kedua mata Rasul Saw meneteskan air mata. Beliau pun bersabda: “Demi
jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Ini yaitu kenikmatan yang
akan dipertanyakan kepada kalian di hari kiamat. Jika kalian menemukan
makanan seperti ini dan kalian sudah mulai memegangnya dengan tangan
kalian maka bacalah: Bismillah. Jika kalian sudah merasa kenyang maka
bacalah: Alhamdulillah Alladzi Huwa Asyba’na wa An’ama alaina fa
Afdhala (Segala puji bagi Allah Yang telah membuat kami merasa kenyang
dan telah menganugerahkan kepada kami sehingga membuat kami menjadi
mulia).
Lalu Rasulullah Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayub: “Datanglah
menghadap kami besok hari!”
Rasulullah Saw yaitu seorang yang bila menerima jasa baik dari orang
lain maka ia ingin membalas kebaikan ini ; akan tetapi Abu Ayub
belum pernah mendengar hal itu.
Umar lalu berkata kepada Abu Ayub: “Nabi Saw menyuruhmu untuk
mendatangi Beliau esok hari, wahai Abu Ayub!”
Abu Ayub lalu berkata: “Baik dan aku akan taati perintah Rasulullah.”
Keesokan harinya Abu Ayub datang menghadap Nabi Saw dan Nabi
memberinya seorang budak wanita kecil untuk membantu pekerjaannya.
Rasul berpesan kepada Abu Ayub: “Jagalah ia dengan baik, wahai Abu
Ayub. Tidak ada yang kami dapati darinya selain kebaikan selama ia
bersama kami.”
Abu Ayub kembali ke rumahnya bersama budak wanita kecil itu. Begitu
Ummu Ayub melihat budak tadi ia langsung bertanya: “Milik siapa budak
ini, wahai Abu Ayub?!” Ia menjawab: “Dia milik kita… Rasul Saw telah
memberikannya kepada kita.” Istrinya menjawab: “Agungkanlah orang
yang memberikannya, dan alangkah mulyanya pemberian ini.” Abu Ayub
berkata: “Rasul berpesan agar budak ini diperlakukan dengan baik.”
Istrinya bertanya: “Apa yang mesti kita lakukan untuk melaksanakan pesan
Rasul Saw?” Abu Ayub berkata: “Demi Allah, tidak aku dapati hal yang
lebih baik akan wasiat Rasul Saw dibandingkan membebaskannya.” Istrinya
menjawab: “Engkau telah mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran.
Engkau telah diberi taufik.” Maka akhirnya budak ini dibebaskan oleh
Abu Ayub.
Inilah sebagian kisah kehidupan Abu Ayub Al Anshary dalam kondisi
aman. Kalau anda berkesempatan untuk melihat kisah hidupnya dalam
peperangan, anda akan menjumpai sebuah keajaiban.
Abu Ayub ra mengisi hidupnya dengan berjuang di jalan Allah hingga
ada orang yang berkata: bahwa ia tidak pernah ketinggalan mengikuti
setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak zaman Nabi Saw
hingga masa Mu’awiyah kecuali bila ada kegiatan lain.
Perang terakhir yang diikutinya yaitu saat Mu’awiyah mempersiapkan
sebuah pasukan di bawah kepemimpinan anaknya yang bernama Yazid
untuk menaklukan Konstantinopel. Pada saat itu, Abu Ayub yaitu seorang
tua renta yang berusia lebih dari 80 tahun. Namun hal itu tidak membuat
dirinya urung untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi
ombak lautan demi berjuang di jalan Allah Swt.
Akan tetapi tidak lama berselang sejak pertempuran melawan musuh
Abu Ayub jatuh sakit dan tidak mampu lagi melakukan pertempuran. Maka
datanglah Yazid menjenguknya dan bertanya kepadanya: “Apakah engkau
membutuhkan sesuatu, wahai Abu Ayub?” Ia menjawab: “Sampaikan
salamku kepada para tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka:
‘Abu Ayub berpesan kepada kalian agar kalian merangsek ke barisan
musuh hingga batas terjauh. Bawalah Abu Ayub bersama kalian dan
kuburkanlah ia di bawah kaki kalian dan di bawah pagar benteng
Konstantinopel…” dan iapun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Pasukan muslimin memenuhi keinginan seorang sahabat Rasulullah
Saw ini. Mereka merangsek dan menyerang pasukan musuh sedikit demi
sedikit hingga mereka sampai di pagar benteng Konstantinopel dengan
membawa jasad Abu Ayub.
Dan disanalah mereka menggali kubur untuk Abu Ayub dan
menguruknya dengan tanah.
Semoga Allah merahmati Abu Ayub Al Anshary. Ia telah berani mati di
tanah musuh dengan berjuang di jalan Allah Swt, padahal umurnya saat itu
berkisar 80 tahun.
‘Amr Bin Al Jamuh
“Orang Tua yang Bertekad Menginjak Surga dengan Kakinya yang
Pincang”
Amr bin Jamuh yaitu salah seorang pembesar Yatsrib pada zaman
jahiliah. Dia juga merupakan pemuka Bani Salamah. Dia juga terkenal
sebagai salah satu tokoh Madinah yang penderma dan memiliki kehormtan
diri tinggi.
Salah satu kebiasaan para pembesar pada masa jahiliah yaitu bahwa
masing-masing dari mereka harus membuat sebuah berhala di rumahnya;
agar ia mendapat keberkahan dari berhala ini setiap pagi dan petang.
Pada waktu musim-musim tertentu mereka juga harus menyembelih
hewan untuk dikorbankan kepada berhala tadi, dan juga agar berhala-
berhala ini dapat menjadi pelindung mereka pada saat-saat bahaya
dan sempit.
Berhala milik Amr bin Jamuh diberi nama dengan Manat yang ia buat
dari kayu yang bagus. Amr yaitu tokoh yang amat perhatian terhadap
berhala ini dibandingkan tokoh yang lain. Ia menjaganya dan memberikan
wewangian terbaik bagi berhala ini.
Amr bin Jamuh sudah menginjak usia 60 tahun saat cahaya iman
menerangi rumah-rumah penduduk Yatsrib dengan gerakan dakwah yang
dilakukan oleh Mus’ab bin Umair. Dari tangannya telah masuk ke dalam
Islam tiga orang anak Amr bin Jamuh yang bernama: Muawwadz, Muadz
dan Khallad. Ada juga teman sebaya mereka yang masuk ke dalam Islam
bernama Muadz bin Jabal.
Bersama ketiga anaknya, telah masuk Islam juga istrinya yang bernama
Hindun. Dan Amr bin Jamuh tidak tahu bahwa mereka semua telah
beriman.
Hindun, Istri Amr bin Jamuh melihat bahwa kebanyakan penduduk
Yatsrib telah memeluk Islam; dan tidak ada seorang pembesar Madinah
pun yang tetap berada dalam kemusyrikan selain suaminya dan beberapa
orang yang mengikutinya.
Istrinya berharap agar Amr bin Jamuh mati dalam keadaan kafir dan
masuk ke dalam neraka.
Dan Amr bin Jamuh sendiri khawatir apabila anak-anaknya
meninggalkan agama nenek moyang mereka dan mengikuti dakwah yang
dibawa Mus’ab bin Umair yang telah berhasil mengeluarkan banyak
manusia dari agama mereka dalam waktu yang singkat, dan memasukkan
mereka ke dalam agama Muhammad.
Amr bin Jamuh lalu berkata kepada istrinya: “Ya Hindun, jagalah anak-
anakmu agar tidak berjumpa dengan pria itu (maksudnya Mus’ab bin
Umair) sehingga kita memutuskan apa yang mesti kita lakukan terhadap
orang ini.” Istrinya menjawab: ‘Baik kalau begitu. Akan tetapi apakah
engkau bersedia mendengar langsung dari anakmu Muadz apa
pendapatnya tentang orang ini?” Amr berkata: “Celaka kamu! Apakah
Muadz telah keluar dari agamanya dan aku tidak mengetahui hal ini?”
Istrinya yang shalihah ini lalu berkata dengan lemah lembut kepada
suaminya yang sudah menua: “Tidak, akan tetapi ia pernah ikut beberapa
majlis yang digelar oleh orang ini, dan ia ingat akan beberapa hal yang
diucapkan oleh orang ini.” Lalu Amr berkata: “Panggilah dia untuk
menghadapku...!” Saat Muadz datang dihadapannya, Amr berkata
kepadanya: “Ceritakan kepadaku apa yang telah dikatakan oleh orang
(Mus’ab bin Umair) ini!” Maka Muadz langsung membacakan:
ÉΟó¡Î0 «!$# Ç⎯≈ uΗ÷q§9$# ÉΟŠ Ïm §9$# ∩⊇∪ ߉ôϑ ys ø9$# ¬! Å_Uu‘ š⎥⎫Ïϑ n=≈ yèø9$# ∩⊄∪
Ç⎯≈ uΗ ÷q§9$# ÉΟŠ Ïm §9$# ∩⊂∪ Å7 Î=≈ tΒ ÏΘöθ tƒ É⎥⎪ Ïe$! $# ∩⊆∪ x‚$−ƒ Î) ߉ç7÷è tΡ y‚$−ƒ Î)uρ
Ú⎥⎫Ïè tG ó¡nΣ ∩∈∪ $ tΡω÷δ $# xÞ≡uÅ_Ç9$# tΛ⎧ É)tG ó¡ßϑ ø9$# ∩∉∪ xÞ≡uÅÀ t⎦⎪ Ï% ©!$# |M ôϑ yè÷Ρr&
öΝÎγ ø‹n= tã Îöxî ÅUθ àÒ øóyϑ ø9$# óΟÎγ ø‹n= tæ Ÿω uρ t⎦⎫Ïj9!$ Ò9$# ∩∠∪
“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Sang Pemilik Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu
lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta
pertolongan. Tunjukilah kepada kami jalan yang lurus. Jalan yang
Kau berikan nikmat kepada mereka, bukanlah jalan yang Kau murkai
dan bukanlah jalan orang-orang yang sesat.”15
Lalu Amr berkata: Alangkah indahnya ucapan ini?! Apakah semua
pembicaraannya seperti ini?!” Muadz menjawab: ‘Bahkan lebih indah dari
ini, wahai ayahku. Apakah engkau mau mengikutinya. Semua kaummu
telah bersumpah setia kepada Mus’ab bin Umair!” Amr yang telah tua
berdiam diri sejenak lalu berkata: “Aku tidak akan melakukannya hingga
aku meminta pendapat kepada Manat dan aku akan melihat apa yang akan
dikatakannya.” Maka Muadz berkata: “Apa yang dapat diucapkan oleh
Manat, wahai ayahku. Dia hanyalah sebuah kayu yang tuli. Tidak dapat
berpikir dan berbicara!”
Surat Al Fatihah
Amr pun berkata dengan sengit: “Aku katakan kepadamu bahwa aku
tidak akan mengambil keputusan sebelum bermusyawarah dengannya.”
Lalu Amr bin Jamuh datang menghadap Manat. Kebiasaan mereka
kaum jahiliah yaitu jika ingin berbicara dengan berhala mereka berdiri di
belakang seorang wanita tua, sehingga wanita tua tadi akan memberikan
jawaban seperti yang diilhamkan oleh para berhala –dalam dugaan
mereka-, kali ini Amr berdiri tegak lurus di hadapan Manat. Ia
bertumpukan pada kakinya yang sehat, kaki Amr yang satunya lagi amat
pincang. Amr memuji Manat dengan pujian terindah, lalu berkata: “Ya
Manat, tidak disangsikan bahwa kau telah mengetahui orang yang datang
dari Mekah dan berdakwah di negeri kita. Tiada yang ia kehendaki selain
keburukan saja... ia datang ke sini untuk menghalangi kami dari
menyembahmu. Aku tidak mau bersumpah setia kepadanya –meski aku
mendengarkan betapa indah ucapannya- hingga aku bersyuwarah terlebih
dahulu kepadamu. Berilah pendapatmu kepadaku!” Namun Manat tidak
berkata sepatah katapun kepada Amr.
Lalu Amr berkata: “Mungkin engkau telah murka... Aku tidak akan
melakukan apapun yang dapat membahayakanmu sesudah ini. Akan tetapi
tidak menjadi masalah, aku akan membiarkanmu sendiri dalam beberapa
hari ini hingga amarahmu menjadi reda.”
Anak-anak Amr bin Jamuh mengerti betapa ayah mereka begitu cinta
kepada berhalanya yang bernama Manat. Dan kecintaan ini semakin
bertambah dengan berjalannya waktu. Akan tetapi mereka menyadari
bahwa ayah mereka mulai ragu akan kehebatan Manat dalam hatinya. Dan
mereka juga sadar bahwa mereka harus mengubah pengaruh Manat ini
dari hati ayahnya, dan itulah cara satu-satunya menuju iman.
Pada suatu malam, anak-anak Amr bin Jamuh bersama Muadz bin Jabal
mendatangi Manat. Mereka membawa Manat dan memasukkannya ke
dalam sebuah lubang di Bani Salamah tempat mereka membuang sampah.
Mereka pun kembali ke rumah masing-masing tanpa ada seorang pun yang
mengetahui ulah mereka. Begitu pagi datang menjelang, Amr pergi dengan
langkah pasti untuk memberikan salam kepada berhalanya, namun sayang
kali ini ia tidak menjumpainya. Ia langsung berseru: “Celaka kalian, siapa
yang telah berani berlaku nista kepada tuhan kita malam tadi?!...” Tidak
ada seorang pun yang mengaku.
Serta-merta ia mencari berhal tadi di dalam dan di luar rumah. Dia
terlihat begitu marah dan emosi. Ia mengancam dan mengecam terus-
menerus hingga ia menemukan Manat dengan kepala tersembul di lubang.
Maka Amr langsung mencucinya hingga bersih dan memberikan wangi-
wangiang kepadanya. Lalu ia mengembalikan Manat ke tempatnya. Ia
berkata kepada Manat: “Demi Allah, kalau saja aku tahu siapa yang
melakukan ini terhadapmu, pasti akan aku siksa dia!”
Pada malam kedua, para pemuda tadi mendatangi Manat dan
melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan padanya kemarin.
Begitu masuk pagi, Amr yang tua mencarinya lagi dan ia menemukan
Manat sedang berada di lubang dengan berlumuran kotoran. Lalu ia
mengambilnya, mencucinya dan memakaikan padanya wangi-wangian.
Dan ia menempatkan Manat kembali kepada tempatnya.
Para pemuda tadi terus saja melakukan hal yang sama setiap hari. Saat
Amr sudah merasa jengkel, ia datang menghadap Manat sebelum beranjak
tidur dengan membawa pedangnya dan pedang ini ua gantungkan ke
kepala Manat. Lalu ia berujar: “Ya Manat, Demi Allah aku tidak tahu siapa
yang melakukan hal ini sebagaimana kau melihatnya. Jika kau mampu,
tolaklah kejahatan dari dirimu ini. Bawalah pedang ini bersamamu!”
sesudah merasa nyaman. Amr pun berangkat tidur.
Begitu para pemuda tadi merasa yakin bahwa ayah mereka yang tua,
Amr sudah terlelap tidur, maka serta merta mereka langsung berhambur
menuju berhala tadi. Mereka melepas pedang dari leher berhala dan
mereka membawa keluar berhala ini . Mereka mengikatkan Manat
dengan tambang kepada seekor anjing yang telah mati. Mereka lalu
melemparkan keduanya ke dalam sumur Bani Salamah dimana mengalir
dan berkumpul di dalamnya kotoran dan sampah.
Begitu Amr yang tua terjaga dan ia tidak mendapati berhalanya, ia pun
pergi untuk mencarinya. Ia mendapati bahwa Manat sedang tertelungkup
wajahnya dalam sumur dan terikat dengan seekor anjing yang telah mati.
Pedang yang ada bersama Manat telah di ambil. Kali ini, Amr tidak
mengeluarkan Manat dari lubang, ia membiarkan Manat di tempatnya.
Lalu ia berujar:
Demi Allah, bila engkau yaitu seorang tuhan
Tidak mungkin engkau terikat bersama anjing di tengah sumur
Tidak lama lalu ia masuk ke dalam agama Allah.
Amr bin Jamuh merasakan manisnya iman yang membuat ia menyesal
atas setiap saat yang dilaluinya dalam kemusyrikan. Ia masuk ke dalam
agama yang baru dengan jiwa dan raganya. Ia mendedikasikan jiwa, harta
dan anaknya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak lama berselang, maka meledaklah perang Uhud. Amr bin Jamuh
menyaksikan para putranya sedang bersiap-siap untuk menghadapi para
musuh Allah. Ia mendapati mereka setiap pagi dan petang bagaikan para
singa di tengah hutan. Mereka begitu semangat untuk mendapatkan
kesyahidan dan meraih ridha Allah. Kondisi ini membuat ia turut
bersemangat. Ia bertekad untuk berangkat bersama mereka berjihad di
bawah panji Rasulullah Saw. Akan tetapi anak-anaknya bersepakat untuk
menghalangi ayah mereka untuk melaksanakan niatnya... Sebab ayahnya
yaitu seorang yang amat tua renta. Ditambah lagi, kakinya amat
pincang.Padahal Allah Swt sudah memberikan dispensasi baginya. Maka
anak-anaknya berkata kepada Amr: “Wahai ayah, Allah telah
memaafkanmu. Mengapa engkau membebani dirimu sendiri padahal Allah
sudah memaafkanmu?!”
Maka Amr yang tua renta pun menjadi amat berang. Ia langsung
datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadukan mereka kepada
Beliau. Ia berkata: “Wahai Nabi Allah, anak-anakku ingin melarangku
untuk melakukan kebaikan ini. Mereka beralasan sebab kakiku pincang.
Demi Allah, aku berharap dapat menginjak surga dengan kaki ku yang
pincang ini.”
Maka Rasul Saw bersabda kepada anak-anak Amr: “Biarkan ia; semoga
Allah memberikan kesyahidan baginya.”
Maka anak-anak Amr membiarkan ayah mereka sebab taat dengan
perintah Rasulullah Saw.
Begitu waktu berangkat di umumkan, maka Amr bin Jamuh
mengucapkan kata berpisah kepada istrinya seperti ucapan perpisahan
seorang yang tak akan kembali lagi. Ia lalu menghadap kiblat dan
mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berdoa: “Ya
Allah berikanlah aku kesyahidan dan jangan kembalikan aku kepada
keluarga lagi dengan rasa putus asa”
Lalu ia berangkat dengan dilindungi oleh ketiga anaknya dan pasukan
yang banyak dari Bani Salamah. Saat peperangan berkecamuk dengan
sengit, dan manusia sudah mulai terpisah dari barisan Rasulullah Saw, Amr
bin Jamuh terlihat pada barisan pertama. Ia melompat dengan kakinya
yang sehat sambil berseru: “Aku merindukan surga!!! Aku merindukan
surga!!!” dan dibelakangnya terlihat anaknya yang bernama Khallad.
Kedua anak beranak ini membabatkan pedang mereka seraya
melindungi Rasulullah Saw dari musuh hingga keduanya tersungkur
sebagai syahid di medan laga. Jarak kematian sang anak dari ayahnya
hanya sedikit berselang.
Begitu peperangan berhenti, Rasul Saw berdiri dihadapan para jenazah
untuk menguruk tanah kubur mereka. Beliau bersabda kepada para
sahabatnya: “Biarkan darah dan luka mereka, aku menjadi saksi bagi
mereka semua!” Lalu Beliau bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang
terluka di jalan Allah, kecuali pada hari kiamat ia akan datang dengan
darah mengalir yang warnanya seperti warna za’faran dan wangi seperti
wangi misyk.” Beliau juga bersabda: “Kuburkanlah Amr bin Jamuh
bersama Abdullah bin Amr; mereka berdua yaitu orang yang saling
mencinta dan satu barisan di dunia.”
Semoga Allah meridhai Amr bin Jamud dan para sahabatnya yang
menjadi Syuhada Uhud. Dan semoga Allah memberikan cahaya dikubur
mereka.
Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Amr bin Jamuh silahkan
melihat:
1. Al Ishabah 1/529 atau terjemah 5797
2. Sifathus Shafwah: 1/265
Abdullah Bin Jahsy
“Orang Pertama yang Disebut sebagai Amirul Mukminin”
Tokoh sahabat yang akan kami paparkan saat ini yaitu seseorang yang
begitu akrab dengan Nabi Saw dan salah seorang yang pertama kali
memeluk Islam.
Dia yaitu anak dari bibi (sepupu) Rasulullah Saw, sebab ibu
Abdullah yang bernama Umaimah binti Abdul Muthalib yaitu bibi
Rasulullah Saw.
Dia juga menjadi ipar Rasulullah Saw, sebab saudarinya yang
bernama Zainab binti Jahsy yaitu salah seorang istri Nabi Saw dan
menjadi salah seorang ummahatul mu’minin.
Dia yaitu orang yang pertama disematkan dengan panji Islam. Dia
juga yang merupakan orang pertama yang mendapatkan gelar Amirul
Mukminin. Dialah Abdullah bin Jahsy Al Asady
Abdullah bin Jahsy masuk Islam sebelum Nabi Saw masuk ke dalam
Darul Arqam. Dia juga termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam.
Saat Nabi Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke
Madinah untuk menyelamatkan agama mereka dari siksaan kaum Quraisy,
Abdullah bin Jahsy yaitu menjadi orang kedua kaum Muhajirin sebab
tidak ada yang mampu mendahuluinya mendapatkan kemuliaan ini selain
Abu Salamah.16
Berhijrah di jalan Allah Swt dengan meninggalkan keluarga dan tanah
air bukanlah hal yang baru bagi Abdullah bin Jahsy. Sebelumnya, ia pernah
berhijrah bersama beberapa anggota keluarganya ke Habasyah.
Akan tetapi hijrahnya kali ini terasa lebih luas dan lengkap. Semua
keluarga dan kerabatnya turut berhijrah bersamanya. Tak kurang anak-
anak ayahnya baik pria maupun wanita. Tua ataupun muda, bahkan anak-
anak. Rumahnya yaitu rumah Islam dan sukunya yaitu suku iman.
Abu Salamah yaitu Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal Al Makhzumy Al Qurasy, salah seorang
yang pertama masuk Islam. Dia yaitu saudara sesusu dengan Nabi Saw. Ia menikahi Ummu Salamah
yang lalu menjadi istri Nabi begitu Abu Salamah wafat. Ia meninggal di Madinah sesudah kembali
dari perang Badr… Lihat profil Ummu Salamah dalam kitab Shuwar min Hayatis Sahabiyat karya
penulis.
Sebelum mereka meninggalkan Mekkah, nampak kampung mereka
terlihat begitu sedih dan haru. Ia nampak kosong tak berpenghuni. Seolah
ia belum pernah terisi dan tidak pernah terjadi percakapan dalam rumah
yang ada di dalamnya.
Tidak lama berselang sejak Abdullah berhijrah bersama orang yang
mengikutinya, maka beberapa pembesar Quraisy keluar berkeliling
kampung di Mekkah untuk mengetahui siapa di antara kaum muslimin
yang telah pergi meninggalkan kampung mereka dan siapa yang masih
diam menetap.Salah seorang dari pembesar Quraisy tadi yaitu Abu Jahl
dan Utbah bin Rabiah.
Maka Utbah memandang ke arah rumah-rumah Bani Jahsy yang ditiup
angin pembawa debu dan pintu-pintu yang terbuka. Demi melihat itu
Utbah berkata: “Kampung Bani Jahsy kini menangisi penduduknya...” Abu
Jahl lansung menimpali: “Siapakah mereka sehingga kampung ini
menangisinya?!” lalu Abu Jahl meletakan tangannya di tembok
rumah Abdullah bin Jahsy, dan rumah ini yaitu rumah yang paling
bagus dan kaya di antara yang lainnya. Dan Abu Jahl berkuasa atas rumah
ini dan apa yang ada di dalamnya seolah ia yaitu pemiliknya.
Begitu Abdullah bin Jahsy mendengar apa yang dilakukan Abu Jahl
terhadap rumahnya, maka ia melaporkannya kepada Rasulullah Saw. Maka
Nabi Saw bertanya kepadanya: “Apakah engkau tidak rela, ya Abdullah jika
Allah Swt akan menggantikannya dengan sebuah istana di surga?” Ia
menjawab: “Tentu, saya rela ya Rasulullah!” Rasul bersabda: “Nah..
begitulah!”
Maka menjadi tenanglah jiwa dan hati Abdullah.
Hampir saja Abdullah bin Jahsy tidak sampai ke Madinah sesudah
melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan dalam hijrahnya yang
pertama dan kedua.
Hampir saja ia merasakan ketentraman di bawah naungan kaum
Anshar; sesudah ia merasakan penyiksaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, sehingga ia merasakan dengan izin Allah penyiksaan yang begitu
berat yang ia rasakan sepanjang hidupnya sejak ia masuk ke dalam Islam.
Marilah kita mendengarkan kisah pengalaman yang pahit dan
menyakitkan ini.
Rasulullah Saw mengirimkan 8 orang dari para sahabatnya untuk
melakukan tugas kemiliteran dalam Islam, salah seorang dari mereka
yaitu Abdullah bin Jahsy dan Sa’d bin Abi Waqash. Rasul Saw bersabda:
“Aku akan menunjuk pemimpin di antara kalian yaitu orang yang paling
kuat merasakan lapar dan haus.” lalu Rasul menyematkan panji
mereka kepada Abdullah bin Jahsy; dan sebab nya ia menjadi amir pertama
yang ditunjuk untuk memimpin sekelompok orang dari kaum mukminin
Rasulullah menunjukkan tujuan yang harus ditempuh oleh pasukan
Abdullah bin Jahsy dan Beliau memberikan sebuah surat kepadanya. Rasul
memerintahkan kepada Abdullah agar tidak membukanya kecuali sesudah
menyusuri perjalanan selama dua hari.
Tatkala dua hari perjalanan telah ditempuh oleh pasukan,maka
Abdullah bin Jahsy membuka surat ini , ternyata di dalamnya tertulis:
“Jika engkau telah membaca suratku ini maka berjalanlah ke arah sebuah
pohonkurma yang berada di antara Thaif dan Mekkah. Pantaulah suku
Quraisy dari sana, dan sampaikan kepada kami informasi tentang
mereka....”
Begitu Abdullah bin Jahsy selesai membaca surat ini ia langsung
berkata: “Baik, kami akan mentaati perintah Nabi Allah.”
Lalu ia berkata kepada para sahabatnya: “Rasulullah Saw
memerintahkan aku untuk pergi ke sebuah pohon kurma yang dituju agar
aku dapat memantau suku Quraisy sehingga aku dapat memberikan
informasi tentang mereka. Beliau melarangku untuk memaksa salah
seorang di antara kamu untuk pergi menemaniku. Siapa yang ingin
mendapatkan kesyahidan dan ingin melakukannya, maka silahkan
menemaniku, barang siapa yang enggan melakukannya maka silahkan
kembali dan ia tidaklah tercela.”
Kaumnya menjawab: “Kami mendengar dan taat kepada Rasulullah
Saw. Kami akan berangkat bersamamu sebagaimana Nabi menyuruhmu.”
Lalu pasukan tadi melanjutkan perjalanan mereka hingga tiba di pohon
kurma yang dimaksud dan mereka lalu mencari berita lewat kafilah yang
lewat untuk mendapatkan informasi tentang kaum Quraisy.
Mereka masih melakukan tugas hingga akhirnya mereka melihat dari
kejauhan datangya sebuah kafilah Quraisy yang terdiri dari 4 orang yaitu
Amr bin Al Hadramy, Al Hakam bin Kaisan,Utsman bin Abdullah dan
saudaranya yang bernama Al Mughirah. Mereka berempat membawa
barang dagangan suku Quraisy yang berisikan antara lain kulit, anggur
kering dan komoditas lain yang biasa diperdagangkan oleh suku Quraisy.
Ketika itu para sahabat Rasul tadi mulai bermusyawarah. Hari itu
yaitu hari terakhir dari bulan-bulan haram18 dimana perang dilarang.
Mereka lalu berkata: Jika kita membunuh mereka sekarang, maka kita
membunuh mereka dalam bulan haram. Dan itu berarti merusak
Diriwayatkan bahwa panji pertamayang disematkan dalam Islam yaitu yang diberikan
kepada Hamzah bin Abdul Muthalib ra, ada juga yang berpendapat berbeda.
Bulan-bulan Haram yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Bangsa Arab
melarang terjadinya perang dalam bulan-bulan ini.
kehormatan bulan ini dan dapat membangkitkan amarah semua bangsa
Arab... Jika kita membiarkan mereka, hingga hari ini berakhir maka
mereka akan masuk ke tanah haram19 dan mereka akan berada dalam
wilayah yang aman sehingga tidak bisa kita serang.”
Mereka terus bermusyawarah hingga mereka sepakat untuk menyerang
mereka dan membunuhnya dan merampas harta bawaan mereka sebagai
ghanimah... dalam beberapa saat saja mereka dapat membunuh salah
seorang dari mereka20, menawan 2 orang21, dan satunya lagi berhasil
melarikan diri.
Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya menggiring kedua tawanan
dan barang bawaannya menuju Madinah. Begitu mereka menghadap
Rasulullah saw dan mengetahui apa yang mereka telah lakukan maka
Rasulullah Saw langsung menolaknya dengan keras. Beliau bersabda
kepada mereka: “Demi Allah, aku tidak memerintahkan kalian untuk
berperang. Aku memerintahkan kalian untuk memberikan informasi
tentang kaum Quraisy dan mengawasi gerak-gerik mereka.”
Rasul Saw melihat kondisi kedua tawanan tadi dan memutuskan
perkara mereka... Rasul Saw menolak barang bawaan mereka dan Beliau
tidak mengambil sedikitpun darinya.
Pada saat itu Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya merasa amat
menyesal dan mereka merasa yakin bahwa mereka akan celaka sebab
melanggar perintah Rasulullah Saw.
Beban terasa semakin bertambah bagi mereka saat para sahabat mereka
yang lain mulai mencerca mereka dan menjauh saat berpapasan dengan
mereka dengan berkata: “Mereka telah melanggar perintah Rasulullah
Saw!”
Mereka semakin merasa terjepit saat mengetahui bahwa suku Quraisy
menjadikan kejadian ini sebagai preseden buruk untuk mengalahkan dan
menangkap Rasulullah Saw dan menyebarkan berita ini ke seluruh kabilah
Arab. Kaum Quraisy mengatakan: “Muhammad kini telah menghalalkan
bulan haram. Ia telah menumpahkan darah, merampas harta dan menahan
tawanan.”
Tidak usah ditanyakan betapa kesedihan yang dirasakan oleh Abdullah
bin Jahsy dan para sahabatnya akibat derita yang mereka rasakan. Dan juga
19
Maksudnya memerangi mereka yaitu tindakan yang haram sebab mereka sudah memasuki
tanah haram Mekkah.
20
Dia yaitu Amr bin Al Hadhramy
21
Salah seorang dari mereka yaitu Al Hakam bin Kaisan budak Hisyam bin Al Mughirah orang
tua Abu Jahl. Ia masuk Islam dan menjalankan keislamannya dengan baik dan ia mati syahid dalam
peristiwa Bi’ru Ma’unah.
sebab rasa malu mereka kepada Rasulullah Saw sebab telah membuat
Rasulullah Saw dalam kesusahan.
Saat bencana begitu besar terasa menimpa mereka, dan musibah yang
berat terasa maka datanglah sebuah kabar gembira yang mengabarkan
bahwa Allah Swt telah ridha dengan perbuatan mereka. Dan Allah telah
menurunkan sebuah ayat kepada Nabi-Nya tentang hal ini.
Janganlah ditanya betapa gembiranya mereka. Para manusia saat itu
berdatangan kepada mereka sambil memeluk dan mengucapkan selamat;
dan mereka semua membacakan ayat yang turun berkenan dengan apa
yang telah mereka perbuat yang tercantum dalam Al Qur’an Al Karim.
Telah turun kepada Nabi Saw firman Allah Swt:
y7 tΡθ è= t↔ ó¡o„ Ç⎯tã Ìöꤶ9$# ÏΘ#tys ø9$# 5Α$ tFÏ% ϵŠÏù ( ö≅è% ×Α$ tFÏ% ϵŠÏù ×Î6 x. ( <‰|¹ uρ ⎯tã È≅‹ Î6 y™
«!$# 7øà2 uρ ⎯ϵ Î/ ωÉf ó¡yϑ ø9$#uρ ÏΘ#ty⇔ø9$# ßl# t÷z Î)uρ ⎯Ï& Î#÷δ r& çµ ÷ΨÏΒ çt9 ø.r& y‰Ψ Ïã «!$# 4
èπ uΖ÷G Ïø9$#uρ çt9 ò2 r& z⎯ÏΒ È≅ ÷Fs)ø9$# 3
“Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram.
Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu yaitu dosa besar; tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya
dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat
fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh.” (QS. Al-Baqarah,
[2] : 217)
Begitu ayat-ayat ini turun maka jiwa Rasulullah Saw menjadi tenang;
maka Rasul baru mau mengambil barang bawaan tadi sebagai ghanimah
dan meminta tebusan dari dua tawanan tadi. Dan ia pun menerima akan
tindakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya;
sebab perang yang mereka lakukan menjadi sebuah peristiwa besar dalam
sejarah kaum muslimin. Ghanimah dalam peristiwa ini yaitu ghanimah
pertama yang diambil dalam sejarah Islam. Musuh yang terbunuh dalam
peristiwa ini yaitu orang musyrik pertama yang ditumpahkan darahnya
oleh kaum muslimin. Kedua tawanannya yaitu tawanan pertama yang
berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Panji pasukan ini yaitu panji
pertama yang disematkan oleh tangan Rasulullah Saw. dan amir pasukan
ini yaitu Abdullah bin Jahsy sebagai orang pertama yang dipanggil
dengan Amirul Mukminin.
Lalu terjadilah peristiwa Badr dimana Abdullah Bin Jahsy mendapatkan
ujian yang paling terhormat yang cocok dengan keimanannya.
lalu datanglah peristiwa Uhud. Abdullah bin Jahsy dan temannya
yang bernama Sa’d bin Abi Waqash memiliki sebuah kisah yang tak
terlupakan. Sekarang kita persilahkan Sa’d untuk bercerita kisah mereka
berdua.
Sa’d bin Abi Waqash berkisah: “Saat perang Uhud, Abdullah bin Jahsy
menemuiku sambil bertanya: ‘Apakah engkau sudah berdo’a kepada Allah?’
Aku menjawab: ‘Sudah.’ Lalu kami menepi dan akupun berdo’a: “Ya Tuhan,
jika aku berjumpa dengan seorang musuh, maka pertemukanlah aku
dengan seorang yang kuat dan bengis sehingga aku memeranginya dan ia
memerangiku. Berikanlah aku kemenangan atasnya sehingga aku dapat
membunuhnya dan mengambil barang bawaannya.” Lalu Abdullah bin
Jahsy mengaminkan do’aku. lalu Abdullah berdo’a: “Ya Allah,
berikanlah kepadaku seorang musuh yang kuat dan bengis sehingga aku
dapat memeranginya di jalan-Mu dan ia memerangiku. Lalu ia dapat
mengalahkan aku dan mengambil hidung dan telingaku. Jika esok aku
menjumpai-Mu, Engkau akan bertanya: ‘Mengapa hidung dan telingamu
terputus?’ aku akan menjawabnya: ‘Keduanya terputus sebab berjuang di
jalan-Mu dan membela Rasul-Mu’ dan Engkau pun akan berkata: ‘Engkau
benar!’
Sa’d bin Abi Wqash berkata: “Do’a Abdullah bin Jahsy lebih baik dari
do’aku. Pada penghujung hari aku melihatnya. Ia telah terbunuh dan
tercabik-cabik. Hidung dan telinganya tergantung di sebuah pohon dengan
sebuah benang.
Allah Swt telah mengabulkan do’a Abdullah bin Jahsy dan
memuliakannya dengan mendapatkan syahadah sebagaimana Allah telah
memuliakan pamannya pemimpin para syuhada yaitu Hamzah bin Abdul
Muthalib.
Maka Rasulullah Saw menguburkan mereka berdua dalam satu kubur,
dan air mata Beliau yang suci membasahi kubur mereka yang harum
dengan semerbak bau syahadah.
Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah
(‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah)
“Setiap Ummat Memiliki Orang yang Amin (Terpercaya), dan Amin
Ummat ini yaitu Abu Ubadah” (Muhammad Rasulullah)
Dia memiliki wajah yang tenang. Paras yang berwibawa. Badan yang
kurus. Postur yang tinggi. Alis yang tipis... Sedap dipandang mata. Enak
untuk dilihat. Damai terasa di hati.
Dia juga yaitu orang yang ramah. Suka rendah hati. Pemalu. Akan
tetapi dalam situasi serius ia bagai seekor singa yang menerkam.
Dia serupa dengan mata pedang yang begitu indah dan berkarisma, dan
juga tajam dan dapat membabat layaknya pedang.
Dialah Amin ummat Muhammad, ‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah Al
Fihry Al Qurasy yang dipanggil dengan nama Abu Ubaidah.
Abdullah bin Umar ra pernah mendeskripsikan sosoknya dengan
ucapannya: Tiga orang dari suku Quraisy yang paling terkemuka. Memiliki
akhlak yang paling baik. Paling pemalu. Jika mereka berbicara denganmu
maka mereka tidak akan berdusta. Dan jika engkau berbicara dengan
mereka, mereka tak akan mendustaimu. Ketiganya yaitu : Abu Bakar As
Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah.
Abu Ubaidah yaitu termasuk orang pertama yang masuk ke dalam
Islam. Ia masuk Islam sehari sesudah Abu Bakar. Ia memeluk Islam sebab
jasa Abu Bakar. Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah, Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Mazh’un22 dan Al Arqam bin Abi Al Arqam datang menghadap
Nabi Saw dan menyatakan dihadapan Beliau kalimat kebenaran. Dan
mereka semua menjadi pilar pertama tempat dibangunnya kerajaan Islam
yang agung.
Utsman bin Mazh’un: dia yaitu seorang ahli hikmah pada masa Jahiliyah. Ia pernah turut
serta dalam perang Badr dan wafat pada tahun 2 H. Dia termasuk orang yang pertama dari kaum
Muhajirin yang meninggal di Madinah, dan termasuk orang pertama yang dikuburkan di Baqi.
Abu Ubaidah mengalami pengalaman keras yang dirasakan kaum
muslimin selagi berada di Mekkah sejak pertama hingga akhir. Dia juga
merasakan penderitaan kaum muslimin pada masa-masa awal atas segala
penderitaan, sakit dan kesedihan yang tidak pernah dirasakan oleh para
pengikut agama di muka bumi ini. Namun ia tetap teguh menghadapi ujian
ini, dan senantiasa mentaati dan membenarkan Allah dan Rasul-Nya dalam
segala kondisi.
Akan tetapi ujian yang diderita oleh Abu Ubaidah pada perang Badr
yaitu sebuah penderitaan yang tidak dapat digambarkan oleh siapapun.
Ketika perang Badr, Abu Ubaidah menyerang di antara barisan dengan
begitu berani dan tak memiliki kegentaran sedikitpun. Kaum musyrikin jadi
takut dibuatnya. Ia berputar-putar di medan laga seolah tidak takut mati.
Para penunggang kuda suku Quraisy menjadi gentar dibuatnya dan mereka
berusaha menjauhi diri dari Abu Ubaidah setiap kali bertemu.
Akan tetapi ada seorang di antara mereka yang senantiasa mengajak
duel Abu Ubaidah ke mana saja ia pergi, dan Abu Ubaidah senidiri selalu
menjauhkan diri darinya.
Orang ini terus mendesak dan menyerang, sementara Abu
Ubaidah selalu menjauh darinya. Orang ini akhirnya menutup semua
jalan bagi Abu Ubaidah, dan berdiri membatasi ruang gerak Abu Ubaidah
sehingga tidak dapat membunuh musuh Allah lainnya.
Saat Abu Ubaidah sudah merasa geram, maka Abu Ubaidah
melayangkan pedangnya ke arah kepala orang tadi sehingga terbelah dua;
dan akhirnya orang itu tewas dihadapan Abu Ubaidah.
Tidak usah Anda –wahai pembaca yang budiman- menebak siapakah
orang yang tewas ini.
Bukankah sudah aku katakan bahwa pengalaman keras yang
dirasakannya sudah tak terbayangkan lagi?
Engkau akan pusing dibuatnya jika engkau mengetahui bahwa orang
yang tewasw yaitu Abdullah bin Al Jarrah ayah dari Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya, akan tetapi ia membunuh
kemusyrikan yang berada dalam diri ayahnya.
Maka Allah Swt menurunkan sebuah ayat tentang Abu Ubaidah dan
ayahnya yang berbunyi:
ω ߉ÅgrB $ YΒ öθ s% šχθ ãΖÏΒ ÷σム«!$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9$#uρ ÌÅz Fψ$# šχρ–Š!#uθ ムô⎯tΒ ¨Š!$ ym ©!$#
…ã& s!θ ß™ u‘ uρ öθ s9uρ (#þθ çΡ% Ÿ2 öΝèδ u™!$ t/# u™ ÷ρ r& öΝèδ u™!$ oΨ ö/r& ÷ρ r& óΟßγ tΡ≡uθ ÷z Î) ÷ρ r& öΝåκsEuϱtã 4
y7 Íׯ≈ s9'ρ é& |=tFŸ2 ’ Îû ãΝÍκÍ5θ è= è% z⎯≈ yϑƒ M}$# Νèδy‰−ƒ r&uρ 8yρ ãÎ/ çµ÷Ψ ÏiΒ ( óΟßγ è= Åz ô‰ãƒ uρ ;M≈̈Ζy_
“ ÌøgrB ⎯ÏΒ $ pκÉJ øt rB ã≈ yγ ÷ΡF{$# t⎦⎪ Ï$ Î#≈ yz $ yγ‹ Ïù 4 š_ ÅÌu‘ ª!$# öΝåκ÷]tã (#θ àÊ u‘ uρ çµ ÷Ψtã 4
y7 Íׯ≈ s9'ρ é& Ü> ÷“Ïm «!$# 4 Iω r& ¨βÎ) z>÷“ Ïm «!$# ãΝèδ tβθ ßs Î= øçRùQ$# ∩⊄⊄∪
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang
datang dibandingkan -Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan
Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah
golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah [58] : 22)
Bagi Abu Ubaidah ini bukanlah sebuah hal yang menakjubkan.
Kekuatan imannya kepada Allah dan pembelaannya kepada agama, dan
amanah kepada ummat Muhammad telah mencapai sebuah posisi yang
dicita-citakan oleh sebuah jiwa yang besar di sisi Allah.
Muhammad bin Ja’far berkisah: Sebuah rombongan Nasrani datang
kepada Nabi Saw dan mereka berkata: “Wahai Abu Qasim, utuslah kepada
kami salah seorang sahabatmu yang kau sukai untuk memutuskan sebuah
perkara tentang harta kami yang membuat kami menjadi berselisih, sebab
kalian wahai kaum muslimin yaitu orang-orang yang kami sukai.”
Rasulullah Saw langsung menjawab: “Datanglah kepadaku malam hari,
nanti aku akan mengirimkan seorang yang kuat dan terpercaya kepada
kalian.” Umar bin Khattab berkata: “Maka aku pergi berangkat shalat
Zhuhur lebih awal. Dan aku tidak pernah berharap mendapatkan jabatan
pada hari itu kecuali pada hari itu agar aku menjadi orang yang ditunjuk
untuk menyelesaikan perkara ini. Begitu Rasulullah Saw menyelesaikan
shalat Zhuhurnya, Beliau melihat ke kanan dan ke kiri. Aku berusaha
meninggikan badanku agar terlihat olehnya. Ia tetap saja menyisirkan
pandangannya kepada kami sehingga Beliau melihat ke arah Abu Ubaidah
bin Al Jarrah. Beliau langsung memanggilnya seraya bersabda: ‘Pergilah
kepada mereka. Putuskanlah perkara yang tengah mereka perselisihkan
dengan benar!’ dan akhirnya Abu Ubaidah pergi ke tempat mereka.”
Abu Ubaidah bukan saja merupakan orang yang amanah, akan tetapi ia
juga merupakan orang yang sanggup mengkombinasikan kekuatan dengan
amanah. Kekuatan yang dimilikinya ini sering kali muncul dalam banyak
kesempatan:
Suatu hari Rasulullah Saw mengutus sekelompok orang dari para
sahabatnya untuk mencegat sebuah kafilah suku Quraisy. Dan Rasulullah
Saw menunjuk sebagai Amir (pemimpin) mereka yaitu Abu Ubaidah ra.
Rasulullah membekali mereka dengan sekantong kurma saja. Abu Ubaidah
memberikan hanya satu kurma saja kepada masing-masing sahabatnya
dalam sehari. Maka setiap orang menghisap kurma ini sebagaimana
seorang bayi menghisap payudara ibunya, lalu mereka meminum air.
Dan semuanya merasa cukup dengan makanan seperti itu hingga malam
hari.
Dalam perang Uhud saat kaum muslimin mengalami kekalahan dan
kaum musyrikin mulai meneriakkan: “Tunjukkan kepadaku dimana
Muhammad! Tunjukkan kepadaku dimana Muhammad! Saat itu Abu
Ubaidah yaitu salah seorang dari jamaah yang melindungi Rasulullah
Saw dengan dada mereka dari serangan tombok musyrikin.
Saat perang sudah usai, gigi geraham Rasulullah pecah. Kening Beliau
memar. Dan di pipi Beliau ada dua buah biji baja yang menempel. Maka
Abu Bakar As Shiddiq datang menghampiri Rasulullah Saw untuk
mencabut kedua biji bahwa ini dari pipi Beliau. Maka Abu Ubaidah
berkata kepada Abu Bakar: “Aku bersumpah kepadamu, biarkan aku saja
yang melakukannya.” Maka Abu Bakar pun membiarkan Abu Ubaidah
melakukannya. Lalu Abu Ubaidah merasa khawatir jika ia mencabut
dengan tangannya maka akan membuat Rasulullah Saw merasa sakit. Maka
Abu Ubaidah menggigit salah satu biji baja tadi dengan gigi serinya dengan
bergitu kuat. Ia berhasil mengeluarkan biji baja ini dan satu gigi
serinya pun ikut tanggal… lalu ia menggigit biji baja yang kedua
dengan gigi serinya yang lain, kali ini ia pun berhasil mengeluarkannya
dan satu giginya lagi-lagi ikut tanggal.
Abu Bakar berkata: “Abu Ubaidah yaitu manusia yang paling bagus
dalam menanggalkan giginya.”
Abu Ubaidah turut serta bersama Rasulullah Saw semua peperangan
sejak ia mengenal Rasul hingga Beliau wafat.
Saat hari Tsaqifah23, Umar berkata kepada Abu Ubaidah: “Ulurkan
tanganmu agar dapat aku bai’at, sebab aku pernah mendengar Rasulullah
Saw bersabda: ‘Setiap ummat memiliki seorang Amin (orang yang
dipercaya), dan engkau yaitu Amin ummat ini).”
Abu Ubaidah menjawab: “Aku tidak akan maju di hadapan seorang pria
yang diperintahkan Rasulullah Saw untuk menjadi imam kita dalam shalat,
dan kita mempercayainya sehingga Rasulullah Saw wafat.”
lalu Abu Bakar pun di bai’at. Dan Abu Ubaidah yaitu penasihat
dan kawan Abu Bakar yang terbaik dalam masalah kebenaran.
lalu Abu Bakar menyerahkan khilafah sesudah nya kepada Umar
bin Khattab. Abu Ubaidah juga tunduk dan taat kepada Umar. Ia tidak
pernah melanggar perintah Umar kecuali satu kali saja.
Apakah engkau tahu masalah apakah yang membuat Abu Ubaidah
melanggar perintah khalifah?!
Hal itu terjadi saat Abu Ubaidah bin Al Jarrah sedang memimpin
pasukan muslimin di negeri Syam dari satu kemenangan ke kemenangan
yang lain, sehingga Allah berkenan untuk menaklukkan semua daerah
Syam di bawah komandonya.
Pasukan yang dipimpinnya berhasil menaklukkan sungai Eufrat di
daerah timur dan Asia kecil di utara.
Pada saat itu di negeri Syam sedang mewabah penyakit Thaun yang
belum pernah diketahui oleh manusia saat itu sebelumnya; Penyakit
ini berhasil membunuh banyak manusia. Maka Umar bin Khattab
berinisiatif untuk mengutus seorang utusan kepada Abu Ubaidah dengan
membawa sebuah surat yang berbunyi: “Aku memerlukan bantuanmu
tanpa interupsi sedikitpun darimu. Jika suratku ini datang kepadamu pada
malam hari, maka dengan segera aku memintamu untuk datang kepadaku
tanpa perlu menunggu datangnya shubuh. Jika suratku ini datang
kepadamu pada waktu siang. Aku meminta segera kepadamu untuk datang
kepadaku tanpa perlu menunggu hingga senja tiba.”
Begitu Abu Ubaidah menerima surat dari Umar Al Faruq, ia berkata:
“Aku mengerti kepentingan Amirul Mukminin terhadap diriku. Ia
menginginkan agar aku tetap hidup meski yang lainnya binasa.” Lalu ia
menuliskan sebuah surat kepada Amirul Mukminin yang berbunyi: “Wahai
Amirul Mukminin, Aku mengerti kepentinganmu terhadap diriku. Aku kini
sedang bersama para tentara muslimin dan aku tidak ingin menjaga diriku
agar terhindar dari penyakit yang mereka derita. Aku tidak ingin
meninggalkan mereka sehingga Allah menentukan keputusannya bagi
diriku dan mereka. Jika suratku ini telah sampai kepadamu, maka
biarkanlah aku, dan izinkan aku untuk tetap tinggal di sini.”
Yang dimaksud dengan hari Tsaqifah yaitu hari dimana Abu Bakar ra di baiat menjadi
khalifah. Pembaiatan ini terjadi di Tsaqifah Bani Sa’idah
Begitu Umar membaca surat Abu Ubaidah, maka ia langsung menangis
dan matanya langsung sembab. Maka orang yang berada di sekelilingnya
bertanya –sebab merasa heran dengan tangis Umar yang begitu keras-:
“Apakah Abu Ubaidah telah meninggal, wahai Amirul Mukminin?” Ia
menjawab: “Tidak, akan tetapi kematian telah mengintainya.”
Benar dugaan Umar, sebab tidak lama lalu Abu Ubaidah terkena
Thaun. Begitu ia menjelang kematian ia berwasiat kepada tentaranya: “Aku
berwasiat kepada kalian, jika kalian menerimanya kalian akan senantiasa
berada dalam kebaikan: Dirikanlah shalat, tunaikan zakat, jalankan puasa
Ramadhan, bersedekahlah, berhaji dan berumrahlah, saling wasiat, dan
taatlah kepada pemimpin kalian dan jangan kalian melanggarnya!
Janganlah dunia membuat kalian lalai. sebab meski seseorang diberi
umur 1000 tahun maka pastilah ia akan merasakan kondisi seperti yang
kalian lihat pada diriku ini.
Allah telah menetapkan kematian kepada anak Adam dan mereka
semua akan mati. Yang paling bijak di antara mereka yaitu yang paling
taat kepada Tuhannya, dan yang paling mengerti akan hari pembalasan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.”
lalu ia menoleh ke arah Muadz bin Jabal seraya berkata: “Ya
Muadz, imamilah manusia untuk shalat!”
Begitu ia menghembuskan nafas terakhirnya, maka Muadz pun berdiri
dan berseru: “Wahai manusia, kalian telah dibuat kaget oleh seorang pria
yang demi Allah aku tidak pernah tahu bahwa aku pernah melihat seorang
pria yang begitu lapang dadanya, senantiasa menjauhi kedengkian, dan
amat berpesan tentang ummat ini yang lebih baik darinya. Maka mohonlah
rahmat Allah baginya dan semoga Allah merahmati kalian!”
Abdullah Bin Mas’ud
Orang Pertama yang Berani Membaca Al Qur’an dengan Jahr (Keras)
sesudah Rasulullah Saw
“Barang Siapa yang Suka Membaca Al Qur’an Sesegar Seperti Baru
Turun, Maka Bacalah dengan Bacaan Ibnu Ummi Abd” (Muhammad
Rasulullah)
Saat itu ia yaitu seorang anak kecil yang belum juga sampai pada usia
baligh. Ia tumbuh di sebuah lereng Mekkah yang jauh dari keramaian
manusia. Ia memiliki domba yang ia gembalakan milik salah seorang
pembesar Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi Muayyath.24
Kebanyakan orang memanggilnya dengan Ibnu Ummi Abdin. Nama
sebenarnya yaitu Abdullah. Nama ayahnya yaitu Mas’ud.
Bocah ini mendengar kisah Nabi Saw yang tersiar di kalangan
kaumnya, namun ia tidak perduli dengan berita ini sebab saat itu ia
masih kecil dari satu sisi, dan sebab ia terisolir jauh dari masyarakat
Mekkah dari sisi lain. Ia terbiasa untuk keluar rumah pada pagi hari
dengan menggembala domba milik Uqbah, dan tidak kembali kecuali bila
malam sudah tiba.
Pada suatu hari bocah yang bernama Abdullah bin Mas’ud ini melihat
ada 2 orang pria dewasa yang sedang berjalan ke arahnya dari jauh.
Keduanya terlihat letih. Mereka amat kehausan sehingga kedua bibir dan
tenggorokan mereka kering.
Begitu keduanya berdiri di hadapan bocah ini maka mereka
mengucapkan salam kepadanya dan berkata: “Wahai ananda, tolong
peraskan susu domba-domba ini untuk menghilangkan rasa haus kami dan
membasahi tenggorokan kami.” Maka bocah tadi berkata: “Aku tidak akan
melakukannya. Domba-domba ini bukan milikku. Aku hanya dipercayakan
untuk menggembalanya saja!” Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang
Dia yaitu Uqbah bin Aban bin Dzakwan bin Ummayyah bin Abdus Syams, salah seorang
pembesar Quraisy pada masa jahiliyah. Panggilannya yaitu Abul Walid dan panggilan ayahnya yaitu
Abu Muayyath dan dengan nama panggilan ini yang lebih masyhur di kalangan manusia. Dia yaitu
orang yang amat menentang Rasulullah Saw dan menyiksa kaum muslimin. Ia terbunuh sesudah perang
Badr.
dikatakan oleh bocah ini, dan nampak dari kedua wajah mereka bahwa
mereka menerima apa yang dikatakannya. lalu salah seorang di
antara mereka berkata kepada bocah tadi: “Tunjakan kepadaku seekor
domba jantan!” Maka bocah ini menunjuk ke arah seekor domba kecil
yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia
mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama
Allah. Bocah tadi melihat apa yang dilakukan pria ini dengan amat heran.
Ia berkata dalam dirinya: “Bagaimana bisa seekor domba jantan kecil dapat
mengeluarkan susu?!”
Akan tetapi puting susu kambing tadi menggelembung, dan lalu mulai
keluarlah susu dengan begitu banyaknya. Lalu pria yang satunya lagi
mengambil sebuah batu kering dari tanah. lalu batu ini ia isi
dengan susu. Dan keduanya minum dari batu ini .Lalu keduanya
memberikan susu ini kepadaku untuk diminum, dan aku hampir saja
tidak mempercayai apa yang baru saja aku lihat.
Begitu kami sudah merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan
susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu ini
sehingga puting kambing kembali seperti sediakala.
Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi:
“Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau yaitu
seorang bocah yang terpelajar!”
Peristiwa ini yaitu awal kisah Abdullah bin Mas’ud dengan
Islam. sebab pria yang penuh berkah tadi tiada lain yaitu Rasulullah
Saw, dan sahabat yang menyertainya saat itu yaitu Abu Bakar As Shiddiq
ra.
Mereka berdua pada hari itu pergi menuju lereng-lereng Mekkah,
sebab menghindari penyiksaan yang akan ditujukan kepada mereka oleh
suku Quraisy.
Sebagaimana bocah tadi begitu mencintai Rasulullah Saw dan
sahabatnya tadi. Maka bocah tadi juga telah membuat Rasul dan
sahabatnya merasa takjub sehingga keduanya memberikan amanat yang
besar dan mengawasi perkembangan kebaikan pada dirinya.
Tidak berselang lama sejak itu maka Abdullah bin Mas’ud menyatakan
masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw untuk
membantu Beliau. Maka Rasulullah Saw menjadikan dia sebagai
pembantunya.
Sejak saat itu bocah yang beruntung ini berpindah jabatan dari tadinya
sebagai penggembala domba dan kini menjadi seorang pembantu
pemimpin seluruh makhluk dan ummat.
Abdullah bin Mas’ud terus mendampingi Rasulullah Saw seperti sebuah
bayangan. Ia terus menemani Rasulullah Saw baik dalam kondisi menetap
atau saat bepergian. Ia juga mendampingi Rasulullah Saw baik di dalam
maupun di luar rumah.
Dialah yang membangunkan Rasulullah Saw saat Beliau tidur. Dia yang
menutupi Rasul bila Beliau sedang mandi. Dia yang memakaikan sandal,
bila Rasul hendak keluar. Dan melepaskannya lagi bila Rasulullah Saw
hendak masuk ke rumah. Dia yang membawa tongkat dan siwak Rasul.
Dan dialah yang masuk ke dalam kamar Rasulullah bila Beliau hendak
tidur.
Bahkan Rasulullah Saw mengizinkan Abdullah bin Masud untuk masuk
ke rumahnya kapan saja ia berkehendak. Dan Rasul Saw membiarkan
Abdullah mengetahui rahasia Beliau tanpa pernah merasa resah, sehingga
ia dikenal dengan sebutan ‘penjaga rahasia Rasulullah Saw.’
Abdullah bin Mas’ud di bina di rumah Rasulullah Saw sehingga ia
dapat menyerap petunjuk yang diberikan Rasul dan berakhlak seperti
akhlak Beliau. Ia mengikuti jejak Rasul dalam setiap gerak-geriknya,
sehingga ada yang mengatakan: ‘Dia yaitu manusia yang paling dekat
kepada Rasul