Rabu, 08 Januari 2025

bunuhdiri menurut islam



 Kematian adalah suatu kepastian bagi setiap makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini menjadi polemik tersendiri ketika merebaknya beberapa kasus tentang kematian antara kematian yang bersifat alamiah dengan seakan bersifat keinginan mengakhiri kehidupannya dengan beberapa sebab alasan tertentu baik faktor medis yang biasa disebut dengan 

eutanasia maupun ideologi yang sering terjadi dengan bom bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa pandangan para ulama Islam tentang beberapa faktor kematian diatas dan bagaimana hukumnya dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa beberapa pandangan ulama dan dokter memperbolehkan eutanasia pasif (negatif), sedankan hukum bom bunuh 

                                                         

erjuangan tidak pernah mengenal kata akhir, namun cara 

berjuang tiap umat seringkali mengalami perubahan 

searah dengan perubahan sarana-sarana perang. Pada 

tahun-tahun terakhir, sering terdengar upaya beberapa 

kelompok muslim yang melakukan bom bunuh diri atau juga 

dikenal sebagai suicide bombing dan human bombing atau bom 

manusia.  

Secara umum ada dua reaksi para ulama dalam 

menyikapinya, sebagian melarang dan sebagian lagi memuji. 

Kedua kelompok tersebut sama-sama menyertakan argumen-

argumennya, baik secara naqly maupun ‘aqly. Kejelasan hukum 

syara’ sangat dibutuhkan dalam masalah yang amat krusial ini. 

Hal tersebut dikarenakan perbedaan yang ada cukup tajam dan 

mengandung berbagai implikasinya baik di dunia maupun di 

akhirat.  

Bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia 

sebagai aksi bunuh diri (Ñamaliyah al-intihariyah), maka implikasi 

kepada para pelakunya ialah tidak diberlakukan hukum-hukum 

mati syahid, namun dipandang sebagai orang hina karena 

berputus asa menghadapi kesulitan hidup. Di akhirat, 

pelakunya dianggap akan masuk neraka, karena telah bunuh 

diri. Sedangkan bagi mereka yang menganggap aksi bom bunuh 

diri sebagai aksi mati syahid (‘amaliyat al-ishtishhadiyah), maka 

implikasi kepada para pelakunya adalah diberlakukan hukum-

hukum mati syahid. Dia dianggap sebagai pahlawan dan 

teladan keberanian yang patut dicontoh, kemudian di akhirat 

akan masuk surga. 

Karena hidup dan mati ada di tangan Tuhan, serta 

merupakan karunia dan wewenang Tuhan, maka Islam 

melarang orang melakukan pembunuhan, baik terhadap orang 

lain (kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) 

maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan 

apapun. Hukum bunuh diri dan eutanasia masih dipersoalkan 

dikalangan masyarakat. Pro-kontra inilah yang mendorong 

penulis untuk memilih tema hukum bom bunuh diri dan 

eutanasia dalam tinjauan hukum Islam. 

 

Definisi Bom Bunuh Diri dan Eutanasia 

Kata bom berasal dari bahasa Yunani βόμβος (bombos), 

sebuah istilah yang meniru suara ledakan ‘bom’ dalam bahasa 

tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan 

sebagai senjata peledak; peluru besar yang isinya mampu 

meledak. Bunuh diri (dalam bahasa Inggris: suicide; dalam 

budaya Jepang dikenal dengan istilah harakiri) adalah tindakan 

mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Bunuh 

diri adalah mematikan diri sendiri, sedangkan bom bunuh diri 

yaitu seseorang yang bunuh diri menggunakan alat peledak 

dalam rangka memenuhi ambisinya. Biasanya bom bunuh diri 

dilakukan pada situasi perang yang sudah tidak menemukan 

jalan lagi, dalam arti jalan buntu untuk dapat mengalahkan 

musuhnya. Bom adalah alat yang menghasilkan ledakan yang 

mengeluarkan energi secara besar dan cepat. Ledakan yang 

dihasilkan menyebabkan kehancuran dan kerusakan terhadap 

benda mati dan benda hidup di sekitarnya. 

Bom bunuh diri atau juga dikenal sebagai bom manusia 

(human bombing) menurut Nawaf Hail Takruri adalah aktivitas 

seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan bahan 

peledak, atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, 

kemudian menyerang musuh di tempat mereka berkumpul, 

hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut terbunuh.1 

Adapun menurut Muhammad Tha’mah Al-Qadah, bom bunuh 

diri adalah aktivitas seorang mujahid yang melemparkan 

dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan 

kemungkinan besar tidak selamat, akan tetapi dapat memberi 

manfaat besar bagi kaum muslimin.2 Bom bunuh diri yaitu 

kegiatan bunuh diri yang dilatarbelakangi keyakinan oleh 

pelaku bahwa perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk 

perjuangan untuk memperjuangkan kebenaran.  

Dalam bahasa arab, bom bunuh diri disebut intihaar, 

yang berasal dari kata kerja nahara yang berarti menyembelih 

(dzabaha) dan membunuh (qatala). Artinya seseorang 

menyembelih dan membunuh dirinya sendiri.3 

Eutanasia berasal dari kata “eu” artinya baik, bagus dan 

“thanatos” artinya mati. Jadi eutanasia artinya mati yang baik 

tanpa melalui proses kematian dengan rasa sakit atau 

penderitaan yang berlarut-larut. Dari pengertian tersebut dapat 

disimpulkan bahwa eutanasia adalah usaha dan bantuan yang 

dilakukan untuk mempercepat kematian seseorang yang 

menurut perkiran sudah hampir mendekati kematian, dengan 

tujuan untuk meringankan atau membebaskannya dari 

penderitaannya.4  

Euthanasia dapat dibagi pada dua macam, yaitu 

eutanasia aktif dan eutanasia pasif. Berikut penjelasannya: 

1. Eutanasia aktif (Positif) 

                                                        

Yaitu apabila seorang dokter melihat pasiennya dalam 

keadaan penderitaan yang sangat berat, karena penyakitnya 

yang sulit disembuhkan dan menurut pendapatnya 

penyakit tersebut akan mengakibatkan kematian, dan 

karena rasa kasihan terhadap si penderita ia melakukan 

penyuntikan untuk mempercepat kematiannya. Firman 

Allah SWT: 

اجَتِ نَوكُتَ نْأَ َّلَإِ لِطِابَلْاِب مْكُنَ ْ ي َب مْكُلَاوَمَْأ اولُكُأَْت لََ اونُمَآَ نَيذَِّلا اهَُّ يَأ اَي ةًَر

5امًيحِرَ مْكُبِ نَاكَ هََّللا َّنإِ مْكُسَفُ ْنَأاولُ ُتقْ َت لََوَ مْكُنْمِ ضٍاَر َت نْعَ 

"…… dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya 

Allah adalah maha penyayang" 

2. Eutanasia Pasif (Negatif) 

Yaitu apabila dokter tidak memberikan bantuan secara aktif 

untuk mempercepat proses kematian pasien.6 Jika seorang 

pasien menderita penyakit dalam stadium terminal, yang 

menurut pendapat dokter sudah tidak mungkin lagi 

disembuhkan, maka kadang-kadang pihak keluarga karena 

tidak tega melihat seorang anggota keluarganya berlama-

lama menderita di rumah sakit, lalu meminta kepada dokter 

untuk menghentikan pengobatan. Akibatnya si penderita 

akhirnya meninggal. Firman Allah SWT: 

 نَيذَِّلا اهَُّ يَأ اَيآ ْمهِِناوَخْ ِلِِ اولُاَقوَ اورُفَكَ نَيذَِّلاكَ اوُنوكُتَ لََ اونُمَ  ِِ اوُبرَََ  اََ إِ 

ىًّزغُ اوُناكَ وَْأ ضِرَْلْْا  اولُتُِق امَوَ اوُتامَ امَ اَندَنْعِ اوُناكَ وْلَ َعجْيَِل ََ لََِ  هَُّللا لَ

 ُهَّللاوَ تُيمُِيوَ  يِحْيُ هَُّللاوَ مْهِبِولُ ُق  ِِ ةًَرسْحَ   ريصِبَ نَولُمَعْ َت امَبِ7 

"……. Allah menghidupkan dan mematikan dan Allah melihat apa 

yang kamu kerjakan". 

                                                         

Contohnya: seorang penderita kanker ganas merasakan 

sakit yang luar biasa hingga penderita pingsan. Menurut 

pengetahuan medis, orang yang sakit ini tidak ada harapan 

untuk bisa hidup normal lagi (tidak ada harapan hidup). 

Sehingga orang yang sakit tersebut dibiarkan mati secara 

alamiah. Karena walaupun peralatan medis digunakan, 

sudah tidak berfungsi lagi bagi pasien. 

 

Pendapat Ulama Mengenai Bom Bunuh Diri dan 

Eutanasia 

Di antara ulama masa kini yang memperbolehkan bom 

bunuh diri adalah:8 

1. Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili (Dekan Fakultas Syariah 

Universitas Damaskus) 

2. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ketua Jurusan Fiqih dan 

Ushul Fiqih Fakultas Syariah Universitas Damaskus) 

3. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (Ketua Jurusan 

Theologi dan Perbandingan Agama Fakultas Syariah 

Universitas Damaskus) 

4. Dr. Ali Ash-Shawi (Mantan Ketua Jurusan Fiqih dan 

Perundang-undangan Fakultas Syariah Universitas 

Yordania) 

5. Dr. Hamam Said (Dosen Fakultas Syariah Universitas 

Yordania dan anggota Parlemen Yordania) 

6. Dr. Agil An-Nisyami (Dekan Fakultas Syariah Universitas 

Kuwait) 

7. Dr. Abdur Raziq Asy-Syaiji (Guru Besar Fakultas Syariah 

Univesitas Kuwait) 

8. Syaikh Qurra Asy-Syam Asy-Syaikh Muhammad Karim 

Rajih (ulama Syiria) 

9. Syaikhul Azhar (Syaikh Muhammad Sayyed Tanthawi) 

10. Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi (ulama Mesir)                                      

11. Fathi Yakan (aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin) 

12. Dr. Syaraf Al-Qadah (ulama Yordania) 

13. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (ulama Qatar) 

14. Dr. Muhammad Khair Haikal (aktivis dakwah Hizbut 

Tahrir) 

15. Syaikh Abdullah bin Hamid (Mantan Hakim Agung 

Makkah Al-Mukarramah) 

Sementara itu ulama kontemporer yang mengharamkan 

aksi bom manusia antara lain: 

1. Syaikh Nashiruddin Al-Albani (ulama Arab Saudi) 

2. Syaikh Shaleh Al-Utsaimin (ulama Arab Saudi) 

3. Syaikh Hasan Ayyub 

4. Hai’ah Kibarul Ulama (Majelis Ulama Senior Arab Saudi) 

yang diketuai oleh ‘Abdul-Aziz bin Abdullaah bin 

Muhammad Aal ash-Shaykh yang beranggotakan 16 ulama 

terkemuka seperti Salih bin Muhammad al-Lahaidaan, 

Abdullah bin Sulaiman al-Muni’, Abdullah bin 

Abdurahman al-Ghudayan dan lain-lain. 

5. Majelis Ulama Indonesia (MUI) 

Alasan-alasan kelompok yang mengharamkan antara 

lain: 

1. Sabda Rasulullah SAW tentang bunuh diri dalam beragam 

hadis yang redaksinya beragam dan telah tersebar luas. Di 

antaranya adalah: 

 َو َم ْن  َق َت َل  َن ْف َس ُه  ِب َش ْ ٍء  ُع ِذ َب  ِب ِه  َي ْو ُم  ِقلا َي َما ِة 

“Barangsiapa membunuh dirinya sendiri di dunia dengan cara 

apapun, maka Allah akan menghukum dia dengan hal yang sama 

(yang dia lakukan yang menyebabkan dia terbunuh) di hari 

kiamat” 

2. Kegiatan ini mengandung sifat membunuh orang-orang 

yang hidup, yang syari’ah Islam melindunginya. 

3. Kegiatan ini mengakibatkan kerusakan di bumi, 

mengandung unsur perusakan harta benda dan apa-apa 

yang dimiliki, sementara hal itu dilindungi. 

4. Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah 

satu bentuk tindakan keputus-asaan (al-ya’su) dan 

mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di 

daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam/dar al-da’wah) 

maupun di daerah perang (dar al-harb).9 

5. Bom bunuh diri menodai citra Islam.  

 

Pendapat Ulama tentang Eutanasia 

Ajaran Islam memberi petunjuk yang pasti tentang 

kematian. Dalam Islam ditegaskan bahwa semua bentuk 

kehidupan merupakan ciptaan Allah akan mengalami 

kebinasaan, kecuali Allah sendiri sebagai sang pencipta. Allah 

SWT berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. 

Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah 

kamu dikembalikan”. Islam mengajarkan bahwa kematian 

datang dengan tidak seorang pun yang dapat memperlambat 

atau mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian 

hanya terjadi dengan izin-Nya dan kapan saat kematian itu tiba 

telah ditentukan waktunya oleh Allah. Dalam Islam kematian 

adalah sebuah gerbang menuju kehidupan abadi (akhirat) di 

mana setiap manusia harus mempertanggung-jawabkan 

perbuatannya selama hidup di dunia di hadapan Allah SWT. 

Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh 

Konferensi Internasional Pengobatan Islam yang pertama (The 

First International Conference of Islamic Medical) menyatakan: 

bahwa eutanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri (tidak 

dibenarkan) sesuai dengan firman Allah: “Dan janganlah kamu 

membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha 

penyayang kepadamu”. Kesabaran dan ketabahan terhadap rasa 

                                                          

sakit dan penderitaan sangat dihargai dan mendapat pahala 

yang besar dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah 

menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik 

kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun penyakit, 

bahkan dari yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan 

kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya 

itu” (HR. Bukhari Muslim). 

Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan 

Ulama syara’ ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit 

tidak wajib hukumnya, pendapat ini dikemukakan menurut 

Jumhur Fuqaha dan Imam-Imam mazhab. Bahkan menurut 

mereka, mengobati atau berobat ini hanya segolongan kecil yang 

mewajibkannya. Sahabat-sahabat Imam syafi’i, Imam Ahmad 

dan sebagian Ulama menganggap bahwa mengobati itu sunnah. 

Para Ulama berbeda pendapat mengenai mana yang 

lebih utama. Berobat ataukah bersabar? Di antara mereka ada 

yang berpendapat bahwa bersabar (tidak berobat) itu lebih 

utama, berdasarkan hadits 'Atho bin robaah yang diriwayatkan 

dalam kitab sahih dari seorang wanita yang ditimpa penyakit 

ayan dan auratnya sering terbuka, wanita itu meminta kepada 

Nabi SAW agar mendoakannya, lalu beliau menjawab “Jika 

engkau mau bersabar (maka bersabarlah) engkau akan 

mendapat surga; jika engkau mau, maka saya doakan kepada 

Allah agar Dia menyembuhkanmu. Wanita itu menjawab aku 

akan bersabar. Sebenarnya saya tadi ingin dihilangkan penyakit 

saja, oleh karena itu doakanlah kepada Allah agar saya tidak 

minta dihilangkan penyakit saya. Lalu Nabi mendoakan orang 

itu agar tidak meminta dihilangkan penyakitnya”. Hadist 

tersebut menunjukkan bahwa boleh meninggalkan berobat 

dalam kondisi seperti yang wanita itu alami yaitu saat masih 

kuat menahan penyakitnya (Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajjid 

no. 8197). 

Dalam kaitan ini Imam Abu Hamid Al-Ghazali 

membantah orang yang berpendapat bahwa tidak berobat itu 

lebih utama dalam keadaan apapun. Pendapat fuqaha yang lebih 

popular mengenai masalah berobat atau tidak bagi orang sakit 

adalah: sebagian besar di antara mereka berpendapat mubah, 

sebagian kecil menganggapnya sunnah, dan sebagian kecil lagi 

(lebih sedikit) berpendapat wajib. Jadi pendapat dari sejumlah 

fuqaha, para ahli (dokter), dan ahli fiqh lainnya 

memperbolehkan eutanasia pasif (negatif).  

 

Dasar Hukum Bom Bunuh Diri dan Eutanasia  

Di dalam al-Qur’an surat al-mulk ayat 2, Allah SWT 

berfirman:  

 ةَايَحَلْاوَ تَوْمَلْا قَلَخَ يذَِّلا َعلْا وَهُوَ لًًمَعَ نُسَحْأَ مْكُُّيَأ مْكَُولُ ْ بيَِل زُيِز

 ُروفُغَلْا 

 Diingatkan bahwa hidup dan mati adalah di tangan tuhan yang 

Ia ciptakan untuk menguji iman, amalan, dan ketaatan manusia 

terhadap tuhan penciptanya. Karena itu, Islam sangat 

memperhatikan keselamatan hidup dan kehidupan manusia 

sejak ia berada di rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya. 

Kemudian untuk melindungi keselamatan hidup dan kehidupan 

manusia itu, Islam menetapkan berbagai norma hukum perdata 

dan pidana beserta sanksi-sanksi hukumannya, baik di dunia 

berupa hukuman had dan qishas termasuk hukuman mati, diyat 

(denda), atau ta’zir ialah hukuman yang ditetapkan oleh ulul 

amr atau lembaga peradilan, maupun hukuman di akhirat 

berupa siksaan Tuhan di neraka kelak.10 

Karena hidup dan mati itu ada di tangan tuhan dan 

merupakan karunia serta wewenang tuhan, maka Islam 

melarang orang melakukan pembunuhan, baik terhadap orang 

lain (kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) 

maupun terhadap dirinya  sendiri (bunuh diri) dengan alasan 

                                                         

apapun. Ayat Al-Qur’an dan Hadits-Hadits tersebut di atas 

dengan jelas menunjukkan bahwa bunuh diri itu dilarang keras 

oleh Islam dengan alasan apapun. Misalnya, seorang menderita 

AIDS atau kanker tahap akhir yang sudah tak ada harapan 

sembuh secara medis dan telah kehabisan harta untuk biaya 

pengobatannya.

Islam tetap tidak memperbolehkan si penderita 

menghabisi nyawanya, baik dengan tangannya sendiri (bunuh 

diri dengan minum racun atau menggantung diri dan 

sebagainya) maupun  dengan bantuan orang lain, sekalipun 

dokter dengan cara memberi suntikan atau obat yang dapat 

mempercepat kematiannya (eutanasia positif), atau dengan cara 

menghentikan segala pertolongan terhadap si penderita 

termasuk pengobatannya (eutanasia negatif). Sebab penderita 

yang menghabisi nyawanya dengan tangannya sendiri atau 

dengan bantuan orang lain itu berarti ia mendahului atau 

melanggar kehendak dan wewenang tuhan; padahal seharusnya 

ia bersikap sabar dan tawakal menghadapi musibah, seraya 

tetap berikhtiar mengatasi musibah dan berdoa kepada Allah 

yang maha kuasa, semoga Allah berkenan memberi ampunan 

kepadanya dan memberi kesehatan kembali, apabila hidupnya 

masih bermanfaat dan lebih baik baginya.  

Menurut hukum pidana Islam, orang yang 

menganjurkan/menyetujui/membantu seseorang yang 

membunuh diri adalah berdosa dan dapat dikenakan hukuman 

ta’zir. Demikian pula apabila orang gagal melakukan  bunuh 

diri, sekalipun dibantu orang lain, maka semuanya dapat 

dikenakan hukuman ta’zir. Berat ringannya hukuman ta’zir itu 

diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang mengadili perkara 

untuk menjatuhkan hukuman  yang sesuai dengan tindak 

                                                          

pidananya, pelakunya, dan situasi dan kondisinya di mana 

tindak pidana itu terjadi.  

Penyebab utama terjadinya bunuh diri di masyarakat 

menurut hemat penulis adalah karena kurang iman dan kurang 

percaya pada diri sendiri. Karena itu, untuk menangkalnya 

harus diintensifkan pendidikan agama sejak masa kanak-kanak 

dan ditingkatkan dakwah Islamiyah kepada seluruh lapisan 

masyarakat Islam guna peningkatan iman, ibadah, dan 

takwanya kepada Allah yang maha kuasa. 

Dasar hukum Eutanasia 

Islam menghormati dan menjunjung tinggi hak hidup. 

Bagi manusia, setiap perbuatan menghilangkan hidup, baik oleh 

orang lain maupun oleh diri sendiri dilarang dengan tegas 

dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam kitab suci Al-Qur’an 

banyak ayat-ayat yang melarang pembunuhan, bahkan 

mengancamnya dengan hukuman. Ayat-ayat tersebut antara 

lain : 

1. Surat An-Nisa ayat 92  

 َطخَ َّلَإِ انًمِؤْمُ لَتُقْ َي نْأَ نٍمِؤْمُلِ نَاكَ امَوَ ًنمِؤْمُ لَتَ َق نْمَوَ ًأ ةٍبَ َقرَ رُيِرحْتَ َِ ًأَطخَ ا

 ُدعَ مٍوْ َق نْمِ نَاكَ نْإَِِ اوقُ َّدَّصيَ نْأَ َّلَإِ هِلِهَْأ ىلَِإ  ةمََّلسَمُ  ةَيدِوَ ةٍنَمِؤْمُ مْكُلَ ٍّ و

 َبوَ مْكُنَ ْ ي َب مٍوْ َق نْمِ نَاكَ نْإِوَ ةٍنَمِؤْمُ ةٍبَ َقرَ رُيِرحْتَ َِ  نمِؤْمُ وَهُوَ ْي  ةَيدَِِ   ٌ اََيمِ مْهُ َن

 ْهشَ مُايَصَِِ  دْجِيَ مْلَ نْمََِ  ةٍنَمِؤْمُ ةٍبَ َقرَ رُيِرحْتَوَ هِلِهْأَ ىلَِإ  ةمََّلسَمُ نِيْعَِباتَتَمُ نِيْرَ

 ًميكِحَ امًيلِعَ هَُّللا نَاكََو هَِّللا نَمِ ةًَبوْ َتا 

Artinya : 

“Dan tidak boleh seorang mukmin membunuh mukmin yang lain, 

kecuali karena kesalahan. Barang siapa membunuh orang mukmin 

karena kesalahan, maka ia wajib memerdekakan hamba sahaya 

yang mukmin dan membayar diyat yang diserahkan kepada 

keluarganya, (si terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga 

terbunuh) menyedekahkannya”. 

2. Surat An-Nisa ayat 93 

146   Ahmad Thobroni  

ulul albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam 

 َنعَلَوَ هِيْلَعَ هَُّللا بَضِغَوَ اهَيِِ ادًلِاخَ مَُّنهَجَ هُؤُاَزجََِ  ادً ِّمعَ َتمُ انًمِؤْمُ لْتُقْ َي نْمَوَ هُ

امًيظِعَ اًباذَعَ هُلَ َّدعََأوَ 

Artinya : 

“Barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan sengaja 

maka balasannya ialah neraka jahanam, ia kekal di dalamnya. 

Allah mengutuknya dan menyediakan baginya siksaan yang 

pedih”. 

3. Surat Al-Isra ayat 31 

 ُهلَ ْ ت َق َّنإِ مْكُاَّيإِوَ مْهُ ُقُزرْ َن نُحْنَ ٌٍ لًَمْإِ ةَيَشْخَ مْكَُدلََوَْأ اولُ ُتقْ َت لََوَ  ائًطْخِ نَاكَ مْ

 َكاًريبِ 

Artinya : 

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut 

miskin. Kami yang memberi rizeki kepada mereka dan kamu 

sekalian. Sesungguhnya membunuh mereka merupakan dosa yang 

besar”. 

4. Surat Al-Isra ayat 33 

 َّرحَ  تَِّلا سَفَّْ نلا اولُ ُتقْ َت لََوَ ِتُق نْمَوَ ِّقحَلْاِب َّلَإِ هَُّللا مَ انَلْعَجَ دْقَ َِ امًولُظْمَ لَ

 ًروصُنْمَ نَاكَ هَُّنإِ لِتْقَلْا  ِِ فْرِسْيُ لًََِ  اًناَطلْسُ هِِّيِلوَلِا 

Artinya: 

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh 

Allah, kecuali dengan hak”. 

5. Surat Al-An’am ayat 151 

 ْلاِبوَ ائًيْشَ هِِب اوكُِرشْتُ َّلَأَ مْكُيْلَعَ مْكُُّبرَ مََّرحَ امَ لُتَْأ اوْلَاعَ َت لْقُ اًناسَحْإِ نِيْدَلِاوَ

 ْلا اوُبرَقْ َت لََوَ مْهُاَّيإِوَ مْكُقُُزرْ َن نُحْنَ ٌٍ لًَمْإِ نْمِ مْكَُدلََوَْأ اولُ ُتقْ َت لََوَ امَ ََ حِاوَفَ

 َو اهَ ْ نمِ رَهَظَ ِب َّلَإِ هَُّللا مََّرحَ  تَِّلا سَفَّْ نلا اولُ ُتقْ َت لََوَ نَطَبَ امَ مْكُلََِ  ِّقحَلْا

 َنولُقِعْ َت مْكَُّلعَلَ هِبِ مْكُاَّصوَ  

Artinya: 

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut 

miskin. Kami yang memberi rezeki kepadamu dan anak-anakmu”. 

Dalam hadis-hadis Nabi SAW larangan pembunuhan ini 

dipertegas oleh Rasulullah SAW, antara lain: 

1. Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata “telah bersabda Rasulullah 

SAW”: 

 َلَ َي ِح ُّل  َد َم  ْما ِر ِئ  ُم ْس ِل ٍم،  َي ْش َه ُد  َأ َّن  َلَ  ِإ َل َه  ِإ َّلَ  َو هللا َّنأَادًَّمحَمُ   َر ُس ْو ُل  ِهللا، 

 ِإ َّلَ  ِب ِإ ْح َد َث ى َلً ٍث:  َنلا ْف ُس  ِب َنلا ْف ِس،  َو ََلا ْي ُب  َزلا ِناى،  َولا  ُم َف ِرا ٌُ  َل َد ْي َن ُه،  َتلا ْر ُك 

 ِل ْل َج َم َعا ِة اور(ه يلع قفتم)ه 

“Tidak halal darah seorang yang menyaksikan bahwa tiada Tuhan 

melainkan Allah dan bahwa saya adalah Rasulullah, kecuali 

dengan salah satu dari tiga perkara yaitu janda atau duda duda 

yang berzina, orang yang melakukan pembunuhan dan orang 

yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari 

jama’ah”. (H.R. Bukhari dan Muslim) 

2. Dari Aisyah ra. Dari Rasulullah SAW bersabda: 

 ،ملسم ئرما مد لحپ لَيهشد أ نالَهل إ الَ للاه  وإ انللا لوسر یه، إ الَ 

بإِ ناصحا دعب ینز لجر :ثلًث یدحإنه لاب ابراحم جرخ لجرو ،مجريله 

لوسروه ِإنه  لتقيأو لْا نو یفنيوا بلصياور( ضره أ دواد وب وئآسنلا.) 

Artinya: 

“Tidak halal membunuh seorang muslim, kecuali karena salah 

satu dari tiga perkara : pezina yang muhshan (sudah berkeluarga) 

maka ia harus dirajam, seseorang yang membunuh seorang 

muslim dengan sengaja, maka ia harus dibunuh dan orang yang 

keluar dari Islam, kemudian ia menerangi Allah dan Rasulullah 

maka ia harus dibunuh ata disalib atau diasingkan dari tempatnya. 

(H.R. Abu Daud dan Nasaiy). 

Dari ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut di atas dapat 

disimpulkan, bahwa eutanasia khususnya eutanasia aktif di 

mana seorang dokter melakukan upaya aktif membantu untuk 

mempercepat kematian seorang pasien, yang menurut 

perkiraannya sudah tidak dapat bertahan untuk hidup 

meskipun atas permintaan si pasien atau keluarganya, dilarang 

menurut hukum Islam. Karena perbuatan tersebut tergolong 

pada pembunuhan dengan sengaja, berdasarkan surat Al-An’am 

ayat 151 dan surat Al-Isra ayat 33.  

 Pembunuhan yang diperbolehkan oleh Islam hanyalah 

pembunuhan yang telah dijelaskan oleh hadis-hadis yang telah 

disebutkan tadi, pembunuhan sebagai hukuman terhadap 

penzina muhshan (yang sudah berkeluarga), pelaku 

pembunuhan sengaja, dan bagi orang yang murtad dan 

pengganggu keamanan.  

 Pembunuhan yang dibolehkan menurut hadis Nabi, 

telah dikemukakan oleh Prof. Mahmud Syaltut dalam bukunya 

Al-Islam Aqidah Wa Syari’ah, bahwa dengan melihat maksud 

dan tujuannya, pembunuhan yang dibolehkan oleh syara’ 

(Islam) dapat dirumuskan dalam tiga segi : 

1. Segi pelaksanaan perintah atau kewajiban, seperti 

pelaksanaan hukuman mati oleh algojo atas perintah 

pengadilan / hakim. 

2. Segi pelaksanaan hak, yang meliputi : 

a. Hak wali si korban untuk melaksanakan hukuman 

qishash. 

b. Hak penguasa untuk menghukum bunuh perampok / 

pengganggu stabilitas keamanan. 

c. Segi pembelaan, baik terhadap diri, kehormatan, 

maupun terhadap harta benda. 

Dari tiga segi di atas, eutanasia tidak termasuk di 

dalamnya. Dengan demikian eutanasia aktif jelas dilarang oleh 

Islam. Adapun eutanasia yang dilakukan dokter dalam 

menyelamatkan ibu yang melahirkan dengan cara mematikan 

bayi yang di kandungnya, ini dibolehkan karena darurat. 

Berdasarkan qaidah:  َضلا ُر ْو َر ُت تا ِب ْي ُح لا  َم ْح ُظ ْو َرتا  “keadaan darurat 

dapat membolehkan perbuatan yang dilarang”.12 

Sehubungan dengan pengaruh keadaan darurat, Abd 

Wahhab Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqh mengatakan 

“Barangsiapa yang tidak bisa mempertahankan keselamatan 

dirinya kecuali dengan cara menyelamatkan dengan 

membinasakan orang lain, tidaklah ia berdosa dalam 

tindakannya itu”.  

Menurut Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad 

bin Hasan dan sebagian ulama Syafi’iyyah, bahwa hukuman 

yang dikenakan terhadap pelaku eutanasia (pembunuhan 

dengan persetujuan korban) adalah membayar diat (seratus ekor 

unta atau seharga itu) dan bukan obyek eutanasia merupakan 

syubhat dalam status perbuatannya dan dalam hadis Nabi SAW, 

yaitu apabila dalam jarimah hudud (termasuk di dalamnya 

qishash) terdapat syubhat maka hukuman bisa digugurkan atau 

diganti. 

Menurut Zufar, bahwa hukuman yang dikenakan 

kepada pelaku eutanasia tetap dihukum qishash (hukuman 

mati) karena persetujuan untuk menjadi obyek eutanasia 

tersebut dianggap tidak pernah ada, sehingga persetujuan 

tersebut tidak ada  pengaruhnya sama sekali. 

Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan 

sebagian ulama Syafi’iyah, bahwa pelaku euthanasia atas 

persetujuan korban dibebaskan dari hukuman, karena 

persetujuan korban untuk menjadi objek eutanasia, statusnya 

sama dengan pembunuhan, baik dari hukuman qishash maupun 

diyat maka dia bebas dari hukuman. 

Bagaimana pandangan hukum Islam tentang eutanasia 

pasif? Menurut ajaran Islam bahwa sakit yang menimpa 

seseorang dapat menghapus dosa. Meskipun demikian bukan 

                                                        

berarti penyakit yang menimpa seseorang itu dibiarkan saja 

tanpa upaya pengobatan, karena Islam memerintahkan pula 

untuk mengobati setiap penyakit yang menimpa manusia. 

Menurut Imam al-Syaukany, bahwa penyakit yang oleh dokter 

dinyatakan tidak ada obatnya sekalipun, tidak ada upaya untuk 

mengupayakan pengobatannya. 

Apabila dokter mengatakan bahwa penyakit tersebut 

sudah tak bisa disembuhkan atau keadaanya sudah masuk 

dalam stadium terminal dan pihak pasien atau keluarganya 

dengan beberapa pertimbangan meminta atau menyetujui 

dihentikannya upaya pengobatan, maka penghentian 

pengobatan pasien tersebut akhirnya meninggal. Dalam situasi 

dan kondisi yang demikian, tindakan yang bisa dilakukan ialah 

bersabar dan tawakkal serta berdoa kepada Allah dengan doa 

yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu:  


Artinya :”Ya Allah, Hidupkanlah aku selagi kehidupan itu baik 

untukku dan matikanlah aku apabila kematian itu lebih baik untukku.” 

  

Bom bunuh diri yaitu kegiatan bunuh diri yang 

dilatarbelakangi keyakinan oleh pelaku bahwa perbuatan 

tersebut merupakan salah satu bentuk perjuangan untuk 

memperjuangkan kebenaran. Sedangkan eutanasia adalah usaha 

dan bantuan yang dilakukan untuk mempercepat kematian 

seseorang yang menurut perkiraan sudah hampir mendekati 

kematian, dengan tujuan untuk meringankan atau 

membebaskannya dari penderitaannya.  

Dari pendapat sejumlah fuqaha, para ahli (dokter) dan 

ahli fiqh lainnya memperbolehkan euthanasia pasif (negative). 

Dan yang tidak diperbolehkan karena dalil di atas (QS. Ali Imran 

:156). Sedangkan hukum asal bom bunuh diri adalah boleh, 

namun dapat berubah menjadi haram bila dilakukan dengan 

cara melampaui batas dan justru dapat merugikan umat Islam 

secara umum.