Minggu, 05 Januari 2025

sejarah islam di indonesia 15


 ndah, 

namun  cukup manis! Cobalah, Saudara-Saudara, perhatikan sekarang juga, 

pikirkanlah sejenak. Pelajaran apa yang bisa kita ambil darinya? Seperti gambar-

gambar lainnya, yang satu ini juga menggambarkan, secara sangat sederhana, 

Fondasi, Tujuan, dan Cita-cita serta Kenangan “Islam Raya”. Rakyat Indonesia! 

Bayangkan. Pikirkan. Renungkan! Betapa tanah yang untuknya kita akan 

menumpahkan darah kita bisa begitu gemerlap dan memesona! Aman, damai, 

dan puas. Kita ingin menyaksikan masa keemasannya yang asli dan ... bahkan 

lebih lagi ... yang akan datang! Namun ... ini semua masih merupakan impian 

dan cita-cita yang harus diwujudkan. Syarat-syaratnya? Iman, harapan, dan 

tindakan. Namun, hal yang paling penting yaitu  agar kita menjadi SADAR. 

Perhatikan, dan semoga Tuhan bersama kita.

Yang lain juga merasa bahwa Indonesia masa depan membutuhkan 

kenangan keemasan muslim yang sepatutnya. Agoes Salim menandai kelahiran 

Nabi pada 1941 dengan sebuah pidato panjang berjudul “Riwajat Kedatangan 

Islam di Indonesia”. Mantan abdi kekuasaan kolonial itu (dan musuh bagi 

Pijper yang sinis) menyatakan bahwa kepustakaan Barat harus dibaca ulang 

dengan latar sumber-sumber non-Barat. Dia meyakini bahwa yaitu  laporan 

yang, paling banter, “tidak memuaskan” yang mengklaim bahwa Islam baru 

datang ke Tanah Air pada abad ketiga belas. Dia merujuk pada sumber-

sumber Tiongkok yang diyakininya menunjukkan kehadiran muslim yang 

lebih awal. Dia mengutip Syakib Arslan untuk bertanya apakah Islam benar-

benar datang lewat tangan orang-orang Afrika Utara sebelumnya.83

Para cendekiawan Belanda digusur dari tempat istimewa mereka tanpa 

menyadarinya. Ini yaitu  urusan kesarjanaan seperti biasa. Pijper memberikan 

kuliah-kuliah yang diterima dengan baik di Batavia mengenai orang-orang Arab 

Hindia yang setia, memuji al-Habsyi sebagai pewaris Sayyid ‘Utsman yang 

memberi inspirasi, dan melanjutkan diskusinya dengan al-Irsyad dan Persatuan 

Islam mengenai langkah-langkah menuju sebuah volume yang direncanakan 

mengenai reformisme.84 Drewes, tepat sebelum menduduki apa yang diniatkan 

sebagai jabatan sementara di Leiden, menerbitkan sebuah buku bersama Raden 

Poerbatjaraka (1884–1964) mengenai bertahannya kisah-kisah ‘Abd al-Qadir 

dalam kesusastraan Indonesia. Di Utrecht, Jan Edel menggunakan manuskrip yang 

dikumpulkan oleh Djajadiningrat dan Pijper untuk mempertahankan sebuah tesis 

di bawah bimbingan Juynboll mengenai Hikayat Hasan al-Din. Dalam tesisnya, 

dia berusaha keras menentukan identitas berbagai individu Banten ketimbang 

mempertanyakan apa tepatnya sifat rujukan pada Khidr atau sifat ritus berbagai 

tarekat Sufi. Untuk maksud yang sama, Voorhoeve mengunjungi Barus dengan 

harapan menemukan makam Hamzah Fansuri. Namun, penduduk setempat 

hanya bisa menunjukkan kepadanya apa yang mereka yakini sebagai makam 

seorang Arab bernama Syekh Mahmud.86 Dalam sebuah surat yang ditulis tujuh 

bulan kemudian, dia mengungkapkan harapan bahwa Drewes barangkali segera 

datang ke Sumatra.87 Bagaimanapun, berbagai peristiwa segera akan mengejutkan 

semua orang. Pada Maret 1942 Belanda disapu bersih, para mualaf Jepang dikirim 

ke masjid-masjid tertentu dan ke kantor-kantor yang sebelumnya dijalankan oleh 

para penerus Snouck. Terlepas dari usaha kembali Belanda yang gagal pada 1945–

49, era kerja sama dan persaingan yang formatif telah berakhir. Dan, bersamanya 

berakhir pula masa lalu kolonial Indonesia.


Peristiwa Afdeling B mendatangkan malapetaka dan secara tidak langsung 

menghancurkan hubungan antara para penasihat kolonial dan negara. Berbagai 

peristiwa ini  menunjukkan bahwa persoalan-persoalan modern tidaklah 

terselesaikan. Peristiwa ini  juga memberdayakan kekuatan-kekuatan 

yang kebangkitannya akan berakibat pada pengucilan praktis Kantor Urusan 

Pribumi dari berbagai putusan penting yang memengaruhi kehidupan orang-

orang Indonesia yang terbebas dari janji-janji perwalian kolonial. Para juru 

kampanye Sarekat Islam dan lembaga-lembaga terkait juga dipaksa mundur 

dari ranah politik yang semakin didominasi oleh para agitator nasionalis 

dan komunis, yang mengarahkan serangan retoris mereka terhadap orang-

orang yang mereka yakini telah mengakibatkan keterbelakangan yang meluas 

di kalangan orang-orang Indonesia. Sudut pandang mereka bisa ditentang, 

namun  serangan mereka selaras dengan konsensus keilmuan global mengenai 

apa itu Islam yang sejati, baik dalam keadaannya yang hidup maupun dalam 

historisnya. Zaman telah berubah, dan orang-orang Indonesia juga harus 

berubah. 

Harapan saya buku ini akan memberikan sebuah kontribusi yang berarti bagi kajian Islam di Asia Tenggara dan bagi keilmuan yang lebih luas 

mengenai Dunia Muslim. Saya telah mempertanyakan konsensus yang 

berlaku saat ini mengenai esensi formasi religius Indonesia dengan menyoroti 

berbagai asumsi yang terbentuk selama era kolonial. Ini bukanlah sebuah 

jalur yang langsung, oleh isebab  itu patutlah kiranya di titik ini diceritakan 

alur keseluruhannya untuk menunjukkan bagaimana kesarjanaan kolonial 

menafsirkan yang prakolonial, dan kemudian mengubah ragam-ragam 

tertentu kritik-diri Sufi reformis menjadi wacana modernis.

beberapa  kerja persiapan tertentu diperlukan untuk menyiapkan 

panggung. Beberapa bab pertama berusaha memahami unsur-unsur tertentu 

dari yang diketahui mengenai Islamisasi kawasan dan memperlihatkan 

bahwa klaim-klaim genealogis mengenai pengetahuan Sufi kadang-kadang 

menggantikan berbagai kenangan perpindahan agama yang lebih tua. Segera 

sesudah  kita memikirkan kembali klaim-klaim demikian, kita juga harus 

memikirkan kembali gagasan bahwa Sufisme pasti menyediakan mekanisme 

pendukung bagi perpindahan agama di Asia Tenggara atau menjelaskan 

tradisi toleransi ekumenis Indonesia yang kerap dikumandangkan. Saya 

telah menunjukkan sebaliknya bahwa pengenalan teknik-teknik formal 

pengetahuan Sufi (yang umumnya terjadi sesudah nya) kerap berkaitan dengan 

intoleransi ulama terhadap variasi populer yang barangkali bermula sebagai 

peniruan atas hak-hak istimewa istana. Dalam arti ini, sebuah obeservasi 

yang dibuat oleh Christopher Bayly tampaknya tepat: apa yang dibutuhkan 

dalam kebanyakan konteks yaitu  pengakuan akan keunggulan pemujaan 

sang kaisar, bukannya keseragaman keyakinan.1 Cukuplah dikatakan bahwa, 

pada abad kedelapan belas, hubungan yang kian intens antara istana-istana 

Asia dan pusat-pusat pengetahuan Timur Tengah menghasilkan seruan 

menuju prinsip bahwa praktik-praktik legal normatif harus mendefinisikan 

standar Islam bagi sebagian besar kaum beriman. Seruan demikian dibarengi 

oleh penerimaan atau penolakan (yang kurang lazim) terhadap orang-orang 

asing dan upaya untuk membatasi pengetahuan Sufi pada sekelompok elite 

terpelajar yang bisa menilai mereka. Dalam kaitannya dengan hal ini, saya 

juga telah menunjukkan bahwa penyebaran kesarjanaan Mesir sangat penting 

dalam sebuah upaya yang bisa dikatakan berjangkauan global. Namun, 

dari satu sudut pandang, proyek yang ditujukan untuk mempertahankan 

otoritas istana di berbagai pusat Jawi secara paradoksal terhambat sekaligus 

ditingkatkan oleh campur tangan Eropa. Larangan yang dikeluarkan keraton-

keraton Jawa khususnya tampak tidak berarti isebab  populasi Muslim yang 

semakin sadar memanfaatkan jaringan transportasi modern untuk mengejar 

berbagai peluang pendidikan massal atas nama para sultan kuno. Namun, 

meski para pembantu dan keturunan mereka barangkali mengangguk setuju 

terhadap jumlah pesantren yang kian meningkat, banyak yang dibuat gelisah 

oleh popularitas ajaran tarekat yang lebih baru yang ditawarkan oleh para 

guru yang mengklaim punya hubungan kuat dengan Mekah serta jubah 

otoritas Nabi.

Barangkali perubahan-perubahan yang paling signifikan terhadap 

hubungan antarmuslim di pentas global terjadi sesudah  berbagai perang yang 

mendera Arabia, Sumatra, dan Jawa saat  sebuah korpus klasik baru mulai 

dicetak, diawasi oleh para cendekiawan ternama di pusat-pusat ini  

dan Kairo serta Singapura. Dalam apa yang semula tampaknya merupakan 

paradoks, korpus ini diklaim oleh para guru Sufi populer yang mewakili 

spektrum paling luas kesalehan dan pengalaman langsung berorientasi-Syari‘ah 

terhadap berbagai Tempat Suci. Pastinya, kumpulan ahli hukum resmi dan 

Sufi populer yang saling bertentangan, yang masing-masing bersenjatakan 

dan memperdebatkan teks-teks tercetak, tidaklah mungkin bersepakat untuk 

bersikap antikolonial. Sebaliknya, kita bisa mengamati munculnya sebuah 

ruang publik muslim yang penuh persaingan di bawah kekuasaan Belanda, 

dan yang para pesertanya bahkan akan berusaha terlibat dengan struktur 

kekuasaan ini  untuk mengejar agenda mereka sendiri.

Sebelum menjelajahi berbagai sejarah ini , di bagian kedua saya 

beralih untuk memperkenalkan orang-orang Eropa agar kita memikirkan 

kembali hubungan antara perusahaan-perusahaan dagang dan berbagai usaha 

agamawan metropolitan yang lebih tua, menyasar pendapat yang kerap 

dinyatakan bahwa Belanda sekadar memedulikan keuntungan di Asia. Kita 

sekarang mestinya sudah mengenali bahwa terdapat para cendekiawan Belanda 

yang berusaha merumuskan bagaimana mereka seharusnya memperlakukan 

para pemeluk sebuah agama yang mereka yakini sudah mereka pahami 

sepenuhnya dan bahkan diyakini oleh orang-orang paling optimis di 

antara mereka bahwa mereka bisa menghapusnya. Tentu saja pengetahuan 

tidaklah cukup. Keakraban dengan Islam dan rasa jijik yang terlalu sering 

ditimbulkannya memastikan bahwa hanya sedikit yang dilakukan secara 

sistematis untuk meneliti Islam sebagai sebuah tantangan. Momen itu baru 

datang bersama dengan serangan Inggris pada akhir abad kedelapan belas. 

Sejak saat itu, pesantren-pesantren yang kian mandiri unjuk gigi di Jawa, dan 

kaum pembaharu yang radikal di Sumatra mengarahkan api jihad mereka 

terhadap para penyusup Barat.

Islam pada akhirnya muncul sebagai sesuatu yang jauh lebih besar 

daripada sekadar syahadat yang menyusahkan, yang dipaksakan pada sebuah 

populasi yang lunak dan pasif oleh campuran orang-orang Arab dan haji 

yang tak bisa dipilah-pilah. Oleh isebab  itu, Belanda berusaha menerima 

Islam dalam cara yang bermanfaat bagi negara kolonial mereka. Namun, 

berubah-ubahnya pendanaan dan persaingan akademik melemahkan usaha 

ini dan menimbulkan produksi buku-buku panduan yuridis yang berasal 

dari arsip, bukannya dari lapangan. yaitu  para misionaris yang sekali lagi 

membuat terobosan penting dalam mengingatkan metropolis mengenai siapa 

yang merupakan “muslim” dan siapa yang bukan, dengan memilih untuk 

lebih mendengarkan kata-kata para bangsawan dan orang Arab setempat 

dibandingkan mereka yang merupakan bagian dari banyak haji dan “pendeta” 

keliling yang merampas otoritas pihak yang disebut sebelumnya.

Berbagai sejarah salah pengenalan dan salah informasi ini , yang 

diungkapkan secara gamblang oleh pembantaian Cilegon pada 1888, 

menciptakan karier sang Orientalis muda yang lancang Snouck Hurgronje. 

saat  kita mengikuti perjalanan dan pekerjaannya, kita melihat betapa 

keprihatinan kesarjanaan Protestan menjadi terjerat baik dengan imperatif 

kolonial maupun berbagai visi reformis mengenai Islam, dalam sebuah rute 

yang membawa kita dari Mekah ke Jawa dan dari Kairo ke Leiden. Snouck bisa 

dikatakan lebih menyukai penafsiran elitis para sekutu pentingnya yang muslim 

ketimbang lawan-lawan mereka yang terlalu populis. Keduanya sepakat bahwa 

tarekat merupakan sisa-sisa kebodohan masa lalu yang terinspirasi oleh India. 

Pada akhirnya, Snouck, dengan memanfaatkan sisa-sisa tekstual pengetahuan 

yang sudah kehilangan kilaunya di Jawa, mendidik lingkaran sarjana-pejabatnya 

sendiri yang tidak pernah mempertanyakan    guru mereka mengenai 

persoalan orang-orang Indonesia pada masa lalu, masa kini, atau masa depan. 

Ironisnya bukti definitif mengenai hubungan antara Sufisme dan sinkretisme 

India tidak pernah ditemukan dalam teks-teks yang dibawa pulang Snouck ke 

Leiden. Namun, ini hanya sedikit berarti isebab  berbagai perubahan besar segera 

terjadi di koloni. Belanda pastinya merestui kemunculan berbagai tren dalam 

wacana Islam yang menyebar dari Kairo dan Singapura yang mendesak orang-

orang Muslim untuk bereaksi pada kekuasaan kolonial dengan menemukan 

jalan modern mereka sendiri. Jalan ini akan berupa jalan modern yang tentu 

saja memungkinkan mereka meraih kembali tempat di meja bangsa-bangsa 

modern hanya pada masa depan yang agak tidak jelas.


Snouck dan para pengikutnya, Belanda maupun Indonesia, menikmati 

akses pada eselon tertinggi kekuasaan dan pengaruh kolonial hanya selama 

orang-orang Muslim modern yang mereka dukung mengesampingkan 

harapan mereka untuk merdeka. Namun, seiring berlalunya waktu, harapan 

ini tampak semakin bisa dicapai. Rakyat kolonial yang sudah begitu lama 

berkolaborasi dengan negara kolonial mulai mengutuknya. Kutukan 

mereka semakin fasih saat  kaum Nasionalis dan negara sama-sama mulai 

meninggalkan para penengah Orientalis mereka. Bahkan, kredibilitas (dan 

oleh isebab  itu manfaat bersama) para Penasihat mengalami kerusakan 

yang tak dapat diperbaiki pada pengujung 1920-an. Namun, hanya sedikit 

kritikus di kedua kubu mempertanyakan   -   historis mereka. 

Berbagai    itu masih bersama kita sekarang. Pastinya terdapat warna 

Islam pada berbagai insiden seperti yang terjadi di Garut pada 1919, namun  

hanya sedikit pejabat kolonial yang mengawasi para Sufi yang terinspirasi 

Mekah. Ada bahaya global yang lebih jelas untuk ditangani: kaum Sosialis dan 

Komunis, yang telah berbaur di Kanton atau Paris. Jin modern sudah keluar 

dari botol, dan dia bukanlah Sufi isebab  para Sufi berada jauh pada masa lalu. 

Dan, orang bisa memahami apa pun yang dia suka dari masa lalu. 

abangan (Jaw.)  “orang-orang merah”, mereka yang disebut kurang 

berkomitmen pada formalitas praktik Islam.

adat (Mal.)  (Ar., ‘ada) tradisi pribumi yang sering kali dihormati 

atau ditoleransi dalam warga  Islam.

afdeeling (Bld.)  subdivisi administratif.

akhlaq (Ar.)  moral, etika.

‘Alawi, 

 j. ‘Alawiyyun (Ar.)  nama keluarga yang menunjukkan garis keturunan 

dari Nabi melalui seorang imigran ke Hadramaut 

pada abad kesembilan, Ahmad b. ‘Isa (820–924).

‘Arafah  dataran di luar Mekah tempat ritual “berdiri” 

(wukuf) dilaksanakan sebagai bagian dari ibadah 

haji.

a‘yan kharijah (Ar.)  esensi-esensi eksternal tuhan yang dapat 

didemonstrasikan.

a‘yan tsabitah (Ar.)  esensi-esensi internal tuhan yang “tetap” atau 

“abadi”.

barakah (Ar., Mal.)  berkah Ilahiah yang diberikan di situs-situs suci atau 

di hadapan para guru yang dihormati.

batik (Mal., Jaw.)  kain celup tradisional Asia Tenggara.

batin (Ar.)  sifat internal segala sesuatu.

bay‘ah (Ar.)  baiat, pernyataan sumpah setia.

bid‘ah (Ar.)  bidah, mengada-adakan.

bilad al-jawa (Ar.)  Asia Tenggara.

bupati (Jaw.)  jabatan pribumi tertinggi dalam hierarki birokrasi 

Belanda.

contrôleur (Bld.)  kontrolir, inspektur.

dajjal (Ar.)  pendusta, anti-Kristus.

dalang (Mal.)  (Jaw., dhalang) juru boneka, lazimnya dalam 

pertunjukan boneka bayangan tradisional (wayang).

GLOSARIUM

debus (Jaw.)  (Ar., dabus) jarum yang digunakan dalam ritual 

penusukan, yang dikaitkan dengan tarekat Rifa‘i.

dzikr (Ar.)  “mengingat” Tuhan melalui cara-cara mental atau 

fisik yang kerap ditentukan oleh seorang guru Sufi.

Ethici (Bld.)  para pembaharu politik Belanda yang secara terbuka 

mengaku peduli pada kesejahteraan rakyat Hindia 

Belanda.

fatwa, j. fatawa (Ar.)  pendapat yuridis yang disampaikan oleh seorang 

ulama, yang secara khusus dikenal sebagai seorang 

mufti.

fiqh (Ar.)  fikih, yurisprudensi Islam.

habib (Ar.)  “kekasih [Tuhan]”, gelar kehormatan yang diadopsi 

oleh beberapa sayyid ‘Alawi.

hadits, j. ahadits (Ar.)  hadis, tradisi yang dikaitkan atau dicontohkan oleh 

Nabi.

hajj (Ar.)  ibadah haji, kunjungan ke Mekah dan berbagai 

upacara terkait yang dilaksanakan pada awal 

Dzulhijjah.

Hajji, pr. Hajjah (Ar.)  seseorang yang telah menyelesaikan ibadah haji.

Hanafi (Ar.)  berkaitan dengan mazhab yang merujuk kepada 

Nu‘man b. Tsabit Abu Hanifa (699–767).

Hanbali (Ar.)  berkaitan dengan mazhab yang merujuk kepada 

Ahmad b. Hanbal (780–855).

haqq (Ar.)  realitas puncak; Tuhan.

Haramayn (Ar.)  dua situs suci, Mekah dan Madinah.

hasyiyah (Ar.)  catatan pinggir.

hijrah (Ar.)  imigrasi Nabi Muhammad ke Madinah pada 620, 

dijadikan sebagai permulaan penanggalan Kalender 

Muslim.

hikayat (Mal.)  (Arab, hikayah) roman, dongeng, atau laporan.

hilal (Ar.)  bulan sabit.

hulubalang (Mal.)  komandan.

ihram (Ar.)  keadaan/pakaian suci yang diperlukan untuk 

melaksanakan ibadah haji.

ijazah (Ar.)  sertifikat dari seorang alim ulama yang memberikan 

otoritas untuk mengajarkan teks tertentu atau 

memberikan instruksi dalam ritual tertentu.

ijma‘ (Ar.)  konsensus, sering dimaksudkan sebagai konsensus 

keilmuan yang dicapai oleh ulama.

ijtihad (Ar.)  penafsiran individual terhadap sumber-sumber 

Islam.

‘ilm (Ar.)  pengetahuan.

imam (Ar.)  pemimpin, umumnya dalam shalat berjemaah.

Indologie (Bld.)  studi mengenai Hindia dan peradaban-

peradabannya.

inlander (Bld.)  pribumi.

insan al-kamil, al- (Ar.)  “manusia sempurna”, kosmografi ideal Sufi.

irsyadi, 

 j. irsyadiyyun (Ar.)  para pengikut al-Irsyad, gerakan Arab reformis di 

Jawa.

jaksa (Mal.)  hakim.

Jawa (Ar.)  Jawa, Asia Tenggara.

Jawi (1) (Ar.)  apa pun yang berasal dari atau berkaitan dengan 

Asia Tenggara.

Jawi (2) (Mal.)  aksara Arab yang dimodifikasi untuk menulis 

bahasa Melayu.

Jawi, j. Jawa (3) (Ar.)  penduduk Asia Tenggara.

jimat (Mal., Jaw.)  berasal dari kata (Ar.) ‘azimah.

jubba (Ar.)  jubah yang kerap dikenakan oleh ulama atau oleh 

pemangku otoritas.

Ka‘bah (Ar.)  Kakbah, tempat suci utama di Mekah dan titik 

pusat bagi shalat kaum Muslim.

kampung (Mal.)  desa, daerah.

kaum (Mal.)  (Arab, qawm) kelompok orang, lazimnya di 

Indonesia dipahami sebagai orang-orang Muslim 

yang taat.

Kaum Muda (Mal.)  kelompok reformis.

Kaum Tua (Mal.)  kelompok tradisionalis.

kayfiyyah (Ar.)  cara, buku panduan untuk praktik Sufi.

khalifah (Ar.)  wakil, lazimnya wakil seorang syekh Sufi.

khalwah (Ar.)  isolasi, penarikan diri.

khatib (Ar.)  orang yang menyampaikan khotbah Jumat, lihat 

khutbah.

khutbah (Ar.)  khotbah, pidato yang disampaikan pada shalat 

Jumat.

kiai (Jaw.)  cendekiawan Islam yang dihormati.

kitab (Ar.)  buku; (Mal.) buku keagamaan.

kramat (Jaw.)  situs suci.

kraton (Mal., Jaw.)  wilayah istana yang berpagar.

kris, keris (Mal., Jaw.)  belati, kerap dipercaya menjadi wadah kekuatan 

mistis.

kufr (Ar.)  kekafiran, penolakan terhadap Islam.

274  —  SEJARAH ISLAM DI NUSANTARA

lahir (Mal., Jaw.)  aspek eksoteris praktik Islam.

langgar (Mal., Jaw.)  sekolah desa, umumnya lebih kecil daripada sebuah 

pesantren atau pondok.

latifah (Ar.)  seluk-beluk atau titik tekan.

madzhab, 

 j. madzahib (Ar.)  mazhab, aliran yuridis dalam Islam.

magang (Jaw.)  kerani, tingkatan priayi paling rendah dalam sistem 

administrasi Belanda.

Maliki (Ar.)  anggota mazhab yang merujuk kepada Malik b. 

Anas (711–795).

mansak, 

 j. manasik (Ar.)  buku panduan untuk pelaksanaan ibadah haji.

ma‘rifa (Ar.)  gnosis, pengetahuan tentang yang Ilahiah.

martabat tujuh (Mal.)  tujuh tingkat wujud.

Masjid al-Haram, 

 al- (Ar.)  masjid yang mengitari Kakbah di Mekah.

mawlid (Ar.)  peringatan kelahiran Nabi.

mufti (Ar.)  ahli hukum.

muhaddits (Ar.)  ahli hadis; bdk. hadits.

muhaqqiq, 

 j. muhaqqiqun (Ar.)  lit. para ahli verifikasi; para pencari realitas puncak, 

bdk. haqq, tahqiq.

murid (Ar.)  murid Sufi.

nagari (Minang)  desa.

nahdah (Ar.)  kebangkitan, renaisans.

negeri (Mal.)  negara, kota.

ngelmu (Jaw.)  pengetahuan; lihat juga‘ilm.

orang putih (Mal.)  bersih secara keagamaan; analog dengan Jaw. 

putihan.

penghulu (Mal.)  pemimpin atau penguasa, lazimnya seorang pejabat 

keagamaan yang disokong dengan gaji tetap.

peranakan (Mal.)  keturunan asing kelahiran setempat.

perdikan, 

 pradikan (Jaw.)  desa atau sekolah yang dibebaskan dari pajak.

pesantren (Jaw.)  sekolah asrama untuk pengajaran keagamaan.

pondok (Mal.)  kediaman, juga sebuah sekolah keagamaan.

prang sabil (Mal.)  perang suci.

predikant, 

 j. predikanten (Bld.)  pendeta.

priayi (Jaw.)  kalangan elite bangsawan Jawa.

priester (Bld.)  pendeta

priesterraad, 

 j. priesterraden (Bld.)  pengadilan atau dewan dengan kekuasaan atas soal-

soal hukum Islam.

primbon (Jaw.)  panduan pengajaran.

putihan (Jaw.)  “orang-orang putih”, kelompok yang bersih secara 

keagamaan; lihat juga orang putih.

qadi (Ar.)  hakim.

qiblah (Ar.)  arah Kakbah di Mekah yang menjadi orientasi 

semua masjid.

Raad van Indië (Bld.)  Dewan Hindia, dewan penasihat utama di Hindia 

Belanda.

rabitah (Ar.)  hubungan; dalam Sufisme secara lebih khusus, 

hubungan yang terjalin antara syekh dan murid.

Ramadan (Ar.)  bulan puasa.

ratib (Ar.)  wirid; latihan ketaatan Sufi.

rechtzinnig (Bld.)  ortodoks.

riwaq, j. arwiqa (Ar.)  asrama tempat tinggal di al-Azhar dan masjid-

masjid pengajaran utama lainnya.

Rum (Ar.)  (Mal. Rum) Turki Utsmani.

rust en orde (Bld.)  kedamaian dan ketenangan.

salik (Ar.)  pejalan (di jalur mistis), lihat suluk.

santri (Jaw.)  pelajar agama.

sayyid, j. sadah (Ar.)  keturunan Nabi; bdk. habib.

sembahyang (Mal.)  shalat.

shalat (Ar.)  lima ibadah harian yang diwajibkan atas kaum 

Muslim.

Syafi‘i (Ar.)  anggota mazhab yang merujuk kepada Muhammad 

b. Idris al-Syafi‘i (767–820).

syahadah (Ar.)  pernyataan keimanan kepada satu Tuhan dan 

Muhammad sebagai Nabi-Nya.

syari‘ah (Ar.)  Hukum Suci sebagaimana diwahyukan kepada 

Muhammad dan ditafsirkan oleh ulama.

syekh, j. syuyukh (Ar.)  tetua atau pemimpin, lazimnya seorang alim senior 

atau guru Sufi.

Sufi (Ar.)  mistikus muslim.

suluk (Ar.)  berjalan di jalur mistis; Jaw. puisi mistis.

sunah (Ar.)  tradisi ortodoks yang dibangun di atas peniruan 

terhadap kehidupan Nabi.

Suni (Ar.)  anggota komunitas ortodoks.

surah (Ar.)  bab dalam Al-Quran.

surau (Mal.)  ruang shalat.

tahlil (Ar.) pernyataan la ilaha illa llah, “tiada tuhan selain 

Allah”.

tahqiq (Ar.)  verifikasi.

tariqa, j. turuq (Ar.)  tarekat, persaudaraan mistis.

tasawwuf (Ar.)  mistisisme.

tawajjuh (Ar.)  pertemuan langsung antara syekh dan murid.

tawassul (Ar.)  perantaraan yang diberikan oleh seorang wali.

Tuanku (Mal.)  pemimpin keagamaan.

ummah, j. umam (Ar.)  komunitas, bangsa.

Volkslectuur (Bld.)  [Kantor untuk] Pustaka Rakyat, alias Balai Poestaka.

vreemde 

 oosterlingen (Bld.)  orang-orang Timur asing.

wahdat al-wujud (Ar.)  kesatuan wujud antara Tuhan dan makhluk.

Wahhabi (Ar.)  pengikut ajaran-ajaran Wahhabiyyah.

Wahhabiyyah (Ar.)  gerakan kesalehan yang didirikan di Arabia oleh 

Muhammad b. ‘Abd al-Wahhab (1703–87).

wali, j. awliya’ (Ar.)  orang suci, seseorang yang “dekat kepada Tuhan”.

waqf, j. awqaf (Ar.)  wakaf, sumbangan yang diikrarkan selamanya 

untuk penggunaan personal atau publik.

wasiyyah (Ar.)  wasiat, pernyataan terakhir.

wayang (Mal., Jaw.)  pertunjukan bayangan.

wedana (Jaw.)  pejabat rendah yang bertugas mengawasi sebuah 

kota kecil.

wujudi (Ar.)  seorang pengikut filsafat “kesatuan wujud”; bdk. 

wahdat al-wujud.

Zabaj (Ar.)  nama kuno untuk Asia Tenggara.

zahir (Ar.)  yang eksternal, lihat lahir.

zawiyah (Ar.)  pondok bagi para Sufi.

ziyarah (Ar.)  kunjungan, biasanya ke sebuah makam suci demi 

mencari tawassul. 

 





Ar. Bahasa Arab

Archief Archief voor de geschiedenis der oude Hollandsche zending, 

J.A. Grothe (ed.), 6 vol., (Utrecht: Van Bentum, 1884–91)

b. Ibn, atau Bin; penyebutan dalam bahasa Arab untuk 

“putra dari”

BB Binnenlandsch Bestuur, Kepegawaian Negeri Hindia 

Belanda

BKI Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde

CSI Centraal Sarekat Islam, badan koordinasi Sarekat Islam

Bld. Bahasa Belanda

EI2 Encyclopaedia of Islam, Edisi Kedua, P. Bearman dkk. 

(ed.), 12 vol., (Leiden: Brill, 1954–2005)

EI3 Encyclopaedia of Islam Three, Gudrun Krämer dkk. (ed.), 

(Leiden: Brill, 2007–)

f Gulden Belanda

GAL Carl Brockelmann, Geschichte der arabischen Litteratur, 

Jan Just Witkam, pengantar dan ed., 2 vol. 3 sup., 

(Leiden: Brill, 1996)

GG Gouveneur Generaal van Nederlandsch Indië, Gubernur 

Jenderal Hindia Belanda

HAZEU* Collectie Hazeu, KITLV, H 1083

IG Indisch Gids

IJMES International Journal of Middle East Studies

ILS Islamic Law and Society

IOL India Office Library, British Library

IOR India Office Records, British Library

IPO Overzicht van de Inlandsche- en Maleisch- Chinese Pers

JALAL AL-DIN* Maleisch leesboek voor eerstbeginnenden en meergevorderden; 

Vijfde stukje; Bevattende een verhaal van den aanvang der 

Padri-onlusten op Sumatra, door Sjech Djilâl-Eddîn, J.J. de 

Hollander, ed., (Leiden: Brill, 1857)

Jaw. Bahasa Jawa

JESHO Journal of the Economic and Social History of the Orient

JIB Jong Islamieten Bond

JMBRAS Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society

JRAS Journal of the Royal Asiatic Society

JSEAS Journal of Southeast Asian Studies

KERN* Collectie Kern, KITLV, H 797

KIAZ/KIZ Kantoor voor Inlandsch en Arabisch Zaken/Kantoor 

voor Inlandsch Zaken; Kantor Urusan Pribumi dan Arab, 

kemudian menjadi Kantor Urusan Pribumi

KITLV Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde; 

Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Asia Tenggara dan 

Karibia, Leiden

LOr. Leiden University Library, ms. Or.

LUB Leiden University Library

Mel. Bahasa Melayu

MCP Malay Concordance Project, Australian National 

University, http://mcp.anu.edu.au/

MinBuZa Nationaal Archief, Den Haag, Ministerie van Buitenlandse 

Zaken: A-dossiers, 1815–1940, nummer toegang 2.05.03

MR Nationaaal Archief, Den Haag, Ministerie van Koloniën: 

Mailrapporten 1869–1900, nummer toegang 2.10.02

MNZG Mededeelingen van wege het Nederlandsche 

Zendelinggenootschap

NBG Nederlandsch Bijbel Genootschap; warga  Injil 

Belanda

NU Nahdlatul Ulama

NZV Nederlandsche Zendings Vereeniging; Organisasi Misi 

Belanda

ONOI F. Valentyn, Oud en Nieuw Oost-Indiën, vervattende een 

naauwkeurige en uitvoerige verhandeling van Nederlants 

Mogentheyd in die Gewesten, enz.met meer dan 1050 

prentverbeeldingen verrykt ... en met ... kaarten opgeheldert, 

5 vols. (D ordrecht [etc.]: Van Braam, 1724–26)

* Perhatikan bahwa HAZEU, JALAL AL-DIN, KERN, dan PIJPER sebagai sumber ditulis 

menggunakan huruf kapital untuk membedakannya dari nama orang.

DAFTAR SINGKATAN DAN RUJUKAN ARSIP  —  xi

ONZ Orgaan der Nederlandsche Zendingsvereeniging

PIJPER* Collectie Pijper, notes, LO r. 26.337

Plakaatboek J.A. van der Chijs, Nederlandsch-Indisch plakaatboek, 

1602–1811, 16 vol., (Batavia dan The Hague, 

Landsdrukkerij dan Nijhoff)

PNRI Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

PS Korespondensi antara G.F. Pijper dan C. Snouck 

Hurgronje, dalam Collectie Pijper, LO r. 26.335

PUL Princeton University Library

Q Al-Quran

RIMA Review of Indonesian and Malaysian Affairs

SB Amicissime: Brieven van Christiaan Snouck Hurgronje 

aan Herman Bavinck, 1878–1921, J. de Bruijn (ed.), 

(Amsterdam: Historisch Documentatiecentrum voor het 

Nederlands Protestantisme, 1992)

SI Sarekat Islam

TBG Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde

TKNM Tentara Kanjeng Nabi Muhammad

TNI Tijdschrift voor Neêrlands Indië

Vb Nationaal Archief, Den Haag, Ministerie van Koloniën: 

Openbaar Verbaal, 1901–1952, nummer toegang 

2.10.36.04

VBG Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van 

Kunsten en Wetenschappen VG Verspreide geschriften van C. 

Snouck Hurgronje, A.J. Wensinck (ed.), 6 vol., (Leiden: 

Brill, 1923–27)

VK Orientalism and Islam: The letters of C. Snouck Hurgronje 

to Th. Nöldeke from the Tübingen University Library, S. van 

Koningsveld (ed.), (Leiden: Faculteit der Godgeleerdheid, 

1985)