S
ekitar satu abad yang lalu, seorang cendekiawan Prancis terkenal,
Ernest Renan ( 1823-1892), menulis outline mengenai penemuannya tentang asal usu! dan awal sejarah Islam: "Dari berbagai pandangan
akhirnya kita sampai pada hasil tunggal: bahwa gerakan umat Islam
muncul dari gerakan yang hampir tanpa keyakinan keagamaan; bahwa
dengan mengesampingkan sejumlah kecil pengikutnya yang setia, Muhammad berkarya di Arab benar-benar hanya dengan sedikit keyakinan
keagamaan, clan tidak pernah berhasil mengatasi oposisi yang diwakili
oleh kelompok Umayya."
Sementara pemyataan Renan merepresentasikan formulasi ekstrem
clan keras mengenai pandangan yang dikemukakan, untuk beberapa
tahun para sarjana Barat yang mempelajari asal usul Islam masih terus
berpegang pada pandangan-pandangan semacam itu. Pandangan bahwa
Nabi Muhammad (wafat 632) dan para sahabatnya terutama dimotivasi
oleh faktor-faktor selain agama, dan bahwa keluarga Umayya, yang me·
merintah atau berkuasa mulai tahun 661 sampai 750, secara fundamental bersikap jahat terhadap esensi gerakan Nabi Muhammad, bahkan
sekarang tersebar di antara para sarjana Barat. Komentar Renan yang
paling sinis-bahwa gerakan yang tumbuh menjadi apa yang kita keta·
hui sebagai Islam "muncul dari gerakan yang hampir tanpa keyakinan
keagamaan"-telah dianut, secara agak samar, oleh banyak sarjana berikutnya, biasanya melalui proses reduksionisme, di mana kekuatan yang mendorong gerakan yang dimulai oleh Nabi Muhammad diidencikkan
sebagai "benar-benar" sesuatu yang bukan keyakinan keagamaan. Pada
akhir abad kesembilan belas, Hubert Grimme berusaha membukcikan
bahwa khotbah Nabi Muhammad pertama dan yang utama adalah re•
formasi yang bersifat sosial dan bukan agama; W. Montgomery Watt,
yang merefleksikan posisi yang dominan di dalam ilmu sosial pada percengahan abad kedua puluh, berpendapat bahwa gerakan tersebut didorong oleh tekanan sosial ekonomi pada masyarakat saat Nabi Muhammad hidup; sementara yang lain, termasuk I. Caetani, C. H. Becker, B.
Lewis, P. Crone, G. Bowersock, I. Lapidus, dan S. Bashear, berpendapat
bahwa gerakan tersebut benar-benar semacam gerakan perjuangan politik nasionalis a tau ''suku asli", di mana agama merupakan ha! yang
sekunder (dan, implikasinya, semata-mata merupakan pretext untuk
tujuan yang sebenamya).
Di dalam halaman-halaman berikut saya akan berusaha mengemukakan pandangan yang hampir sama sekali bertentangan dengan pandangan Renan. Dalarn keyakinan saya, Islam dimulai sebagai gerakan
keagamaan, bukan semata-mata gerakan sosial, ekonomi atau "nasional"; gerakan ini membentuk suatu kepedulian yang sangat kuat untuk
mencapai keselamatan pribadi melalui kesalehan. Umat Beriman itu
sangat peduli terhadap perkara sosial dan politik, hanya sejauh berkaitan dengan konsep kesalehan dan tingkah laku yang pas yang diperlukan
untuk memastikan keselamatan.
Bertentangan secara tajam dengan Renan dan beberapa pengikutnya
di Barat maupun sarjana (Muslim), lebih jauh lagi saya melihat penguasa dinasti Umayya (660-750) bukan sebagai manipulator terhadap
faktor luar dari gerakan keagamaan yang dimulai Nabi Muhammad,
melainkan sebagai penguasa yang berusaha mencari jalan praktis uncuk
merealisasikan tujuan penting dari gerakan, dan yang mungkin lebih
dari yang lain, membantu Umat Beriman mencapai pemahaman yang
jelas mengenai perbedaan identitas mereka dan mengenai legitimasi
mereka sebagai komunitas keagamaan. Tanpa bantuan Umayya, diragukan apakah Islam, yang sebagaimana kita akui sekarang, bisa ada. Pemahaman yang lebih pas mengenai awal Islam mensyaratkan bahwa kita melihat latar belakang tren keagamaan di seluruh Timur Dekat
pada masa antik terakhir, bukan hanya di dalam konteks Arab, sekalipun Arab adalah tempat Nabi Muhammad hidup dan bergerak. Pada
abad keenam, Arab secara keseluruhan dimasuki oleh tren pemikiran
keagamaan yang ada di wilayah sekitamya. Oleh karenanya saya harus
mulai dengan ikhtisar singkat mengenai latar belakang Timur Dekat
Pra-Islam (Bab l); setelah itu saya harus mempertimbangkan bagaimana
Gerakan Umat Beriman mulai di Arab dengan Nabi Muhammad (Bab
2), ekspansi Gerakan Umat Beriman yang cepat pada dasawacsa setelah
wafat Nabi Muhammad (Bab 3). perpecahan internal yang mencabikcabik gerakan selama abad pertamanya (Bab 4), dan kebangkitan dari
Gerakan Umat Beriman mengenai sesuatu yang dapat kita akui secara
jelas sebagai Islam sekitar dua generasi setelah Nabi Muhammad wafat
B
uku ini terutama ditulis bagi para non-spesialis, mahasiswa tingkat
awal, dan pembaca umum, yang tertarik pada asal muasal Islam.
Buku ini bukan dimaksudkan sebagai suatu karya kesarjanaan teknis,
sekalipun saya berharap bahwa para sarjana akan menemukan beberapa pandangan yang saya kemukakan di dalamnya sebagai sesuatu yang
baru dan layak menjadi pertimbangan yang serius. Para pembaca yang
baru kenal dengan pokok bahasan ini dan ingin tahu di mana informasi
lebih jauh mengenai pokok bahasan tertentu bisa diperoleh, atau spesialis yang penasaran mengenai bukti-bukti yang mendukung sesuatu
yang saya sampaikan, bisa menemukan apa yang mereka butuhkan pada
bagian "Catatan dan Panduan untuk Bacaan Lebih Lanjut." lni diorganisasi di dalam bah dan berisi bibliografi serta referensi untuk poin-poin
tertentu.
Secara umum saya menghilangkan tanda-tanda diakritik ketika
mengubah kata-kata dari bahasa Arab dan bahasa-bahasa Timur Dekat
lain ke huruf-huruf Romawi-para pembaca umum bingung dengan
hal itu, para spesiaEis secara umum tidak membutuhkannya, dan para
penerbit tidak menyukainya karena aneh dan memakan biaya. Hanya
ada satu pengecualian, yaitu saya mempertahankan tanda 'ayn (') atau
hamza ('). Nama-nama orang diberikan dalam transliterasi yang ketat (akan
tetapi tanpa diakritik): dengan demikian, Nabi Muhammad, 'A'isha,
Sulayman, dan seterusnya. Dalam banyak kasus, saya telah melepas artikel Arab "al" di depan nama-nama orang, kelompok, dan kota, sementara biasanya mempercahankannya di dalam nama ganda atau kompleks
(misalnya, 'Amr ibn al-'As). Kebanyakan nama Arab itu patronymic
(nama yang berasal d'ari nenek moyang laki-laki) dan mencakup kata
"ibn" ("anak dari"), maka 'Amr lbn Qays mungkin juga muncul sebagai
"lbn Qays" atau semaca-mata 'Amr.
Singkatan "Q" digunakan untuk menunjukkan kutipan dari alQur'an, kitab suci agama Islam, sepanjang teks.
Beberapa tanggal ditulis dengan tanggal dalam tahun kalender Islam
atau hijriah, dikuti garis miring dengan tahun masehi-misalnya, Nabi
Muhammad dikatakan wafat pada tahun 11/632, yang berani tahun 11
dalam kalender Islam (lunar/qamariyah) dan 632 Masehi.
Kalender Muslim adalah kalender qamariyyah/lunar yang terdiri atas
354 hari; konsekuensinya, bulan dan hari tertentu berputar lamban
dalam siklus kalender Masehi. Dua belas bulan dalam kalender Muslim
masing-masing 29 atau 30 hari lamanya. Muharam 30 hari
Safar 29 hari
Rabi' I 30 hari
Rabi' II 29 hari
Jumada I 30 hari
Jumada II 29 hari
Raj ab 30 hari
Sha'ban 29 hari
Ramadan 30 hari
Syawal 29 hari
Dhul 1-Qa'da 30 hari
Dhu 1-Hijja 29 hari
A
kar-akar Islam harus ditemukan pada karier seorang bernama
Muhammad bin Abdullah, yang lahir di Makkah, satu kota di
Arab barat, pada akhir abad keenam. Arab ketika itu bukan merupakan
tempat yang terisolasi, tetapi merupakan bagian dari dunia berbudaya
yang sangat luas yang mencakup wilayah Timur Dekat clan Mediterania
Timur. Dengan demikian, untuk memahami konteks di mana Muhammad hidup clan berkiprah, clan untuk memahami gerakan keagamaan
yang dilahirkan, penama-tama harus dilihat lingkungan sekitarnya di
Makkah.
Muhammad hiclup pada zaman yang oleh para cenclekiawan clisebut
dengan "late antiquity"-suatu periode clari sekitar abad ketiga sampai
ketujuh masehi-yang ketika itu budaya "klasik" dari Yunani-Romawi
clan Iran terus mengalami transformasi. Di wilayah Mecliterania clan wilayah-wilayah sekitarnya, beberapa ciri buclaya klasik awal masih clikenal bahkan sampai akhir abad ketujuh atau kedelapan, walaupun dalam bentuknya yang relah dimodifikasi, sementara budaya lain relah maci,
berubah canpa dikecahui, atau diganti dengan sesuatu yang sama sekali
baru. Misalnya, pada abad keenam, elite yang melek huruf di wilayah
lmperium Romawi kuno di Medicerania Timur masih mempelajari dan
mengembangkan pen.getahuan mengenai filsafat Yunani dan hukum
Romawi serca literatur Yunani dan Latin, walaupun kajian terhadap
pengetahuan tersebut kurang menyebar luas dan sering membahas masalah yang berbeda dengan masalah yang dibahas pada masa Romawi.
Pada saat yang sama, kebanyakan orang telah melepaskan agama pagan
mereka dan berganti menjadi penganut agama Kristen. Ritual publik
dan kemasyarakatan yang terpusat pada amfiteater, pemandian umum,
dan pelaksanaan kewajiban sosial kemasyarakacan, mulai melemah arau
bahkan menghilang-khususnya di kota-kota yang lebih kecil--dan,
setelah abad kelima, secara berangsur-angsur digantikan oleh bentukbentuk ritual yang lebih bersifat personal. Dengan meluasnya agama
Kristen di wilayah-wilayah Mediterania Timur, bersamaan dengan bahasa Yunani dan Latin, muncul pula bahasa-bahasa liturgi baru juga
karya sastra baru dalam bahasa-bahasa seperti Siria, Coptik, Armenia,
dan Etiopia, yang sebelumnya belum pernah ditulis. lni berarci bahwa
periode antik akhir di Mediterania Timur merupakan suatu transisi
antara era klasik sebelumnya, dengan kehidupan sosial kemasyarakatan
yang sangat terarcikulasi dengan baik dan terfokus pada bahasa YunaniLatin, ke era Islam yang menggancikannya, dengan penekanannya pada
pengamalan agama secara personal dan perkembangan tradisi literasi
baru ke dalam bahasa Arab.
Kekuasaan Timur Dekat pada Periode Antik T erakhir
Pada paruh terakhir abad keenam wilayah Mediterania secara politis
didominasi oleh dua. kekaisaran besar-Byzantium atau Kekaisaran
Roma di Barac dan Kekaisaran Persia Sassanid di Timur. Kekaisaran
Byzantium sebenarnya merupakan kelanjucan dari Kekaisaran Romawi yang lebih rua. Para penguasanya menyebuc diri mereka dengan bahasa
Yunani, Rhcrmainoi-"orang-orang Romawi"-sampai hancumya kekaisaran di tahun 1453. Karena irulah kadang-kadang kekaisaran ini disebuc dengan "Kekaisaran Romawi Terakhir", namun dalam hal ini saya
harus menyebutnya sebagai Kekaisaran Byzancium, sebuah nama yang
mengacu pada suatu desa di Bosporus tempac ibu koca, Constantinople,
didirikan.
Pada akhir abad keenam, Kekaisaran Byzancium mendominasi wilayah-wilayah di pantai timur dan selacan Medicerania (sekarang Turki,
Syria, Mesir, dan seterusnya). Kekaisaran besar lain, yaitu Sassania,
terpusac di tanah cinggi pegunungan Iran dan sepucar wilayah dataran
rendah yang sekarang merupakan wilayah lrak, suacu cempac yang kaya
mulai dari Sungai Tigris dan Efrat. Sebagaimana Kekaisaran Byzantium tetap memelihara warisan Romawi, Kekaisaran Sassania juga terus
melangsungkan tradisi imperial yang sangat panjang dari Persia kuno.
Kebanyakan wilayah dari Afganistan sampai ke Medicerania T engah
berada di bawah pimpinan langsung salah saru acau kedua penguasa
tersebut. Bahkan wilayah-wilayah di sana yang berada di luar konttol
langsung, berada di lbawah pengaruh kuat salah satu atau kekuatan yang
lain, atau merupakan keadaan yang menggambarkan suatu kompetisi
kuat di antara mereka di dalam memperebutkan loyalitas politik, pengaruh keagamaan, maupun dominasi ekonomi. Wilayah yang dipercentangkan ini mencakup wilayah-wilayah seperti Armenia, Caucasus,
dan, yang paling penting dalam hal ini, Arab. Kekuatan ketiga yang
lebih kecil juga ada di Timur Dekat-Kerajaan Axum (kadang disebut
Aksum). !bu kota Axum ada di wilayah dataran cinggi Eciopia, tecapi orang-orang Axum cerlibat dalam perdagangan maricim dari kota
pelabuhan Adulis di Laut Merah. Pada abad keempat, Axum menjadi
beragama Kristiani dan karena itu terkadang bersekutu dengan Byzantium; hanya saja secara umum pengetahuan kica tentang Axum sangat
terbatas, dan yang j-elas, Axum tidak banyak menyumbang kepada ttadisi Islam, sementara baik Byzantium maupun Persia Sassania banyak menyumbang. Oleh karenanya, kebanyakan perharian kira nanri akan
dipusatkan pada pernbahasan mengenai Kekaisaran Byzantium clan Sas·
sania.
Kekaisaran Byzantium
Kaisar Byzantium berkuasa dari ibu kotanya di Constantinople (lstan·
bul pada masa modern) di Bosporus. Kora tersebut didedikasikan pada
J30 oleh Kaisar Romawi Constantine sebagai "Roma Kedua" (Second
Rome). Dari Constantinople, para kaisar Byzantium berusaha mempertahankan semua kepemilikannya yang tersebar luas melalui tindakan
militer clan kebijakan keagamaan yang cerdas. Kaisar Byzantium me·
meluk suatu benruk ajaran Krisriani yang diperkenalkan perrama kali di
Barat oleh Alexander Agung (wafat tahun 323) clan kemudian diadopsi
oleh orang-orang Romawi. Mereka yang ada di bawah model Byzantium
memimpikan suatu negara universal di mana semuanya loyal secara poliris kepada kaisar, dan secara agama kepada gereja Byzantium [Kristen
"Orrodoks") yang dipimpin oleh patriach Constantinople, yang sangat
dekat dengan para penguasa.
EDIK JUSTINIAN T AHUN 554 UNTUK
ORANG-ORANG CONSTANTINOPLE, CXXXII
Kita percaya bahwa rahmat pertama dan utama bagi seluruh ma•
nusia adalah pengakuan akan Iman Kristiani, yang benar dan be·
bas dari kesalahan, sampai akhir, sehingga secara universal berdiri
kokoh dan bahwa semua imam yang suci dari seluruh dunia akan
bergabung menjadi satu ....
Dalam merealisasikan pandangan ini, para kaisar Byzantium sedikit·
nya menghadapi dua masalah utama. Masalah pertama adalah memper-
rahankan kckuacan dan kcmakmuran wilayah yang diklaim bcrada di
dalam kckuasaan mcreka, serta pcngawasan mercka yang sangat efektif
t.erh:�Jap wilay:�h t.ersehur., mengingat r.eknologi komunikasi Jan mamijemen y1mg m11sih sederh1m:1 p;1d11 z1un<m itu. Singk1nny11, perso;1bn
pcmerintahan.
l'ada masa kejayaan mereka selama abad percama sebelum masehi
Jan ahad pert.ama m:1sehi, Kekaisar:m Roma r.elah hegitu luas hingga
mencakup wibyah Britania (lnggris) sampai kc Mesopotamia d;m Mesir, berjarak sckirar 4.000 kilometer amu 2.500 mil. \Vilayah ini mcncakup orang-orang yang berbicara dalam berhagai bahasa: Latin dan
Yummi di herh:1gai kot:1 di sekitar Mediter:mi;1, di;ilek Jerman thm Celtic di Eropa, dialek Bt�rber di Afrika Urara, C0pcik di Mesir, Aram dan
Arab di Syria, Armenia dan Georgia scrra lusinan bahasa lain di wila-yah Caucasus clan Anatolia, clan dialek A!Bania clan Slavia di Balkan.
Karena luasnya wilayah kekaisaran itu, Kaisar Diocletianus (284-305)
menciptakan suatu sistem dua kerajaan, satu di Barat clan satu di Timur,
sehingga masing-masing dapat mengoncrol separuh daerah kekuasaannya, menekan seefisien mungkin segala bentuk pergolakan di dalam
wilayahnya, clan mempertahankan atau melindunginya dari segala macam invasi dari luar. Namun, selama abad keempat clan kelima, invasi
clan migrasi orang-orang Jerman clan "barbarian" lain seperti Avars clan
Huns, benar-benar sudah terlalu besar untuk bisa ditangani oleh para
kaisar di Italia. Sejak awal abad keenam, banyak wilayah kerajaan barat menjadi wilayah dominasi raja-raja Jerman-Visigoths di Spanyol,
Vandals di Afrika U tara, Franks di Gaul, Ostrogoths di Italia. Paralel
dengan disintegrasi politik ini adalah meluasnya kontraksi ekonomi di
berbagai wilayah Mediterania Barat.
Sebaliknya, bagian timur kekaisaran, berhasil terus mempertahankan
diri sebagai entitas politik, clan ekonominya lebih dinamis dibanding
Barat. Walaupun ada pada situasi yang tidak menyenangkan di tangan
para Avars, Bulgars, clan Slavs, para kaisar Byzantium di Constantinople, mampu mengalahkan serangan barbarian yang terus muncul.
Mereka selalu memandang diri mereka sebagai penguasa yang benar
dari kekaisaran sebelumnya dalam pengertiannya yang sejati. Beberapa
bahkan berani bermimpi untuk mengembalikan kejayaan kekaisaran
dengan mengklaim kembali wilayah-wilayah yang hilang di barat. lni
memang benar, sebab penguasa Byzantium Justinian I (yang berkuasa
sejak 527-565)-tergantung pada sudut pandangan seseorang---dapat
dipandang baik sebagai "the Great" atau justru megalomaniak. Justinian
mengorganisasi kekuatan penuh negara Byzantium, termasuk kekuatan
taksasinya, dalam usaha untuk menaklukkan kembali provinsi-provinsi
di barat yang telah hilang. Jendralnya yang sangat brilian, Belisarius,
memang benar berhasil membangun kembali kekuasaan Byzantium
(Roma), sebagiannya yaitu Italia, Sisilia, Afrika Utara, clan sebagian
Spanyol. Justinian juga terlalu banyak menghabiskan kekayaannya pada bangunan-bangunan megah. Gereja Hagia Sophia yang sangat besar
clan luar biasa di Constantinople adalah contoh yang paling bagus yang
masih ada. Biaya uncuk hal ini sangaclah besar, dan karena usahanya
untuk mengembalikan kejayaan Roma yang telah hilang, melalui penaklukan clan konstruksi, membuat rakyat kekaisaran ini menjadi miskin dan marah, asetnya menjadi sia-sia, clan tentaranya berkurang.
Pusat-pusat kota di Mediterania sebelah timur lebih kuat dibanding
di sebelah barac, yang koca-kocanya hampir habis, kemakmurannya juga
melemah selama akhir abad keenam. Salah satu faktor utamanya adalah
serangkaian gempa bumi yang luar biasa yang mengagetkan wilayah
Medicerania sebelah timur yang terjadi beberapa kali dalam periode
ini. Faktor lain adalah epidemi. Epidemi, yang dacang pada 540-an dan
kembali setiap beberapa tahun selanjutnya secara reguler, membuat
sebagian penduduk berhenci bern1mbuh, clan ini melemahkan kemampuan kekaisaran uncuk menemukan kembali vicalitasnya. Pada akhir abad keenam, Keka.isaran Byzancium mengalami serangan yang menghancurkan dari Sassania-bagian akhir dari serial perang Roma-Persia
yang terjadi sejak abad pertama Masehi. Bangkit kembali di bawah Raja
Khosro I yang hebac dan kuac, Anoshirwan (memerincah cahun 531-
579), orang-orang Sassania menyerang kekaisaran Byzancium beberapa
kali selama tahun 540-an clan 550-an. Mereka menduduki Byzantium
yang mengoncrol Armenia, Lazica, Mesopocamia, clan Syria, clan menghancurkan koca Byzancium yang paling pencing di Medicerania sebelah
timur, yaitu Ancioch. Kemudian, mulai tahun 603, Raja Besar Koshro
II dari Sassania, PaIViz (memerintah cahun 589-628) melancarkan serangan yang menghancurkan yang menghasilkan penaklukan Persia cerhadap Syria, Mesir, dan sebagian besar Anacolia. Sebagaimana perang
yang terjadi pada pertengahan abad keenam, perang ini dimungkinkan
sebagian karena Kekaisaran Byzantium dalam kondisi yang melemah.
T antangan utama lain yang dihadapi penguasa Byzantium antara
abad keciga clan abad ketujuh adalah berkaican dengan persoalan agama. Pada 313 M, penguasa Constantin I (berkuasa 306-337) mendeklarasikan agama Kristiani sebagai agama resmi negara di dalam Kekaisaran Romawi dalam Edict Milan; ketika icu dikukuhkan sebagai agama
resmi Kaisar Theodosius I ("Yang Agung'', yang berkuasa 379-395).
Sejak saat itu, kaisar bermimpi untuk merealisasikan pandangan seorang kaisar yang bukan hanya bersifat universal, tetapi juga benar-benar
menyacukan bidang dokcrin keagamaan--dengan Kaisar Byzancium sendiri sebagai pacron clan pelindung cerbesar dari agama itu yang mengikac
semua persoalan kekaisaran, keduanya, satu sama lain, dan dalam kesetiaan kepada negara clan kaisar. Pada masa kekuasaan awal Romawi,
penyembahan resmi cerhadap kaisar yang dipertuhan celah memenuhi
tujuan ini, sambil mempersilakan orang untuk melanjutkan peribadatan
sesuai dengan T uhan pagan lokal mereka; tetapi ketika monoceisme
Kristiani menjadi kredo resmi kaisar, kaisar menuntut ketaatan agama
yang lebih dalam dan eksklusif. Namun demikian impian akan kesacuan
agama-politik ini terbukti tidak mungkin dicapai. Bukan hanya karena kclompok pagan yang bcrancka, cccapi Yahudi, Samaritan di dalam
kekaisaran juga secara keras menolak Kristiani, bahkan tennasuk mereka y;mg mengakui Yesus seb;1gai juru selamat mereka. Di samping itu,
muncul perbedaan cajam mengenai hakikac Kristus (Chriswlogy) dan
implikasinya bagi mereka. Apakah Yesus ucamanya sebagai manusia,
tetapi dipenuhi dengan spirit ketuhanan? Ataukah dia sebagai Tuhan,
secar;1 esensh1l. sebag;1i wujud Tuhan semata y;mg dipenuhi dengan
cubuh manusia' Karena dia wafat di salib, apakah itu artinya bahwa
T uhan juga celah wafac ! J ika demikian, bagaimana icu bisa cerjadi? Dan
jika tidak demikian, bagaimana bisa dikatakan bahwa Yesus telah henar-benar wafat? Karena Kristiani taat dan percaya bahwa keselamatan mereka sangar terganrung kepada formulasi kredo yang semacam itu,
maka debar sepurar hakikar Kristus menjadi intens dan meluas. Akhirnya, terbukti bahwa tidak mungkin menyelesaikan masalah ini secara
memuaskan, sekalipun para kaisar menghabiskan banyak pemikiran,
uang, dan keinginan yang baik dalam usaha memediasi pertenrangan
demi mencari landasan teologi yang dapar diterima kedua belah pihak.
Perlu disinggung pula bahwa perdebatan mengenai doktrin ini sering
memunculkan kelompok-kelompok kuat di dalam gereja yang berlawanan saru sama lain untuk alasan-alasan yang bersifat personal dan
poliris sebagai dokttin. Di antaranya yang menonjol dalam masalah ini
adalah rival lama antara patriarch dari Alexandria kuno dan Constanti·
nople, sekalipun Uskup Romawi, Antioch, dan pusar-pusat yang lain
juga mempunyai peran.
Dengan demikian, ortodoksi lalu didefinisikan melalui serial konsili-pertemuan-pertemuan yang sangat politis antara Uskup-Uskup
Krisriani, kadang diorganisasi arau dikonrrol oleh hakim kaisar-yang,
selanjutnya, di antaranya mengumumkan bahwa doktrin-doktrin tertentu merupakan heretik. Hasilnya, sejak abad keenam, umat Kristiani
di Timur Dekat bergabung menjadi beberapa komunitas yang berbeda,
masing-masing dengan versi kepercayaannya masing-masing. Gereja
Byzantium (di Amerika Serikat gereja ini dinamakan "Ortodoks Yunani,") dan juga gereja Latin di Roma, resmi merupakan gereja dyophysite; yaitu gereja yang mengajarkan bahwa Kristus mempunyai dua
hakikat, satu hakikat ketuhanan dan satu hakikat kemanusiaan, yang
terpisah dan berbeda, tetapi tergabung dalam satu wujud. (Pemisahan
ini memungkinkan mereka untuk memahami penyaliban Yesus sebagai
marinya hakikat kemanusiaannya, sementara hakikat keruhanannya,
karena bersifat ketuhanan, adalah abadi). Umat Kristiani Ortodoks
Byzantium banyak terdapat di Anatolia, Balkan, Yunani, dan Palestina,
dan di pusat-pusat kota tempat otoritas kekaisaran sangat kuat. Di sisi
lain, di Mesir, Syria, dan Armenia kebanyakan orang Kristiani, khususnya di wilayah pertanian, merupakan anggota gereja monophysite, yang memandang Kristus mempunyai hanya satu hakikat, yaitu ketuhanan
sekaligus kemanusiaan. (Dari perspektif mereka, titik kunci mengenai
Kristus adalah bahwa dalam dirinya, yaitu Tuhan, benar-benar mengalami kesengsaraan dan kematian manusia, akan tetapi karena menjadi
Tuhan dia dapat bangkit dari kematian.) Usaha para kaisar untuk merukunkan divisi ini dengan mengadakan Konsili Calsedon (tahun 451)
gaga! ketika formula yang dihasilkan ditolak oleh kaum monophysite,
yang cenderung keras dan kukuh kepada kredonya, walaupun berbagai
usaha telah dilakukan oleh Byzantium untuk menghentikan pertentangan ini. Kelompok ketiga, yang kebanyakan diusir dari wilayah Byzantium pada abad keenam akan tetapi banyak terdapat di Kekaisaran
Sasanid dan bahkan di Asia T engah, adalah kelompok Nestarian, diberi
nama setelah Uskup Nestorius dari Constantinople, yang dokcrinnya
dikutuk pada Konsili Ephesus Pada 431.
Walaupun menganut dyophysite, namun Nesoorian, di mata kedua
gereja "ortodoks" Byzantium dan monophysite, dipandang lebih meletakkan tekanan pada hakikat kemanusiaan Kristus dan mengabaikan
ketuhanannya. Afrika. Utara adalah rumah sekte yang kemudian disebut
sebagai heretik yang lain, yaitu Donatist puritan, yang menolak segala
peran Kaisar Byzantium dalam urusan mereka. Walaupun setelah abad
keempat berada dalam kemunduran, khususnya setelah usaha keras
Agustinus untuk menolak mereka, tetapi kelompok Donastist masih
aktif di Afrika Utara sebagai minoritas di samping gereja Roma yang
dominan secara regional.
Perbedaan-perbedaan mengenai dokcrin ini, dan konsolidasi mereka
menjadi masyarakat sektarian yang berbeda, mengganggu usaha Kaisar
Byzantium untuk membangun satu landasan kesatuan ideologi yang
mendukung mereka dan menciptakan perasaan tidak nyaman yang
tersebar luas di provinsi-provinsi sebelah timur (dan kadang di barat)
melawan otoritas Byzantium-satu perasaan tidak nyaman-yang kita
bisa lihat sepintas dalam polemik ketika anggota satu komunitas Kristiani menyerang kepercayaan-kepercayaan lain. Antisemitik Kristiani yang mula-mula juga dicemukan di dalam pamflec yang diarahkan secara eksplisit melawan Yahudi arau artikel di mana Nestorians dihina oleh
Kristiani lain yang sama deng;m mereka, karena tekan;m mereka kepad;i
hakikat kemanusiaan Yesus; juga kepada Yahudi, yang cencu saja menolak ketuhanan Yesus sama sekali. Berbagai sekte Kristiani juga membuat
tulisan-tulisan polemik melawan Znroastrianisme, kepercayaan resmi
Kek;lisarnn S;lssanid. Ch;luvinisme Kristiani kad;mg dilakukan jug;l d;llam cara yang kurang akademik. Penolakan mereka uncuk membangun
sinagog di Yerusalem, misalnya, adalah uncuk menegaskan pernyacaan
Y esus hahwa rak satu pa tung pun dari sinagog bnleh r.ersisa untuk bisa
berdiri (Mt.24: 2), akan tecapi penggunaan tempat tersebut oleh otoricas Byzantium sebagai tcpat pcmbuangan boleh jadi scbagai simbol
pandangan mereka bahwa agama Yahudi clan sinagognya celah ditransendenkan oleh khotbah Yesus <lan menja<li "the dustbin of hiswry". Sejak masa Theodosius, di samping adanya agitasi anti-Yahudi populer,
terdapat juga diskriminasi, disposesi, persekusi, dan penutupan sinagogsinagog, serra pemaksaan konversi para Yahudi oleh otoritas Byzantium.
Ciri lain Kristiani di Byzantium Timur Dekat-satu yang tampaknya
juga di-share oleh denominasi Kristiani lain-adalah kecenderungan
ke arah asceticism (asketisme). Asketisme mempunyai akar kuat dan
mendalam pada masa kuno, tetapi semakin menjadi tampak jelas selama
abad ke-5 dan ke-6. Praktisi-praktisinya sangat ekstrem menjalankankadang secara teatrikal-bentuk-bentuk penolakan diri. Sebagian besar
berpantang dengan segala macam tanaman untuk periode cukup lama,
mengasingkan diri dalam gua, atau seperti santo Simeon the Siylite yang
sangat terkenal (wafat 459), beristirahat di suatu tempat, yang dapat
dilihat dari berbagai sudut, untuk beribadah dan berkhotbah. Kadang
sampai beberapa tahun lamanya melakukan perjalanan panjang. Mereka sangat sedikit mengonsumsi makanan atau tidur, kadang sama
sekali tidak makan apa pun; yang lain berkeliling ke luar kota, hampir
telanjang untuk beribadah dan dengan menjalani hidup dalam simpati
yang diberikan oleh Tuhan, serta para penduduk. Yang kurang sensasional tetapi tersebar luas adalah pembangunan biara dan tempat-tempat
retret, tempat orang dapat menempuh kehidupan asketik, beribadah
jauh dari keramaian dan gangguan dunia yang penuh dosa ini. Gerakan
monastik telah dimulai pada awal abad keempat di padang pasir Mesir,
tetapi pembangunan semacam refuge komunal tersebut tersebar secara
luas di Syria, Anatolia, dan Mesopotamia. Biara terkenal St Pachomius
di Mesir, Mar Saba di Palestina, St. Simeon di Syria, clan Qanmin di
Mesopotamia hanyalah contoh yang paling terkenal dari yang tersebar
itu.
Apa pun bentuk khasnya, tendensi untuk melakukan penolakan
clan hidup asketis dimotivasi oleh keyakinan bahwa keselamatan di
kehidupan yang akan datang harus dicapai bukan hanya melalui kepercayaan yang benar, tetapi juga dengan tingkah laku benar yang ketat.
Hal ini, khususnya, melibatkan ibadah terus menerus, dan penolakan uncuk cunduk kepada keinginan fisik, seperci kebucuhan uncuk cidur,
makan, tempat tinggal, dan gratifikasi seksual, atau teman hidup, yang
oleh sebagian orang dipandang sebagai jebakan setan. Kebanyakan
orang, cencu saja, cidak punya komicmen acau disiplin yang diperlukan
uncuk melakukan penolakan diri yang heroik semacam itu, akan cetapi
banyak juga yang mengakui bahwa hal icu merepresentasikan sesuacu
yang ideal dan mendukung mereka secara individual menjadi orang suci
yang dapac mengoncrol nafsunya dengan baik uncuk mencapai kesucian
itu-dengan harapan, barangkali, bahwa dengan membantu mereka,
mereka sendiri akan memperoleh kesucian yang dicapai oleh para askecis cersebut. Dengan demikian gerakan asketisme yang menjadi tren
di kalangan Krisciani Byzancium pada abad keempac sampai keenam
menunjukkan adanya artikulasi berbagai macam praktik keagamaan
populer yang membantu menjembatani perbedaan antara yang official/
resmi/clergy dan orang awam. Hal ini termasuk, ziarah, prosesi, penyembahan terhadap kuburan atau situs orang suci, pengagungan terhadap
ikon, dan bentuk-bentuk liturgi baru, yang di dalam semuanya itu klergi
dan awam dapat terlibat atau orang-orang awam dapat mempunyai hubungan yang konkret dengan yang suci walaupun klergi yang ditahbis
tidak ada.
Dimensi lain dari atmosfer keagamaan pada wilayah Byzantium abad
keenam, satu dimensi yang bukan tidak berhubungan dengan asketisme,
adalah daya tarik yang meluas terhadap pemikiran apokalipcik-yaitu,
prediksi mengenai dekatnya akhir dunia. Hal ini biasanya dilakukan
dengan mengantisipasi pecubahan di dunia yang bersifat "yang akan
datang/akan terjadi" dan bersifat "menghancurkan" (cataclysmic), yang
akan mengakhiri penindasan yang ada dan mengantar kepada era baru
saat yang benar tidak akan dihukum (identitas mengenai "yang baik/benar" tentu saja berbeda-beda, tergantung pada siapa yang menyebarkan
prediksi). Dalam era baru ini, mereka akan mengalahkan tiran atau penindas yang sebelumnya dan menikmati kebehagiaan dan kesejahteraan
sesaat sebelum dacangnya Pengadilan Terakhir. Dengan Pengadilan ini, yang henar ::ikhirnya akan sampai kepada keselamarnn ahadi di surga.
Sejumlah skenario apokaliptik semacam itu diciptakan oleh anggota
komunitas agama yang mcnghadapi tekanan atau gangguan penguasa
Byzanrium, seperri gereja-gereja monopliysir.e di Mesir, Syria, dan Armenia, Jan mempunyai kualitas yang gemar halas Jendam. Akan tetapi
pemikiran apokalipcik bersifac sangac fleksibel, mudah dibentuk clan
dipcngaruhi dan juga dapac dikcmbangkan olch kaum orcodoks. yang
memandang datangn1•a sesuaru yang menghancurkan sebagai suatu hal
ketika keimanan merek;i ;ikhirnya akan menang melawan musuhnya yang keras kepala; di mata mereka, perjuangan untuk mengonversi
semua orang ke dalam ortodoksi adalah dasar atau asas untuk menuju
Pengadilan Terakhir. Memang, ada suatu pandangan apokaliptik yang
mengaitkan kaisar Byzantium sendiri secara langsung dengan peristiwaperistiwa Pengadilan Akhir. Menurut teori ini (yang merupakan semacam varian dari mesianisme Yahudi Byzantium), setelah mengancurkan
musuh-musuh Kristiani di dalam perang, dan membangun satu era
keadilan dan kesejahceraan, Kaisar Terakhir akan memberikan ocoricas
kerajaannya kepada Yesus pada kedatangannya yang kedua-suatu peristiwa yang diprediksi akan datang di Jerusalem�an dengan demikian
akan mengakhiri Kekaisaran Byzantium dan membangun era milenium
segera sebelum Hari Pengadilan akhir. Tanpa memandang siapa yang
mengemukakannya, pemikiran-pemikiran apokaliptik yang beraneka
macam ini memberi banyak orang, bahkan (khususnya) mereka yang
menderita kemiskinan atau penindasan, harapan untuk masa depan dan
sebagai panggilan arau ajakan kepada orang-orang untuk berusaha keras
hidup secara benar, agar dengan pasti termasuk di antara orang-orang
yang diselamatkan ketika Hari Pengadilan datang.
Sama seperti pada zaman kuno, kehidupan sehari-hari rakyat biasa
pada abad keenam masa Kekaisaran Byzantium juga sangat keras dan
brutal-begitu kerasnya sehingga bagi kita yang hidup sekarang, di
Barat paling tidak, hampir tidak dapat menanggungnya. Para anggota
elice-pemilik canah yang luas dan pejabac resmi gereja dan negara
(yang semuanya laki-laki)-sangat kaya, kadang juga berpendidikan
tinggi, dan berada dalam kehidupan yang sangat layak, tetapi mereka
kelompok yang sangat sedikit dalam masyarakac. Elite laki-laki ini
memegang semua ocoritas formal dan menguasai budak, perempuan,
anak-anak, dan laki-laki kelas biasa. Kelompok mediocre dari para petani kaya dan para pegawai resmi pemerintah yang tidak terlalu penting
atau para pedagang dari yang moderat sampai kepada yang paling kaya,
semuanya ada tetapi jumlahnya relatif kecil. Mayoritas populasi hidup
dalam kemiskinan yang sangat sebagai petani atau para pembantu peta-
ni yang mendapatkan upah dengan bagi hasil, pekerja kota yang miskin
atau perajin, atau peminta-minta. Perbudakan masih legal sebagai suatu
institusi dan tersebar luas sebagai suatu fenomena sosial. Hanya ada se·
dikit pelayanan sosial bagi penduduk dan kematian anak-anak karena
penyakit, kelaparan, kontak dengan lingkungan yang mempunyai efek
berbahaya (exposure), disiksa, serta kekerasan merupakan hal yang biasa, khususnya pada periode ketidaknyamanan sipil, sangat sering terjadi.
Salah satu jalan, yang sangat sedikit, unruk memperbaiki masyarakat
adalah melalui pelayanan pemerintah, khususnya tentara-beberapa
tentara yang berasal dari petani bahkan menjadi penguasa-tetapi hal
semacam ini hanya terbuka untuk sejumlah kecil orang.
Munculnya para uskup pada abad keenam sebagai figur terkenal di
dalam kehidupan sipil di kebanyakan kota-kota di Byzantium Timur
Dekat mungkin sedikit mengurangi kerasnya hidup, karena para uskup
paling tidak memberikan perhatan i dan mengakui orang-orang miskin,
yatim, dan janda-janda di tengah-tengah mereka sebagai bagian dari
komunitas mereka dan menyadari tanggung jawab mereka untuk menghilangkan penderitaan dan ketidakberuntungan itu. Tidak seperti agama pagan, agama Kristiani melihat setiap individu mempunyai potensi
untuk mencapai kesucian melalui kehidupan yang baik dan dengan
demikian membuka pandangan ke arah egalitarianisme. Akan tetapi
karena pandangan egalitarian sama sekali tidak diberlakukan di dalam
masyarakat, maka mudah dipahami bagaimana tendensi asketisme di
dalam Kristiani clan harapan-harapan apokaliptik untuk kebebasan
menjadi tersebar luas di wilayah-wilayah Byzantium.
Kekaisaran Sassania
Di banding dengan Byzantium, sangat sedikit diketahui adanya kekuatan
besar lain di Timur Dekat pada abad keenam yaitu, Kekaisaran Persia di
bawah raja-raja besar Dinasti Sassania (226-651). Kekuatan besar itu
juga meliputi wilayah luas, dari dataran kaya Sungai Tigris dan Efrat di barat, sumber besar penerimaan pajaknya dan situs ibu kotanya, Ctesiphon (dekat Baghdad modem), sampai Afganistan dan pinggiran atau
perbatasan Asia Tengah di timur. Populasi di wilayah yang sangat luas
ini berbicara dengan bahasa yang beraneka ragam. Beberapa bahasa Iran
(Persia Abad Tengah atau Pahlavi, Soghdian, Bactrian, Khwarizmian)
mendominasi dataran tinggi dan perbatasan kekaisaran Asia Tengah di
sebelah timur laut ( timur utara); clan dataran Mesopotamia merupakan
wilayah berbahasa Aramaic dan Arab; dan Armenia clan Georgia, dan
beberapa bahasa lain ditemukan di sepanjang wilayah yang sangat kompleks dan sulit di daerah Caucasus.
Di samping daya tarik luar biasa dari ibu kotanya di Ctesiphon,
sejarah yang mula-rnula dari Kekaisaran Sassania ini sangat tidak terpusat dan tidak terintegrasi, dengan kekuatan yang terbagi di antara
sejumlah keluarga aristokrat wilayah dataran tinggi Iran yang sering kali
menantang kepemirnpinan keluarga Sassania (clan biasanya memegang
kekuasan melalui posisi-posisi penting di pemerintahan). Gelar raja
besar-sluihanshah, secara harfiah berarci "raja dari raja"-menunjuk
adanya klaim yang tidak jelas keluarga Sassania tentang supremasi atas
rival keluarga-keluarga kerajaan ini, yang secara terang-terangan juga
mengklaim sebagai keluarga raja. Akan tetapi pada abad keenam, Raja
Besar Koshro I Anoshirwan (memerintah 531-579) berhasil menegaskan clan mengumumkan hak prerogatif kekaisaran melawan aristokrasi dengan mereorganisasi negara, menekankan sentralisasi melalui
tentaranya yang terkenal dan kekuatan pertahanannya serta melalui
birokrasi besar. Pen,ggantinya Koshro II Parviz (memerintah 589-628)
merupakan yang paling diuntungkan dari kebijakannya ini, sehingga
memungkinkannya untuk memulai operasi besar melawan Kekaisaran
Byzantium mulai tahun 603.
Sama seperti Byzantium, Sassania juga memerintah satu populasi
yang bukan hanya multilingual tetapi juga secara agama beraneka. Zoroastrianisme (Mazdaisme). satu versi agama tradisional kuno Iran, merupakan kepercayaan terpenting di kekaisaran, dan dominan khususnya di clataran Iran. Zoroastrianisme secara esensial merupakan kepercayaan
yang bersifat dm1listik yang memahami bahwa alam semesta merupakan arena perjuangan kosmis antara kekuatan baik clan jahat, masingmasing cerwujucl clalam ruhan-tuhan Ohrmazd (Ahura Mazda) clan
Ahriman. Kekuatan utama ini disimbolkan <lengan cahaya (khususnya
api dan matahari) dan kegelapan, satu simbol yang celah meluas ke arah
barac-misalnya, penggunaan halo (cincin acau lingkaran sinar di sekicar kepala senrang suci dalam gambar-gambar yang bersifot keagamaan)
uncuk membedakan ancara figur-figur suci di dalam ikonografi agama
orang-orang Eropa. Umat Zoroaster mengucapkan doa khusus ketika
matahari terbit dan matahari terbenam sebagai bentuk penghormatan
mereka kepada macahari, dan beberapa ritual kunci dilakukan di kuil
api cempac nyala api suci yang abadi dipelihara oleh para pendecanya.
Kebanyakan kuil api yang besar berlokasi di dataran Iran.
Zoroascrianisme sudah lama diasosiasikan dengan monarki Iran, dan
selama periode Sassania menjadi agama secengah resmi Negara Sassania, sekalipun hubungan ancara raja-raja besar Sassania dan para pendeta Zoroastrian (herbeds) sena para pendeta tinggi (mobeds) kadangkadang kontroversial. Zoroastrianisme tidak mempunyai divisi internal
yang sama seperti di visi dalam Krisciani dengan berbagai sekce rivalnya,
akan tetapi ada perdebatan di antara orang-orang Zoroastrian mengenai
Zulvanisme, yang mungkin secara jelas telah menjadi satu bentuk monoteisme; ia terpusat pada figur Zulvan, dipandang oleh beberapa pihak
sebagai manifestasi masa yang abadi dan sebagai bapak Ohrmazd dan
Ahriman. Beberapa raja besar bersikap dingin dengan agama rivalnya,
seperti Manichaenisme (didirikan oleh Nabi Mani pada abad ketiga
Masehi), Mazdakisme (akhir abad kelima Masehi), atau Kristiani. Namun demikian, hubungan spesial ancara orang-orang Sassania dengan
Zoroastrinisme, berlanjut sampai akhir dinasci, karena Zoroascer mem·
perkuat ideologi Sassania mengenai hukum universal, sebab raja besar
dipandang sebagai merepresencasikan ocoricas acau kekuacan Ahura
Mazda untuk seluruh dunia. Hal ini, dan juga perasaan Sassania bahwa mereka adalah pewaris penguasa Aryan pada masa lalu, membawa
mereka kepada pandangan bahwa diri mereka lebih superior, di atas kekuatan-kekuatan bumi yang lain (seperti orang-orang Byzancium) yang,
menurut mereka, semaca-mata non entitas dan hanya berkualifikasi
sebagai cabang mereka saja.
Akan tetapi, Kekaisaran Sassania juga memasukkan komunitas besar non-Zoroastrian; beberapa raja besar melakukan ha! ini melalui
persekusi pahit, sernencara lainnya menoleransi mereka separuh hati dibanding yang dilakukan oleh para kaisar Byzantium terhadap minoritas agama mereka. Khususnya yang penting dsei but adalah komunitas
besar kaum Yahudi di lrak (Babylonia). yang dengan sekolah tinggi
Yahudinya yang terkenal merupakan pusat terbesar bagi kehidupan
dan tempat belajar orang Yahudi di dunia ketika itu. Yang juga penting
adalah komunitas Kristiani, baik monophysite maupun Nestarian. Nestorian telah disambut baik di wilayah Sassania setelah mereka disesatkan
atau dikuruk sebagai heretik pada konsili Ephesus pada 431 dan dipaksa
pergi; Ctesiphon, ibu kota Sassania, adalah tempat duduk para patriarch
Nestorian. Sementara kebanyakan Kristiani Monophysite di wilayah Sassania terkonsentrasi di Mesopotamia Utara, Armenia Persia, lrak, dan
dataran paling pinggir barat Iran, Nestorian lebih tersebar secara luas
dan membangun koloni-koloni kecil di beberapa area, khususnya sepanjang cute perdagangan ke dan melalui Asia tengah, bahkan jauh di luar
perbatasan Sassania.
Masyarakat Zoroaster, di bawah Sassania, ditandai dengan suatu susunan yang bersifat hierarkis bahkan didefinisikan secara lebih kaku dibandingkan dengan masyarakat Byzantium. Tata aturan sosial tradisional
Iran membagi populasi menjadi strata yang berbeda, yairu para pemimpin
agama dan elite politik kecil pemilik tanah dan pejuang, membentuk
strata atas yang sangat berbeda dengan strata biasa dari para kaum tani,
perajin, dan para pedagang (skema lain mengidentifikasi strata itu sebagai
para pendeta, tentara, scribes/orang yang mengopi manuskrip pada abad
pertengahan/klerk/jumalis), dan petani. Para budak, tentu saja berada
pada posisi paling bawah. Hierarki sosial yang ketat ini diperkuat oleh
ortodoksi Zoroastrian, yang membangun kuil api terpisah bagi strata
yang bermacam-macam itu. Sistem semacam ini barangkali yang paling
jelas ada di dataran Iran; di Mesopotamia dan lrak---di mana orang-orang
Zoroaster, walaupun secara politik penting, tetapi secara jumlah lebih se•
dikit dibanding orang-orang Yahudi dan Kristiani-tata aturan sosialnya
agak lebih cair, tetapi di sana terdapat stratifikasi antara elite dan orang
biasa. Keketatan tata aturan sosial ini membantu menciptakan kondisi di m;ma gen1k;m-gen1k1m sem;K11m M;mih;1enisme <nau M;1zd11kisme, )'<mg
bcrtujuan mcnciptakan masyarakat yang lcbih sccara, mcncmukan dukungan umum; hal ini sedikic cerganggu oleh pembaharuan yang diinisiasi
oleh Raja Besar Khosro Anushirwan pa,fa awal abaJ keenam.
Dengan semua perbedaan itu, Kekaisaran Byzanitum dan Sass;111ia
mcmpunyai kcsamaan dalam bcbcrnpa hal dan mcnghadapi tancangan
yang sama pula. Parn penguasanya berjuang unruk menyacukan wilayah yang sang;1t luas dengan popuh1si yang benmeka r:lgam itu deng;m
menggunakan kekuatan, j ika perlu, dan dengan memberikan alternatif ideologi agama yang mereka coba paksakan, yang memperkuat klaim
mereka untuk berkuasa. Keduanya, mungkin tanpa sengaja, mengembangkan gerakan yang bertendensi egalitarian dengan menggunakan
pemikiran keagamaan. dalam rangka mengurangi kerasnya norma sosial.
Keduanya juga menghadapi ranrangan untuk melakukan proreksi dari
serangan luar di perbatasan, kebanyakan para penyerang itu kelompok
nomadik yang datang dari daerah pertanian Eurasia, yaitu Orang Byzantium menghadapi orang-orang Goths, Huns, Slavs, dan A vars; sedangkan orang Sassania harus menyelesaikan urusan dengan orang-orang
Kushan, Chionite, Hun, Hephthalite (White Hun), dan Turki.
Namun, yang paling penting, kedua kekaisaran itu saling menghadapi rantangan saru sama lain. Sebagai dua kompetitor di dalam
mendominasi Timur Dekat pada abad keenam, rivalitas ini berdimensi
keagamaan, kultural ideologis, serta ekonomi. Yang disebut terakhir
mencakup kompetisi untuk sumber-sumber metal dan sumber-sumber
lain. Sementara hasil dari perdagangan, dan untuk tan.ah-tanah yang
terpajaki di satu wilayah yang sangat kering, Timur Dekat, yang relatif sedikit. Yang menjadi masalah di sini bukan semata-mata kontrol
politik dan pengaruh ekonomi Byzantium versus Sassania, tetapi juga
Kristiani yang bertentangan dengan Zoroastrinisme dan tradisi budaya
Hellenik yang bertentangan dengan Iran. Harus diingat pula bahwa
kedua kekaisaran itu mempunyai klaim kekuasaan universal clan dengan
rasa berat (dan secara temporal) mengakui yang lain sebagai rival-satu
sikap yang berakar sangat dalam, kembali paling tidak sejauh masa pertentangan antara orang-orang Persia dengan Alexander Agung pada
abad keempat sebelum Masehi.
Rivalitas dalam level politik, kultural, dan ekonomi setidaknya dapat
dirunut ke belakang pada masa Awai Roma dan sampai Timur Dekat,
termasuk (sebagaimana didiskusikan di bawah nan.ti) kepulauan Arab.
Hal itu dapat dilihat dalam manuver diplomasi periodik antara dua
kekuatan itu dalam usaha menyelamatkan aliansi politik clan kultural
serta keuntungan ekonomi di wilayah perbatasan tersebut. Ketika itu, penguasa ridak menguasai secara langsung, arau ridak ingin direpotkan
unruk menguasai secara langsung, seperti Arab.
Persaingan dalam perdagangan merupakan komponen penting dalam
konres ini. Surra China, karun India, merica dan bumbu-bumbu lain,
dupa Arab Selatan, kulir (sangar diburuhkan oleh renrara penguasa),
dan komodiras lain merupakan item perdagangan penting unruk orangorang Roma, yang bahkan relah membangun koloni perdagangan di
India Selaran, dan itu rerus menjadi hat yang penring bagi Byzantium.
Surra, khususnya, bemilai ringgi dan datang melalui rure yang secara
kolektif dikenal dengan "Silk Road" yang rerkenal melalui Asia Tengah
dan Iran menuju Medirerania. Barang-barang dari India dapar menca·
pai wilayah Byzantium baik melalui Teluk Persia dan Dararan Tinggi
Tigris-Efrar, maupun melalui Laur Merah. Orang-orang Sassania yang
mempunyai konrak perdagangan yang sangat luas di perairan Lauran
India yang mungkin juga relah mempertahankan koloni perdagangan
di India sangat ingin melakukan monopoli arus barang-barang mewah
dari Timur ke wilayah Byzantium demi memberlakukan pajak untuk itu.
Ciri paling menonjol dari persetujuan antara Sassania dan Byzantium
adalah pembangunan tempat resmi untuk pemeriksaan pabean, tempat
barang-barang diperiksa sebelum dapat keluar.
Sering kedua kekaisaran itu tidak sabar dengan diplomasi sehingga
terlibat dalam serial perang yang memakan biaya sangat besar bagi kedua belah pihak. Khususnya, antara tahun 500 masehi dan jatuhnya negara Sassania pada 630-an, Byzantium dan Sassania berperang sebanyak
lima kali dan berada dalam kondisi perang hampir terus menerus selama
akhir sembilan puluh tahunan dari periode tersebut, secara periodik
mengontrol perdagangan atas wilayah kunci perbatasan, seperti Mesopotamia Ucara dan bagian Armenia dan Caucasus. Berakhimya perang
ini, (603-629), menghasilkan perubahan nasib yang bersifat dramatis
yang tidak biasa bagi kedua belah pihak, dan menjadi bagian dari latar
belakang munculnya gerakan Nabi Muhammad dan Umat Berimannya
penama kali. Perang terakhir an.tara Byzantium dan Sassania mulai tidak lama setelah penguasa Byzantium Maurice terbunuh oleh komander Phocas dalam perebutan militer pada 602. Peristiwa ini memperoleh reaksi cepat
dari Raja Besar Khosro II. Khosro melihatnya sebagai suatu kesempatan
baik untuk mengambil keuntungan akan masa kekacauan Byzantium
atau untuk balas dendam langsung terhadap Maurice, yang pada 591
membantunya memperoleh kembali takhta Sassania dari komandan militer di Ctesiphon sebagai ganti tunduknya perbatasan di Armenia dan
Mesopotamia. Yang jelas, pada awal tahun 603, Khosro melancarkan
serangkaian serangan melawan posisi Byzantium di Mesopotamia dan
Armenia dan pada akhir dekade telah membawa seluruh wilayah sampai ke Efrat kukuh di bawah kontrol Sassania.
Sementara itu, pembelotan internal melawan Phocas muncul di
kekaisaran Byzantium dipimpin oleh gubernur Afrika Utara dan anaknya yang bernama Heraclius. Hal ini membuat ketidaknyamanan yang
meluas dan akhimya menyebabkan kejatuhan Phocas karena Heraclius
memproklamasikan dlri sebagai kaisar di Constantinople pada 610. Koshro mengambil keuntungan untuk semakin menaikkan Byzantium; dia
boleh jadi bertujuan menyelesaikan seluruhnya secara sempurna. Pasukan Sassania menyeberang Syria sebelah utara menuju tepi pantai Mediterania, menaklukkan Antioch, dan menggunakannya sebagai basis
untuk menyerbu Anatolia ke utara dan Syria ke selatan. Antara tahun
610 dan 616, seluruh Syria dan Palestina dikuasai dan pertahanan Persia didirikan di kota-kota utama. Jerusalem, tempat orang-orang Persia
didukung oleh kaum Yahudi lokal, dikuasai pada 614, banyak penduduknya yang dibunuh, dan sisa-sisa True Cross/Salib yang diyakini sebagai salib yang dulu dipakai untuk menyalib Yesus di Jerusalem, satu relik
yang punya makna simbolik penting, dibawa ke Ctesiphon. Jauh ke
selatan, yaitu Mesir, satu pemasok utama gandum bagi Constantinople,
ditaklukkan oleh Sassania antara tahun 617 dan 619. Sementara di sebelah utara, tentara Sassania dari Syria melumpuhkan Cappadocia dan
pusat utamanya, Caesarea (Kayseri modem), sementara tentara lainnya berbaris dari Armenia sampai sejauh Galatia (sekitar Ankara modern).
Pada 621, separuh penuh Anatolia, jantung kota tradisional kekaisaran
Byzantium ada di tangan Sassania, juga seluruh Caucasus, Armenia, Syria, dan Mesir; clan lebih buruk lagi, Khosro mengakhiri dengan membuat aliansi dengan kepala Avars yang nomadik, yang secara bersamaan
menyerang Constantinople dari barat taut.
Keberlangsungan Kekaisaran Byzantium, yang dalam kondisi ketika itu harus dipandang sebagai suatu mukjizat, dapat terwujud karena
kekuatan Heraclius dan keterampilannya serta keberaniannya sebagai
komandan militer dan diplomat-clan juga, boleh jadi, karena tembok
pertahanan Constantinople yang luar biasa, yang menahan suatu blokade yang dilakukan oleh Avars pada musim panas 626, ketika Heraclius dan tentaranya melakukan operasi jauh. Selain tantangan baru dari
A vars clan oposisi keras Sassania, dia mengumpulkan tentara Byzantium
untuk menyelamatkan kekaisaran Kristiani dan mengembalikan True
Cross; ini mungkin merupakan contoh pertama perang kolonial yang
dilegitimasi secara agama. Pada 624 dia mengirim tentaranya melalui
Anatolia tengah ke Armenia clan Caucasus, (yang boleh jadi juga membantu adalah bahwa keluarga Heraclius sendiri berasal dari Armenia}.
Di sana dia menjalin hubungan dengan musuh Sassania, orang-orang
T urki, dan dengan bantuan mereka, menghancurkan kekuasaan Sassania di wilayah yang secara strategis penting, yaitu di kebun belakang
Sassania. Pada 625 dia melakukan konsolidasi kekuasaannya di Anatolia. Pada musim gugur clan musim dingin tahun 627-628, Heraclius
membariskan tentaranya menuju Mesopotamia sebelah utara clan kemudian ke arah ibu kota Sassania, Ctesiphon.
Serangannya yang tidak disangka ke wilayah jantung kota kekaisaran menyebabkan Khosro kehilangan dukungan, clan Raja Besar itu diturunkan dalam perebutan kekuasan pada awal 628; penggantinya (anak
Khosro Kavad II, berkuasa tahun 628-629) melakukan litigasi clan memerintahkan mundur pasukan Sassania yang masih ada dari Anatolia,
Armenia, Syria, clan Mesir. Pada 629 Sassania telah mundur ke arah perbarasan yang baru, dengan membiarkan orang-orang mengontrol
semua yang mereka miliki sebelumnya, demikian pula Armenia dan
Mesopotamia sebelah utara. Sassania masuk pada periode ketidakstabilan politik yang berlangsung lama, dengan sejumlah pemimpin oposisi,
cermasuk dua raja/penguasa Sassania, yang berkompecisi untuk takhta
beberapa dekade selanjucnya. Heradius dengan sangac sukses mengembalikan relik True Cross ke Jerusalem pada 630, akan tetapi setelah lebih dari satu dekade kekuasaan Sassania, infrasruktur polirik Byzantium
di Syria dan Mesir cerguncang, dan banyak kora dan komunitas menjadi
terbiasa membuat keputusan mereka sendiri.
Peristiwa dramatis ini kemudian (yang mengakibatkan kekaisaran dalam kondisi yang lemah setelah beberapa dekade berperang) membentuk latar belakang yang lebih luas bagi karier Nabi Muhammad yang
kelak berkembang di Arab.
Arab di Antara Dua Kekuatan Besar
Arab terkunci di antara dua kekuatan kekaisaran besar di perbatasan
sebelah selatan padang pasirnya. Wilayah itu merupakan tanah yang sangat luas clan sangat kering, yang membentang di utara sampai ke dataran kering negara modem Yordania, Syria, dan Irak. Kebanyakan Arab
terdiri atas padang pasir yang penuh debu, atau lebih berbatu-batudengan perkecualian utama Yaman yang terletak di wilayah Arab bagian selatan dan bagian dari Oman di sebelah tenggara. Kedua daerah
tersebut dikaruniai beberapa kelembapan dari lautan India clan air dari
gunung. Di mana saja, air hujan sangat terbatas clan turun tidak teratur.
Untuk sebagian besar, air untuk pertanian dapat ditemukan hanya di
sumur-sumur artesis yang diambil dari dasar air ke atas, dengan membentuk oasis dengan batang-batang pohon palem, di mana benih cereal,
buah, dan sayuran dapat tumbuh. Kebanyakan oase Arab sangat kecil,
tetapi beberapa kota oasis yang luas ditemukan di Arab sebelah utara
dan timur, Palmyra (sebenarnya di Syria), Azraq (di Yordania). Dumat
al-Janda!, Tayma, Khaybar, dan Yathrib (Madinah), dan di sebelah timur, al-Yamama (Riyad modern), Hajar (al-Hasa modern), clan Ha'il.
Yaman yang mempunyai cukup air, mendukung lahirnya bentukbentuk organisasi politik yang lebih berkembang dibanding wilayah
Arab yang lain. Beberapa kerajaan Arab Selatan yang mula-mula, yang
sukses pada milenium pertama sebelum masehi-Saba' (Sheba), Ma'in,
Qataban, Hadramaut-akhimya memberi jalan bagi entitas politik yang
lebih besar, Kerajaan Himyar, yang mendominasi sebagian besar Yaman
dari abad penama sampai abad keenam masehi.
Akan tetapi, di sebagian besar Arab, karena sumber-sumber pertanian yang sangat sedikit, tata aturan sosial dan poltik dibentuk di seputar keluarga dan kelompok keturunan darah ("suku-suku") yang mengikat
masyarakat di dalam solidaritas dan pertahanan bersama. (Memang bahkan di Arab bagian selatan, kerajaan hanya merupakan tutup tipis atas
masyarakat yang secara esensial adalah masyarakat suku.) Tidak ada "hukum'' sebagaimana yang kita pahami sekarang; tetapi suku masing-masing
atau keluarga besar memberikan keamanan dari hari ke hari, karena seti·
ap gangguan terhadap anggota suku, terutama pembunuhan, akan melahirkan ba