al wiqayah)
seperti memulai dari diri sendiri,
memberi penyuluhan/dakwah
tentang bahaya risywah dll. Dan
yang kedua berkaitan dengan
pengobatanseperti penegakkan
hukum, pembekuan aset, PHK dan
lain-lain.
8. Secara mendasar perbedaan antara
hadiah dan risywah ada dua sisi.
Dari sisi hukumIslam yang
mengharamkan risywah dan
menghalalkan hadiah. Dan dari sisi
tujuan dari risywah dan hadiah.
Hadiah pemberian dengan tujuan
ikhlas sebab Allah sedangkan
risywah pemberian dengan maksud
tertentu yang tidak dibenarkan
dalam Islam.