Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 3


 kedua mata Rasul Saw meneteskan air mata. Beliau pun bersabda: “Demi 

jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Ini yaitu  kenikmatan yang 

akan dipertanyakan kepada kalian di hari kiamat. Jika kalian menemukan 

makanan seperti ini dan kalian sudah mulai memegangnya dengan tangan 

kalian maka bacalah: Bismillah. Jika kalian sudah merasa kenyang maka 

bacalah: Alhamdulillah Alladzi Huwa Asyba’na wa An’ama alaina fa 

Afdhala (Segala puji bagi Allah Yang telah membuat kami merasa kenyang 

dan telah menganugerahkan kepada kami sehingga membuat kami menjadi 

mulia). 

Lalu Rasulullah Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayub: “Datanglah 

menghadap kami besok hari!”  

Rasulullah Saw yaitu  seorang yang bila menerima jasa baik dari orang 

lain maka ia ingin membalas kebaikan ini ; akan tetapi Abu Ayub 

belum pernah mendengar hal itu. 

Umar lalu berkata kepada Abu Ayub: “Nabi Saw menyuruhmu untuk 

mendatangi Beliau esok hari, wahai Abu Ayub!” 

Abu Ayub lalu berkata: “Baik dan aku akan taati perintah Rasulullah.” 

Keesokan harinya Abu Ayub datang menghadap Nabi Saw dan Nabi 

memberinya seorang budak wanita kecil untuk membantu pekerjaannya. 

Rasul berpesan kepada Abu Ayub: “Jagalah ia dengan baik, wahai Abu 

Ayub. Tidak ada yang kami dapati darinya selain kebaikan selama ia 

bersama kami.” 

  

Abu Ayub kembali ke rumahnya bersama budak wanita kecil itu. Begitu 

Ummu Ayub melihat budak tadi ia langsung bertanya: “Milik siapa budak 

ini, wahai Abu Ayub?!” Ia menjawab: “Dia milik kita… Rasul Saw telah 

memberikannya kepada kita.” Istrinya menjawab: “Agungkanlah orang 

yang memberikannya, dan alangkah mulyanya pemberian ini.” Abu Ayub 

berkata: “Rasul berpesan agar budak ini diperlakukan dengan baik.” 

Istrinya bertanya: “Apa yang mesti kita lakukan untuk melaksanakan pesan 

Rasul Saw?” Abu Ayub berkata: “Demi Allah, tidak aku dapati hal yang 

lebih baik akan wasiat Rasul Saw dibandingkan  membebaskannya.” Istrinya 

menjawab: “Engkau telah mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran. 

Engkau telah diberi taufik.” Maka akhirnya budak ini  dibebaskan oleh 

Abu Ayub. 

  

Inilah sebagian kisah kehidupan Abu Ayub Al Anshary dalam kondisi 

aman. Kalau anda berkesempatan untuk melihat kisah hidupnya dalam 

peperangan, anda akan menjumpai sebuah keajaiban. 

Abu Ayub ra mengisi hidupnya dengan berjuang di jalan Allah hingga 

ada orang yang berkata: bahwa ia tidak pernah ketinggalan mengikuti 

setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak zaman Nabi Saw 

hingga masa Mu’awiyah kecuali bila ada kegiatan lain. 

Perang terakhir yang diikutinya yaitu  saat Mu’awiyah mempersiapkan 

sebuah pasukan di bawah kepemimpinan anaknya yang bernama Yazid 

untuk menaklukan Konstantinopel. Pada saat itu, Abu Ayub yaitu  seorang 

tua renta yang berusia lebih dari 80 tahun. Namun hal itu tidak membuat 

dirinya urung untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi 

ombak lautan demi berjuang di jalan Allah Swt. 

Akan tetapi tidak lama berselang sejak pertempuran melawan musuh 

Abu Ayub jatuh sakit dan tidak mampu lagi melakukan pertempuran. Maka 

datanglah Yazid menjenguknya dan bertanya kepadanya: “Apakah engkau 

membutuhkan sesuatu, wahai Abu Ayub?” Ia menjawab: “Sampaikan 

salamku kepada para tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka: 

‘Abu Ayub berpesan kepada kalian agar kalian merangsek ke barisan 

musuh hingga batas terjauh. Bawalah Abu Ayub bersama kalian dan 

kuburkanlah ia di bawah kaki kalian dan di bawah pagar benteng 

Konstantinopel…” dan iapun menghembuskan nafasnya yang terakhir. 

  

Pasukan muslimin memenuhi keinginan seorang sahabat Rasulullah 

Saw ini. Mereka merangsek dan menyerang pasukan musuh sedikit demi 

sedikit hingga mereka sampai di pagar benteng Konstantinopel dengan 

membawa jasad Abu Ayub. 

Dan disanalah mereka menggali kubur untuk Abu Ayub dan 

menguruknya dengan tanah. 

  

Semoga Allah merahmati Abu Ayub Al Anshary. Ia telah berani mati di 

tanah musuh dengan berjuang di jalan Allah Swt, padahal umurnya saat itu 

berkisar 80 tahun. 


‘Amr Bin Al Jamuh 

“Orang Tua yang Bertekad Menginjak Surga dengan Kakinya yang 

Pincang” 

 

Amr bin Jamuh yaitu  salah seorang pembesar Yatsrib pada zaman 

jahiliah. Dia juga merupakan pemuka Bani Salamah. Dia juga terkenal 

sebagai salah satu tokoh Madinah yang penderma dan memiliki kehormtan 

diri tinggi. 

Salah satu kebiasaan para pembesar pada masa jahiliah yaitu  bahwa 

masing-masing dari mereka harus membuat sebuah berhala di rumahnya; 

agar ia mendapat keberkahan dari berhala ini  setiap pagi dan petang. 

Pada waktu musim-musim tertentu mereka juga harus menyembelih 

hewan untuk dikorbankan kepada berhala tadi, dan juga agar berhala-

berhala ini  dapat menjadi pelindung mereka pada saat-saat bahaya 

dan sempit. 

Berhala milik Amr bin Jamuh diberi nama dengan Manat yang ia buat 

dari kayu yang bagus. Amr yaitu  tokoh yang amat perhatian terhadap 

berhala ini dibandingkan tokoh yang lain. Ia menjaganya dan memberikan 

wewangian terbaik bagi berhala ini. 

  

Amr bin Jamuh sudah menginjak usia 60 tahun saat cahaya iman 

menerangi rumah-rumah penduduk Yatsrib dengan gerakan dakwah yang 

dilakukan oleh Mus’ab bin Umair. Dari tangannya telah masuk ke dalam 

Islam tiga orang anak Amr bin Jamuh yang bernama: Muawwadz, Muadz 

dan Khallad. Ada juga teman sebaya mereka yang masuk ke dalam Islam 

bernama Muadz bin Jabal. 

Bersama ketiga anaknya, telah masuk Islam juga istrinya yang bernama 

Hindun. Dan Amr bin Jamuh tidak tahu bahwa mereka semua telah 

beriman. 

Hindun, Istri Amr bin Jamuh melihat bahwa kebanyakan penduduk 

Yatsrib telah memeluk Islam; dan tidak ada seorang pembesar Madinah 

pun yang tetap berada dalam kemusyrikan selain suaminya dan beberapa 

orang yang mengikutinya. 

Istrinya berharap agar Amr bin Jamuh mati dalam keadaan kafir dan 

masuk ke dalam neraka. 

Dan Amr bin Jamuh sendiri khawatir apabila anak-anaknya 

meninggalkan agama nenek moyang mereka dan mengikuti dakwah yang 

dibawa Mus’ab bin Umair yang telah berhasil mengeluarkan banyak 

manusia dari agama mereka dalam waktu yang singkat, dan memasukkan 

mereka ke dalam agama Muhammad. 

Amr bin Jamuh lalu berkata kepada istrinya: “Ya Hindun, jagalah anak-

anakmu agar tidak berjumpa dengan pria itu (maksudnya Mus’ab bin 

Umair) sehingga kita memutuskan apa yang mesti kita lakukan terhadap 

orang ini.” Istrinya menjawab: ‘Baik kalau begitu. Akan tetapi apakah 

engkau bersedia mendengar langsung dari anakmu Muadz apa 

pendapatnya tentang orang ini?” Amr berkata: “Celaka kamu! Apakah 

Muadz telah keluar dari agamanya dan aku tidak mengetahui hal ini?” 

Istrinya yang shalihah ini lalu berkata dengan lemah lembut kepada 

suaminya yang sudah menua: “Tidak, akan tetapi ia pernah ikut beberapa 

majlis yang digelar oleh orang ini, dan ia ingat akan beberapa hal yang 

diucapkan oleh orang ini.” Lalu Amr berkata: “Panggilah dia untuk 

menghadapku...!” Saat Muadz datang dihadapannya, Amr berkata 

kepadanya: “Ceritakan kepadaku apa yang telah dikatakan oleh orang 

(Mus’ab bin Umair) ini!” Maka Muadz langsung membacakan:  

ÉΟó¡Î0 «!$# Ç⎯≈ uΗ÷q§9$# ÉΟŠ Ïm §9$# ∩⊇∪   ß‰ôϑ ys ø9$# ¬! Å_Uu‘ š⎥⎫Ïϑ n=≈ yèø9$# ∩⊄∪   

Ç⎯≈ uΗ ÷q§9$# ÉΟŠ Ïm §9$# ∩⊂∪   Å7 Î=≈ tΒ ÏΘöθ tƒ É⎥⎪ Ïe$! $# ∩⊆∪   x‚$−ƒ Î) ߉ç7÷è tΡ y‚$−ƒ Î)uρ 

Ú⎥⎫Ïè tG ó¡nΣ ∩∈∪   $ tΡω÷δ $# xÞ≡uÅ_Ç9$# tΛ⎧ É)tG ó¡ßϑ ø9$# ∩∉∪   xÞ≡uÅÀ t⎦⎪ Ï% ©!$# |M ôϑ yè÷Ρr& 

öΝÎγ ø‹n= tã Îöxî ÅUθ àÒ øóyϑ ø9$# óΟÎγ ø‹n= tæ Ÿω uρ t⎦⎫Ïj9!$ Ò9$# ∩∠∪     

“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Yang Maha Pengasih lagi 

Maha Penyayang. Sang Pemilik Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu 

lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta 

pertolongan. Tunjukilah kepada kami jalan yang lurus. Jalan yang 

Kau berikan nikmat kepada mereka, bukanlah jalan yang Kau murkai 

dan bukanlah jalan orang-orang yang sesat.”15 

Lalu Amr berkata: Alangkah indahnya ucapan ini?! Apakah semua 

pembicaraannya seperti ini?!” Muadz menjawab: ‘Bahkan lebih indah dari 

ini, wahai ayahku. Apakah engkau mau mengikutinya. Semua kaummu 

telah bersumpah setia kepada Mus’ab bin Umair!” Amr yang telah tua 

berdiam diri sejenak lalu berkata: “Aku tidak akan melakukannya hingga 

aku meminta pendapat kepada Manat dan aku akan melihat apa yang akan 

dikatakannya.” Maka Muadz berkata: “Apa yang dapat diucapkan oleh 

Manat, wahai ayahku. Dia hanyalah sebuah kayu yang tuli. Tidak dapat 

berpikir dan berbicara!” 

                                                    

 Surat Al Fatihah 

Amr pun berkata dengan sengit: “Aku katakan kepadamu bahwa aku 

tidak akan mengambil keputusan sebelum bermusyawarah dengannya.” 

  

Lalu Amr bin Jamuh datang menghadap Manat. Kebiasaan mereka 

kaum jahiliah yaitu  jika ingin berbicara dengan berhala mereka berdiri di 

belakang seorang wanita tua, sehingga wanita tua tadi akan memberikan 

jawaban seperti yang diilhamkan oleh para berhala –dalam dugaan 

mereka-, kali ini Amr berdiri tegak lurus di hadapan Manat. Ia 

bertumpukan pada kakinya yang sehat, kaki Amr yang satunya lagi amat 

pincang. Amr memuji Manat dengan pujian terindah, lalu berkata: “Ya 

Manat, tidak disangsikan bahwa kau telah mengetahui orang yang datang 

dari Mekah dan berdakwah di negeri kita. Tiada yang ia kehendaki selain 

keburukan saja... ia datang ke sini untuk menghalangi kami dari 

menyembahmu. Aku tidak mau bersumpah setia kepadanya –meski aku 

mendengarkan betapa indah ucapannya- hingga aku bersyuwarah terlebih 

dahulu kepadamu. Berilah pendapatmu kepadaku!” Namun Manat tidak 

berkata sepatah katapun kepada Amr.  

Lalu Amr berkata: “Mungkin engkau telah murka... Aku tidak akan 

melakukan apapun yang dapat membahayakanmu  sesudah  ini. Akan tetapi 

tidak menjadi masalah, aku akan membiarkanmu sendiri dalam beberapa 

hari ini hingga amarahmu menjadi reda.” 

  

Anak-anak Amr bin Jamuh mengerti betapa ayah mereka begitu cinta 

kepada berhalanya yang bernama Manat. Dan kecintaan ini  semakin 

bertambah dengan berjalannya waktu. Akan tetapi mereka menyadari 

bahwa ayah mereka mulai ragu akan kehebatan Manat dalam hatinya. Dan 

mereka juga sadar bahwa mereka harus mengubah pengaruh Manat ini 

dari hati ayahnya, dan itulah cara satu-satunya menuju iman. 

  

Pada suatu malam, anak-anak Amr bin Jamuh bersama Muadz bin Jabal 

mendatangi Manat. Mereka membawa Manat dan memasukkannya ke 

dalam sebuah lubang di Bani Salamah tempat mereka membuang sampah. 

Mereka pun kembali ke rumah masing-masing tanpa ada seorang pun yang 

mengetahui ulah mereka. Begitu pagi datang menjelang, Amr pergi dengan 

langkah pasti untuk memberikan salam kepada berhalanya, namun sayang 

kali ini ia tidak menjumpainya. Ia langsung berseru: “Celaka kalian, siapa 

yang telah berani berlaku nista kepada tuhan kita malam tadi?!...” Tidak 

ada seorang pun yang mengaku. 

Serta-merta ia mencari berhal tadi di dalam dan di luar rumah. Dia 

terlihat begitu marah dan emosi. Ia mengancam dan mengecam terus-

menerus hingga ia menemukan Manat dengan kepala tersembul di lubang. 

Maka Amr langsung mencucinya hingga bersih dan memberikan wangi-

wangiang kepadanya. Lalu ia mengembalikan Manat ke tempatnya. Ia 

berkata kepada Manat: “Demi Allah, kalau saja aku tahu siapa yang 

melakukan ini terhadapmu, pasti akan aku siksa dia!” 

Pada malam kedua, para pemuda tadi mendatangi Manat dan 

melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan padanya kemarin. 

Begitu masuk pagi, Amr yang tua mencarinya lagi dan ia menemukan 

Manat sedang berada di lubang dengan berlumuran kotoran. Lalu ia 

mengambilnya, mencucinya dan memakaikan padanya wangi-wangian. 

Dan ia menempatkan Manat kembali kepada tempatnya. 

Para pemuda tadi terus saja melakukan hal yang sama setiap hari. Saat 

Amr sudah merasa jengkel, ia datang menghadap Manat sebelum beranjak 

tidur dengan membawa pedangnya dan pedang ini  ua gantungkan ke 

kepala Manat. Lalu ia berujar: “Ya Manat, Demi Allah aku tidak tahu siapa 

yang melakukan hal ini sebagaimana kau melihatnya. Jika kau mampu, 

tolaklah kejahatan dari dirimu ini. Bawalah pedang ini bersamamu!” 

 sesudah  merasa nyaman. Amr pun berangkat tidur. 

Begitu para pemuda tadi merasa yakin bahwa ayah mereka yang tua, 

Amr sudah terlelap tidur, maka serta merta mereka langsung berhambur 

menuju berhala tadi. Mereka melepas pedang dari leher berhala dan 

mereka membawa keluar berhala ini . Mereka mengikatkan Manat 

dengan tambang kepada seekor anjing yang telah mati. Mereka lalu 

melemparkan keduanya ke dalam sumur Bani Salamah dimana mengalir 

dan berkumpul di dalamnya kotoran dan sampah. 

Begitu Amr yang tua terjaga dan ia tidak mendapati berhalanya, ia pun 

pergi untuk mencarinya. Ia mendapati bahwa Manat sedang tertelungkup 

wajahnya dalam sumur dan terikat dengan seekor anjing yang telah mati. 

Pedang yang ada bersama Manat telah di ambil. Kali ini, Amr tidak 

mengeluarkan Manat dari lubang, ia membiarkan Manat di tempatnya. 

Lalu ia berujar: 

Demi Allah, bila engkau yaitu  seorang tuhan  

Tidak mungkin engkau terikat bersama anjing di tengah sumur 

Tidak lama lalu  ia masuk ke dalam agama Allah. 

  

Amr bin Jamuh merasakan manisnya iman yang membuat ia menyesal 

atas setiap saat yang dilaluinya dalam kemusyrikan. Ia masuk ke dalam 

agama yang baru dengan jiwa dan raganya. Ia mendedikasikan jiwa, harta 

dan anaknya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Tidak lama berselang, maka meledaklah perang Uhud. Amr bin Jamuh 

menyaksikan para putranya sedang bersiap-siap untuk menghadapi para 

musuh Allah. Ia mendapati mereka setiap pagi dan petang bagaikan para 

singa di tengah hutan. Mereka begitu semangat untuk mendapatkan 

kesyahidan dan meraih ridha Allah. Kondisi ini membuat ia turut 

bersemangat. Ia bertekad untuk berangkat bersama mereka berjihad di 

bawah panji Rasulullah Saw. Akan tetapi anak-anaknya bersepakat untuk 

menghalangi ayah mereka untuk melaksanakan niatnya... Sebab ayahnya 

yaitu  seorang yang amat tua renta. Ditambah lagi, kakinya amat 

pincang.Padahal Allah Swt sudah memberikan dispensasi baginya. Maka 

anak-anaknya berkata kepada Amr: “Wahai ayah, Allah telah 

memaafkanmu. Mengapa engkau membebani dirimu sendiri padahal Allah 

sudah memaafkanmu?!” 

Maka Amr yang tua renta pun menjadi amat berang. Ia langsung 

datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadukan mereka kepada 

Beliau. Ia  berkata: “Wahai Nabi Allah, anak-anakku ingin melarangku 

untuk melakukan kebaikan ini. Mereka beralasan sebab  kakiku pincang. 

Demi Allah, aku berharap dapat menginjak surga dengan kaki ku yang 

pincang ini.” 

Maka Rasul Saw bersabda kepada anak-anak Amr: “Biarkan ia; semoga 

Allah memberikan kesyahidan baginya.” 

Maka anak-anak Amr membiarkan ayah mereka sebab  taat dengan 

perintah Rasulullah Saw. 

  

Begitu waktu berangkat di umumkan, maka Amr bin Jamuh 

mengucapkan kata berpisah kepada istrinya seperti ucapan perpisahan 

seorang yang tak akan kembali lagi. Ia lalu menghadap kiblat dan 

mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berdoa: “Ya 

Allah berikanlah aku kesyahidan dan jangan kembalikan aku kepada 

keluarga lagi dengan rasa putus asa” 

Lalu ia berangkat dengan dilindungi oleh ketiga anaknya dan pasukan 

yang banyak dari Bani Salamah. Saat peperangan berkecamuk dengan 

sengit, dan manusia sudah mulai terpisah dari barisan Rasulullah Saw, Amr 

bin Jamuh terlihat pada barisan pertama. Ia melompat dengan kakinya 

yang sehat sambil berseru: “Aku merindukan surga!!! Aku merindukan 

surga!!!” dan dibelakangnya terlihat anaknya yang bernama Khallad. 

Kedua anak beranak ini  membabatkan pedang mereka seraya 

melindungi Rasulullah Saw dari musuh hingga keduanya tersungkur 

sebagai syahid di medan laga. Jarak kematian sang anak dari ayahnya 

hanya sedikit berselang. 

Begitu peperangan berhenti, Rasul Saw berdiri dihadapan para jenazah 

untuk menguruk tanah kubur mereka. Beliau bersabda kepada para 

sahabatnya: “Biarkan darah dan luka mereka, aku menjadi saksi bagi 

mereka semua!” Lalu Beliau bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang 

terluka di jalan Allah, kecuali pada hari kiamat ia akan datang dengan 

darah mengalir yang warnanya seperti warna za’faran dan wangi seperti 

wangi misyk.” Beliau juga bersabda: “Kuburkanlah Amr bin Jamuh 

bersama Abdullah bin Amr; mereka berdua yaitu  orang yang saling 

mencinta dan satu barisan di dunia.” 

  

Semoga Allah meridhai Amr bin Jamud dan para sahabatnya yang 

menjadi Syuhada Uhud. Dan semoga Allah memberikan cahaya dikubur 

mereka. 

Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Amr bin Jamuh silahkan 

melihat: 

1. Al Ishabah 1/529 atau terjemah 5797 

2. Sifathus Shafwah: 1/265 

Abdullah Bin Jahsy 

“Orang Pertama yang Disebut sebagai Amirul Mukminin” 

 

Tokoh sahabat yang akan kami paparkan saat ini yaitu  seseorang yang 

begitu akrab dengan Nabi Saw dan salah seorang yang pertama kali 

memeluk Islam. 

Dia yaitu  anak dari bibi (sepupu) Rasulullah Saw, sebab  ibu 

Abdullah yang bernama Umaimah binti Abdul Muthalib yaitu  bibi 

Rasulullah Saw. 

Dia juga menjadi ipar Rasulullah Saw, sebab  saudarinya yang 

bernama Zainab binti Jahsy yaitu  salah seorang istri Nabi Saw dan 

menjadi salah seorang ummahatul mu’minin. 

Dia yaitu  orang yang pertama disematkan dengan panji Islam. Dia 

juga yang merupakan orang pertama yang mendapatkan gelar Amirul 

Mukminin. Dialah Abdullah bin Jahsy Al Asady 

  

Abdullah bin Jahsy masuk Islam sebelum Nabi Saw masuk ke dalam 

Darul Arqam. Dia juga termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam. 

Saat Nabi Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke 

Madinah untuk menyelamatkan agama mereka dari siksaan kaum Quraisy, 

Abdullah bin Jahsy yaitu  menjadi orang kedua kaum Muhajirin sebab  

tidak ada yang mampu mendahuluinya mendapatkan kemuliaan ini selain 

Abu Salamah.16 

Berhijrah di jalan Allah Swt dengan meninggalkan keluarga dan tanah 

air bukanlah hal yang baru bagi Abdullah bin Jahsy. Sebelumnya, ia pernah 

berhijrah bersama beberapa anggota keluarganya ke Habasyah. 

Akan tetapi hijrahnya kali ini terasa lebih luas dan lengkap. Semua 

keluarga dan kerabatnya turut berhijrah bersamanya. Tak kurang anak-

anak ayahnya baik pria maupun wanita. Tua ataupun muda, bahkan anak-

anak. Rumahnya yaitu  rumah Islam dan sukunya yaitu  suku iman. 

                                                    

 Abu Salamah yaitu  Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal Al Makhzumy Al Qurasy, salah seorang 

yang pertama masuk Islam. Dia yaitu  saudara sesusu dengan Nabi Saw.  Ia menikahi Ummu Salamah 

yang lalu  menjadi istri Nabi begitu Abu Salamah wafat. Ia meninggal di Madinah  sesudah  kembali 

dari perang Badr… Lihat profil Ummu Salamah dalam kitab  Shuwar min Hayatis Sahabiyat karya 

penulis. 


Sebelum mereka meninggalkan Mekkah, nampak kampung mereka 

terlihat begitu sedih dan haru. Ia nampak kosong tak berpenghuni. Seolah 

ia belum pernah terisi dan tidak pernah terjadi percakapan dalam rumah 

yang ada di dalamnya. 

Tidak lama berselang sejak Abdullah berhijrah bersama orang yang 

mengikutinya, maka beberapa pembesar Quraisy keluar berkeliling 

kampung di Mekkah untuk mengetahui siapa di antara kaum muslimin 

yang telah pergi meninggalkan kampung mereka dan siapa yang masih 

diam menetap.Salah seorang dari pembesar Quraisy tadi yaitu  Abu Jahl 

dan Utbah bin Rabiah. 

Maka Utbah memandang ke arah rumah-rumah Bani Jahsy yang ditiup 

angin pembawa debu dan pintu-pintu yang terbuka. Demi melihat itu 

Utbah berkata: “Kampung Bani Jahsy kini menangisi penduduknya...” Abu 

Jahl lansung menimpali: “Siapakah mereka sehingga kampung ini 

menangisinya?!” lalu  Abu Jahl meletakan tangannya di tembok 

rumah Abdullah bin Jahsy, dan rumah ini  yaitu  rumah yang paling 

bagus dan kaya di antara yang lainnya. Dan Abu Jahl berkuasa atas rumah 

ini  dan apa yang ada di dalamnya seolah ia yaitu  pemiliknya. 

Begitu Abdullah bin Jahsy mendengar apa yang dilakukan Abu Jahl 

terhadap rumahnya, maka ia melaporkannya kepada Rasulullah Saw. Maka 

Nabi Saw bertanya kepadanya: “Apakah engkau tidak rela, ya Abdullah jika 

Allah Swt akan menggantikannya dengan sebuah istana di surga?” Ia 

menjawab: “Tentu, saya rela ya Rasulullah!” Rasul bersabda: “Nah.. 

begitulah!” 

Maka menjadi tenanglah jiwa dan hati Abdullah. 

  

Hampir saja Abdullah bin Jahsy tidak sampai ke Madinah  sesudah  

melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan dalam hijrahnya yang 

pertama dan kedua. 

Hampir saja ia merasakan ketentraman di bawah naungan kaum 

Anshar;  sesudah  ia merasakan penyiksaan yang dilakukan oleh kaum 

Quraisy, sehingga ia merasakan dengan izin Allah penyiksaan yang begitu 

berat yang ia rasakan sepanjang hidupnya sejak ia masuk ke dalam Islam. 

Marilah kita mendengarkan kisah pengalaman yang pahit dan 

menyakitkan ini. 

  

Rasulullah Saw mengirimkan 8 orang dari para sahabatnya untuk 

melakukan tugas kemiliteran dalam Islam, salah seorang dari mereka 

yaitu  Abdullah bin Jahsy dan Sa’d bin Abi Waqash. Rasul Saw bersabda: 

“Aku akan menunjuk pemimpin di antara kalian yaitu orang yang paling 

kuat merasakan lapar dan haus.” lalu  Rasul menyematkan panji 

mereka kepada Abdullah bin Jahsy; dan sebab nya ia menjadi amir pertama 

yang ditunjuk untuk memimpin sekelompok orang dari kaum mukminin

  

Rasulullah menunjukkan tujuan yang harus ditempuh oleh pasukan 

Abdullah bin Jahsy dan Beliau memberikan sebuah surat kepadanya. Rasul 

memerintahkan kepada Abdullah agar tidak membukanya kecuali  sesudah  

menyusuri perjalanan selama dua hari. 

Tatkala dua hari perjalanan telah ditempuh oleh pasukan,maka 

Abdullah bin Jahsy membuka surat ini , ternyata di dalamnya tertulis: 

“Jika engkau telah membaca suratku ini maka berjalanlah ke arah sebuah 

pohonkurma yang berada di antara Thaif dan Mekkah. Pantaulah suku 

Quraisy dari sana, dan sampaikan kepada kami informasi tentang 

mereka....” 

Begitu Abdullah bin Jahsy selesai membaca surat ini  ia langsung 

berkata: “Baik, kami akan mentaati perintah Nabi Allah.” 

Lalu ia berkata kepada para sahabatnya: “Rasulullah Saw 

memerintahkan aku untuk pergi ke sebuah pohon kurma yang dituju agar 

aku dapat memantau suku Quraisy sehingga aku dapat memberikan 

informasi tentang mereka. Beliau melarangku untuk memaksa salah 

seorang di antara kamu untuk pergi menemaniku. Siapa yang ingin 

mendapatkan kesyahidan dan ingin melakukannya, maka silahkan 

menemaniku, barang siapa yang enggan melakukannya maka silahkan 

kembali dan ia tidaklah tercela.” 

Kaumnya menjawab: “Kami mendengar dan taat kepada Rasulullah 

Saw. Kami akan berangkat bersamamu sebagaimana Nabi menyuruhmu.” 

Lalu pasukan tadi melanjutkan perjalanan mereka hingga tiba di pohon 

kurma yang dimaksud dan mereka lalu mencari berita lewat kafilah yang 

lewat untuk mendapatkan informasi tentang kaum Quraisy. 

Mereka masih melakukan tugas hingga akhirnya mereka melihat dari 

kejauhan datangya sebuah kafilah Quraisy yang terdiri dari 4 orang yaitu 

Amr bin Al Hadramy, Al Hakam bin Kaisan,Utsman bin Abdullah dan 

saudaranya yang bernama Al Mughirah. Mereka berempat membawa 

barang dagangan suku Quraisy yang berisikan antara lain kulit, anggur 

kering dan komoditas lain yang biasa diperdagangkan oleh suku Quraisy. 

Ketika itu para sahabat Rasul tadi mulai bermusyawarah. Hari itu 

yaitu  hari terakhir dari bulan-bulan haram18 dimana perang dilarang. 

Mereka lalu berkata: Jika kita membunuh mereka sekarang, maka kita 

membunuh mereka dalam bulan haram. Dan itu berarti merusak 

                                                    

 Diriwayatkan bahwa panji pertamayang disematkan dalam Islam yaitu  yang diberikan 

kepada Hamzah bin Abdul Muthalib ra, ada juga yang berpendapat berbeda. 

 Bulan-bulan Haram yaitu  Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Bangsa Arab 

melarang terjadinya perang dalam bulan-bulan ini. 

kehormatan bulan ini dan dapat membangkitkan amarah semua bangsa 

Arab... Jika kita membiarkan mereka, hingga hari ini berakhir maka 

mereka akan masuk ke tanah haram19 dan mereka akan berada dalam 

wilayah yang aman sehingga tidak bisa kita serang.” 

Mereka terus bermusyawarah hingga mereka sepakat untuk menyerang 

mereka dan membunuhnya dan merampas harta bawaan mereka sebagai 

ghanimah... dalam beberapa saat saja mereka dapat membunuh salah 

seorang dari mereka20, menawan 2 orang21, dan satunya lagi berhasil 

melarikan diri. 

  

Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya menggiring kedua tawanan 

dan barang bawaannya menuju Madinah. Begitu mereka menghadap 

Rasulullah saw dan mengetahui apa yang mereka telah lakukan maka 

Rasulullah Saw langsung menolaknya dengan keras. Beliau bersabda 

kepada mereka: “Demi Allah, aku tidak memerintahkan kalian untuk 

berperang. Aku memerintahkan kalian untuk memberikan informasi 

tentang kaum Quraisy dan mengawasi gerak-gerik mereka.” 

Rasul Saw melihat kondisi kedua tawanan tadi dan memutuskan 

perkara mereka... Rasul Saw menolak barang bawaan mereka dan Beliau 

tidak mengambil sedikitpun darinya. 

Pada saat itu Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya merasa amat 

menyesal dan mereka merasa yakin bahwa mereka akan celaka sebab  

melanggar perintah Rasulullah Saw. 

Beban terasa semakin bertambah bagi mereka saat para sahabat mereka 

yang lain mulai mencerca mereka dan menjauh saat berpapasan dengan 

mereka dengan berkata: “Mereka telah melanggar perintah Rasulullah 

Saw!” 

Mereka semakin merasa terjepit saat mengetahui bahwa suku Quraisy 

menjadikan kejadian ini sebagai preseden buruk untuk mengalahkan dan 

menangkap Rasulullah Saw dan menyebarkan berita ini ke seluruh kabilah 

Arab. Kaum Quraisy mengatakan: “Muhammad kini telah menghalalkan 

bulan haram. Ia telah menumpahkan darah, merampas harta dan menahan 

tawanan.” 

Tidak usah ditanyakan betapa kesedihan yang dirasakan oleh Abdullah 

bin Jahsy dan para sahabatnya akibat derita yang mereka rasakan. Dan juga 

                                                     

19

 Maksudnya memerangi mereka yaitu  tindakan yang haram sebab  mereka sudah memasuki 

tanah haram Mekkah. 

20

 Dia yaitu  Amr bin Al Hadhramy 

21

 Salah seorang dari mereka yaitu  Al Hakam bin Kaisan budak Hisyam bin Al Mughirah orang 

tua Abu Jahl. Ia masuk Islam dan menjalankan keislamannya dengan baik dan ia mati syahid dalam 

peristiwa Bi’ru Ma’unah. 

sebab  rasa malu mereka kepada Rasulullah Saw sebab  telah membuat 

Rasulullah Saw dalam kesusahan. 

  

Saat bencana begitu besar terasa menimpa mereka, dan musibah yang 

berat terasa maka datanglah sebuah kabar gembira yang mengabarkan 

bahwa Allah Swt telah ridha dengan perbuatan mereka. Dan Allah telah 

menurunkan sebuah ayat kepada Nabi-Nya tentang hal ini. 

Janganlah ditanya betapa gembiranya mereka. Para manusia saat itu 

berdatangan kepada mereka sambil memeluk dan mengucapkan selamat; 

dan mereka semua membacakan ayat yang turun berkenan dengan apa 

yang telah mereka perbuat yang tercantum dalam Al Qur’an Al Karim. 

Telah turun kepada Nabi Saw firman Allah Swt: 

y7 tΡθ è= t↔ ó¡o„ Ç⎯tã Ìöꤶ9$# ÏΘ#tys ø9$# 5Α$ tFÏ% ϵŠÏù ( ö≅è% ×Α$ tFÏ% ϵŠÏù ×Î6 x. ( <‰|¹ uρ ⎯tã È≅‹ Î6 y™ 

«!$# 7øà2 uρ ⎯ϵ Î/ ωÉf ó¡yϑ ø9$#uρ ÏΘ#ty⇔ø9$# ßl# t÷z Î)uρ ⎯Ï& Î#÷δ r& çµ ÷ΨÏΒ çt9 ø.r& y‰Ψ Ïã «!$# 4 

èπ uΖ÷G Ïø9$#uρ çt9 ò2 r& z⎯ÏΒ È≅ ÷Fs)ø9$# 3   

 “Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. 

Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu yaitu  dosa besar; tetapi 

menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, 

(menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya 

dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat 

fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh.” (QS. Al-Baqarah, 

[2] : 217) 

Begitu ayat-ayat ini turun maka jiwa Rasulullah Saw menjadi tenang; 

maka Rasul baru mau mengambil barang bawaan tadi sebagai ghanimah 

dan meminta tebusan dari dua tawanan tadi. Dan ia pun menerima akan 

tindakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya; 

sebab  perang yang mereka lakukan menjadi sebuah peristiwa besar dalam 

sejarah kaum muslimin. Ghanimah dalam peristiwa ini yaitu  ghanimah 

pertama yang diambil dalam sejarah Islam. Musuh yang terbunuh dalam 

peristiwa ini yaitu  orang musyrik pertama yang ditumpahkan darahnya 

oleh kaum muslimin. Kedua tawanannya yaitu  tawanan pertama yang 

berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Panji pasukan ini yaitu  panji 

pertama yang disematkan oleh tangan Rasulullah Saw. dan amir pasukan 

ini yaitu  Abdullah bin Jahsy sebagai orang pertama yang dipanggil 

dengan Amirul Mukminin. 

Lalu terjadilah peristiwa Badr dimana Abdullah Bin Jahsy mendapatkan 

ujian yang paling terhormat yang cocok dengan keimanannya. 

  

lalu  datanglah peristiwa Uhud. Abdullah bin Jahsy dan temannya 

yang bernama Sa’d bin Abi Waqash memiliki sebuah kisah yang tak 

terlupakan. Sekarang kita persilahkan Sa’d untuk bercerita kisah mereka 

berdua. 

Sa’d bin Abi Waqash berkisah: “Saat perang Uhud, Abdullah bin Jahsy 

menemuiku sambil bertanya: ‘Apakah engkau sudah berdo’a kepada Allah?’ 

Aku menjawab: ‘Sudah.’ Lalu kami menepi dan akupun berdo’a: “Ya Tuhan, 

jika aku berjumpa dengan seorang musuh, maka pertemukanlah aku 

dengan seorang yang kuat dan bengis sehingga aku memeranginya dan ia 

memerangiku. Berikanlah aku kemenangan atasnya sehingga aku dapat 

membunuhnya dan mengambil barang bawaannya.” Lalu Abdullah bin 

Jahsy mengaminkan do’aku. lalu  Abdullah berdo’a: “Ya Allah, 

berikanlah kepadaku seorang musuh yang kuat dan bengis sehingga aku 

dapat memeranginya di jalan-Mu dan ia memerangiku. Lalu ia dapat 

mengalahkan aku dan mengambil hidung dan telingaku. Jika esok aku 

menjumpai-Mu, Engkau akan bertanya: ‘Mengapa hidung dan telingamu 

terputus?’ aku akan menjawabnya: ‘Keduanya terputus sebab  berjuang di 

jalan-Mu dan membela Rasul-Mu’ dan Engkau pun akan berkata: ‘Engkau 

benar!’ 

Sa’d bin Abi Wqash berkata: “Do’a Abdullah bin Jahsy lebih baik dari 

do’aku. Pada penghujung hari aku melihatnya. Ia telah terbunuh dan 

tercabik-cabik. Hidung dan telinganya tergantung di sebuah pohon dengan 

sebuah benang. 

  

Allah Swt telah mengabulkan do’a Abdullah bin Jahsy dan 

memuliakannya dengan mendapatkan syahadah sebagaimana Allah telah 

memuliakan pamannya pemimpin para syuhada yaitu Hamzah bin Abdul 

Muthalib. 

Maka Rasulullah Saw menguburkan mereka berdua dalam satu kubur, 

dan air mata Beliau yang suci membasahi kubur mereka yang harum 

dengan semerbak bau syahadah. 


Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah    

(‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah) 

“Setiap Ummat Memiliki Orang yang Amin (Terpercaya), dan Amin 

Ummat ini yaitu  Abu Ubadah” (Muhammad Rasulullah) 

 

Dia memiliki wajah yang tenang. Paras yang berwibawa. Badan yang 

kurus. Postur yang tinggi. Alis yang tipis... Sedap dipandang mata. Enak 

untuk dilihat. Damai terasa di hati. 

Dia juga yaitu  orang yang ramah. Suka rendah hati. Pemalu. Akan 

tetapi dalam situasi serius ia bagai seekor singa yang menerkam. 

Dia serupa dengan mata pedang yang begitu indah dan berkarisma, dan 

juga tajam dan dapat membabat layaknya pedang. 

Dialah Amin ummat Muhammad, ‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah Al 

Fihry Al Qurasy yang dipanggil dengan nama Abu Ubaidah. 

Abdullah bin Umar ra pernah mendeskripsikan sosoknya dengan 

ucapannya: Tiga orang dari suku Quraisy yang paling terkemuka. Memiliki 

akhlak yang paling baik. Paling pemalu. Jika mereka berbicara denganmu 

maka mereka tidak akan berdusta. Dan jika engkau berbicara dengan 

mereka, mereka tak akan mendustaimu. Ketiganya yaitu : Abu Bakar As 

Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. 

  

Abu Ubaidah yaitu  termasuk orang pertama yang masuk ke dalam 

Islam. Ia masuk Islam sehari  sesudah  Abu Bakar. Ia memeluk Islam sebab  

jasa Abu Bakar. Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah, Abdurrahman bin Auf, 

Utsman bin Mazh’un22 dan Al Arqam bin Abi Al Arqam datang menghadap 

Nabi Saw dan menyatakan dihadapan Beliau kalimat kebenaran. Dan 

mereka semua menjadi pilar pertama tempat dibangunnya kerajaan Islam 

yang agung. 

  

                                                     

 Utsman bin Mazh’un: dia yaitu  seorang ahli hikmah pada masa Jahiliyah. Ia pernah turut 

serta dalam perang Badr dan wafat pada tahun 2 H. Dia termasuk orang yang pertama dari kaum 

Muhajirin yang meninggal di Madinah, dan termasuk orang pertama yang dikuburkan di Baqi. 

 

Abu Ubaidah mengalami pengalaman keras yang dirasakan kaum 

muslimin selagi berada di Mekkah sejak pertama hingga akhir. Dia juga 

merasakan penderitaan kaum muslimin pada masa-masa awal atas segala 

penderitaan, sakit dan kesedihan yang tidak pernah dirasakan oleh para 

pengikut agama di muka bumi ini. Namun ia tetap teguh menghadapi ujian 

ini, dan senantiasa mentaati dan membenarkan Allah dan Rasul-Nya dalam 

segala kondisi. 

Akan tetapi ujian yang diderita oleh Abu Ubaidah pada perang Badr 

yaitu  sebuah penderitaan yang tidak dapat digambarkan oleh siapapun. 

  

Ketika perang Badr, Abu Ubaidah menyerang di antara barisan dengan 

begitu berani dan tak memiliki kegentaran sedikitpun. Kaum musyrikin jadi 

takut dibuatnya. Ia berputar-putar di medan laga seolah tidak takut mati. 

Para penunggang kuda suku Quraisy menjadi gentar dibuatnya dan mereka 

berusaha menjauhi diri dari Abu Ubaidah setiap kali bertemu. 

Akan tetapi ada seorang di antara mereka yang senantiasa mengajak 

duel Abu Ubaidah  ke mana saja ia pergi, dan Abu Ubaidah senidiri selalu 

menjauhkan diri darinya. 

Orang ini  terus mendesak dan menyerang, sementara Abu 

Ubaidah selalu menjauh darinya. Orang ini  akhirnya menutup semua 

jalan bagi Abu Ubaidah, dan berdiri membatasi ruang gerak Abu Ubaidah 

sehingga tidak dapat membunuh musuh Allah lainnya. 

Saat Abu Ubaidah sudah merasa geram, maka Abu Ubaidah 

melayangkan pedangnya ke arah kepala orang tadi sehingga terbelah dua; 

dan akhirnya orang itu tewas dihadapan Abu Ubaidah. 

Tidak usah Anda –wahai pembaca yang budiman- menebak siapakah 

orang yang tewas ini. 

Bukankah sudah aku katakan bahwa pengalaman keras yang 

dirasakannya sudah tak terbayangkan lagi? 

Engkau akan pusing dibuatnya jika engkau mengetahui bahwa orang 

yang tewasw yaitu  Abdullah bin Al Jarrah ayah dari Abu Ubaidah. 

  

Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya, akan tetapi ia membunuh 

kemusyrikan yang berada dalam diri ayahnya. 

Maka Allah Swt menurunkan sebuah ayat tentang Abu Ubaidah dan 

ayahnya yang berbunyi:  

ω ߉ÅgrB $ YΒ öθ s% šχθ ãΖÏΒ ÷σム«!$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9$#uρ ÌÅz Fψ$# šχρ–Š!#uθ ムô⎯tΒ ¨Š!$ ym ©!$# 

…ã& s!θ ß™ u‘ uρ öθ s9uρ (#þθ çΡ% Ÿ2 öΝèδ u™!$ t/# u™ ÷ρ r& öΝèδ u™!$ oΨ ö/r& ÷ρ r& óΟßγ tΡ≡uθ ÷z Î) ÷ρ r& öΝåκsEuϱtã 4 

y7 Íׯ≈ s9'ρ é& |=tFŸ2 ’ Îû ãΝÍκÍ5θ è= è% z⎯≈ yϑƒ M}$# Νèδy‰−ƒ r&uρ 8yρ ãÎ/ çµ÷Ψ ÏiΒ ( óΟßγ è= Åz ô‰ãƒ uρ ;M≈̈Ζy_ 

“ ÌøgrB ⎯ÏΒ $ pκÉJ øt rB ã≈ yγ ÷ΡF{$# t⎦⎪ Ï$ Î#≈ yz $ yγ‹ Ïù 4 š_ ÅÌu‘ ª!$# öΝåκ÷]tã (#θ àÊ u‘ uρ çµ ÷Ψtã 4 

y7 Íׯ≈ s9'ρ é& Ü> ÷“Ïm «!$# 4 Iω r& ¨βÎ) z>÷“ Ïm «!$# ãΝèδ tβθ ßs Î= øçRùQ$# ∩⊄⊄∪     

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada 

Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang 

yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu 

bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun 

keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah 

menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang 

datang dibandingkan -Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga 

yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di 

dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas 

terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan 

Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah 

golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah [58] : 22) 

  

Bagi Abu Ubaidah ini bukanlah sebuah hal yang menakjubkan. 

Kekuatan imannya kepada Allah dan pembelaannya kepada agama, dan 

amanah kepada ummat Muhammad telah mencapai sebuah posisi yang 

dicita-citakan oleh sebuah jiwa yang besar di sisi Allah. 

Muhammad bin Ja’far berkisah: Sebuah rombongan Nasrani datang 

kepada Nabi Saw dan mereka berkata: “Wahai Abu Qasim, utuslah kepada 

kami salah seorang sahabatmu yang kau sukai untuk memutuskan sebuah 

perkara tentang harta kami yang membuat kami menjadi berselisih, sebab  

kalian wahai kaum muslimin yaitu  orang-orang yang kami sukai.” 

Rasulullah Saw langsung menjawab: “Datanglah kepadaku malam hari, 

nanti aku akan mengirimkan seorang yang kuat dan terpercaya kepada 

kalian.” Umar bin Khattab berkata: “Maka aku pergi berangkat shalat 

Zhuhur lebih awal. Dan aku tidak pernah berharap mendapatkan jabatan 

pada hari itu kecuali pada hari itu agar aku menjadi orang yang ditunjuk 

untuk menyelesaikan perkara ini. Begitu Rasulullah Saw menyelesaikan 

shalat Zhuhurnya, Beliau melihat ke kanan dan ke kiri. Aku berusaha 

meninggikan badanku agar terlihat olehnya. Ia tetap saja menyisirkan 

pandangannya kepada kami sehingga Beliau melihat ke arah Abu Ubaidah 

bin Al Jarrah. Beliau langsung memanggilnya seraya bersabda: ‘Pergilah 

  

kepada mereka. Putuskanlah perkara yang tengah mereka perselisihkan 

dengan benar!’ dan akhirnya Abu Ubaidah pergi ke tempat mereka.” 

  

Abu Ubaidah bukan saja merupakan orang yang amanah, akan tetapi ia 

juga merupakan orang yang sanggup mengkombinasikan kekuatan dengan 

amanah. Kekuatan yang dimilikinya ini sering kali muncul dalam banyak 

kesempatan:  

Suatu hari Rasulullah Saw mengutus sekelompok orang dari para 

sahabatnya untuk mencegat sebuah kafilah suku Quraisy. Dan Rasulullah 

Saw menunjuk sebagai Amir (pemimpin) mereka yaitu  Abu Ubaidah ra. 

Rasulullah membekali mereka dengan sekantong kurma saja. Abu Ubaidah 

memberikan hanya satu kurma saja kepada masing-masing sahabatnya 

dalam sehari. Maka setiap orang menghisap kurma ini  sebagaimana 

seorang bayi menghisap payudara ibunya, lalu  mereka meminum air. 

Dan semuanya merasa cukup dengan makanan seperti itu hingga malam 

hari. 

  

Dalam perang Uhud saat kaum muslimin mengalami kekalahan dan 

kaum musyrikin mulai meneriakkan: “Tunjukkan kepadaku dimana 

Muhammad! Tunjukkan kepadaku dimana Muhammad! Saat itu Abu 

Ubaidah yaitu  salah seorang dari jamaah yang melindungi Rasulullah 

Saw dengan dada mereka dari serangan tombok musyrikin. 

Saat perang sudah usai, gigi geraham Rasulullah pecah. Kening Beliau 

memar. Dan di pipi Beliau ada dua buah biji baja yang menempel. Maka 

Abu Bakar As Shiddiq datang menghampiri Rasulullah Saw untuk 

mencabut kedua biji bahwa ini  dari pipi Beliau. Maka Abu Ubaidah 

berkata kepada Abu Bakar: “Aku bersumpah kepadamu, biarkan aku saja 

yang melakukannya.” Maka Abu Bakar pun membiarkan Abu Ubaidah 

melakukannya. Lalu Abu Ubaidah merasa khawatir jika ia mencabut 

dengan tangannya maka akan membuat Rasulullah Saw merasa sakit. Maka 

Abu Ubaidah menggigit salah satu biji baja tadi dengan gigi serinya dengan 

bergitu kuat. Ia berhasil mengeluarkan biji baja ini  dan satu gigi 

serinya pun ikut tanggal… lalu  ia menggigit biji baja yang kedua 

dengan gigi serinya yang lain, kali ini ia pun berhasil mengeluarkannya 

dan satu giginya lagi-lagi ikut tanggal. 

Abu Bakar berkata: “Abu Ubaidah yaitu  manusia yang paling bagus 

dalam menanggalkan giginya.” 

  

Abu Ubaidah turut serta bersama Rasulullah Saw semua peperangan 

sejak ia mengenal Rasul hingga Beliau wafat. 

Saat hari Tsaqifah23, Umar berkata kepada Abu Ubaidah: “Ulurkan 

tanganmu agar dapat aku bai’at, sebab aku pernah mendengar Rasulullah 

Saw bersabda: ‘Setiap ummat memiliki seorang Amin (orang yang 

dipercaya), dan engkau yaitu  Amin ummat ini).” 

Abu Ubaidah menjawab: “Aku tidak akan maju di hadapan seorang pria 

yang diperintahkan Rasulullah Saw untuk menjadi imam kita dalam shalat, 

dan kita mempercayainya sehingga Rasulullah Saw wafat.” 

lalu  Abu Bakar pun di bai’at. Dan Abu Ubaidah yaitu  penasihat 

dan kawan Abu Bakar yang terbaik dalam masalah kebenaran. 

lalu  Abu Bakar menyerahkan khilafah  sesudah nya kepada Umar 

bin Khattab. Abu Ubaidah juga tunduk dan taat kepada Umar. Ia tidak 

pernah melanggar perintah Umar kecuali satu kali saja. 

Apakah engkau tahu masalah apakah yang membuat Abu Ubaidah 

melanggar perintah khalifah?! 

Hal itu terjadi saat Abu Ubaidah bin Al Jarrah sedang memimpin 

pasukan muslimin di negeri Syam dari satu kemenangan ke kemenangan 

yang lain, sehingga Allah berkenan untuk menaklukkan semua daerah 

Syam di bawah komandonya. 

Pasukan yang dipimpinnya berhasil menaklukkan sungai Eufrat di 

daerah timur dan Asia kecil di utara. 

Pada saat itu di negeri Syam sedang mewabah penyakit Thaun yang 

belum pernah diketahui oleh manusia saat itu sebelumnya; Penyakit 

ini  berhasil membunuh banyak manusia. Maka Umar bin Khattab 

berinisiatif untuk mengutus seorang utusan kepada Abu Ubaidah dengan 

membawa sebuah surat yang berbunyi: “Aku memerlukan bantuanmu 

tanpa interupsi sedikitpun darimu. Jika suratku ini datang kepadamu pada 

malam hari, maka dengan segera aku memintamu untuk datang kepadaku 

tanpa perlu menunggu datangnya shubuh. Jika suratku ini datang 

kepadamu pada waktu siang. Aku meminta segera kepadamu untuk datang 

kepadaku tanpa perlu menunggu hingga senja tiba.” 

Begitu Abu Ubaidah menerima surat dari Umar Al Faruq, ia berkata: 

“Aku mengerti kepentingan Amirul Mukminin terhadap diriku. Ia 

menginginkan agar aku tetap hidup meski yang lainnya binasa.” Lalu ia 

menuliskan sebuah surat kepada Amirul Mukminin yang berbunyi: “Wahai 

Amirul Mukminin, Aku mengerti kepentinganmu terhadap diriku. Aku kini 

sedang bersama para tentara muslimin dan aku tidak ingin menjaga diriku 

agar terhindar dari penyakit yang mereka derita. Aku tidak ingin 

meninggalkan mereka sehingga Allah menentukan keputusannya bagi 

diriku dan mereka. Jika suratku ini telah sampai kepadamu, maka 

biarkanlah aku, dan izinkan aku untuk tetap tinggal di sini.” 

                                                    

 Yang dimaksud dengan hari Tsaqifah yaitu  hari dimana Abu Bakar ra di baiat menjadi 

khalifah. Pembaiatan ini terjadi di Tsaqifah Bani Sa’idah 

Begitu Umar membaca surat Abu Ubaidah, maka ia langsung menangis 

dan matanya langsung sembab. Maka orang yang berada di sekelilingnya 

bertanya –sebab  merasa heran dengan tangis Umar yang begitu keras-: 

“Apakah Abu Ubaidah telah meninggal, wahai Amirul Mukminin?” Ia 

menjawab: “Tidak, akan tetapi kematian telah mengintainya.”  

Benar dugaan Umar, sebab  tidak lama lalu  Abu Ubaidah terkena 

Thaun. Begitu ia menjelang kematian ia berwasiat kepada tentaranya: “Aku 

berwasiat kepada kalian, jika kalian menerimanya kalian akan senantiasa 

berada dalam kebaikan: Dirikanlah shalat, tunaikan zakat, jalankan puasa 

Ramadhan, bersedekahlah, berhaji dan berumrahlah, saling wasiat, dan 

taatlah kepada pemimpin kalian dan jangan kalian melanggarnya! 

Janganlah dunia membuat kalian lalai. sebab  meski seseorang diberi 

umur 1000 tahun maka pastilah ia akan merasakan kondisi seperti yang 

kalian lihat pada diriku ini. 

Allah telah menetapkan kematian kepada anak Adam dan mereka 

semua akan mati. Yang paling bijak di antara mereka yaitu  yang paling 

taat kepada Tuhannya, dan yang paling mengerti akan hari pembalasan. 

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.” 

lalu  ia menoleh ke arah Muadz bin Jabal seraya berkata: “Ya 

Muadz, imamilah manusia untuk shalat!”  

Begitu ia menghembuskan nafas terakhirnya, maka Muadz pun berdiri 

dan berseru: “Wahai manusia, kalian telah dibuat kaget oleh seorang pria 

yang demi Allah aku tidak pernah tahu bahwa aku pernah melihat seorang 

pria yang begitu lapang dadanya, senantiasa menjauhi kedengkian, dan 

amat berpesan tentang ummat ini yang lebih baik darinya. Maka mohonlah 

rahmat Allah baginya dan semoga Allah merahmati kalian!” 


Abdullah Bin Mas’ud 

Orang Pertama yang Berani Membaca Al Qur’an dengan Jahr (Keras) 

 sesudah  Rasulullah Saw 

“Barang Siapa yang Suka Membaca Al Qur’an Sesegar Seperti Baru 

Turun, Maka Bacalah dengan Bacaan Ibnu Ummi Abd” (Muhammad 

Rasulullah) 

 

Saat itu ia yaitu  seorang anak kecil yang belum juga sampai pada usia 

baligh. Ia tumbuh di sebuah lereng Mekkah yang jauh dari keramaian 

manusia. Ia memiliki domba yang ia gembalakan milik salah seorang 

pembesar Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi Muayyath.24 

Kebanyakan orang memanggilnya dengan Ibnu Ummi Abdin. Nama 

sebenarnya yaitu  Abdullah. Nama ayahnya yaitu  Mas’ud. 

  

Bocah ini mendengar kisah Nabi Saw yang tersiar di kalangan 

kaumnya, namun ia tidak perduli dengan berita ini  sebab  saat itu ia 

masih kecil dari satu sisi, dan sebab  ia terisolir jauh dari masyarakat 

Mekkah dari sisi lain. Ia terbiasa untuk keluar rumah pada pagi hari 

dengan menggembala domba milik Uqbah, dan tidak kembali kecuali bila 

malam sudah tiba. 

  

Pada suatu hari bocah yang bernama Abdullah bin Mas’ud ini melihat 

ada 2 orang pria dewasa yang sedang berjalan ke arahnya dari jauh. 

Keduanya terlihat letih. Mereka amat kehausan sehingga kedua bibir dan 

tenggorokan mereka kering.  

Begitu keduanya berdiri di hadapan bocah ini maka mereka 

mengucapkan salam kepadanya dan berkata: “Wahai ananda, tolong 

peraskan susu domba-domba ini untuk menghilangkan rasa haus kami dan 

membasahi tenggorokan kami.” Maka bocah tadi berkata: “Aku tidak akan 

melakukannya. Domba-domba ini bukan milikku. Aku hanya dipercayakan 

untuk menggembalanya saja!” Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang 

                                                    

 Dia yaitu  Uqbah bin Aban bin Dzakwan bin Ummayyah bin Abdus Syams, salah seorang 

pembesar Quraisy pada masa jahiliyah. Panggilannya yaitu  Abul Walid dan panggilan ayahnya yaitu  

Abu Muayyath dan dengan nama panggilan ini yang lebih masyhur di kalangan manusia. Dia yaitu  

orang yang amat menentang Rasulullah Saw dan menyiksa kaum muslimin. Ia terbunuh  sesudah  perang 

Badr. 

 

dikatakan oleh bocah ini, dan nampak dari kedua wajah mereka bahwa 

mereka menerima apa yang dikatakannya. lalu  salah seorang di 

antara mereka berkata kepada bocah tadi: “Tunjakan kepadaku seekor 

domba jantan!” Maka bocah ini  menunjuk ke arah seekor domba kecil 

yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia 

mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama 

Allah. Bocah tadi melihat apa yang dilakukan pria ini dengan amat heran. 

Ia berkata dalam dirinya: “Bagaimana bisa seekor domba jantan kecil dapat 

mengeluarkan susu?!” 

Akan tetapi puting susu kambing tadi menggelembung, dan lalu mulai 

keluarlah susu dengan begitu banyaknya. Lalu pria yang satunya lagi 

mengambil sebuah batu kering dari tanah. lalu  batu ini  ia isi 

dengan susu. Dan keduanya minum dari batu ini .Lalu keduanya 

memberikan susu ini  kepadaku untuk diminum, dan aku hampir saja 

tidak mempercayai apa yang baru saja aku lihat. 

Begitu kami sudah merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan 

susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu ini  

sehingga puting kambing kembali seperti sediakala. 

Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi: 

“Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau yaitu  

seorang bocah yang terpelajar!” 

  

Peristiwa ini  yaitu  awal kisah Abdullah bin Mas’ud dengan 

Islam. sebab  pria yang penuh berkah tadi tiada lain yaitu  Rasulullah 

Saw, dan sahabat yang menyertainya saat itu yaitu  Abu Bakar As Shiddiq 

ra. 

Mereka berdua pada hari itu pergi menuju lereng-lereng Mekkah, 

sebab   menghindari penyiksaan yang akan ditujukan kepada mereka oleh 

suku Quraisy. 

  

Sebagaimana bocah tadi begitu mencintai Rasulullah Saw dan 

sahabatnya tadi. Maka bocah tadi juga telah membuat Rasul dan 

sahabatnya merasa takjub sehingga keduanya memberikan amanat yang 

besar dan mengawasi perkembangan kebaikan pada dirinya. 

  

Tidak berselang lama sejak itu maka Abdullah bin Mas’ud menyatakan 

masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw untuk 

membantu Beliau. Maka Rasulullah Saw menjadikan dia sebagai 

pembantunya. 

Sejak saat itu bocah yang beruntung ini berpindah jabatan dari tadinya 

sebagai penggembala domba dan kini menjadi seorang pembantu 

pemimpin seluruh makhluk dan ummat. 

  

Abdullah bin Mas’ud terus mendampingi Rasulullah Saw seperti sebuah 

bayangan. Ia terus menemani Rasulullah Saw baik dalam kondisi menetap 

atau saat bepergian. Ia juga mendampingi Rasulullah Saw baik di dalam 

maupun di luar rumah. 

Dialah yang membangunkan Rasulullah Saw saat Beliau tidur. Dia yang 

menutupi Rasul bila Beliau sedang mandi. Dia yang memakaikan sandal, 

bila Rasul hendak keluar. Dan melepaskannya lagi bila Rasulullah Saw 

hendak masuk ke rumah. Dia yang membawa tongkat dan siwak Rasul. 

Dan dialah yang masuk ke dalam kamar Rasulullah bila Beliau hendak 

tidur. 

Bahkan Rasulullah Saw mengizinkan Abdullah bin Masud untuk masuk 

ke rumahnya kapan saja ia berkehendak. Dan Rasul Saw membiarkan 

Abdullah mengetahui rahasia Beliau tanpa pernah merasa resah, sehingga 

ia dikenal dengan sebutan ‘penjaga rahasia Rasulullah Saw.’ 

  

Abdullah bin Mas’ud di bina di rumah Rasulullah Saw sehingga ia 

dapat menyerap petunjuk yang diberikan Rasul dan berakhlak seperti 

akhlak Beliau. Ia mengikuti jejak Rasul dalam setiap gerak-geriknya, 

sehingga ada yang mengatakan: ‘Dia yaitu  manusia yang paling dekat 

kepada Rasul