Rabu, 29 Januari 2025

muhammad dan islam 1


 S

ekitar satu abad yang lalu, seorang cendekiawan Prancis terkenal, 

Ernest Renan ( 1823-1892), menulis outline mengenai penemuan￾nya tentang asal usu! dan awal sejarah Islam: "Dari berbagai pandangan 

akhirnya kita sampai pada hasil tunggal: bahwa gerakan umat Islam 

muncul dari gerakan yang hampir tanpa keyakinan keagamaan; bahwa 

dengan mengesampingkan sejumlah kecil pengikutnya yang setia, Mu￾hammad berkarya di Arab benar-benar hanya dengan sedikit keyakinan 

keagamaan, clan tidak pernah berhasil mengatasi oposisi yang diwakili 

oleh kelompok Umayya." 

Sementara pemyataan Renan merepresentasikan formulasi ekstrem 

clan keras mengenai pandangan yang dikemukakan, untuk beberapa 

tahun para sarjana Barat yang mempelajari asal usul Islam masih terus 

berpegang pada pandangan-pandangan semacam itu. Pandangan bahwa 

Nabi Muhammad (wafat 632) dan para sahabatnya terutama dimotivasi 

oleh faktor-faktor selain agama, dan bahwa keluarga Umayya, yang me· 

merintah atau berkuasa mulai tahun 661 sampai 750, secara fundamen￾tal bersikap jahat terhadap esensi gerakan Nabi Muhammad, bahkan 

sekarang tersebar di antara para sarjana Barat. Komentar Renan yang 

paling sinis-bahwa gerakan yang tumbuh menjadi apa yang kita keta· 

hui sebagai Islam "muncul dari gerakan yang hampir tanpa keyakinan 

keagamaan"-telah dianut, secara agak samar, oleh banyak sarjana ber￾ikutnya, biasanya melalui proses reduksionisme, di mana kekuatan yang mendorong gerakan yang dimulai oleh Nabi Muhammad diidencikkan 

sebagai "benar-benar" sesuatu yang bukan keyakinan keagamaan. Pada 

akhir abad kesembilan belas, Hubert Grimme berusaha membukcikan 

bahwa khotbah Nabi Muhammad pertama dan yang utama adalah re• 

formasi yang bersifat sosial dan bukan agama; W. Montgomery Watt, 

yang merefleksikan posisi yang dominan di dalam ilmu sosial pada per￾cengahan abad kedua puluh, berpendapat bahwa gerakan tersebut dido￾rong oleh tekanan sosial ekonomi pada masyarakat saat Nabi Muham￾mad hidup; sementara yang lain, termasuk I. Caetani, C. H. Becker, B. 

Lewis, P. Crone, G. Bowersock, I. Lapidus, dan S. Bashear, berpendapat 

bahwa gerakan tersebut benar-benar semacam gerakan perjuangan po￾litik nasionalis a tau ''suku asli", di mana agama merupakan ha! yang 

sekunder (dan, implikasinya, semata-mata merupakan pretext untuk 

tujuan yang sebenamya). 

Di dalam halaman-halaman berikut saya akan berusaha mengemu￾kakan pandangan yang hampir sama sekali bertentangan dengan pan￾dangan Renan. Dalarn keyakinan saya, Islam dimulai sebagai gerakan 

keagamaan, bukan semata-mata gerakan sosial, ekonomi atau "nasio￾nal"; gerakan ini membentuk suatu kepedulian yang sangat kuat untuk 

mencapai keselamatan pribadi melalui kesalehan. Umat Beriman itu 

sangat peduli terhadap perkara sosial dan politik, hanya sejauh berkait￾an dengan konsep kesalehan dan tingkah laku yang pas yang diperlukan 

untuk memastikan keselamatan. 

Bertentangan secara tajam dengan Renan dan beberapa pengikutnya 

di Barat maupun sarjana (Muslim), lebih jauh lagi saya melihat pengu￾asa dinasti Umayya (660-750) bukan sebagai manipulator terhadap 

faktor luar dari gerakan keagamaan yang dimulai Nabi Muhammad, 

melainkan sebagai penguasa yang berusaha mencari jalan praktis uncuk 

merealisasikan tujuan penting dari gerakan, dan yang mungkin lebih 

dari yang lain, membantu Umat Beriman mencapai pemahaman yang 

jelas mengenai perbedaan identitas mereka dan mengenai legitimasi 

mereka sebagai komunitas keagamaan. Tanpa bantuan Umayya, diragu￾kan apakah Islam, yang sebagaimana kita akui sekarang, bisa ada. Pemahaman yang lebih pas mengenai awal Islam mensyaratkan bah￾wa kita melihat latar belakang tren keagamaan di seluruh Timur Dekat 

pada masa antik terakhir, bukan hanya di dalam konteks Arab, sekali￾pun Arab adalah tempat Nabi Muhammad hidup dan bergerak. Pada 

abad keenam, Arab secara keseluruhan dimasuki oleh tren pemikiran 

keagamaan yang ada di wilayah sekitamya. Oleh karenanya saya harus 

mulai dengan ikhtisar singkat mengenai latar belakang Timur Dekat 

Pra-Islam (Bab l); setelah itu saya harus mempertimbangkan bagaimana 

Gerakan Umat Beriman mulai di Arab dengan Nabi Muhammad (Bab 

2), ekspansi Gerakan Umat Beriman yang cepat pada dasawacsa setelah 

wafat Nabi Muhammad (Bab 3). perpecahan internal yang mencabik￾cabik gerakan selama abad pertamanya (Bab 4), dan kebangkitan dari 

Gerakan Umat Beriman mengenai sesuatu yang dapat kita akui secara 

jelas sebagai Islam sekitar dua generasi setelah Nabi Muhammad wafat 

B

uku ini terutama ditulis bagi para non-spesialis, mahasiswa tingkat 

awal, dan pembaca umum, yang tertarik pada asal muasal Islam. 

Buku ini bukan dimaksudkan sebagai suatu karya kesarjanaan teknis, 

sekalipun saya berharap bahwa para sarjana akan menemukan bebera￾pa pandangan yang saya kemukakan di dalamnya sebagai sesuatu yang 

baru dan layak menjadi pertimbangan yang serius. Para pembaca yang 

baru kenal dengan pokok bahasan ini dan ingin tahu di mana informasi 

lebih jauh mengenai pokok bahasan tertentu bisa diperoleh, atau spe￾sialis yang penasaran mengenai bukti-bukti yang mendukung sesuatu 

yang saya sampaikan, bisa menemukan apa yang mereka butuhkan pada 

bagian "Catatan dan Panduan untuk Bacaan Lebih Lanjut." lni diorga￾nisasi di dalam bah dan berisi bibliografi serta referensi untuk poin-poin 

tertentu. 

Secara umum saya menghilangkan tanda-tanda diakritik ketika 

mengubah kata-kata dari bahasa Arab dan bahasa-bahasa Timur Dekat 

lain ke huruf-huruf Romawi-para pembaca umum bingung dengan 

hal itu, para spesiaEis secara umum tidak membutuhkannya, dan para 

penerbit tidak menyukainya karena aneh dan memakan biaya. Hanya 

ada satu pengecualian, yaitu saya mempertahankan tanda 'ayn (') atau 

hamza ('). Nama-nama orang diberikan dalam transliterasi yang ketat (akan 

tetapi tanpa diakritik): dengan demikian, Nabi Muhammad, 'A'isha, 

Sulayman, dan seterusnya. Dalam banyak kasus, saya telah melepas arti￾kel Arab "al" di depan nama-nama orang, kelompok, dan kota, semen￾tara biasanya mempercahankannya di dalam nama ganda atau kompleks 

(misalnya, 'Amr ibn al-'As). Kebanyakan nama Arab itu patronymic 

(nama yang berasal d'ari nenek moyang laki-laki) dan mencakup kata 

"ibn" ("anak dari"), maka 'Amr lbn Qays mungkin juga muncul sebagai 

"lbn Qays" atau semaca-mata 'Amr. 

Singkatan "Q" digunakan untuk menunjukkan kutipan dari al￾Qur'an, kitab suci agama Islam, sepanjang teks. 

Beberapa tanggal ditulis dengan tanggal dalam tahun kalender Islam 

atau hijriah, dikuti garis miring dengan tahun masehi-misalnya, Nabi 

Muhammad dikatakan wafat pada tahun 11/632, yang berani tahun 11 

dalam kalender Islam (lunar/qamariyah) dan 632 Masehi. 

Kalender Muslim adalah kalender qamariyyah/lunar yang terdiri atas 

354 hari; konsekuensinya, bulan dan hari tertentu berputar lamban 

dalam siklus kalender Masehi. Dua belas bulan dalam kalender Muslim 

masing-masing 29 atau 30 hari lamanya. Muharam 30 hari 

Safar 29 hari 

Rabi' I 30 hari 

Rabi' II 29 hari 

Jumada I 30 hari 

Jumada II 29 hari 

Raj ab 30 hari 

Sha'ban 29 hari 

Ramadan 30 hari 

Syawal 29 hari 

Dhul 1-Qa'da 30 hari 

Dhu 1-Hijja 29 hari

A

kar-akar Islam harus ditemukan pada karier seorang bernama 

Muhammad bin Abdullah, yang lahir di Makkah, satu kota di 

Arab barat, pada akhir abad keenam. Arab ketika itu bukan merupakan 

tempat yang terisolasi, tetapi merupakan bagian dari dunia berbudaya 

yang sangat luas yang mencakup wilayah Timur Dekat clan Mediterania 

Timur. Dengan demikian, untuk memahami konteks di mana Muham￾mad hidup clan berkiprah, clan untuk memahami gerakan keagamaan 

yang dilahirkan, penama-tama harus dilihat lingkungan sekitarnya di 

Makkah. 

Muhammad hiclup pada zaman yang oleh para cenclekiawan clisebut 

dengan "late antiquity"-suatu periode clari sekitar abad ketiga sampai 

ketujuh masehi-yang ketika itu budaya "klasik" dari Yunani-Romawi 

clan Iran terus mengalami transformasi. Di wilayah Mecliterania clan wi￾layah-wilayah sekitarnya, beberapa ciri buclaya klasik awal masih clike￾nal bahkan sampai akhir abad ketujuh atau kedelapan, walaupun dalam bentuknya yang relah dimodifikasi, sementara budaya lain relah maci, 

berubah canpa dikecahui, atau diganti dengan sesuatu yang sama sekali 

baru. Misalnya, pada abad keenam, elite yang melek huruf di wilayah 

lmperium Romawi kuno di Medicerania Timur masih mempelajari dan 

mengembangkan pen.getahuan mengenai filsafat Yunani dan hukum 

Romawi serca literatur Yunani dan Latin, walaupun kajian terhadap 

pengetahuan tersebut kurang menyebar luas dan sering membahas ma￾salah yang berbeda dengan masalah yang dibahas pada masa Romawi. 

Pada saat yang sama, kebanyakan orang telah melepaskan agama pagan 

mereka dan berganti menjadi penganut agama Kristen. Ritual publik 

dan kemasyarakatan yang terpusat pada amfiteater, pemandian umum, 

dan pelaksanaan kewajiban sosial kemasyarakacan, mulai melemah arau 

bahkan menghilang-khususnya di kota-kota yang lebih kecil--dan, 

setelah abad kelima, secara berangsur-angsur digantikan oleh bentuk￾bentuk ritual yang lebih bersifat personal. Dengan meluasnya agama 

Kristen di wilayah-wilayah Mediterania Timur, bersamaan dengan ba￾hasa Yunani dan Latin, muncul pula bahasa-bahasa liturgi baru juga 

karya sastra baru dalam bahasa-bahasa seperti Siria, Coptik, Armenia, 

dan Etiopia, yang sebelumnya belum pernah ditulis. lni berarci bahwa 

periode antik akhir di Mediterania Timur merupakan suatu transisi 

antara era klasik sebelumnya, dengan kehidupan sosial kemasyarakatan 

yang sangat terarcikulasi dengan baik dan terfokus pada bahasa Yunani￾Latin, ke era Islam yang menggancikannya, dengan penekanannya pada 

pengamalan agama secara personal dan perkembangan tradisi literasi 

baru ke dalam bahasa Arab. 

Kekuasaan Timur Dekat pada Periode Antik T erakhir 

Pada paruh terakhir abad keenam wilayah Mediterania secara politis 

didominasi oleh dua. kekaisaran besar-Byzantium atau Kekaisaran 

Roma di Barac dan Kekaisaran Persia Sassanid di Timur. Kekaisaran 

Byzantium sebenarnya merupakan kelanjucan dari Kekaisaran Romawi yang lebih rua. Para penguasanya menyebuc diri mereka dengan bahasa 

Yunani, Rhcrmainoi-"orang-orang Romawi"-sampai hancumya kekai￾saran di tahun 1453. Karena irulah kadang-kadang kekaisaran ini dise￾buc dengan "Kekaisaran Romawi Terakhir", namun dalam hal ini saya 

harus menyebutnya sebagai Kekaisaran Byzancium, sebuah nama yang 

mengacu pada suatu desa di Bosporus tempac ibu koca, Constantinople, 

didirikan. 

Pada akhir abad keenam, Kekaisaran Byzancium mendominasi wila￾yah-wilayah di pantai timur dan selacan Medicerania (sekarang Turki, 

Syria, Mesir, dan seterusnya). Kekaisaran besar lain, yaitu Sassania, 

terpusac di tanah cinggi pegunungan Iran dan sepucar wilayah dataran 

rendah yang sekarang merupakan wilayah lrak, suacu cempac yang kaya 

mulai dari Sungai Tigris dan Efrat. Sebagaimana Kekaisaran Byzanti￾um tetap memelihara warisan Romawi, Kekaisaran Sassania juga terus 

melangsungkan tradisi imperial yang sangat panjang dari Persia kuno. 

Kebanyakan wilayah dari Afganistan sampai ke Medicerania T engah 

berada di bawah pimpinan langsung salah saru acau kedua penguasa 

tersebut. Bahkan wilayah-wilayah di sana yang berada di luar konttol 

langsung, berada di lbawah pengaruh kuat salah satu atau kekuatan yang 

lain, atau merupakan keadaan yang menggambarkan suatu kompetisi 

kuat di antara mereka di dalam memperebutkan loyalitas politik, pe￾ngaruh keagamaan, maupun dominasi ekonomi. Wilayah yang diper￾centangkan ini mencakup wilayah-wilayah seperti Armenia, Caucasus, 

dan, yang paling penting dalam hal ini, Arab. Kekuatan ketiga yang 

lebih kecil juga ada di Timur Dekat-Kerajaan Axum (kadang disebut 

Aksum). !bu kota Axum ada di wilayah dataran cinggi Eciopia, teca￾pi orang-orang Axum cerlibat dalam perdagangan maricim dari kota 

pelabuhan Adulis di Laut Merah. Pada abad keempat, Axum menjadi 

beragama Kristiani dan karena itu terkadang bersekutu dengan Byzan￾tium; hanya saja secara umum pengetahuan kica tentang Axum sangat 

terbatas, dan yang j-elas, Axum tidak banyak menyumbang kepada tta￾disi Islam, sementara baik Byzantium maupun Persia Sassania banyak menyumbang. Oleh karenanya, kebanyakan perharian kira nanri akan 

dipusatkan pada pernbahasan mengenai Kekaisaran Byzantium clan Sas· 

sania. 

Kekaisaran Byzantium 

Kaisar Byzantium berkuasa dari ibu kotanya di Constantinople (lstan· 

bul pada masa modern) di Bosporus. Kora tersebut didedikasikan pada 

J30 oleh Kaisar Romawi Constantine sebagai "Roma Kedua" (Second 

Rome). Dari Constantinople, para kaisar Byzantium berusaha memper￾tahankan semua kepemilikannya yang tersebar luas melalui tindakan 

militer clan kebijakan keagamaan yang cerdas. Kaisar Byzantium me· 

meluk suatu benruk ajaran Krisriani yang diperkenalkan perrama kali di 

Barat oleh Alexander Agung (wafat tahun 323) clan kemudian diadopsi 

oleh orang-orang Romawi. Mereka yang ada di bawah model Byzantium 

memimpikan suatu negara universal di mana semuanya loyal secara po￾liris kepada kaisar, dan secara agama kepada gereja Byzantium [Kristen 

"Orrodoks") yang dipimpin oleh patriach Constantinople, yang sangat 

dekat dengan para penguasa. 

EDIK JUSTINIAN T AHUN 554 UNTUK 

ORANG-ORANG CONSTANTINOPLE, CXXXII 

Kita percaya bahwa rahmat pertama dan utama bagi seluruh ma• 

nusia adalah pengakuan akan Iman Kristiani, yang benar dan be· 

bas dari kesalahan, sampai akhir, sehingga secara universal berdiri 

kokoh dan bahwa semua imam yang suci dari seluruh dunia akan 

bergabung menjadi satu .... 

Dalam merealisasikan pandangan ini, para kaisar Byzantium sedikit· 

nya menghadapi dua masalah utama. Masalah pertama adalah memper-

rahankan kckuacan dan kcmakmuran wilayah yang diklaim bcrada di 

dalam kckuasaan mcreka, serta pcngawasan mercka yang sangat efektif 

t.erh:�Jap wilay:�h t.ersehur., mengingat r.eknologi komunikasi Jan ma￾mijemen y1mg m11sih sederh1m:1 p;1d11 z1un<m itu. Singk1nny11, perso;1bn 

pcmerintahan. 

l'ada masa kejayaan mereka selama abad percama sebelum masehi 

Jan ahad pert.ama m:1sehi, Kekaisar:m Roma r.elah hegitu luas hingga 

mencakup wibyah Britania (lnggris) sampai kc Mesopotamia d;m Me￾sir, berjarak sckirar 4.000 kilometer amu 2.500 mil. \Vilayah ini mcn￾cakup orang-orang yang berbicara dalam berhagai bahasa: Latin dan 

Yummi di herh:1gai kot:1 di sekitar Mediter:mi;1, di;ilek Jerman thm Cel￾tic di Eropa, dialek Bt�rber di Afrika Urara, C0pcik di Mesir, Aram dan 

Arab di Syria, Armenia dan Georgia scrra lusinan bahasa lain di wila-yah Caucasus clan Anatolia, clan dialek A!Bania clan Slavia di Balkan. 

Karena luasnya wilayah kekaisaran itu, Kaisar Diocletianus (284-305) 

menciptakan suatu sistem dua kerajaan, satu di Barat clan satu di Timur, 

sehingga masing-masing dapat mengoncrol separuh daerah kekuasaan￾nya, menekan seefisien mungkin segala bentuk pergolakan di dalam 

wilayahnya, clan mempertahankan atau melindunginya dari segala ma￾cam invasi dari luar. Namun, selama abad keempat clan kelima, invasi 

clan migrasi orang-orang Jerman clan "barbarian" lain seperti Avars clan 

Huns, benar-benar sudah terlalu besar untuk bisa ditangani oleh para 

kaisar di Italia. Sejak awal abad keenam, banyak wilayah kerajaan ba￾rat menjadi wilayah dominasi raja-raja Jerman-Visigoths di Spanyol, 

Vandals di Afrika U tara, Franks di Gaul, Ostrogoths di Italia. Paralel 

dengan disintegrasi politik ini adalah meluasnya kontraksi ekonomi di 

berbagai wilayah Mediterania Barat. 

Sebaliknya, bagian timur kekaisaran, berhasil terus mempertahankan 

diri sebagai entitas politik, clan ekonominya lebih dinamis dibanding 

Barat. Walaupun ada pada situasi yang tidak menyenangkan di tangan 

para Avars, Bulgars, clan Slavs, para kaisar Byzantium di Constanti￾nople, mampu mengalahkan serangan barbarian yang terus muncul. 

Mereka selalu memandang diri mereka sebagai penguasa yang benar 

dari kekaisaran sebelumnya dalam pengertiannya yang sejati. Beberapa 

bahkan berani bermimpi untuk mengembalikan kejayaan kekaisaran 

dengan mengklaim kembali wilayah-wilayah yang hilang di barat. lni 

memang benar, sebab penguasa Byzantium Justinian I (yang berkuasa 

sejak 527-565)-tergantung pada sudut pandangan seseorang---dapat 

dipandang baik sebagai "the Great" atau justru megalomaniak. Justinian 

mengorganisasi kekuatan penuh negara Byzantium, termasuk kekuatan 

taksasinya, dalam usaha untuk menaklukkan kembali provinsi-provinsi 

di barat yang telah hilang. Jendralnya yang sangat brilian, Belisarius, 

memang benar berhasil membangun kembali kekuasaan Byzantium 

(Roma), sebagiannya yaitu Italia, Sisilia, Afrika Utara, clan sebagian 

Spanyol. Justinian juga terlalu banyak menghabiskan kekayaannya pada bangunan-bangunan megah. Gereja Hagia Sophia yang sangat besar 

clan luar biasa di Constantinople adalah contoh yang paling bagus yang 

masih ada. Biaya uncuk hal ini sangaclah besar, dan karena usahanya 

untuk mengembalikan kejayaan Roma yang telah hilang, melalui pe￾naklukan clan konstruksi, membuat rakyat kekaisaran ini menjadi mis￾kin dan marah, asetnya menjadi sia-sia, clan tentaranya berkurang. 

Pusat-pusat kota di Mediterania sebelah timur lebih kuat dibanding 

di sebelah barac, yang koca-kocanya hampir habis, kemakmurannya juga 

melemah selama akhir abad keenam. Salah satu faktor utamanya adalah 

serangkaian gempa bumi yang luar biasa yang mengagetkan wilayah 

Medicerania sebelah timur yang terjadi beberapa kali dalam periode 

ini. Faktor lain adalah epidemi. Epidemi, yang dacang pada 540-an dan 

kembali setiap beberapa tahun selanjutnya secara reguler, membuat 

sebagian penduduk berhenci bern1mbuh, clan ini melemahkan kemam￾puan kekaisaran uncuk menemukan kembali vicalitasnya. Pada akhir abad keenam, Keka.isaran Byzancium mengalami serangan yang meng￾hancurkan dari Sassania-bagian akhir dari serial perang Roma-Persia 

yang terjadi sejak abad pertama Masehi. Bangkit kembali di bawah Raja 

Khosro I yang hebac dan kuac, Anoshirwan (memerincah cahun 531-

579), orang-orang Sassania menyerang kekaisaran Byzancium beberapa 

kali selama tahun 540-an clan 550-an. Mereka menduduki Byzantium 

yang mengoncrol Armenia, Lazica, Mesopocamia, clan Syria, clan meng￾hancurkan koca Byzancium yang paling pencing di Medicerania sebelah 

timur, yaitu Ancioch. Kemudian, mulai tahun 603, Raja Besar Koshro 

II dari Sassania, PaIViz (memerintah cahun 589-628) melancarkan se￾rangan yang menghancurkan yang menghasilkan penaklukan Persia cer￾hadap Syria, Mesir, dan sebagian besar Anacolia. Sebagaimana perang 

yang terjadi pada pertengahan abad keenam, perang ini dimungkinkan 

sebagian karena Kekaisaran Byzantium dalam kondisi yang melemah. 

T antangan utama lain yang dihadapi penguasa Byzantium antara 

abad keciga clan abad ketujuh adalah berkaican dengan persoalan aga￾ma. Pada 313 M, penguasa Constantin I (berkuasa 306-337) mendek￾larasikan agama Kristiani sebagai agama resmi negara di dalam Kekai￾saran Romawi dalam Edict Milan; ketika icu dikukuhkan sebagai agama 

resmi Kaisar Theodosius I ("Yang Agung'', yang berkuasa 379-395). 

Sejak saat itu, kaisar bermimpi untuk merealisasikan pandangan seo￾rang kaisar yang bukan hanya bersifat universal, tetapi juga benar-benar 

menyacukan bidang dokcrin keagamaan--dengan Kaisar Byzancium sen￾diri sebagai pacron clan pelindung cerbesar dari agama itu yang mengikac 

semua persoalan kekaisaran, keduanya, satu sama lain, dan dalam ke￾setiaan kepada negara clan kaisar. Pada masa kekuasaan awal Romawi, 

penyembahan resmi cerhadap kaisar yang dipertuhan celah memenuhi 

tujuan ini, sambil mempersilakan orang untuk melanjutkan peribadatan 

sesuai dengan T uhan pagan lokal mereka; tetapi ketika monoceisme 

Kristiani menjadi kredo resmi kaisar, kaisar menuntut ketaatan agama 

yang lebih dalam dan eksklusif. Namun demikian impian akan kesacuan 

agama-politik ini terbukti tidak mungkin dicapai. Bukan hanya karena kclompok pagan yang bcrancka, cccapi Yahudi, Samaritan di dalam 

kekaisaran juga secara keras menolak Kristiani, bahkan tennasuk me￾reka y;mg mengakui Yesus seb;1gai juru selamat mereka. Di samping itu, 

muncul perbedaan cajam mengenai hakikac Kristus (Chriswlogy) dan 

implikasinya bagi mereka. Apakah Yesus ucamanya sebagai manusia, 

tetapi dipenuhi dengan spirit ketuhanan? Ataukah dia sebagai Tuhan, 

secar;1 esensh1l. sebag;1i wujud Tuhan semata y;mg dipenuhi dengan 

cubuh manusia' Karena dia wafat di salib, apakah itu artinya bahwa 

T uhan juga celah wafac ! J ika demikian, bagaimana icu bisa cerjadi? Dan 

jika tidak demikian, bagaimana bisa dikatakan bahwa Yesus telah he￾nar-benar wafat? Karena Kristiani taat dan percaya bahwa keselamatan mereka sangar terganrung kepada formulasi kredo yang semacam itu, 

maka debar sepurar hakikar Kristus menjadi intens dan meluas. Akhir￾nya, terbukti bahwa tidak mungkin menyelesaikan masalah ini secara 

memuaskan, sekalipun para kaisar menghabiskan banyak pemikiran, 

uang, dan keinginan yang baik dalam usaha memediasi pertenrangan 

demi mencari landasan teologi yang dapar diterima kedua belah pihak. 

Perlu disinggung pula bahwa perdebatan mengenai doktrin ini sering 

memunculkan kelompok-kelompok kuat di dalam gereja yang berla￾wanan saru sama lain untuk alasan-alasan yang bersifat personal dan 

poliris sebagai dokttin. Di antaranya yang menonjol dalam masalah ini 

adalah rival lama antara patriarch dari Alexandria kuno dan Constanti· 

nople, sekalipun Uskup Romawi, Antioch, dan pusar-pusat yang lain 

juga mempunyai peran. 

Dengan demikian, ortodoksi lalu didefinisikan melalui serial kon￾sili-pertemuan-pertemuan yang sangat politis antara Uskup-Uskup 

Krisriani, kadang diorganisasi arau dikonrrol oleh hakim kaisar-yang, 

selanjutnya, di antaranya mengumumkan bahwa doktrin-doktrin ter￾tentu merupakan heretik. Hasilnya, sejak abad keenam, umat Kristiani 

di Timur Dekat bergabung menjadi beberapa komunitas yang berbeda, 

masing-masing dengan versi kepercayaannya masing-masing. Gereja 

Byzantium (di Amerika Serikat gereja ini dinamakan "Ortodoks Yu￾nani,") dan juga gereja Latin di Roma, resmi merupakan gereja dyop￾hysite; yaitu gereja yang mengajarkan bahwa Kristus mempunyai dua 

hakikat, satu hakikat ketuhanan dan satu hakikat kemanusiaan, yang 

terpisah dan berbeda, tetapi tergabung dalam satu wujud. (Pemisahan 

ini memungkinkan mereka untuk memahami penyaliban Yesus sebagai 

marinya hakikat kemanusiaannya, sementara hakikat keruhanannya, 

karena bersifat ketuhanan, adalah abadi). Umat Kristiani Ortodoks 

Byzantium banyak terdapat di Anatolia, Balkan, Yunani, dan Palestina, 

dan di pusat-pusat kota tempat otoritas kekaisaran sangat kuat. Di sisi 

lain, di Mesir, Syria, dan Armenia kebanyakan orang Kristiani, khusus￾nya di wilayah pertanian, merupakan anggota gereja monophysite, yang memandang Kristus mempunyai hanya satu hakikat, yaitu ketuhanan 

sekaligus kemanusiaan. (Dari perspektif mereka, titik kunci mengenai 

Kristus adalah bahwa dalam dirinya, yaitu Tuhan, benar-benar menga￾lami kesengsaraan dan kematian manusia, akan tetapi karena menjadi 

Tuhan dia dapat bangkit dari kematian.) Usaha para kaisar untuk me￾rukunkan divisi ini dengan mengadakan Konsili Calsedon (tahun 451) 

gaga! ketika formula yang dihasilkan ditolak oleh kaum monophysite, 

yang cenderung keras dan kukuh kepada kredonya, walaupun berbagai 

usaha telah dilakukan oleh Byzantium untuk menghentikan perten￾tangan ini. Kelompok ketiga, yang kebanyakan diusir dari wilayah By￾zantium pada abad keenam akan tetapi banyak terdapat di Kekaisaran 

Sasanid dan bahkan di Asia T engah, adalah kelompok Nestarian, diberi 

nama setelah Uskup Nestorius dari Constantinople, yang dokcrinnya 

dikutuk pada Konsili Ephesus Pada 431. 

Walaupun menganut dyophysite, namun Nesoorian, di mata kedua 

gereja "ortodoks" Byzantium dan monophysite, dipandang lebih mele￾takkan tekanan pada hakikat kemanusiaan Kristus dan mengabaikan 

ketuhanannya. Afrika. Utara adalah rumah sekte yang kemudian disebut 

sebagai heretik yang lain, yaitu Donatist puritan, yang menolak segala 

peran Kaisar Byzantium dalam urusan mereka. Walaupun setelah abad 

keempat berada dalam kemunduran, khususnya setelah usaha keras 

Agustinus untuk menolak mereka, tetapi kelompok Donastist masih 

aktif di Afrika Utara sebagai minoritas di samping gereja Roma yang 

dominan secara regional. 

Perbedaan-perbedaan mengenai dokcrin ini, dan konsolidasi mereka 

menjadi masyarakat sektarian yang berbeda, mengganggu usaha Kaisar 

Byzantium untuk membangun satu landasan kesatuan ideologi yang 

mendukung mereka dan menciptakan perasaan tidak nyaman yang 

tersebar luas di provinsi-provinsi sebelah timur (dan kadang di barat) 

melawan otoritas Byzantium-satu perasaan tidak nyaman-yang kita 

bisa lihat sepintas dalam polemik ketika anggota satu komunitas Kris￾tiani menyerang kepercayaan-kepercayaan lain. Antisemitik Kristiani yang mula-mula juga dicemukan di dalam pamflec yang diarahkan seca￾ra eksplisit melawan Yahudi arau artikel di mana Nestorians dihina oleh 

Kristiani lain yang sama deng;m mereka, karena tekan;m mereka kepad;i 

hakikat kemanusiaan Yesus; juga kepada Yahudi, yang cencu saja meno￾lak ketuhanan Yesus sama sekali. Berbagai sekte Kristiani juga membuat 

tulisan-tulisan polemik melawan Znroastrianisme, kepercayaan resmi 

Kek;lisarnn S;lssanid. Ch;luvinisme Kristiani kad;mg dilakukan jug;l d;l￾lam cara yang kurang akademik. Penolakan mereka uncuk membangun 

sinagog di Yerusalem, misalnya, adalah uncuk menegaskan pernyacaan 

Y esus hahwa rak satu pa tung pun dari sinagog bnleh r.ersisa untuk bisa 

berdiri (Mt.24: 2), akan tecapi penggunaan tempat tersebut oleh oto￾ricas Byzantium sebagai tcpat pcmbuangan boleh jadi scbagai simbol 

pandangan mereka bahwa agama Yahudi clan sinagognya celah di￾transendenkan oleh khotbah Yesus <lan menja<li "the dustbin of hiswry". Sejak masa Theodosius, di samping adanya agitasi anti-Yahudi populer, 

terdapat juga diskriminasi, disposesi, persekusi, dan penutupan sinagog￾sinagog, serra pemaksaan konversi para Yahudi oleh otoritas Byzantium. 

Ciri lain Kristiani di Byzantium Timur Dekat-satu yang tampaknya 

juga di-share oleh denominasi Kristiani lain-adalah kecenderungan 

ke arah asceticism (asketisme). Asketisme mempunyai akar kuat dan 

mendalam pada masa kuno, tetapi semakin menjadi tampak jelas selama 

abad ke-5 dan ke-6. Praktisi-praktisinya sangat ekstrem menjalankan￾kadang secara teatrikal-bentuk-bentuk penolakan diri. Sebagian besar 

berpantang dengan segala macam tanaman untuk periode cukup lama, 

mengasingkan diri dalam gua, atau seperti santo Simeon the Siylite yang 

sangat terkenal (wafat 459), beristirahat di suatu tempat, yang dapat 

dilihat dari berbagai sudut, untuk beribadah dan berkhotbah. Kadang 

sampai beberapa tahun lamanya melakukan perjalanan panjang. Me￾reka sangat sedikit mengonsumsi makanan atau tidur, kadang sama 

sekali tidak makan apa pun; yang lain berkeliling ke luar kota, hampir 

telanjang untuk beribadah dan dengan menjalani hidup dalam simpati 

yang diberikan oleh Tuhan, serta para penduduk. Yang kurang sensasi￾onal tetapi tersebar luas adalah pembangunan biara dan tempat-tempat 

retret, tempat orang dapat menempuh kehidupan asketik, beribadah 

jauh dari keramaian dan gangguan dunia yang penuh dosa ini. Gerakan 

monastik telah dimulai pada awal abad keempat di padang pasir Mesir, 

tetapi pembangunan semacam refuge komunal tersebut tersebar secara 

luas di Syria, Anatolia, dan Mesopotamia. Biara terkenal St Pachomius 

di Mesir, Mar Saba di Palestina, St. Simeon di Syria, clan Qanmin di 

Mesopotamia hanyalah contoh yang paling terkenal dari yang tersebar 

itu. 

Apa pun bentuk khasnya, tendensi untuk melakukan penolakan 

clan hidup asketis dimotivasi oleh keyakinan bahwa keselamatan di 

kehidupan yang akan datang harus dicapai bukan hanya melalui keper￾cayaan yang benar, tetapi juga dengan tingkah laku benar yang ketat. 

Hal ini, khususnya, melibatkan ibadah terus menerus, dan penolakan uncuk cunduk kepada keinginan fisik, seperci kebucuhan uncuk cidur, 

makan, tempat tinggal, dan gratifikasi seksual, atau teman hidup, yang 

oleh sebagian orang dipandang sebagai jebakan setan. Kebanyakan 

orang, cencu saja, cidak punya komicmen acau disiplin yang diperlukan 

uncuk melakukan penolakan diri yang heroik semacam itu, akan cetapi 

banyak juga yang mengakui bahwa hal icu merepresentasikan sesuacu 

yang ideal dan mendukung mereka secara individual menjadi orang suci 

yang dapac mengoncrol nafsunya dengan baik uncuk mencapai kesucian 

itu-dengan harapan, barangkali, bahwa dengan membantu mereka, 

mereka sendiri akan memperoleh kesucian yang dicapai oleh para as￾kecis cersebut. Dengan demikian gerakan asketisme yang menjadi tren 

di kalangan Krisciani Byzancium pada abad keempac sampai keenam 

menunjukkan adanya artikulasi berbagai macam praktik keagamaan 

populer yang membantu menjembatani perbedaan antara yang official/ 

resmi/clergy dan orang awam. Hal ini termasuk, ziarah, prosesi, penyem￾bahan terhadap kuburan atau situs orang suci, pengagungan terhadap 

ikon, dan bentuk-bentuk liturgi baru, yang di dalam semuanya itu klergi 

dan awam dapat terlibat atau orang-orang awam dapat mempunyai hu￾bungan yang konkret dengan yang suci walaupun klergi yang ditahbis 

tidak ada. 

Dimensi lain dari atmosfer keagamaan pada wilayah Byzantium abad 

keenam, satu dimensi yang bukan tidak berhubungan dengan asketisme, 

adalah daya tarik yang meluas terhadap pemikiran apokalipcik-yaitu, 

prediksi mengenai dekatnya akhir dunia. Hal ini biasanya dilakukan 

dengan mengantisipasi pecubahan di dunia yang bersifat "yang akan 

datang/akan terjadi" dan bersifat "menghancurkan" (cataclysmic), yang 

akan mengakhiri penindasan yang ada dan mengantar kepada era baru 

saat yang benar tidak akan dihukum (identitas mengenai "yang baik/be￾nar" tentu saja berbeda-beda, tergantung pada siapa yang menyebarkan 

prediksi). Dalam era baru ini, mereka akan mengalahkan tiran atau pe￾nindas yang sebelumnya dan menikmati kebehagiaan dan kesejahteraan 

sesaat sebelum dacangnya Pengadilan Terakhir. Dengan Pengadilan ini, yang henar ::ikhirnya akan sampai kepada keselamarnn ahadi di surga. 

Sejumlah skenario apokaliptik semacam itu diciptakan oleh anggota 

komunitas agama yang mcnghadapi tekanan atau gangguan penguasa 

Byzanrium, seperri gereja-gereja monopliysir.e di Mesir, Syria, dan Ar￾menia, Jan mempunyai kualitas yang gemar halas Jendam. Akan tetapi 

pemikiran apokalipcik bersifac sangac fleksibel, mudah dibentuk clan 

dipcngaruhi dan juga dapac dikcmbangkan olch kaum orcodoks. yang 

memandang datangn1•a sesuaru yang menghancurkan sebagai suatu hal 

ketika keimanan merek;i ;ikhirnya akan menang melawan musuhnya yang keras kepala; di mata mereka, perjuangan untuk mengonversi 

semua orang ke dalam ortodoksi adalah dasar atau asas untuk menuju 

Pengadilan Terakhir. Memang, ada suatu pandangan apokaliptik yang 

mengaitkan kaisar Byzantium sendiri secara langsung dengan peristiwa￾peristiwa Pengadilan Akhir. Menurut teori ini (yang merupakan sema￾cam varian dari mesianisme Yahudi Byzantium), setelah mengancurkan 

musuh-musuh Kristiani di dalam perang, dan membangun satu era 

keadilan dan kesejahceraan, Kaisar Terakhir akan memberikan ocoricas 

kerajaannya kepada Yesus pada kedatangannya yang kedua-suatu pe￾ristiwa yang diprediksi akan datang di Jerusalem�an dengan demikian 

akan mengakhiri Kekaisaran Byzantium dan membangun era milenium 

segera sebelum Hari Pengadilan akhir. Tanpa memandang siapa yang 

mengemukakannya, pemikiran-pemikiran apokaliptik yang beraneka 

macam ini memberi banyak orang, bahkan (khususnya) mereka yang 

menderita kemiskinan atau penindasan, harapan untuk masa depan dan 

sebagai panggilan arau ajakan kepada orang-orang untuk berusaha keras 

hidup secara benar, agar dengan pasti termasuk di antara orang-orang 

yang diselamatkan ketika Hari Pengadilan datang. 

Sama seperti pada zaman kuno, kehidupan sehari-hari rakyat biasa 

pada abad keenam masa Kekaisaran Byzantium juga sangat keras dan 

brutal-begitu kerasnya sehingga bagi kita yang hidup sekarang, di 

Barat paling tidak, hampir tidak dapat menanggungnya. Para anggota 

elice-pemilik canah yang luas dan pejabac resmi gereja dan negara 

(yang semuanya laki-laki)-sangat kaya, kadang juga berpendidikan 

tinggi, dan berada dalam kehidupan yang sangat layak, tetapi mereka 

kelompok yang sangat sedikit dalam masyarakac. Elite laki-laki ini 

memegang semua ocoritas formal dan menguasai budak, perempuan, 

anak-anak, dan laki-laki kelas biasa. Kelompok mediocre dari para peta￾ni kaya dan para pegawai resmi pemerintah yang tidak terlalu penting 

atau para pedagang dari yang moderat sampai kepada yang paling kaya, 

semuanya ada tetapi jumlahnya relatif kecil. Mayoritas populasi hidup 

dalam kemiskinan yang sangat sebagai petani atau para pembantu peta-

ni yang mendapatkan upah dengan bagi hasil, pekerja kota yang miskin 

atau perajin, atau peminta-minta. Perbudakan masih legal sebagai suatu 

institusi dan tersebar luas sebagai suatu fenomena sosial. Hanya ada se· 

dikit pelayanan sosial bagi penduduk dan kematian anak-anak karena 

penyakit, kelaparan, kontak dengan lingkungan yang mempunyai efek 

berbahaya (exposure), disiksa, serta kekerasan merupakan hal yang bia￾sa, khususnya pada periode ketidaknyamanan sipil, sangat sering terjadi. 

Salah satu jalan, yang sangat sedikit, unruk memperbaiki masyarakat 

adalah melalui pelayanan pemerintah, khususnya tentara-beberapa 

tentara yang berasal dari petani bahkan menjadi penguasa-tetapi hal 

semacam ini hanya terbuka untuk sejumlah kecil orang. 

Munculnya para uskup pada abad keenam sebagai figur terkenal di 

dalam kehidupan sipil di kebanyakan kota-kota di Byzantium Timur 

Dekat mungkin sedikit mengurangi kerasnya hidup, karena para uskup 

paling tidak memberikan perhatan i dan mengakui orang-orang miskin, 

yatim, dan janda-janda di tengah-tengah mereka sebagai bagian dari 

komunitas mereka dan menyadari tanggung jawab mereka untuk meng￾hilangkan penderitaan dan ketidakberuntungan itu. Tidak seperti aga￾ma pagan, agama Kristiani melihat setiap individu mempunyai potensi 

untuk mencapai kesucian melalui kehidupan yang baik dan dengan 

demikian membuka pandangan ke arah egalitarianisme. Akan tetapi 

karena pandangan egalitarian sama sekali tidak diberlakukan di dalam 

masyarakat, maka mudah dipahami bagaimana tendensi asketisme di 

dalam Kristiani clan harapan-harapan apokaliptik untuk kebebasan 

menjadi tersebar luas di wilayah-wilayah Byzantium. 

Kekaisaran Sassania 

Di banding dengan Byzantium, sangat sedikit diketahui adanya kekuatan 

besar lain di Timur Dekat pada abad keenam yaitu, Kekaisaran Persia di 

bawah raja-raja besar Dinasti Sassania (226-651). Kekuatan besar itu 

juga meliputi wilayah luas, dari dataran kaya Sungai Tigris dan Efrat di barat, sumber besar penerimaan pajaknya dan situs ibu kotanya, Ctesip￾hon (dekat Baghdad modem), sampai Afganistan dan pinggiran atau 

perbatasan Asia Tengah di timur. Populasi di wilayah yang sangat luas 

ini berbicara dengan bahasa yang beraneka ragam. Beberapa bahasa Iran 

(Persia Abad Tengah atau Pahlavi, Soghdian, Bactrian, Khwarizmian) 

mendominasi dataran tinggi dan perbatasan kekaisaran Asia Tengah di 

sebelah timur laut ( timur utara); clan dataran Mesopotamia merupakan 

wilayah berbahasa Aramaic dan Arab; dan Armenia clan Georgia, dan 

beberapa bahasa lain ditemukan di sepanjang wilayah yang sangat kom￾pleks dan sulit di daerah Caucasus. 

Di samping daya tarik luar biasa dari ibu kotanya di Ctesiphon, 

sejarah yang mula-rnula dari Kekaisaran Sassania ini sangat tidak ter￾pusat dan tidak terintegrasi, dengan kekuatan yang terbagi di antara 

sejumlah keluarga aristokrat wilayah dataran tinggi Iran yang sering kali 

menantang kepemirnpinan keluarga Sassania (clan biasanya memegang 

kekuasan melalui posisi-posisi penting di pemerintahan). Gelar raja 

besar-sluihanshah, secara harfiah berarci "raja dari raja"-menunjuk 

adanya klaim yang tidak jelas keluarga Sassania tentang supremasi atas 

rival keluarga-keluarga kerajaan ini, yang secara terang-terangan juga 

mengklaim sebagai keluarga raja. Akan tetapi pada abad keenam, Raja 

Besar Koshro I Anoshirwan (memerintah 531-579) berhasil menegas￾kan clan mengumumkan hak prerogatif kekaisaran melawan aristok￾rasi dengan mereorganisasi negara, menekankan sentralisasi melalui 

tentaranya yang terkenal dan kekuatan pertahanannya serta melalui 

birokrasi besar. Pen,ggantinya Koshro II Parviz (memerintah 589-628) 

merupakan yang paling diuntungkan dari kebijakannya ini, sehingga 

memungkinkannya untuk memulai operasi besar melawan Kekaisaran 

Byzantium mulai tahun 603. 

Sama seperti Byzantium, Sassania juga memerintah satu populasi 

yang bukan hanya multilingual tetapi juga secara agama beraneka. Zo￾roastrianisme (Mazdaisme). satu versi agama tradisional kuno Iran, me￾rupakan kepercayaan terpenting di kekaisaran, dan dominan khususnya di clataran Iran. Zoroastrianisme secara esensial merupakan kepercayaan 

yang bersifat dm1listik yang memahami bahwa alam semesta merupa￾kan arena perjuangan kosmis antara kekuatan baik clan jahat, masing￾masing cerwujucl clalam ruhan-tuhan Ohrmazd (Ahura Mazda) clan 

Ahriman. Kekuatan utama ini disimbolkan <lengan cahaya (khususnya 

api dan matahari) dan kegelapan, satu simbol yang celah meluas ke arah 

barac-misalnya, penggunaan halo (cincin acau lingkaran sinar di seki￾car kepala senrang suci dalam gambar-gambar yang bersifot keagamaan) 

uncuk membedakan ancara figur-figur suci di dalam ikonografi agama 

orang-orang Eropa. Umat Zoroaster mengucapkan doa khusus ketika 

matahari terbit dan matahari terbenam sebagai bentuk penghormatan 

mereka kepada macahari, dan beberapa ritual kunci dilakukan di kuil 

api cempac nyala api suci yang abadi dipelihara oleh para pendecanya. 

Kebanyakan kuil api yang besar berlokasi di dataran Iran. 

Zoroascrianisme sudah lama diasosiasikan dengan monarki Iran, dan 

selama periode Sassania menjadi agama secengah resmi Negara Sassa￾nia, sekalipun hubungan ancara raja-raja besar Sassania dan para pen￾deta Zoroastrian (herbeds) sena para pendeta tinggi (mobeds) kadang￾kadang kontroversial. Zoroastrianisme tidak mempunyai divisi internal 

yang sama seperti di visi dalam Krisciani dengan berbagai sekce rivalnya, 

akan tetapi ada perdebatan di antara orang-orang Zoroastrian mengenai 

Zulvanisme, yang mungkin secara jelas telah menjadi satu bentuk mo￾noteisme; ia terpusat pada figur Zulvan, dipandang oleh beberapa pihak 

sebagai manifestasi masa yang abadi dan sebagai bapak Ohrmazd dan 

Ahriman. Beberapa raja besar bersikap dingin dengan agama rivalnya, 

seperti Manichaenisme (didirikan oleh Nabi Mani pada abad ketiga 

Masehi), Mazdakisme (akhir abad kelima Masehi), atau Kristiani. Na￾mun demikian, hubungan spesial ancara orang-orang Sassania dengan 

Zoroastrinisme, berlanjut sampai akhir dinasci, karena Zoroascer mem· 

perkuat ideologi Sassania mengenai hukum universal, sebab raja besar 

dipandang sebagai merepresencasikan ocoricas acau kekuacan Ahura 

Mazda untuk seluruh dunia. Hal ini, dan juga perasaan Sassania bah￾wa mereka adalah pewaris penguasa Aryan pada masa lalu, membawa 

mereka kepada pandangan bahwa diri mereka lebih superior, di atas ke￾kuatan-kekuatan bumi yang lain (seperti orang-orang Byzancium) yang, 

menurut mereka, semaca-mata non entitas dan hanya berkualifikasi 

sebagai cabang mereka saja. 

Akan tetapi, Kekaisaran Sassania juga memasukkan komunitas be￾sar non-Zoroastrian; beberapa raja besar melakukan ha! ini melalui 

persekusi pahit, sernencara lainnya menoleransi mereka separuh hati dibanding yang dilakukan oleh para kaisar Byzantium terhadap mino￾ritas agama mereka. Khususnya yang penting dsei but adalah komunitas 

besar kaum Yahudi di lrak (Babylonia). yang dengan sekolah tinggi 

Yahudinya yang terkenal merupakan pusat terbesar bagi kehidupan 

dan tempat belajar orang Yahudi di dunia ketika itu. Yang juga penting 

adalah komunitas Kristiani, baik monophysite maupun Nestarian. Nesto￾rian telah disambut baik di wilayah Sassania setelah mereka disesatkan 

atau dikuruk sebagai heretik pada konsili Ephesus pada 431 dan dipaksa 

pergi; Ctesiphon, ibu kota Sassania, adalah tempat duduk para patriarch 

Nestorian. Sementara kebanyakan Kristiani Monophysite di wilayah Sas￾sania terkonsentrasi di Mesopotamia Utara, Armenia Persia, lrak, dan 

dataran paling pinggir barat Iran, Nestorian lebih tersebar secara luas 

dan membangun koloni-koloni kecil di beberapa area, khususnya sepan￾jang cute perdagangan ke dan melalui Asia tengah, bahkan jauh di luar 

perbatasan Sassania. 

Masyarakat Zoroaster, di bawah Sassania, ditandai dengan suatu su￾sunan yang bersifat hierarkis bahkan didefinisikan secara lebih kaku di￾bandingkan dengan masyarakat Byzantium. Tata aturan sosial tradisional 

Iran membagi populasi menjadi strata yang berbeda, yairu para pemimpin 

agama dan elite politik kecil pemilik tanah dan pejuang, membentuk 

strata atas yang sangat berbeda dengan strata biasa dari para kaum tani, 

perajin, dan para pedagang (skema lain mengidentifikasi strata itu sebagai 

para pendeta, tentara, scribes/orang yang mengopi manuskrip pada abad 

pertengahan/klerk/jumalis), dan petani. Para budak, tentu saja berada 

pada posisi paling bawah. Hierarki sosial yang ketat ini diperkuat oleh 

ortodoksi Zoroastrian, yang membangun kuil api terpisah bagi strata 

yang bermacam-macam itu. Sistem semacam ini barangkali yang paling 

jelas ada di dataran Iran; di Mesopotamia dan lrak---di mana orang-orang 

Zoroaster, walaupun secara politik penting, tetapi secara jumlah lebih se• 

dikit dibanding orang-orang Yahudi dan Kristiani-tata aturan sosialnya 

agak lebih cair, tetapi di sana terdapat stratifikasi antara elite dan orang 

biasa. Keketatan tata aturan sosial ini membantu menciptakan kondisi di m;ma gen1k;m-gen1k1m sem;K11m M;mih;1enisme <nau M;1zd11kisme, )'<mg 

bcrtujuan mcnciptakan masyarakat yang lcbih sccara, mcncmukan du￾kungan umum; hal ini sedikic cerganggu oleh pembaharuan yang diinisiasi 

oleh Raja Besar Khosro Anushirwan pa,fa awal abaJ keenam. 

Dengan semua perbedaan itu, Kekaisaran Byzanitum dan Sass;111ia 

mcmpunyai kcsamaan dalam bcbcrnpa hal dan mcnghadapi tancangan 

yang sama pula. Parn penguasanya berjuang unruk menyacukan wila￾yah yang sang;1t luas dengan popuh1si yang benmeka r:lgam itu deng;m 

menggunakan kekuatan, j ika perlu, dan dengan memberikan alternatif ideologi agama yang mereka coba paksakan, yang memperkuat klaim 

mereka untuk berkuasa. Keduanya, mungkin tanpa sengaja, mengem￾bangkan gerakan yang bertendensi egalitarian dengan menggunakan 

pemikiran keagamaan. dalam rangka mengurangi kerasnya norma sosial. 

Keduanya juga menghadapi ranrangan untuk melakukan proreksi dari 

serangan luar di perbatasan, kebanyakan para penyerang itu kelompok 

nomadik yang datang dari daerah pertanian Eurasia, yaitu Orang Byzan￾tium menghadapi orang-orang Goths, Huns, Slavs, dan A vars; sedang￾kan orang Sassania harus menyelesaikan urusan dengan orang-orang 

Kushan, Chionite, Hun, Hephthalite (White Hun), dan Turki. 

Namun, yang paling penting, kedua kekaisaran itu saling meng￾hadapi rantangan saru sama lain. Sebagai dua kompetitor di dalam 

mendominasi Timur Dekat pada abad keenam, rivalitas ini berdimensi 

keagamaan, kultural ideologis, serta ekonomi. Yang disebut terakhir 

mencakup kompetisi untuk sumber-sumber metal dan sumber-sumber 

lain. Sementara hasil dari perdagangan, dan untuk tan.ah-tanah yang 

terpajaki di satu wilayah yang sangat kering, Timur Dekat, yang rela￾tif sedikit. Yang menjadi masalah di sini bukan semata-mata kontrol 

politik dan pengaruh ekonomi Byzantium versus Sassania, tetapi juga 

Kristiani yang bertentangan dengan Zoroastrinisme dan tradisi budaya 

Hellenik yang bertentangan dengan Iran. Harus diingat pula bahwa 

kedua kekaisaran itu mempunyai klaim kekuasaan universal clan dengan 

rasa berat (dan secara temporal) mengakui yang lain sebagai rival-satu 

sikap yang berakar sangat dalam, kembali paling tidak sejauh masa per￾tentangan antara orang-orang Persia dengan Alexander Agung pada 

abad keempat sebelum Masehi. 

Rivalitas dalam level politik, kultural, dan ekonomi setidaknya dapat 

dirunut ke belakang pada masa Awai Roma dan sampai Timur Dekat, 

termasuk (sebagaimana didiskusikan di bawah nan.ti) kepulauan Arab. 

Hal itu dapat dilihat dalam manuver diplomasi periodik antara dua 

kekuatan itu dalam usaha menyelamatkan aliansi politik clan kultural 

serta keuntungan ekonomi di wilayah perbatasan tersebut. Ketika itu, penguasa ridak menguasai secara langsung, arau ridak ingin direpotkan 

unruk menguasai secara langsung, seperti Arab. 

Persaingan dalam perdagangan merupakan komponen penting dalam 

konres ini. Surra China, karun India, merica dan bumbu-bumbu lain, 

dupa Arab Selatan, kulir (sangar diburuhkan oleh renrara penguasa), 

dan komodiras lain merupakan item perdagangan penting unruk orang￾orang Roma, yang bahkan relah membangun koloni perdagangan di 

India Selaran, dan itu rerus menjadi hat yang penring bagi Byzantium. 

Surra, khususnya, bemilai ringgi dan datang melalui rure yang secara 

kolektif dikenal dengan "Silk Road" yang rerkenal melalui Asia Tengah 

dan Iran menuju Medirerania. Barang-barang dari India dapar menca· 

pai wilayah Byzantium baik melalui Teluk Persia dan Dararan Tinggi 

Tigris-Efrar, maupun melalui Laur Merah. Orang-orang Sassania yang 

mempunyai konrak perdagangan yang sangat luas di perairan Lauran 

India yang mungkin juga relah mempertahankan koloni perdagangan 

di India sangat ingin melakukan monopoli arus barang-barang mewah 

dari Timur ke wilayah Byzantium demi memberlakukan pajak untuk itu. 

Ciri paling menonjol dari persetujuan antara Sassania dan Byzantium 

adalah pembangunan tempat resmi untuk pemeriksaan pabean, tempat 

barang-barang diperiksa sebelum dapat keluar. 

Sering kedua kekaisaran itu tidak sabar dengan diplomasi sehingga 

terlibat dalam serial perang yang memakan biaya sangat besar bagi ke￾dua belah pihak. Khususnya, antara tahun 500 masehi dan jatuhnya ne￾gara Sassania pada 630-an, Byzantium dan Sassania berperang sebanyak 

lima kali dan berada dalam kondisi perang hampir terus menerus selama 

akhir sembilan puluh tahunan dari periode tersebut, secara periodik 

mengontrol perdagangan atas wilayah kunci perbatasan, seperti Meso￾potamia Ucara dan bagian Armenia dan Caucasus. Berakhimya perang 

ini, (603-629), menghasilkan perubahan nasib yang bersifat dramatis 

yang tidak biasa bagi kedua belah pihak, dan menjadi bagian dari latar 

belakang munculnya gerakan Nabi Muhammad dan Umat Berimannya 

penama kali. Perang terakhir an.tara Byzantium dan Sassania mulai tidak lama se￾telah penguasa Byzantium Maurice terbunuh oleh komander Phocas da￾lam perebutan militer pada 602. Peristiwa ini memperoleh reaksi cepat 

dari Raja Besar Khosro II. Khosro melihatnya sebagai suatu kesempatan 

baik untuk mengambil keuntungan akan masa kekacauan Byzantium 

atau untuk balas dendam langsung terhadap Maurice, yang pada 591 

membantunya memperoleh kembali takhta Sassania dari komandan mi￾liter di Ctesiphon sebagai ganti tunduknya perbatasan di Armenia dan 

Mesopotamia. Yang jelas, pada awal tahun 603, Khosro melancarkan 

serangkaian serangan melawan posisi Byzantium di Mesopotamia dan 

Armenia dan pada akhir dekade telah membawa seluruh wilayah sam￾pai ke Efrat kukuh di bawah kontrol Sassania. 

Sementara itu, pembelotan internal melawan Phocas muncul di 

kekaisaran Byzantium dipimpin oleh gubernur Afrika Utara dan anak￾nya yang bernama Heraclius. Hal ini membuat ketidaknyamanan yang 

meluas dan akhimya menyebabkan kejatuhan Phocas karena Heraclius 

memproklamasikan dlri sebagai kaisar di Constantinople pada 610. Kos￾hro mengambil keuntungan untuk semakin menaikkan Byzantium; dia 

boleh jadi bertujuan menyelesaikan seluruhnya secara sempurna. Pasuk￾an Sassania menyeberang Syria sebelah utara menuju tepi pantai Me￾diterania, menaklukkan Antioch, dan menggunakannya sebagai basis 

untuk menyerbu Anatolia ke utara dan Syria ke selatan. Antara tahun 

610 dan 616, seluruh Syria dan Palestina dikuasai dan pertahanan Per￾sia didirikan di kota-kota utama. Jerusalem, tempat orang-orang Persia 

didukung oleh kaum Yahudi lokal, dikuasai pada 614, banyak pendu￾duknya yang dibunuh, dan sisa-sisa True Cross/Salib yang diyakini seba￾gai salib yang dulu dipakai untuk menyalib Yesus di Jerusalem, satu relik 

yang punya makna simbolik penting, dibawa ke Ctesiphon. Jauh ke 

selatan, yaitu Mesir, satu pemasok utama gandum bagi Constantinople, 

ditaklukkan oleh Sassania antara tahun 617 dan 619. Sementara di se￾belah utara, tentara Sassania dari Syria melumpuhkan Cappadocia dan 

pusat utamanya, Caesarea (Kayseri modem), sementara tentara lainnya berbaris dari Armenia sampai sejauh Galatia (sekitar Ankara modern). 

Pada 621, separuh penuh Anatolia, jantung kota tradisional kekaisaran 

Byzantium ada di tangan Sassania, juga seluruh Caucasus, Armenia, Sy￾ria, dan Mesir; clan lebih buruk lagi, Khosro mengakhiri dengan mem￾buat aliansi dengan kepala Avars yang nomadik, yang secara bersamaan 

menyerang Constantinople dari barat taut. 

Keberlangsungan Kekaisaran Byzantium, yang dalam kondisi keti￾ka itu harus dipandang sebagai suatu mukjizat, dapat terwujud karena 

kekuatan Heraclius dan keterampilannya serta keberaniannya sebagai 

komandan militer dan diplomat-clan juga, boleh jadi, karena tembok 

pertahanan Constantinople yang luar biasa, yang menahan suatu blo￾kade yang dilakukan oleh Avars pada musim panas 626, ketika Herac￾lius dan tentaranya melakukan operasi jauh. Selain tantangan baru dari 

A vars clan oposisi keras Sassania, dia mengumpulkan tentara Byzantium 

untuk menyelamatkan kekaisaran Kristiani dan mengembalikan True 

Cross; ini mungkin merupakan contoh pertama perang kolonial yang 

dilegitimasi secara agama. Pada 624 dia mengirim tentaranya melalui 

Anatolia tengah ke Armenia clan Caucasus, (yang boleh jadi juga mem￾bantu adalah bahwa keluarga Heraclius sendiri berasal dari Armenia}. 

Di sana dia menjalin hubungan dengan musuh Sassania, orang-orang 

T urki, dan dengan bantuan mereka, menghancurkan kekuasaan Sas￾sania di wilayah yang secara strategis penting, yaitu di kebun belakang 

Sassania. Pada 625 dia melakukan konsolidasi kekuasaannya di Ana￾tolia. Pada musim gugur clan musim dingin tahun 627-628, Heraclius 

membariskan tentaranya menuju Mesopotamia sebelah utara clan kemu￾dian ke arah ibu kota Sassania, Ctesiphon. 

Serangannya yang tidak disangka ke wilayah jantung kota kekaisar￾an menyebabkan Khosro kehilangan dukungan, clan Raja Besar itu ditu￾runkan dalam perebutan kekuasan pada awal 628; penggantinya (anak 

Khosro Kavad II, berkuasa tahun 628-629) melakukan litigasi clan me￾merintahkan mundur pasukan Sassania yang masih ada dari Anatolia, 

Armenia, Syria, clan Mesir. Pada 629 Sassania telah mundur ke arah perbarasan yang baru, dengan membiarkan orang-orang mengontrol 

semua yang mereka miliki sebelumnya, demikian pula Armenia dan 

Mesopotamia sebelah utara. Sassania masuk pada periode ketidakstabi￾lan politik yang berlangsung lama, dengan sejumlah pemimpin oposisi, 

cermasuk dua raja/penguasa Sassania, yang berkompecisi untuk takhta 

beberapa dekade selanjucnya. Heradius dengan sangac sukses mengem￾balikan relik True Cross ke Jerusalem pada 630, akan tetapi setelah le￾bih dari satu dekade kekuasaan Sassania, infrasruktur polirik Byzantium 

di Syria dan Mesir cerguncang, dan banyak kora dan komunitas menjadi 

terbiasa membuat keputusan mereka sendiri. 

Peristiwa dramatis ini kemudian (yang mengakibatkan kekaisaran dalam kondisi yang lemah setelah beberapa dekade berperang) mem￾bentuk latar belakang yang lebih luas bagi karier Nabi Muhammad yang 

kelak berkembang di Arab. 

Arab di Antara Dua Kekuatan Besar 

Arab terkunci di antara dua kekuatan kekaisaran besar di perbatasan 

sebelah selatan padang pasirnya. Wilayah itu merupakan tanah yang sa￾ngat luas clan sangat kering, yang membentang di utara sampai ke datar￾an kering negara modem Yordania, Syria, dan Irak. Kebanyakan Arab 

terdiri atas padang pasir yang penuh debu, atau lebih berbatu-batu￾dengan perkecualian utama Yaman yang terletak di wilayah Arab ba￾gian selatan dan bagian dari Oman di sebelah tenggara. Kedua daerah 

tersebut dikaruniai beberapa kelembapan dari lautan India clan air dari 

gunung. Di mana saja, air hujan sangat terbatas clan turun tidak teratur. 

Untuk sebagian besar, air untuk pertanian dapat ditemukan hanya di 

sumur-sumur artesis yang diambil dari dasar air ke atas, dengan mem￾bentuk oasis dengan batang-batang pohon palem, di mana benih cereal, 

buah, dan sayuran dapat tumbuh. Kebanyakan oase Arab sangat kecil, 

tetapi beberapa kota oasis yang luas ditemukan di Arab sebelah utara 

dan timur, Palmyra (sebenarnya di Syria), Azraq (di Yordania). Dumat 

al-Janda!, Tayma, Khaybar, dan Yathrib (Madinah), dan di sebelah ti￾mur, al-Yamama (Riyad modern), Hajar (al-Hasa modern), clan Ha'il. 

Yaman yang mempunyai cukup air, mendukung lahirnya bentuk￾bentuk organisasi politik yang lebih berkembang dibanding wilayah 

Arab yang lain. Beberapa kerajaan Arab Selatan yang mula-mula, yang 

sukses pada milenium pertama sebelum masehi-Saba' (Sheba), Ma'in, 

Qataban, Hadramaut-akhimya memberi jalan bagi entitas politik yang 

lebih besar, Kerajaan Himyar, yang mendominasi sebagian besar Yaman 

dari abad penama sampai abad keenam masehi. 

Akan tetapi, di sebagian besar Arab, karena sumber-sumber perta￾nian yang sangat sedikit, tata aturan sosial dan poltik dibentuk di seputar keluarga dan kelompok keturunan darah ("suku-suku") yang mengikat 

masyarakat di dalam solidaritas dan pertahanan bersama. (Memang bah￾kan di Arab bagian selatan, kerajaan hanya merupakan tutup tipis atas 

masyarakat yang secara esensial adalah masyarakat suku.) Tidak ada "hu￾kum'' sebagaimana yang kita pahami sekarang; tetapi suku masing-masing 

atau keluarga besar memberikan keamanan dari hari ke hari, karena seti· 

ap gangguan terhadap anggota suku, terutama pembunuhan, akan mela￾hirkan ba