Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 10

 


bah-tambah, dan menyapihnya dalam dua 

tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, 

hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu 

untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada 

pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti 

keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan 

ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, lalu  hanya 

kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang 

telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman [31] : 14-15) 

Ada kisah menarik tentang ayat-ayat ini. Dimana kelompok pemilik 

sifat yang bertentangan menjadi tunduk di hadapan jiwa seorang pemuda. 

Maka kemenangan berada di pihak kebaikan atas keburukan. Keimanan 

atas kekufuran. 

Sedangkah tokoh kisah ini yaitu  seorang pemuda Mekkah terhormat 

dari garis nasab, yang memiliki ayah dan ibu yang terhormat. 

  

Sa’d saat cahaya kenabian sedang bersinar di kota Mekkah sedang 

menjelang usia muda. Ia memiliki perasaan yang lembut dan amat berbakti 

kepada kedua orang tuanya, wa bil khusus kepada ibunya. 

Meski pada saat itu Sa’d akan berusia 17 tahun. Namun ia sudah 

berpikiran dewasa dan bijak layaknya orang tua. 

Ia tidak pernah –misalnya- senang dengan senda gurau yang biasa 

dilakukan anak seumurannya. Akan tetapi ia malah tertarik dengan 

mempersiapkan anak panah. Memperbaiki busur panah. Dan berlatih 

memanah seolah ia tengah mempersiapkan diri untuk sebuah masalah 

besar. 

Ia juga tidak pernah senang dengan apa yang ia lihat pada kaumnya 

yang memiliki akidah yang rusak dan kondisi yang buruk. Sehingga seolah 

ia sedang menunggu sebuah tangan kuat yang dapat menghancurkan 

mereka dan menyingisngkan kedzaliman yang mereka perbuat. 

  

Dalam kondisi sedemikian, Allah Swt berkehendak untuk memulyakan 

semua manusia dengan tangan yang lembut ini. Dan ternyata tangan 

ini  yaitu  tangan penghulu semua makhluk yaitu Muhammad bin 

Abdullah Saw. dan ditangannya yaitu  sebuah bintang Allah yang tidak 

pernah redup: yaitu Kitabullah… 

Maka segeralah Sa’d bin Abi Waqash memenuhi panggilan petunjuk 

dan kebenaran, sehingga ia menjadi orang ketiga atau keempat yang masuk 

Islam. 

Oleh sebab nya, sering kali ia berucap dengan perasaan bangga: 

“Hanya menunggu selama 7 hari, aku menjadi orang ketiga yang masuk 

dalam Islam.” 

  

Rasulullah Saw amat bergembira dengan Islamnya Sa’d. sebab  dalam 

diri Sa’d ada tanda-tanda kecerdasan dan kegagahan yang menandakan 

bahwa bulan sabit ini sebentar lagi akan menjadi purnama. 

Sa’d juga memiliki garis keturunan yang mulia, dan juga posisi 

terhormat yang dapat membuat semua pemuda Mekkah akan mengikuti 

jejaknya. 

Lebih dari itu, Sa’d yaitu  kerabat Rasulullah Saw. Sebab ia berasal dari 

Bani Zuhrah. Sedangkan Bani Zuhrah yaitu  keluarga Aminah binti Wahb, 

ibunda Rasulullah Saw. 

Rasulullah Saw amat bangga dengan hubungan kerabat ini. 

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw saat itu sedang duduk bersama beberapa 

orang dari sahabatnya, lalu Beliau melihat Sa’d bin Abi Waqash datang. 

  

Rasul Saw bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Inilah 

pamanku… maka setiap orang, perlihatkanlah kepadaku pamannya!” 

  

Akan tetapi keislaman Sa’d bin Abi Waqash tidaklah berjalan dengan 

mudah dan tenang. Pemuda yang beriman ini merasakan ujian terberat dan 

paling keras. Sehingga sebab  terlalu kerasnya, Allah Swt menurunkan 

sebuah ayat Al Qur’an tentang dirinya… 

Sekarang kita akan memberikan kesempatan kepada Sa’d untuk 

mencerikatakn kisah ujiannya ini. 

Sa’d mengatakan: 3 hari sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi 

seolah aku tenggelam dalam kegelapan yang bertingkat-tingkat. Saat aku 

sedang berusaha selamat dari gelombang kegelapan ini , lalu ada 

sebuah bulan yang menerangiku dan aku mengikutinya. Aku melihat ada 

segerombolan orang yang telah mendahuluiku jalan menuju bulan 

ini . Aku melihat Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar 

Shiddiq. Aku bertanya kepada mereka: ‘Sejak kapan kalian berada di sini?! 

Mereka menjawab: ‘Sejak 1 jam.’ 

Begitu siangb menjelang,aku mendengar bahwa Rasulullah Saw telah 

melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi untuk masuk Islam. Aku 

mengerti bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan atas diriku. Dengan 

sebab ini , Ia hendak mengeluarkan aku dari kegelapan menuju 

cahaya. 

Lalu aku mendatanginya segera, dan aku menjumpai Beliau di Syi’b 

Jiyad93. Beliau saat itu sedang melakukan shalat Ashar. Aku pun masuk 

Islam, dan tidak ada yang mendahuluiku mauk Islam selain orang-orang 

yang aku lihat dalam mimpiku. 

lalu  Sa’d melanjutkan kisah keislamannya. Ia berkata: “Begitu 

ibuku mendengar bahwa aku telah masuk Islam. Ia langsung marah, dan 

aku yaitu  anak yang amat berbakti kepadanya dan amat mencintainya. 

Ibuku datang menemuiku dan berkata: “Wahai Sa’d, agama apakah yang 

telah kau anut dan telah memalingkan kamu dari agama ibu dan 

bapakmu? Demi Allah, jika engkau tidak meninggalkan agama barumu itu 

maka aku tidak akan makan dan minum sehingga aku mati. Sehingga 

hatimu akan bersedih sebab ku, dan engkau akan menyesali tindakanmu 

itu. Dan manusia sebab nya akan mencibirmu untuk selamanya.” 

Aku lalu berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, Bunda! Aku tidak 

akan meninggalkan agamaku sebab  alasan apapun.” 

Ia pun lalu melakukan janjinya. Ia tidak mau makan dan minum. Ia 

terus melakukan hal itu berhari-hari tidak makan dan tidak minum. 

                                                     

93

 Syi’b Jiyad yaitu  sebuah jalan berbukit di Mekkah 

Badannya menjadi kurus, tulang punggungnya menjadi bengkok dan 

kekuatannya menurun drastis. 

Aku selalu mendatanginya dari waktu ke waktu untuk memintanya 

agar mau memakan sedikit makanan atau meminum sedikit minuman. Ia 

menolak permintaanku dengan keras. Ia masih bersumpah untuk tidak 

makan dan minum hingga mati atau aku harus meninggalkan agamaku. 

Pada saat itu aku katakan kepadanya: “Wahai bunda, meski aku begitu 

mencintaimu, namun cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar lagi. 

Demi Allah, jika engkau memiliki 1000 nyawa, lalu satu per satu nyawamu 

itu keluar dari tubuhmu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan 

agamaku ini demi apapun juga!” 

Begitu ia melihat kesungguhanku, ia mau makan dan minum dengan 

hati yang kesal. Lalu turunlah firman Allah Swt: 


“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan 

Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka 

janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di 

dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] :15) 

  

Hari di mana Sa;d bin Abi Waqash masuk Islam yaitu  hari dimana 

kaum muslimin merasakan adanya kebaikan terbanyak pada Islam: 

Pada perang Badr, Sa’d dan saudaranya yang bernama Umair memiliki 

kisah tersendiri. Umair pada saat itu yaitu  seorang pemuda yang baru saja 

baligh. Begitu Rasulullah Saw memperhatikan barisan pasukan muslimin 

sebelum berangkat ke medang perang, Umair saudara Sa’d mundur 

kebelakang sebab  khawatir Rasulullah Saw akan melihatnya sehingga 

akan menolaknya sebab  usianya yang masih kecil. Benar saja Rasulullah 

Saw melihatnya lalu menolaknya yang membuat Umair menangis. 

Tangisannya membuat hati Rasulullah Saw luluh sehingga Beliau 

membolehkan Umair turut-serta. 

Pada saat itu Sa’d menjadi gembira. Ia mengikatkan tali sarungnya pada 

diri Umair sebab  ia masih kecil. Dan berangkatlah kedua bersaudara tadi 

untuk berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh. 

Begitu peperangan usai, Sa’d kembali ke Madinah sendirian. Sedangkan 

Umair telah gugur menjadi seorang syahid di medan Badr, dan Sa’d 

memohon kepada Allah agar saudaranya diberikan pahala seperti yang 

telah dijanjikan. 

  

Pada perang Uhud. Saat pendirian pasukan muslimin mulai goyah dan 

berpisah dari barisan Nabi Saw sehingga tersisa sedikit saja yang bersama 

Beliau yang berjumlah tidak lebih dari 10 orang. Sat itu Sa’d bin Abi 

Waqash berdiri membela Rasulullah Saw dengan busur panahnya. Tidak 

satupun anak panah yang dilesatkan kecuali memakan seorang korban dari 

pihak kamu musyrikin. 

Saat Rasulullah Saw melihat Sa’d melesatkan anak panahnya dengan 

cara ini, Rasulullah lalu memberikan semangat kepadanya dengan 

bersabda: “Panah mereka ya Sa’d, panah mereka demi ayah dan ibumu!” 

Maka dengan motivasi Rasulullah Saw, Sa’d berbangga hati selama 

hidupnya seraya berkata: “Rasulullah Saw tidak pernah menggabungkan 

kedua orang tua dari seseorang saat bersumpah kecuali kepadaku saja.” 

Dan itu terjadi saat Rasululullah Saw bersumpah demi ayah dan ibunya 

secara bersamaan. 

  

Akan tetapi Sa’d baru meraskan kebahagiaannya saat Umar Al Faruq 

bertekad untuk mengalahkan bangsa Persia lewat perang yang dapat 

membuat negeri mereka hancur, istana mereka roboh dan untuk mencabut 

akar penyembahan berhala dari muka bumi. Maka Umar mengirimkan 

surat kepada seluruh pegawainya yang ada di semua daerah yang berbunyi: 

“Kirimkanlah kepadaku semua orang yang memiliki senjata atau kuda, 

pertolongan atau pendapat, atau kemampuan dalam bersyair atau 

beretorika dan lainnya yang dapat membantu kami dalam peperangan!” 

Maka datanglah gelombang para mujahidin ke Madinah dari setiap 

penjuru.Begitu semuanya telah terpenuhi, Umar Al Faruq meminta 

pendapat kepada Ashabul Halli wal Aqdi94 tentang orang yang dapat 

memimpin pasukan yang amat besar ini sehingga Umar dapat memberikan 

mandat kepadanya. Mereka semua berpendapat orang ini  yaitu : Si 

singa menerkam yaitu Sa’d bin Abi Waqash. Maka Umar memanggil Sa’d ra 

dan memberikan panji komando kepadanya. 

  

Begitu pasukan yang besar ini hendak meninggalkan Madinah, Umar 

bin Khattab memberikan wasiat dan pesannya kepada panglima pasukan 

ini: 

“Ya Sa’d, Janganlah engkau terpedaya dari jalan Allah jika ada yang 

mengatakan: Dia yaitu  paman Rasulullah dan sahabat Rasulullah. Sebab 

                                                     

94

 Ashabul Halli wal Aqdi yaitu  mereka yang ditunjuk untuk melakukan musyawarah dan 

orang-orang yang memiliki pendapat serta jabatan 

Allah Swt tidak akan menghapuskan keburukan dengan keburukan. Akan 

tetapi Ia akan menghapuskan keburukan dengan kebaikan. 

Ya Sa’d, Tidak ada nasab di antara Allah dan seseorang selain ketaatan. 

Manusia yang tinggi dan rendah dihadapan Allah yaitu  sama. Allah 

yaitu  Tuhan mereka, dan mereka yaitu  para hamba-Nya. Mereka akan 

mulia sebab  taqwa dan mereka akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah 

dengan ketaatan. Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebab  itulah 

perintah yang sebenarnya.” 

Berangkatlah pasukan yang penuh berkah ini. Dalam pasukan ini 

terdapat 99 orang yang pernah ikut dalam perang Badr. Ada 310 lebih 

orang yang pernah melakukan Bai’at Ridwan. 300 orang yang turut dalam 

Fathu Makkah bersama Rasulullah dan 700 orang anak-anak para sahabat. 

  

Berangkatlah Sa’da dan pasukannya menuju Al Qadisiyah95. Pada hari 

Harir96, pasukan muslimin bertekad untuk mengalahkan Persia. Kaum 

muslimin mengepung musuh mereka dengan begitu ketatnya. Mereka 

menyerang dan merangsek barisan musuh dari segala penjuru dengan 

bertahlil dan bertakbir. 

Maka kepala Rustum panglima pasukan Persia sudah diangkat dengan 

tombak-tombak pasukan muslimin. Maka merasuklah ketakutan dan 

kepanikan dalam setiap hati musuh Allah, sehingga bila ada seorang 

muslim yang menunjuk seorang dari pasukan Persia maka ia bisa mati, atau 

muslim tadi membunuhnya dengan senjata dengan amat mudah. 

Sedangkan ghanimah tidak usah dibayangkan. Adapun yang menjadi 

korban,cukuplah Anda ketahui bahwa yang mati hanya sebab  tenggelam 

mencapai jumlah 3000 orang. 

  

Sa’d dianugerahi umur panjang dan harta yang banyak. Akan tetapi 

saat ia menjelang wafat, ia meminta sebuah jubah yang terbuat dari shuf 

(wol) tebal. Ia berkata: “Kafankan aku dengan shuf itu, sebab aku 

menghadapi pasukan musyrikin dalam perang Badr dengan mengenakan 

baju itu. Aku berharap dapat berjumpa dengan Allah sambil mengenakan 

shuf itu. 

                                                     

95

 Al Qadisiyah yaitu  sebuah tempat yang berjarak 15 farsakh dari Kufah. Di tempat ini pernah 

terjadi peperangan yang menentukan antara pasukan muslimin dan Persia pada tahun 16 H. Kaum 

muslimin berhasil meraih kemenangan telak sehingga bangsa Persia tidak mampu lagi memberikan 

perlawanan 

96

 Hari Harir yaitu  hari terakhir dari peperangan Al Qadisiyah. Dinamakan demikian sebab  

tidak ada suara yang terdengar dari seorang pejuang kecuali suara desingan senjata sebab  hebatnya 

peperangan 

Hudzaifah bin Yaman 

Orang yang Mengetahui Rahasia Rasulullah Saw 

“Apa yang Diceritakan Hudzaifah kepada Kalian, Percayailah! Apa 

yang Dibacakan Abdullah bin Mas’ud kepada Kalian, Maka Bacalah!” 

(Hadits Rasulullah) 

 

“Jika engkau menjadi seorang muhajirin atau mau menjadi salah 

seorang suku Anshar, maka pilihlah salah satunya untuk dirimu!” 

Begitulah kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw kepada Hudzaifah 

bin Yaman saat Beliau berjumpa dengannya pertama kali di Mekkah. 

Ada kisah menarik mengapa Hudzaifah diberi pilihan untuk memilih 

antara 2 golongan terhormat dikalangan muslimin ini: 

Al Yaman, ayah Hudzaifah yaitu  orang asli Mekkah dari Bani Absin 

akan tetapi ia pernah membunuh salah seorang kaumnya. Maka ia 

melarikan diri dari Mekkah menuju Yatsrib. Di sana ia bergabung dengan 

Bani Abd Al Asyhal dan menikah dengan salah satu anggotanya. Dan 

lahirlah anaknya yang bernama Hudzaifah. 

Lalu hilanglah penghalang antara Al Yaman dengan Mekkah dan ia 

mulai ragu untuk memilih Mekkah atau Yatsrib. Akan tetapi ia lebih lama 

tinggal dan sudah lebih akrab dengan Madinah. 

Begitu Islam muncul membawa cahayanya bagi jazirah Arab, Al Yaman 

ayah Hudzaifah yaitu  salah satu dari sepuluh orang Bani Absin yang 

datang menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka 

dihadapan Beliau. Peristiwa itu terjadi sebelum Beliau hijrah ke Madinah. 

Oleh sebab  itu, Hudzaifah yaitu  orang Mekkah asli, namun besar di 

Madinah. 

Hudzaifah bin Yaman tumbuh di keluarga muslim. Ia di asuh oleh 

kedua orang tua yang termasuk pendahulu dalam agama Allah. Ia sudah 

masuk Islam sebelum masuk usia dewasa. 

  

Ras rindu Hudzaifah untuk bertemu Rasulullah Saw memenuhi seluruh 

relung hatinya. Sejak ia masuk Islam, ia selalu mencari tahu informasi 

tentang diri Rasul. Ia juga senantiasa bertanya tentang ciri-ciri Beliau. 

Semakin ia tahu, maka semakin bertambah kerinduannya kepada Beliau. 

Maka berangkatlah Hudzaifah ke Mekkah untuk berjumpa denga Nabi. 

Begitu ia berjumpa dengan Beliau, ia langsung menanyakan: “Apakah saya 

ini termasuk kaum Muhajirin atau Anshar, ya Rasulullah?” Rasul langsung 

menjawab: “Jika engkau berkenan, engkau dapat bergabung dengan kaum 

muhajirin. Jika kau mau menjadi Anshar, silahkan saja. Pilihlah sesukamu!” 

Maka ia menjawab: “Saya yaitu  termasuk suku Anshar, ya 

Rasulullah!” 

  

Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu 

mendampingi Beliau bagaikan sepasang mata. Ia juga ikut serta bersama 

Rasul dalam setiap jihad yang Beliau lakukan. 

Mengapa Hudzaifah tidak ikut serta dalam perang Badr, ada sebuah 

kisah yang akan diceritakan olehnya sendiri: 

Aku tidak bisa turut serta dalam perang Badr sebab  aku pada saat itu 

sedang di luar Madinah bersama ayahku. Lalu para kafir Quraisy 

menangkap kami dan bertanya: “Hendak kemana kalian?” Kami menjawab: 

“Hendak ke Madinah!” Mereka bertanya: “Apakah kalian hendak 

menjumpai Muhammad?” Kami menjawab: “Tidak ada tujuan kami selain 

Madinah.” Mereka masih saja tidak mau melepaskan kami kecuali  sesudah  

membuat perjanjian dengan kami agar kami tidak akan membantu 

Muhammad untuk memerangi mereka dan juga agar kami tidak turut 

berjuang bersamanya. Akhirnya, merekapun melepaskan kami. 

Begitu kami menghadap Rasulullah Saw kami menceritakan perjanjian 

yang kami buat dengan suku Quraisy dan kami bertanya kepada Beliau apa 

yang mesti kami perbuat? 

Rasul Saw menjawab: “Kita harus menepati janji dengan mereka, dan 

kita memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.” 

  

Pada perang Uhud, Hudzaifah bersama ayahnya Al Yaman turut 

berperang. Hudzaifah mendapatkan ujian yang amat berat pada peristiwa 

itu, dan ia dapat keluar dari peperangan dalam kondisi selamat. Sedangkan 

ayahnya telah gugur sebagai syahid dalam perang ini . Akan tetapi ia 

gugur bukan sebab  sabetan pedang musyrikin akan tetapi sebab  sabetan 

pedang muslimin. Ini menjadi sebuah kisah yang akan kami angkat pada 

bagian berikut: 

Pada perang Uhud, Rasulullah Saw menempatkan Al Yaman dan Tsabit 

bin Waqsyin di dalam benteng bersama para wanita dan anak-anak sebab  

keduanya yaitu  orang tua yang sudah lanjut usia. Begitu peperangan 

berkecamuk, Al Yaman berkata kepada sahabatnya: 

“Mengapa kita berpangku tangan saja?! Tidak ada seseorang yang 

tersisa dari umurnya kecuali seperti seekor keledai yang kehausan97. Usia 

kita tinggal hari ini saja atau besok98. Mengapa kita tidak mengambil 

pedang dan bergabung dengan Rasulullah Saw. Semoga Allah 

menganugerahi kita syahadah bersama Nabi-Nya.” lalu  keduanya 

mengambil pedang dan bergabung bersama manusia yang lainnya dan 

berkecamuk dalam gelombang perang. 

Tsabit bin Waqsyin mendapatkan kemuliaan Allah dengan gugur 

sebagai syahid di tangan kaum musyrikin. Sedangkan Al Yaman, ayah dari 

Hudzaifah mati tersabet oleh pedang pasukan muslimin namun mereka 

tidak menyadarinya. Hudzaifah berteriak-teriak menyebut: “Ayahku… 

ayahku!” Namun tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Akhirnya, 

tersungkurlah orang tua tadi akibat sabetan pedang para sahabatnya 

sendiri. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh Hudzaifah kepada pasukan 

muslimin selain: “Semoga Allah mengampuni kalian, dan Ia yaitu  Dzat 

Yang Amat Pengasih.” 

lalu  Rasulullah Saw berniat untuk memberikan kepada 

Hudzaifah diyat99 ayahnya. Hudzaifah lalu berkata: “Dia sebenarnya hanya 

mencari syahadah, dan ia telah mendapatkannya. Ya Allah, saksikanlah 

bahwa aku mensedekahkan diyatnya kepada kaum muslimin!” Maka hal 

itu menambahkan kemuliaan dirinya di sisi Rasulullah Saw. 

  

Rasulullah Saw menyelami rahasia diri Hudzaifah bin Yaman, dan 

Beliau menemukan 3 buah tanda: Kecerdasan yang unggul membuatnya 

dapat menyelesaikan segala permasalahan. Pehamaman yang cepat dan 

patuh yang menyambut setiap seruan Beliau. Serta mampu menjaga rahasia 

sehingga tidak ada orang yang mampu mengetahui isi hatinya. 

Strategi Rasulullah Saw berdasarkan pada mengetahui potensi para 

sahabatnya, dan memanfaatkan potensi mereka yang tersembunyi. Hal itu 

dengan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. 

  

Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh kaum muslimin di Madinah 

yaitu  adanya kaum munafikin dari bangsa Yahudi dan pendukungnya 

yang sering membuat makar terhadap Nabi dan para sahabatnya. 

Maka Nabi Saw menceritakan kepada Hudzaifah bin Yaman beberapa 

nama orang munafik –dan ini merupakan rahasia yang tidak ia ceritakan 

                                                     

97

 Merupakan perumpamaan pendeknya masa sebab  keledai tidak dapat bersabar bila sudah 

merasa haus 

98

 Perumpamaan bahwa mereka akan mati segera 

99

 Harta yang diberikan kepada keluarga korban pembunuhan. 

kepada salah seorang sahabatnya yang lain- Rasul memerintahkan 

kepadanya untuk mengawasi gerak-gerik dan aktivitas mereka, serta 

menolak bahaya mereka dari Islam dan kaum muslimin. 

Sejak saat itu, Hudzaifah bin Yaman mulai disebut sebagai Shahib Sirri 

Rasulillah Saw (Pemilik rahasia Rasulullah Saw). 

  

Rasul Saw memanfaatkan bakat Hudzaifah dalam sebuah kesempatan 

yang amat berbahaya dan amat membutuhkan kecerdasan dan pemahaman 

yang tinggi. Hal itu terjadi pada perang Khandaq100 dimana kaum 

muslimin sudah dikepung oleh musuh dari atas dan bawah mereka. 

Pengepungan terhadap muslimin berlangsung lama. Mereka semakin 

tersiksa. Mereka sudah kesusahan dan kesulitan. Sehingga pandangan 

sudah lamur dan hati sudah naik ke kerongkongan101, dan sebagian kaum 

muslimin sudah berprasangka sesuatu kepada Allah Swt. 

Suku Quraisy serta para pendukungnya dari kaum musyrikin  juga 

mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari kaum muslimin. 

Murka Allah Swt telah tertumpah kepada mereka sehingga 

melemahkan kekuatan mereka dan menggoyahkan pilar-pilar mereka. 

Allah mengirimkan angin yang kencang kepada mereka sehinga kemah-

kemah mereka terhempas, tungku makanan mereka terbalik, api tungku 

mereka menjadi padam. Wajah mereka tersiram dengn kerikil dan mata 

serta lobang hidung mereka tertutup oleh debu.  

  

Pada kondisi yang amat menentukan dalam sejarah peperangan ini; 

pasukan yang kalah mengerang terlebih dahulu, sedangkan pasukan yang 

menang yaitu  yang mampu bertahan  sesudah  pasukan musuh menarik 

diri. 

Dalam masa-masa yang menentukan jalannya peperangan ini; intelijen 

dalam pasukan memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan 

memberikan pandangan.  

Pada kesempatan ini Rasulullah Saw membutuhkan bakat dan 

pengalaman yang dimiliki Hudzaifah bin Al Yaman, dan bertekad untuk 

mengutusnya berangkat menyusup dalam barisan musuh di kegelapan 

malam, untuk dapat memberikan informasi sebelum diambil keputusan. 

Kita akan memberikan kesempatan kepada Hudzaifah untuk 

menceritakan sendiri kisah perjalanannya yang berbahaya ini. 

Hudzaifah berkisah: 

                                                     

100

 Perang Khandaq terjadi pada tahun 5 H dan ia merupakan perang Al Ahzab  

101

 Perumpamaan tentang sulitnya keadaan 

Pada malam itu kami duduk berjejer. Abu Sufyan dan rekan-rekannya 

para musyrikin Mekkah berada di atas kami. Sedangkan Bani Quraidzah 

suku Yahudi berada di bawah kami dan kami khawatir apabila mereka 

mengganggu para wanitadan anak-anak kami. Tidak pernah kami rasakan 

malam yang amat gelap seperti ini. Dan angin pada malam itu amat 

kencang bertiup. Suara angin bagaikan petir. Kegelapan malam membuat 

kami tidak mampu melihat jari tangan kami sendiri. 

lalu  para munafikin meminta izin kepada Rasulullah Saw dengan 

berkata: “Rumah-rumah kami terbuka (mudah diserang) bagi musuh –

sebenarnya rumah mereka tidak terbuka- padahal tidak ada seorangpun 

yang meminta izin kepada Beliau, pasti Beliau mengizinkannya. Padahal 

mereka menyusup ke barisan musuh dan tinggallah kami dengan pasukan 

yang berjumlah sekitar 300 orang saja. 

  

Pada saat itu, berdirilah Nabi Saw dan Beliau memeriksa kondisi kami 

satu per satu hingga Beliau menghampiriku dan mendapati bahwa aku 

tidak memiliki apa-apa untuk berlindung selain dengan mirth102 miliki 

istriku yang hanya sebatas lutut saja. 

lalu  Beliau mendekat ke arahku sedangkan aku bersimpuh 

bertekuk diri di tanah. Beliau berkata: “Siapakah ini?” Aku menjawab: 

“Saya Hudzaifah.” Ia bertanya lagi: “Hudzaifah?” Aku semakin meringkuk 

ke tanah sebab  aku malas berdiri sebab lapar dan dingin yang aku 

rasakan. Aku katakan: “Benar, ya Rasulullah!” Ia bersabda: “Ada sebuah 

informasi di pihak musuh. Mnyusuplah pada barisan mereka dan berikan 

informasi ini  kepadaku!” 

Berangkatlah aku padahal aku yaitu  orang yang paling merasa takut 

dan merasa amat dingin. lalu  Rasulullah Saw berdo’a: “Ya Allah 

jagalah ia dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya!” 

Demi Allah, belum lagi do’a Rasul Saw selesai sehingga Allah Swt 

menghilangkan dari diriku segala rasa takut serta rasa dingin. 

Begitu aku hendak berangkat, Rasulullah Saw memanggilku seraya 

bersabda: “Ya Hudzaifah, janganlah kau melakukan apapun juga terhadap 

kaum ini  sebelum kau datang kepadaku!” lalu  aku menjawab: 

“Ya.”  lalu  aku mulai menyusup di tengah kegelapan malam 

sehingga aku masuk dalam barisan kaum musyrikin dan aku berpura-pura 

menjadi salah seorang dari mereka. 

Tidak lama aku di sana, lalu  Abu Sufyan berdiri sambil 

berkhutbah:  

“Wahai bangsa Quraisy, aku akan menyampaikan sebuah informasi 

yang aku khawatir akan didengar oleh Muhammad. Maka perhatikanlah 

                                                     

102

 Pakaian tak berjahit seperti sarung 

oleh masing-masing kalian siapa yang duduk disampingnya.” Maka 

akupun lalu  menarik tangan orang yang berada di sampingku dan 

aku bertanya kepadanya: “Siapa kamu?” Ia menjawab: “Fulan bin Fulan.” 

lalu  Abu Sufyan meneruskan: “Wahai bangsa Quraisy, Demi 

Allah kalian memiliki posisi yang tidak stabil. Kendaraan milik kita telah 

rusak. Bani Quraidzah telah meninggalkan kita. Dan kita telah diserang 

oleh angin yang begitu kencang seperti yang kalian lihat sendiri. 

Berangkatlah kalian, sebab aku akan berangkat.” lalu  ia naik ke 

punggung unta, lalu ia melepaskan talinya. Ia lalu duduk di atas unta 

ini , lalu  menghentakkannya… Kalau saja Rasulullah Saw tidak 

menyuruhku agar aku tidak melakukan apapun juga sehingga aku kembali 

kepadanya, pasti aku sudah dapat membunuhnya dengan panah. 

lalu  aku kembali menghadap kepada Nabi Saw dan aku dapati 

Beliau sedang berdiri melakukan shalat di atas sebuah mirth milik salah 

seorang istrinya. Begitu Beliau melihatku lalu  ia mendekatkan aku ke 

arah kakinya dan melemparkan ujung mirth kepadaku dan akupun 

menceritakan informasi yang baru aku ketahui. lalu  Beliau begitu 

senang saat mendengarnya lalu memuji Allah Swt. 

  

Hudzaifah bin Al Yaman menjadi orang yang dipercaya untuk 

mengetahui rahasia orang-orang munafik selagi ia hidup. Para khalifah 

pun selalu berkonsultasi kepadanya. Bahkan Umar bin Khattab ra bila ada 

salah seorang muslim yang meninggal ia akan bertanya: “Apakah 

Hudzaifah turut hadir untuk shalat jenazah?” Kalau kaum muslimin 

menjawab ya, maka ia pun akan turut shalat. Jika mereka menjawab tidak, 

maka khalifah akan ragu dan lebih memilih untuk tidak melakukan shalat 

jenazah. 

Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah suatu saat: “Adakah salah 

seorang dari para petugasku yang termasuk kaum munafikin?” Hudzaifah 

menjawab: “Ada, satu orang!” Umar berkata: “Tunjukkan kepadaku siapa 

orangnya!” Hudzaifah menjawab: “Aku tidak akan melakukannya.” 

Hudzaifah berkata: Akan tetapi tidak lama lalu  Umar 

melengserkannya seolah Umar telah diberi petunjuk. 

Barangkali hanya sedikit kaum muslimin yang mengetahui bahwa 

hudzaifah bin al Yaman yaitu  orang yang telah berjasa kepada kaum 

muslimin dalam menaklukan Nahawand, Dinawar, Hamadzan dan Ray103. 

Dia juga yang menjadi tokoh dalam menyatukan muslimin untuk 

menggunakan satu mushaf Al Qur’an  sesudah  hampir mereka berseteru 

tentang Kitabullah. 

                                                     

103

 Kesemuanya ini yaitu  kota-kota besar di negeri Persia. 

Meski demikian Hudzaifah bin Al Yaman amat takut kepada Allah akan 

dirinya sendiri, dan amat khawatir akan hukuman-Nya. 

Saat ia menderita mati menjelang ajal. Beberapa orang sahabat 

mendatanginya di tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka: “Jam 

berapa sekarang?” Mereka menjawab: “Sudah hampir Shubuh.” Ia lalu 

berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan 

mengantarkan aku ke dalam neraka… Aku berlindung kepada Allah dari 

waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka.” lalu  ia 

bertanya: “Apakah kalian sudah membawa kafan?” lalu  ia berkata 

lagi: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam kain kafan! Jika aku 

memiliki kebaikan di sisi Allah, maka aku akan menggantikan kafan 

ini  dengan sebuah kebaikan lagi, Meskipun kebaikan yang lain telah 

diambil dari diriku.” 

lalu  ia berdo’a: “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku 

lebih memilih hidup miskin dibandingkan  kaya. Aku lebih memilih hidup hina 

dibandingkan  terhormat. Dan aku lebih memilih kematian dibandingkan  hidup.” 

lalu  ia berkata sambil melepaskan nafas terakhirnya: “Seorang 

kekasih datang untuk menemui yang dirindukannya. Tidak akan beruntung 

orang yang menyesal…” 

Semoga Allah merahmati Hudzaifah bin Yaman. Dia telah menjadi 

tipologi manusia yang jarang terdapat di muka bumi ini. 


Uqbah bin Amir Al Juhany 

“Uqbah bin Amir telah Menggantungkan Cita-Citanya pada Dua Hal: 

Ilmu & Jihad.” 

 

Rasulullah Saw hampir tiba di Yatsrib,  sesudah  lama berharap dan 

menantikannya… 

Disana sudah menunggu para penduduk Madinah yang baik hati. 

Mereka berkerumun dengan memukulkan genderang serta 

mengumandangkan tahlil serta takbir sebab  gembira menyambut 

datangnya Nabi yang penuh kasih dan sahabatnya As Shiddiq. 

Terlihat juga di sana ada wanita-wanita yang berada di atas atap rumah 

mereka bersama anak-anaknya. Mereka mencoba menyisir pandangan 

sambil bertanya: “Yang mana orangnya… Yang mana orangnya?” 

Terlihatlah kendaraan Rasulullah Saw yang berjalan tenang di antara 

barisan orang-orang. Yang diiringi dengan hati yang gembira dan air mata 

kebahagiaan serta senyuman ceria. 

  

Akan tetapi Uqbah bin Amir Al Juhany tidak melihat iringan kendaraan 

Rasulullah saw dan tidak senang menyambut Beliau seperti orang-orang 

lain. 

Hal itu disebab kan ia tengah keluar menuju daerah pedalaman 

dengan membawa domba-dombanya yang ia dapat supaya ia bisa 

menggembalakannya.  sesudah  sekian lama ia merasakan kelaparan dan 

takut mati sebab nya. Hanya domba-domba itulah yang ia miliki dari 

kehidupan dunia ini. 

Akan tetapi kebahagiaan yang merebak di Madinah Al Munawarah 

dengan cepat tersiar hingga desa-desa yang dekat dengannya atau yang 

jauh. Kabar gembira itu akhirnya sampai ke telinga Uqbah bin Amir Al 

Juhany yang sedang mengurusi domba-dombanya di pedalaman kampung.  

Kita akan beri kesempatan kepada Uqbah bin Amir untuk menceritakan 

sendiri kisah perjumpaannya dengan Nabi Saw. Uqbah berkata: 

“Rasulullah Saw tiba di Madinah dan pada saat itu aku sedang 

mengurus domba milikku. Begitu aku mendengar berita kedatangan Beliau, 

aku segera meninggalkan hartaku dan segera pergi untuk menemuinya 

tanpa sempat berpikir apapun. Begitu aku berjumpa dengan Beliau, aku 

bertanya: “Apakah engkau mau membai’atku, ya Rasulullah?” Beliau 

 

bertanya: “Siapakah engkau?” Aku menjawab: “Saya yaitu  Uqbah bin 

Amir Al Juhany.” Rasul bertanya: “Mana yang lebih kau sukai: apakah kau 

akan berbai’at kepadaku sebagai seorang Arab, atau kau berbai’at kepadaku 

sebab  telah berhijrah?” Aku menjawab: “Aku lebih memilih bai’at hijrah.” 

Maka Rasulullah Saw membai’atku sebagaimana Beliau membai’at para 

muhajirin. lalu  aku menginap semalam bersama Beliau lalu aku 

kembali untuk mengurusi domba-dombaku.” 

  

Kami saat itu berjumlah 12 orang yang telah menyatakan masuk Islam 

dan tinggal jauh dari Madinah untuk menggembalakan domba-domba 

milik kami di pedalaman. 

Salah seorang dari kami berkata: “Tidak akan bermanfaat besar bagi 

kita, bila kita tidak datang menghadap Rasulullah Saw setiap hari agar kita 

dapat mempelajari agama, dan mendengarkan wahyu langit yang 

diturunkan kepadanya. Maka baiknya setiap hari salah seorang di antara 

kita ada yang berangkat ke Yatsrib, biar dombanya kita yang 

menguruskannya.” 

lalu  aku berkata: “Berangkatlah kalian menghadap Rasulullah 

satu demi satu. Orang yang pergi boleh menitipkan dombanya kepadaku. 

Sebab aku amat khawatir kepada domba-dombaku untuk aku titipkan 

kepada orang lain.” 

  

lalu  para sahabatku berangkat menghadap Rasulullah Saw satu 

per satu, dan mereka menitipkan dombanya untuk aku gembalakan. Jika ia 

sudah kembali, aku mendengarkan apa yang telah ia dengar. Aku menimba 

apa yang telah ia dapatkan. Aku terus melakukan hal itu hingga aku 

bertanya kepada diri sendiri dan akhirnya aku berkata: “Celaka! Apakah 

sebab  hanya alasan domba yang tidak gemuk dan membuat kaya engkau 

akan kehilangan kesempatan bersahabat dengan Rasul Saw dan kehilangan 

perjumpaan langsung tanpa perantara lagi?!… lalu  aku biarkan 

domba-dombaku, dan akupun berangkat ke Madinah agar aku dapat 

tinggal di Masjid Rasulullah Saw di samping Beliau. 

  

Tidak pernah terbayangkan oleh Uqbah bin Amir Al Juhany –sejak ia 

mengambil keputusan yang amat menentukan ini- bahwa ia akan menjadi 

pada beberapa lama lalu  salah seorang dari para sahabat yang 

berilmu. Ahli dalam bidang ilmu Al Qur’an. Salah seorang panglima perang 

yang ternama dan salah seorang dari para wali (gubernur) Islam. 

Ia pun tidak pernah membayangkan –sekedar berkhayal- saat ia 

meninggalkan dombanya dan berangkat menuju Allah dan Rasul-Nya 


bahwa dirinya akan berada di barisan terdepan pasukan dan menaklukan 

Damaskus yang menjadi pusat dunia dan membuat bagi dirinya rumah di 

tengah tamannya yang indah di daerah gerbang Tuma104. 

Ia juga tidak pernah berkhayal bahwa dirinya akan menjadi salah 

seorang panglima perang yang menaklukkan Mesir dan bahwa dirinya 

akan menjadi wali di sana. Lalu membangun sebuah rumah untuk dirinya 

di tepi gunungnya yang bernama Al Muqattam105. Semua ini yaitu  hal-hal 

yang tidak pernah terduga dan hanya diketahui oleh Allah saja. 

  

Uqbah bin Amir selalu mendampingi Rasulullah ibarat sebuah 

bayangan. Uqbah selalu memegang tali kekang bighal106 Rasul, kemana 

saja Beliau pergi. Sehingga ia dikenal dengan radif Rasulillah (Pembonceng 

Rasulullah). Terkadang Rasul Saw turun dari bighalnya supaya Uqbah yang 

menungganginya, sedang Nabi Saw berjalan kaki. 

Uqbah mengisahkan: “Aku pernah memegang kendali bighal 

Rasulullah Saw di sebuah hutan Madinah107 lalu  Beliau bertanya 

kepadaku: “Wahai Uqbah, apakah engkau tidak mau naik?!” Aku tadinya 

hendak mengatakan tidak, akan tetapi aku khawatir itu akan menjadi 

sebuah pembangkangan terhadap perintah Rasulullah. Lalu aku menjawab: 

“Baik, ya Nabi Allah!” Maka Rasulullah Saw turun dari bighalnya dan aku 

pun naik ke atasnya untuk memenuhi permintaannya… dan Beliau pun 

berjalan kaki. Tidak lama lalu  aku turun dan Nabi Saw pun kembali 

naik ke atas bighal. lalu  Beliau bersabda kepada ku: “Wahai Uqbah, 

maukah engkau jika aku ajarkan 2 surat yang tidak ada bandingannya?” 

Aku menjawab: “Tentu aku mau, ya Rasulullah!” lalu  Beliau 

membacakan untukku: “Qul Audzu birabbil falaq dan Qul Audzu birabbin 

naas.” lalu  tibalah waktu shalat. lalu  Rasul Saw menjadi imam 

dan membaca kedua surat ini . Lalu Beliau bersabda: “Bacalah kedua 

surat ini  setiap kali engkau tidur dan terbangun.” 

Uqbah berkata: Aku senantiasa membaca kedua surat ini  

sepanjang hidupku. 

  

Uqbah bin Amir Al Juhany menjadikan cita-citanya hanya terpaut pada 

dua hal saja, yaitu: ilmu pengetahuan dan jihad. Ia berusaha untuk 

mendapatkan keduanya dengan ruh dan jasadnya. Ia rela mengeluarkan 

apa saja untuk mendapatkannya. 

                                                     

104

 Salah satu gerbang Damaskus kuno 

105

 Sebuah gunung yang membentang di sekeliling Cairo di sebelah Selatan sedikit naik ke atas. 

106

 Pent. Bighal yaitu  hewan peranakan antara kuda dan keledai. Besarnya dibawah kuda dan 

lebih tinggi dari keledai. 

107

 Hutan Madinah: Daerah yang lebat dengan pepohonan di Madinah. 

Dalam masalah ilmu pengetahuan, Uqbah telah menyerap dari sumber 

telaga Rasulullah Saw yang begitu banyak sehingga ia telah menjadi ahli 

dalam ilmu Al Qur’an, hadits, fikih, ilmu waris, sastra dan syair. 

Dia termasuk orang yang memiliki suara terbagus dalam membacakan 

Al Qur’an. Jika malam sudah menjelang dan alam semesta sudah menjadi 

tenang, maka Uqbah akan membaca beberapa ayat dari Al Qur’an. 

Bacaannya yang begitu indah telah membuat hati para sahabat tercenung 

mendengarkannya. Sehingga hati mereka menjadi khusyuk dan mata 

mereka menitikkan air mata sebab  merasa takut kepada Allah. 

Suatu hari Umar bin Khattab pernah memanggilnya dan berkata: 

“Bacakan kepadaku sesuatu dari Al Qur’an, wahai Uqbah!” Lalu Uqbah 

berkata: “Baik, ya Amirul Mukminin.” lalu  Uqbah mulai 

membacakan beberapa ayat Al Qur’an dan Umar pun menangis sehingga 

air matanya membasahi janggut. 

Uqbah meninggalkan sebuah mushaf Al Qur’an yang dituliskan oleh 

tangannya sendiri. Mushaf ini  beberapa tahun lalu masih terdapat di 

Mesir di Masjid Jami’ yang dikenal dengan Masjid Jami Uqbah bin Amir. 

Pada bagian belakangnya tertulis: “Dituliskan oleh Uqbah bin Amir Al 

Juhany.” 

Mushaf Uqbah bin Amir ini termasuk mushaf tertua yang masih 

ditemukan di muka bumi ini, akan tetapi kini sudah hilang seperti banyak 

peninggalan berharga yang juga lenyap, sebab  sebab kelalaian kita. 

  

Pada bidang jihad, kita dapat mengetahuinya bahwa Uqbah bin Amir Al 

Juhany turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Uhud dan 

beberapa peperangan sesudahnya. Dia termasuk salah seorang prajurit 

yang gagah berani yang pernah berjuang dengan susah payah dalam 

perang penaklukan Damaskus. Maka Abu Ubaidah Al Jarrah memberikan 

sebuah kehormatan kepadanya dengan mengutusnya sebagai delegasi 

pembawa kabar kemenangan ini kepada Khalifah Umar bin Khattab di 

Madinah. Maka ia pun selama 8 hari dan 8 malam dari hari Jum’at hingga 

Jum’at lalu  menempuh perjalanan ke Madinah tanpa henti sehingga 

ia menyampaikan kabar gembira kepada Umar Al Faruq atas keberhasilan 

kaum muslimin melakukan penaklukan yang besar terhadap Damaskus. 

Dia juga yaitu  salah seorang panglima pasukan muslimin yang 

berhasil menaklukan Mesir. Sehingga Amirul Mukminin Mu’awiyah bin 

Abi Sufyan108 memberikan anugerah kepadanya dengan mengangkat 

dirinya sebagai wali (gubernur) di sana selama 3 tahun lamanya. 

lalu  Amirul Mukminin menginstruksikan padanya untuk berperang 

melawan Kepulauan Rudus di Mediterania. 

                                                     

108

 Mu’awiyah bin Abi Sufyan: Shakr bin Harb Al Qurasy Al Umawy. Ia masuk Islam pada tahun 

Fathu Makkah, dan dia termasuk orang yang bertugas untuk menuliskan wahyu. Dialah yang 

mendirikan Daulah Umawiyyah di Syam dan wafat pada tahun 60 H. 

sebab  begitu cintanya dengan jihad, ia menghapalkan banyak hadits 

jihad di hatinya. Secara khusus ia meriwayatkan hadits-hadits tentang jihad 

ini  kepada kaum muslimin. Dia seringkali melatih ketangkasan 

memanahnya, sehingga bila ia ingin mendapatkan hiburan bagi dirinya 

maka ia akan melakukan olah raga memanah. 

  

Begitu Uqbah bin Amir Al Juhany sakit menjelang wafat –saat itu ia 

berada di Mesir-, ia mengumpulkan anak-anaknya dan berwasiat kepada 

mereka seraya berkata: “Wahai anak-anakku, aku melarang 3 hal kepada 

kalian maka jagalah larangan ini dengan baik: “Janganlah kalian menerima 

hadits Rasulullah Saw kecuali dari orang yang tsiqah (terpercaya), 

Janganlah kalian berhutang meski kalian hanya berpakaian Aba’109, dan 

janganlah kalian menulis syair sehingga membuat hati kalian lalai dari Al 

Qur’an!” 

Begitu ia meninggal, keluarganya menguburkan jasadnya di kaki 

gunung Al Muqattam. lalu  keluarganya mencari-cari apa saja 

peninggalan Uqbah. Rupanya ia meninggalkan lebih dari 70 busur panah. 

Setiap busur disertai sebuah tanduk dan beberapa anak panah. Uqbah 

berpesan, peninggalannya ini harus digunakan untuk berjuang di jalan 

Allah. 

Semoga Allah Swt menjadikan wajah seorang qari, alim dan pejuang 

yang bernama Uqbah bin Amir Al Juhany ini bersinar. Semoga Ia berkenan 

memberikan balasan terbaik baginya atas jasa yang pernah ia lakukan 

terhadap Islam dan muslimin. 


Bilal bin Rabah 

Muadzin Rasulullah 

“Abu Bakar yaitu  Pemimpin Kami yang telah Membebaskan 

Pemimpin Kami (Maksudnya Bilal)”  (Umar Al Faruq ra) 

 

Bilal bin Rabah sang Muadzin Rasulullah Saw memiliki sejarah hidup 

yang amat hebat dalam perjuangan akidah, sebuah kisah yang senantiasa 

diulang oleh zaman dan tidak membuat telinga manusia bosan untuk 

mendengarkannya. 

Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari 

seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya 

dikenal dengan Hamamah. Hamamah ini yaitu  seorang budak wanita 

yang berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Oleh sebab nya, sebagian 

orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam). 

  

Bilal tumbuh di Mekkah dan ia yaitu  budak milik anak-anak yatim 

dari Bani Abdid Daar dimana ayah mereka mewasiatkan mereka kepada 

Umayyah bin Khalaf yang merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy. 

Begitu muncul sinar agama baru di Mekkah, dan Rasulullah Saw 

mengumandangkan kalimat tauhid. Bilal yaitu  salah seorang yang paling 

dahulu masuk dalam agama Islam. 

Dia telah masuk Islam dan pada saat itu tidak ada orang lain yang 

masuk Islam selain dia dan beberapa orang lagi yang termasuk As Sabiquna 

Al Awwalun. 

Yang pertama yaitu  Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mukminin. 

Lalu Abu Bakar As Shiddiq. Ali bin Abi Thalib. Ammar bin Yasir dan ibunya 

Sumayyah. Shuhaib Ar Rumy. Dan Miqdad bin Al Aswad. 

Bilal merasakan penderitaan yang ia rasakan akibat dari ulah kejahatan 

dan aniaya kafir Quraisy yang tidak dirasakan oleh orang lain. Ia namun 

mampu bersabar seperti para sahabat Rasul lainnya. 

Adapun Abu Bakar As Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib memiliki keluarga 

dan kaum yang dapat melindungi mereka berdua. Sedangkan para budak 

yang termasuk mustad’afin (orang-orang lemah), maka bangsa Quraisy 

dapat menyiksa mereka dengan begitu kejamnya.  

Kafir Quraisy hendak menjadikan para orang-orang lemah tadi sebagai 

pelajaran bagi orang yang berani mengaku untuk menyingkirkan para 

  

tuhan dan berhala mereka dan menyatakan diri sebagai pengikut 

Muhammad. 

Para mustad’afin ini merasakan penyiksaan yang begitu hebat dari kafir 

Quraisy. Abu Jahal –Allah menghinakannya- telah berlaku keji kepada 

Sumayyah. Abu Jahal berdiri di atas tubuh Sumayyah dengan mengucapkan 

sumpah serapah lalu membunuhnya dengan menancapkan tombak pada 

tubuhnya yang masuk dari bagian bawah perutnya hingga tembus di 

punggungnya. Sumayyah menjadi wanita syahid pertama dalam Islam.  

Sedangkan para saudaranya yang lain, termasuk Bilal bin Rabah terus 

menerus mendapatkan penyiksaan dari bangsa Quraisy. 

Mereka bangsa Quraisy jika matahari sudah berada pada puncaknya, 

langit terasa panas, dan pasir kota Mekkah sudah terasa melepuh… para 

kafir Quraisy ini melepaskan baju kaum muslimin mustad’afin tadi, lalu 

memakaikan kepada mereka pakaian besi lalu membakar mereka dengan 

sinar matahari yang begitu terik.  

Mereka juga mencambuk punggung kaum mustad’afin tadi dengan 

cambuk, serta menyuruh mereka untuk menghina Muhammad. 

Mereka kaum mustad’afin jika penyiksaan terhadap diri mereka 

semakin menggila, dan mereka sudah merasa tidak kuat lagi untuk 

menerimanya. Maka mereka akan menuruti kehendak kafir Quraisy, 

namun hati mereka senantiasa terpaut kepada Allah dan Rasulnya, kecuali 

Bilal ra. Dia mampu menahan dirinya dalam mempertahankan Allah Swt. 

Yang menjadi penyiksa diri Bilal yaitu  Umayyah bin Khalaf dan para 

algojonya. Mereka mendera punggung Bilal dengan cambuk, namun tetap 

saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa). 

Mereka menimpakan batu-batu besar pada dada Bilal, namun tetap saja 

Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).  

Meski mereka sudah menyiksa dengan sekeras mungkin, namun tetap 

saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa). 

Mereka berusaha mengingatkan Bilal kepada Lata wal Uzza, namun 

Bilal malah menyebut Allah dan Rasul-Nya. 

Mereka berkata kepada Bilal: “Katakan apa yang kami ucapkan!” 

Malah Bilal menjawab: “Lisanku tidak dapat mengucapkannya.” 

Maka sontak mereka menambahkan penyiksaannya dan semakin gila 

dalam penganiayaannya. 

Umayyah bin Khalaf yang keterlaluan ini bila hendak menyiksa Bilal, 

maka ia akan mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal lalu 

menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah 

menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh 

perkampungan Mekkah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di 

kota ini . 

Bilal ra merasakan penyiksaan di jalan Allah dan Rasul-Nya, dan ia 

selalu mendendangkan ucapannya yang berbunyi: “Ahad, Ahad, Ahad, 

Ahad!” Dia tidak pernah bosan mengulanginya, dan tidak pernah berhenti 

mengucapkannya. 

  

Abu Bakar ra pernah berniat untuk membeli Bilal dari Umayyah bin 

Khalaf. Lalu Umayyah meninggikan harganya dan ia menduga bahwa Abu 

Bakar tidak mampu untuk membayarnya. 

Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas. 

Umayyah berkata kepada Abu Bakar  sesudah  perjanjian jual-beli ini usai: 

“Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas 

saja, pasti sudah aku jual juga.” Abu Bakar menjawab: “Jika engkau tidak 

mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap 

membelinya!” 

Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah Saw bahwa 

dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka 

Nabi Saw bersabda: “Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu 

Bakar!” As Shidiq lalu menjawab: “Aku telah membebaskannya, ya 

Rasulullah.” 

  

Begitu Allah Swt memberikan izin kepada Nabi-Nya untuk berhijrah ke 

Madinah. Bilal pun termasuk orang yang turut  berhijrah ke sana. 

Bilal, Abu Bakar dan Amir bin fihr tinggal di Madinah dalam satu 

rumah. Mereka semua terkena penyakit demam. Kebiasaan Bilal bila sudah 

terbebas dari penyakit demam, maka ia akan mengangkat suaranya dan 

mulai menyenandungkan bait puisi dengan suaranya yang merdu. Ia 

mengalunkan: 

Bukan sebab  syairku, aku tidak bisa tidur malam ini 

Di Fakh110 sementara di sekelilingku terdapat Ikhir dan Jalil111 

Apakah suatu hari aku akan dapat mendatangi sumber air Mijannah112 

Dan apakah aku masih dapat melihat Syamah dan Thafil113 

Tidak heran bila Bilal merindukan Mekkah dan setiap sudutnya. 

Sebagaimana ia merindukan semua lembah dan pegunungannya. Sebab 

                                                     

110

 Fakh yaitu  sebuah tempat di luar Mekkah. 

111

 Tumbubuhan yang harum wanginya 

112

 Mijannah yaitu  nama sebuah pasar Arab di masa Jahiliyah yang cukup berjarak dari 

Mekkah 

113

 Syamah dan Thafil yaitu  nama dua gunung di Mekkah

disanalah ia merasakan nikmatnya iman. Disanalah ia merasakan 

penyiksaan manusia hanya demi mencari keridhaan Allah. Dan disana pula 

ia mampu mengalahkan dirinya dan mengalahkan setan. 

  

Bilal akhirnya menetap di Yatsrib yang jauh dari penyiksaan bangsa 

Quraisy. Ia mendedikasikan usianya kepada Nabi dan kekasihnya yaitu 

Muhammad Saw. 

Bilal senantiasa turut serta jika Rasulullah Saw melakukan perjalanan. 

Dan ia pun juga bersama Rasul, tatkala Beliau pulang. 

Ia melakukan shalat bersama Rasul, melaksanakan perang jika Rasul 

melakukannya. Sehingga Bilal seolah menjadi bayang diri Rasulullah Saw. 

Saat Rasulullah Saw membangun masjidnya di Madinah, dan adz