setujuan
Bank negara kita .
Pasal 22
Setiap pihak dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk
Simpanan atau Investasi berdasar Prinsip Syariah tanpa izin terlebih
dahulu dari Bank negara kita , kecuali diatur dalam undang-undang lain.
Bagian Kedua
Kelayakan Penyaluran Dana
Pasal 23
(1) Bank Syariah dan/atau UUS harus memiliki keyakinan atas kemauan
dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi
seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau
UUS menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas.
(2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama
terhadap watak, kemampuan, modal, Agunan, dan prospek usaha dari
calon Nasabah Penerima Fasilitas.
Bagian Ketiga
Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS
Pasal 24
(1) Bank Umum Syariah dilarang :
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar
modal;
c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah.
370
(2) UUS dilarang :
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar
modal;
c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c; dan
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah.
Pasal 25
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang :
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
c. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang
asing dengan izin Bank negara kita ;
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah;
e. melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk
untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah; dan
f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
Pasal 26
(1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan
Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip
Syariah.
(2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh
Majelis Ulama negara kita .
(3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam
Peraturan Bank negara kita .
(4) Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank negara kita sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bank negara kita membentuk komite perbankan
syariah.
371
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan,
dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .
BAB V
PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, DEWAN KOMISARIS,
DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DIREKSI,
DAN TENAGA KERJA ASING
Bagian Kesatu
Pemegang Saham Pengendali
Pasal 27
(1) Calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus uji
kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank negara kita .
(2) Pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji kemampuan dan
kepatutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling
banyak 10% (sepuluh persen).
(3) Dalam hal pemegang saham pengendali tidak menurunkan kepemilikan
sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka :
a. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham;
b. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan
sebagai penghitungan kuorum atau tidaknya Rapat Umum
Pemegang Saham;
c. deviden yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham
pengendali paling banyak 10% (sepuluh persen) dan sisanya
dibayarkan setelah pemegang saham pengendali itu
mengalihkan kepemilikannya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1); dan
d. nama pemegang saham pengendali yang bersangkutan diumumkan
kepada publik melalui 2 (dua) media massa yang memiliki
peredaran luas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan diatur
dengan Peraturan Bank negara kita .
372
Bagian Kedua
Dewan Komisaris dan Direksi
Pasal 28
Ketentuan mengenai syarat, jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab,
serta hal lain yang menyangkut dewan komisaris dan direksi Bank Syariah
diatur dalam anggaran dasar Bank Syariah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 29
(1) Dalam jajaran direksi Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 wajib ada 1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk
memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan
Bank negara kita dan peraturan perundang-undangan lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas untuk memastikan kepatuhan
Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan Bank negara kita dan
peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .
Pasal 30
(1) Calon dewan komisaris dan calon direksi wajib lulus uji kemampuan
dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank negara kita .
(2) Uji kemampuan dan kepatutan terhadap komisaris dan direksi yang
melanggar integritas dan tidak memenuhi kompetensi dilakukan oleh
Bank negara kita .
(3) Komisaris dan direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan
wajib melepaskan jabatannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Bank negara kita .
Pasal 31
(1) Dalam menjalankan kegiatan Bank Syariah, direksi dapat mengangkat
pejabat eksekutif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan pejabat eksekutif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank
negara kita .
373
Bagian Ketiga
Dewan Pengawas Syariah
Pasal 32
(1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis
Ulama negara kita .
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas Memberi nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bank negara kita .
Bagian Keempat
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 33
(1) Dalam menjalankan kegiatannya, Bank Syariah dapat memakai
tenaga kerja asing.
(2) Tata cara penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VI
TATA KELOLA, PRINSIP KEHATI-HATIAN,
DAN PENGELOLAAN RISIKO PERBANKAN SYARIAH
Bagian Kesatu
Tata Kelola Perbankan Syariah
Pasal 34
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan tata kelola yang baik yang
mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya.
374
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyusun prosedur internal mengenai
pelaksanaan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .
Bagian Kedua
Prinsip Kehati-hatian
Pasal 35
(1) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian.
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank negara kita
laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi
tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasar prinsip
akuntansi syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya,
dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank negara kita .
(3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik.
(4) Bank negara kita dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
(5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi
kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank
negara kita .
Pasal 36
Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya,
Bank Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan Nasabah yang mempercayakan
dananya.
Pasal 37
(1) Bank negara kita menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
penyaluran dana berdasar Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi surat berharga yang berbasis syariah, atau hal lain
yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah dan UUS kepada
375
Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima
Fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok
yang sama dengan Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank Syariah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank negara kita .
(3) Bank negara kita menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
penyaluran dana berdasar Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang
dapat dilakukan oleh Bank Syariah kepada:
a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih
dari modal disetor Bank Syariah;
b. anggota dewan komisaris;
c. anggota direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c;
e. pejabat bank lainnya; dan
f. perusahaan yang di dalamnya ada kepentingan dari pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e.
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh
melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank Syariah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank negara kita .
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank negara kita .
Bagian Ketiga
Kewajiban Pengelolaan Risiko
Pasal 38
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip
mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank negara kita .
376
Pasal 39
Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada Nasabah mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
Nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah dan/atau UUS.
Pasal 40
(1) Dalam hal Nasabah Penerima Fasilitas tidak memenuhi kewajibannya,
Bank Syariah dan UUS dapat membeli sebagian atau seluruh Agunan,
baik melalui maupun di luar pelelangan, berdasar penyerahan secara
sukarela oleh pemilik Agunan atau berdasar pemberian kuasa untuk
menjual dari pemilik Agunan, dengan ketentuan Agunan yang dibeli
itu wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1
(satu) tahun.
(2) Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga pembelian
Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kewajiban
Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.
(3) Dalam hal harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melebihi jumlah kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan
UUS, selisih kelebihan jumlah itu harus dikembalikan kepada
Nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang
langsung terkait dengan proses pembelian Agunan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian Agunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Bank negara kita .
BAB VII
RAHASIA BANK
Bagian Kesatu
Cakupan Rahasia Bank
Pasal 41
Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan
Investasinya^
377
Bagian Kedua
Pengecualian Rahasia Bank
Pasal 42
(1) Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan, pimpinan Bank
negara kita atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan
perintah tertulis kepada Bank agar Memberi keterangan dan
memperlihatkan bukti tertulis serta surat mengenai keadaan keuangan
Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat
pajak.
(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak, dan kasus
yang dikehendaki keterangannya.
Pasal 43
(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank
negara kita dapat Memberi izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau
penyidik lain yang diberi wewenang berdasar undang-undang untuk
memperoleh keterangan dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi
tersangka atau terdakwa pada Bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republik negara kita ,
Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, atau pimpinan instansi yang
diberi wewenang untuk melakukan penyidikan.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyebutkan
nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau
terdakwa, alasan diperlukannya keterangan, dan hubungan perkara
pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Pasal 44
Bank wajib Memberi keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
dan Pasal 43.
Pasal 45
Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan
378
keuangan Nasabah yang bersangkutan dan Memberi keterangan lain yang
relevan dengan perkara itu .
Pasal 46
(1) Dalam rangka tukar-menukar informasi antarbank, direksi Bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank negara kita .
Pasal 47
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau
Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib Memberi
keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor
pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah
Penyimpan atau Nasabah Investor itu .
Pasal 48
Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal
dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor
yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai Simpanan
Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor itu .
Pasal 49
Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45, dan Pasal 46,
berhak untuk mengetahui isi keterangan itu dan meminta pembetulan
jika ada kesalahan dalam keterangan yang diberikan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 50
Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dan UUS dilakukan oleh Bank
negara kita .
379
Pasal 51
(1) Bank Syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan yang
meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas
aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang
menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan
terhadap Prinsip Syariah dan prinsip manajemen Islami, serta aspek
lainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah dan UUS.
(2) Kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh
Bank Syariah dan UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bank negara kita .
Pasal 52
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan segala keterangan dan
penjelasan mengenai usahanya kepada Bank negara kita menurut tata
cara yang ditetapkan dengan Peraturan Bank negara kita .
(2) Bank Syariah dan UUS, atas permintaan Bank negara kita , wajib
Memberi kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-
berkas yang ada padanya, serta wajib Memberi bantuan yang
diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala
keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank
Syariah dan UUS yang bersangkutan.
(3) Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), Bank negara kita berwenang :
a. memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang
terkait dengan Bank;
b. memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari
setiap pihak yang menurut penilaian Bank negara kita memiliki
pengaruh terhadap Bank; dan
c. memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu,
baik rekening Simpanan maupun rekening Pembiayaan.
(4) Keterangan dan laporan pemeriksaan tentang Bank Syariah dan UUS
yang diperoleh berdasar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
Pasal 53
(1) Bank negara kita dapat menugasi kantor akuntan puhlik atau pihak
lainnya untuk dan atas nama Bank negara kita , melaksanakan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2).
380
(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .
Pasal 54
(1) Dalam hal Bank Syariah mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, Bank negara kita berwenang melakukan
tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan antara lain :
a. membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham,
komisaris, direksi, dan pemegang saham;
b. meminta pemegang saham menambah modal;
c. meminta pemegang saham mengganti anggota dewan komisaris
dan/atau direksi Bank Syariah;
d. meminta Bank Syariah menghapusbukukan penyaluran dana yang
macet dan memperhitungkan kerugian Bank Syariah dengan
modalnya;
e. meminta Bank Syariah melakukan penggabungan atau peleburan
dengan Bank Syariah lain;
f. meminta Bank Syariah dijual kepada pembeli yang bersedia
mengambil alih seluruh kewajibannya;
g. meminta Bank Syariah menyerahkan pengelolaan seluruh atau
sebagian kegiatan Bank Syariah kepada pihak lain; dan/atau
h. meminta Bank Syariah menjual sebagian atau seluruh harta
dan/atau kewajiban Bank Syariah kepada pihak lain.
(2) bila tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum cukup
untuk mengatasi kesulitan yang dialami Bank Syariah, Bank negara kita
menyatakan Bank Syariah tidak dapat disehatkan dan menyerahkan
penanganannya ke Lembaga Penjamin Simpanan untuk diselamatkan
atau tidak diselamatkan.
(3) Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan Bank Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diselamatkan, Bank
negara kita atas permintaan Lembaga Penjamin Simpanan mencabut izin
usaha Bank Syariah dan penanganan lebih lanjut dilakukan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(4) Atas permintaan Bank Syariah, Bank negara kita dapat mencabut izin
usaha Bank Syariah setelah Bank Syariah dimaksud menyelesaikan
seluruh kewajibannya.
381
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencabutan
izin usaha Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Bank negara kita .
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55
(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama.
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan isi Akad.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 56
Bank negara kita menetapkan sanksi administratif kepada Bank Syariah atau
UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, direksi,
dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS, yang menghalangi dan/atau tidak melaksanakan Prinsip
Syariah dalam menjalankan usaha atau tugasnya atau tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 57
(1) Bank negara kita mengenakan sanksi administratif kepada Bank Syariah
atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas
Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang melanggar Pasal 41 dan Pasal
44.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai akibat dari pelanggaran
kerahasiaan bank.
382
Pasal 58
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini
yaitu :
a. denda uang;
b. teguran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah dan UUS;
d. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang
tertentu maupun untuk Bank Syariah dan UUS secara keseluruhan;
f. pemberhentian pengurus Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS, dan selanjutnya menunjuk dan
mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang
Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan
Bank negara kita ;
g. pencantuman anggota pengurus, pegawai, dan pemegang saham
Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
dalam daftar orang tercela di bidang perbankan; dan/atau
h. pencabutan izin usaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank
negara kita .
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 59
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau
kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau Investasi
berdasar Prinsip Syariah tanpa izin usaha dari Bank negara kita
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum dimaksud
383
dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan
perbuatan itu dan/atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam
perbuatan itu.
Pasal 60
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis
atau izin dari Bank negara kita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah, UUS, atau pihak terafiliasi untuk
Memberi keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana deinda paling
sedikit Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja Memberi keterangan yang wajib dirahasiakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Pasal 61
Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak
Memberi keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44, Pasal 47, dan Pasal 48 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 62
(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:
a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau
b. tidak Memberi keterangan atau tidak melaksanakan perintah
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
384
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang la la i:
a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau
b. tidak Memberi keterangan atau tidak melaksanakan perintah
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 63
(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja :
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan
usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank
Syariah atau UUS;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi
atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS; dan/atau
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau
laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS,
atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan itu
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
RplO.OOO.O0O.OOO,OO (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja :
385
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk
menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan,
uang, atau barang berharga untuk keuntungan pribadinya atau
untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka :
1. mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain
dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas
penyaluran dana dari Bank Syariah atau UUS;
2. melakukan pembelian oleh Bank Syariah atau UUS atas surat
wesel, surat promes, cek dan kertas dagang, atau bukti
kewajiban lainnya;
3. Memberi persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan
penarikan dana yang melebihi batas penyaluran dananya
pada Bank Syariah atau UUS; dan/atau
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan
dalam Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling, banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
Pasal 64
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS terhadap ketentuan dalam Undang-
Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 65
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh anggota dewan komisaris,
direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang
mengakibatkan Bank Syariah atau UUS tidak melaksanakan langkah-
langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau
UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana
386
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Pasal 66
(1) Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja :
a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang
ini dan perbuatan itu telah mengakibatkan kerugian bagi
Bank Syariah atau UUS atau menyebabkan keadaan keuangan
Bank Syariah atau UUS tidak sehat;
b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang
dilakukan oleh dewan komisaris atau kantor akuntan publik yang
ditugasi oleh dewan komisaris;
c. Memberi penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan
melanggar ketentuan yang berlaku yang diwajibkan pada Bank
Syariah atau UUS, yang mengakibatkan kerugian sehingga
membahayakan kelangsungan usaha Bank Syariah atau UUS;
dan/atau
d. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan
Batas Maksimum Pemberian Penyaluran Dana sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau ketentuan yang
berlaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja melakukan
penyalahgunaan dana Nasabah, Bank Syariah atau UUS dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 8
(delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
387
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67
(1) Bank Syariah atau UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin
usaha berdasar Undang-Undang ini.
(2) Bank Syariah atau UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini paling
lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 68
(1) Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai
asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari
total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak
berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional
dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS itu menjadi Bank
Umum Syariah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi Bank
Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai
Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik negara kita Tahun 1992
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik negara kita Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(Lembaran Negara Republik negara kita Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik negara kita Nomor 3790) beserta peraturan
pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
388
Pasal 70
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
negara kita .
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juli 2008
PRESIDEN REPUBLIK negara kita ,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK negara kita ,
ttd
ANDIMATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK negara kita TAHUN 2008 NOMOR 94
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
ttd.
Setio Sapto Nugroho
389
390
PRESIDEN
REPUBLIK negara kita
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK negara kita
NOMOR 21 TAHUN 2008
TENTANG
PERBANKAN SYARIAH
L UMUM
Sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik negara kita Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional
yaitu terciptanya warga adil dan makmur, berdasar
demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang
bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan
tujuan itu , pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan
pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata,
mandiri, handal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah
perekonomian internasional.
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif
dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan
kontribusi semua elemen warga untuk menggali berbagai potensi
yang ada di warga guna mendukung proses akselerasi ekonomi
dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu
bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi warga dalam
perekonomian nasional itu yaitu pengembangan sistem ekonomi
berdasar nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-
prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah
berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan,
dan keuniversalan ( r a h m a t a n l i l ‘a l a m i r i ) . Nilai-nilai itu
391
diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip
Syariah yang disebut Perbankan Syariah.
Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang
berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam
yaitu larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan memakai
sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank
Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena
semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi
risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang
antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan
mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan
tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh
pengelola modal.
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional
memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat Memberi
kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional.
Salah satu sarana pendukung vital yaitu adanya pengaturan yang
memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan itu di
antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.
Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan
dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga itu . Pengaturan
mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang
mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana,
di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang
cukup pesat.
Guna menjamin kepastian hukum bagi s t a k e h o l d e r s dan sekaligus
Memberi keyakinan kepada warga dalam memakai
produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan
Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah,
kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah
maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional.
Sementara itu, untuk Memberi keyakinan pada warga yang
masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama
ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur
riba, m a i s i r , g h a r a r , h a r a m , dan z a l i m .
392
Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah,
dalam Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah
{ s y a r i a h c o m p l i a n c e ) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama
negara kita (MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah
dan UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan
MUI ke dalam Peraturan Bank negara kita , di dalam internal Bank
negara kita dibentuk komite perbankan syariah, yang keanggotaannya
terdiri atas perwakilan dari Bank negara kita , Departemen Agama, dan
unsur warga yang komposisinya berimbang.
Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada
perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan
Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan
penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan,
lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan
Umum sepanjang disepakati di dalam Akad oleh para pihak.
Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan syariah ini,
maka pengaturan terhadap UUS yang secara korporasi masih berada
dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, di masa depan,
bila telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu diwajibkan
untuk memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan
memenuhi tata cara dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan
Bank negara kita .
Sehubungan dengan hal itu , pengaturan tersendiri bagi Perbankan
Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin
terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank
Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi
dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank
Syariah dalam undang-undang tersendiri.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain,
yaitu kegiatan usaha yang tidak mengandung unsure :
393
a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil)
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang
tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan ( f a d h l ),
atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersya
ratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana
yang diterima melebihi pokok pinjaman karena beijalannya
waktu { n a s i ’a h ) \
b. m a i s i r , yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu
keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
c. g h a r a r , yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak
dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat
diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain
dalam syariah;
d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah;
atau
e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi
pihak lainnya.
Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” yaitu kegiatan
ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan,
pemerataan, dan kemanfaatan.
Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” yaitu pedoman
pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan
yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 3
Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah
secara menyeluruh { k a f f a h ) dan konsisten (i s t i q a m a h ).
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dana sosial lainnya”, antara lain
yaitu penerimaan Bank yang berasal dari pengenaan sanksi
terhadap Nasabah ( t a ’z i r ) .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank negara kita
sekurang-kurangnya memuat tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. modal kerja;
c. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
d. kelayakan usaha.
Ayat (4)
Yang diwajibkan mencantumkan kata “syariah” hanya Bank
Syariah yang mendapatkan izin setelah berlakunya Undang-
Undang ini.
Penulisan kata “syariah” ditempatkan setelah kata “bank”
atau setelah nama bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
395
Pasal 6
Ayat(l)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kantor di bawah Kantor Cabang”
yaitu kantor cabang pembantu atau kantor kas yang
kegiatan usahanya membantu kantor induknya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Hal-hal yang dapat diatur dalam Peraturan Bank negara kita
antara la in :
a. pemberhentian anggota direksi dan komisaris yang tidak
lulus uji kemampuan dan kepatutan;
b. pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang
harus mendapatkan persetujuan Bank negara kita ;
c. pengalihan izin usaha dari nama lama ke nama baru,
perubahan modal dasar, dan perubahan status menjadi
Bank terbuka harus mendapatkan persetujuan Bank
negara kita ;
d. perubahan modal disetor Bank yang meliputi
penambahan, pengurangan, dan komposisi harus
mendapatkan persetujuan Bank negara kita ;
e. pelarangan penjaminan saham yang dimiliki oleh
pemegang saham pengendali.
396
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank
Umum Syariah yaitu badan hukum asing, yang
bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh
rekomendasi dari otoritas perbankan negara asal.
Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat
keterangan bahwa badan hukum asing yang
bersangkutan memiliki reputasi yang baik dan tidak
pernah melakukan perbuatan tercela di bidang
perbankan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
397
Pasal 15
Perubahan kepemilikan Bank Syariah yang tidak mengakibatkan
perubahan pemegang saham pengendali cukup dilaporkan secara
tertulis kepada Bank negara kita .
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Bank negara kita
mencakup antara la in :
a. minimum kecukupan modal;
b. persiapan sumber daya manusia;
c. susunan organisasi dan kepengurusan; dan
d. kelayakan usaha.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Akad w a d i ’a h ” yaitu Akad
penitipan barang atau uang antara pihak yang
memiliki barang atau uang dan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Akad m u d h a r a b a h ” dalam
menghimpun dana yaitu Akad kerja sama antara pihak
pertama (m a l i k , s h a h i b u l m a l , atau Nasabah) sebagai
pemilik dana dan pihak kedua { ‘a m i l , m u d h a r i b , atau
Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan
kesepakatan yang dituangkan dalam Akad.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Akad m u d h a r a b a h ” dalam
Pembiayaan yaitu Akad keija sama suatu usaha antara
pihak pertama (m a l i k , s h a h i b u l m a l , atau Bank Syariah)
yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua
( ‘a m i l , m u d h a r i b , atau Nasabah) yang bertindak selaku
pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha
sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam
Akad, sedang kerugian ditanggung sepenuhnya oleh
Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi
peijanjian.
Yang dimaksud dengan “Akad m u s y a r a k a h ' ’ yaitu
Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak
Memberi porsi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan,
sedang kerugian ditanggung sesuai dengan porsi
dana masing-masing.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Akad m u r a b a h a h ” yaitu
Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan yang disepakati.
Yang dimaksud dengan “Akad s a l a m ” yaitu Akad
Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu
dengan syarat tertentu yang disepakati.
Yang dimaksud dengan “Akad i s t i s h n a n '’ yaitu Akad
Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
atau pembeli (' m u s t a s h n i*) dan penjual atau pembuat
( s h a n i ’j.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Akad q a r d h ” yaitu Akad
pinjaman dana kepada Nasabah dengaa ketentuan
399
bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Akad i j a r a h ” yaitu Akad
penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna
atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasar
transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
Yang dimaksud dengan “Akad i j a r a h m u n t a h i y a
b i t t a m l i k ” yaitu Akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang
atau jasa berdasar transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “Akad h a w a l a h ” yaitu Akad
pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak
lain yang wajib menanggung atau membayar.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” yaitu
transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud.
Yang dimaksud dengan “Akad k a f a l a h ” yaitu Akad
pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada
pihak lain, di mana pemberi jaminan ( k a j i l ) bertanggung
jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak
penerima jaminan ( m a k f u l ) .
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf 1
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan “Akad w a k a l a h ” yaitu Akad
pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk
melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” yaitu , antara
lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima
dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana
kebajikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penyertaan modal” yaitu
penanaman dana Bank Umum Syariah dalam bentuk
saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam
bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi
saham ( c o n v e r t i b l e b o n d s ) atau jenis transaksi tertentu
berdasar Prinsip Syariah yang berakibat Bank
Umum Syariah memiliki atau akan memiliki saham
pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan
syariah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penyertaan modal sementara”
yaitu penyertaan modal Bank Umum Syariah, antara
lain, berupa pembelian saham dan/atau konversi
401
pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan Nasabah
untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau
piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank negara kita .
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Kemauan berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah
Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan
dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS.
Kemampuan berkaitan dengan keadaan dan/atau aset
Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk
membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh
Bank Syariah dan/atau UUS.
Ayat (2)
Penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama
didasarkan kepada hubungan yang telah teijalin antara Bank
Syariah dan/atau UUS dan Nasabah atau calon Nasabah yang
bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain
yang dapat dipercaya sehingga Bank Syariah dan/atau UUS
dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah Penerima
Fasilitas yang bersangkutan jujur, beriktikad baik, dan tidak
menyulitkan Bank Syariah dan/atau UUS di kemudian hari.
Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas
terutama Bank harus meneliti tentang keahlian Nasabah
Penerima Fasilitas dalam bidang usahanya dan/atau
kemampuan manajemen calon Nasabah sehingga Bank
Syariah dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang akan
dibiayai dikelola oleh orang yang tepat.
Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon Nasabah
Penerima Fasilitas, terutama Bank Syariah dan/atau UUS
harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara
keseluruhan, baik untuk masa yang telah lalu maupun
perkiraan untuk masa yang akan datang sehingga dapat
diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah Penerima
Fasilitas dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha
calon Nasabah yang bersangkutan.
Dalam melakukan penilaian terhadap Agunan, Bank Syariah
dan/atau UUS harus menilai barang, proyek atau hak tagih
yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan yang
bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi
risiko yang ditambahkan sebagai Agunan tambahan, apakah
sudah cukup memadai sehingga bila Nasabah Penerima
Fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, Agunan
itu dapat dipakai untuk menanggung pembayaran
kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau UUS yang
bersangkutan.
Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima
Fasilitas, Bank Syariah terutama harus melakukan analisis
mengenai keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar
negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan
403
datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari
hasil proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai
dengan fasilitas Pembiayaan.
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bank Umum Syariah dapat memasarkan produk
asuransi melalui keija sama dengan perusahaan asuransi
yang melakukan kegiatan usaha berdasar Prinsip
Syariah. Semua tindakan Bank Umum Syariah yang
berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan
melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab
perusahaan asuransi syariah.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
UUS dapat memasarkan produk asuransi melalui keija
sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan
kegiatan usaha berdasrkan Prinsip Syariah. Semua
tindakan UUS yang berkaitan dengan transaksi asuransi
yang dipasarkan melalui keija sama dimaksud menjadi
tanggung jawab perusahaan asuransi syariah.
404
Pasal 25
Huruf a
Usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah antara lain
usaha yang dianggap riba, m a i s i r , g h a r a r , haram, dan zalim.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat memasarkan produk
asuransi melalui keqa sama dengan perusahaan asuransi
syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan
transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama
dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi
syariah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Komite perbankan syariah beranggotakan unsur-unsur dari
Bank negara kita , Departemen Agama, dan unsur warga
dengan komposisi yang berimbang, memiliki keahlian di
bidang syariah dan berjumlah, paling banyak 11 (sebelas)
orang.
Ayat (5)
Cukup jelas.
405
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali”
yaitu badan hukum, orang perseorangan, dan/atau
kelompok usaha yang :
a. memiliki saham Bank Syariah sebesar 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan memperoleh hak suara; atau
b. memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan memiliki hak suara, tetapi yang
bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan
pengendalian perusahaan atau bank, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian merupakan suatu tindakan yang bertujuan
untuk memengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan
perusahaan, termasuk bank, dengan cara apa pun, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian terhadap Bank Syariah dapat dilakukan dengan
cara-cara, antara lain, sebagai berikut:
a. memiliki secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25%
(dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;
b. secara langsung menjalankan manajemen dan/atau
memengaruhi kebijakan Bank Syariah;
c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki
saham yang bila dipakai akan menyebabkan
pihak itu memiliki dan/atau mengendalikan secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih saham Bank;
d. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank
{ a c t i n g i n c o n c e r t ) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama
memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih saham Bank Syariah, baik langsung
maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian
tertulis;
e. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank
406
( a c t i n g i n c o n c e r t ) dengan atau tanpa peijanjian tertulis
dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama
memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki
saham, yang bila hak itu dilaksanakan
menyebabkan pihak-pihak itu memiliki dan/atau
mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
saham Bank Syariah;
f. mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang
secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan
secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau
lebih saham Bank;
g. memiliki kewenangan untuk menyetujui dan/atau
memberhentikan pengurus Bank Syariah;
h. secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan
manajemen dan/atau kebijakan Bank Syariah;
i. melakukan pengendalian terhadap perusahaan induk
atau perusahaan induk di bidang keuangan dari Bank
Syariah; dan/atau
j. melakukan pengendalian terhadap pihak yang
melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
huruf a sampai dengan huruf i.
Uji kemampuan dan kepatutan sepenuhnya merupakan
kewenangan Bank negara kita untuk menilai kompetensi,
integritas, dan kemampuan keuangan pemegang saham
pengendali dan/atau pengurus bank. Mengingat tujuan uji
kemampuan dan kepatutan yaitu untuk memperoleh
pemegang saham pengendali dan pengurus bank yang dapat
menjaga kepercayaan warga terhadap perbankan,
penilaian dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan oleh
Bank negara kita tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Ayat (2)
Kewajiban menurunkan kepemilikan saham bagi Pemilik
Bank yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan yaitu
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dinyatakan tidak
lulus uji kemampuan dan kepatutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
407
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan
yaitu Peraturan Bank negara kita .
Pokok-pokok pengaturan tugas direksi Bank Syariah dalam
anggaran dasar antara lain :
a. tugas dan tanggung jawab;
b. pelaporan; dan
c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 29
A yat(l)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pokok-pokok pengaturan tugas direktur yaitu :
a. tugas dan tanggung jawab;
b. pelaporan; dan
c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 30
Ayat (1)
Uji kemampuan dan kepatutan bertujuan untuk menjamin
kompetensi, kredibilitas, integritas, dan pelaksanaan tata
kelola yang sehat ( g o o d c o r p o r a t e g o v e r n a n c e ) dari pemilik,
pengurus bank, dan pengawas syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
408
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif’ yaitu pejabat
yang bertanggung jawab langsung kepada direksi dan/atau
memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional
Bank Syariah seperti kepala divisi, pemimpin Kantor
Cabang, atau kepala satuan kerja audit internal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang diatur dalam Peraturan Bank negara kita sekurang-
kurangnya meliputi:
a. ruang lingkup, tugas, dan fungsi dewan pengawas
syariah;
b. jumlah anggota dewan pengawas syariah;
c. masa kerja;
d. komposisi keahlian;
e. maksimal jabatan rangkap; dan
f. pelaporan dewan pengawas syariah.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
409
Pasal 35
Ayat (1)
Dalam rangka menjamin terlaksananya pengambilan
keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan
prinsip kehati-hatian, Bank memiliki dan menerapkan, antara
lain, sistem pengawasan intern.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “prinsip akuntansi syariah yang
berlaku umum” yaitu standar akuntansi syariah yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Ayat (3)
Kantor akuntan publik yang dimaksud yaitu kantor akuntan
publik yang memiliki akuntan dengan keahlian bidang
akuntansi syariah.
Ayat (4)
Dalam Memberi pengecualian, Bank negara kita memper
hatikan kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang
bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Penyaluran dana berdasar Prinsip Syariah oleh Bank
Syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau
kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan Bank Syariah dan UUS. Mengingat
bahwa penyaluran dana dimaksud bersumber dari dana
warga yang disimpan pada Bank Syariah dan UUS,
risiko yang dihadapi Bank Syariah dan UUS dapat
berpengaruh pula kepada keamanan dana warga
itu .
Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan mening
katkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko
410
dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian
pembiayaan berdasar Prinsip Syariah, pemberian jaminan
ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat
pada Nasabah debitur atau kelompok Nasabah debitur
tertentu.
Ayat (2)
Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank negara kita ” sesuai dengan
pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan
bank.
Batas maksimum yang dimaksud diperuntukkan bagi
masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok
Nasabah Penerima Fasilitas termasuk perusahaan-perusahaan
dalam kelompok yang sama.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “keluarga” yaitu hubungan
sampai dengan derajat kedua, baik menurut garis
keturunan lurus maupun ke samping termasuk mertua,
menantu, dan ipar.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank negara kita ” sesuai dengan
pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan
bank.
411
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “manajemen risiko” yaitu
serangkaian prosedur dan metodologi yang dipakai oleh
perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau,
dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha
bank.
Prinsip mengenal Nasabah { k n o w y o u r c u s t o m e r p r i n c i p l e )
merupakan prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan
yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan
dan identifikasi Nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi
Nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.
Perlindungan Nasabah dilakukan antara lain dengan cara
adanya mekanisme pengaduan Nasabah, meningkatkan
transparansi produk, dan edukasi terhadap Nasabah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Penjelasan yang diberikan kepada Nasabah mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian Nasabah dimaksudkan
untuk menjamin transparansi produk dan jasa Bank.
bila informasi itu telah disediakan, Bank dianggap telah
melaksanakan ketentuan ini.
Pasal 40
A yat(l)
Pembelian Agunan oleh Bank melalui pelelangan
dimaksudkan untuk membantu Bank agar dapat
mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima
Fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli Agunan
Nasabah Penerima Fasilitasnya, status Bank yaitu sama
dengan pembeli bukan Bank lainnya.
Bank dimungkinkan membeli Agunan di luar pelelangan
dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian
kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya.
Batas wakt