ng berbunji menunggalkan, membersihkan, menjerupakan
dan memberi badan atau bentuk kepada Tuhan, adalah perkataan-
perkataan jang diutjäpkan oleh aliran-aliran kedalam Islam. Segolo-
ngan melekatkan suatu pengertian jang chulsus untuk perkataan-per-
kataan itu, jang berlainan dengan aliran lain. Mu'tazilah umpamanja
menghendaki dengan tauhid dan (anzih menghilangkan semua sifat
Tuhan, dan dengan tadjsim dan tasjbih menetapkan sifat-sifat itu ke-
pada Tuhan. Djik a orang mengatakan, bahwa Tuhan melihat atau bah-
wa sifat Tuhan berbitjara, mereka lalu menganggap bahwa Tuhan itu
diberi tadjsim seperti manusia, sehingga banjak aliran-aliran ahli ka-
lam itu menghendaki dengan pernbelaannja tentang tauhid dan tan-
zih itu menghilangkan sifat-sifat chabarijah dan dengan tadjsim dan
tasjbih menetapkannja.
Ah,li jahli filsafat mempunjai pengertian tentang tauhid jang berlain-
an dengan apa jang dimaksud Mu'tazilah. Mereka menetapkan Tuhan
tidak mempunjai sifat, ketjuali djenis salbijah, idhafijah atau jang di-
susun daripada itu. Jang dikehendaki dengan sifat Salbijah seperti qi-
dam, tidak ada permukaan dan baqa kekal/tidak ada penghabisan dan
jang dikehendaki dengan idhafijah ialah seperti sifat ptengasuh sekalian
alam, pentjipta langit dan bumi, dan jang dikehendaki dengan sifat
murakkabah, jang tersusun dari kedua sifat itu ialah segala sifat jang
menentang segala jang baru bagi Tuhan.
Pertikaian paham ulama-ulama dalam pengertian-pengertian seperti
itu tidaklah dapat dihukum mengkafirkan satu sama lain, karena perti-
kaian itu hanja merupakan perlainan pandangan, bukan pertikaian ha-
kiki, dan oleh karena itu orang-orang Salaf tidak mau mengkafirkan
orang jang berlainan p)endapat dengan mereka, tjuma menamakannja
orang-orang jang menjeleweng, jang kedalamnja dimasukkan ahli fil-
safat, aliran-aliran Mu'tazilah dan orang-iorang Sufi, jang memperdju-
angkan ittihad, bersatu dengan Tuhan dan fana dalam zat Tuhan.
Djik a Ibn Taimijah menuduh aliran-aliran diatas ini orang-orang
jang menjeleweng, lalu timbul pertanjaan, bagaimanakah pendirian
aliran Salaf jang tidak menjeleweng itu? Ibn Taimijah menerangkan,
bahwa mazhab Salaf berpendirian dengan tidak ragu-ragu kebenaran
Islam dengan mengimani semua jang ada dalam Qur'an dan Sunnah
daripada sifat, nama,* tjeritera dan berita, hal dan keadaan Tuhan se-
bagaimana jang didjelaskan. Mereka jakin, bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah, hidup dan tegak, mereka jakin bahwa Allah itu satu
tunggal, lengkap dan tjakap, tidak beranak dan tidak diperanakkan, ti-
dak ada jang sama dengan dia, mereka mengaku bahwa Tuhan menge-
tahui lagi bidjaksana, mendengar dan melihat, mengetahui lagi berkuasa,
perkasa dan bidjaksana, pengampun dan pengasih, pengampun dan
bermurah hati, mempunjai arasj jang djaja, berbuat apa jang dikehen-
dakinja, Tuhan itu awal dan achir, lahir dan bathin, mengetahui sega-
la sesuatu, dia jang mendjadikan langit dan bumi dalam enam hari,
kemudian bersemajam diatas arasj, mengetahui apa jang terdjadi di-
bumi dan apa jang terdjadi diluar bumi, jang turun dari langit dan
jang terdjadi dengan itu, ia bersama kamu dimana kamu berada, ia
melihat apa jang kamu kerdjakan, pertjaja akan firman Tuhan jang
mentjeriterakan, bahwa Tuhan marah kepada orang kafir dan tidak
menerima amalnja, rela kepada orang mu'min, marah kepada orang
jang tidak pertjaja dan mela'natinja, menentang besar dosanja, Tuhan
melindungi orang-orang jang beriman dan Malaikat dengan awan-
awannja, Tuhan mendjadikan bumi, arasj, jang kemudian diangkat
kelangit berupa asap, bumi dan langit tunduk kepadanja baik sukarela
atau terpaksa, dll jang tersebut dalam ajat-ajat Qur'an jang tidak ter-
hitung banjaknja, mengenai zat, asma, sifat dan afal Tuhan. Orang
Salaf pertjaja kepada kesemuanja itu dengan tidak membantah dan
mentafsir atau m|enta'wilkannja untuk disesuaikan dengan akal ma-
nusia.
Dengan kejakinan ini orang-orang Salaf itu menetapkan kepertjaja-
annja kepada apa jang disampaikan didalam Qur'an dän Sunnah-me-
ngenai sifat-sifat Tuhan penondjolannja kepada manusia.
H I B N T A I M I J A H
Kedalam ulama-ulama jang menganggap dirinja Ahlus Salaf terma-
suk Ibn Taimijah Al-Harrani, jang dalam perdjuangannja sangat ke-
lihatan, bahwa ia ingin mengembalikan segala amal ibadah dalam Is-
lam itu kepada Sunnah Nabi Muhammad dan menjesuiaikan penetapan
kepada perbuatan Nabi, kepada perkataannja, dan kepada suruh te-
gah jang ditetapkannja.
Maka oleh karena itu dalam ia mentjari kedjadian keterangan-kete-
rangan mengenai riwajat sesuatu sangatlah teliti dan tjermat, sehingga
segala sesuatu hukum jang akan diputuskan dan ditetapkannja, sedapat
mungkin djangianlah sebesar rambutpun berbeda maksud tudjuan ajat
Qur 'an dan Sunnah Nabi meskipun penetapannja itu kadang-kadang
kelihatan aneh berlainan dengan hasil-hasil idjtihad ulama-ulama be-
sar jang lain.
Pada waktu saja membitjarakan Wahhabi dan Tauhid, jang termuat
dalam salah .satu nomer madjallah Pandji Masjarakat, sudah saja sing-
gung Ibn Taimijah ini dengan adjaran-adjarannja mengenai tauhid dan
tjara-tjara pelaksanaan i'tikad, jang sebahagian besar mendjadi pokok
pendirian golongan Wahhabi, penganut Abdul-Wahab An-Nadjdi.
Meskipun Ibn Taimijah sebenarnja adalah seorang jang termasuk
penganut mazhab Hänbali, tetapi ia tidak mau mengikatkan dirinja
kepada seluruh tjara berpikir Achmad bin Hanbal, tetapi ia sendiri me-
nganggap dirinja sebagai seorang Mudjitahid fil Mazhab, sebagai imam-
imam mazhab jang lain-lain itu dengan kejakinan bahwa menurut adja-
ran Islam ia' berhak penuh berdasarkan Qur 'an dan Sunnah menetap-
kan sesuatu hukum isebagaimana ulama-ulama jang menamakan dirinja
Mudjtahid-mudjtahid.
Salah seorang pengarang riwajat hidupnja, Mar ' i, menjebut dalam
kitab Kawakib jang agak lumajan besarnja, beberapa banjak masalah-
masalah, jang menundjukkan perlawanan Ibn Taimijah setjara hebat-
hebatan terhadap taqlid dan idjma' ulama-u,lama besar jang ternama
sebelum zamannja dan jang semasa dengan dia. Dalam sebagian be-
sar kitab-kitabnja kelihatan ia mengikuti ajat Qur 'an dan Hadis se-
tjara lahir dan tidak berliku-liku, meskipun ia' tidak menganggap sua-
tu kesalahan untuk mempergunakan qijas sebagai salah satu dasar pe-
netapan hukum disamping kedua sumber hukum Islam tersebut, dji-
kalau ternjata perlu dan ada kepentingannja. Ini kelihatan diantara
lain-lain pada waktu ia berdebat dan mempertahankan pendiriannja
dalam beberapa kitabnja.
Memang tidak mudah mengetahui dengan pasti, diantara amal jang
disuruh, jang dikerdjakan atau jang dibenarkan oleh Nabi, sesudah
beliau wafat berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun, atau sesu-
dah sahabat-sahabat tidak ada lagi, lebih sukar akan mengetahui de-
ngan tegas, mana-mana hukum jang pernah dikemukakan kepada be-
liau itu dan diputuskannja. Keterangan-keterangan jang diperoleh ha-
njalah me alm mulut kemulut, ada mulut musuh jang membentjinja,
dan oleh karena itu memutar balikkan keadaan, ada mulut-mulut
djuga, jang oleh karena terlalu amat tjinta tidak melihat laei penie-
lewengan, sehingga banjaklah soedah menjimpang keterangan-keterang-
f l - u , l a " P a d a asalnJa> sehingga ia soedah merupakan sesuatu jang ber-
kbih-lebihan, sesuatu jang baru (bid'ah), jang tidak ada berasal dari
Nabi sendiri, tetapi diselipkan karena dianggap lebih baik atau lebih
membesarkan sja'ir agama.
Membatasi diri atau kembali kedalam garis-garis Islam jang sebe-
narnja, Islam sebagai jang dilakukan oleh Nabi, menurut Ibn Tai-
mijah mendjadi tugas penting daripada ulama-ulama jang merupakan
ÏÏS ? f t f I-*? ' K e k u r a n S a n d ^ djangan, kelebihanpun djuga
t dak dikehendaki, karena t.ap kelebihan jang didjadikan amal agama
itu sesat dan tiap kesesatan itu membawa pembuatnja masuk kedalam
api neraka. Inilah prinsip jang membuat Ibn Taimijah memutarkan
otaknja, bagaimana ia dapat mengembalikan umat Islam kepada dua
sumber jang mendjadi pokok Islam, jaitu Qur'an dan Hadis
Sepandjang jang dapat kita batja, ada dua hal jang sangat diben,
Ijinja, dan oleh kaijena itu sangat ditentangnja jaitu sjirk dan bid'ah
l iap ada kesempatan dalam adjarannja, dalam bukunja, diserangnia
«apapun ia jang membawa sesuatu persoalan agama mendekati duà
soal ih,. Dan o eh karena itu dengan sendirinja ia menghadapi musuh
jang tidak sedikit djumlahnja, diantaranja ulama-ulama dan kadi-ka-
di jang soedah ternama dalam hukum Islam.
Salah satu jang sangat menjolok dan mendapat reaksi umum ialah
tatwanja, jang berbunji bahwa menziarahi kuburan Nabi di Madinah
jang umum oleh ulama-ulama dari hampir seluruh mazhab dianmrap
sunnah, dinjatakan olehnja sebagai satu perbuatan jang tidak ada da-
sar hukum, suatu perbuatan jang ma'sijat, djika dari djauh hanja se-
ngadja datang menziarahi kuburan Nabi Muhammad itu. Jang demi-
kian itu dengan alasan bahwa Nabi sendiri hanja mengatakan sunnah
menziarahi hanja tiga buah mesdjid. Madjidil Haram di Mekkah,
Masdjidin Nabawi di Madinah dan Masdjidil Aqsha di Jeruzalem de-
ngan niat ibadah, tetapi tidak kuburan Nabi. Bahkan pernah mempe-
ringatkan, agar kuburannja djangan didjadikan mesdjid. Demikian
penetapan hukumnja, sedang kebanjakan umat Islam berpendapat
bahwa berziarah kekubur Nabi Muhammad itu sunnah adanja.
Banjak soal-soal lain, dimana ia terlibat dalam pertentangan paham
dengan ulama-ulama, bahkan dengan sekian banjak aliran-aliran Di -
antaranja soal penentuan tempat Tuhan, masaalah talak tiga dan tjin-
ta buta, masaalah zakat jang dapat terpenuhi karena pembajaran pa-
djak negara, masaalah idjma', jang olehnja dianggap tidak terikat dan
mendjadikan kufur bila dilanggar, masaalah haram mlentjeraikan isteri
tidak sah dalam masa haidh, dan lain-lain, ada1 jang menjokong, tetapi
ada djuga jang menjerang habis-habisan, sampai ada jang mengkafir-
kan dia.
Sebagai anak kelahiran Harran, jang mempunjai sifat-sifat kebera-
nian dan ketegasan, ia tidak pernah tunduk, apa lagi kemudian sesu-
dah ia mendjadi ulama dan ahli fatwa Islam, jang disegani, ia tidak
pernah ragu-ragu dalam mempertahankan pendirian-pendirian Ahli
Salaf. I a merupakan musuh besar daripada orang-orang jang mema-
sukkan kemasehian dan kemadjusian kedalam Islam, ia mendjadi mu-
suh besar dari orang-orang jang membuat amal baru atau bid'ah da-
lam Islam dan ia merupakan musuh besar terhadap hampir semua
mazhab, tidak sadja terhadap ulama-ulama dalam mazhab jang em-
pat, tetapi mazhab-mazhab lainpun tidak ada sebuahpun merasa aman
terhadap Ibn Taimijah, terutama aliran-aliran Charidjijah, Murdjijah,
Rafidijah, Qadarijah, Mu'tazilah, Kanmatïjah, Asj'arijah dan lain-lain.
Dikatakannja bahwa Asj'arijah itu sebenarnja tidak lain daripada per-
tjikan permenungan paham-paham Djahmijah Nedjdjarijah, Zirarijah
dan lain-lain. Terutama paham pengertian qadar dalam mazhab Asj'-
ari sangat ditentangnja, begitu djuga mengenai uraian sifat Tuhan
(asma) dan lain-lain.
Bukan sampai disitu sadja, tetapi .d juga Umar bin Chattab, Chalifah
kedua sesudah Nabi, dituduhnja banjak sekali berbuat salah dalam
mentjiptakan bid'ah-bid'ah. Serangan jang bernjala-njala ini terhadap
Umar diutjapkannja dalam salah satu pidatonja dalam mesdjid Dja-
bal di Salihijah. Al i bin Abi Thalib, menurut Ibn Taimijah, berbuat
300 kesalahan dalam Islam selama hidup dan selama pemerintahannja.
Memang orang takuti lidah dan pena Ibn Taimijah jang petah dan
tadjam itu. Bukan hanja sekedar mengedjek dan membesarkan dirinja,
kalau ia menjerang atau mengupas soal, tetapi dengan kejakinan hen-
dak membersihkan Islam dan dengan tjukup alasan untuk membukti-
kan kesalahan-kesalahan jang dikupasnja.
Selandjutnja Ibn Taimijahpun menjerang setjara berapi-api Al -
Ghazali, Muhjiddin Ibn Arabi, Umar ibn Al-Faridh dan umumnja se-
mua golongan Sufi, jang menurut anggapannja membuafe-buat tambah-
an ibadat baru dalam Islam. Terhadap Ghazali serangannja terutama
ditundjukkan kepada kitab Al-Munqiz dan kitab Ihya Ulumuddin, ka-
rena dalam kedua kitab itu Ghazali banjak sekali memakai hadis da'if
untuk alasan keterangannja.
Dari sudut filsafat Ibn Taimijah menjerang Ibn Sina dan Ibn Sab-
in, jang dituduhnja banjak memasukkan paham-paham filsafat Ju-
nani kedalam adjaran Islam. I a beijtanja : „Bukankah filsafat itu mem-
bawa kepada sjirk dan melemahkan Islam?" Ia mengatakan terhadap
orang Sufi : „Orang Sufi dan Mutakallimun sebenarnja timbul dari
satu djurang jang sama".
Ibn Taimijah memperingatkan bahwa Islam itu diturunkan untuk
memperbaiki paham-paham jang salah, jang dimasukkan orang keda-
lam agama Jahudi dan Nasrani. Dan oleh karena itu Ibn Taimijah
mempersatukan tenaganja untuk menghadapi kedua agama ini, jang
dianggapnja pokok kerusakan dalam Islam. Lalu diserangnja kedua
agama ï'tu, lalu diserangnja orang-orang isutj.inja, lalu diserangnja ge-
redja-geredja dengan segala aliran pahamnja. Dengan demikian me-
njalah api jang sangat hebat didaerah Damaskus.
Dan Ibn Taimijah diserang pula dari kiri dan kanan, dari duma Is-
lam sendiri, dari dunia Kristen dan dari dunia Jahudi. Demikain he-
batnja serang-menjerang ilmijah itu sehingga beberapa kali Sutan Is-
lam setempat dan hakim-hakimnja terpaksa tjampur tangan untuk
memperlindungi Ibn Taimijah dengan memasukkannja dalam pen-
djara.
Ibn Taimijah soedah hilang buat sementara waktu dari mata masja-
rakat, tetapi penganut pahamnja tumbuh sebagai djamur dirnusim hu-
djan, diantaranja Ibn Qajjim, Abdul Wahab Nadjdi dan keluarga ke-
radjaan Saudi.
Siapa .sebenarnja Ibn Taimijah jang pernah menggemparkan Asia
Ketj.il itu ?
Nama jang sebenarnja dari pudjangga besar, Ulama besar dan Ah-
li Hukum besar ini adalah Taqijuddin Abdul Abbas, Ahmad bin Abdul
Halim bin Abdul Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimijah
Al-Harrani ALHanbali. I a lahir pada hari Senen tgl. 10 Rabi'uJ Awal
661 H . atau 22 Djanuari 1263 M di Harran.
Diburu oleh bangsa MongoJ, ajahnja pindah ke Damaskus dengan
seluruh keluarganja pada pertengahan tahun 1268. Diib u neger' Syria
itu Ahmad mulailah mempeladjari ngama Islam, jang kemudian ter-
njata seorang pemuda jang tjakap dan jang tjerdas otaknja dalam
mempeladjari segala tjabang pengetahuan Islam. I a pernah menerima
peladjaran dari ajahnja, dari ulama besar Zainuddin Abdul Da' im
Al-Mukaddasi, Nadjmuddin ibn Asakir; seorang ulama perempuan
Zainab binti Maki, d.U.
Belum sampai 20 tahun umurnja, ia sudah menamatkan peladjaran
nja, dan tatkala ajahnja meninggaj dunia dalam tahun 1282; ia sudah
sanggup mendjabat pangkat Professor dalam ilmu hukum Hanbali.
Pada tiap-tiap hari Djum'at ia mengadjar tafsir Qur 'an dengan suatu
tjara jang sangat mendalam dan sangat menarik perhatian umum. De-
ngan pengetahuannja jang sangat luas mengenai segala lapangan ilmu,
terutama segala lapangan ilmu plengetahuan jang bersangkut paut de-
ngan penafsiran Al-Qur 'an, I lmu Hadis dengan segala seluk b.eluknja.
Ilmu Fiqh dengan segala tjabang-tjabangnja, begitu djuga ilmu ke-
tuhanan dan ketauhidan dan lain-lain, ia mempertahankan paham
ulama-ulama Salaf dan sahabat-sahabat terdahulu jang ketika itu dja-
rang mendapat perhatian alim ulama dan ahli fiqh.
Memang diakui orang ketjerdasan otak Ibn Taimijah dan kelantjar-
an lidahnja. Tetapi sebanjak jang tertarik kepada tjaranja berpikir
dan tjara pengupasannja, sebanjak itu pula orang jang menentangnja
dan menaruh kebentjian jang terutama disebabkan hilang kekuasiaannja
dan popularitet mengenai kedudukannja dalam lapangan hukum Is-
lam. Ada jang namanja dikenal orang sudah berpuluh-puluh tahun, se-
kali gus dihantjurkan oleh Ibn Taimijah dengan alasan-alasan jang
tepat dan tak dapat dibantah.
Apalagi pengadjian tafsirnja pada tiap-tiap hari Djum'at itu terbuka
bebas untuk debat, maka membandjirilah serangan-serangan dari ula-
ma-ulama tua jang merupakan musuhnja.
Dalam tahun 1292 ia naik hadji ke Mekkah jang membuat namanja
lebih harum dan lebih dikenal orang karena perkenalan dengan banjak
ulama-ulama besar disana.
Dalam bulan Rabi'ul Awal 699 H. (1299 M) ia pergi ke Mesir, dan
disana ia menerima sebuah pertanjaan jang dikirimkan dari Hamah,
mengenai sifat-sifat Tuhan. Pertanjaan ini didjawabnja dalam bentuk
sebuah fatwa dengan alasan-alasan jang tjukup dan tegas sekali, se-
hingga fatwa itu membuat seluruh ulama Sjafi'i marah dan tidak ber-
senang hati. Maka seluruh pengikut Sjafi'i itupun bangkitlah menje-
rangnja, sehingga berakibat kehilangan djabatan Professor bagi Ibn
Taimijah. Kehilangan pangkat baginja tak ada artinja asal djangan
kehilangan kejakinannja dan pribadi. Memang dalam hidupnja atjap-
kali ia menderita kehilangan kemerdekaan badan, tetapi ia masih sela-
lu puas karena kemerdekaan berpikir masih terus-menerus dimilikinja
sampai mati.
Meskipun fatwanja diatas sangat menggemparkan golongan Sjafi'i di
Mesir, tetapi ia dalam tahun itu djuga dipanggil ke Cairo dan diserahi
suatu tugas maha berat, jaitu menerangkan Perang Sabil atau Perang
Djihad terhadap bangsa Mongol, jang dilakukan dengan penuh keta'
atan pada tahun berikutnja. Tugas peperangan sutji ini dilakukannja
dengan kemenangan jang gilang-gemilang terhadap tentera Mongol di
Shakhab, suatu tempat jang bersedjarah dekat Damaskus.
Sesudah dalam tahun 1305 ia berkelahi mati-matian melawan rakjat
Djabal Kasrawan di Syria, termasuk menghantjurkan golongan Ismaili
Nusairi dan Hakimi, jang pertjaja kepada kesaktian Al i bin Abi Thalib
dan jang mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi jang lain, begitu djuga
jang tidak pernah sembahjang dan puasa dan jang menghalalkan ma-
kan daging babi (Mar'i Kawakib, hal. 165), maka ia kembalilah ke
Mesir dalam, tahun 1306-1307 dengan perasaan sebagai seorang berdja-
sa. Tetapi apa jang terdjadi disana?
Dibawah pimpinan seorang Kadhi Sjafi'i diadakanlah lima kali per-
temuan dengan pembesar-pembesar negara dalam sebuah madjelis jang
mewah dalam istana Sultan, dijnana dibitjarakan dan diputuskan bah-
wa Ibn Taimijah itu adalah seorang jang sangat berbahaja, baik bagi
agama maupun bagi kepentingan negara. Dengan keputusan jang dise-
tudjui oleh Sultan ini ditangkaplah Ibn Taimijah Al-Harrani jang ber-
djasa itu dan bersama dengan dua orang saudaranja dimasukkan keda-
lam pendjara selama satu setengah tahun.
Ketjelakaan kedua ialah pemeriksaan terhadap Ittihadijah, sebuah
karangan jang ditulisnja mengenai ke-Esaan Tuhan, jang membuat dia
dimusuhi pula oleh pengikut-pengikut Kadhi jang berkuasa ketika itu.
Dengan alasan berbahaja ia dipaksa kembali dari Damaskus pulang ke
Mesir untuk dipendj arakan satu setengah tahun didalam rumah pendja,
ra Kadhi, dimana ia mendapat kesempatan mengadjarkan agama Islam
menurut pahamnja, sehingga semua isi pendjara itu kemudian mendjadi
pengikut jang setia baginja.
Kemerdekaan pribadi jang diperolehnja sesudah keluar dari pendja-
ra itu hanja beberapa hari sadja. Kemudian ditjari-tjari kembali ke-
dalam rumah tahanan di Alexandria selama delapan bulan lamanja.
Sesudah dari Alexandria kembali ke Cairo ia diminta kembali oleh
Sultan AnnNasir untuk memberikan sebuah fatwa. Tetapi karena ia ta-
hu bahwa permintaan fatwa itu bukan hendak mentjari ilmu atau ke-
benaran, tetapi hanja untuk mendjelek-djelekkan namanja didepan
nlata umum dan memperbanjak musuhnja dalam kalangan Sjafi'i, ma-
ka fatwa itu tidak diberikannja, meskipun ia menerima tawaran men-
djadi Professor pada sebuah sekolah tinggi jang didirikan oleh putera
mahkotanja.
Dalam tahun 1313 sekali lagi ia diperintahkan memimpin peperangan
ke Syria. Melalui Jerusaleim iapun masuklah kekota Damaskus. Hari itu
ia merasakan kebahagiaan hidupnja jang sukar dapat dilukiskannja.
Dengan mata setengah berair ia meletakkan kakinja dipintu gerbang
Damaskus jang ditjintainja, sesudah tudjuh tahun tudjuh minggu la-
manja ditinggalkannja.
Segera ia diangkat mendjadi Professor pula pada salah satu sekolah
t inogi, tetapi sajang dalam bulan Agustus 1318 atas perintah Sultan
ia dilarang mengeluarkan fatwa-fatwa, jang sangat diperlukan orang
untuk mengetahui buah-buah pikirannja mengenai hukum Islam.
Meskipun demikian dengan sembunji-sembunji murid-muridnja dapat
djuga mengumpulkan fatwa-fatwanja itu, jang kemudian ditjetak da-
lami beberapa djilid besar di Mesir sebagai peninggalan berharga. Dan
dengan demikian kitapun di Indonesia dapat membatja kitab Fatwa
Ibn Taimijah itu.
Pergeseran paham dengan ulama-ulama Sultan membuat ia dimusu-
hi disana-sini dan hampir berselang tahun dimasukkan kedalam pen-
djara. Kependjaraan itu baginja tidak mendjadi soal, didalam dan
diluar pendjara ia mengadjar dan menulis, ia mengupas soal-soal jang
pelik setjara Ahli Salaf dan orang jang sangat takut akan sjirik dan
bid'ah, jang menurut anggapannja, kedua perkara inilah jang mele-
mahkan keemasannja. Oleh karena itu dalam tiap pendjara ia tetap
segar-bugar dan gembira.
Berlainan dengan penahanannja jang terachir atas perintah Sultan
dalam bulan Sja'ban 726 H (Djul i 1326 M) dalam rumah pendjara is-
tana di Damaskus. Meskipun dalam sebuah kamar ketjil, jang bertem-
bok tebal, berdjendela terali besi, kurang hawa dan tjahaja, kurang ma-
kan dan minum, Ibn Taimijah masih merasa berbahagia, karpna dalam
ruangan pendjara itu ia masih terus dapat menulis dengan bantuan
saudaranja untuk menjelesaikan Tafsir Qur'annja, menulis siaran-sia-
ran untuk mendjawab serangan musuhnja, dan menjusun fatwa-fatwa
untuk mereka jang memerlukan pikirannja.
Tetapi tatkala keadaan itu diketahui oleh musuh-musuhnja, maka
dengan usaha mereka bersama-sama diichtiarkanlah untuk melarang
menjampaikan kitab-kitab, tinta dan kertas kepada Ibn Taimijah. Pe-
larangan ini datang kepadanja sebagai azab jang paling besar. Ia pada
mulanja bingung tidak tahu apa jang harus dikerdjakannja. Badannja
serasa lumpuh tidak berdaja lagi. Pukulan ini terlalu keras mengfenai
djiwanja. Ai r matanja berhamburan melalui pipinja jang sudah berke-
rut-kerut itu dan bibirnja gemetar seakan-akan hendak tanggal gugur
kebumi. Ia merangkak kedekat sebuah mashaf, satu-satunja kitab jang
terlupa ditinggalkan orang diatas sedjadahnja, dan membatja Qur'an
itu dengan suaranja jang sangat sedih, diselang-selingi dengan sembah-
jang terus-menerus. Dua puluh hari, hanja sesudah dua puluh hari,
seluruh badannja habis dan ia djatuh sakit dan meninggal pada malam
Senin 20 Zulkaedah 728 H (26-27 September 1328 M) sedang ia mem-
batja Qur'an, terguling diatas tikar sembahjangnja.
Konon pada salah satu keadaan naza' ia mengeluarkan perkataan :
„Ana al-Hatf', sajalah kebenaran. Oleh setengah orang mengertikan,
bahwa Ibn Taimijah mengaku dirinja Tuhan dalam utjapannja. Tetapi
banjak orang jang pertjaja, bahwa ia sebagai seorang sufi soedah fana
dalam ketuhanan, sehingga hanja Tuhanlah jang ada, hanja Tuhanlah
jang benar, jang lain bajangan semata-irJata.
Sudah mendjadi kebiasaan, manusia itu ditjintai sesudah mati, di-
hormati sesudah ia tidak ada. Kematiannja membuat gempar seluruh
Damaskus. Semua penduduk Damaskus merasa kehilangan, baik mu-
suh maupun kawannja menerima hari kematiannja itu dengan air mata
bertetesan. Damaskus menundjukkan kehormatan jang paling besar pa-
danja . Dua ratus ribu laki-laki dan lima belas ribu perempuan me-
ngantarkan kunarpanja kekubur, kunarpa dan djenazah seorang Ula-
ma Besar dalam masanja, seorang mudjaddid zamannja, seorang sufi
dan seorang Ahli Salaf jang hidupnja sederhana dan terus terang. Ibn
al-Waqidi mengutjapkan rangkaian sadjak, jang membuat Ibn Taimijah
seakan-akan hidup berdiri kembali ditengah-tengah hadirin jang me-
laut itu dengan perdjuangannja : „Kembali kepada Qur'an dan Sunnah
Muhammad jang sebenar-benarnja."
H I . W A H H A B I D A N T A U H I D
Tak dapat disangkal bahwa adjaran-adjaran Ibn Taimijah sangat
berpengaruh pada aliran Wahhabi, sebagai jang ternjata dalam bebe-
rapa karangan pendirinja. Muhammad ibn Abdulwahab. Bahkan hal
ini diakuinja dalam suatu keterangan, bahwa Ibn Taimijah itu seba-
gaimana djuga Muhammad bin Abdulwahab, termasuk imam-imam
jang lurus haluannja dan kitab-kitab jang dikarangnja adalah termasuk
jang terpenting mengenai Islam.
Maka oleh karena itu kita lihat, bahwa dalam kitab jang disiarkan
oleh pemerintah Ibn Saud, Madjemu' af.'-Tauhid, salah satu kitab jang
terpenting mengenai kejakinan Wahhabi, termuat tiga buah karangan
dari Ibn Taimijah, sebuah bernama : Al-Qai'dah al-Waskah sebuah
merupakan fatwa mengenai ibadat' dan sebuah bernama Al-Furqan
baina'aulija ir-rahman wa'aulija isjaithan. Selain dar ipada itu disa-
na-sini dalam kitab Wahhabi banjak dipergunakan pikiran-pikiran jang
berasal dari Ibn Taimijah itu.
Menurut Dr . R.W . Diffellen, paham jang sedjalan itu mungkin kare-
na bersamaan sumhernja. Baik Wahhabi maupun Ibn Taimijah sama-
sama menamakan dirinja pengikut Imam Ahmad bin Hanba,l, pendiri
mazhab Hanbali, salah satu daripada empat mazhab jang terkenal da-
lam I s k m, meskipun hanja sekedar mengenai pokok-pokok hukum
fiqh.
Golongan Wahhabi sendiri mengaku, meskipun mereka bermazhab
Hanbali, namun mereka tidak ingin taqlid begitu isadja kepada perka-
taan atau keputusan imam mazhab itu. Mereka lebih suka menamakan
dirinja termasuk Salafijjah, jaitu golongan orang-orang salih dalam
tiga generasi pertama sesudah Nabi Muhammad, jang ingin membas-
mi semua pertumbuhan-pertumbuhan baru dalam Islam sesudah tiga
generasi itu.
Perbedaan antara aliran paham Wahhabi dan Ibn Taimjjah, terma-
suk murid-muridnja dan pengikut-pengikutnja, terletak dalam persoa-
lan, bahwa Wahhabi terutama menundjukan, perdjuangannja dalam
usaha membersihkan Islam kedalam, karena mereka berpendapat bah-
wa keruntuhan Islam tidak disebabkan oleh faktor jang datang dari
luar, tetapi faktor jang datang dari dunia Islam sendiri. Mereka berpen.
dapat bahwa banjak pekerdjaan-pekerdjaan orang Islam sendiri merur
pakan selundupan jang mentjemarkan dan merusakkan adjaran Islam.
Banjak perbuatan-perbuatan bid'ah, jang tidak ada pada masa Nabi
Muhammad atau ulama-ulama Salaf dalam zaman tiga generasi per-
tama sesudah Nabi, dimasukkan dan diada-adakan oleh bangsa Turki
sejlama ia memerintah Islam. Mungkin orang-orang Turki itu soedah
memeluk agama Islam, tetapi pemerintahannja ketika itu penuh dengan
tindakan-tindakan berdosa dan (sjirk, jang tidak sesuai dengan adjaran
jang dibawa Nabi Muhammad.
Dalam pada itu Ibn Taimijah jang hidup dalam zaman Perang Sa-
lib, berpendapat bahwa sumber kerusakan Islam itu disebabkan oleh
orang-orang Jahudi dan Krißten jang bergelimpang dalam zaman ke-
katjauan perang itu. I a melihat bagaimana orang-orang Islam mengam-
bil adat kehidupan orang-orang Jahudi dan Kristen jang bergelimpang
dalam zaman kekedjaman perang itu. I a melihat hagaimana orang-
orang Islam mengambil adat kehidupan orang-orang Jahudi dan Kris-
ten itu dan memasukkannja kedalam Islam serta menganggap sebagai
adjaran jang diperintahkan. Oleh karena itu Ibn Taimijah dalam
kitab-kitabnja banjak memperingatkan tentang pemalsuan agama itu.
Sepintas lalu kelihatan bahwa baik Wahhabi maupun Ibn Taimijah
seakan-akan menentang idjma' dan adjaran etika dan tasawwuf Gha-
zali tetapi serangan Ibn Taimijah terutama dihadapkan untuk mem-
basmi sifat-sifat panthéisme dari Ahl i Sufi dan mystiek, seperti adjaran
Ibn Arabi, dan untuk membasmi adjaran-adjaran filsafat jang ma-
suk kedalam Islam, misalnja oleh Al-Farabi dan Ibn Sina, jang pada
pendapat Ibn Taimijah dapat mengurangi keesaan Tuhan. Dalam me-
lantjarkan serangan-serangan kadang-kadang terkenalah Ghazali jang
mempersatukan atau mendekatkan paham tasawwuf dan filsafat itu, gu-
na menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama jang dianggap sudah mati
dalam djiwa umat Islam dalam masa hidup kedua pudjangga besar itu.
Jang demikian itu kelihatan daripada pernjataan Ibn Taimijah sen-
diri, bahwa kitab Ihja Ulumuddin karangan Ghazali jang terkenal ku,
banjak berisi perkataan-perkataan Sufi, jang dja'uh dari Qur 'an dan
Sunnah.
Sebenarnja nama Wahhahi ini agak kurang sedap terdengar itu pada
pemeluk alirannja, meskipun pada daJsarnja pemeluknja itu mengang-
gap suatu. kebanggaan disebut penganutnja. Jang demikian itu disebab-
kan penjalah-gunaan kata-kata ini oleh lawan-lawannja, jang memberi
penafsiran bahwa Wahhabi ini ialah suatu aliran jang baru, jang ter-
lepas dari agama Islam, jang ditjap suatu aliran jang sesat. Oleh lawan-
lawannja selalu dikemukakan bahwa Muhammad Abdulwahab mengaku
dirinja nabi, jang sama sekali tidak benar. Orang-orang Wahhabi me-
namakan dirinja Al-Muwahhidun, artmja penganut paham Tuhan Jang
Maha Esa, sesuai dengan adjaran tauhid dalam Islam, jang memerin-
tahkan bahwa hanja satu Tuhan jang disembah jaitu Allah, paham
jang merupakan pokok adjaran aliran Wahhabi ini.
Keterangan k u pernah dikuatkan oleh Radja Abdulaziz Ibn Saud
sendiri, tatkala ia memberi keterangan kepada ulama-ulama di Mekkah
sekitar tahun 1924, pada waktu tentaranja menduduki Mekkah jang
pertama kali, bahwa perbedaan jang terpenting antara Sultan Abdula-
ziz dan ulama-ulama itu terletak dalam pengakuan tauhid. „Hanja
djika ada penjimpangan daripada tauhid ini, baru seseorang kami nja-
takan ia kafir", demikian katanja. Sedang mengenali kejakinan tentang
tauhid ini Wahhabi mempunjai pengertian tersendiri, jang sangat ke-
ras daripada lain-lain ahran dalam Islam.
Tadi sudah kita katakan bahwa jang melahirkan aliran Wahhabi
ialah pertimbangan-pertimbangan jang berdasarkan kejakinan-kejaki-
nan, bahwa keruntuhan Islam dan kelemahannja disebabkan karena
adat kebiasaan umat Islam sendui, jang sangat bertentangan dengan
adjaran Islam dan banjak merupakan perbuatan-perbuatan sjirk jang
tidak sesuai dengan ilmu tauhid jang mendjadi tugas jang terpenting
daripada Nabi Muhammad pada waktu ia diutus menghadapi suku
bangsa Arab djahilijah Quraisj penjembah berhala di Mekkah. Oleh
karena itu perdjuangan Wahhabi jang terutama ditudjukan untuk mem-
bina suatu adjaran tauhid jang kuat guna mengembalikan kejakinan
umat Islam itu bulat kepada Allah, jang pada pikiran mereka dapat
menumbuhkan kembali kekuatan raksasa seperti jang pernah dimiliki
oleh Islam generasi-generasi pertama itu mengadakan djihad jang
sungguh-sungguh dalam membasmi segala perbuatan lahir dan batin
jang dapat m(embawa umat kepada mempersekutukan Tuhan jang da-
pat menarik mereka kepada penjembahan patung-patung dan berhala,
penjembahan-penjembahan manusia dan alam sekitarnja atau sesuatu
penjembahan dan niat jang tidak merupakan pienjembahan langsung
kepada Allah.
Mereka berpendapat bahwa umat Islam sekarang berada dalam ke-
adaan jang sama dengan suku-suku Arab djahilijah itu. Mereka sudah
hilang kekuatannja zaman keemasannja, sebagai jang pernah ditjipta-
kan oleh chalifah-chalifah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali , jang te-
lah mentjiptakan dengan djihad perkembangan Islam dan kekuasaan-
nja didunia, sudah lenjap, kemerdekaannja sudah hilang dan mereka
soedah tenggelam kedalam lembah kehinaan karena kekuatan imannja
tak ada lagi. Satu keturunan demi keturunan makin bertambah buruk
nasibnja. Mazhab dalam aliran bertambah banjak, perpetjahan antara
satu golongan dengan golongan lain bertambah luas dan mendalam, pa-
da hal masa Nabi dan chalifah-chalifah itu mereka bersatu padu da-
lam suatu ikatan iman jang teguh.
Muhammad Ibn Abdulwahab merasa bertanggung djawab untuk me-
ngadjak kembali dan mengembalikan dengan segala tenaga, umat se-
agama jang pada pendapatnja sudah sesat itu kepada adjaran-adjaran
Islam jang sebenar-benarnja.
Menurut kitab At-Tauhid karangan Muhammad Ibn Abdulwahab
sendiri ada dua tjngkat iman jang mendjadi dasar adjaran Tauhid -
nja : Pertama, pengakuan adanja Tuhan sebagai pentjipta dan sebagai
pemelihara apa jang ditjiptakannja daripada alam ini, jang mereka na-
makan tauhidul rububijah, jang sudah ada pada suku-bangsa suku-
bangsa bangsa Arab sebelum kedatangan Islam. Kedua, pengakuan
Allah sebagai satu-satunja Tuhan jang wadjib disembah, jang mereka
namakan Tauhidul uluhijjah.
Sebagai alasan mereka dasarkan kejakinan kepada ajat Qur'an, di-
mana Tuhan menjuruh Rasulnja bertanja kepada orang-orang musjrik :
„Siapakah jang meriberi rezekimu jang dari langit dan jang dari bu-
mi? Siapakah jang mendjadikan pendengaran dan penglihatan? Siapa-
kah jang mjengeluarkan jang hidup dari jang mati dan mengeluarkan
jang mati dari jang hidup? Siapakah jang mengatur segala-gala itu?
Tentu mereka bakal mendjawab : „Allah ! Sebab itu hendaklah engkau
katakan! Tidakkah kamu takut kepadanja? (Qur'an X : 31).
Orang-orang Arab djahilijah sedjak dari dahulu mengakui adanja
Allah. Tidak sadja ternjata dari ajat Qur'an tersebut diatas, tetapi
djuga dalam ajat-ajat Qur'an jang lain, misalnja jang tersebut diba>
wah ini. „Katakanlah siapa jang mempunjai bumi dan penduduk jang
ada diatasnja, djika engkau ketahui? Nanti mier,eka akan mendjawab :
Kepunjaan Allah! Apakah ada engkau pikirkan hal ini? Katakanlah
siapa jang mempunjai tudjuh petala langit dan siapa mempunjai arasj
jang maha besar? Pasti mereka akan mendjawab : Kepunjaan Allah!
Tidakkah kamu takut kepadanja? Dan katakanlah pula siapa jang me-
megang kekuasaan tiap-tiap sesuatu, sedang dialah jang memelihara
dan tidak dipelihara orang, djika kamu ketahui? Mereka nanti akan
mendjawab : Kepunjaan Allah! Katakanlah mengapa mau djuga eng-
kau tertipu?" (Qur'an).
Oleh sebab itu meskipun orang-orang itu musjrik mereka masih me-
ngakui djuga adanja Allah Jang Maha Kuasa, masih mengakui djuga
bahwa ia jang mendjadikan langit dan bumi dan mend jalankan mata-
hari dan bulan (Qur'an XXI X : 61 XXXI X : 39), mereka tahu bahwa
patung penjembahannja tidak mendengar dan tidak memberikan man-
faat atau mudarat suatu apa (Qur'an XXV I : 69, 74), bahkan mereka
mengakui iblis dan setan pun tunduk kepada kekuasaan Tuhan dan me-
reka rrjemohon penundaan hukum Tuhan atas dirinja pada hari kebang-
kitan (Qur'an VI I : 13), dan mengakui bahwa semua kekuasaan pada
Tuhan semata-mata (Qur'an X V : 39,40).
Oleh karena itu besar sekali dosanja orang-orang sjirk itu. Meskipun
mereka mengakui adanja Allah tetap mententang untuk menjembahnja.
Dan-meskipun adjaran-adjaran tauhid ini soedah disampaikan oleh Nabi
Muhammad mereka masih menjembah djuga patung dan masih me-
njembah djuga berhala atau melakukan sesuatu penjembahan kepada
selain Allah. Mereka menjembah misalnja berhala Lata, Manata, dan
Uzza, jang mereka anggap anak Tuhan (Qur'an LI I I : 19), mereka
sudjud kepada lima tuhan buatan Wadd, Suwa, Jadjutj Ja'uq dan Nasr
(Qur'an LXX I : 22-23), mereka menjembah malaikat-malaikat (Qur'-
an : XXXI V : 40), dan mereka mengangkat Nabi Isa dan Mar jam
mendjadi Tuhan (Qur'an I V : 171, V : 116 : 118), dan mereka sudjud
kepada matahari dan bulan (Qur'an XL I : 37), sedang memperserikat-
kan Tuhan itu adalah suatu dosa besar jang tidak diampuni Tuhan.
jSesungguhnja Allah tidak sekali-kali mengampuni orang jang memper-
sekutukan dosa jang kurang daripada itu bagi siapa jang dikehendaki-
nja. Barangsiapa jang memperserikatkan Allah sesungguhnja sesatlah ia
sedjauh-djauhnja (Qur'an I V : 116).
Nabi Muhammad sudah melepaskan suku-suku Arab djahilijah itu
dari pada dosa jang sangat besar dan mendjadikannja orang Islam jang
mengichlaskan seluruh ibadat penjembahannja kepada Tuhan semata-
mata, sesuai dengan firman Tuhan bahwa djin dan manusia itu didja-
dikan hanja untuk menjembah Allah (Qur'an L I : 56), sesuai dengan
adjaran-adjaran jang soedah disampaikan Nabi Hud, Nabi Ibrahim, Nabi
Isa, Nabi Musa dan Rasul-rasul Tuhan jang lain.
Tingkat imam jang lebih tinggi daripada ini bagi aliran Wahhabi
ialah tingkat tauhid jang dinamakan Tauhidul uluhijjah. Dalam ting-
katan ini umat Islam tidak sadja harus mengakui adanja Tuhan tetapi
adanja Allah satu-satunja Tuhan Jang Maha Esa dan Maha Kuasa
jang harus disembah, kepadanjalah orang harus meminta ampun dan
do'a, kepadanjalah ruku' dan sudjud, hanja ia jang berhak ditakuti
dan diharap kekuatan, hanja ia jang dipertjajai, jang ditjintai dan
dikeh/endaki serta mendjadi tudjuan. Semua jang merupakan ibadat
harus dipersembahkan langsung kepada Allah, tidak kepada jang lain,
bahkan tidak dengan perantaraan siapapun djuga dan apapun djuga
selain daripada Allah.
Oleh karena itu kita dapati pengertian jang agak luas pada aliran
ini mengenai pengertian ibadat itu. Menurut kitab Al-Hadijjah dan
kitiab Al-Madjmeah pengertian ibadat itu adalah semua perkataan dan
perbuatan jang merupakan ketjintaan jang merupakan ketjintaan ke-
pada Tuhan merupakan sandjungan jang sesuai dengan kekuasaan dan
kebesarannja.
Dan baik dalam perkataan, maupun dalam perbuatan atau kelakuan
seorang muslim, bahkan sampai begitu djauh sehingga dalam niat dan
hasratpun djuga, tidak boleh ada sesuatu jang tidak dipersembahkan
kepada Allah.
Dalam istilah sekarang mereka sebenar-benarnja termasuk golongan
paham jang tidak dapat memisahkan hidup keagamaan dengan hidup
keduniaan, tidak ada pemisahan antara geredja dan pemerintah.
Maka djelaslah dari uraian-uraian diatas bahwa mengenai tingkat
pertama daripada Tauhid aliran Wahhabi ini tidak akan menerbitkan
pertentangan paham dengan aliran lain, karena pemeluk-pemeluk Is-
lam jang tidak menganut aliran paham Wahhabipun mengakui djuga
bahwa Allah adalah satu-satunja Tuhan jang harus diakui dan disem-
bah.
Dalam pada itu sangat besarlah perbedaan paham mengenai ting-
kat Tauhid kedua antara aliran Wahhabi dengan aliran-aliran lain da-
lam Islam, terutama jang tidak termasuk kedalam golongan jang biasa
dinamakan golongan Salaf atau golongan Muwahiddin : seperti kadang-
kadang terhadap aliran Sufi atau Tarikat jang amal ibadatnja hampir
selalu mempergunakan wasilah atau perantaraan guru-guru dan wali-
wali.
Menurut Dr. van Diffelen dalam kitabnja „De Leer der Wahhabie-
terC' pembahagian tingkatan Tauhid dalam dua matjam itu oleh aliran
Wahhabi ada djuga dalam kalangan-kalangan Ibn Taimijah, mi-
salnja dalam kitab Fatwanja atau dalam kitab Zadul Ma'ad, jang di-
karang oleh muridnja Ibn Qajjim, karena Ibn Taimijahpun berpen-
dapat, bahwa umat Islam dalam zamannja sudah kembali kepada masa
djahjlijah djuga. Dalam kata pendahuluan sebuah karangannja, dimana
ia menjerang bid'ah-bid'ah jang dimasukkan kedalam Islam, ia menga-
takan bahwa karena perbuatan-perbuatan jang diada-adakan itu, umat
Islam soedah terdjerumus dalam suatu kekatjauan, sehingga mereka tidak
mengerti jang mana jang termasuk adjaran Islam jang sebenarnja,
bahkan begitu djauh keadaan mereka itu sehingga mereka seolah-olah
berada dalam zaman gelap-gulita djahilijah. Demikian tertulis dalam
kitab Iqtida as-Siratal Mustaqiem.
Ibn Taimijah mengadakan dua pembahagian dengan nama lain.
Pertama bernama Al-Haqiqatal kaunijjah, jaitu kenjataan-kenjataan
jang biasa, kedua al-Haqiqatad dinijfah, jaitu kenjataan-kenjataan jang
berhubungan dengan agama.
Jang dimaksud dengan jang pertama hampir kira-kira bersamaan de-
ngan pengertian tauhidur rububijjah dari Wahhabi, jaitu insaf akan
adanja kekuasaan Tuhan, sedang jang dimaksudkan dengan jang kedua
bersamaan dengan tauhidul uluhijjah dari Wahhabi, jaitu mengakui
Allah sebagai satu-satunja Tuhan Jang Maha Esa dan Kuasa dan jang
harus disembah.
-Ibn Taimijah sangat menekankan adjarannja kepada kepentingan
menghadapkan seluruh penjembahan kepada Allah sadja, karena pada
pendapatnja dengan melakukan penjembahan atau ibadat jang sema-
tjam itu sadjalah manusia dapat mendjadi hamba Tuhan jang sebenar-
benarnja dan jang baik. I a berpendapat bahwa untuk tudjuan inilah
Tuhan mengirimkan Rasul-rasulnja jang sekian banjaknja guna me-
njiarkan wahju-wahjunja dan adjaran-adjarannja, supaja seluruh pe-
njembahan itu dilakukan terhadap Allah semata-mata. Bagi Ibn Tai-
mijah seluruh urusan agama adalah ibadat.
Selandjutnja Ibn Taimijah menetapkan bahwa melakukan sesuatu
pekerdjaan agama jang tidak langsung dihadapkan kepada Tuhan ada-
lah perbuatan sjirk. jang sama hukumnja dengan penjembahan berhala.
Menurut adjaran Ibn Taimijah ini Wahhabi membagi sjirk atas dua
bahagian, pertama mereka namakan sjirk rububijah dan kedua-sjirk ulu-
hijjah, jang dalam bahasa sehari-hari biasa disebut sjirk besar (sjirk
djadi) dan sjirk ketjil (sjirk ghafi) atau jang dinamakan djuga sjirk
akbar dan sjirk asghar. Jang termasuk sjirk besar itu terutama menjem-
bah selain Tuhan, berdasarkan kepada firman Allah : „Sesungguhnja
Tuhan tidak sekali-kali memberikan ampunan kepada mereka jang
menjembah Tuhan selain daripada Allah (Qur'an I V : 116). Jang ter-
masuk sjirk ketjil misalnja Ria' takabur dan lain-lain.
Sebagai jang sudah diterangkan, perlainan paham antara Wahhabi
dan aliran-aliran lain ialah bahwa Wahhabi menudjukan seluruh amal
ibadat kepada penjembahan Tuhan semata-mata. Hal ini berdasarkan
kepada firman Tuhan : „Wahai Nabi, tjukuplah bagimu Allah sadja
aan bagl orang mu min jang mengikutmu" (Qur'an VII I 64) A jat
mi sudah tjukup mengandung seluruh kejakinan Wahhabi terhadap pe-
ngertian Allah; Allah jangmendjadi pokok pangkal segala ketjukupan.
Oleh karena itu segala pekerdjaan jang diuntukkan baginja tidak di-
borehkan dipersembahkan kepada selain Allah sebab jang demikian itu
adalah sjirk dan Allah tidak sekali-kali dapat mengampuni kemusjrikan
Selain daripada mengenai ketuhanan, Wahhabi menolak tawassul
atau perantaraan dalam ibadat dan do'a dalam segala bentuknja me-
nolak ziarah kubur, begitu djuga mengundjungi mesdjid dengan mak-
sud ziarah ketjuali Masdjidil Haram di Mekkah, Masdjidil Aqsha di
Jeruzalem dan Mejsdj^in Nabawi di Madinah Mereka tunduk kepada
Qur an dan Sunnah, tetapi tidak mau mengakui kekuasaan penafsi-
ran oleh ulama2 mu«a'achchirin (Qur'an). Begitu djuga lain2 soal se-
tjarja penntjian apa jang harus dikerdjakan menurut paham aliran ini
tersebut didalam sebuah kumpulan kitab jang dinamakan Madjmu'afut
Tauhid (Mekkah, 1343 H) , jang oleh mereka dinamakan kitab jang ber-
harga guna mengetahui hak2 Tuhan terhadap hambanja, kitab jang dibi-
arkan dengan tjuma-tjuma oleh alm. Sultan Abdul Aziz bin Abdurrah-
man Al-Faisal Al-Saud, berisi tidak sadja karangan-karangan Muham-
mad bin Abdulwahab/Ibn Taimijah, djuga ulama-ulama besar jang la-
in dalam aliran ini, ulama-ulama jang mereka namakan penghidup dje-
djak ulama-ulama Salaf jang salih (muhji asar assalih). Kitab itu be-
risi sedjak dari peladjaran tauhid sampai kepada hukum-hukum fiqh
dan segala amal ibadat serta mu'amalat, semuanja disesuaikan dengan
adjaran aliran Wahhabi itu. Tentu sadja berhubung dengan kesempit-
an tempat tidak dapat saja uraikan disini satu persatu daripada ma-
saalah-masaalahnja jang penting. Tetapi setjara garis besar dapat saja
kemukakan bahwa aliran ini dengan segala seluk-beluknja hampir me-
rupakan suatu mazhab tersendiri dalam Islam.
Jang demikian itu disebabkan oleh perdjuangan Muhammad bin Ab-
dulwahab jang mendjadi penegak dan pendiri daripada aliran paham
mi. l
Muhammad bin Abdulwahab (1703-1787 M) lahir di Ujajnah di
Arab Tengah dan sesudah mengikuti peladjaran beberapa lama djuga
sesudah mengundjungi Irak dan Persia, lalu mendirikan aliran ini da-
lam tahun 1760, dengan penjiarannja dibantu oleh keluarga radja jang
memerintah dalam daerah itu. Sebagaimana jang sudah diterangkan
diatas pokok adjarannja terdiri daripada larangan mengerdjakan se-
gala sesuatu jang baru dalam agama jang tidak ada dalam masa
tiga abad sesudah Nabi. Pekerdjaan jang demikian itu dianggap ter-
larang dalam agama Islam dan harus dibasmi dengan sekeras-kerasnja.
Diantara larangan-larangan itu termasuk memuliakan orang-orang ke-
ramat dan kuburan kuburan, tidak terketjuaji kuburan Nabi Muham-
mad sendiri. Selandjutnja jang termasuk larangan aliran ini ialah me-
ngambil isegala bentuk hidup jang mewah seperti merokok, musik, me-
makai pakaian sutera dan perhiasan emas oleh laki-laki dan sebagainja.
Adjaran Islam seperti praktek jang ada dimana-mana sekarang
ini pada pendapat mereka penuh dengan hal-hal jang bertentangan de-*
ngan adjaran ke Esaan Tuhan dan oleh karena itu mereka hendak
kembali kepada adjaran Tauhid semula dalam Islam dan kehidupan
murni menurut Sunnah Nabi. Itulah sebabnja maka mereka mena-
makan dirinja golongan Muwahhidin, artinja pendukung tauhid Allah.
Kitabnja jang terpenting ialah kitab At-Tauhid jang sudah kita se-
butkan. Pengikut-pengikutnja taat kepada Qur'an dan Sunnah, tetapi
menolak segala penafsiran dari ulama-ulama terachir.
Abdulwahab dalam tahun 1760 mendapat pengikut radja-iradja Dar'
iya di Nedjd, Saihi keluarga Ibn Saud, Radja-radja ini turut mendja-
lankan aliran paham itu dalam daerahnja. Mereka mengalahkan ibu
kota Rijad dalam tahun 1773, dan pengluasan daerah itu sampai be-
gitu djauh, sehingga antara tahun 1803-1806 mereka dapat menakluk-
kan Mekkah dan Medinah serta daerah Hedjaz. Dalam tahun 1811
seluruh daerah Arab Utara djatuh kedalam kekuasaannja.
Oleh karena pemerintahan Turki tidak sanggup mentjegah peng-
luasan ini, maka pemerintah itu terpaksa meminta bantuan Muham-
mad Al i dari Mesir. Dalam tahun 1812 mulailah anak Muhammad
Ali itu, Thusun, mengirimkan sebuah pasukan untuk keperluan terse-
but, tetjapi barulah dibawah pimpinan Ibrahim Pasja seluruh ke-
kuatan Wahhabi i/tu dapat dihantjurkan, serta dalam tahun 1818 me-'
rekapun dapatlah menduduki negeri Dar'iya.
Dalam tahun 1812, dinasti Ibn Saud bangkit pula kembali dengan
kekuatannja di Rijadh, meskipun sampai achir abad tersebut keadaan
suasana tenang sadja. Dalam tahun 1819 Ibn Saud bermusuhan kem-
bali dengan dinasti Ibn Rasjid di Ha'il.
Pada miilanja tentera Ibn Rasjid ini dapat mempertahankan diri-
nja dari serangan lawannja, tetapi dalam tahun 1901 tentera Wahha-
bi dibawah pimpinan Sultan Abdul Aziz Ibn Saud menang kembali
dan dapat menduduki Rijadh. Peperangan dunia jang pertama mem-
berikan kesempatan jang baik bagi pemerintahan Ibn Saud untuk
meluaskan daerahnja dan meluaskan djugä aliran pahamnja.
Dihantjurkannja dalam 1912 lawannja itu dan didudukilah kemba-
li ibu kota Ha'il. Begitu djuga dalam tahun 1924 tentaranja dengan
kemenangan dapat menduduki Mekkah dan Hedjaz. Dalam tahun 1926
iapun diakuilah mendjadi radja Hedjaz dan Sultan Nedjid serta da-
erah takluknja. Dan achirnja dalam tahun 1932 semua daerah-dae-
rah itu dipersatukan dalam sebuah keradjaan besar Wahhabi, jang
diberi nama keradjaan Arab Saudi.
Sebelum ia wafat dalam tahun 1953 Ibn Saud giat sekali menjiar-
kan aliran Wahhabi itu dimana-mana dalam keradjaannja, melalui
pahlawan-pahlawannja jang fanatik, jang bernama Ichwan. Pada
mulanja tindakan-tindakannja itu sangat keras dan sangat menjing-
gung perasaan aliran-aliran Islam jang lain, tetapi lama-kelamaan
bertambah lunak djuga sikapnja, terutama didalam kota sutji Mekkah
dan Madinah, jang oleh karena ibadat hadji didatangi oleh ratusan ri-
bu umat Islam dari segala podjok dunia jang bermatjam-matjam tjo-
rak aliran mazhab Islamnja.
Bagaimana djuga kemudian ternjata sikapnja jang pada mulanja
sangat kaku menghadapi kebudajaan dunia sekarang tjepat sekali ber-
ubah. Sultan Abdul Aziz dalam sedjarah Islam termasuk salah se-
orang jang dianggap madju dalam menerima paham-paham kebudaja-
an barat jang moderen, terutama dalam memperbaiki negerinja dan
dalam memperbaiki perhubungan guna perbaikan ibadat hadji dengan
tidak melupakan kejakinan-kejakinannja jang kokoh dan kuat menge-
nai hukum-hukum agama Islam sebagaimana jang dianut oleh aliran
Wahhabi ini.