Jumat, 03 Januari 2025

suap menyuap menurut islam

  

 

 


Risywah atau suap-menyuap merupakan salah penyakit kronis yang hari ini merebak di 

warga  kita. Bukan hanya kelas pejabat tinggi yang melakukan risywah, warga  biasa pun 

seringkali terjebak dalam kasus suap-menyuap. Seringkali mereka berdalih dengan hadiah, 

parcel, gratifikasi atau semacamnya untuk menghalalkan risywah. Faktor yang 

melatarbelakangi tindakan risywah sangatlah beragam mulai dari memperoleh kepentingan 

pribadi hingga kelompok.Padahal, negeri ini yaitu  negeri yang mayoritas penduduknya 

muslim. Di dalam Islam sendiri risywah merupakan perbuatan haram sebagaimana 

disebutkan di dalam Al-Qur‟an, Hadits, dan Ijma‟. Pada asalnya hukum risywah yaitu  

haram, namun dalam kondisi darurat risywah dibolehkan dengan syarat-syarat yang sangat 

ketat. Dengan menggunakan metode tafsir maudhui atau tafsir tematik tulisan ini fokus 

membahas hakikat risywah sehingga seseorang bisa membedakan antara risywah dan hadiah 

yang banyak orang tidak memahaminya. 


Riswah merupakan kejahatan 

publik (jarimatul „aamah) yang telah 

membudaya dan biasa di negeri kita. 

Membudaya sebab  menjadi suatu hal 

yang biasa di banyak lini kehidupan 

warga  dari kelas pejabat sampai kelas 

warga . Selain itu risywah dianggap lumrah 

sebab banyak orang yang 

melakukukannya. 

Saat ini banyak orang yang tidak 

peduli melakukan risywah dalam transaksi, 

pekerjaan bahkan dalam hukum demi 

kepentingan pribadi atau kelompok. 

Mereka berasumsi hal ini  sah-sah saja 

bahkan dianggap sebagai rezeki yang halal 

untuk dinikmati. Mafia di negeri inibisa 

kebal hukum sebab  uang suap yang 

menyumpal mulut para hakim yang doyan 

memakan harta haram. Bahkan, budaya 

KKN di negeri ini menjadi subur sebab  

 

ditopang dengan budaya suap-menyuap/ 

risywah yang telah mengakar kuat. 

Media massa baik cetak maupun 

elektronik telah banyak memberitakan para 

koruptor yang main suap. Bukan hanya 

kaum laki-laki, kaum wanitapun tidak 

ketinggalan melakukan suap-menyuap 

demi perampokan harta warga  secara 

terselubung. Fenomena risywah di negeri 

kita ibarat gunung salju ditengah lautan. 

Dari atas permukaan laut terlihat seperti 

gundukan kecil, namun di balik air ada 

bongkahan besar yang menghambat setiap 

kapal yang berlayar melewatinya. Maka 

dari itu jangan heran kalau sistem birokrasi 

di negeri ini carut-marut bagaikan benang 

kusut. Faktor terbesar yang menyebabkab 

hal ini  yaitu  budaya risywah dalam 

birokrasi yang seringkali didalangi oleh 

para oknum saja. 

 Disi lain, risywah seringkali 

dipahami sebagai hadiah atas wujud 

apresiasi kedekatan dan kecintaan yang 

obyektif. Namun, seringkali orang 

melakukan risywah dengan dalih 

memberi  hadiah. Bahkan, hari ini 

marak dengan hadiah kepada pegawai, 

khususnya pegawai pemerintah, atau 

gratifikasi. Pemberian hadiah ini meliputi 

pemberian uang, barang rabat (diskon), 

komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket 

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan 

wisata, pengobatan cuma-cuma, dan 

fasilitas lainnya. Dalam dunia pendidikan 

fenomena risywahbisa terjadi antara dosen 

dengan mahasiswa terutama berkaitan 

dengan perolehan nilai dan kelulusan. 

Jadi, seringkaliorang tidak faham 

dan tidak bisa membedakan antara risywah 

dengan hadiah. Memang inilah salah satu 

tipu daya setan yang sangat jitu. Mereka 

mengubah nama sesuatu yang haram 

dengan nama yang terkesan indah seperti 

risywah diganti hadiah atau parcel, riba 

diganti dengan bunga, penzina diganti 

dengan Pekerja Seks Komersial dan lain-

lain. Akhirnya, budaya risywah merebak 

sebab  pelakunya berdalih memberi  

hadiah. Oleh sebab  itu, hendaknyaberhati 

hati (wara‟) dalam menerima hadiah 

terutama bagi para hakim, pejabat atau 

siapa saja yang memiliki kebijakan dalam 

sebuah instansi atau lembaga. 

Dalam menyusun tulisan ini penulis 

menggunakan metodologi tafsir maudhu‟i. 

Metodologi ini sering juga dikenal dengan 

metodologi tafsir tematik. Deskripsi dari 

metodologi ini  yaitu peneliti memulai 

analisis permasalahannya dengan 

mengumpulkan ayat-ayat al Qur‟an yang 

representatif mengenai tema tertentu 

dengan harapan mendapat  sudut 

pandang yang utuh mengenai 

permasalahan yang diteliti.   Kemudian 

didukung pula dengan asbabun nuzul ayat 

serta berbagai macam argumen dari hadits 

yang pada akhirnya mengerucut pada 

jawaban dari rumusan masalah yang 

ditanyakan. Pada dasarnya metode ini 

termasuk dalam tafsir bil ma‟tsur. 

Abdul Hay al-Farmawi dalam 

bukunya buku al-Bidayah fi al-Tafsir al-

Mawdhu'i1  mengemukakan secara terinci 

langkah-langkah yang hendaknya 

ditempuh untuk menerapkan metodetafsir 

                                                          

maudhu'i ini. Langkah-langkah ini  

sebab : 

a.  Menetapkan masalah yang akan dibahas 

(topik). 

b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan 

dengan masalah ini . 

c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan 

masa turunnya, disertai pengetahuan 

tentang asbab nuzulnya. 

d. Memahami korelasi ayat-ayat ini  

dalam surahnya masing-masing. 

e. Menyusun pembahasan dalam kerangka 

yang sempurna (outline). 

f. Melengkapi pembahasan dengan hadis-

hadis yang relevan dengan pokok 

bahasan. 

g. Mempelajari ayat-ayat ini  secara 

keseluruhan dengan jalan menghimpun 

ayat-ayatnya yang mempunyai 

pengertian yang sama, atau 

mengkompromikan antara yang 'am 

(umum) dan yang khash (khusus), 

mutlak dan muqayyad (terikat), atau 

yang pada lahirnya bertentangan, 

sehingga kesemuanya bertemu dalam 

satu muara, tanpa perbedaan atau 

pemaksaan. 

  

1. Definisi Risywah 

Risywah yaitu  istilah 

syar‟i yang dikenal di dalam 

syariat. Para ulama telah 

mendefinisikan risywah baik secara 

etimologi maupun terminologi. 

Secara rinci definisi risywah yaitu  

sebagai berikut:  

 

a. Definisi risywah  secara bahasa 

(etimologi) 

Suap-menyuap dalam 

bahasa Arab disebut dengan 

risywah. Sedangkan risywah dalam 

bahasa Arab berasal dari kata kerja/ 

fi‟il ( ) dan masdhar (kata 

jadian) dari kata kerja ini  

yaitu  ( ). Di 

dalam Lisan al „Arab Ibnu 

Mandzur2   menyebutkan perkataan 

Abul „Abbas berkaitan dengan asal 

kata risywah. 

 َّدم اذإ خُسْفَلا اشزَ نم ةذىخ

ْ

ؤم ةُىَشْ ُّسلا

ه َّقزُتَل ه ِمّ

ُ

أ ىلإ هطَ

ْ

أز 

“Kata Rusywah / Risywah diambil 

dari konteks anak burung yang    

menjulurkan kepalanya ke dalam 

mulut induknya seraya  meminta 

makanan yang berada di paruh  

induknya untuk disuapkan.” 

Adapun di dalam Mu‟jam  

al Wasith disebutkan bahwa 

kalimat risywah berasal dari kata  

3 yang bermakna : 

 اهىحهو ىلدلا لبح وأ لبحلا 

“Seutas tali atau tali ember dan 

semacamnya”  

  

                                                          

b. Definisi Risywah secara istilah 

(terminologi) 

Di dalam al Mu‟jam al 

Wasith disebutkan bahwa  makna 

risywah yaitu : 

 وأ لطاب قاقحلإ ىطعٌ ام وأ تحلطم ءاضقل ىطعٌ ام

قح لاطبإ4. 

“Apa saja yang diberikan (baik 

uang maupun hadiah) untuk 

mendapat  suatu manfaat atau 

segala pemberian yang bertujuan 

untuk mengukuhkan sesuatu yang 

batil dan membatilkan suatu yang 

haq” 

Ibnu Hajar al „Asqalani di 

dalam kitabnya Fath al Baari telah 

menukil perkataan Ibnu al „Arabi 

isaat  menjelaskan tentang makna 

risywah5sebagai berikut: 

 هاج يذ نم هب عاخبُل عفد لام لك ةىشسلا

لحً لا ام ىلع اهىع 

“Risywah atau suap-menyuap yaitu 

suatu harta yang diberikan untuk 

membeli kehormatan/kekuasaan 

bagi yang memilikinya guna 

menolong/melegalkan sesuatu yang 

sebenarnya tidak halal.”  

Menurut Abdullah Ibn 

Abdul Muhsin  risywah ialah 

sesuatu yang diberikan kepada 

hakim atau orang yang mempunyai 

wewenang memutuskan  sesuatu 

supaya orang yang memberi 

mendapat  kepastian hukum atau 

                                                      

mendapat  keinginannya6. 

Risywah juga dipahami oleh ulama 

sebagai pemberian sesuatu yang 

menjadi alat bujukan untuk 

mencapai tujuan tertentu7. 

Adapun menurut MUI suap 

(risywah) yaitu  pemberian yang 

diberikan oleh seorang kepada 

orang lain (pejabat) dengan maksud 

meluluskan suatu perbuatan yang 

batil (tidak benar menurut syariah) 

atau membatilkan perbuatan yang  

hak. 

Jadi, dari berbagai definisi 

diatas dapat kita simpulkan tentang 

definisi risywah secara 

terminologis yaitu: Suatu 

pemberian baik berupa harta 

maupun benda lainnya  kepada 

pemilik jabatan atau pemegang 

kebijakan/kekuasaan guna 

menghalalkan (atau melancarkan) 

yang batil dan membatilkan yang 

hak atau mendapat  manfaat 

dari jalan yang tidak ilegal. 

c. Korelasi makna risywah secara 

etimologi dan terminologi. 

Jika kita telaah lebih dalam 

tentang makna risywah secara 

bahasa dan istilah, maka kita dapati 

korelasi antara kedua makna 

ini . Pada dasarnya asal 

                                                          

pemakaian  kata yaitu  sesuai 

dengan makna bahasa kemudian 

berkembang dalam kehidupan 

keseharian. Secara bahasa asal kata 

risywah yang pertama yaitu ;  

 ىلإ هطأز دم اذإ )خسفلا اشز(هقزتل همأ 

 “Aanak burung yang 

menjulurkan kepalanya ke dalam 

paruh induknya seraya  meminta 

agar makanan yang berada dalam 

paruh induknya disuapkan 

untuknya. ‟ 

Hal ini merupakan 

gambaran nyata bagi orang yang 

menerima suap. Ia ibarat seekor 

anak burung  yang kecil dan lemah 

serta tidak mampu mencari sesuap 

makanan sendiri kecuali harus 

disuapi oleh induknya. Seandainya 

orang yang melakukan suap tahu 

bahwa apa yang dikeluarkan dari 

paruh ini  ibarat muntahan 

tentunya dia akan merasa jijik. Jadi, 

adakah yang lebih lemah jiwanya 

dari seseorang yang menerima suap 

berupamuntahan dari kantong 

saudaranya yang sebenarnya tidak 

halal baginya? 

 Adapun makna risywah 

yang berasal dari kata 

 هب جسخخظِل ىلدلا لبح ىه يرلا )ءاشسلا(

قُمعلا رئبلا نم ءالما 

“Yaitu tali timba yang digunakan 

untuk mengambil air dari dalam 

sumur yang dalam.” 

Hal ini  ibarat  

seorang yang menyuap untuk 

mencapai tujuannya. Ia rela 

menjulurkan berbagai cara untuk 

mencapai tujuannya seperti seorang 

yang menjulurkan tali timba untuk 

memperoleh air dalam sumur. 

 

2. Pandangan Al Qur’an  

Tentang  Risywah 

Risywah merupakan 

kejahatan yang dilarang dalam 

Islam begitu juga tindakan tercela 

dalam kehidupan manusia. 

Dikatakan kejahatan sebab  

memang di dalam prakteknya sarat 

dengan manipulasi dan kezhaliman 

terhadap  sesama. Di dalam al 

Qur‟an terdapat empat ayat yang 

berkaitan langsung dengan risywah. 

Rincian dari ayat ini  yaitu satu 

ayat terdapat di surat Al-Baqarah 

dan tiga ayat terdapat di surat Al-

Maidah. Berikut ini yaitu  ayat-

ayat tentang risywah beserta 

penjelasannya. 

a. Surat al Baqarah ayat ke-188. 


 “Janganlah sebagian kalian 

memakan harta sebahagian yang 

lain di antara kalian dengan jalan 

yang batil dan janganlah kalian 

membawa urusan harta itu kepada 

hakim, supaya kalian dapat 

memakan sebahagian daripada 

harta benda orang lain itu dengan 

(jalan berbuat) dosa, Padahal 

kalian mengetahui.” (QS. Al 

Baqarah: 188) 


Imam Ibnu Jarir ath 

Thabari8 begitu juga imam Ibnu 

Katsir9 dalam kitab mereka 

menjelaskan asbabun nuzul ayat 

ini  yaitu: 

،تى ِ

ِّ بَهيفهيلعظِلو،لامهيلعوىكُلجسلاُفاره

لاهؤفسع ىَهو،ماكحلاىلإمضاخ ىٍلالمادحجُف

.مٍاسحلكآمثآهنؤملع ىَهو،هُلعقح 

“Ayat yang mulia ini turun pada 

seorang laki-laki yang memiliki 

harta dan bersengketa dalam 

masalah harta ini  dengan 

orang lain sedangkan dia tidak 

memiliki bukti yang otentik bahwa 

harta ini  yaitu  miliknya. 

Maka pihak lawannya meng-

ingkarinya dan pada akhirnya ia 

membawa persengketaan ini  

kepada para hakim dan diapun 

mengetahui bahwa kebenaran 

bersamanya dan dia juga faham 

bahwa (pihak lawannya) berdosa 

lantara memakan harta yang 

haram.” 

Adapun Imam al Qurtubi, 

ia menyebutkan sebab turunnya 

ayat ini bahwa „Abdan  Ibnu 

Asywa‟  al Hadrami dan Imru Qais 

terlibat dalam suatu sengketa tanah 

yang masing-masing tidak dapat 

memberi  bukti, maka 

Rosululloh saw menyuruh Imru 

Qais yang saat itu sebagai terdakwa 

                                                         

yang ingkar untuk bersumpah. 

isaat  Imru Qais hendak 

melaksanakan sumpahnya maka 

turunlah ayat yang mulia ini10. 

Imam asy Syaukani dalam 

Fath al Qadir11 menjelaskan:  

“Ayat ini bersifat umum untuk 

seluruh umat, begitu juga berlaku 

larangan memakan yang haram 

dari semua jenis harta. Tidaklah 

dikecualikan dari larangan di atas 

selain yang dikhususkan oleh dalil 

tentang bolehnya memakan harta 

ini . Jika ada dalil yang 

menafikan larangan, maka dia 

tidak termasuk megambil dengan 

cara yang batil akan tetapi dengan 

cara yang hak. Ia memakan harta 

ini  dengan cara yang halal 

bukan yang haram kendati 

pemiliknya tidak rela seperti dalam 

kasus pengadilan pelunasan hutang 

isaat  sang pengutang tidak mau 

membayarnya kemudian dipaksa 

membayarnya. Begitu juga 

penyerahan harta wajib zakat  dan 

nafkah seseorang yang diwajibkan 

secara syar‟i. Pada intinya, harta 

yang diharamkan oleh syariah 

untuk diambil dari pemiliknya 

maka hal ini  termasuk 

memakan harta dengan cara yang 

batil walaupun pemiliknya rela.” 

Menurut Imam al Qurtubi 

ayat ini   menjelaskan bahwa 

                                                          

Allah swt melarang makan harta 

orang lain dengan jalan yang batil. 

Termasuk  di dalam larangan ini 

yaitu  larangan makan hasil judi, 

tipuan, rampasan, dan paksaan 

untuk mengambil hak orang lain 

yang tidak atas kerelaan 

pemiliknya, atau yang di haramkan 

oleh syariat meskipun atas kerelaan 

pemiliknya, seperti pemberian/ 

imbalan dalam perbuatan zina, atau 

perbuatan zhalim, hasil 

tenung,harga minuman yang 

memabukkan (MIRAS), harga 

penjualan babi dan lain-lain.12 

Menurut imam al Maraghi 

bahwa larangan Allah dalam ayat 

ini (janganlah kamu makan harta 

diantara kamu) maksudnya yaitu  

janganlah  sebagian dari kalian 

memakan harta sebagian yang 

lainnya.Menghormati harta orang 

lain selainmu berarti menghormati 

dan menjaga haratamu. Sama 

halnya dengan merusak harta orang 

lain yaitu  sebagai tindak pidana 

terhadap warga  (umat) yang 

mana engkau yaitu  salah satu dari 

anggota warga  itu. Selain itu 

banyak hal yang dilarang dalam 

ayat ini seperti  memakan riba 

sebab  riba yaitu  memakan harta 

orang lain tanpa imbalan dari 

pemilik harta  yang 

memberi nya. Termasuk yang 

juga dilarang yaitu  harta yang 

                                                          

diberikan kepada hakim(pejabat) 

sebagai suap dan lain-lain.13 

b. Surat al Maidah ayat ke-42. 

“Mereka itu yaitu  orang-orang 

yang suka mendengar berita 

bohong, banyak memakan yang 

haram. Jika mereka (orang Yahudi) 

datang kepadamu (untuk meminta 

putusan), Maka putuskanlah 

(perkara itu) diantara mereka, atau 

berpalinglah dari mereka; jika 

kamu berpaling dari mereka maka 

mereka tidak akan memberi 

mudharat kepadamu sedikitpun. 

Jika kamu memutuskan perkara 

mereka, Maka putuskanlah 

(perkara itu) diantara mereka 

dengan adil, Sesungguhnya Allah 

menyukai orang-orang yang adil. 

(QS. al Maidah: 42) 

Imam ath Thabari dalam 

tafsirnya14 menyebutkan riwayat 

dari Qotadah berkaitan dengan 

asbabun nuzul ayat ini, yaitu:  

اهىعمظٌاىهاك،مكًدًؤىِبدِىهيلاماكّحُفارهناك

ى َ ش ُّسلاهىلبق ىٍبركل 

                                                          

“Bahwasanya ayat ini turu) 

berkaitan dengan para hakim kaum 

Yahudi yang senantiasa 

mendengarkan kedustaan serta 

menerima uang suap.”  

Dalam menafsirkan ayat 

ini Imam ath Thabari berkata, 

”Allah SWT berkata dalam ayat ini 

seraya menjelaskan bahwa yang 

demikian itu yaitu  sifat-sifat 

orang Yahudi yang Aku (Allah swt) 

sifatkan padamu wahai Muhammad 

saw. Sifat mereka senantiasa 

banyak mendengar perkataan batil 

dan dusta. Di antara mereka saling 

berkata, “Muhammad saw seorang 

pendusta dan bukanlah seorang 

nabi. Diantara mereka ada yang 

berkata seraya berdusta, 

“Sesungguhnya hukum pezina yang 

telah menikah (muhsan)  di dalam 

Taurat yaitu  dicambuk dan 

tahmim (bukan dirajam), dan 

selainnya dari kedustaan dan 

mereka menerima risywah dari hal 

ini .” 

Secara detail Imam ath 

Thabari menjelaskan ada sekitar 14 

riwayat yang salah satunya dari 

imam Mujahid isaat  menjelaskan 

makna ayat ( ) dalam 

ayat ini . Tidak lain makna dari 

ayat ini  yaitu  risywah. 

Selain itu, Imam Ibnu 

Katsir15 dalam tafsirnya berkata; 

 

                                                          

15  Al misbah fi Tafsir , hlm 379. 

“Banyak memakan harta 

“suht”maksudnya yaitu  harta 

yang haram yaitu risywah” 

Imam al Qurtubi 

menyebutkan ada 2 alasan mengapa 

harta haram seperti risywah disebut 

dengan “Suht” 

1. وَاهبهرًُؤجاعاطلاخحسِهنلأاخحسماسحللاالماُمطو

اهلضؤخط  

dinamakan harta haram “Suht” 

sebab  menghilangkan dan 

menghancur ketaatan.  

2. .ناظوالإةءوسمخحسِهنلأاخحسماسحلاُمط 

dinamakan harta haram “Suht” 

sebab  menghilangkan 

kehormatan. 

Dari dua alasan ini  

alasan pertamalah yang cenderung 

dipilih Imam Qurthubi sebab  

dengan hilangnya agama, maka 

hilang pula kehormatan seseorang. 

Setelah menyebutkan alasan itu 

beliau menukil hadits  dan atsar 

tentang  risywah16 berikut ini. 

 :اىلاقهبىلوأزاىلافخحسلابدبىمحللك

 :لاق؟ذحسلاامىهلللاىطزاً

 .)مكحلاُفةىشسلا(

 :لاقهنأاضًأدىعظمىباىعو

ًدههيلإًدهيفتجاحهُخلألجسلاُضقُهؤخحسلا

.اهلبقُفة 

“Setiap daging yang tumbuh dari 

harta “suht” maka api neraka lebih 

layak baginya. Para sahabat 

bertanya; Wahai Rosululloh SAW 

                                                          

  

apakah yang dimaksud dengan 

“suht”? Rosululloh saw menjawab, 

“Suht” yaitu suap menyuap dalam 

perkara hukum. Ibnu Mas‟ud 

raodhiyallahu anhu berkata bahwa 

yang dimaksud dengan „suht‟ yaitu 

seseorang memutuskan suatu 

perkara bagi saudaranya kemudian 

memberinya hadiah dan 

diterimalah hadiah ini . 

c. Surat al Maidah ayat ke-62 

dan ayat ke-63. 

“Engkau akan melihat kebanyakan 

dari mereka (orang-orang Yahudi) 

bersegera membuat dosa, 

permusuhan dan memakan yang 

haram. Sesungguhnya amat buruk 

apa yang mereka telah kerjakan 

itu. Mengapa orang-orang alim 

mereka, pendeta-pendeta mereka 

tidak melarang mereka 

mengucapkan Perkataan bohong 

dan memakan yang haram? 

Sesungguhnya amat buruk apa 

yang telah mereka kerjakan itu. 

(QS. al Maidah: 62-63) 

Sejauh penelusuran 

penulis di banyak kitab tafsir, 

secara eksplisit (mantuq) para 

mufasir tidak menyebutkan sebab 

turunnya ayat yang mulia ini. 

Namun demikian, secara implisit 

(mafhum) mereka menyebutkan 

bahwa ayat ini  turun kepada 

kaum Yahudi yang terbiasa berbuat 

risywah dalam kehidupan mereka. 

Imam Ibnu Katsir menukil 

riwayat dari Ibnu Abbas 

radhiyallahu anhuma  dalam 

menafsirkan ayat ini bahwa beliau 

berkata,“Tidak ada di dalam al 

Qur‟an suatu ayat yang lebih 

dahsyat mencela kaum Yahudi 

selain ayat ini .” 

Ibnu Jarir   menjelaskan 

dalam tafsirnya bahwa orang-orang 

Yahudiyang disifatkan Allah di 

dalam ayat ini yaitu kebanyakan 

mereka saling berlomba-lomba 

dalam bermaksiat kepada Allah dan 

menyelisihi perintahnya. Begitu 

juga melanggar batasan-batasan 

Allah dalam permasalahan halal 

dan haram seperti dalam memakan 

„suht‟ itulah harta yang mereka 

ambil dari manusia atas persoalan 

hukum yang bertentangan dengan 

hokum Allah.” 

Dari uraian pendapat para 

mufasirin diatas maka dapat kita 

Tarik kesimpulan bahwa Allah 

mengharamkan risywah sebab  

perbuatan ini  merupakan 

kebiasaan orang-orang Yahudi 

yang gemar menzhalimi 

saudaranya. Di dalam surat al 

Baqarah ayat ke-188 Allah 

melarang memakan harta dengan 

cara batil atau haram apapun 

caranya. Namun, di ayat ini   

terdapat qarinah (bukti yang 

menguatkan) bahwa yang 

dimaksudkan yaitu  risywah. 

 

Larangan ini  diperkuat dengan   

ayat ke-42, 63, dan63 dari surat al 

Maidah yang merupakan celaan 

yang amat buruk bagi orang-orang 

Yahudi sebab  melakukan risywah.  

Dari data ini  maka 

jelas sekali pandangan al Qur‟an 

bahwa risywah merupakan 

kejahatan publik yang diharamkan 

oleh Allah dan merupakan 

kebiasaan orang-orang kafir dari 

kalangan Yahudi. 

3. Pandangan Hadits Tentang  

Risywah 

Banyak sekali hadits-hadits 

yang menjelaskan tentang 

keharaman risywah. Imam at 

Tirmidzi meriwayatkan dalam 

Sunannya17. 

 نَعَلَ : لَاقَ ةَسَ ٍْسَهُ يبِ

َ

أ نْعَ ى َّلضَ اِلله لُىطُزَ

.مِكْحُلا يفِ يَ ِ صحَسُْلماوَ يَ ِ شا َّسلا مَ

َّلطَوَ هِ ُْ لَعَ هُ َّللا 

“ Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 

anhu berkata; Rosululloh saw  

melaknat orang yang menyuap dan 

yang menerimanya dalam masalah 

hukum.”   

Hadits ini  juga dinukil 

oleh Imam al Hakim dalam kitab 

beliau al Mustadrak dengan tanpa 

menyebutkan lafadz (مِكْحُلا يفِ)18. 

    

                                                          

 

Adapun Imam Ahmad 

dalam Musnadnya menyebutkan 

hadits yang senada dengan hadits 

diatas . Namun, setelah diteliti para 

ulama hadits derajat hadits ini  

dhaif (lemah)19. 

 نَعَلَ " :لَاقَ نَابَىْثَ نْعَ ،تَعَزْشُ يبِ

َ

أ نْعَ

 يَ ِ شاَّسلا مَ

َّلطَوَ هِ ُْ لَعَ اُلله ى َّلضَ اِلله لُىطُزَ

 ي ِ صمْ ًَ  يرِ

َّلا :ينِعْ ٌَ  " شَئِا َّسلاوَ يَ ِ صحَسُْ

ْ

لماوَ

امَهُنَ ُْ بَ. 

“Dari Abu Zur‟ah dari Tsauban 

berkata: Rosululloh saw melaknat 

orang yang menyuap dan yang 

menerima suap serta perantara 

keduanya.‟ 

Dari hadits-hadits ini  

jelas sekali bahwa Rosulullah saw 

tidak hanya melaknat orang yang 

melakukan risywah atau suap saja. 

Celaan juga dialamatkan bagi 

orang yang menerima risywah. 

Jadi, jelas sekali bahwa hokum 

risywah yaitu  haram baik bagi 

orang yang memberi   maupun 

menerimanya. 

 

4. Pandangan Ijma’ Ulama 

Tentang  Risywah. 

Banyak sekali dalil ijma‟ 

yang menyebutkan bahwa risywah 

yaitu  haram secara ijma‟.Imam  al 

Qurtubi isaat  menafsirkan surat al 

Maidah ayat 42 berkata; 

                                                          

 وؤقحلاطبإىلعةىشسلارخؤهؤفلظلاىِبفلاخلاو

ماسحخحسشىجًلاام 

“Tidak ada perbedaan hukum 

dikalangan para salaf bahwa 

melakukan risywah untuk menolak 

yang haq atau dalam perkara yang 

dilarang merupakan riyswah (suht) 

yang haram.” 

Di dalam kitab Nihayatul 

Muhtaj, Imam ar Ramli yang 

dijuluki sebagai „asy Syafi‟i ash 

shoghir/imam syaf‟i kecil 

menjelaskan akan hal ini. 

 وأ قحلا ريغب مكحُل لام هل لرب ىتمو

 نم عىخما تمسحلما ةىشسلا ىهف قحب مكح

عامجلإاب. 

“Kapan saja seseorang mencurah-

kan harta untuk berhukum dengan 

yang tidak haq atau menolak 

berhukum dengan yang haq maka 

ia telah berbuat risywah yang di 

haramkan secara ijma‟20. 

 

Hamd bin Abdurrohman al 

Junaidil dalam bukunya juga 

menjelaskan akan haramnya riswah 

secara ijma‟21. 

 ءاملع و نىعباخلا و تباحصلا عمجأ دقلو

 عبمجب ةىشسلا مبسحج ىلع تمالأ اهزىض

مهنع ثدزوو  رُفىج ىلع لدج صىطه

                                                          

20  Syamsudin Muhammad bin Abi „Abbasar 

Romli, Nihayatul Muhtaj, Dar al Fikr, 

Berut,1984, Juz 8 hlm. 255. 

21  Dr. Hamd bin Abdurrohman al Junaidil, 

Atsaru risywah fi ta‟tsuri namwi al Iqtishodi 

wa Asalib Daf ‟iha fi Dzilli Syariah Islamiah, 

al Markas al Arobi li Dirosah al Amniyyah wa 

Tadrib, Riyadh, 1982, hlm 5. 

 

  قُبطجو تىظلا و باخكلا يف ءاج ام ريظفجو

.كلذ مهنكمأ ام ةىشسلا نع داعخبالا 

“Para sahabat, tabiin begitu juga 

dengan para ulama umat telah 

bersepakat atas haramnya risywah 

dengan segala bentuknya. Banyak 

nash yang menjelaskan tentang 

implementasi dan interpretasi apa 

yang terdapat dalam al Qur‟an dan 

sunnah serta berusaha 

menjauhinya semaksimal 

mungkin.” 

Selain berbagai nukilan 

diatas Ibnu Qudamah dalam 

kitabnya al-Mughniy22 ia berkata, 

 لماعلا ةىشزو مكحلا يف ةىشسلا امؤف

فلاخ لاب ماسحف 

“Adapun suap-menyuap dalam 

masalah hukum dan pekerjaan (apa 

saja) maka hukumnya haram tanpa 

ada selisih pendapat di kalangan 

ulama. 

Imam Asy-Syaukani 

dalam Nailul Authar23 menukil 

perkataan Ibnu Ruslan tentang 

kesepakatan haramnya risywah, 

 يف لخد وٍ :ننظلا حسش يف نلاطز نبا لاق

 لماعلاو مكاحلل ةىشسلا ةىشسلا قلاطإ

 ماسح يهو ،ثاقدطلا رخأ ىلععامجلإاب 

“Ibnu Ruslan berkata dalam 

Syarhus Sunan, “Termasuk 

                                                          

kemutlaqan suap-menyuap bagi 

seorang hakim dan para pekerja 

yang mengambil shadaqah, itu 

menerangkan keharamannya sesuai 

Ijma‟. 

Imam ash-Shan‟ani dalam 

Subul as Assalam juga berkata, 

ماسح ةىشسلاو  ذهاك ءاىط عامجلإاب

 وأ تقدطلا ىلع لماعلل وأ ي ضاقلل

 اىلكؤج لاو :ىلاعح الله لاق دقو ،امهريغل

 ىلإ اهب اىلدجو لطابلاب مكىِب مكلاىمأ

 ضاىلا لاىمأ نم اًق سٍف اىلكؤخل ماكحلا

 نىملعح مخهأو مثلإاب 

“Suap-menyuap itu haram sesuai 

Ijma‟, baik bagi seorang qadhi/ 

hakim, bagi para pekerja yang 

menangani shadaqah atau 

selainnya. Sebagaimana firman 

Allah Ta‟ala, “Janganlah sebagian 

kalian memakan harta sebahagian 

yang lain di antara kalian dengan 

jalan yang bathil dan (janganlah) 

kalian membawa (urusan) harta itu 

kepada hakim, supaya kalian dapat 

memakan sebahagian daripada 

harta benda orang lain itu dengan 

(jalan berbuat) dosa, padahal 

kamu mengetahui. [QS. Al-

Baqarah: 188].” 

 

5. Macam-Macam Bentuk 

Risywah24 

Risywah memiliki banyak 

macam sebagaimana dijelaskan 

para ulama seperti Ibnu Abidin 

                                                          


 

 

isaat  mengutip kitab al-Fath, 

iamengemukakan empat macam 

bentuk risywah, yaitu: 

1. Risywah yang haram  atas orang 

yang mengambil dan yang 

memberi nya, yaitu risywah 

untuk mendapat  keuntungan 

dalam peradilan dan 

pemerintahan. 

2. Risywah terhadap hakim agar 

dia memutuskan perkara, 

sekalipun keputusannya benar, 

sebab  dia mesti melakukan hal 

itu.(haram bagi yang memberi 

dan menerima) 

3. Risywah untuk meluruskan suatu 

perkara dengan meminta 

penguasa menolak kemudaratan 

dan mengambil manfaat. 

Risywah ini haram bagi yang 

mengambilnya saja. Sebagai 

helah risywah ini dapat dianggap 

upah bagi orang yang berurusan 

dengan pemerintah. Pemberian 

ini  digunakan untuk urusan 

seseorang, lalu dibagi-bagikan. 

Hal ini halal dari dua sisi seperti 

hadiah untuk menyenangkan 

orang. Akan tetapi dari satu sisi 

haram, sebab  substansinya 

yaitu  kezhaliman. Oleh sebab  

itu haram bagi yang mengambil 

saja, yaitu sebagai hadiah untuk 

menahan kezhaliman dan 

sebagai upah dalam 

menyelesaikan perkara apabila 

disyaratkan. Namun, bila tidak 

disyaratkan, sedangkan 

seseorang yakin bahwa 

pemberian itu yaitu  hadiah 

yang diberikan kepada 

penguasa, maka menurut ulama 

 

Hanafiyah tidak apa-apa (la 

ba`sa). Kalau seseorang 

melaksanakan tugasnya tanpa 

disyaratkan, dan tidak pula 

sebab  ketamakannya, maka 

memberi  hadiah kepadanya 

yaitu  halal, namun makruh 

sebagaimana yang diriwayatkan 

dari Ibnu Mas‟ud rdh. 

4. Risywah untuk menolak 

ancaman atas diri atau harta, 

boleh bagi yang memberi  

dan haram bagi orang yang 

mengambil. Hal ini boleh 

dilakukan sebab  menolak 

kemudaratan dari orang muslim 

yaitu  wajib, namun tidak boleh 

mengambil harta untuk 

melakukan yang wajib. 

 

6. Faktor-Faktor Pendorong 

Risywah. 

Banyak sekali faktor 

pendorong terjadinya risywah 

diantaranya sebagai berikut. 

1. Dha‟ful iman/lemahnya iman. 

Risywah sangat erat 

berhubungan dengan mentalitas 

iman yang rendah. Praktek 

suapsejatinya merupakan 

refleksi dari lemahnya keimanan 

dalam diri seseorang. Tidak 

mungkin orang yang imannya 

kuat menempuh jalan risywah 

sebab  hal ini  suatu 

pelanggaran syariat yang 

akanberimplikasi pada siksa di 

akhirat. 

2. „Adamu al muraqabatillah/tidak 

merasa di awasi oleh Allah 

SWT. 

Orang yang melakukan 

risywah tidak merasa bahwa 

perbuatannya diawasi oleh Allah 

SWT.  Dia tidak merasa bahwa 

Allah SWT memiliki malaikat 

yang mencatat amal setiap 

hamba. Seandainya dia bisa 

aman dan lepas dari pengawasan 

manusia dan pengadilannya. 

Maka tidak akan mungkin lepas 

dari pengadilan dan pengawasan 

Allah. 

3. Tamak dan Serakah. 

Suap-menyuap merupakan 

gambaran keserakahan manusia. 

Sikap ini  merupakan bentuk 

ketidak qana‟ahan dengan apa 

yang ditaqdirkan oleh Allah atas 

dirinya. Seolah orang yang 

melakukan risywah tidak percaya 

bahwa Allah SWT yaitu  penentu 

segala sesuatu. Seandainya ia 

melakukan risywah namun Allah 

SWT berkehendak lain atas 

perkaranya maka hal ini  

sangatlah mudah. Disebabkan 

faktor tamak dan serakah risywah 

merajalela di warga  kita. 

4. Malas berusaha. 

Orang yang melakukan 

risywah ingin segala masalahnya 

tuntas secepat kilat apapun 

jalannya. Norma-norma hukum 

tidak lagi diindahkan untuk 

mencapai tujuannya. Banyak 

orang berfikir yang penting 

urusan selesai tanpa ditinjau 

dengan cara Islami atau tidakkah  

penyelesaian ini . Seharusnya 

seorang muslim berusaha 

kemudian baru hasilnya kita 

bertawakkal terhadap Allah swt. 

5. Hilangnya sifat jujur dan amanat 

pada diri seseorang. 

Banyaknya kasus suap-

menyuap pada warga  salah 

satunya disebabkan sebab  

hilangnya sifat jujur dan amanat 

pada diri seseorang. Jujur dan 

amanat dua sifat yang hari ini 

luntur pada para pejabat maupun 

pelayanan warga . Demi 

ambisi pribadi seseorang yang 

berbuat risywah rela 

menelanjangi sifat jujur dan 

amanat pada dirinya. 

6. Tipisnya kepedulian sosial 

terhadap sesama Muslim. 

Orang yang berbuat 

risywah tidak sadar bahwa 

dirinya  merugikan orang lain 

yang lebih berhak darinya. 

Orang yang berbuat risywah rela 

mengambil kemenangan dengan 

kedzaliman. Padahal, sesame 

muslim yaitu  saudara .haram 

baginya kehormatan dan hak-

haknya tanpa jalan yang benar. 

7. Lemahnya penegakan hukum di 

Masyakat. 

Lemahnya penegakkan 

hukum diwarga  menjadikan 

tradisi risywah mengakar kuat. 

Hukum dinegeri ini terlihat terlalu 

elastiksebab  bisa diplintir dan 

disetir oleh pihak-pihak yang 

berkepentingan. Bahkan, keadilan 

hukum hilang sebab  mulut 

penegakhukumbanyak yang 

disumpal dengan uang suap untuk 

pemandulan penegakan hukum. 

Jadi, tanpa adanya hukum yang 

kuat budaya risywah akan 

senatiasa merambah dan 

bertambah. 

 

7. Syarat-Syarat Dibolehkannya 

Risywah. 

Hukum asal dari risywah 

yaitu  haram. Di dalam kondisi 

tertentu risywah dibolehkan namun 

dengan syarat sebagai berikut. 

1. Darurat25. 

Kondisi darurat yang dimaksud 

dalam poin ini mempunyai dua 

pengertian secara khusus dan 

umum. Uraiannya yaitu  

sebagai berikut: 

a. Darurat dalam pengertian 

khusus  merupakan suatu 

kepentingan esensial yang 

jika tidak dipenuhi, dapat 

menyebabkan kesulitan yang 

dahsyat yangmembuat 

kematian. 

b.  Darurat dalam pengertian 

umum dan lebih luas merujuk 

pada suatu hal yang esensial 

untuk melindungi dan 

menjaga tujuan-tujuan dasar 

syariah. Dalam bahasa  Imam 

Syatibisesuatu itu disebut 

esensial  sebab  tanpanya, 

komunitas warga  akan 

disulitkan oleh kekacauan , 

dan dalam ketiadaan beberapa 

                                                         

diantara mereka, manusia 

akan kehilangan 

keseimbangannya serta akan 

dirampas  kebahagiaannya di 

dunia ini dan kejayaannya di 

akherat nanti. 

Jadi, dapat diamati bahwa 

perhatian utama dari definisi 

darurat menurut Imam Syatibi 

yaitu  untuk melindungi 

tujuan dasar syaria, yaitu 

menjaga agama,nyawa, 

keturunan, akal, kesehatan, 

menjaga dan melindungi 

kemulian serta kehormatan 

diri. 

Adapun darurat ini  

memiliki syarat-syarat yang 

harus di penuhi diantaranya: 

a. Darurat itu harus nyata bukan 

spekulatif atau imajinatif. 

b. Tidak ada solusi lain yang 

ditemukan untuk mengatasi 

penderitaan kecuali hal 

ini . 

c. Solusi itu (dalam hal ini 

risywah yang diambil) harus 

tidak menyalahi hak-hak 

sacral yang memicu 

pembunuhan, 

pemurtadan,perampasan harta 

atau bersenang-senang 

dengan sesama jenis kelamin. 

d. Harus ada justifikasi kuat 

untuk melakukan rukhsoh/ 

keringanan ini . 

e. Dalam pandangan para pakar, 

solusi itu harus merupakan 

satu-satunya solusi yang 

tersedia. 

2. Untuk mengambil kewajiban 

dan  hak yang hilang saat 

dizhalimi. 

3. Tidak berlebihan dan menjadi 

kebiasaan. 

4. Untuk mendapat  maslahah 

rajihah (manfaat yang riil) 

bukan dzoniyyah (perkiraan). 

5. Tidak menghalalkan hal 

ini , namun mengingkarinya 

dan senatiasa beristighfar dan 

berdoa kepada Allah  sebab  

pada dasarnya cara itu haram. 

 

8. Dampak Negatif  Risywah26 

Secara umum kejahatan 

risywah berdampak pada 3 sektor 

penting  dalam kehidupan sehari-

hari. 

1. Bagi individu. 

a. Risywah menghancurkan dan  

menyia-nyiakan potensi besar 

individu warga  dalam 

memberi  karya terbaik. 

sebab  dengan risywah orang 

yang tidak berkompeten dan 

bukan ahlinya bisa duduk 

menjadi pejabat atau atasan. 

b. Menurunkan etos kerja dan 

kualitas27 

2. Bagi warga . 

a. Risywah merusak akhlak 

warga , menciptakan 

kehidupanan social yang 

tidak harmonis . 

                                                          

b. Risywah menghalangi dana 

orang sholih kepada yang 

lebih berhak. 

3. Bagi negara. 

a. Merusak tatanan hukum yang 

telah ada. 

b. Mengacaukan sistem 

administrasi yang semula 

berjalan melalui SOP. 

c. Risywah merupakan pintu 

gerbang para investor yang 

tidak bertanggung jawab 

untuk mengeruk devisa 

negara demi kepentingan 

pribadi atau kelompok 

 

 

9. Solusi Risywah. 

Tidak dipungkiri risywah 

memang penyakit mentalitas 

rendahan yang telah menjamur di 

tengah warga . Oleh sebab  

itu,Islam sejak dulu telah melarang 

praktik-praktik risywah dalam 

kehidupan. sebab  hal ini  

sangat berbahaya oleh sebab  itu 

wajib di cari solusi untuk 

memberantasnya. Tentunya solusi 

ini  didasarkan pada konsep 

bahwa penjagaan lebih baik dari 

pada pengobatan (al wiqayatu 

khairun minal „ilaj). Diantara 

solusi yang bisa ditempuh dalam 

rangka meminimalisir risywah 

yaitu  sebagai berikut: 

a. Penjagaan. 

1. Memulai dari diri sendiri. 

Sebelum melakukan 

perubahan, hal pertama yang 

harus dirubah yaitu  diri kita 

sendiri yaitu dengan 

menegakkan nilai-nilai Islami 

dalam setiap pribadi muslim. 

Jika nilai Islami telah menancap 

pada pribadi muslim maka 

dengan mudah praktek risywah 

bisa di minimalisir dalam 

kehidupan. 

2. memberi  penyuluhan 

pada warga  akan bahaya 

risywah. 

warga  harus 

senantiasa dibina dan disadarkan 

bahwa praktek risywah yaitu  

suatu tindakan yang merugikan 

banyak pihak. Selain merupakan 

bentuk kedzaliman,ia juga 

merupakan cermin moralitas 

yang rusak dan kotor. Salah satu 

wahana dan media yang tepat 

untuk penyuluhan warga  

yaitu  dengan mengoptimalkan 

berbagai media dan komunitas 

sosial warga . 

3. Memberi suri teladan yang 

baik terutama bagi para pe-

mimpin sebab  kepemimpi-

nan akan dipertanggung-

jawabkan di dunia maupun di 

akhirat. 

Praktik risywah yang 

tercium oleh KPK yaitu  

sebagian kecil yang muncul di 

permukaan pejabat pemerintahan. 

Praktik suap menyuap dikalangan 

pejabat yang dipandang sebagai 

pemimpin warga  akan 

memberi  stimulasi praktik 

risywah di tataran bawahan. Oleh 

sebab  itu, hendaknya para 

pemimpin benar-benar 

memberi  suri teladan yang 

baik. 

 

c. Pengobatan. 

1. Penegakkan hukum 

Tanpa penegakan hukum 

praktik risywah tidak akan bisa 

di hilangkan. Jadi, dalam hal ini 

pemerintah harus benar-benar 

konsekuen dengan gerakan 

disiplin nasional terutama 

disiplin dalam administrasi. 

Terlalu banyak kita dapati 

layanan warga  yang 

seharusnya gratis menjadi sulit 

dan berbelit-belit sebab  budaya 

risywah serta tidak ada 

kedisiplinan penegakan hukum 

yang jelas. 

2. PHK 

3. Dipublikasikan kepada 

khalayak tentang 

kejahatannya. 

4. Diserahkan pada yang 

berwajib untuk diadili dan 

dihukum dengan setimpal. 

5. Pembekuan aset pribadi atau 

perusahaan yang terkait. 

6. Dipindahkerjakan di tempat 

lain bagi oknum yang 

bersangkutan. 

 

10. Perbedaan Risywah Dengan 

Hadiah. 

Hari ini banyak orang 

melakukan risywah dengan dalih 

memberi hadiah. Hampir setiap 

tahun para pejabat kebanjiran 

parcel dengan dalih memberi 

hadiah. Padahal,dalam Islam 

terdapat perbedaan antara hadiah 

dan risywah. Memang sumuanya 

berupa pemberian. Namun, hadiah 

yaitu  pemberian yang dianjurkan 

dan risywah yaitu  pemberian yang 

diharamkan. 

Sahabat mulia Abu 

Hurairah Radhiallahu anhu 

meriwayatkan hadis dari Rasulullah 

saw bahwa beliau bersabda:     

اوداهت اىباحج 

“Saling memberi hadiahlah kalian 

niscaya kalian akan saling 

mencintai”.(HR. al Bukhori ) 

Jika kita lihat konteks 

hadits diatas, maka hadiah secara 

umum disyriatkan bahkan 

dianjurkan. Namun, jika kita 

korelasikan dengan hadits di bawah 

ini, maka kita akan mendapat  

perbedaan antara hadiah yang 

murni dan hadiah yang berkedok 

risywah. 

 هُىْعَ هُ َّللا يَ ِ ضزَ ِيّدِعِا

َّظلا دٍ ُْ مَحُ يبِ

َ

أ نْعَ

 مَ َّلطَوَ هِ ُْ لَعَ هُ َّللا ى َّلضَ ُّيبِ َّىلا لَمَعْخَطْا لَاقَ

 

َ

اْلأ نْمِ لًاجُزَللْا نُبْا هُلَ لُاقَ ًُ  دِشْ تِ َُّ بِخْ ىلَعَ

 ارَهَوَ مْكُلَ ارَهَ لَاقَ مَدِقَ ا َّملَفَ تِقَدَ َّطلا

 وْ

َ

أ هُِبِ

َ

أ ذِ ِْ بَ يفِ عَلَجَ َّلاهَفَ لَاقَ يلِ يَدِهْ

ُ

أ

 ي ِ سفْهَ يرِ

َّلاوَ لَا مْ

َ

أ هُلَ يدَهْيُ سَظُىْ َُ فَ هِ ِمّ

ُ

أ ذِ ِْ بَ

 مَىْ ًَ  هِبِ ءَاجَ َّلاإِ ائً ِْ شَ هُىْمِ دٌحَ

َ

أ رُخُ

ْ

ؤ ًَ  لَا هِدِ َُ بِ

ا هُلَ ارًيعِبَ نَاكَ نْإِ هِخِبَقَزَ ىلَعَ هُلُمِحْ ًَ  تِمَا َُ قِلْ

 عَفَزَ َّمثُ سُعَ ُْ جَ ةًاشَ وْ

َ

أ زٌاىَخُ اهَلَ ةًسَقَبَ وْ

َ

أ ءٌاغَزُ

 ذُغْ َّلبَ لْهَ َّمهُ َّللا هِ ُْ طَبْإِ ةَسَفْعُ اىَ ًْ

َ

أزَ ى َّتحَ هِدِ َُ بِ

اثًلَاثَ ذُغْ َّلبَ لْهَ َّمهُ َّللا 

Abu Humaid al-Sâ‟idiy berkata, 

“Nabi SAW mengutus seorang laki-

laki, yakni Ibn al-Lutbiyyah, untuk 

memungut zakat di kabilah Asad, 

 

isaat  sampai di hadapan 

Rasulullah saw ia berkata: “Ini 

untuk kalian dan ini untukku 

sebagai hadiah”. Mendengar hal 

itu Nabi saw bersabda: “Mengapa 

ia tidak duduk saja di rumah bapak 

atau rumah ibunya, maka ia dapat 

melihat apakah ia akan diberi 

hadiah atau tidak, demi Allah yang 

jiwaku di tangan-Nya: tidak 

seorangpun di antara kalian yang 

mengambil sesuatu (tanpa alasan 

yang benar) kecuali pada hari 

kiamat ia akan menggendong unta 

yang meringkik, sapi yang 

melenguh, atau kambing yang 

mengembek”. kemudian Nabi SAW 

mengangkat kedua tangannya 

sehingga kami melihat ketiaknya, 

seraya berdoa,”Ya Allah bukankah 

aku sudah menyempaikan kepada 

meraka”,  sampai tiga kali. 

Pada hadits di atas nabi 

saw sangat melarang pejabat amil 

zakat mengambil hadiah dari zakat 

yang dipungutnya.  Semua itu 

sebab  kalaulah dia bukan berstatus 

sebagai pejabat pemungut zakat 

tentunya tidak mungkin diberi 

hadiah. Jadi, ia mendapat  

hadiah semata-mata sebab  

kedudukannya sebagai pejabat. 

Oleh sebab  itu, di dalam Islam 

para pejabat dilarang menerima 

hadiah atau parcel kecuali dari 

orang yang isaat  dia bukan 

menjadi pejabat sudah sering 

memberi hadiah. Semua itu tidak 

lain dalam rangka mengantisipasi 

terbukanya pintu-pintu riyswah. 

Ibnu Qudamah dalam al Mughni28 

menjelaskan permasalahan ini 

dalam pembahasan, 

(هتيلاو لبق هيلإ يدهي نكي مل نم ةيده لبقي لاو/ dan 

tidak menerima hadiah(bagi 

pejabat)kecuali dari orang yang 

terbiasa memberi hadiah sebelum 

dia menduduki jabatannya). 

Argumen beliau berikut ini sangat 

logis dan bijak. 

 بلاغلا يف اهب دطقً تًدهلا نلأ كلذو

 هبشدف مكحلا يف هب ينخعُل هبلق تلامخطا

ةىشسلا 

“Larangan memberi hadiyah 

kepada pejabat ini  sebab  

hadiah secara umum  bertujuan 

agar yang diberi hadiah hatinya 

condong sehingga diperhatikan 

isaat  terjadi masalah hukum. Dari 

situlah hadiah pejabat mirip 

dengan risywah” 

Disebabkan urgennya 

masalah ini, maka Imam al Bukhari 

dalam shahihnya membuat satu bab 

khusus yaitu:29 

.تٍ َّلعِلِتَ ًَّ دِهَلْلِابَقْ َُ مْلَىْمَباب 

 ِهلللِاىطُرَنِمَزَيفِتُ ًَّ دِهَلْاخِهَاكَصٍِصِعَلْادِبْعَىُبْسُمَعُلَاقَوَ

.ةىَشْسِمَىْ َُ لْاوَتً ًَّ دِهَملطىهيلعهللاىلض 

“Bab Tidak Menerima Hadiah 

sebab  Sebab Tertentu. Berkata 

Umar bin Abdul Aziz; “Hadiah di 

zaman  Rosulullah SAW yaitu  

hadiah, namun pada masa ini 

                                                          

(sekarang) hadiah tidak sama 

halnya dengan risywah.”  

Jadi, secara mendasar 

perbedaan antara hadiah dan 

risywahdapat ditinjau dari dua sisi 

dibawah ini: 

1. Ditinjau dari segi hukum syariat. 

Dari segi hokum Islam 

hadiah sangat dianjurkan sebab  

pemberian hadiah merupakan 

sarana mempererat tali ukhuwah 

sesamamuslim. Adapun risywah 

maka hukum asalnya yaitu  

haram kecuali dengan syarat 

yang disebutkan di atas. 

2. Ditinjau dari tujuan/maksud. 

Hadiah bertujuan untuk 

beribadah ikhlas kepada Allah 

SWT semata dan mempererat 

ukhuwah. Adapun risywah 

tujuannya bukan sebab  Allah 

SWT melainkan ada udang di 

balik batu dari pemberian 

ini  seperti membatalkan 

yang haq, merealisasikan 

kezhaliman, mencari keuntungan 

pribadi atau kelompok dan lain-

lain. 

Dari paparan di atas sangat 

jelas sekali perbedaan antara 

hadiah dan risywah di dalam 

hukum Islam. 

 

  

1. Risywah secara bahasa bermakna 

“seutas tali/kabel ” dan secara 

istilah yaitu „Apa-apa yang 

diberikan(baik uang maupun 

hadiah) untuk mendapat  suatu 

manfaat atau segala pemberian 

yang bertujuan untuk 

mengukuhkan sesuatu yang batil 

dan membatilkan suatu yang haq. 

2. Risywah dalam pandangan hukum 

Islam yaitu  haram berdasarkan 

dalil al Qur‟an ,as Sunnah dan 

Ijma‟ ulama. 

3. Macam –macam risywah diantara 

yang disebut ulama ada 4 yaitu 

a. Risywah yang haram  atas 

orang yang mengambil dan 

yang memberi nya, yaitu 

risywah untuk mendapat  

keuntungan dalam peradilan 

dan pemerintahan. 

b. Risywah terhadap hakim agar 

dia memutuskan perkara, 

sekalipun keputusannya benar, 

sebab  dia mesti melakukan hal 

itu.(haram bagi yang memberi 

dan menerima) 

c. Risywah untuk meluruskan 

suatu perkara dengan meminta 

penguasa menolak kemudaratan 

dan mengambil manfaat.  

d. Risywah untuk menolak 

ancaman atas diri atau harta, 

boleh bagi yang memberi  

dan haram bagi orang yang 

mengambil. Hal ini boleh 

dilakukan sebab  menolak 

kemudaratan dari orang muslim 

yaitu  wajib, namun tidak 

boleh mengambil harta untuk 

melakukan yang wajib. 

4. Faktor-faktor pendorong risywah 

yaitu : 

a. Dha‟ful iman/lemahnya iman 

b.„Adamu al muraqabatillah/tidak 

merasa diawasi oleh Allah. 

c. Tamak dan Serakah 

 

d. Malas berusaha. 

e. Hilangnya sifat jujur dan amanat 

pada diri seseorang. 

f. Tipisnya kepedulian sosial 

terhadap sesama Muslim. 

g. Lemahnya penegakan hukum di 

masyakat. 

5. Risywah hukum asalnya yaitu  

haram.namun dalam kondisi 

tertentu di bolehkan dengan syarat 

sebagai berikut: 

a. Dharurat dengan syarat-syarat 

yang telah disebutkan dalam 

pembahasan. 

b. Untuk mengambil kewajiban 

dan  hak yang hilang saat 

didzalimi. 

c. Tidak berlebihan dan menjadi 

kebiasaan. 

d. Untuk mendapat  maslahah 

rojihah/riil bukan dzoniyyah/ 

perkiraan. 

e. Tidak menghalalkan hal 

ini , namun mengingkarinya 

dan senatiasa beristighfar dan 

berdoa kepada Allah sebab  

pada dasarnya cara itu haram. 

6. Dampak negatif risywah sangatlah 

dahsyat bukan sekedar pada tingkat 

individu namun pada warga  

bahkan negara. 

7. Ada dua solusi utama yang bisa 

dilakukan untuk mengatasi 

risywah. Yang pertama berkaitan 

dengan penjagaan (al wiqayah) 

seperti memulai dari diri sendiri, 

memberi  penyuluhan/dakwah 

tentang bahaya risywah dll. Dan 

yang kedua berkaitan dengan 

pengobatanseperti penegakkan 

hukum, pembekuan aset, PHK dan 

lain-lain. 

8.  Secara mendasar perbedaan antara 

hadiah dan risywah ada dua sisi. 

Dari sisi hukumIslam yang 

mengharamkan risywah dan 

menghalalkan hadiah. Dan dari sisi 

tujuan dari risywah dan hadiah. 

Hadiah pemberian dengan tujuan 

ikhlas sebab  Allah sedangkan 

risywah pemberian dengan maksud 

tertentu yang tidak dibenarkan 

dalam Islam.