Kamis, 26 Desember 2024

hukum islam 10

 


setujuan 

Bank negara kita .

Pasal 22

Setiap pihak dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk 

Simpanan atau Investasi berdasar  Prinsip Syariah tanpa izin terlebih 

dahulu dari Bank negara kita , kecuali diatur dalam undang-undang lain.

Bagian Kedua

Kelayakan Penyaluran Dana 

Pasal 23

(1) Bank Syariah dan/atau UUS harus memiliki  keyakinan atas kemauan 

dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi 

seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau 

UUS menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas.

(2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 

Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama 

terhadap watak, kemampuan, modal, Agunan, dan prospek usaha dari 

calon Nasabah Penerima Fasilitas.

Bagian Ketiga

Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS 

Pasal 24

(1) Bank Umum Syariah dilarang :

a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip 

Syariah;

b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar 

modal;

c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan

d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen 

pemasaran produk asuransi syariah.

370

(2) UUS dilarang :

a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip 

Syariah;

b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar 

modal;

c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c; dan

d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen 

pemasaran produk asuransi syariah.

Pasal 25

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang :

a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas 

pembayaran;

c. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang 

asing dengan izin Bank negara kita ;

d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen 

pemasaran produk asuransi syariah;

e. melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk 

untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat 

Syariah; dan

f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 21.

Pasal 26

(1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan 

Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip 

Syariah.

(2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh 

Majelis Ulama negara kita .

(3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam 

Peraturan Bank negara kita .

(4) Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank negara kita  sebagaimana 

dimaksud pada ayat (3), Bank negara kita  membentuk komite perbankan 

syariah.

371

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan, 

dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .

BAB V

PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, DEWAN KOMISARIS, 

DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DIREKSI,

DAN TENAGA KERJA ASING

Bagian Kesatu

Pemegang Saham Pengendali 

Pasal 27

(1) Calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus uji 

kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank negara kita .

(2) Pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji kemampuan dan 

kepatutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling 

banyak 10% (sepuluh persen).

(3) Dalam hal pemegang saham pengendali tidak menurunkan kepemilikan 

sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka :

a. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan 

dalam Rapat Umum Pemegang Saham;

b. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan 

sebagai penghitungan kuorum atau tidaknya Rapat Umum 

Pemegang Saham;

c. deviden yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham 

pengendali paling banyak 10% (sepuluh persen) dan sisanya 

dibayarkan setelah pemegang saham pengendali itu  

mengalihkan kepemilikannya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1); dan

d. nama pemegang saham pengendali yang bersangkutan diumumkan 

kepada publik melalui 2 (dua) media massa yang memiliki  

peredaran luas.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan diatur 

dengan Peraturan Bank negara kita .

372

Bagian Kedua

Dewan Komisaris dan Direksi 

Pasal 28

Ketentuan mengenai syarat, jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab, 

serta hal lain yang menyangkut dewan komisaris dan direksi Bank Syariah 

diatur dalam anggaran dasar Bank Syariah sesuai dengan ketentuan 

peraturan perundangundangan.

Pasal 29

(1) Dalam jajaran direksi Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam 

Pasal 28 wajib ada  1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk 

memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan 

Bank negara kita  dan peraturan perundang-undangan lainnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas untuk memastikan kepatuhan 

Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan Bank negara kita  dan 

peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada 

ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .

Pasal 30

(1) Calon dewan komisaris dan calon direksi wajib lulus uji kemampuan 

dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank negara kita .

(2) Uji kemampuan dan kepatutan terhadap komisaris dan direksi yang 

melanggar integritas dan tidak memenuhi kompetensi dilakukan oleh 

Bank negara kita .

(3) Komisaris dan direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan 

wajib melepaskan jabatannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan 

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan 

Peraturan Bank negara kita .

Pasal 31

(1) Dalam menjalankan kegiatan Bank Syariah, direksi dapat mengangkat 

pejabat eksekutif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan pejabat eksekutif 

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank 

negara kita .

373

Bagian Ketiga 

Dewan Pengawas Syariah

Pasal 32

(1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank 

Umum Konvensional yang memiliki UUS.

(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis 

Ulama negara kita .

(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

bertugas Memberi  nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi 

kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas 

Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan 

Bank negara kita .

Bagian Keempat 

Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Pasal 33

(1) Dalam menjalankan kegiatannya, Bank Syariah dapat memakai  

tenaga kerja asing.

(2) Tata cara penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada 

ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- 

undangan.

BAB VI

TATA KELOLA, PRINSIP KEHATI-HATIAN,

DAN PENGELOLAAN RISIKO PERBANKAN SYARIAH

Bagian Kesatu

Tata Kelola Perbankan Syariah

Pasal 34

(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan tata kelola yang baik yang 

mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, 

profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya.

374

(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyusun prosedur internal mengenai 

pelaksanaan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik sebagaimana 

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .

Bagian Kedua 

Prinsip Kehati-hatian

Pasal 35

(1) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib 

menerapkan prinsip kehati-hatian.

(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank negara kita  

laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi 

tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasar  prinsip 

akuntansi syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, 

dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank negara kita .

(3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada 

ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik.

(4) Bank negara kita  dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban 

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat 

Syariah.

(5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi 

kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank 

negara kita .

Pasal 36

Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya, 

Bank Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan 

Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan Nasabah yang mempercayakan 

dananya.

Pasal 37

(1) Bank negara kita  menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum 

penyaluran dana berdasar  Prinsip Syariah, pemberian jaminan, 

penempatan investasi surat berharga yang berbasis syariah, atau hal lain 

yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah dan UUS kepada

375

Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima 

Fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok 

yang sama dengan Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.

(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh 

melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank Syariah sesuai 

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank negara kita .

(3) Bank negara kita  menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum 

penyaluran dana berdasar  Prinsip Syariah, pemberian jaminan, 

penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang 

dapat dilakukan oleh Bank Syariah kepada:

a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih 

dari modal disetor Bank Syariah;

b. anggota dewan komisaris;

c. anggota direksi;

d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, 

dan huruf c;

e. pejabat bank lainnya; dan

f. perusahaan yang di dalamnya ada  kepentingan dari pihak 

sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e.

(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh 

melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank Syariah sesuai 

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank negara kita .

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh 

Bank negara kita .

Bagian Ketiga

Kewajiban Pengelolaan Risiko

Pasal 38

(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip 

mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan 

Peraturan Bank negara kita .

376

Pasal 39

Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada Nasabah mengenai 

kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi 

Nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah dan/atau UUS.

Pasal 40

(1) Dalam hal Nasabah Penerima Fasilitas tidak memenuhi kewajibannya, 

Bank Syariah dan UUS dapat membeli sebagian atau seluruh Agunan, 

baik melalui maupun di luar pelelangan, berdasar  penyerahan secara 

sukarela oleh pemilik Agunan atau berdasar  pemberian kuasa untuk 

menjual dari pemilik Agunan, dengan ketentuan Agunan yang dibeli 

itu  wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 

(satu) tahun.

(2) Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga pembelian 

Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kewajiban 

Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.

(3) Dalam hal harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat 

(1) melebihi jumlah kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan 

UUS, selisih kelebihan jumlah itu  harus dikembalikan kepada 

Nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang 

langsung terkait dengan proses pembelian Agunan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian Agunan sebagaimana 

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan 

Bank negara kita .

BAB VII

RAHASIA BANK

Bagian Kesatu 

Cakupan Rahasia Bank

Pasal 41

Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai 

Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan 

Investasinya^

377

Bagian Kedua 

Pengecualian Rahasia Bank

Pasal 42

(1) Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan, pimpinan Bank 

negara kita  atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan 

perintah tertulis kepada Bank agar Memberi  keterangan dan 

memperlihatkan bukti tertulis serta surat mengenai keadaan keuangan 

Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat 

pajak.

(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus 

menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak, dan kasus 

yang dikehendaki keterangannya.

Pasal 43

(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank 

negara kita  dapat Memberi  izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau 

penyidik lain yang diberi wewenang berdasar  undang-undang untuk 

memperoleh keterangan dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi 

tersangka atau terdakwa pada Bank.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis atas 

permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republik negara kita , 

Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, atau pimpinan instansi yang 

diberi wewenang untuk melakukan penyidikan.

(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyebutkan 

nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau 

terdakwa, alasan diperlukannya keterangan, dan hubungan perkara 

pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Pasal 44

Bank wajib Memberi  keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 

dan Pasal 43.

Pasal 45

Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank yang 

bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan

378

keuangan Nasabah yang bersangkutan dan Memberi  keterangan lain yang 

relevan dengan perkara itu .

Pasal 46

(1) Dalam rangka tukar-menukar informasi antarbank, direksi Bank dapat 

memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank lain.

(2) Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud 

pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank negara kita .

Pasal 47

Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau 

Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib Memberi  

keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor 

pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah 

Penyimpan atau Nasabah Investor itu .

Pasal 48

Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal 

dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor 

yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai Simpanan 

Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor itu .

Pasal 49

Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45, dan Pasal 46, 

berhak untuk mengetahui isi keterangan itu  dan meminta pembetulan 

jika ada  kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 50

Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dan UUS dilakukan oleh Bank 

negara kita .

379

Pasal 51

(1) Bank Syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan yang 

meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas 

aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang 

menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan 

terhadap Prinsip Syariah dan prinsip manajemen Islami, serta aspek 

lainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah dan UUS.

(2) Kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh 

Bank Syariah dan UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur 

dengan Peraturan Bank negara kita .

Pasal 52

(1) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan segala keterangan dan 

penjelasan mengenai usahanya kepada Bank negara kita  menurut tata 

cara yang ditetapkan dengan Peraturan Bank negara kita .

(2) Bank Syariah dan UUS, atas permintaan Bank negara kita , wajib 

Memberi  kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas- 

berkas yang ada padanya, serta wajib Memberi  bantuan yang 

diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala 

keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank 

Syariah dan UUS yang bersangkutan.

(3) Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud 

pada ayat (1) dan ayat (2), Bank negara kita  berwenang :

a. memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang 

terkait dengan Bank;

b. memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari 

setiap pihak yang menurut penilaian Bank negara kita  memiliki 

pengaruh terhadap Bank; dan

c. memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, 

baik rekening Simpanan maupun rekening Pembiayaan.

(4) Keterangan dan laporan pemeriksaan tentang Bank Syariah dan UUS 

yang diperoleh berdasar  ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 

(1), ayat (2), dan ayat (3) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

Pasal 53

(1) Bank negara kita  dapat menugasi kantor akuntan puhlik atau pihak 

lainnya untuk dan atas nama Bank negara kita , melaksanakan 

pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2).

380

(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada 

ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .

Pasal 54

(1) Dalam hal Bank Syariah mengalami kesulitan yang membahayakan 

kelangsungan usahanya, Bank negara kita  berwenang melakukan 

tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan antara lain :

a. membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham, 

komisaris, direksi, dan pemegang saham;

b. meminta pemegang saham menambah modal;

c. meminta pemegang saham mengganti anggota dewan komisaris 

dan/atau direksi Bank Syariah;

d. meminta Bank Syariah menghapusbukukan penyaluran dana yang 

macet dan memperhitungkan kerugian Bank Syariah dengan 

modalnya;

e. meminta Bank Syariah melakukan penggabungan atau peleburan 

dengan Bank Syariah lain;

f. meminta Bank Syariah dijual kepada pembeli yang bersedia 

mengambil alih seluruh kewajibannya;

g. meminta Bank Syariah menyerahkan pengelolaan seluruh atau 

sebagian kegiatan Bank Syariah kepada pihak lain; dan/atau

h. meminta Bank Syariah menjual sebagian atau seluruh harta 

dan/atau kewajiban Bank Syariah kepada pihak lain.

(2) bila  tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum cukup 

untuk mengatasi kesulitan yang dialami Bank Syariah, Bank negara kita  

menyatakan Bank Syariah tidak dapat disehatkan dan menyerahkan 

penanganannya ke Lembaga Penjamin Simpanan untuk diselamatkan 

atau tidak diselamatkan.

(3) Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan Bank Syariah 

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diselamatkan, Bank 

negara kita  atas permintaan Lembaga Penjamin Simpanan mencabut izin 

usaha Bank Syariah dan penanganan lebih lanjut dilakukan oleh 

Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan ketentuan peraturan 

perundangundangan.

(4) Atas permintaan Bank Syariah, Bank negara kita  dapat mencabut izin 

usaha Bank Syariah setelah Bank Syariah dimaksud menyelesaikan 

seluruh kewajibannya.

381

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencabutan 

izin usaha Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur 

dengan Peraturan Bank negara kita .

BAB IX

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 55

(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan 

dalam lingkungan Peradilan Agama.

(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa 

selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa 

dilakukan sesuai dengan isi Akad.

(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh 

bertentangan dengan Prinsip Syariah.

BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 56

Bank negara kita  menetapkan sanksi administratif kepada Bank Syariah atau 

UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, direksi, 

dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang 

memiliki UUS, yang menghalangi dan/atau tidak melaksanakan Prinsip 

Syariah dalam menjalankan usaha atau tugasnya atau tidak memenuhi 

kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 57

(1) Bank negara kita  mengenakan sanksi administratif kepada Bank Syariah 

atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas 

Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum 

Konvensional yang memiliki UUS yang melanggar Pasal 41 dan Pasal 

44.

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai akibat dari pelanggaran 

kerahasiaan bank.

382

Pasal 58

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini 

yaitu :

a. denda uang;

b. teguran tertulis;

c. penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah dan UUS;

d. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;

e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang 

tertentu maupun untuk Bank Syariah dan UUS secara keseluruhan;

f. pemberhentian pengurus Bank Syariah dan Bank Umum 

Konvensional yang memiliki UUS, dan selanjutnya menunjuk dan 

mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang 

Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan 

Bank negara kita ;

g. pencantuman anggota pengurus, pegawai, dan pemegang saham 

Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS 

dalam daftar orang tercela di bidang perbankan; dan/atau

h. pencabutan izin usaha.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif 

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank 

negara kita .

BAB XI

KETENTUAN PIDANA 

Pasal 59

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau 

kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau Investasi 

berdasar  Prinsip Syariah tanpa izin usaha dari Bank negara kita  

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana 

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit 

Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 

oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum dimaksud

383

dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan 

perbuatan itu dan/atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam 

perbuatan itu.

Pasal 60

(1) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis 

atau izin dari Bank negara kita  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 

dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah, UUS, atau pihak terafiliasi untuk 

Memberi  keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 

2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana deinda paling 

sedikit Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum 

Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang 

dengan sengaja Memberi  keterangan yang wajib dirahasiakan 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara 

paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan 

pidana denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) 

dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 61

Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank 

Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak 

Memberi  keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam 

Pasal 44, Pasal 47, dan Pasal 48 dipidana dengan pidana penjara paling 

singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda 

paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 62

(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau

Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:

a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau

b. tidak Memberi  keterangan atau tidak melaksanakan perintah 

yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

384

paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit 

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau

Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang la la i:

a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau

b. tidak Memberi  keterangan atau tidak melaksanakan perintah 

yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 

dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) tahun 

dan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit 

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 63

(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau

Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja :

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam 

pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan 

usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank 

Syariah atau UUS;

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak 

dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, 

dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi 

atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS; dan/atau

c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau 

menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau 

dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau 

laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS, 

atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, 

menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan itu  

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan 

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit 

RplO.OOO.O0O.OOO,OO (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau

Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja :

385

a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk 

menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, 

uang, atau barang berharga untuk keuntungan pribadinya atau 

untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka :

1. mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain 

dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas 

penyaluran dana dari Bank Syariah atau UUS;

2. melakukan pembelian oleh Bank Syariah atau UUS atas surat 

wesel, surat promes, cek dan kertas dagang, atau bukti 

kewajiban lainnya;

3. Memberi  persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan 

penarikan dana yang melebihi batas penyaluran dananya 

pada Bank Syariah atau UUS; dan/atau

b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk 

memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan 

dalam Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling 

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan 

pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar 

rupiah) dan paling, banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar 

rupiah).

Pasal 64

Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah 

yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum 

Konvensional yang memiliki UUS terhadap ketentuan dalam Undang- 

Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun 

dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit 

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak

Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 65

Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh anggota dewan komisaris, 

direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang 

memiliki UUS untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang 

mengakibatkan Bank Syariah atau UUS tidak melaksanakan langkah- 

langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau 

UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana

386

penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun 

dan pidana denda paling sedikit Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar 

rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 66

(1) Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum 

Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja :

a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang 

ini dan perbuatan itu  telah mengakibatkan kerugian bagi 

Bank Syariah atau UUS atau menyebabkan keadaan keuangan 

Bank Syariah atau UUS tidak sehat;

b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang 

dilakukan oleh dewan komisaris atau kantor akuntan publik yang 

ditugasi oleh dewan komisaris;

c. Memberi  penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan 

melanggar ketentuan yang berlaku yang diwajibkan pada Bank 

Syariah atau UUS, yang mengakibatkan kerugian sehingga 

membahayakan kelangsungan usaha Bank Syariah atau UUS; 

dan/atau

d. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk 

memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan 

Batas Maksimum Pemberian Penyaluran Dana sebagaimana 

ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau ketentuan yang 

berlaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) 

tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling 

sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak 

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum 

Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja melakukan 

penyalahgunaan dana Nasabah, Bank Syariah atau UUS dipidana 

dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 8 

(delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 

(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat 

miliar rupiah).

387

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 67

(1) Bank Syariah atau UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat 

Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin 

usaha berdasar  Undang-Undang ini.

(2) Bank Syariah atau UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib 

menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini paling 

lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

Pasal 68

(1) Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai 

asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari 

total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak 

berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional 

dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS itu  menjadi Bank 

Umum Syariah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi Bank 

Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana 

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank negara kita .

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP 

Pasal 69

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai 

Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 

tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik negara kita  Tahun 1992 

Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik negara kita  Nomor 3472) 

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 

(Lembaran Negara Republik negara kita  Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan 

Lembaran Negara Republik negara kita  Nomor 3790) beserta peraturan 

pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan 

dengan Undang-Undang ini.

388

Pasal 70

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- 

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik 

negara kita .

Disahkan di Jakarta 

pada tanggal 16 Juli 2008

PRESIDEN REPUBLIK negara kita ,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta 

pada tanggal 16 Juli 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 

REPUBLIK negara kita , 

ttd

ANDIMATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK negara kita  TAHUN 2008 NOMOR 94

Salinan sesuai dengan aslinya 

SEKRETARIAT NEGARA RI 

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 

Bidang Perekonomian dan Industri,

ttd.

Setio Sapto Nugroho

389

390

PRESIDEN

REPUBLIK negara kita 

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK  negara kita   

NOMOR 21 TAHUN 2008  

TENTANG

PERBANKAN SYARIAH

L UMUM

Sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 

Negara Republik negara kita  Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional 

yaitu  terciptanya warga  adil dan makmur, berdasar  

demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang 

bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan 

tujuan itu , pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan 

pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, 

mandiri, handal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah 

perekonomian internasional.

Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif 

dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan 

kontribusi semua elemen warga  untuk menggali berbagai potensi 

yang ada di warga  guna mendukung proses akselerasi ekonomi 

dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu 

bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi warga  dalam 

perekonomian nasional itu  yaitu  pengembangan sistem ekonomi 

berdasar  nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip- 

prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah 

berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, 

dan keuniversalan ( r a h m a t a n  l i l  ‘a l a m i r i ) .  Nilai-nilai itu 

391

diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip 

Syariah yang disebut Perbankan Syariah.

Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang 

berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam 

yaitu  larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan memakai  

sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank 

Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena 

semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi 

risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang 

antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan 

mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan 

tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh 

pengelola modal.

Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional 

memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat Memberi  

kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. 

Salah satu sarana pendukung vital yaitu  adanya pengaturan yang 

memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan itu  di 

antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. 

Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan 

dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga itu . Pengaturan 

mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 

1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- 

Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang 

mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, 

di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang 

cukup pesat.

Guna menjamin kepastian hukum bagi s t a k e h o l d e r s  dan sekaligus 

Memberi  keyakinan kepada warga  dalam memakai  

produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan 

Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, 

kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah 

maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. 

Sementara itu, untuk Memberi  keyakinan pada warga  yang 

masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama 

ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip 

Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur 

riba, m a i s i r ,  g h a r a r ,  h a r a m ,  dan z a l i m .

392

Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, 

dalam Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah 

{ s y a r i a h  c o m p l i a n c e ) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama 

negara kita  (MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas 

Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah 

dan UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan 

MUI ke dalam Peraturan Bank negara kita , di dalam internal Bank 

negara kita  dibentuk komite perbankan syariah, yang keanggotaannya 

terdiri atas perwakilan dari Bank negara kita , Departemen Agama, dan 

unsur warga  yang komposisinya berimbang.

Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada 

perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan 

Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan 

penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, 

lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan 

Umum sepanjang disepakati di dalam Akad oleh para pihak.

Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan syariah ini, 

maka pengaturan terhadap UUS yang secara korporasi masih berada 

dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, di masa depan, 

bila  telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu diwajibkan 

untuk memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan 

memenuhi tata cara dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan 

Bank negara kita .

Sehubungan dengan hal itu , pengaturan tersendiri bagi Perbankan 

Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin 

terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank 

Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi 

dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank 

Syariah dalam undang-undang tersendiri.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, 

yaitu  kegiatan usaha yang tidak mengandung unsure :

393

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) 

antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang 

tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan ( f a d h l ), 

atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersya­

ratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana 

yang diterima melebihi pokok pinjaman karena beijalannya 

waktu { n a s i  ’a h ) \

b. m a i s i r ,  yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu 

keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

c. g h a r a r ,  yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak 

dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat 

diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain 

dalam syariah;

d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; 

atau

e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi 

pihak lainnya.

Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” yaitu  kegiatan 

ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, 

pemerataan, dan kemanfaatan.

Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” yaitu  pedoman 

pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan 

yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan 

perundang-undangan.

Pasal 3

Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan 

nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah 

secara menyeluruh { k a f f a h )  dan konsisten (i s t i q a m a h ).

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dana sosial lainnya”, antara lain 

yaitu  penerimaan Bank yang berasal dari pengenaan sanksi 

terhadap Nasabah ( t a ’z i r ) .

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank negara kita  

sekurang-kurangnya memuat tentang:

a. susunan organisasi dan kepengurusan;

b. modal kerja;

c. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan

d. kelayakan usaha.

Ayat (4)

Yang diwajibkan mencantumkan kata “syariah” hanya Bank 

Syariah yang mendapatkan izin setelah berlakunya Undang- 

Undang ini.

Penulisan kata “syariah” ditempatkan setelah kata “bank” 

atau setelah nama bank.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

395

Pasal 6

Ayat(l)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kantor di bawah Kantor Cabang” 

yaitu  kantor cabang pembantu atau kantor kas yang 

kegiatan usahanya membantu kantor induknya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Hal-hal yang dapat diatur dalam Peraturan Bank negara kita 

antara la in :

a. pemberhentian anggota direksi dan komisaris yang tidak 

lulus uji kemampuan dan kepatutan;

b. pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang 

harus mendapatkan persetujuan Bank negara kita ;

c. pengalihan izin usaha dari nama lama ke nama baru, 

perubahan modal dasar, dan perubahan status menjadi 

Bank terbuka harus mendapatkan persetujuan Bank 

negara kita ;

d. perubahan modal disetor Bank yang meliputi 

penambahan, pengurangan, dan komposisi harus 

mendapatkan persetujuan Bank negara kita ;

e. pelarangan penjaminan saham yang dimiliki oleh 

pemegang saham pengendali.

396

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank 

Umum Syariah yaitu  badan hukum asing, yang 

bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh 

rekomendasi dari otoritas perbankan negara asal. 

Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat 

keterangan bahwa badan hukum asing yang 

bersangkutan memiliki  reputasi yang baik dan tidak 

pernah melakukan perbuatan tercela di bidang 

perbankan.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

397

Pasal 15

Perubahan kepemilikan Bank Syariah yang tidak mengakibatkan 

perubahan pemegang saham pengendali cukup dilaporkan secara 

tertulis kepada Bank negara kita .

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Bank negara kita  

mencakup antara la in :

a. minimum kecukupan modal;

b. persiapan sumber daya manusia;

c. susunan organisasi dan kepengurusan; dan

d. kelayakan usaha.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Akad w a d i ’a h ”  yaitu  Akad 

penitipan barang atau uang antara pihak yang 

memiliki  barang atau uang dan pihak yang diberi 

kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, 

keamanan, serta keutuhan barang atau uang.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Akad m u d h a r a b a h ” dalam 

menghimpun dana yaitu  Akad kerja sama antara pihak 

pertama (m a l i k , s h a h i b u l  m a l ,  atau Nasabah) sebagai 

pemilik dana dan pihak kedua { ‘a m i l ,  m u d h a r i b ,  atau 

Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana 

dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan 

kesepakatan yang dituangkan dalam Akad.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Akad m u d h a r a b a h ”  dalam 

Pembiayaan yaitu  Akad keija sama suatu usaha antara 

pihak pertama (m a l i k , s h a h i b u l  m a l ,  atau Bank Syariah) 

yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua 

( ‘a m i l ,  m u d h a r i b ,  atau Nasabah) yang bertindak selaku 

pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha 

sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam 

Akad, sedang  kerugian ditanggung sepenuhnya oleh 

Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan 

kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi 

peijanjian.

Yang dimaksud dengan “Akad m u s y a r a k a h ' ’ yaitu  

Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk 

suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak 

Memberi  porsi dana dengan ketentuan bahwa 

keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, 

sedang  kerugian ditanggung sesuai dengan porsi 

dana masing-masing.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “Akad m u r a b a h a h ” yaitu  

Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan 

harga belinya kepada pembeli dan pembeli 

membayarnya dengan harga yang lebih sebagai 

keuntungan yang disepakati.

Yang dimaksud dengan “Akad s a l a m ”  yaitu  Akad 

Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan 

pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu 

dengan syarat tertentu yang disepakati.

Yang dimaksud dengan “Akad i s t i s h n a n '’ yaitu  Akad 

Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan 

pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan 

persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan 

atau pembeli (' m u s t a s h n i*) dan penjual atau pembuat 

( s h a n i  ’j.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “Akad q a r d h ” yaitu  Akad 

pinjaman dana kepada Nasabah dengaa ketentuan

399

bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang 

diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “Akad i j a r a h ” yaitu  Akad 

penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna 

atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasar  

transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan 

kepemilikan barang itu sendiri.

Yang dimaksud dengan “Akad i j a r a h  m u n t a h i y a  

b i t t a m l i k ” yaitu  Akad penyediaan dana dalam rangka 

memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang 

atau jasa berdasar  transaksi sewa dengan opsi 

pemindahan kepemilikan barang.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “Akad h a w a l a h ”  yaitu  Akad 

pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak 

lain yang wajib menanggung atau membayar.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” yaitu  

transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud. 

Yang dimaksud dengan “Akad k a f a l a h ” yaitu  Akad 

pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada 

pihak lain, di mana pemberi jaminan ( k a j i l )  bertanggung 

jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak 

penerima jaminan ( m a k f u l ) .

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf 1

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Cukup jelas.

Huruf o

Yang dimaksud dengan “Akad w a k a l a h ” yaitu  Akad 

pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk 

melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” yaitu , antara 

lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima 

dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana 

kebajikan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penyertaan modal” yaitu  

penanaman dana Bank Umum Syariah dalam bentuk 

saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang 

keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam 

bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi 

saham ( c o n v e r t i b l e  b o n d s ) atau jenis transaksi tertentu 

berdasar  Prinsip Syariah yang berakibat Bank 

Umum Syariah memiliki atau akan memiliki saham 

pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan 

syariah.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “penyertaan modal sementara” 

yaitu  penyertaan modal Bank Umum Syariah, antara 

lain, berupa pembelian saham dan/atau konversi

401

pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan Nasabah 

untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau 

piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana 

dimaksud dalam ketentuan Bank negara kita .

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Kemauan berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah 

Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan 

dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS. 

Kemampuan berkaitan dengan keadaan dan/atau aset 

Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk

membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh 

Bank Syariah dan/atau UUS.

Ayat (2)

Penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama 

didasarkan kepada hubungan yang telah teijalin antara Bank 

Syariah dan/atau UUS dan Nasabah atau calon Nasabah yang 

bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain 

yang dapat dipercaya sehingga Bank Syariah dan/atau UUS 

dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah Penerima 

Fasilitas yang bersangkutan jujur, beriktikad baik, dan tidak 

menyulitkan Bank Syariah dan/atau UUS di kemudian hari. 

Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas 

terutama Bank harus meneliti tentang keahlian Nasabah 

Penerima Fasilitas dalam bidang usahanya dan/atau 

kemampuan manajemen calon Nasabah sehingga Bank 

Syariah dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang akan 

dibiayai dikelola oleh orang yang tepat.

Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon Nasabah 

Penerima Fasilitas, terutama Bank Syariah dan/atau UUS 

harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara 

keseluruhan, baik untuk masa yang telah lalu maupun 

perkiraan untuk masa yang akan datang sehingga dapat 

diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah Penerima 

Fasilitas dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha 

calon Nasabah yang bersangkutan.

Dalam melakukan penilaian terhadap Agunan, Bank Syariah 

dan/atau UUS harus menilai barang, proyek atau hak tagih 

yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan yang 

bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi 

risiko yang ditambahkan sebagai Agunan tambahan, apakah 

sudah cukup memadai sehingga bila  Nasabah Penerima 

Fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, Agunan 

itu  dapat dipakai  untuk menanggung pembayaran 

kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau UUS yang 

bersangkutan.

Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima 

Fasilitas, Bank Syariah terutama harus melakukan analisis 

mengenai keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar 

negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan

403

datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari 

hasil proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai 

dengan fasilitas Pembiayaan.

Pasal 24

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Bank Umum Syariah dapat memasarkan produk 

asuransi melalui keija sama dengan perusahaan asuransi 

yang melakukan kegiatan usaha berdasar  Prinsip 

Syariah. Semua tindakan Bank Umum Syariah yang 

berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan 

melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab 

perusahaan asuransi syariah.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

UUS dapat memasarkan produk asuransi melalui keija 

sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan 

kegiatan usaha berdasrkan Prinsip Syariah. Semua 

tindakan UUS yang berkaitan dengan transaksi asuransi 

yang dipasarkan melalui keija sama dimaksud menjadi 

tanggung jawab perusahaan asuransi syariah.

404

Pasal 25

Huruf a

Usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah antara lain 

usaha yang dianggap riba, m a i s i r ,  g h a r a r ,  haram, dan zalim.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat memasarkan produk 

asuransi melalui keqa sama dengan perusahaan asuransi 

syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan 

transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama 

dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi 

syariah.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Komite perbankan syariah beranggotakan unsur-unsur dari 

Bank negara kita , Departemen Agama, dan unsur warga  

dengan komposisi yang berimbang, memiliki keahlian di 

bidang syariah dan berjumlah, paling banyak 11 (sebelas) 

orang.

Ayat (5)

Cukup jelas.

405

Pasal 27

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali” 

yaitu  badan hukum, orang perseorangan, dan/atau 

kelompok usaha yang :

a. memiliki saham Bank Syariah sebesar 25% (dua puluh 

lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang 

dikeluarkan dan memperoleh hak suara; atau

b. memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% 

(dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang 

dikeluarkan dan memiliki  hak suara, tetapi yang 

bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan 

pengendalian perusahaan atau bank, baik secara 

langsung maupun tidak langsung.

Pengendalian merupakan suatu tindakan yang bertujuan 

untuk memengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan 

perusahaan, termasuk bank, dengan cara apa pun, baik secara 

langsung maupun tidak langsung.

Pengendalian terhadap Bank Syariah dapat dilakukan dengan 

cara-cara, antara lain, sebagai berikut:

a. memiliki secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% 

(dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;

b. secara langsung menjalankan manajemen dan/atau 

memengaruhi kebijakan Bank Syariah;

c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki 

saham yang bila  dipakai  akan menyebabkan 

pihak itu  memiliki dan/atau mengendalikan secara 

sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima 

persen) atau lebih saham Bank;

d. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk 

mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank 

{ a c t i n g  i n  c o n c e r t ) dengan atau tanpa perjanjian tertulis 

dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama 

memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima 

persen) atau lebih saham Bank Syariah, baik langsung 

maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian 

tertulis;

e. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk 

mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank

406

( a c t i n g  i n  c o n c e r t )  dengan atau tanpa peijanjian tertulis 

dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama 

memiliki  hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki 

saham, yang bila  hak itu  dilaksanakan 

menyebabkan pihak-pihak itu  memiliki dan/atau 

mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih 

saham Bank Syariah;

f. mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang 

secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan 

secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau 

lebih saham Bank;

g. memiliki  kewenangan untuk menyetujui dan/atau 

memberhentikan pengurus Bank Syariah;

h. secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan 

manajemen dan/atau kebijakan Bank Syariah;

i. melakukan pengendalian terhadap perusahaan induk 

atau perusahaan induk di bidang keuangan dari Bank 

Syariah; dan/atau

j. melakukan pengendalian terhadap pihak yang 

melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud pada 

huruf a sampai dengan huruf i.

Uji kemampuan dan kepatutan sepenuhnya merupakan 

kewenangan Bank negara kita  untuk menilai kompetensi, 

integritas, dan kemampuan keuangan pemegang saham 

pengendali dan/atau pengurus bank. Mengingat tujuan uji 

kemampuan dan kepatutan yaitu  untuk memperoleh 

pemegang saham pengendali dan pengurus bank yang dapat 

menjaga kepercayaan warga  terhadap perbankan, 

penilaian dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan oleh 

Bank negara kita  tidak perlu dipertanggungjawabkan.

Ayat (2)

Kewajiban menurunkan kepemilikan saham bagi Pemilik 

Bank yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan yaitu  

dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dinyatakan tidak 

lulus uji kemampuan dan kepatutan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

407

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 28

Yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan 

yaitu  Peraturan Bank negara kita .

Pokok-pokok pengaturan tugas direksi Bank Syariah dalam 

anggaran dasar antara lain :

a. tugas dan tanggung jawab;

b. pelaporan; dan

c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas.

Pasal 29

A yat(l)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pokok-pokok pengaturan tugas direktur yaitu  :

a. tugas dan tanggung jawab;

b. pelaporan; dan

c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas.

Pasal 30

Ayat (1)

Uji kemampuan dan kepatutan bertujuan untuk menjamin 

kompetensi, kredibilitas, integritas, dan pelaksanaan tata 

kelola yang sehat ( g o o d  c o r p o r a t e  g o v e r n a n c e ) dari pemilik, 

pengurus bank, dan pengawas syariah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

408

Pasal 31

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif’ yaitu  pejabat 

yang bertanggung jawab langsung kepada direksi dan/atau 

memiliki  pengaruh terhadap kebijakan dan operasional 

Bank Syariah seperti kepala divisi, pemimpin Kantor 

Cabang, atau kepala satuan kerja audit internal.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang diatur dalam Peraturan Bank negara kita  sekurang- 

kurangnya meliputi:

a. ruang lingkup, tugas, dan fungsi dewan pengawas 

syariah;

b. jumlah anggota dewan pengawas syariah;

c. masa kerja;

d. komposisi keahlian;

e. maksimal jabatan rangkap; dan

f. pelaporan dewan pengawas syariah.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

409

Pasal 35

Ayat (1)

Dalam rangka menjamin terlaksananya pengambilan 

keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan 

prinsip kehati-hatian, Bank memiliki dan menerapkan, antara 

lain, sistem pengawasan intern.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “prinsip akuntansi syariah yang 

berlaku umum” yaitu  standar akuntansi syariah yang 

ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Ayat (3)

Kantor akuntan publik yang dimaksud yaitu  kantor akuntan 

publik yang memiliki akuntan dengan keahlian bidang 

akuntansi syariah.

Ayat (4)

Dalam Memberi  pengecualian, Bank negara kita  memper­

hatikan kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang 

bersangkutan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Penyaluran dana berdasar  Prinsip Syariah oleh Bank 

Syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau 

kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh 

terhadap kesehatan Bank Syariah dan UUS. Mengingat 

bahwa penyaluran dana dimaksud bersumber dari dana 

warga  yang disimpan pada Bank Syariah dan UUS, 

risiko yang dihadapi Bank Syariah dan UUS dapat 

berpengaruh pula kepada keamanan dana warga  

itu .

Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan mening­

katkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko

410

dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian 

pembiayaan berdasar  Prinsip Syariah, pemberian jaminan 

ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat 

pada Nasabah debitur atau kelompok Nasabah debitur 

tertentu.

Ayat (2)

Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan 

yang ditetapkan oleh Bank negara kita ” sesuai dengan 

pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan 

bank.

Batas maksimum yang dimaksud diperuntukkan bagi 

masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok 

Nasabah Penerima Fasilitas termasuk perusahaan-perusahaan 

dalam kelompok yang sama.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “keluarga” yaitu  hubungan 

sampai dengan derajat kedua, baik menurut garis 

keturunan lurus maupun ke samping termasuk mertua, 

menantu, dan ipar.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Ayat (4)

Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan 

yang ditetapkan oleh Bank negara kita ” sesuai dengan 

pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan 

bank.

411

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 38

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “manajemen risiko” yaitu  

serangkaian prosedur dan metodologi yang dipakai  oleh 

perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, 

dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha 

bank.

Prinsip mengenal Nasabah { k n o w  y o u r  c u s t o m e r  p r i n c i p l e )  

merupakan prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan 

yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan 

dan identifikasi Nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi 

Nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. 

Perlindungan Nasabah dilakukan antara lain dengan cara 

adanya mekanisme pengaduan Nasabah, meningkatkan 

transparansi produk, dan edukasi terhadap Nasabah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 39

Penjelasan yang diberikan kepada Nasabah mengenai 

kemungkinan timbulnya risiko kerugian Nasabah dimaksudkan 

untuk menjamin transparansi produk dan jasa Bank.

bila  informasi itu  telah disediakan, Bank dianggap telah 

melaksanakan ketentuan ini.

Pasal 40

A yat(l)

Pembelian Agunan oleh Bank melalui pelelangan 

dimaksudkan untuk membantu Bank agar dapat 

mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima 

Fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli Agunan 

Nasabah Penerima Fasilitasnya, status Bank yaitu  sama 

dengan pembeli bukan Bank lainnya.

Bank dimungkinkan membeli Agunan di luar pelelangan 

dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian 

kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya.

Batas wakt