Rabu, 29 Januari 2025

samuel 26

 


a diragukan lagi, akan terlihat lebih agung dan men-

jadi sosok yang jauh lebih baik daripada raja yang memiliki ke-

kuatan untuk menjadikan dirinya kengerian bagi rakyatnya. Oleh 

sebab  itu, diputuskan bahwa Daud harus dibawa kembali ke 

Yerusalem kotanya sendiri, dan ke istananya di sana, dengan 

suatu upacara khusus. Dan di sini kita mendapati bahwa perkara 

itu disepakati bersama. 

I.  Orang-orang Israel, yaitu sepuluh suku, yaitu  yang pertama 

membicarakan hal itu (ay. 9-10). Rakyat sedang berselisih tentang 

hal ini . Hal itu menjadi pokok bahasan dan perdebatan yang 

besar di seluruh negeri. Sebagian orang mungkin menentangnya: 

“Biarkanlah dia kembali sendiri atau tinggal di tempat dia berada 

sekarang.” Sebagian yang lain tampak bersemangat untuk mem-

bawa raja pulang, dan memberikan alasan sebagai berikut, untuk 

melanjutkan rencana itu,  

1. Bahwa Daud sebelumnya telah menolong mereka, telah ber-

tempur untuk mereka, mengalahkan musuh-musuh mereka, 

dan banyak melakukan kebaikan untuk mereka. Oleh sebab 

itu, sungguh memalukan jika dia harus terus terbuang dari 

negeri mereka, sementara ia sudah begitu berjasa terhadap 

negeri itu. Perhatikanlah, pengabdian yang baik untuk orang 

banyak, meskipun bisa saja dilupakan untuk sementara 

waktu, akan diingat kembali saat  orang sudah bisa berpikir 

dengan benar.  

2.  Bahwa Absalom sekarang telah mengecewakan mereka. “Kita 

dengan bodoh telah muak terhadap pohon aras, dan memilih 

ranting untuk memerintah atas kita. namun  cukuplah sudah. 

Absalom telah binasa, dan kita dengan susah payah telah 

luput dari kebinasaan bersamanya. Oleh sebab  itu, marilah 

kita kembali setia kepada pemimpin kita yang dulu, dan ber

usaha untuk membawa sang raja kembali.” Mungkin ini saja-

lah perselisihan di antara mereka, bukan perdebatan apakah 

raja harus dibawa kembali atau tidak sebab  semuanya setuju 

hal itu harus dilakukan, melainkan kesalahan siapakah se-

hingga hal ini  tidak dilakukan. Seperti yang biasa terjadi 

dalam perkara-perkara seperti itu, setiap orang membenarkan 

diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Rakyat menimpakan 

kesalahan kepada para tua-tua, dan para tua-tua kepada rak-

yat, dan satu suku kepada suku yang lain. Saling menyema-

ngati untuk melakukan pekerjaan baik yaitu  hal yang terpuji, 

namun  bukan saling menuduh sebab  pekerjaan itu tidak dila-

kukan. Sebab biasanya jika  pekerjaan yang menyangkut 

kepentingan orang banyak diabaikan, semua pihak harus ikut 

menanggung kesalahan. Setiap orang bisa berbuat lebih dari-

pada yang biasa ia lakukan dalam hal-hal seperti memperbaiki 

tingkah laku, mengatasi perpecahan, dan sejenisnya.  

II. Orang-orang Yehuda, melalui rancangan Daud, menjadi yang 

pertama melakukannya. Sungguh aneh bahwa mereka, sebagai 

suku asal Daud, tidak begitu tergerak untuk melakukannya se-

perti suku-suku yang lain. Daud mendapat kabar tentang maksud 

baik dari semua suku lain terhadap dia, namun tidak mendengar 

apa-apa dari suku Yehuda, meskipun dia selalu memberi perhati-

an khusus kepada mereka. namun  kita tidak selalu mendapat ke-

baikan terbesar dari orang-orang yang, dengan alasan kuat, kita 

harap memberi kita kebaikan itu. Namun demikian, Daud tidak 

mau kembali sebelum dia mengetahui perasaan dari sukunya 

sendiri. Yehuda ialah pemberi hukum baginya (Mzm. 60:9, KJV). 

Agar perjalanannya pulang menjadi lebih terang,  

1. Daud menyuruh Zadok and Abyatar, dua imam kepala itu, 

untuk berbicara kepada tua-tua Yehuda, dan untuk mendo-

rong mereka supaya mengundang raja untuk kembali ke 

rumahnya, yaitu ke istananya, yang merupakan kemuliaan 

dari suku mereka (ay. 11-12). Tidak ada orang lain yang lebih 

tepat untuk merundingkan perkara ini daripada kedua orang 

imam itu, yang tetap setia kepada kepentingan Daud, yang 

merupakan orang-orang bijaksana, dan mempunyai pengaruh 

besar terhadap umat. Mungkin orang-orang Yehuda itu lalai 

dan abai, dan tidak melakukannya, sebab  tak ada seorang 

pun yang mendesak mereka untuk melakukannya. Dengan 

demikian, memang sudah sepantasnyalah mereka digerakkan 

untuk melakukannya. Banyak orang mau ikut dalam suatu 

pekerjaan baik, namun mereka tidak mau memimpin di da-

lamnya. Sungguh disayangkan bahwa orang-orang Yehuda 

terus diam saja sebab  tidak disuruh. Atau mungkin mereka 

begitu sadar akan tindakan mereka yang sangat menyulut 

amarah Daud, dengan bergabung bersama Absalom, sehingga 

mereka takut untuk membawanya kembali, sebab  sudah 

hilang harapan akan mendapat perkenanannya. Itulah sebab-

nya Daud menyuruh para utusannya untuk meyakinkan me-

reka akan perkenanannya, dengan alasan ini: “Kamulah sau-

dara-saudaraku, kamulah darah dagingku, dan sebab  itu aku 

tidak dapat berlaku keras terhadap kamu.” Anak Daud dengan 

senang hati menyebut kita saudara, darah daging-Nya, yang 

membesarkan hati kita untuk berharap bahwa kita akan men-

dapat perkenanan-Nya. Atau mungkin mereka hendak melihat 

apa yang akan dilakukan oleh suku-suku yang lain sebelum 

mereka bergerak, dan sebab  itulah mereka di sini ditegur: 

“Perkataan seluruh Israel telah sampai kepada raja untuk 

mengundangnya kembali. Akankah Yehuda menjadi yang ter-

akhir, padahal seharusnya menjadi yang pertama? Di mana-

kah sekarang keberanian yang termasyhur dari suku kerajaan 

itu? Di manakah kesetiaannya?” Perhatikanlah, kita harus ter-

gerak untuk melakukan apa yang besar dan baik oleh ketela-

danan dari para leluhur kita maupun dari sesama kita, dan 

dengan  mempertimbangkan kedudukan kita. Janganlah kira-

nya yang pertama dalam martabat menjadi yang terakhir 

dalam menjalankan kewajiban.  

2. Daud secara khusus membujuk Amasa, yang sebelumnya 

telah menjadi kepala pasukan Absalom, untuk mendukung ke-

pentingannya. Amasa ini yaitu  keponakannya sendiri seperti 

halnya dengan Yoab (ay. 13). Daud mengakui Amasa sebagai 

kerabatnya, dan menjanjikan dia bahwa, jika dia mau datang 

menghadap kepadanya sekarang, Daud akan menjadikannya 

panglima dari semua pasukannya sebagai ganti Yoab. Daud 

tidak hanya akan memaafkannya, yang kemungkinan dikha-

watirkan oleh Amasa, namun  juga akan memberinya jabatan 

yang lebih tinggi. Kadang-kadang tidak ada ruginya menjadi-

kan seseorang sebagai teman, sekalipun dulu pernah menjadi 

musuh. Keberpihakan Amasa bisa jadi membawa kebaikan 

bagi Daud pada saat seperti ini. Namun demikian, walaupun 

Daud bertindak dengan bijaksana bagi dirinya sendiri dalam 

menetapkan jabatan ini untuk Amasa sebab  Yoab sekarang 

telah menjadi angkuh tak tertahankan, dia tidak berbuat baik 

bagi Amasa dengan membiarkan rancangannya diketahui, 

sebab rancangan itu memicu  kematian Amasa di tangan 

Yoab (20:10).  

3. Dengan bujukan ini, tujuan Daud pun tercapai. Ia membelok-

kan hati orang-orang Yehuda untuk memberikan sua-

ra, nemine contradicente – secara bulat, untuk memanggil kem-

bali sang raja (ay. 14). Penyelenggaraan Allah, melalui bujukan 

para imam dan keberpihakan Amasa, telah membawa mereka 

pada keputusan ini. Daud tidak bergerak sebelum dia mene-

rima undangan ini, dan sesudah  menerima undangan itu dia 

datang sampai sejauh Yordan, yang di tepi sungainya mereka 

harus menemuinya (ay. 15). Yesus Tuhan kita akan memerin-

tah atas orang-orang yang mengundang-Nya untuk bertakhta 

dalam hati mereka, dan tidak sebelum Ia diundang. Ia per-

tama-tama membelokkan hati, dan membuatnya merelakan 

diri untuk maju pada hari kemenangan-Nya, lalu barulah Ia 

memerintah di antara musuh-Nya (Mzm. 110:2-3). 

Daud Mengampuni Simei  

(19:16-23) 

16 Juga Simei bin Gera, orang Benyamin yang dari Bahurim itu, cepat-cepat 

datang bersama-sama dengan orang-orang Yehuda untuk menyongsong raja 

Daud. 17 Juga ada seribu orang dari daerah Benyamin bersama-sama dengan 

dia. Dan Ziba, hamba keluarga Saul, dan kelima belas anaknya laki-laki dan 

kedua puluh hambanya bersama-sama dengan dia datang tergesa-gesa ke 

sungai Yordan mendahului raja, 18 lalu menyeberang dari tempat penyebe-

rangan untuk menyeberangkan keluarga raja dan untuk melakukan apa 

yang dipandangnya baik. Maka Simei bin Gera sujud di depan raja, saat  

raja hendak menyeberangi sungai Yordan, 19 dan berkata kepada raja: 

“Janganlah kiranya tuanku tetap memandang aku bersalah, dan janganlah 

kiranya tuanku mengingat kesalahan yang dilakukan hambamu ini pada hari 

tuanku raja keluar dari Yerusalem; janganlah kiranya raja memperhatikan-

nya lagi. 20 Sebab hambamu ini tahu bahwa hamba telah berbuat dosa; dan 

lihatlah, pada hari ini akulah yang pertama-tama datang dari seluruh ketu-

runan Yusuf untuk menyongsong tuanku raja.” 21 Lalu berbicaralah Abisai, 

anak Zeruya, katanya: “Bukankah Simei patut dihukum mati sebab  ia telah 

mengutuki orang yang diurapi TUHAN?” 22 namun  Daud berkata: “Apakah

urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya, sehingga kamu pada hari ini 

menjadi lawanku? Masakan pada hari ini seorang dihukum mati di Israel! 

Sebab bukankah aku tahu, bahwa aku pada hari ini yaitu  raja atas Israel?” 

23 Kemudian berkatalah raja kepada Simei: “Engkau tidak akan mati.” Lalu 

raja bersumpah kepadanya. 

Mungkin sungai Yordan tidak pernah dilewati dengan suasana yang 

begitu khidmat, atau dengan begitu banyak kejadian yang luar biasa 

seperti sekarang ini, sejak bangsa Israel menyeberanginya di bawah 

kepemimpinan Yosua. Daud, dalam pelariannya yang penuh penderi-

taan, teringat kepada Allah secara khusus dari tanah sungai Yordan 

(Mzm. 42:7). Dan sekarang tanah ini , lebih daripada tanah yang 

lain, dibuat semarak oleh kemuliaan-kemuliaan yang mengiringi 

kepulangannya. Para tentara Daud melengkapi diri dengan berbagai 

angkutan untuk perjalanan mereka melewati sungai Yordan ini, 

namun , untuk keluarga Daud sendiri, sebuah perahu tambang dikirim 

untuk tujuan itu (ay. 18, KJV). Sebuah armada kapal, menurut seba-

gian penafsir. Sebuah tempat penyeberangan dibuat, menurut sebagi-

an yang lain. Angkutan terbaik disediakan oleh mereka untuk mela-

yani Daud. Dua orang yang menarik perhatian menemuinya di tepi 

sungai Yordan, keduanya telah melecehkan Daud dengan hina saat  

dia sedang dalam pelariannya.  

I. Ziba, yang telah melecehkan dirinya dengan mulut manisnya, dan 

dengan tuduhan palsu terhadap tuannya, telah memperoleh dari 

sang raja suatu hibah dari harta benda tuannya (16:4). Tidak ada 

pelecehan yang lebih besar yang dapat dilakukan Ziba terhadap 

Daud, yaitu bahwa dengan memanfaatkan sikap Daud yang mu-

dah percaya, Ziba menyeretnya untuk melakukan sesuatu yang 

begitu tidak baik terhadap putra dari Yonatan, sahabat Daud. 

Sekarang Ziba datang, dengan serombongan anak dan hambanya, 

untuk menemui sang raja (ay. 17), supaya dia dapat beroleh per-

kenanan raja, dan dengan begitu terbebas dari kesulitan jika  

Mefiboset menyadarkan sang raja tidak lama lagi, dan supaya dia 

dapat membersihkan namanya sendiri (ay. 26). 

II. Simei, yang telah melecehkannya dengan mulut busuknya, men-

cercanya, dan mengutukinya (16:5). Seandainya Daud kalah, 

tidak diragukan lagi dia akan terus menginjak-injak Daud, dan 

bermegah atas apa yang telah dilakukannya. namun  sebab  seka-

rang dia melihat Daud pulang dengan kemenangan, dan kembali 

ke takhtanya, maka dia berpikir bahwa demi kebaikannya sendiri, 

ia harus berdamai dengan Daud. Orang-orang yang sekarang 

merendahkan dan melecehkan Anak Daud akan dengan senang 

hati mau berdamai pula dengan-Nya saat  Ia datang dalam ke-

muliaan-Nya. Namun kelak hal itu sudah sangat terlambat. Simei, 

untuk mendapatkan kesan baik dari sang raja,  

1. Datang dengan rombongan yang baik, dengan orang-orang 

Yehuda, sebagai orang yang mendukung kepentingan mereka.  

2. Simei membawa sebuah pasukan dari suku Benyamin, dengan 

jumlah seribu orang, yang mungkin dikepalainya, atau ia men-

jadi panglima besar atas pasukan itu, dengan menawarkan 

dirinya dan diri mereka untuk melayani sang raja. Atau mung-

kin mereka yaitu  para relawan, yang oleh kepentingannya 

telah dikumpulkannya bersama-sama untuk menemui raja. 

Hal ini semakin menyenangkan hati, sebab  dari semua suku 

Israel tidak ada satu pun, kecuali mereka ini dan suku Yehuda, 

yang datang untuk menyambut sang raja dengan hormat.  

3. Simei bergegas melakukan apa yang hendak dilakukannya. Se-

geralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-

sama dengan dia di tengah jalan. Di sini kita mendapati,  

(1) Sikap tunduk si penjahat itu (ay. 18-20): Ia sujud di depan 

raja, sebagai orang yang bertobat, sebagai seorang pemo-

hon. Dan, agar dia dapat terlihat tulus, dia melakukannya 

secara terbuka di hadapan semua hamba Daud, dan te-

man-temannya orang Yehuda, bahkan, di hadapan ribuan 

orangnya. Pelanggaran Simei dilakukan di hadapan banyak 

orang, oleh sebab  itu sikap tunduknya harus dilakukan 

demikian juga. Ia mengakui kejahatannya: Hambamu ini 

tahu bahwa hamba telah berbuat dosa. Ia memperberat 

dosa itu: Aku melakukannya dengan jahat sekali (KJV). Ia 

memohon pengampunan sang raja: Janganlah kiranya 

tuanku tetap memandang aku bersalah, yaitu, menghukum-

ku setimpal dengan perbuatanku. Ia menyiratkan bahwa 

jiwa raja yang besar dan lapang tidak akan sudi memper-

hatikan kesalahannya lagi. Dan Simei menyerukan betapa 

cepat ia kembali setia kepada sang raja, bahwa dialah yang 

pertama-tama datang dari seluruh keturunan Yusuf, yaitu 

dari seluruh Israel yang pada awal pemerintahan Daud 

telah membedakan diri mereka dari suku Yehuda melalui 

dukungan mereka kepada Isyboset, 2:10), yang datang un-

tuk menyongsong tuan raja. Simei datang pertama, sehingga 

melalui teladannya dalam menjalankan kewajiban, yang lain 

akan tergerak untuk melakukannya, dan melalui pengalam-

annya mendapat pengampunan sang raja, yang lain dapat 

terdorong untuk mengikutinya.  

(2) Sebuah usulan dibuat untuk menghukum Simei (ay. 21): “Bu-

kankah Simei patut dihukum mati sebagai pengkhianat? Biar-

lah dia, dari antara semua orang, dijadikan contoh bagi 

yang lain.” Usulan ini dibuat oleh Abisai, yang hendak 

mempertaruhkan nyawanya untuk membunuh Simei keti-

ka Simei mengutuki sang raja (16:9). Daud tidak berpikir 

bahwa hal itu pantas dilakukan pada saat itu, sebab ke-

kuasaannya untuk mengadili diambil darinya. Akan namun , 

sebab  sekarang kekuasaan ini  telah dipulihkan, 

mengapa hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya? 

Abisai dalam hal ini mempertimbangkan apa yang diang-

gapnya menjadi perasaan Daud lebih daripada kepentingan 

Daud yang sesungguhnya. Para penguasa perlu memper-

senjatai diri terhadap godaan untuk melakukan kekerasan.  

(3) Ditepiskannya perkataan Abisai oleh perintah raja (ay. 22- 

23). Daud menolak usulan Abisai dengan rasa tidak senang: 

“Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? 

Semakin sedikit kita berurusan dengan orang-orang yang 

berjiwa pemarah dan ingin balas dendam, dan yang mendo-

rong kita untuk berbuat apa yang kasar dan keras, sema-

kin baiklah itu. Daud memandang orang-orang yang meng-

ajukan tuntutan ini sebagai lawannya, sekalipun mereka 

mengaku-aku bersahabat dan bersemangat membela kehor-

matannya. Orang-orang yang menasihati kita untuk berbuat 

salah sesungguhnya yaitu  Iblis, musuh kita.  

[1] Mereka yaitu  musuh bagi kecenderungan hatinya, 

yaitu memberikan pengampunan. Daud tahu bahwa ia 

pada hari ini yaitu  raja atas Israel, yang dipulihkan 

pada kerajaannya dan ditegakkan kembali di dalamnya, 

dan sebab  itu kehormatannya mencondongkan hatinya 

untuk mengampuni. Kemuliaan raja-rajalah untuk meng-

ampuni orang-orang yang merendahkan diri dan menye-

rahkan diri: Satis est prostrasse leoni – singa sudah mera-

sa puas jika ia sudah membuat korbannya tidak ber-

daya. Sukacita Daud mencondongkan hatinya untuk 

mengampuni. Kegembiraan jiwanya pada kesempatan 

yang besar ini mencegah masuknya hal apa saja yang 

dapat membuat suasana menjadi suram dan memanas. 

Hari-hari sukacita haruslah menjadi hari-hari pengam-

punan. Namun ini belum semuanya. Pengalamannya 

akan belas kasihan Allah dalam mengembalikan dia 

kepada kerajaannya, dan pembuangannya yang dipan-

dangnya sebagai akibat dari dosanya, mencondongkan 

hatinya untuk menunjukkan belas kasihan kepada 

Simei. Orang-orang yang diampuni haruslah mengam-

puni. Daud telah membalaskan dengan keras peleceh-

an-pelecehan yang telah dilakukan kepada para utusan-

nya oleh orang-orang Amon (12:31), namun  ia dengan 

mudah mengabaikan pelecehan yang telah dilakukan 

terhadap dirinya sendiri oleh seorang Israel. Pelecehan 

oleh orang Amon itu merupakan suatu penghinaan ter-

hadap Israel secara umum, dan mengusik kehormatan 

dari mahkota dan kerajaan Daud. Sementara penghina-

an oleh orang Israel ini murni urusan pribadi, dan kare-

nanya sesuai dengan kecenderungan hati orang-orang 

baik pada umumnya, maka Daud dapat mengampuni-

nya dengan lebih mudah.  

[2] Orang-orang yang mengajukan tuntutan itu yaitu  mu-

suh bagi kepentingan Daud. Seandainya ia harus meng-

hukum mati Simei, yang telah mengutuknya, maka 

orang-orang yang telah mengangkat senjata dan sung-

guh-sungguh menyatakan perang melawannya harus 

bersiap-siap mengalami nasib yang sama. Hal ini akan 

menjauhkan mereka dari dia, padahal dia sedang ber-

usaha untuk menarik mereka kepadanya. Tindak keke-

rasan jarang merupakan tindakan yang bijaksana. 

Takhta ditegakkan dalam kasih setia. Simei, sesudah  itu, 

mendapat pengampunan Daud yang telah disahkan dan 

dimeteraikan dengan sumpah. Namun, tidak diragukan 

lagi, ia harus berperilaku baik, dan dapat dikenakan

 hukuman jika dia sesudahnya berperilaku jahat. Dengan 

demikian pada waktunya nanti, dia dijadikan sebagai 

tanda peringatan akan keadilan pemerintah, sebagai-

mana sekarang ia menjadi tanda peringatan akan peng-

ampunannya, dan dalam kedua-duanya ia menjadi tanda 

peringatan akan kebijaksanaannya.  

Mefiboset Bertemu Daud  

(19:24-30) 

24 Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kaki-

nya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak 

raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat. 25 saat  ia dari Yerusalem 

menyongsong raja, bertanyalah raja kepadanya: “Mengapa engkau tidak pergi 

bersama-sama dengan aku, Mefiboset?” 26 Jawabnya: “Ya tuanku raja, aku 

ditipu hambaku. Sebab hambamu ini berkata kepadanya: Pelanailah keledai 

bagiku, supaya aku menungganginya dan pergi bersama-sama dengan raja! – 

sebab hambamu ini timpang. 27 Ia telah memfitnahkan hambamu ini kepada 

tuanku raja. namun  tuanku raja yaitu  seperti malaikat Allah; sebab itu 

perbuatlah apa yang tuanku pandang baik. 28 Walaupun seluruh kaum 

keluargaku tidak lain dari orang-orang yang patut dihukum mati oleh tuanku 

raja, tuanku telah mengangkat hambamu ini di antara orang-orang yang 

menerima rezeki dari istanamu. Apakah hakku lagi dan untuk apa aku 

mengadakan tuntutan lagi kepada raja?” 29 namun  raja berkata kepadanya: 

“Apa gunanya engkau berkata-kata lagi tentang halmu? Aku telah memutus-

kan: Engkau dan Ziba harus berbagi ladang itu.” 30 Lalu berkatalah Mefiboset 

kepada raja: “Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah 

pulang dengan selamat.” 

Hari kepulangan Daud yaitu  hari untuk mengingat, hari perhitung-

an, yang di dalamnya apa yang sudah terjadi selama pelariannya 

diingat kembali. Salah satu di antaranya, sesudah  perkara Simei, ada-

lah pemeriksaan terhadap perkara Mefiboset, dan Mefiboset sendiri 

yang mengungkitnya. 

I.  Mefiboset pergi bersama khalayak ramai untuk menyongsong raja 

(ay. 24), dan sebagai bukti dari ketulusan sukacitanya atas kepu-

langan sang raja, kita di sini diberi tahu betapa ia sungguh-

sungguh berkabung atas pembuangan sang raja. Selama masa 

yang penuh kesedihan ini , saat  salah satu kemuliaan ter-

besar dari Israel telah pergi, Mefiboset terus berada dalam keada-

an yang sangat menyedihkan. Ia tidak pernah memelihara jang-

gutnya, atau mengenakan pakaian yang bersih, namun  mengabai-

kan dirinya sepenuhnya, sebagai orang yang hanyut dalam kese-

dihan sebab  kesusahan sang raja dan penderitaan kerajaan. 

Pada waktu terjadi malapetaka yang menimpa semua orang, kita 

harus membatasi kegembiraan kita dalam hal-hal yang menyang-

kut kenikmatan indrawi, dengan menyesuaikan diri dengan masa 

yang susah itu. Ada kalanya Allah memanggil untuk menangis 

dan berkabung, dan kita harus mengikuti panggilan ini . 

II. Pada waktu raja tiba di Yerusalem, sebab  tidak ada kesempatan 

yang lebih awal dari itu, Mefiboset datang menyongsong raja (ay. 

25). Dan saat  raja bertanya mengapa dia, sebagai salah satu 

dari keluarganya, tinggal di tempat, dan tidak menemaninya da-

lam pembuangannya, Mefiboset menjelaskan perkaranya dengan 

sepenuhnya kepada raja.  

1. Mefiboset mengeluh tentang Ziba, hambanya yang seharusnya 

menjadi temannya, namun  telah menjadi musuh dalam dua hal. 

Sebab, pertama, Ziba telah menghalanginya untuk pergi ber-

sama raja, dengan mengendarai sendiri keledai yang telah 

disuruh untuk dipersiapkan bagi tuannya (ay. 26), dengan 

mengambil keuntungan secara hina dari ketimpangan tuannya 

dan ketidakmampuannya untuk menolong diri sendiri. Dan 

kedua, Ziba telah memfitnahnya kepada Daud bahwa tuannya 

itu berencana merebut pemerintahan (ay. 27). Betapa besar 

celaka yang dapat ditimpakan oleh seorang hamba yang jahat 

kepada tuan yang teramat baik!  

2. Mefiboset dengan penuh syukur mengakui kebaikan yang 

besar dari sang raja kepadanya saat  dia dan seisi rumah 

ayahnya berada dalam belas kasihan sang raja (ay. 28). saat  

dia dapat dengan adil diperlakukan sebagai seorang pem-

berontak, dia justru diperlakukan sebagai seorang teman, 

sebagai seorang anak: Tuanku telah mengangkat hambamu ini 

di antara orang-orang yang menerima rezeki dari istanamu. Hal 

ini menunjukkan bahwa tuduhan Ziba tidak mungkin benar. 

Sebab masakan Mefiboset begitu bodoh hingga mengejar kedu-

dukan yang lebih tinggi, padahal dia sudah hidup dengan 

begitu nyaman, begitu bahagia? Masakan dia begitu berakal 

bulus hingga merencanakan suatu kejahatan terhadap Daud, 

padahal ia begitu sadar akan kebaikan Daud yang besar ter-

hadapnya?  

3. Mefiboset menyerahkan perkaranya kepada keputusan raja. 

Perbuatlah apa yang tuanku pandang baik terhadap hamba 

dan semua kepunyaan hamba, dengan bergantung pada  hik-

mat sang raja, dan kemampuannya untuk membedakan mana 

yang benar dan mana yang salah; Tuanku raja yaitu  seperti 

malaikat Allah, dan tanpa mengaku-ngaku sama sekali bahwa 

dirinya benar: “Begitu banyak kebaikan yang telah hambamu 

terima melebihi apa yang pantas bagi hamba. Apakah hakku 

lagi dan untuk apa aku mengadakan tuntutan lagi kepada 

raja? Mengapakah aku harus menyusahkan raja dengan semua 

keluhanku, sementara aku selama ini telah menjadi beban yang 

begitu berat bagi sang raja? Mengapakah aku harus mengang-

gap berat apa saja yang ditimpakan kepadaku, sementara se-

jauh ini aku sudah diperlakukan dengan begitu baik?” Kita 

semua seperti orang-orang yang patut dihukum mati di hadap-

an Allah. Namun demikian, Allah tidak hanya telah meluput-

kan kita dari hukuman mati itu, namun  juga bahkan membawa 

kita duduk di meja hidangan-Nya. Dengan demikian, betapa 

kita tidak beralasan untuk mengeluhkan persoalan apa saja 

yang tengah menimpa kita, dan betapa besar alasan untuk 

menganggap baik segala sesuatu yang dilakukan oleh Allah! 

III. Daud sesudah itu mengingat kembali penyitaan harta milik Mefi-

boset. sebab  sudah tertipu dalam memberikan hibah, Daud 

mencabutnya, dan menegaskan kembali ketetapannya sebelum-

nya mengenai hal itu: “Aku telah memutuskan: Engkau dan Ziba 

harus berbagi ladang itu (ay. 29), yaitu, hendaklah terjadi seperti 

yang pertama kali kuperintahkan (9:10). Ladang itu akan tetap 

menjadi milikmu, namun  Ziba-lah yang mengerjakannya. Ia masih 

harus mengolah tanah, dengan membayar uang sewa kepadamu.” 

Demikianlah Mefiboset mendapatkan apa yang semula didapat-

kannya. Tidak ada kerugian yang diderita, hanya saja Ziba ter-

lepas dari hukuman atas keterangan palsu dan keji mengenai 

tuannya. Mungkin Daud terlalu takut kepada Ziba, atau terlalu 

mengasihinya, untuk dapat mengadilinya menurut hukum yang 

tertulis itu (Ul. 19:18-19). Daud sekarang sedang ingin meng-

ampuni dan menetapkan hati untuk memberikan kemudahan 

bagi semua orang. 

IV. Mefiboset menenggelamkan segala kekhawatirannya tentang la-

dangnya dalam sukacika atas kepulangan sang raja (ay. 30): 

“Biarlah ia mengambil semuanya,  kehadiran dan perkenanan raja 

akan menjadi pengganti semuanya itu bagiku.” Seorang yang baik 

dapat menanggung dengan sabar segala kehilangan dan keke-

cewaan yang diterimanya, asalkan dia melihat Israel dalam keada-

an damai, dan takhta Anak Daud ditinggikan dan ditegakkan. 

Biarlah Ziba mengambil semuanya, supaya Daud merasa tenang.  

Barzilai Bertemu Daud 

(19:31-39) 

31 Juga Barzilai, orang Gilead itu, telah datang dari Ragelim dan ikut ber-

sama-sama raja ke sungai Yordan untuk mengantarkannya sampai di sana. 

32 Barzilai itu sudah sangat tua, delapan puluh tahun umurnya. Ia menyedia-

kan makanan bagi raja selama ia tinggal di Mahanaim, sebab ia seorang yang 

sangat kaya. 33 Berkatalah raja kepada Barzilai: “Ikutlah aku, aku akan me-

melihara engkau di tempatku di Yerusalem.” 34 namun  Barzilai menjawab raja: 

“Berapa tahun lagikah aku hidup, sehingga aku harus pergi bersama-sama 

dengan raja ke Yerusalem? 35 Sekarang ini aku telah berumur delapan puluh 

tahun; masakan aku masih dapat membedakan antara yang baik dan yang 

tidak baik? Atau masih dapatkah hambamu ini merasai apa yang hamba ma-

kan atau apa yang hamba minum? Atau masih dapatkah aku mendengarkan 

suara penyanyi laki-laki dan penyanyi wanita  ? Apa gunanya hambamu 

ini lagi menjadi beban bagi tuanku raja? 36 Sepotong jalan saja hambamu ini 

berjalan ke seberang sungai Yordan bersama-sama dengan raja. Mengapa 

raja memberikan ganjaran yang sedemikian kepadaku? 37 Biarkanlah hamba-

mu ini pulang, sehingga aku dapat mati di kotaku sendiri, dekat kubur ayah-

ku dan iartikel . namun  inilah hambamu Kimham, ia boleh ikut dengan tuanku 

raja; perbuatlah kepadanya apa yang tuanku pandang baik.” 38 Lalu berbi-

caralah raja: “Baiklah Kimham ikut dengan aku; aku akan berbuat kepada-

nya apa yang kaupandang baik, dan segala yang kaukehendaki dari padaku 

akan kulakukan untukmu.” 39 Kemudian seluruh rakyat menyeberangi 

sungai Yordan. Juga raja menyeberang, sesudah  berpamitan dengan Barzilai 

dengan ciuman. Lalu orang ini pun pulanglah ke tempat kediamannya. 

Daud telah menyemarakkan kemenangan dari kepulangannya ke 

istana dengan pengampunan yang penuh kemurahan hati atas keja-

hatan-kejahatan yang telah dilakukan kepadanya. Dalam perikop ini 

kita mendapati Daud menyemarakkan kemenangan itu dengan upah 

yang tidak kalah royalnya atas kebaikan-kebaikan yang telah 

ditunjukkan kepadanya. Barzilai, seorang Gilead, yang berkedudukan 

tinggi di Ragelim, tidak jauh dari Mahanaim, yaitu  seorang yang, 

dari semua bangsawan dan kaum terpandang di negeri itu, telah 

berlaku teramat baik kepada Daud dalam kesusahannya. Seandainya

Absalom yang menang, ada kemungkinan Barzilai akan menderita 

sebab  kesetiaannya itu. namun  sekarang dia dan segala miliknya 

tidak akan mendapat kerugian sebab nya. Dalam perikop ini kita 

mendapati, 

I.  Penghormatan Barzilai yang besar kepada Daud, bukan hanya 

sebagai seorang yang baik, melainkan juga sebagai rajanya yang 

adil: Ia menyediakan banyak makanan, bagi Daud dan keluarga-

nya, selama ia tinggal di Mahanaim (ay. 32). Allah telah memberi 

Barzilai banyak harta benda, sebab ia seorang yang sangat 

kaya, dan kelihatannya dia juga memiliki hati yang lapang untuk 

berbuat baik dengan segala hartanya itu. Apalagi gunanya harta 

yang berlimpah kalau bukan untuk berbuat baik? jika  orang 

besar menjadi terpuruk, kemurahan hati menuntut kita untuk 

berbuat baik kepadanya secara khusus, sebaik-baiknya menurut 

kekuatan kita, dan jika  orang baik tertindas, kesalehan menu-

ntut kita untuk berbuat serupa. Barzilai, untuk menunjukkan bah-

wa dia tidak lelah melayani Daud, meskipun Daud sudah menjadi 

beban yang begitu besar baginya, ikut bersama-sama Daud ke 

sungai Yordan, dan mengantarkannya sampai di sana (ay. 31). 

Hendaknya dari sini para bawahan belajar untuk memberikan pa-

jak kepada orang yang berhak menerima pajak dan hormat kepada 

orang yang berhak menerima hormat (Rm. 13:7). 

II. Undangan baik yang diberikan Daud kepadanya untuk ikut ke 

istana bersamanya (ay. 33): Ikutlah aku. Daud mengundang Bar-

zilai,  

1.  Agar Daud bisa merasakan sukacita dari penyertaan Barzilai 

dan manfaat dari nasihatnya. Sebab kita dapat menduga bah-

wa Barzilai yaitu  seorang yang sangat bijak dan baik, selain 

juga sangat kaya, sebab jika tidak, dia tidak akan disebut di 

sini sebagai seorang yang sangat kaya (KJV: seorang yang 

sungguh besar). Sebab jati diri seseorang, lebih daripada apa 

yang dimilikinya, yang membuatnya sungguh-sungguh besar.  

2.  Agar Daud bisa mempunyai kesempatan untuk membalas ke-

baikan Barzilai: “Aku akan memelihara engkau. Engkau akan 

berbagi kemewahan denganku, dan ini di Yerusalem, kota 

kerajaan dan kota suci.” Daud tidak menganggap kebaikan 

Barzilai sebagai utang. Dia bukanlah salah seorang dari raja

raja yang sewenang-wenang, yang berpikir bahwa apa saja 

yang dimiliki rakyat mereka yaitu  milik mereka sendiri bila-

mana mereka menghendakinya. Sebaliknya, Daud menerima 

kebaikan itu dan mengganjarnya sebagai perkenanan. Kita 

harus selalu belajar untuk berterima kasih kepada teman-

teman kita, terutama kepada mereka yang telah menolong kita 

dalam masa kesukaran.  

III. Tanggapan Barzilai atas undangan ini, yang di dalamnya, 

1. Barzilai mengagumi kemurahan hati sang raja dalam memberi-

kan tawaran ini, dengan mengecilkan pelayanannya sendiri, dan 

mengagung-agungkan balasan raja atas pelayanannya itu: 

Mengapa raja memberikan ganjaran yang sedemikian kepadaku? 

(ay. 36). Masakan sang tuan berterima kasih kepada hambanya 

yang hanya melakukan apa yang menjadi kewajibannya? Bar-

zilai berpikir bahwa raja sudah memberinya kehormatan yang 

cukup dengan membiarkannya melakukan pelayanan apa saja 

kepada sang raja. Demikian pula halnya, saat  orang-orang 

kudus dipanggil untuk mewarisi kerajaan berdasar  apa 

yang telah mereka lakukan bagi Kristus di dunia ini, mereka 

akan tercengang melihat ketidakseimbangan antara pelayanan 

dan upahnya. Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar 

dan kami memberi Engkau makan? (Mat. 25:37).  

2. Barzilai menolak undangan itu. Ia memohon maaf kepada sang 

raja atas penolakannya terhadap tawaran yang begitu penuh 

kemurahan hati. Ia pasti merasa sangat berbahagia untuk 

berada dekat dengan sang raja, namun ,  

(1)  Barzilai sudah tua, dan tidak kuat untuk bepergian sama 

sekali, terutama ke istana. Ia sudah tua, dan tidak bugar 

untuk melakukan pekerjaan di istana: “Mengapakah aku 

harus pergi bersama-sama dengan raja ke Yerusalem? Aku 

sama sekali tidak dapat melayani raja di sana, entah itu di 

dalam dewan, perkemahan, perbendaharaan, atau badan 

pengadilan. Sebab berapa tahun lagikah aku hidup? (ay. 

34). Masakan aku berpikir untuk bekerja, sedangkan seka-

rang aku akan meninggalkan dunia ini?” Ia sudah tua dan 

tidak cocok untuk hiburan-hiburan di istana, yang akan 

percuma diberikan, dan bahkan akan dibuang, kepada 

seseorang yang tidak lagi dapat menikmatinya (ay. 35). 

Seperti pada zaman Musa, demikian pula pada zaman 

Barzilai, dan sekarang pun begitu, bahwa, jika orang bisa 

kuat sampai hidup delapan puluh tahun, kebanggaannya 

pada waktu itu yaitu  kesukaran dan penderitaan (Mzm. 

90:10). Tahun-tahun ini pada masa itu, dan juga masih 

demikian sekarang ini, yaitu  tahun-tahun di mana orang 

berkata, tak ada kesenangan bagiku di dalamnya (Pkh. 

12:1). Makanan yang sangat lezat menjadi tawar jika tidak 

ada lagi nafsu makan, dan nyanyian bagi telinga orang 

yang lanjut usia tidak lebih baik daripada nyanyian yang 

dinyanyikan untuk hati yang sedih, sangat tidak menye-

nangkan hati. Bagaimana tidak demikian jika  semua 

penyanyi wanita   tunduk? Hendaklah orang-orang tua 

belajar dari Barzilai untuk mati rasa terhadap kenikmatan-

kenikmatan inderawi. Hendaklah perkara ilahi menjadi 

yang utama dibandingkan perkara duniawi, dan hendaklah 

mereka memanfaatkan masa susah dengan sebaik-baiknya. 

Bahkan Barzilai, sebab  sudah tua, menganggap bahwa 

dirinya akan menjadi beban bagi tuan raja, dan bukannya 

berguna baginya. Orang yang baik tidak akan pergi ke 

mana pun untuk menjadi beban, atau, seandainya dia ha-

rus menjadi beban, ia lebih memilih menjadi beban bagi 

keluarganya sendiri daripada bagi keluarga orang lain.  

(2) Barzilai sedang menanti ajal, dan harus mulai berpikir 

tentang perjalanannya yang jauh, kepergiannya dari dunia 

ini (ay. 37). Alangkah baiknya jika kita semua, namun  ter-

utama orang yang sudah lanjut usia, berpikir dan berbicara 

banyak tentang kematian. “Daripada pergi ke istana,” ujar 

Barzilai, “biarkanlah aku pulang dan mati di kotaku sendiri, 

tempat kuburan ayahku. Biarkanlah aku mati dekat kubur 

ayahku dan iartikel , supaya tulang-tulangku dapat dibawa 

dengan tenang ke tempat peristirahatan mereka. Kuburan-

nya telah siap bagiku, biarkanlah aku pergi dan bersiap 

untuknya, pergi dan mati di tempat kediamanku.” 

3. Barzilai ingin agar sang raja bersikap baik kepada Kimham, 

putranya: Ia boleh ikut dengan tuanku raja, dan mendapat 

kedudukan di istana. Kebaikan yang diberikan kepada Kim-

ham akan dipandang oleh Barzilai sebagai kebaikan yang 

dilakukan kepada dirinya. Orang-orang yang sudah tua tidak 

boleh iri hati kepada orang-orang muda atas segala kesenang-

an yang tidak bisa lagi mereka nikmati, namun  juga mereka 

tidak boleh hanya mengurung diri. Barzilai sendiri akan kem-

bali pulang, namun  dia tidak mau membuat Kimham kembali 

bersamanya. Meskipun Barzilai bisa saja menahan Kimham 

untuk tidak pergi, namun, sebab  berpikir bahwa kepergian-

nya akan membuatnya puas dan maju, maka dia bersedia 

untuk melepasnya. 

IV. Perpisahan Daud dengan Barzilai.  

1.  Daud melepas Barzilai kembali ke negerinya dengan sebuah 

ciuman dan berkat (ay. 39), yang menandakan bahwa sebagai 

ucapan terima kasih atas kebaikannya, Daud akan mengasihi-

nya dan berdoa baginya, dan dengan janji bahwa apa pun 

permintaan yang akan disampaikannya kepada Daud sewaktu-

waktu, ia akan siap untuk mengabulkannya (ay. 38): Segala 

yang kaukehendaki, saat  engkau pulang, daripadaku, itu 

akan kulakukan untukmu. Apa keutamaan dari kekuasaan 

kalau bukan ini, bahwa kekuasaan memberi orang kemampu-

an untuk melakukan kebaikan yang lebih besar.  

2.  Daud membawa Kimham pergi bersamanya, dan menyerahkan 

kepada Barzilai untuk memilihkan kedudukan yang baik 

baginya. Aku akan berbuat kepadanya apa yang kaupandang 

baik (ay. 38). Dan sepertinya Barzilai, yang telah mengalami 

kedamaian dan keamanan dari tempat terpencil, memohon 

sebuah tempat kediaman bagi Kimham di dekat Yerusalem, 

namun bukan di dalamnya. Sebab, lama sesudahnya, kita 

membaca tentang sebuah tempat dekat Betlehem, kota Daud, 

yang disebut tempat penginapan milik Kimham. Ada kemung-

kinan bahwa tempat ini diberikan kepada Kimham, bukan dari 

tanah negara atau lahan sitaan, melainkan dari lahan warisan 

ayah Daud.  

Pertengkaran antara Israel dan Yehuda 

(19:40-43) 

40 Sesudah itu berjalanlah raja terus ke Gilgal, dan Kimham ikut dengan dia. 

Seluruh rakyat Yehuda bersama-sama setengah dari rakyat Israel telah

Kitab 2 Samuel 19:40-43 

 897 

mengantarkan raja. 41 namun  seluruh orang Israel datang menghadap raja 

dan berkata kepada raja: “Mengapa saudara-saudara kami, orang-orang 

Yehuda itu, menculik raja dan membawa dia menyeberangi sungai Yordan 

dengan keluarganya dan semua orang Daud yang menyertai dia?” 42 Lalu 

semua orang Yehuda menjawab orang-orang Israel itu: “Oleh sebab  raja 

kerabat kami. Mengapa kamu menjadi marah sebab  hal ini? Apakah kami 

makan apa-apa atas biaya raja? Apakah kami mendapat keuntungan?”  

43 namun  orang-orang Israel itu menjawab orang-orang Yehuda: “Kami sepu-

luh kali lebih berhak atas raja. Sebagai anak sulung kami melebihi kamu. 

Mengapa kamu memandang kami rendah? Bukankah kami yang pertama-

tama harus membawa raja kami kembali?” namun  perkataan orang-orang 

Yehuda itu lebih pedas dari pada perkataan orang-orang Israel. 

Daud menyeberangi sungai Yordan dengan disertai dan didampingi 

oleh orang-orang Yehuda saja. Akan namun , saat  dia sudah sampai 

sejauh Gilgal, daratan pertama di seberang sungai Yordan ini, sete-

ngah dari rakyat Israel, yaitu dari tua-tua dan para pembesar, telah 

datang menantikan dia, untuk mencium tangannya, dan mengucap-

kan selamat atas kepulangannya. Namun, mereka mendapati bahwa 

mereka sudah sangat terlambat untuk menyaksikan khidmatnya 

suasana saat  Daud masuk pertama kali. Hal ini membuat mereka 

marah, dan menimbulkan suatu pertengkaran antara mereka dan 

orang-orang Yehuda, yang merusak sukacita pada hari itu, dan 

merupakan permulaan dari malapetaka lebih lanjut. Dalam perikop 

ini kita mendapati,  

1. Keluhan yang diajukan oleh orang-orang Israel kepada raja 

melawan orang-orang Yehuda (ay. 41), bahwa orang-orang Yehuda 

telah melakukan upacara untuk membawa sang raja menyebe-

rangi sungai Yordan, namun tidak memberi tahu mereka, supaya 

mereka dapat datang untuk ikut serta. Tindakan ini menghina 

mereka, seolah-olah mereka tidak begitu senang dengan raja dan 

kepulangannya seperti orang-orang Yehuda, padahal raja sendiri 

tahu bahwa mereka telah membicarakan perkara itu sebelum 

orang-orang Yehuda berpikir untuk melakukannya (ay. 11). Tam-

pak juga seakan-akan orang-orang Yehuda berniat untuk me-

nguasai sendiri perkenanan raja sesudah  dia kembali, untuk 

dipandang sebagai satu-satunya temannya. Lihatlah kejahatan 

apa yang timbul dari kesombongan dan kecemburuan.  

2. Alasan yang dibuat oleh orang-orang Yehuda (ay. 42).  

(1) Mereka menyerukan hubungan keluarga dengan raja: “Raja 

yaitu  kerabat kami, dan sebab nya dalam perkara upacara 

semata, seperti halnya perkara ini, kami bisa meminta untuk 

didahulukan. Ke dalam negeri kamilah ia harus dibawa, dan 

sebab  itu siapakah yang lebih pantas daripada kami untuk 

membawa sang raja?”  

(2) Mereka menyangkal tuduhan yang disampaikan secara tidak 

langsung bahwa mereka hanya mementingkan diri sendiri 

dalam apa yang telah mereka lakukan: “Apakah kami makan 

apa-apa atas biaya raja? Tidak, kami semua menanggung bia-

ya kami sendiri. Apakah kami mendapat keuntungan? Tidak, 

kami tidak berniat untuk mengeruk keuntungan dari kepu-

langan raja. Kalian datang dan masih cukup mempunyai wak-

tu untuk berbagi di dalam keuntungan itu.” Terlalu banyak 

orang yang menyertai para raja berbuat demikian hanya demi 

keuntungan yang dapat mereka peroleh.  

3. Pembelaan orang-orang Israel terhadap tuduhan orang-orang 

Yehuda (ay. 43). Mereka berseru, “Kami sepuluh kali lebih berhak 

atas raja,” sebab Yehuda hanya memiliki Simeon, yang milik pusa-

kanya ada di dalam wilayah Yehuda, untuk digabungkan dengan-

nya. “Dan sebab  itu suatu penghinaan terhadap kami bahwa 

nasihat kami tidak diminta untuk membawa raja kembali.” Lihatlah 

betapa tidak menentunya khalayak ramai itu. Belum lama ini 

mereka berjuang melawan raja, untuk mengusirnya. Sekarang 

mereka berjuang untuk merebut hati raja, siapa yang akan mem-

berikan penghormatan terbesar baginya. Orang yang baik dan 

perkara yang baik pasti akan mendapatkan kembali nama baik-

nya dan kepentingannya, meskipun, untuk sementara waktu, 

mereka mungkin tampak kehilangan keduanya. Lihatlah apa yang 

biasanya menjadi asal-usul dari perselisihan, tidak lain selain 

ketidaksabaran dalam menanggung penghinaan atau tindakan 

sekecil apa pun yang tampak meremehkan. Orang-orang Yehuda 

akan berbuat lebih baik seandainya mereka mau menerima nasi-

hat dan bantuan saudara-saudara mereka. Akan namun , sebab  

mereka tidak menerimanya, mengapakah orang-orang Israel ha-

rus merasa begitu tersinggung dan sakit hati? Jika suatu perbuat-

an baik dilakukan, dan dilakukan dengan baik, janganlah kita 

merasa tidak senang, atau pekerjaan itu direndahkan, walaupun 

kita tidak ikut andil di dalamnya.  

4. Kitab Suci memberi perhatian, dengan cara mempersalahkan, 

pihak mana dari yang bertikai itu yang menangani perkara ter-

sebut dengan amarah yang paling besar: Perkataan orang-orang 

Yehuda itu lebih pedas dari pada perkataan orang-orang Israel. 

Walaupun kebenaran dan akal sehat ada di pihak kita, namun, 

jika kita mengungkapkan isi hati kita dengan pedas, Allah mem-

perhatikannya dan sangat tidak senang dengannya. 

 

 

 

PASAL  20  

etapa awan kembali mendung sesudah hujan reda! Begitu satu 

masalah Daud dibereskan, muncul pula masalah lain, yang 

seakan-akan timbul dari abu masalah sebelumnya. Dalam hal ini di-

genapilah ancaman itu, bahwa pedang tidak akan menyingkir dari 

keturunannya. 

I. Sebelum Daud sampai di Yerusalem, terjadilah pemberontak-

an baru yang dipimpin Seba (ay. 1-2). 

II.  Tindakan pertama Daud, sesudah  tiba di Yerusalem, yaitu  

memenjarakan para gundiknya seumur hidup (ay. 3). 

III. Amasa, yang diberinya kepercayaan untuk mengerahkan 

pasukan melawan Seba, terlampau lamban bergerak, sehing-

ga membuatnya cemas (ay. 4-6). 

IV. Salah seorang panglimanya membunuh panglima lain dengan 

biadab, saat  mereka sedang berada di medan perang (ay. 7-

13). 

V. Seba pada akhirnya terkurung di kota Abel-Bet-Maakha (ay. 

14-15), namun penduduk kota itu menyerahkannya kepada 

Yoab, dan dengan demikian pemberontakan Seba berhasil di-

tumpas (ay. 16-22). Pasal ini ditutup dengan penjelasan sing-

kat tentang para pemuka istana Daud (ay. 23-26). 

Pemberontakan Seba 

(20:1-3) 

1  Kebetulan ada di sana seorang dursila, bernama Seba bin Bikri, orang 

Benyamin. Ia meniup sangkakala serta berkata: “Kita tidak memperoleh bagi-

an dari pada Daud. Kita tidak memperoleh warisan dari anak Isai itu. 

Masing-masing ke kemahnya, hai orang Israel!” 2 Lalu semua orang Israel itu 

meninggalkan Daud dan mengikuti Seba bin Bikri, sedangkan orang-orang 

Yehuda tetap berpaut kepada raja mereka, mengikutinya dari sungai Yordan 

sampai Yerusalem. 3 Sampailah Daud ke istananya di Yerusalem, lalu raja 

mengambil kesepuluh gundik yang ditinggalkannya untuk menunggui istana, 

kemudian dimasukkannya mereka dalam sebuah rumah di bawah penjaga-

an. Ia memelihara mereka, namun  tidak dihampirinya. Mereka tetap terasing 

seperti janda sampai hari mati mereka. 

Di tengah kemenangannya, Daud di sini merasakan penderitaan 

dengan melihat kerajaannya diusik dan keluarganya dipermalukan. 

I. Rakyatnya memberontak terhadapnya sebab  hasutan seorang 

dursila, yang mereka ikuti sesudah  mereka meninggalkan seorang 

yang berkenan di hati Allah. Amatilah, 

1. Bahwa hal ini terjadi segera sesudah pemberontakan Absalom 

dipatahkan. Selama berada di dunia ini, janganlah kita merasa 

heran jika  akhir dari satu masalah merupakan awal dari 

masalah lain. Adakalanya samudera raya berpanggil-panggil-

an. 

2. Bahwa rakyat baru saja kembali setia kepadanya, saat  mere-

ka, secara tiba-tiba, mengingkari kesetiaan mereka. jika  

perdamaian baru diadakan, haruslah itu dipelihara dengan sa-

ngat lembut dan hati-hati, supaya perdamaian itu tidak kem-

bali runtuh sebelum ditegakkan. Tulang patah yang baru ter-

sambung membutuhkan waktu agar tetap tersambung dengan 

kuat. 

3. Bahwa dalang pemberontakan ini yaitu  Seba, seorang ketu-

runan Benyamin (ay. 1), yang bermukim di pegunungan Ef-

raim (ay. 21). Baik Simei maupun Seba berasal dari suku Saul, 

dan kedua-duanya menyimpan dendam kesumat dari keluarga 

itu. Dalam keturunan ular, ada permusuhan secara turun-

temurun terhadap kerajaan Mesias, dan upaya-upaya yang 

silih berganti untuk menggulingkan kerajaan itu (Mzm. 2:1-2). 

Namun, Dia yang bersemayam di sorga menertawakan mereka 

semua. 

4. Bahwa penyebab dari pemberontakan itu yaitu  pertikaian 

bodoh yang kita baca di akhir pasal sebelumnya, antara para 

tua-tua Israel dan para tua-tua Yehuda, perihal membawa 

sang raja kembali. Masalah kehormatanlah yang dipertengkar-

kan di antara mereka, yaitu siapa yang mempunyai kepenting-

an paling besar pada Daud. “Jumlah kami lebih banyak,” kata

 para tua-tua Israel. “Kami yaitu  kerabat terdekat raja,” kata 

para tua-tua Yehuda. Nah, orang tentu akan berpikir bahwa 

Daud merasa sangat aman dan senang saat  bawahannya 

saling bertengkar siapa di antara mereka yang paling menga-

sihinya, dan paling bersemangat menunjukkan rasa hormat 

kepadanya. Namun, bahkan pertengkaran itu pun terbukti 

menjadi penyebab suatu pemberontakan. Orang-orang Israel 

mengeluh kepada Daud atas penghinaan yang telah diberikan 

orang-orang Yehuda kepada mereka. Seandainya sekarang 

Daud menanggapi keluhan orang-orang Israel, memuji sema-

ngat mereka, dan berterima kasih kepada mereka atas sema-

ngat mereka itu, ia bisa saja meneguhkan mereka untuk ber-

pihak kepadanya. Akan namun , sepertinya ia memihak sukunya 

sendiri: Perkataan orang-orang Yehuda itu lebih didengar dari-

pada perkataan orang-orang Israel, demikian sebagian penafsir 

membaca kata-kata terakhir dalam pasal sebelumnya. Daud 

cenderung membenarkan orang-orang Yehuda, dan, saat  

orang-orang Israel menyadari hal ini, mereka pergi berlalu 

dengan kemarahan. “Kalau raja mau mencurahkan perhatian-

nya kepada orang-orang Yehuda, biarlah dia dan mereka 

berbuat sebaik-baiknya satu terhadap yang lain, dan kita akan 

mengangkat raja untuk diri kita sendiri. Kita berpikir bahwa 

kita sepuluh kali lebih berhak atas Daud, namun hak seperti 

itu tidak akan diberikan kepada kita. Orang-orang Yehuda 

memberi tahu kita, pada dasarnya, bahwa kita tidak memper-

oleh bagian dari pada Daud, dan oleh sebab itu kita tidak mau 

mendapat bagian sama sekali, tidak pula kita akan melayani 

Daud lebih jauh dalam kepulangannya ke Yerusalem, atau 

mengakuinya sebagai raja kita.” Hal ini dinyatakan oleh Seba 

(ay. 1), yang mungkin merupakan orang terkemuka, dan giat 

berperan dalam pemberontakan Absalom. Orang-orang Israel 

yang merasa jijik termakan oleh hasutan itu, lalu meninggal-

kan Daud dan mengikuti Seba bin Bikri (ay. 2). Maksudnya, 

sebagian besar dari mereka berbuat demikian, hanya orang-

orang Yehudalah yang tetap setia kepada Daud. Dari sini 

dapat ditarik pelajaran,  

(1) Bahwa sungguh tidak bijaksana jika  para raja bersikap 

berat sebelah dalam memberikan perhatian kepada rakyat 

mereka. Begitu pula dengan para orangtua yang bersikap 

seperti itu terhadap anak-anak mereka. Keduanya harus 

bertindak dengan adil. 

(2 Orang-orang yang meremehkan kasih sayang para bawah-

an mereka, dengan tidak mendukung dan menerimanya, 

tidaklah tahu apa yang mereka perbuat. Orang yang kasih 

sayangnya tidak dianggap, harus ditakuti kebenciannya. 

(3) Memulai pertengkaran yaitu  seperti membuka jalan air. 

Jadi berhikmatlah kita jika  undur sebelum perbantahan 

mulai (Ams. 17:14). Betapa besarnya kebakaran yang ditim-

bulkan oleh api yang kecil ini! 

(4) Menyelewengkan perkataan berarti merusak perdamaian. 

Dan malapetaka yang besar terjadi sebab  memaksakan 

tafsiran-tafsiran yang menyakitkan hati atas apa yang dika-

takan dan dituliskan, dan mengambil kesimpulan-kesim-

pulan yang tidak pernah diniatkan. Orang-orang Yehuda 

berkata, raja yaitu  kerabat kami. “Dengan perkataan ini,” 

tutur orang-orang Israel, “engkau bermaksud bahwa kami 

tidak memperoleh bagian apa pun dari pada Daud,” padahal 

orang-orang Yehuda sama sekali tidak bermaksud demi-

kian. 

(5) Orang memang mudah sekali jatuh ke dalam dua sisi yang 

berlebihan. Kami sepuluh kali lebih berhak atas raja,  kata 

orang-orang Israel. Dan, hampir pada tarikan nafas beri-

kutnya mereka berkata, kita tidak memperoleh bagian dari 

pada Daud. Hari ini orang berkata hosana, dan besok 

mereka berteriak salibkan Dia. 

II. Para gundik Daud dipenjarakan seumur hidup, dan Daud sendiri 

merasa perlu mengurung mereka, sebab  mereka telah dinodai 

oleh Absalom (ay. 3). Daud memiliki banyak istri, berlawanan 

dengan hukum Taurat, dan mereka terbukti mendatangkan rasa 

sedih dan malu atasnya. Mereka yang sebelumnya mendatangkan 

kesenangan yang penuh dosa baginya, sekarang, 

1. Terpaksa disingkirkannya, sesuai kewajiban, sebab  mereka 

telah menjadi najis baginya akibat perbuatan kotor yang telah 

dilakukan putranya bersama mereka. Orang-orang yang dahu-

lu dicintainya itu sekarang harus dibencinya. 

2. Terpaksa dikurung, dalam tindakan yang bijak, agar tidak ter-

lihat oleh orang banyak dan membuat malu. Jika tidak, orang-

orang yang melihat para gundik itu bisa saja membicarakan 

hal yang telah diperbuat Absalom terhadap mereka, sesuatu 

yang bahkan tidak pantas disebut-sebut (1Kor. 5:1). Dengan 

mengurung para gundik itu, diharapkan agar kekejian itu ter-

kubur dan terlupakan. 

3. Terpaksa dipenjarakan, demi keadilan, untuk menghukum 

mereka sebab  sudah begitu mudah tunduk kepada hawa naf-

su Absalom. Mungkin mereka putus asa menanti Daud kem-

bali, dan menyangka bahwa dia sudah tiada. Janganlah orang 

berharap bahwa mereka dapat berbuat jahat, namun akan 

baik-baik saja. 

Kematian Amasa 

(20:4-13) 

4 Berkatalah raja kepada Amasa: “Kerahkanlah bagiku orang-orang Yehuda 

dalam tiga hari, kemudian menghadaplah lagi ke mari!” 5 Lalu pergilah Ama-

sa mengerahkan orang Yehuda, namun  ia menunda-nunda tugas itu sampai 

melewati waktu yang ditetapkan raja baginya. 6 Lalu berkatalah Daud kepada 

Abisai: “Sekarang Seba bin Bikri lebih berbahaya bagi kita dari pada Absa-

lom; jadi engkau, bawalah orang-orang tuanmu ini dan kejarlah dia, supaya 

jangan ia mencapai kota yang berkubu, dan dengan demikian ia luput dari 

pada kita.” 7 Lalu Yoab, orang Kreti dan orang Pleti dan semua pahlawan 

keluar menyusul dia. Mereka keluar dari Yerusalem untuk mengejar Seba bin 

Bikri. 8 saat  mereka sampai ke batu besar yang di Gibeon, maka Amasa 

sudah tiba di sana lebih dahulu dari pada mereka. Adapun Yoab mengena-

kan pakaian perang dan di luarnya ada ikat pinggang dengan pedang bersa-

rung terpaut pada pinggangnya. saat  ia tampil ke muka terjatuhlah pedang 

itu. 9 Berkatalah Yoab kepada Amasa: “Engkau baik-baik, saudaraku?” Se-

mentara itu tangan kanan Yoab memegang janggut Amasa untuk mencium 

dia. 10 Amasa tidak awas terhadap pedang yang ada di tangan Yoab itu; Yoab 

menikam pedang itu ke perutnya, sehingga isi perutnya tertumpah ke tanah. 

Tidak usah dia ditikamnya dua kali, sebab ia sudah mati. Lalu Yoab dan 

Abisai, adiknya, terus mengejar Seba bin Bikri. 11 Dan seorang dari orang-

orang Yoab tinggal berdiri di dekat mayat itu, sambil berkata: “Siapa yang 

suka kepada Yoab dan siapa yang memihak kepada Daud, baiklah mengikuti 

Yoab!” 12 Dalam pada itu Amasa terguling mati dalam darahnya di tengah-

tengah jalan raya. saat  orang itu melihat, bahwa seluruh rakyat berdiri 

menonton, maka disingkirkannya mayat Amasa dari jalan raya ke padang, 

lalu dihamparkannya kain di atasnya, sebab  dilihatnya, bahwa setiap orang 

yang datang ke sana berdiri menonton. 13 sesudah  dijauhkannya mayat itu 

dari jalan raya, maka semua orang itu berjalan terus mengikuti Yoab untuk 

mengejar Seba bin Bikri. 

Dalam perikop ini kita mendapati tewasnya Amasa tepat saat  ia 

baru saja naik pangkat. Dia yaitu  keponakan Daud (17:25), dan 

pernah menjadi panglima Absalom serta kepala pasukan pemberon-

taknya. Akan namun , sebab  pemberontakan itu berhasil digagalkan, 

ia lalu berpindah memihak Daud, berdasar  janji bahwa ia akan 

dijadikan panglima pasukannya menggantikan Yoab. Pemberontakan 

Seba memberi Daud peluang untuk menepati janjinya secara lebih 

cepat daripada yang dapat dikehendakinya. Namun, kedengkian dan 

keinginan Yoab untuk melebihi orang lain membuat pemenuhan janji 

itu mendatangkan akibat buruk, baik bagi Amasa maupun Daud. 

I. Amasa ditugaskan mengerahkan pasukan untuk meredam pem-

berontakan Seba, dan diperintahkan untuk mengerahkannya se-

cepat mungkin (ay. 4). Sepertinya orang-orang Yehuda, meskipun 

bersemangat untuk menyertai kemenangan-kemenangan sang 

raja, namun cukup lamban untuk bertempur baginya. Sebab jika 

tidak, saat  mereka semua bersama-sama dalam satu kumpulan 

menyertai Daud ke Yerusalem, mereka bisa saja langsung menge-

jar Seba, dan meremukkan si ular itu sewaktu masih di dalam 

telur. Akan namun , kebanyakan orang memang menyukai kesetia-

an, dan juga agama, yang murah dan mudah. Banyak orang 

memegahkan kekerabatan mereka dengan Kristus, namun sangat 

enggan bertaruh nyawa bagi-Nya. Amasa diutus untuk menghim-

pun orang-orang Yehuda dalam tiga hari. Namun, ia mendapati 

mereka ini begitu lamban dan tidak siap, hingga ia tidak dapat 

melaksanakan tugasnya dalam waktu yang telah ditentukan (ay. 

5). Padahal, kenaikan pangkat Amasa, yang pernah menjadi pang-

lima mereka di bawah Absalom, sangatlah menyukakan hati 

mereka, dan merupakan bukti dari belas kasihan yang ditunjuk-

kan oleh pemerintahan Daud. 

II. Akibat kelambatan Amasa, saudara Yoab yang bernama Abisai 

diperintahkan untuk membawa para pengawal dan pasukan te-

tapnya, dan bersama mereka pergi mengejar Seba (ay. 6-7), sebab 

tidak ada yang bisa menimbulkan akibat lebih berbahaya dari-

pada memberi Seba waktu. Daud memberikan perintah ini kepada 

Abisai, sebab ia bertekad untuk mempermalukan Yoab, dan 

merendahkan dia, namun saya khawatir bukan sebab  darah 

Abner, yang telah ditumpahkannya dengan hina, melainkan ter-

lebih sebab  darah Absalom, yang telah ditumpahkannya dengan 

adil dan terhormat. “Sekarang (menurut Uskup Hall), Yoab men-

derita akibat ketidaktaatan terhadap raja, yang justru diperbuat-

nya sebab  kesetiaan terhadap raja. Betapa cepat bergesernya 

kedudukan dalam kehormatan-kehormatan duniawi, dan betapa 

mudah berubah-ubah! Berbahagialah orang-orang yang diperke-

nan oleh Dia yang di dalam-Nya tidak ada bayangan perubahan.” 

Meskipun dipermalukan dan tidak diperintahkan, Yoab pergi 

menyertai saudaranya, sebab  tahu bahwa ia bisa saja berguna 

bagi orang banyak, atau mungkin sekarang ia sedang memikirkan 

cara untuk menyingkirkan saingannya. 

III. Di dekat Gibeon, Yoab bertemu dengan Amasa, kemudian mem-

bunuhnya dengan biadab (ay. 8-10). Sepertinya batu besar di 

Gibeon ditetapkan sebagai tempat pertemuan untuk semua orang. 

Di sanalah kedua pesaing itu bertemu. Amasa, dengan mengan-

dalkan tugas pengutusannya, pergi terlebih dahulu, sebagai pang-

lima baik dari pasukan yang baru saja dikerahkan dan dihimpun-

nya, maupun dari pasukan berpengalaman yang telah dibawa 

Abisai. Namun, di situ Yoab memanfaatkan kesempatan untuk 

membunuh Amasa dengan tangannya sendiri. Dan, 

1. Yoab melakukannya dengan tidak kentara, dan dengan teren-

cana, dan bukan sebab  terpancing amarah secara tiba-tiba. 

Ia mengenakan jubah perang dengan ikat pinggang, supaya 

pakaiannya tidak menghalangi jalannya, dan supaya pedang-

nya lebih mudah digunakan. Selain itu, ia juga memasukkan 

pedangnya ke dalam sarung yang terlampau longgar, supaya 

bila ia mau, pedang itu bisa jatuh sebab  sedikit gerakan, 

seakan-akan jatuh dengan tidak sengaja. Dengan demikian, ia 

dapat memungut pedang itu tanpa dicurigai, seakan-akan ia 

hendak menyarungkannya kembali, padahal ia berencana un-

tuk menghunjamkannya ke perut Amasa. Semakin dosa diren-

canakan, semakin buruk pula dosa itu. 

2. Yoab melakukannya dengan berkhianat, dan pura-pura bersi-

kap bersahabat, supaya Amasa lengah. Ia menyebut Amasa 

saudaraku, sebab keduanya memang saudara sepupu. Ia juga 

menanyakan kesehatan sepupunya itu, Engkau baik-baik?. 

Kemudian memegang janggutnya, sebagai orang yang akrab 

dengannya, untuk mencium dia. Sementara itu, dengan pe-

dang yang terhunus di tangan yang lain, ia mengarahkannya 

ke jantung Amasa. Inikah tindakan orang terhormat, seorang 

prajurit, seorang panglima? Tidak. Sebaliknya, itu perbuatan 

seorang penjahat, seorang pengecut yang hina. Dengan cara 

yang persis seperti itu jugalah ia membunuh Abner, dan lolos 

dari hukuman, sehingga mendorongnya berbuat hal serupa 

lagi. 

3. Yoab melakukannya dengan kurang ajar. Bukan di tempat ter-

sembunyi, melainkan di depan pasukannya, dan dengan dili-

hat oleh mereka, sebagai orang yang tidak malu ataupun takut 

melakukannya. Hatinya sudah begitu keras dan terbiasa meli-

hat darah dan pembunuhan, sehingga wajahnya tidak menjadi 

merah padam atau tangannya menjadi gemetar lagi. 

4. Yoab melakukannya dengan satu pukulan, memberikan han-

taman yang mematikan dengan kesungguhan hati, sebagai-

mana kita biasa berkata, sehingga ia tidak perlu menikam 

Amasa untuk kedua kali. Dengan tangan yang begitu kuat dan 

mantap, ia memberikan satu pukulan yang mematikan ini. 

5. Yoab melakukannya dengan sikap menghina dan menantang 

Daud, serta penugasan yang telah diberikannya kepada Ama-

sa. Sebab penugasan itu merupakan satu-satunya alasan dari 

pertikaian Yoab dengan Amasa, sehingga Daud juga ditikam 

melalui Amasa, dan pada dasarnya diberi tahu secara terang-

terangan bahwa Yoablah yang akan menjadi panglima, meski-

pun Amasa yang ditunjuk. 

6. Yoab melakukannya dengan sangat tidak pada tempatnya, ke-

tika mereka sedang mengejar musuh yang sama dan ber-

kepentingan untuk sehati dan sepikiran. Pertengkaran pada 

waktu yang tidak tepat ini bisa saja mencerai-beraikan pasuk-

an mereka, atau membuat mereka saling menyerang, sehingga 

mereka semua bisa menjadi mangsa yang empuk bagi Seba. 

Betapa Yoab dapat mengorbankan kepentingan raja dan kera-

jaan dengan senang hati demi balas dendam pribadinya. 

IV. Yoab langsung menempati kembali jabatannya sebagai panglima, 

dan mengambil tugas memimpin pasukan untuk terus mengejar 

Seba, supaya, sekiranya mungkin, ia dapat mencegah terjadinya 

suatu kerugian terhadap kepentingan bersama sebab  apa yang 

telah diperbuatnya. 

1. Yoab meninggalkan salah satu orangnya untuk mengumum-

kan kepada pasukan yang datang, bahwa mereka masih ber-

juang demi kepentingan Daud, namun di bawah pimpinan 

Yoab (ay. 11). Ia tahu betapa besar pengaruh yang dimilikinya 

atas para prajurit, dan betapa banyak orang yang lebih me-

nyukai dia dibanding Amasa, yang pernah berkhianat, seka-

rang berubah haluan, dan tidak pernah berhasil dengan gemi-

lang. Yoab mengandalkan hal ini dengan berani, dan mengajak 

mereka semua untuk mengikutinya. Siapa pula orang Yehuda 

yang tidak akan berpihak kepada rajanya yang dulu dan 

panglimanya yang dulu? namun  orang akan bertanya-tanya, 

bagaimana seorang pembunuh bisa mempunyai muka untuk 

mengejar seorang pengkhianat? Dan bagaimana, di bawah be-

ban kesalahan yang seberat itu, ia masih berani menghadapi 

bahaya? Hati nuraninya pasti sudah terbakar besi panas. 

2. Perhatian diberikan untuk menyingkirkan mayat Amasa dari 

tengah jalan, sebab di tempat itu orang-orang berdiri sambil 

menonton (2:23), lalu menutupinya dengan kain (ay. 12-13). 

Orang-orang fasik menyangka diri mereka aman dalam 

kefasikan mereka asal saja mereka bisa menyembunyikannya 

dari pandangan dunia. Jika kefasikan itu disembunyikan, 

maka bagi mereka kefasikan itu seolah-olah tidak pernah dila-

kukan. namun  menutupi darah dengan kain tidak dapat me-

nyumbat teriakan darah untuk menuntut balas di telinga 

Allah, atau mengecilkan suara teriakan itu. Bagaimanapun, 

sebab  ini bukan saatnya untuk menyalahkan Yoab atas apa 

yang telah diperbuatnya, dan keselamatan bersama menuntut 

supaya tugas itu segera dilaksanakan, maka bijaklah untuk 

menyingkirkan apa yang menghambat gerak maju pasukan. 

Kemudian mereka semua pun pergi mengejar Yoab. Sementara 

itu Daud, yang pasti sudah menerima berita tentang peristiwa 

yang menyedihkan ini, tidak bisa tidak pasti merenunginya 

dengan rasa menyesal bahwa ia tidak terlebih dahulu meng-

adili Yoab atas kematian Abner, dan bahwa sekarang ia telah 

memperhadapkan Amasa pada bahaya dengan mengangkatnya 

sebagai panglima. Dan mungkin hati nurani Daud mengingat-

kan dia bagaimana ia telah melibatkan Yoab dalam pembu-

nuhan terhadap Uria, yang turut mengeraskan hati Yoab 

dalam bertindak kejam. 


Seba Dikejar 

(20:14-22) 

14 Seba telah melintasi daerah semua suku Israel menuju Abel-Bet-Maakha. 

Dan semua orang Bikri telah berkumpul dan mengikuti dia. 15 namun  

sampailah orang-orang Yoab, lalu mengepung dia di Abel-Bet-Maakha; mere-

ka menimbun tanah menjadi tembok terhadap kota ini dan tembok ini 

merapat sampai ke tembok luar sedang seluruh rakyat yang bersama-sama 

dengan Yoab menggali tembok kota itu untuk meruntuhkannya. 16 Lalu 

berserulah seorang wanita   bijaksana dari kota itu: “Dengar! Dengar! 

Katakanlah kepada Yoab: Mendekatlah ke mari, supaya aku berbicara de-

ngan engkau.” 17 Maka mendekatlah Yoab kepada wanita   itu. Bertanya-

lah wanita   itu: “Engkaukah Yoab?” Jawabnya: “Benar!” Lalu berkatalah 

wanita   itu kepadanya: “Dengarkanlah perkataan hambamu ini!” Jawab-

nya: “Baik!” 18 Kemudian berkatalah wanita   itu: “Dahulu biasa orang 

berkata begini: Baiklah orang minta petunjuk di Abel dan di Dan, apakah 

sudah dihapuskan 19 apa yang telah ditetapkan oleh orang-orang yang setia 

di Israel! namun  engkau ini berikhtiar membinasakan suatu kota, apalagi 

suatu kota induk di Israel. Mengapa engkau hendak menelan habis milik 

pusaka TUHAN?” 20 Lalu Yoab menjawab: “Jauhlah, jauhlah dari padaku un-

tuk menelan dan memusnahkan! 21 Bukanlah begitu halnya. namun  seorang 

dari pegunungan Efraim, yang bernama Seba bin Bikri, telah menggerakkan 

tangannya melawan raja Daud; serahkanlah dia seorang diri, maka aku akan 

undur dari kota ini.” Lalu berkatalah wanita   itu kepada Yoab: “Baik, 

kepalanya akan dilemparkan kepadamu dari belakang tembok ini.” 22 Kemu-

dian masuklah pula wanita   itu dan berbicara kepada seluruh rakyat 

dengan bijaksana; sesudah itu mereka memenggal kepala Seba bin Bikri dan 

melemparkannya kepada Yoab. Yoab meniup sangkakala, lalu berserak-

seraklah mereka meninggalkan kota itu, masing-masing ke tempatnya. Maka 

pulanglah Yoab ke Yerusalem kepada raja. 

Dalam perikop ini kita mendapati akhir dari upaya Seba. 

I. Seba sudah berkeliling ke semua suku Israel, dan mendapati 

mereka tidak mau mengikuti dia, sesudah  mereka memikirkannya 

kembali, dan tidak seperti sebelumnya saat  mereka dihasut 

untuk meninggalkan Daud, yaitu dengan hanya berhasil mem-

bawa sedikit orang yang sependapat dan berpihak kepadanya. 

Sekarang si pemberontak itu pada akhirnya tiba di Abel-Bet-

Maakha, sebuah kota yang kuat di utara, yang berada di daerah 

Naftali, di mana kita mendapati kota itu ditempatkan (2Raj. 

15:29). Di kota inilah ia mencari perlindungan, tidak disebutkan 

apakah dengan paksa atau atas persetujuan penduduk setempat. 

namun  kebanyakan pengikutnya yaitu  orang Bikri, yaitu orang 

Beerot dari suku Benyamin (ay. 14). Satu orang jahat akan mene-

mukan orang jahat lain, atau membuat lebih banyak orang 

menjadi jahat. 

II. Yoab mengerahkan seluruh pasukannya menyerang kota itu, 

mengepungnya, mendobrak temboknya, dan hampir siap meng-

gempurnya (ay. 15). Sudah sepantasnya kota yang berani melin-

dungi pengkhianat itu diserang habis-habisan seperti ini. Begitu 

pula hati yang menuruti hawa nafsu yang memberontak itu, yang 

tidak mau Kristus memerintah atas mereka, tidak akan bernasib 

lebih baik. 

III. Seorang wanita   yang bijaksana dan baik dari kota Abel me-

nyelesaikan masalah ini dengan baik, melalui caranya yang bijak, 

sehingga dapat memuaskan Yoab namun juga menyelamatkan 

kota itu. Di sini kita mendapati, 

1.  Perjanjiannya dengan Yoab, dan perundingan yang dibuatnya 

dengan Yoab, yang melaluinya Yoab dibuat menghentikan 

pengepungan itu, dengan syarat bahwa Seba diserahkan. Tam-

paknya tidak seorang pun dari seluruh penduduk Abel, dari 

para tua-tua atau pejabat pemerintahannya, menawarkan per-

janjian dengan Yoab, sekalipun keadaan mereka sudah sangat 

terdesak. Mereka bodoh dan tidak peduli dengan keselamatan 

bersama, atau mereka gentar terhadap Seba, atau mereka 

putus asa untuk mencapai persepakatan yang baik dengan 

Yoab, atau mereka tidak cukup pandai untuk mengatur per-

janjian itu. namun  satu wanita   ini dan hikmatnya telah 

menyelamatkan kota itu. Jiwa tidak mengenal jenis kelamin. 

Meskipun laki-laki merupakan pemimpin, itu tidak berarti 

bahwa ia sajalah yang memiliki kecerdasan. Oleh sebab itu 

janganlah ia, berdasar  hukum yang sudah usang, hendak 

menguasai sendiri hak untuk mengenakan mahkota kerajaan. 

Jiwa yang jantan, bahkan lebih daripada jantan, banyak ter-

dapat dalam diri wanita  . Tidak pula harta hikmat menjadi 

kurang bernilai sebab  tersimpan di dalam bejana yang lebih 

lemah. Dalam perjanjian antara pahlawan wanita   yang 

tidak disebutkan namanya ini dengan Yoab,  

(1)  Ia berhasil didengar dan diperhatikan oleh Yoab (ay. 16-17). 

Kita bisa menduga bahwa inilah pertama kalinya Yoab 

mengikat perjanjian dengan seorang wanita   dalam 

urusan perang. 

(2) wanita   itu berunding dengannya atas nama kotanya, 

dan melakukannya dengan sangat cerdik. 

[1] Bahwa kota itu terkenal sebab  hikmatnya (ay. 18), 

sebagaimana kita menerjemahkannya. Ia menegaskan 

bahwa kota ini sudah sejak lama termasyhur dengan  

penduduknya yang berhikmat, sehingga orang biasa 

meminta petunjuk ke sana, dan semua orang setuju 

menerima keputusan akhir para tua-tuanya. Putusan 

yang mereka berikan bagaikan petunjuk dari Allah. 

jika  orang meminta pertimbangan dari mereka, 

maka masalahnya terselesaikan, dan semua pihak akan 

setuju. Nah, apakah kota seperti ini harus dibakar ha-

bis menjadi abu tanpa pernah diminta untuk berun-

ding? 

[2] Bahwa penduduk kota itu pada umumnya cinta damai 

dan merupakan orang-orang setia di Israel (ay. 19). Pe-

rempuan itu dapat berbicara bukan hanya atas nama-

nya sendiri, melainkan juga atas nama semua orang, 

yang untuk mereka ia mengajukan permohonan. Bahwa 

mereka bukanlah orang-orang yang rusuh dan pem-

berontak, melainkan orang-orang yang terkenal setia 

kepada raja mereka, dan hidup damai dengan sesama. 

Mereka tidak suka memberontak ataupun mencari 

gara-gara. 

[3] Bahwa kota itu merupakan kota induk di Israel, pem-

bimbing dan perawat bagi kota-kota dan desa-desa di 

sekitarnya. Dan bahwa kota itu merupakan bagian dari 

milik pusaka TUHAN, kota umat Israel, dan bukan kota 

orang kafir. Kehancuran kota itu akan mengecilkan dan 

melemahkan bangsa yang telah dipilih Allah sebagai 

milik-Nya. 

[4] Bahwa mereka berharap agar Yoab menawarkan per-

damaian kepada mereka sebelum menyerang mereka, 

sesuai hukum tentang perang yang sudah diketahui itu 

(Ul. 20:10). Demikianlah yang dibaca dalam tafsiran 

yang agak luas (ay. 18): Dahulu orang secara terang-

terangan berkata begini pada permulaan pengepungan: 

Baiklah orang minta petunjuk di Abel. Artinya, “Para 

pengepung akan menuntut agar si pengkhianat diserah-

kan, dan akan meminta kami untuk menyerahkan 

pengkhianat itu. Dan jika mereka menuntutnya, maka 

kami akan segera mencapai suatu kesepakatan, dan de-

ngan begitu mengakhiri permasalahan itu.” Demikian-

lah wanita   itu secara tidak langsung menegur Yoab 

sebab  tidak menawarkan perdamaian kepada mereka, 

namun  juga ia berharap masih belum terlambat untuk 

memohonkannya. 

(3) Yoab dan pembela kota Abel itu pun segera sepakat bahwa 

kepala Seba akan dijadikan tebusan ganti kota itu. Meski-

pun Yoab baru saja terlibat pertengkaran pribadi dan 

menghabisi Amasa, namun saat  bertindak sebagai pang-

lima, ia sama sekali tidak mau dianggap senang menum-

pahkan darah: “Jauhlah, jauhlah dari padaku untuk senang 

menelan dan memusnahkan, atau merencanakannya ke-

cuali itu perlu demi keselamatan bersama (ay. 20). Bukan 

demikian perkaranya. Perselisihan kami bukanlah dengan 

kotamu. Kami bersedia mempertaruhkan nyawa kami un-

tuk melindunginya. Perselisihan kami hanyalah dengan si 

pengkhianat yang berlindung di antara kalian. Serahkanlah 

dia, maka urusan kami beres.” Banyak malapetaka akan 

dapat dicegah kalau saja pihak-pihak yang bertikai mau 

memahami satu sama lain. Kota itu bersikeras untuk ber-

tahan, sebab  menyangka bahwa Yoab hendak memusnah-

kannya. Yoab menyerang kota itu dengan gencar, sebab  

menyangka bahwa seluruh penduduknya bersekongkol 

dengan Seba, padahal kedua belah pihak salah sangka. 

Hendaklah kedua belah pihak menyadari kesalahan mere-

ka, maka masalah itu akan segera terselesaikan. Satu-

satunya syarat untuk perdamaian yaitu  menyerahkan si 

pengkhianat. Demikian pula halnya Allah dalam berurusan 

dengan jiwa, saat  jiwa itu dikepung oleh kesusahan dan 

kesadaran akan kesalahannya. Dosa yaitu  si pengkhia-

nat, dan hawa nafsu yang disukai yaitu  si pemberontak. 

Jauhilah itu, buanglah pelanggaran itu, maka semuanya 

akan baik-baik saja. Damai sejahtera tidak akan diperoleh 

dengan persyaratan lain. wanita   yang bijaksana tadi 

langsung menyetujui tawaran itu: Baik, kepalanya akan 

segera dilemparkan kepadamu.  

2. Perjanjian wanita   itu dengan penduduk kota. Ia menda-

tangi mereka dalam hikmatnya. Mungkin ia memerlukan hik-

mat itu dalam berurusan dengan mereka, sama seperti dalam 

berurusan dengan Yoab. Lalu ia membujuk mereka untuk 

memenggal kepala Seba, mungkin melalui suatu maklumat 

dari pemerintah mereka, dan kepala itu pun dilemparkan dari 

balik tembok kota kepada Yoab. Yoab sudah mengenal wajah 

si pengkhianat, dan oleh sebab itu tidak perlu memeriksanya 

lebih lanjut, sebab  ia tidak mau satu pun dari para pengikut 

Amasa menderita melihatnya. Keselamatan bersama pun ter-

jamin, dan Yoab tidak ingin melampiaskan balas dendam ber-

sama. Maka Yoab pun menghentikan pengepungan, dan kem-

bali ke Yerusalem, dengan terlebih membawa pulang piala 

perdamaian daripada piala kemenangan. 

Para Pemuka Istana Daud 

(20:23-26) 

23 Yoab menjadi kepala atas segenap tentara Israel, dan Benaya bin Yoyada 

menjadi kepala atas orang Kreti dan orang Pleti. 24 Adoram menjadi kepala 

orang rodi dan Yosafat bin Ahilud menjadi bendahara negara. 25 Seya menjadi 

panitera negara; Zadok dan Abyatar menjadi imam. 26 Juga Ira, orang Yair itu 

menjadi imam pada Daud. 

Dalam perikop ini disebutkan susunan para pemuka istana Daud 

sesudah ia kembali menjadi raja. Yoab tetap memegang jabatan seba-

gai panglima, sebab  ia terlampau hebat untuk digantikan. Benaya, 

seperti sebelumnya, menjadi kepala pengawal. Di sini ditetapkan satu 

jabatan baru, yang tidak kita dapati sebelumnya (8:16-18), yaitu 

jabatan bendahara negara, atau kepala orang rodi, sebab baru 

menjelang akhir pemerintahannyalah Daud mulai menarik pajak. 

Cukup lama juga Adoram memegang jabatan ini, namun jabatan itu 

membuat dia kehilangan nyawanya pada akhirnya (1Raj. 12:18). 

 

 

 

PASAL  2 1  

aktu terjadinya peristiwa-peristiwa di dalam pasal ini tidaklah 

diketahui dengan pasti. Saya cenderung berpikir bahwa peris-

tiwa-peristiwa ini  terjadi sesuai dengan letaknya di sini, yakni 

sesudah  pemberontakan Absalom dan Seba, dan mendekati penghu-

jung pemerintahan Daud. Bahwa peperangan dengan orang Filistin, 

yang disebutkan di sini, terjadi lama sesudah  mereka ditaklukkan, 

tampak dengan membandingkan 1 Tawarikh 18:1 dengan 1 Tawarikh 

20:4. Penghitungan orang Israel berlangsung tepat sebelum penetapan 

tempat bagi rumah Tuhan (seperti yang tampak pada 1Taw. 22:1), dan 

mendekati akhir hidup Daud. Lebih lanjut, tampaknya orang Israel 

dihitung tepat sesudah  terjadi kelaparan selama tiga tahun oleh sebab  

orang Gibeon, sebab apa yang diancamkan sebagai “tiga tahun” kela-

paran (1Taw. 21:12) disebut sebagai “tujuh” tahun kelaparan (2Sam. 

24:12-13), dengan tiga tahun lagi, bersama dengan tahun yang sedang 

berjalan, ditambahkan kepada tiga tahun sebelumnya. Di dalam pasal 

ini kita mendapati, 

I. Pembalasan yang dituntut orang Gibeon dipenuhi, 

1. Melalui kelaparan yang melanda negeri Israel (ay. 1). 

2. Melalui hukuman mati yang dijatuhkan kepada tujuh 

orang keturunan Saul (ay. 2-9). Namun demikian, jasad 

ketujuh orang itu, serta tulang-tulang Saul, diperlakukan 

dengan layak (ay. 10-14). 

II. Para raksasa orang Filistin ditewaskan di dalam sejumlah 

pertempuran (ay. 15-22). 


Kelaparan di Israel; Pembalasan yang  

Dituntut Orang Gibeon Dipenuhi 

(21:1-9)  

1 Dalam zaman Daud terjadilah kelaparan selama tiga tahun berturut-turut, 

lalu Daud pergi menanyakan petunjuk TUHAN. Berfirmanlah TUHAN: “Pada 

Saul dan keluarganya melekat hutang darah, sebab  ia telah membunuh 

orang-orang Gibeon.” 2 Lalu raja memanggil orang-orang Gibeon dan berkata 

kepada mereka, – orang-orang Gibeon itu tidak termasuk orang Israel, namun  

termasuk sisa-sisa orang Amori dan walaupun orang Israel telah bersumpah 

kepada mereka, Saul berikhtiar membasmi mereka dalam kegiatannya untuk 

kepentingan orang Israel dan Yehuda, – 3 Daud berkata kepada orang-orang 

Gibeon itu: “Apakah yang dapat kuperbuat bagimu dan dengan apakah dapat 

kuadakan penebusan, supaya kamu memberkati milik pusaka TUHAN?”  

4 Lalu berkatalah orang-orang Gibeon itu kepadanya: “Bukanlah perkara 

emas dan perak urusan kami dengan Saul serta keluarganya, juga bukanlah 

urusan kami untuk membunuh seseorang di antara orang Israel.” namun  kata 

Daud: “Apakah yang kamu kehendaki akan kuperbuat bagimu?” 5 Sesudah 

itu berkatalah mereka kepada raja: “Dari orang yang hendak membinasakan 

kami dan yang bermaksud memunahkan kami, sehingga kami tidak menda-

pat tempat di mana pun di daerah Israel, 6 biarlah diserahkan tujuh orang 

anaknya laki-laki kepada kami, supaya kami menggantung mereka di ha-

dapan TUHAN di Gibeon, di bukit TUHAN.” Lalu berkatalah raja: “Aku akan 

menyerahkan mereka.” 7 namun  raja merasa sayang kepada Mefiboset bin 

Yonatan bin Saul, sebab  sumpah demi TUHAN ada di antara mereka, di 

antara Daud dan Yonatan bin Saul. 8 Lalu raja mengambil kedua anak laki-

laki Rizpa binti Aya, yang dilahirkannya bagi Saul, yakni Armoni dan 

Mefiboset, dan kelima anak laki-laki Merab binti Saul, yang dilahirkannya 

bagi Adriel bin Barzilai, orang Mehola itu, 9 kemudian diserahkannyalah me-

reka ke dalam tangan orang-orang Gibeon itu. Orang-orang ini menggantung 

mereka di atas bukit, di hadapan TUHAN. Ketujuh orang itu tewas bersama-

sama. Mereka telah dihukum mati pada awal musim menuai, pada permula-

an musim menuai jelai. 

Dalam perikop ini, 

I. Kepada kita disampaikan mengenai kejahatan yang dahulu telah 

ditimbulkan Saul, jauh sebelum ini, terhadap orang-orang Gibeon. 

Penjelasan tentang peristiwa itu tidak tertulis dalam riwayat 

pemerintahannya, tidak pula kita akan pernah mendengar ten-

tangnya andai kata sekarang tidak dimintai perhitungan atas 

kejadian itu. Orang Gibeon merupakan sisa-sisa orang Amori (ay. 

2), yang dengan sebuah siasat telah mengikat perjanjian damai 

dengan Israel, dan melalui Yosua telah memperoleh kepercayaan 

masyarakat untuk hidup aman. Kita membaca kisahnya dalam 

Kitab Yosua 9, dan di sana (Yos. 9:23), telah disepakati bahwa 

mereka diperbolehkan hidup, namun  negeri serta kemerdekaan me-

reka diambil dari mereka, dan mereka serta kepunyaan mereka 

harus menjadi hamba-hamba orang Israel. Tidak tampak bahwa

 mereka telah melanggar bagian kovenan mereka, entah itu dengan 

menolak untuk bekerja atau dengan ber