bah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, lalu hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman [31] : 14-15)
Ada kisah menarik tentang ayat-ayat ini. Dimana kelompok pemilik
sifat yang bertentangan menjadi tunduk di hadapan jiwa seorang pemuda.
Maka kemenangan berada di pihak kebaikan atas keburukan. Keimanan
atas kekufuran.
Sedangkah tokoh kisah ini yaitu seorang pemuda Mekkah terhormat
dari garis nasab, yang memiliki ayah dan ibu yang terhormat.
Sa’d saat cahaya kenabian sedang bersinar di kota Mekkah sedang
menjelang usia muda. Ia memiliki perasaan yang lembut dan amat berbakti
kepada kedua orang tuanya, wa bil khusus kepada ibunya.
Meski pada saat itu Sa’d akan berusia 17 tahun. Namun ia sudah
berpikiran dewasa dan bijak layaknya orang tua.
Ia tidak pernah –misalnya- senang dengan senda gurau yang biasa
dilakukan anak seumurannya. Akan tetapi ia malah tertarik dengan
mempersiapkan anak panah. Memperbaiki busur panah. Dan berlatih
memanah seolah ia tengah mempersiapkan diri untuk sebuah masalah
besar.
Ia juga tidak pernah senang dengan apa yang ia lihat pada kaumnya
yang memiliki akidah yang rusak dan kondisi yang buruk. Sehingga seolah
ia sedang menunggu sebuah tangan kuat yang dapat menghancurkan
mereka dan menyingisngkan kedzaliman yang mereka perbuat.
Dalam kondisi sedemikian, Allah Swt berkehendak untuk memulyakan
semua manusia dengan tangan yang lembut ini. Dan ternyata tangan
ini yaitu tangan penghulu semua makhluk yaitu Muhammad bin
Abdullah Saw. dan ditangannya yaitu sebuah bintang Allah yang tidak
pernah redup: yaitu Kitabullah…
Maka segeralah Sa’d bin Abi Waqash memenuhi panggilan petunjuk
dan kebenaran, sehingga ia menjadi orang ketiga atau keempat yang masuk
Islam.
Oleh sebab nya, sering kali ia berucap dengan perasaan bangga:
“Hanya menunggu selama 7 hari, aku menjadi orang ketiga yang masuk
dalam Islam.”
Rasulullah Saw amat bergembira dengan Islamnya Sa’d. sebab dalam
diri Sa’d ada tanda-tanda kecerdasan dan kegagahan yang menandakan
bahwa bulan sabit ini sebentar lagi akan menjadi purnama.
Sa’d juga memiliki garis keturunan yang mulia, dan juga posisi
terhormat yang dapat membuat semua pemuda Mekkah akan mengikuti
jejaknya.
Lebih dari itu, Sa’d yaitu kerabat Rasulullah Saw. Sebab ia berasal dari
Bani Zuhrah. Sedangkan Bani Zuhrah yaitu keluarga Aminah binti Wahb,
ibunda Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw amat bangga dengan hubungan kerabat ini.
Diriwayatkan bahwa Nabi Saw saat itu sedang duduk bersama beberapa
orang dari sahabatnya, lalu Beliau melihat Sa’d bin Abi Waqash datang.
Rasul Saw bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Inilah
pamanku… maka setiap orang, perlihatkanlah kepadaku pamannya!”
Akan tetapi keislaman Sa’d bin Abi Waqash tidaklah berjalan dengan
mudah dan tenang. Pemuda yang beriman ini merasakan ujian terberat dan
paling keras. Sehingga sebab terlalu kerasnya, Allah Swt menurunkan
sebuah ayat Al Qur’an tentang dirinya…
Sekarang kita akan memberikan kesempatan kepada Sa’d untuk
mencerikatakn kisah ujiannya ini.
Sa’d mengatakan: 3 hari sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi
seolah aku tenggelam dalam kegelapan yang bertingkat-tingkat. Saat aku
sedang berusaha selamat dari gelombang kegelapan ini , lalu ada
sebuah bulan yang menerangiku dan aku mengikutinya. Aku melihat ada
segerombolan orang yang telah mendahuluiku jalan menuju bulan
ini . Aku melihat Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar
Shiddiq. Aku bertanya kepada mereka: ‘Sejak kapan kalian berada di sini?!
Mereka menjawab: ‘Sejak 1 jam.’
Begitu siangb menjelang,aku mendengar bahwa Rasulullah Saw telah
melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi untuk masuk Islam. Aku
mengerti bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan atas diriku. Dengan
sebab ini , Ia hendak mengeluarkan aku dari kegelapan menuju
cahaya.
Lalu aku mendatanginya segera, dan aku menjumpai Beliau di Syi’b
Jiyad93. Beliau saat itu sedang melakukan shalat Ashar. Aku pun masuk
Islam, dan tidak ada yang mendahuluiku mauk Islam selain orang-orang
yang aku lihat dalam mimpiku.
lalu Sa’d melanjutkan kisah keislamannya. Ia berkata: “Begitu
ibuku mendengar bahwa aku telah masuk Islam. Ia langsung marah, dan
aku yaitu anak yang amat berbakti kepadanya dan amat mencintainya.
Ibuku datang menemuiku dan berkata: “Wahai Sa’d, agama apakah yang
telah kau anut dan telah memalingkan kamu dari agama ibu dan
bapakmu? Demi Allah, jika engkau tidak meninggalkan agama barumu itu
maka aku tidak akan makan dan minum sehingga aku mati. Sehingga
hatimu akan bersedih sebab ku, dan engkau akan menyesali tindakanmu
itu. Dan manusia sebab nya akan mencibirmu untuk selamanya.”
Aku lalu berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, Bunda! Aku tidak
akan meninggalkan agamaku sebab alasan apapun.”
Ia pun lalu melakukan janjinya. Ia tidak mau makan dan minum. Ia
terus melakukan hal itu berhari-hari tidak makan dan tidak minum.
93
Syi’b Jiyad yaitu sebuah jalan berbukit di Mekkah
Badannya menjadi kurus, tulang punggungnya menjadi bengkok dan
kekuatannya menurun drastis.
Aku selalu mendatanginya dari waktu ke waktu untuk memintanya
agar mau memakan sedikit makanan atau meminum sedikit minuman. Ia
menolak permintaanku dengan keras. Ia masih bersumpah untuk tidak
makan dan minum hingga mati atau aku harus meninggalkan agamaku.
Pada saat itu aku katakan kepadanya: “Wahai bunda, meski aku begitu
mencintaimu, namun cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar lagi.
Demi Allah, jika engkau memiliki 1000 nyawa, lalu satu per satu nyawamu
itu keluar dari tubuhmu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan
agamaku ini demi apapun juga!”
Begitu ia melihat kesungguhanku, ia mau makan dan minum dengan
hati yang kesal. Lalu turunlah firman Allah Swt:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] :15)
Hari di mana Sa;d bin Abi Waqash masuk Islam yaitu hari dimana
kaum muslimin merasakan adanya kebaikan terbanyak pada Islam:
Pada perang Badr, Sa’d dan saudaranya yang bernama Umair memiliki
kisah tersendiri. Umair pada saat itu yaitu seorang pemuda yang baru saja
baligh. Begitu Rasulullah Saw memperhatikan barisan pasukan muslimin
sebelum berangkat ke medang perang, Umair saudara Sa’d mundur
kebelakang sebab khawatir Rasulullah Saw akan melihatnya sehingga
akan menolaknya sebab usianya yang masih kecil. Benar saja Rasulullah
Saw melihatnya lalu menolaknya yang membuat Umair menangis.
Tangisannya membuat hati Rasulullah Saw luluh sehingga Beliau
membolehkan Umair turut-serta.
Pada saat itu Sa’d menjadi gembira. Ia mengikatkan tali sarungnya pada
diri Umair sebab ia masih kecil. Dan berangkatlah kedua bersaudara tadi
untuk berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh.
Begitu peperangan usai, Sa’d kembali ke Madinah sendirian. Sedangkan
Umair telah gugur menjadi seorang syahid di medan Badr, dan Sa’d
memohon kepada Allah agar saudaranya diberikan pahala seperti yang
telah dijanjikan.
Pada perang Uhud. Saat pendirian pasukan muslimin mulai goyah dan
berpisah dari barisan Nabi Saw sehingga tersisa sedikit saja yang bersama
Beliau yang berjumlah tidak lebih dari 10 orang. Sat itu Sa’d bin Abi
Waqash berdiri membela Rasulullah Saw dengan busur panahnya. Tidak
satupun anak panah yang dilesatkan kecuali memakan seorang korban dari
pihak kamu musyrikin.
Saat Rasulullah Saw melihat Sa’d melesatkan anak panahnya dengan
cara ini, Rasulullah lalu memberikan semangat kepadanya dengan
bersabda: “Panah mereka ya Sa’d, panah mereka demi ayah dan ibumu!”
Maka dengan motivasi Rasulullah Saw, Sa’d berbangga hati selama
hidupnya seraya berkata: “Rasulullah Saw tidak pernah menggabungkan
kedua orang tua dari seseorang saat bersumpah kecuali kepadaku saja.”
Dan itu terjadi saat Rasululullah Saw bersumpah demi ayah dan ibunya
secara bersamaan.
Akan tetapi Sa’d baru meraskan kebahagiaannya saat Umar Al Faruq
bertekad untuk mengalahkan bangsa Persia lewat perang yang dapat
membuat negeri mereka hancur, istana mereka roboh dan untuk mencabut
akar penyembahan berhala dari muka bumi. Maka Umar mengirimkan
surat kepada seluruh pegawainya yang ada di semua daerah yang berbunyi:
“Kirimkanlah kepadaku semua orang yang memiliki senjata atau kuda,
pertolongan atau pendapat, atau kemampuan dalam bersyair atau
beretorika dan lainnya yang dapat membantu kami dalam peperangan!”
Maka datanglah gelombang para mujahidin ke Madinah dari setiap
penjuru.Begitu semuanya telah terpenuhi, Umar Al Faruq meminta
pendapat kepada Ashabul Halli wal Aqdi94 tentang orang yang dapat
memimpin pasukan yang amat besar ini sehingga Umar dapat memberikan
mandat kepadanya. Mereka semua berpendapat orang ini yaitu : Si
singa menerkam yaitu Sa’d bin Abi Waqash. Maka Umar memanggil Sa’d ra
dan memberikan panji komando kepadanya.
Begitu pasukan yang besar ini hendak meninggalkan Madinah, Umar
bin Khattab memberikan wasiat dan pesannya kepada panglima pasukan
ini:
“Ya Sa’d, Janganlah engkau terpedaya dari jalan Allah jika ada yang
mengatakan: Dia yaitu paman Rasulullah dan sahabat Rasulullah. Sebab
94
Ashabul Halli wal Aqdi yaitu mereka yang ditunjuk untuk melakukan musyawarah dan
orang-orang yang memiliki pendapat serta jabatan
Allah Swt tidak akan menghapuskan keburukan dengan keburukan. Akan
tetapi Ia akan menghapuskan keburukan dengan kebaikan.
Ya Sa’d, Tidak ada nasab di antara Allah dan seseorang selain ketaatan.
Manusia yang tinggi dan rendah dihadapan Allah yaitu sama. Allah
yaitu Tuhan mereka, dan mereka yaitu para hamba-Nya. Mereka akan
mulia sebab taqwa dan mereka akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah
dengan ketaatan. Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebab itulah
perintah yang sebenarnya.”
Berangkatlah pasukan yang penuh berkah ini. Dalam pasukan ini
terdapat 99 orang yang pernah ikut dalam perang Badr. Ada 310 lebih
orang yang pernah melakukan Bai’at Ridwan. 300 orang yang turut dalam
Fathu Makkah bersama Rasulullah dan 700 orang anak-anak para sahabat.
Berangkatlah Sa’da dan pasukannya menuju Al Qadisiyah95. Pada hari
Harir96, pasukan muslimin bertekad untuk mengalahkan Persia. Kaum
muslimin mengepung musuh mereka dengan begitu ketatnya. Mereka
menyerang dan merangsek barisan musuh dari segala penjuru dengan
bertahlil dan bertakbir.
Maka kepala Rustum panglima pasukan Persia sudah diangkat dengan
tombak-tombak pasukan muslimin. Maka merasuklah ketakutan dan
kepanikan dalam setiap hati musuh Allah, sehingga bila ada seorang
muslim yang menunjuk seorang dari pasukan Persia maka ia bisa mati, atau
muslim tadi membunuhnya dengan senjata dengan amat mudah.
Sedangkan ghanimah tidak usah dibayangkan. Adapun yang menjadi
korban,cukuplah Anda ketahui bahwa yang mati hanya sebab tenggelam
mencapai jumlah 3000 orang.
Sa’d dianugerahi umur panjang dan harta yang banyak. Akan tetapi
saat ia menjelang wafat, ia meminta sebuah jubah yang terbuat dari shuf
(wol) tebal. Ia berkata: “Kafankan aku dengan shuf itu, sebab aku
menghadapi pasukan musyrikin dalam perang Badr dengan mengenakan
baju itu. Aku berharap dapat berjumpa dengan Allah sambil mengenakan
shuf itu.
95
Al Qadisiyah yaitu sebuah tempat yang berjarak 15 farsakh dari Kufah. Di tempat ini pernah
terjadi peperangan yang menentukan antara pasukan muslimin dan Persia pada tahun 16 H. Kaum
muslimin berhasil meraih kemenangan telak sehingga bangsa Persia tidak mampu lagi memberikan
perlawanan
96
Hari Harir yaitu hari terakhir dari peperangan Al Qadisiyah. Dinamakan demikian sebab
tidak ada suara yang terdengar dari seorang pejuang kecuali suara desingan senjata sebab hebatnya
peperangan
Hudzaifah bin Yaman
Orang yang Mengetahui Rahasia Rasulullah Saw
“Apa yang Diceritakan Hudzaifah kepada Kalian, Percayailah! Apa
yang Dibacakan Abdullah bin Mas’ud kepada Kalian, Maka Bacalah!”
(Hadits Rasulullah)
“Jika engkau menjadi seorang muhajirin atau mau menjadi salah
seorang suku Anshar, maka pilihlah salah satunya untuk dirimu!”
Begitulah kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw kepada Hudzaifah
bin Yaman saat Beliau berjumpa dengannya pertama kali di Mekkah.
Ada kisah menarik mengapa Hudzaifah diberi pilihan untuk memilih
antara 2 golongan terhormat dikalangan muslimin ini:
Al Yaman, ayah Hudzaifah yaitu orang asli Mekkah dari Bani Absin
akan tetapi ia pernah membunuh salah seorang kaumnya. Maka ia
melarikan diri dari Mekkah menuju Yatsrib. Di sana ia bergabung dengan
Bani Abd Al Asyhal dan menikah dengan salah satu anggotanya. Dan
lahirlah anaknya yang bernama Hudzaifah.
Lalu hilanglah penghalang antara Al Yaman dengan Mekkah dan ia
mulai ragu untuk memilih Mekkah atau Yatsrib. Akan tetapi ia lebih lama
tinggal dan sudah lebih akrab dengan Madinah.
Begitu Islam muncul membawa cahayanya bagi jazirah Arab, Al Yaman
ayah Hudzaifah yaitu salah satu dari sepuluh orang Bani Absin yang
datang menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka
dihadapan Beliau. Peristiwa itu terjadi sebelum Beliau hijrah ke Madinah.
Oleh sebab itu, Hudzaifah yaitu orang Mekkah asli, namun besar di
Madinah.
Hudzaifah bin Yaman tumbuh di keluarga muslim. Ia di asuh oleh
kedua orang tua yang termasuk pendahulu dalam agama Allah. Ia sudah
masuk Islam sebelum masuk usia dewasa.
Ras rindu Hudzaifah untuk bertemu Rasulullah Saw memenuhi seluruh
relung hatinya. Sejak ia masuk Islam, ia selalu mencari tahu informasi
tentang diri Rasul. Ia juga senantiasa bertanya tentang ciri-ciri Beliau.
Semakin ia tahu, maka semakin bertambah kerinduannya kepada Beliau.
Maka berangkatlah Hudzaifah ke Mekkah untuk berjumpa denga Nabi.
Begitu ia berjumpa dengan Beliau, ia langsung menanyakan: “Apakah saya
ini termasuk kaum Muhajirin atau Anshar, ya Rasulullah?” Rasul langsung
menjawab: “Jika engkau berkenan, engkau dapat bergabung dengan kaum
muhajirin. Jika kau mau menjadi Anshar, silahkan saja. Pilihlah sesukamu!”
Maka ia menjawab: “Saya yaitu termasuk suku Anshar, ya
Rasulullah!”
Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu
mendampingi Beliau bagaikan sepasang mata. Ia juga ikut serta bersama
Rasul dalam setiap jihad yang Beliau lakukan.
Mengapa Hudzaifah tidak ikut serta dalam perang Badr, ada sebuah
kisah yang akan diceritakan olehnya sendiri:
Aku tidak bisa turut serta dalam perang Badr sebab aku pada saat itu
sedang di luar Madinah bersama ayahku. Lalu para kafir Quraisy
menangkap kami dan bertanya: “Hendak kemana kalian?” Kami menjawab:
“Hendak ke Madinah!” Mereka bertanya: “Apakah kalian hendak
menjumpai Muhammad?” Kami menjawab: “Tidak ada tujuan kami selain
Madinah.” Mereka masih saja tidak mau melepaskan kami kecuali sesudah
membuat perjanjian dengan kami agar kami tidak akan membantu
Muhammad untuk memerangi mereka dan juga agar kami tidak turut
berjuang bersamanya. Akhirnya, merekapun melepaskan kami.
Begitu kami menghadap Rasulullah Saw kami menceritakan perjanjian
yang kami buat dengan suku Quraisy dan kami bertanya kepada Beliau apa
yang mesti kami perbuat?
Rasul Saw menjawab: “Kita harus menepati janji dengan mereka, dan
kita memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.”
Pada perang Uhud, Hudzaifah bersama ayahnya Al Yaman turut
berperang. Hudzaifah mendapatkan ujian yang amat berat pada peristiwa
itu, dan ia dapat keluar dari peperangan dalam kondisi selamat. Sedangkan
ayahnya telah gugur sebagai syahid dalam perang ini . Akan tetapi ia
gugur bukan sebab sabetan pedang musyrikin akan tetapi sebab sabetan
pedang muslimin. Ini menjadi sebuah kisah yang akan kami angkat pada
bagian berikut:
Pada perang Uhud, Rasulullah Saw menempatkan Al Yaman dan Tsabit
bin Waqsyin di dalam benteng bersama para wanita dan anak-anak sebab
keduanya yaitu orang tua yang sudah lanjut usia. Begitu peperangan
berkecamuk, Al Yaman berkata kepada sahabatnya:
“Mengapa kita berpangku tangan saja?! Tidak ada seseorang yang
tersisa dari umurnya kecuali seperti seekor keledai yang kehausan97. Usia
kita tinggal hari ini saja atau besok98. Mengapa kita tidak mengambil
pedang dan bergabung dengan Rasulullah Saw. Semoga Allah
menganugerahi kita syahadah bersama Nabi-Nya.” lalu keduanya
mengambil pedang dan bergabung bersama manusia yang lainnya dan
berkecamuk dalam gelombang perang.
Tsabit bin Waqsyin mendapatkan kemuliaan Allah dengan gugur
sebagai syahid di tangan kaum musyrikin. Sedangkan Al Yaman, ayah dari
Hudzaifah mati tersabet oleh pedang pasukan muslimin namun mereka
tidak menyadarinya. Hudzaifah berteriak-teriak menyebut: “Ayahku…
ayahku!” Namun tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Akhirnya,
tersungkurlah orang tua tadi akibat sabetan pedang para sahabatnya
sendiri. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh Hudzaifah kepada pasukan
muslimin selain: “Semoga Allah mengampuni kalian, dan Ia yaitu Dzat
Yang Amat Pengasih.”
lalu Rasulullah Saw berniat untuk memberikan kepada
Hudzaifah diyat99 ayahnya. Hudzaifah lalu berkata: “Dia sebenarnya hanya
mencari syahadah, dan ia telah mendapatkannya. Ya Allah, saksikanlah
bahwa aku mensedekahkan diyatnya kepada kaum muslimin!” Maka hal
itu menambahkan kemuliaan dirinya di sisi Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw menyelami rahasia diri Hudzaifah bin Yaman, dan
Beliau menemukan 3 buah tanda: Kecerdasan yang unggul membuatnya
dapat menyelesaikan segala permasalahan. Pehamaman yang cepat dan
patuh yang menyambut setiap seruan Beliau. Serta mampu menjaga rahasia
sehingga tidak ada orang yang mampu mengetahui isi hatinya.
Strategi Rasulullah Saw berdasarkan pada mengetahui potensi para
sahabatnya, dan memanfaatkan potensi mereka yang tersembunyi. Hal itu
dengan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.
Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh kaum muslimin di Madinah
yaitu adanya kaum munafikin dari bangsa Yahudi dan pendukungnya
yang sering membuat makar terhadap Nabi dan para sahabatnya.
Maka Nabi Saw menceritakan kepada Hudzaifah bin Yaman beberapa
nama orang munafik –dan ini merupakan rahasia yang tidak ia ceritakan
97
Merupakan perumpamaan pendeknya masa sebab keledai tidak dapat bersabar bila sudah
merasa haus
98
Perumpamaan bahwa mereka akan mati segera
99
Harta yang diberikan kepada keluarga korban pembunuhan.
kepada salah seorang sahabatnya yang lain- Rasul memerintahkan
kepadanya untuk mengawasi gerak-gerik dan aktivitas mereka, serta
menolak bahaya mereka dari Islam dan kaum muslimin.
Sejak saat itu, Hudzaifah bin Yaman mulai disebut sebagai Shahib Sirri
Rasulillah Saw (Pemilik rahasia Rasulullah Saw).
Rasul Saw memanfaatkan bakat Hudzaifah dalam sebuah kesempatan
yang amat berbahaya dan amat membutuhkan kecerdasan dan pemahaman
yang tinggi. Hal itu terjadi pada perang Khandaq100 dimana kaum
muslimin sudah dikepung oleh musuh dari atas dan bawah mereka.
Pengepungan terhadap muslimin berlangsung lama. Mereka semakin
tersiksa. Mereka sudah kesusahan dan kesulitan. Sehingga pandangan
sudah lamur dan hati sudah naik ke kerongkongan101, dan sebagian kaum
muslimin sudah berprasangka sesuatu kepada Allah Swt.
Suku Quraisy serta para pendukungnya dari kaum musyrikin juga
mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari kaum muslimin.
Murka Allah Swt telah tertumpah kepada mereka sehingga
melemahkan kekuatan mereka dan menggoyahkan pilar-pilar mereka.
Allah mengirimkan angin yang kencang kepada mereka sehinga kemah-
kemah mereka terhempas, tungku makanan mereka terbalik, api tungku
mereka menjadi padam. Wajah mereka tersiram dengn kerikil dan mata
serta lobang hidung mereka tertutup oleh debu.
Pada kondisi yang amat menentukan dalam sejarah peperangan ini;
pasukan yang kalah mengerang terlebih dahulu, sedangkan pasukan yang
menang yaitu yang mampu bertahan sesudah pasukan musuh menarik
diri.
Dalam masa-masa yang menentukan jalannya peperangan ini; intelijen
dalam pasukan memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan
memberikan pandangan.
Pada kesempatan ini Rasulullah Saw membutuhkan bakat dan
pengalaman yang dimiliki Hudzaifah bin Al Yaman, dan bertekad untuk
mengutusnya berangkat menyusup dalam barisan musuh di kegelapan
malam, untuk dapat memberikan informasi sebelum diambil keputusan.
Kita akan memberikan kesempatan kepada Hudzaifah untuk
menceritakan sendiri kisah perjalanannya yang berbahaya ini.
Hudzaifah berkisah:
100
Perang Khandaq terjadi pada tahun 5 H dan ia merupakan perang Al Ahzab
101
Perumpamaan tentang sulitnya keadaan
Pada malam itu kami duduk berjejer. Abu Sufyan dan rekan-rekannya
para musyrikin Mekkah berada di atas kami. Sedangkan Bani Quraidzah
suku Yahudi berada di bawah kami dan kami khawatir apabila mereka
mengganggu para wanitadan anak-anak kami. Tidak pernah kami rasakan
malam yang amat gelap seperti ini. Dan angin pada malam itu amat
kencang bertiup. Suara angin bagaikan petir. Kegelapan malam membuat
kami tidak mampu melihat jari tangan kami sendiri.
lalu para munafikin meminta izin kepada Rasulullah Saw dengan
berkata: “Rumah-rumah kami terbuka (mudah diserang) bagi musuh –
sebenarnya rumah mereka tidak terbuka- padahal tidak ada seorangpun
yang meminta izin kepada Beliau, pasti Beliau mengizinkannya. Padahal
mereka menyusup ke barisan musuh dan tinggallah kami dengan pasukan
yang berjumlah sekitar 300 orang saja.
Pada saat itu, berdirilah Nabi Saw dan Beliau memeriksa kondisi kami
satu per satu hingga Beliau menghampiriku dan mendapati bahwa aku
tidak memiliki apa-apa untuk berlindung selain dengan mirth102 miliki
istriku yang hanya sebatas lutut saja.
lalu Beliau mendekat ke arahku sedangkan aku bersimpuh
bertekuk diri di tanah. Beliau berkata: “Siapakah ini?” Aku menjawab:
“Saya Hudzaifah.” Ia bertanya lagi: “Hudzaifah?” Aku semakin meringkuk
ke tanah sebab aku malas berdiri sebab lapar dan dingin yang aku
rasakan. Aku katakan: “Benar, ya Rasulullah!” Ia bersabda: “Ada sebuah
informasi di pihak musuh. Mnyusuplah pada barisan mereka dan berikan
informasi ini kepadaku!”
Berangkatlah aku padahal aku yaitu orang yang paling merasa takut
dan merasa amat dingin. lalu Rasulullah Saw berdo’a: “Ya Allah
jagalah ia dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya!”
Demi Allah, belum lagi do’a Rasul Saw selesai sehingga Allah Swt
menghilangkan dari diriku segala rasa takut serta rasa dingin.
Begitu aku hendak berangkat, Rasulullah Saw memanggilku seraya
bersabda: “Ya Hudzaifah, janganlah kau melakukan apapun juga terhadap
kaum ini sebelum kau datang kepadaku!” lalu aku menjawab:
“Ya.” lalu aku mulai menyusup di tengah kegelapan malam
sehingga aku masuk dalam barisan kaum musyrikin dan aku berpura-pura
menjadi salah seorang dari mereka.
Tidak lama aku di sana, lalu Abu Sufyan berdiri sambil
berkhutbah:
“Wahai bangsa Quraisy, aku akan menyampaikan sebuah informasi
yang aku khawatir akan didengar oleh Muhammad. Maka perhatikanlah
102
Pakaian tak berjahit seperti sarung
oleh masing-masing kalian siapa yang duduk disampingnya.” Maka
akupun lalu menarik tangan orang yang berada di sampingku dan
aku bertanya kepadanya: “Siapa kamu?” Ia menjawab: “Fulan bin Fulan.”
lalu Abu Sufyan meneruskan: “Wahai bangsa Quraisy, Demi
Allah kalian memiliki posisi yang tidak stabil. Kendaraan milik kita telah
rusak. Bani Quraidzah telah meninggalkan kita. Dan kita telah diserang
oleh angin yang begitu kencang seperti yang kalian lihat sendiri.
Berangkatlah kalian, sebab aku akan berangkat.” lalu ia naik ke
punggung unta, lalu ia melepaskan talinya. Ia lalu duduk di atas unta
ini , lalu menghentakkannya… Kalau saja Rasulullah Saw tidak
menyuruhku agar aku tidak melakukan apapun juga sehingga aku kembali
kepadanya, pasti aku sudah dapat membunuhnya dengan panah.
lalu aku kembali menghadap kepada Nabi Saw dan aku dapati
Beliau sedang berdiri melakukan shalat di atas sebuah mirth milik salah
seorang istrinya. Begitu Beliau melihatku lalu ia mendekatkan aku ke
arah kakinya dan melemparkan ujung mirth kepadaku dan akupun
menceritakan informasi yang baru aku ketahui. lalu Beliau begitu
senang saat mendengarnya lalu memuji Allah Swt.
Hudzaifah bin Al Yaman menjadi orang yang dipercaya untuk
mengetahui rahasia orang-orang munafik selagi ia hidup. Para khalifah
pun selalu berkonsultasi kepadanya. Bahkan Umar bin Khattab ra bila ada
salah seorang muslim yang meninggal ia akan bertanya: “Apakah
Hudzaifah turut hadir untuk shalat jenazah?” Kalau kaum muslimin
menjawab ya, maka ia pun akan turut shalat. Jika mereka menjawab tidak,
maka khalifah akan ragu dan lebih memilih untuk tidak melakukan shalat
jenazah.
Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah suatu saat: “Adakah salah
seorang dari para petugasku yang termasuk kaum munafikin?” Hudzaifah
menjawab: “Ada, satu orang!” Umar berkata: “Tunjukkan kepadaku siapa
orangnya!” Hudzaifah menjawab: “Aku tidak akan melakukannya.”
Hudzaifah berkata: Akan tetapi tidak lama lalu Umar
melengserkannya seolah Umar telah diberi petunjuk.
Barangkali hanya sedikit kaum muslimin yang mengetahui bahwa
hudzaifah bin al Yaman yaitu orang yang telah berjasa kepada kaum
muslimin dalam menaklukan Nahawand, Dinawar, Hamadzan dan Ray103.
Dia juga yang menjadi tokoh dalam menyatukan muslimin untuk
menggunakan satu mushaf Al Qur’an sesudah hampir mereka berseteru
tentang Kitabullah.
103
Kesemuanya ini yaitu kota-kota besar di negeri Persia.
Meski demikian Hudzaifah bin Al Yaman amat takut kepada Allah akan
dirinya sendiri, dan amat khawatir akan hukuman-Nya.
Saat ia menderita mati menjelang ajal. Beberapa orang sahabat
mendatanginya di tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka: “Jam
berapa sekarang?” Mereka menjawab: “Sudah hampir Shubuh.” Ia lalu
berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan
mengantarkan aku ke dalam neraka… Aku berlindung kepada Allah dari
waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka.” lalu ia
bertanya: “Apakah kalian sudah membawa kafan?” lalu ia berkata
lagi: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam kain kafan! Jika aku
memiliki kebaikan di sisi Allah, maka aku akan menggantikan kafan
ini dengan sebuah kebaikan lagi, Meskipun kebaikan yang lain telah
diambil dari diriku.”
lalu ia berdo’a: “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku
lebih memilih hidup miskin dibandingkan kaya. Aku lebih memilih hidup hina
dibandingkan terhormat. Dan aku lebih memilih kematian dibandingkan hidup.”
lalu ia berkata sambil melepaskan nafas terakhirnya: “Seorang
kekasih datang untuk menemui yang dirindukannya. Tidak akan beruntung
orang yang menyesal…”
Semoga Allah merahmati Hudzaifah bin Yaman. Dia telah menjadi
tipologi manusia yang jarang terdapat di muka bumi ini.
Uqbah bin Amir Al Juhany
“Uqbah bin Amir telah Menggantungkan Cita-Citanya pada Dua Hal:
Ilmu & Jihad.”
Rasulullah Saw hampir tiba di Yatsrib, sesudah lama berharap dan
menantikannya…
Disana sudah menunggu para penduduk Madinah yang baik hati.
Mereka berkerumun dengan memukulkan genderang serta
mengumandangkan tahlil serta takbir sebab gembira menyambut
datangnya Nabi yang penuh kasih dan sahabatnya As Shiddiq.
Terlihat juga di sana ada wanita-wanita yang berada di atas atap rumah
mereka bersama anak-anaknya. Mereka mencoba menyisir pandangan
sambil bertanya: “Yang mana orangnya… Yang mana orangnya?”
Terlihatlah kendaraan Rasulullah Saw yang berjalan tenang di antara
barisan orang-orang. Yang diiringi dengan hati yang gembira dan air mata
kebahagiaan serta senyuman ceria.
Akan tetapi Uqbah bin Amir Al Juhany tidak melihat iringan kendaraan
Rasulullah saw dan tidak senang menyambut Beliau seperti orang-orang
lain.
Hal itu disebab kan ia tengah keluar menuju daerah pedalaman
dengan membawa domba-dombanya yang ia dapat supaya ia bisa
menggembalakannya. sesudah sekian lama ia merasakan kelaparan dan
takut mati sebab nya. Hanya domba-domba itulah yang ia miliki dari
kehidupan dunia ini.
Akan tetapi kebahagiaan yang merebak di Madinah Al Munawarah
dengan cepat tersiar hingga desa-desa yang dekat dengannya atau yang
jauh. Kabar gembira itu akhirnya sampai ke telinga Uqbah bin Amir Al
Juhany yang sedang mengurusi domba-dombanya di pedalaman kampung.
Kita akan beri kesempatan kepada Uqbah bin Amir untuk menceritakan
sendiri kisah perjumpaannya dengan Nabi Saw. Uqbah berkata:
“Rasulullah Saw tiba di Madinah dan pada saat itu aku sedang
mengurus domba milikku. Begitu aku mendengar berita kedatangan Beliau,
aku segera meninggalkan hartaku dan segera pergi untuk menemuinya
tanpa sempat berpikir apapun. Begitu aku berjumpa dengan Beliau, aku
bertanya: “Apakah engkau mau membai’atku, ya Rasulullah?” Beliau
bertanya: “Siapakah engkau?” Aku menjawab: “Saya yaitu Uqbah bin
Amir Al Juhany.” Rasul bertanya: “Mana yang lebih kau sukai: apakah kau
akan berbai’at kepadaku sebagai seorang Arab, atau kau berbai’at kepadaku
sebab telah berhijrah?” Aku menjawab: “Aku lebih memilih bai’at hijrah.”
Maka Rasulullah Saw membai’atku sebagaimana Beliau membai’at para
muhajirin. lalu aku menginap semalam bersama Beliau lalu aku
kembali untuk mengurusi domba-dombaku.”
Kami saat itu berjumlah 12 orang yang telah menyatakan masuk Islam
dan tinggal jauh dari Madinah untuk menggembalakan domba-domba
milik kami di pedalaman.
Salah seorang dari kami berkata: “Tidak akan bermanfaat besar bagi
kita, bila kita tidak datang menghadap Rasulullah Saw setiap hari agar kita
dapat mempelajari agama, dan mendengarkan wahyu langit yang
diturunkan kepadanya. Maka baiknya setiap hari salah seorang di antara
kita ada yang berangkat ke Yatsrib, biar dombanya kita yang
menguruskannya.”
lalu aku berkata: “Berangkatlah kalian menghadap Rasulullah
satu demi satu. Orang yang pergi boleh menitipkan dombanya kepadaku.
Sebab aku amat khawatir kepada domba-dombaku untuk aku titipkan
kepada orang lain.”
lalu para sahabatku berangkat menghadap Rasulullah Saw satu
per satu, dan mereka menitipkan dombanya untuk aku gembalakan. Jika ia
sudah kembali, aku mendengarkan apa yang telah ia dengar. Aku menimba
apa yang telah ia dapatkan. Aku terus melakukan hal itu hingga aku
bertanya kepada diri sendiri dan akhirnya aku berkata: “Celaka! Apakah
sebab hanya alasan domba yang tidak gemuk dan membuat kaya engkau
akan kehilangan kesempatan bersahabat dengan Rasul Saw dan kehilangan
perjumpaan langsung tanpa perantara lagi?!… lalu aku biarkan
domba-dombaku, dan akupun berangkat ke Madinah agar aku dapat
tinggal di Masjid Rasulullah Saw di samping Beliau.
Tidak pernah terbayangkan oleh Uqbah bin Amir Al Juhany –sejak ia
mengambil keputusan yang amat menentukan ini- bahwa ia akan menjadi
pada beberapa lama lalu salah seorang dari para sahabat yang
berilmu. Ahli dalam bidang ilmu Al Qur’an. Salah seorang panglima perang
yang ternama dan salah seorang dari para wali (gubernur) Islam.
Ia pun tidak pernah membayangkan –sekedar berkhayal- saat ia
meninggalkan dombanya dan berangkat menuju Allah dan Rasul-Nya
bahwa dirinya akan berada di barisan terdepan pasukan dan menaklukan
Damaskus yang menjadi pusat dunia dan membuat bagi dirinya rumah di
tengah tamannya yang indah di daerah gerbang Tuma104.
Ia juga tidak pernah berkhayal bahwa dirinya akan menjadi salah
seorang panglima perang yang menaklukkan Mesir dan bahwa dirinya
akan menjadi wali di sana. Lalu membangun sebuah rumah untuk dirinya
di tepi gunungnya yang bernama Al Muqattam105. Semua ini yaitu hal-hal
yang tidak pernah terduga dan hanya diketahui oleh Allah saja.
Uqbah bin Amir selalu mendampingi Rasulullah ibarat sebuah
bayangan. Uqbah selalu memegang tali kekang bighal106 Rasul, kemana
saja Beliau pergi. Sehingga ia dikenal dengan radif Rasulillah (Pembonceng
Rasulullah). Terkadang Rasul Saw turun dari bighalnya supaya Uqbah yang
menungganginya, sedang Nabi Saw berjalan kaki.
Uqbah mengisahkan: “Aku pernah memegang kendali bighal
Rasulullah Saw di sebuah hutan Madinah107 lalu Beliau bertanya
kepadaku: “Wahai Uqbah, apakah engkau tidak mau naik?!” Aku tadinya
hendak mengatakan tidak, akan tetapi aku khawatir itu akan menjadi
sebuah pembangkangan terhadap perintah Rasulullah. Lalu aku menjawab:
“Baik, ya Nabi Allah!” Maka Rasulullah Saw turun dari bighalnya dan aku
pun naik ke atasnya untuk memenuhi permintaannya… dan Beliau pun
berjalan kaki. Tidak lama lalu aku turun dan Nabi Saw pun kembali
naik ke atas bighal. lalu Beliau bersabda kepada ku: “Wahai Uqbah,
maukah engkau jika aku ajarkan 2 surat yang tidak ada bandingannya?”
Aku menjawab: “Tentu aku mau, ya Rasulullah!” lalu Beliau
membacakan untukku: “Qul Audzu birabbil falaq dan Qul Audzu birabbin
naas.” lalu tibalah waktu shalat. lalu Rasul Saw menjadi imam
dan membaca kedua surat ini . Lalu Beliau bersabda: “Bacalah kedua
surat ini setiap kali engkau tidur dan terbangun.”
Uqbah berkata: Aku senantiasa membaca kedua surat ini
sepanjang hidupku.
Uqbah bin Amir Al Juhany menjadikan cita-citanya hanya terpaut pada
dua hal saja, yaitu: ilmu pengetahuan dan jihad. Ia berusaha untuk
mendapatkan keduanya dengan ruh dan jasadnya. Ia rela mengeluarkan
apa saja untuk mendapatkannya.
104
Salah satu gerbang Damaskus kuno
105
Sebuah gunung yang membentang di sekeliling Cairo di sebelah Selatan sedikit naik ke atas.
106
Pent. Bighal yaitu hewan peranakan antara kuda dan keledai. Besarnya dibawah kuda dan
lebih tinggi dari keledai.
107
Hutan Madinah: Daerah yang lebat dengan pepohonan di Madinah.
Dalam masalah ilmu pengetahuan, Uqbah telah menyerap dari sumber
telaga Rasulullah Saw yang begitu banyak sehingga ia telah menjadi ahli
dalam ilmu Al Qur’an, hadits, fikih, ilmu waris, sastra dan syair.
Dia termasuk orang yang memiliki suara terbagus dalam membacakan
Al Qur’an. Jika malam sudah menjelang dan alam semesta sudah menjadi
tenang, maka Uqbah akan membaca beberapa ayat dari Al Qur’an.
Bacaannya yang begitu indah telah membuat hati para sahabat tercenung
mendengarkannya. Sehingga hati mereka menjadi khusyuk dan mata
mereka menitikkan air mata sebab merasa takut kepada Allah.
Suatu hari Umar bin Khattab pernah memanggilnya dan berkata:
“Bacakan kepadaku sesuatu dari Al Qur’an, wahai Uqbah!” Lalu Uqbah
berkata: “Baik, ya Amirul Mukminin.” lalu Uqbah mulai
membacakan beberapa ayat Al Qur’an dan Umar pun menangis sehingga
air matanya membasahi janggut.
Uqbah meninggalkan sebuah mushaf Al Qur’an yang dituliskan oleh
tangannya sendiri. Mushaf ini beberapa tahun lalu masih terdapat di
Mesir di Masjid Jami’ yang dikenal dengan Masjid Jami Uqbah bin Amir.
Pada bagian belakangnya tertulis: “Dituliskan oleh Uqbah bin Amir Al
Juhany.”
Mushaf Uqbah bin Amir ini termasuk mushaf tertua yang masih
ditemukan di muka bumi ini, akan tetapi kini sudah hilang seperti banyak
peninggalan berharga yang juga lenyap, sebab sebab kelalaian kita.
Pada bidang jihad, kita dapat mengetahuinya bahwa Uqbah bin Amir Al
Juhany turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Uhud dan
beberapa peperangan sesudahnya. Dia termasuk salah seorang prajurit
yang gagah berani yang pernah berjuang dengan susah payah dalam
perang penaklukan Damaskus. Maka Abu Ubaidah Al Jarrah memberikan
sebuah kehormatan kepadanya dengan mengutusnya sebagai delegasi
pembawa kabar kemenangan ini kepada Khalifah Umar bin Khattab di
Madinah. Maka ia pun selama 8 hari dan 8 malam dari hari Jum’at hingga
Jum’at lalu menempuh perjalanan ke Madinah tanpa henti sehingga
ia menyampaikan kabar gembira kepada Umar Al Faruq atas keberhasilan
kaum muslimin melakukan penaklukan yang besar terhadap Damaskus.
Dia juga yaitu salah seorang panglima pasukan muslimin yang
berhasil menaklukan Mesir. Sehingga Amirul Mukminin Mu’awiyah bin
Abi Sufyan108 memberikan anugerah kepadanya dengan mengangkat
dirinya sebagai wali (gubernur) di sana selama 3 tahun lamanya.
lalu Amirul Mukminin menginstruksikan padanya untuk berperang
melawan Kepulauan Rudus di Mediterania.
108
Mu’awiyah bin Abi Sufyan: Shakr bin Harb Al Qurasy Al Umawy. Ia masuk Islam pada tahun
Fathu Makkah, dan dia termasuk orang yang bertugas untuk menuliskan wahyu. Dialah yang
mendirikan Daulah Umawiyyah di Syam dan wafat pada tahun 60 H.
sebab begitu cintanya dengan jihad, ia menghapalkan banyak hadits
jihad di hatinya. Secara khusus ia meriwayatkan hadits-hadits tentang jihad
ini kepada kaum muslimin. Dia seringkali melatih ketangkasan
memanahnya, sehingga bila ia ingin mendapatkan hiburan bagi dirinya
maka ia akan melakukan olah raga memanah.
Begitu Uqbah bin Amir Al Juhany sakit menjelang wafat –saat itu ia
berada di Mesir-, ia mengumpulkan anak-anaknya dan berwasiat kepada
mereka seraya berkata: “Wahai anak-anakku, aku melarang 3 hal kepada
kalian maka jagalah larangan ini dengan baik: “Janganlah kalian menerima
hadits Rasulullah Saw kecuali dari orang yang tsiqah (terpercaya),
Janganlah kalian berhutang meski kalian hanya berpakaian Aba’109, dan
janganlah kalian menulis syair sehingga membuat hati kalian lalai dari Al
Qur’an!”
Begitu ia meninggal, keluarganya menguburkan jasadnya di kaki
gunung Al Muqattam. lalu keluarganya mencari-cari apa saja
peninggalan Uqbah. Rupanya ia meninggalkan lebih dari 70 busur panah.
Setiap busur disertai sebuah tanduk dan beberapa anak panah. Uqbah
berpesan, peninggalannya ini harus digunakan untuk berjuang di jalan
Allah.
Semoga Allah Swt menjadikan wajah seorang qari, alim dan pejuang
yang bernama Uqbah bin Amir Al Juhany ini bersinar. Semoga Ia berkenan
memberikan balasan terbaik baginya atas jasa yang pernah ia lakukan
terhadap Islam dan muslimin.
Bilal bin Rabah
Muadzin Rasulullah
“Abu Bakar yaitu Pemimpin Kami yang telah Membebaskan
Pemimpin Kami (Maksudnya Bilal)” (Umar Al Faruq ra)
Bilal bin Rabah sang Muadzin Rasulullah Saw memiliki sejarah hidup
yang amat hebat dalam perjuangan akidah, sebuah kisah yang senantiasa
diulang oleh zaman dan tidak membuat telinga manusia bosan untuk
mendengarkannya.
Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari
seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya
dikenal dengan Hamamah. Hamamah ini yaitu seorang budak wanita
yang berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Oleh sebab nya, sebagian
orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).
Bilal tumbuh di Mekkah dan ia yaitu budak milik anak-anak yatim
dari Bani Abdid Daar dimana ayah mereka mewasiatkan mereka kepada
Umayyah bin Khalaf yang merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy.
Begitu muncul sinar agama baru di Mekkah, dan Rasulullah Saw
mengumandangkan kalimat tauhid. Bilal yaitu salah seorang yang paling
dahulu masuk dalam agama Islam.
Dia telah masuk Islam dan pada saat itu tidak ada orang lain yang
masuk Islam selain dia dan beberapa orang lagi yang termasuk As Sabiquna
Al Awwalun.
Yang pertama yaitu Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mukminin.
Lalu Abu Bakar As Shiddiq. Ali bin Abi Thalib. Ammar bin Yasir dan ibunya
Sumayyah. Shuhaib Ar Rumy. Dan Miqdad bin Al Aswad.
Bilal merasakan penderitaan yang ia rasakan akibat dari ulah kejahatan
dan aniaya kafir Quraisy yang tidak dirasakan oleh orang lain. Ia namun
mampu bersabar seperti para sahabat Rasul lainnya.
Adapun Abu Bakar As Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib memiliki keluarga
dan kaum yang dapat melindungi mereka berdua. Sedangkan para budak
yang termasuk mustad’afin (orang-orang lemah), maka bangsa Quraisy
dapat menyiksa mereka dengan begitu kejamnya.
Kafir Quraisy hendak menjadikan para orang-orang lemah tadi sebagai
pelajaran bagi orang yang berani mengaku untuk menyingkirkan para
tuhan dan berhala mereka dan menyatakan diri sebagai pengikut
Muhammad.
Para mustad’afin ini merasakan penyiksaan yang begitu hebat dari kafir
Quraisy. Abu Jahal –Allah menghinakannya- telah berlaku keji kepada
Sumayyah. Abu Jahal berdiri di atas tubuh Sumayyah dengan mengucapkan
sumpah serapah lalu membunuhnya dengan menancapkan tombak pada
tubuhnya yang masuk dari bagian bawah perutnya hingga tembus di
punggungnya. Sumayyah menjadi wanita syahid pertama dalam Islam.
Sedangkan para saudaranya yang lain, termasuk Bilal bin Rabah terus
menerus mendapatkan penyiksaan dari bangsa Quraisy.
Mereka bangsa Quraisy jika matahari sudah berada pada puncaknya,
langit terasa panas, dan pasir kota Mekkah sudah terasa melepuh… para
kafir Quraisy ini melepaskan baju kaum muslimin mustad’afin tadi, lalu
memakaikan kepada mereka pakaian besi lalu membakar mereka dengan
sinar matahari yang begitu terik.
Mereka juga mencambuk punggung kaum mustad’afin tadi dengan
cambuk, serta menyuruh mereka untuk menghina Muhammad.
Mereka kaum mustad’afin jika penyiksaan terhadap diri mereka
semakin menggila, dan mereka sudah merasa tidak kuat lagi untuk
menerimanya. Maka mereka akan menuruti kehendak kafir Quraisy,
namun hati mereka senantiasa terpaut kepada Allah dan Rasulnya, kecuali
Bilal ra. Dia mampu menahan dirinya dalam mempertahankan Allah Swt.
Yang menjadi penyiksa diri Bilal yaitu Umayyah bin Khalaf dan para
algojonya. Mereka mendera punggung Bilal dengan cambuk, namun tetap
saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Mereka menimpakan batu-batu besar pada dada Bilal, namun tetap saja
Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Meski mereka sudah menyiksa dengan sekeras mungkin, namun tetap
saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Mereka berusaha mengingatkan Bilal kepada Lata wal Uzza, namun
Bilal malah menyebut Allah dan Rasul-Nya.
Mereka berkata kepada Bilal: “Katakan apa yang kami ucapkan!”
Malah Bilal menjawab: “Lisanku tidak dapat mengucapkannya.”
Maka sontak mereka menambahkan penyiksaannya dan semakin gila
dalam penganiayaannya.
Umayyah bin Khalaf yang keterlaluan ini bila hendak menyiksa Bilal,
maka ia akan mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal lalu
menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah
menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh
perkampungan Mekkah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di
kota ini .
Bilal ra merasakan penyiksaan di jalan Allah dan Rasul-Nya, dan ia
selalu mendendangkan ucapannya yang berbunyi: “Ahad, Ahad, Ahad,
Ahad!” Dia tidak pernah bosan mengulanginya, dan tidak pernah berhenti
mengucapkannya.
Abu Bakar ra pernah berniat untuk membeli Bilal dari Umayyah bin
Khalaf. Lalu Umayyah meninggikan harganya dan ia menduga bahwa Abu
Bakar tidak mampu untuk membayarnya.
Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas.
Umayyah berkata kepada Abu Bakar sesudah perjanjian jual-beli ini usai:
“Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas
saja, pasti sudah aku jual juga.” Abu Bakar menjawab: “Jika engkau tidak
mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap
membelinya!”
Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah Saw bahwa
dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka
Nabi Saw bersabda: “Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu
Bakar!” As Shidiq lalu menjawab: “Aku telah membebaskannya, ya
Rasulullah.”
Begitu Allah Swt memberikan izin kepada Nabi-Nya untuk berhijrah ke
Madinah. Bilal pun termasuk orang yang turut berhijrah ke sana.
Bilal, Abu Bakar dan Amir bin fihr tinggal di Madinah dalam satu
rumah. Mereka semua terkena penyakit demam. Kebiasaan Bilal bila sudah
terbebas dari penyakit demam, maka ia akan mengangkat suaranya dan
mulai menyenandungkan bait puisi dengan suaranya yang merdu. Ia
mengalunkan:
Bukan sebab syairku, aku tidak bisa tidur malam ini
Di Fakh110 sementara di sekelilingku terdapat Ikhir dan Jalil111
Apakah suatu hari aku akan dapat mendatangi sumber air Mijannah112
Dan apakah aku masih dapat melihat Syamah dan Thafil113
Tidak heran bila Bilal merindukan Mekkah dan setiap sudutnya.
Sebagaimana ia merindukan semua lembah dan pegunungannya. Sebab
110
Fakh yaitu sebuah tempat di luar Mekkah.
111
Tumbubuhan yang harum wanginya
112
Mijannah yaitu nama sebuah pasar Arab di masa Jahiliyah yang cukup berjarak dari
Mekkah
113
Syamah dan Thafil yaitu nama dua gunung di Mekkah
disanalah ia merasakan nikmatnya iman. Disanalah ia merasakan
penyiksaan manusia hanya demi mencari keridhaan Allah. Dan disana pula
ia mampu mengalahkan dirinya dan mengalahkan setan.
Bilal akhirnya menetap di Yatsrib yang jauh dari penyiksaan bangsa
Quraisy. Ia mendedikasikan usianya kepada Nabi dan kekasihnya yaitu
Muhammad Saw.
Bilal senantiasa turut serta jika Rasulullah Saw melakukan perjalanan.
Dan ia pun juga bersama Rasul, tatkala Beliau pulang.
Ia melakukan shalat bersama Rasul, melaksanakan perang jika Rasul
melakukannya. Sehingga Bilal seolah menjadi bayang diri Rasulullah Saw.
Saat Rasulullah Saw membangun masjidnya di Madinah, dan adz