ab Injil adalah bahwa Yesus mati pada saat
menjelang malam Paskah, ketika perjamuan Paskah akan disantap, sesudah
matahari terbenam. Sebelum kita tuntaskan masalah ini, harap perhatikan
bahwa Markus 14 telah menjelaskan bahwa Yesus tidak makan perjamuan
Paskah bersama murid-murid-Nya.
Lukas 14:12 menyebutkannya sebagai “Hari Raya Roti Tidak Beragi” yang
disebutnya juga sebagai “Paskah”. Seperti namanya, hari raya ini
diselenggarakan dengan memakan roti yang tidak beragi. Ini adalah
perintah yang ditaati orang-orang Yahudi bahkan taat sampai saat ini untuk
perjamuan Paskah, sebab Tuhan memerintahkannya dengan amat jelas,
“Dalam bulan pertama, pada hari yang ke 14 pada waktu petang…kamu
makanlah roti yang tidak beragi, sampai pada hari yang ke-21 bulan itu,
pada waktu petang.” (Baca Keluaran 12:1-20).
Kata Yunani untuk “roti tak beragi” adalah “azymos”. Kata inilah yang
digunakan oleh Markus dalam “Hari Raya Roti Tidak Beragi” pasal 14:12,
sedangkan kata Yunani untuk roti biasa (beragi) adalah “artos”. Seluruh
penulis kitab Injil termasuk Markus, menulis yang sama, bahwa saat itu
merupakan perjamuan terakhir Yesus dengan murid-murid-Nya memakan
artos (roti biasa beragi). “Dan ketika Yesus dan murid-muridNya sedang
makan, Yesus mengambil roti (artos), mengucap berkat, memecah-
mecahkannya lalu memberi nya kepada mereka dan berkata: “Ambillah,
inilah tubuh-Ku.” (Markus 14:22). Oleh sebab itu, perjamuan makan pada
malam itu walaupun sebuah perjamuan Paskah namun itu bukan
perjamuan Paskah dengan Roti Tidak Beragi sebab itu hanya dapat dimulai
pada waktu petang tanggal 14 saat Yesus ada di kayu salib.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya penggunaan kata yang berbeda
pada pasal yang sama. sebab untuk Paskah tidak mungkin mereka akan
memakan sesuatu yang telah dilarang oleh Tuhan (yaitu roti beragi – artos)
dan tidak memakan sesuatu yang diperintahkan untuk dimakan (yaitu roti
tidak beragi – azymos).
Jikalau begitu, lalu apa maksud Markus 14 dalam ayat 12-17?
Pertama, kita baca, “ada tradisi pada waktu itu untuk menyembelih domba
Paskah.” Perjamuan Paskah hanya dilaksanakan pada hari ke-14 pada
bulan Nisan. Tetapi ternyata ada perbedaan pendapat dalam hal
menentukan hari itu, sebab mereka menggunakan sistem kalender yang
berbeda untuk menghitung hari-hari raya. Tampaknya perbedaan tradisi ini
terus berlanjut sampai pada masa kehidupan Yesus. Jadi memang sebagian
orang sudah bisa mulai menjalankan tradisi mereka dengan mengorbankan
domba Paskah pada hari itu, sementara sebagian orang lainnya
menganggap bahwa Paskah baru akan dirayakan esok malamnya.
Perbedaan kebiasaan ini disebabkan sebab hari Yahudi dimulai pada jam
6.00 petang sedangkan hari Romawi mulai pada jam 12.00 tengah malam.
Kedua, murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus, “Ke tempat mana Engkau
kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?”
Mereka tidak menyangka bahwa malam itu Yesus akan segera
menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa dunia sama seperti domba
Paskah dalam Keluaran 12 yang dikorbankan untuk menyelamatkan orang
Israel dari murka Tuhan terhadap orang Mesir. Yesus sesungguhnya telah
menjelaskan kepada mereka, tetapi mereka tidak dapat memahami
pengorbanan ini sebab berbagai alasan, termasuk ketika Yesus dielu-
elukan oleh orang-orang Israel sebagai Mesias (Raja Penyelamat, bukan
korban), yang masih terus „bergema di telinga mereka‟. Dia tidak
menyatakan bahwa Ia akan makan perjamuan Paskah bersama-sama
dengan mereka. Yesus sangat ingin, tetapi Ia tahu hari-Nya tidak sampai
untuk melakukannya. Tidak ada peluang bagi satu dogma pun yang dapat
menyatakan bahwa perjamuan Paskah harus dimakan pada hari yang sama
ketika ruang perjamuan ini dipinjam dan disiapkan. Tetapi yang pasti,
orang-orang Yahudi, sebab telah diatur dalam Keluaran 12,
mempersiapkan rumah mereka untuk Hari Raya Roti Tidak Beragi.
Ketiga, dalam beberapa cara, Kitab Injil menceritakan tentang Perjamuan
Makan Malam Terakhir, dalam bentuk penggenapan karya Yesus, seperti
misalnya Lukas 22 yang menuliskan kerinduan Yesus untuk makan
perjamuan Paskah “ini” bersama dengan murid-murid-Nya. Lalu apakah
Lukas mengatakan bahwa saat itu adalah Perjamuan Paskah? Tidak bukan?
Mengapa? Antara lain sebab penggunaan yang sama untuk kata artos dan
azymos. Yesus memang menjadikan makan malam terakhir ini sebagai
sejenis santapan Paskah (tidak dalam artian sebenarnya melainkan
simboliknya) sebab Ia hendak bersekutu secara khusus dengan murid-
murid-Nya, menyadari akhirnya Ia harus masuk ke dalam penderitaan
beberapa jam sesudah itu.
Ia juga ingin menunjukkan kepada murid-murid-Nya bahwa Paskah itu
berbicara tentang diri-Nya, yaitu bahwa Ia adalah korban yang memberi
Perjanjian Baru yang telah Tuhan janjikan (lihat pertanyaan nomor 63 dan
34) seperti domba yang disembelih 1.500 tahun lalu untuk menyelamatkan
orang-orang Israel dari murka Tuhan. Dalam perjamuan ini , Yesus
menggambarkan diri-Nya sebagai “Anak Domba Tuhan yang menghapus
dosa dunia” seperti yang dikatakan Yohanes Pembaptis tentang diri-Nya
(Yohanes 1:29). Ia ingin menyantap makanan ini bersama mereka
sebab Ia mengatakan, “Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia
beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Tuhan” (Lukas 22:16). Dan
kegenapan itu adalah kematian-Nya, “Sebab anak domba Paskah kita juga
telah disembelih, yaitu Kristus.” (1 Korintus 5:7).
Jika pengertian di atas benar (satu dari dua penjelasan di atas diperoleh
dari penelitian saya sendiri), maka tidak ada pertentangan dalam hal ini.
Yesus mati sebelum hari raya Paskah.
70. Apakah Yesus berdoa kepada Bapa-Nya supaya diselamatkan dari
penyaliban (Matius 26:39; Markus 14:36; Lukas 22:42) atau tidak
berdoa untuk itu? (Yohanes 12:27)
(Kategori: salah membaca ayat)
Pertentangan semu mempertanyakan, “Apakah
Yesus berdoa kepada Bapa-Nya agar mencegah
diri-Nya dari penyaliban?” seperti yang
diperlihatkan Matius 26:39; Markus 14:36 dan
Lukas 22:42; sementara Yohanes 12:27
mengesankan Yesus tidak berdoa seperti itu
kepada Bapa-Nya?
Usaha mempertentangkan cerita di atas
tampaknya sia-sia saja. Matius 26:39, Markus
14:36 dan Lukas 22:42 menceritakan kisah yang
sama yang terjadi di Taman Getsmani sebelum Yesus ditahan. Dalam
seluruh cerita ini tidak ada satu katapun yang menyatakan bahwa Yesus
meminta agar penyaliban itu dicegah, melainkan untuk mengekspresikan
kengerian-nya atas sakit dan penderitaan yang akan Ia alami pada saat Ia
diadili, dianiaya, dipukul, dicambuk, sendirian ditinggalkan orang lain dan
bahkan pengalaman yang paling menakutkan, yaitu keterpisahan-Nya
dengan Tuhan kelak di kayu salib, hingga kepada pengalaman penyaliban
itu sendiri beberapa jam dari sekarang ini. tetapi, yang terpenting dalam
kondisi seperti itu, Yesus tetap meminta kehendak Bapa-Nya untuk
diwujudkan, sebab menyadari bahwa inilah klimaksnya yang Ia akan
disalibkan, mati dan dibangkitkan untuk menebus dosa seluruh umat
manusia di dunia.
Yohanes 12:27 menulis hal ini dari situasi yang berbeda, sebelum saat dan
kejadian ini di atas berlangsung. Dikatakan bahwa Yesus berbicara
kepada orang banyak pada Perayaan Paskah di Bait Tuhan di Yerusalem
(bahkan sebelum pertemuan Yesus dengan kedua belas murid-murid-Nya
di ruang atas). Dalam kesempatan ini Yesus mengatakan sesuatu yang
hampir serupa dengan kalimat diatas, yaitu bukan meminta agar
penyaliban dicegah: “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan
Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? tidak, sebab untuk
itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa muliakanlah nama-Mu!”
Kembali disini diberitahukan perasaan-Nya yang sedang terganggu, bukan
pernyataan yang menunjukkan bahwa Yesus hendak meminta pembatalan
peristiwa penyaliban.
71. Apakah Yesus tiga kali bolak-balik untuk berdoa (Matius 26:36-46;
Markus 14:32-42) atau satu kali (Lukas 22:39-46) dari tempat murid-
murid-Nya?
(Kategori: ayat diartikan dengan pemikiran sempit)
Shabbir menanyakan berapa kali Yesus meninggalkan murid-muridNya
untuk berdoa sendirian di Taman Getsmani pada malam Ia ditangkap.
Matius 26:36-46 dan Markus 14:32-42 menggambarkan hanya satu kali.
Tetapi sekali lagi, sesungguhnya tidak ada kontradiksi dalam pertanyaan
diatas jika Anda menyadari bahwa ketiga kalimat di atas saling melengkapi
ketika dilaporkan oleh tiga orang yang berbeda dengan gaya dan fokus
yang berbeda.
Perhatikan bahwa Lukas sama sekali tidak menyebutkan bahwa Yesus tidak
meninggalkan murid-muridNya tiga kali dan berdoa. Meskipun tidak
menyebut tiga kali, bukan berarti Yesus tidak melakukan hal ini .
Lukas jelas tidak menganggap keadaan ini relevan untuk kitabnya.
72. Ketika Yesus berdoa untuk kedua kalinya, apakah kata-kata-Nya
tetap sama (Markus 14:39) atau berbeda? (Matius 26:42)
(Kategori: memaksakan pengertian sendiri)
Kontradiksi semu di atas membandingkan Matius 26:36-46 dengan Markus
14:32-42, khususnya ayat 42 dan 39, yang sebenarnya tidak ada
sedikitpun pertentangan. Shabbir mempertanyakan: “Apa yang disebutkan
dalam doa Yesus yang kedua kali?” di taman Getsmasni.
Shabbir memegang teguh perkataan Markus bahwa “kata-kata dalam
doanya yang kedua sama seperti yang pertama” (Markus 14:39). Tetapi
mari kita lihat bersama apa yang dikatakan Markus tentang doa kedua ini
dalam Markus 14:39: “Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu
juga”
Tidak satupun dalam ayat ini menyebutkan bahwa Yesus menyebutkan
kata-kata yang sama persis dalam doanya seperti doa sebelumnya, tetapi
maksud Markus mengatakan “mengucapkan doa yang itu juga” adalah
dalam arti inti doa seperti yang disebutkan dalam Matius. (Bila bukan inti
doa yang dimaksudkan, tentu doa Yesus ini amat singkat dan tidak akan
mengambil waktu satu jam, ayat 40). Jika kita bandingkan kedua doa yang
dinaikkan oleh Yesus di taman Getsmani dalam kitab Matius (ayat 39 dan
42) dapat kita lihat bahwa pada dasarnya maksud kedua doa ini sama,
walaupun tidak menggunakan kata-kata yang sama. Di ayat 44, Matius
mengatakan bahwa Kristus “berdoa untuk yang ketiga kalinya dan
mengucapkan doa yang itu juga.” Jadi jiia menurut Shabbir dua doa yang
pertama berbeda, lalu doa Yesus yang ketiga sama dengan doa yang
mana?
Tampaknya Shabbir hanya memahami doa Yesus dari kata-kata hurufiah
ala formula doa Islam yang sebenarnya tidak demikian dilakukan Yesus.
Mungkin anda berpikir bahwa doa di atas merupakan bentuk doa tetap
yang diulang-ulang setiap hari, seperti yang dilakukan oleh umat Islam.
Tetapi sebenarnya doa ini adalah doa curahan dari hati yang “dijeritkan”
oleh Yesus sebab tekanan dan situasi yang amat pekat yang dihadapi-Nya.
Suasana doa semacam itu dicetuskan dalam ikatan kasih yang
mengalahkan bentuk-bentuk ikatan aksara yang hurufiah yang diharuskan
sama oleh Shabbir.
73. Apakah kepada pasukan mengatakan bahwa Yesus adalah orang
benar (Lukas 23:47) atau Yesus adalah Anak Tuhan? (Markus 15:39)
(Kategori: ayat diartikan secara sempit)
Pertanyaan di atas berkaitan dengan pernyataan yang diajukan oleh kepala
pasukan pada saat Yesus mati di kayu salib, didasarkan pada dua ayat
dalam Markus 15:39 dan Lukas 23:47. Tetapi seperti yang sebelum-
sebelumnya, kedua ayat di atas bukan merupakan pertentangan melainkan
pernyataan yang saling melengkapi.
Matius 27:54 dan Markus 15:39 sama-sama setuju bahwa kepala pasukan
menyatakan Yesus adalah “Anak Tuhan!” Tetapi Lukas 23:47 menyebutkan
bahwa kepala pasukan itu mengatakan Yesus adalah “orang benar”.
Apakah teramat sulit dipercaya jika kepala pasukan itu mengatakan kedua-
duanya? (Bahkan ada lagi ucapannya yang tidak dicatat sebab dianggap
kurang relevan atau signifikan). Pola ini sering terjadi pada
penyaksian Injil, sebab tidak satupun kitab Injil menyatakan bahwa
ucapan kepala pasukan pada salah satu ayat di atas merupakan
keseluruhan ucapannya. Oleh sebab itu jangan berpikiran sempit atas apa
yang dikatakan oleh kepala pasukan terhadap Yesus.
Matius dan Markus lebih tertarik menuliskan pernyataan sang kepala
pasukan tentang keTuhanan Yesus, di sisi lain Lukas lebih meniliknya dari
segi kemanusiaan Yesus, sebagai salah satu tema pokok dalam kitabnya.
sebab itulah, ia menangkap pernyataan kepala pasukan seperti yang
tertulis dalam kitabnya.
74. Apakah Yesus mengatakan “TuhanKu, TuhanKu mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” dalam bahasa Ibrani (Matius 27:46) atau dalam
bahasa Aram? (Markus 15:34)
(Kategori: salah memahami penggunaan bahasa Ibrani)
Pertanyaan apakah Yesus berbicara dalam bahasa Ibrani atau bahasa Aram
di atas kayu salib dapat dijawab. Sedangkan alasan mengapa Matius dan
Markus mencatat dalam dialek yang berbeda mungkin sebab sesudah
peristiwa itu terjadi, cara membicarakan peristiwa itu adalah dalam bahasa
Aram, dan mungkin juga disebabkan oleh para penerima Injil itu sendiri.
Tetapi, semua itu bukan masalah yang valid bagi Alkitab.
Sebagian orang memperkirakan Markus 15:34 menggunakan bahasa Aram
dalam Perjanjian Baru, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani.” Tetapi sebagian
lainnya meragukan Yesus berbicara dalam bahasa Aram, sebab orang-
orang di sekitar situ mendengar Yesus memanggil Elia (Matius 27:47 dan
Markus 15:35-36). Dengan penjelasan semacam ini orang akan
mengatakan bahwa Yesus berteriak, “Eli, Eli” dan bukan “Eloi, Eloi”
Mengapa? sebab dalam bahasa Ibrani, Eli dapat berarti “Tuhanku”,
ataupun kependekan dari Eliyahu, yaitu Elia. Tetapi dalam bahasa Aram,
Eloi hanya dapat berarti “Tuhanku”, sehingga tidak mungkin dikelirukan
dengan nama nabi Elia.
Perlu diperhatikan bahwa kata “lama” (mengapa) sama-sama dipakai
dalam bahasa Ibrani dan bahasa Aram dan sabakh merupakan kata kerja
yang ada bukan saja dalam bahasa Aram tetapi juga Kitab Mishnah
berbahasa Ibrani.
Tampaknya Yesus berbicara dalam bahasa Ibrani, lalu mengapa tercatat
juga kata-kata-Nya dalam bahasa Aram? Perlu diketahui bahwa Yesus
tinggal dalam kelompok masyarakat multi-bahasa. Ia amat mungkin dapat
berbicara bahasa Yunani (bahasa yang digunakan orang Yunani dan Roma),
bahasa Aram (digunakan oleh masyarakat Timur Dekat) dan bahasa Ibrani,
bahasa pengajaran dalam agama Yahudi, yang telah dihidupkan dalam
bentuk Mishnah Ibrani yang ditulis pada masa-masa pembangunan Bait
Tuhan kedua kalinya. Bahasa Ibrani dan Aram sama-sama berasal dari
bahasa Semit, dan sama-sama muncul dalam kitab Injil, jadi hal ini di
atas tidaklah mengherankan. Tidak menjadi masalah bagi orang Kristen
jika salah satu penulis kitab Injil menggunakan bahasa Ibrani sedangkan
yang lainnya menggunakan bahasa Aram yang amat mirip dengan bahasa
Ibrani itu. Alasan perbedaan penggunaan kedua bahasa itu mungkin
disebabkan sebab ketika mereka mengingat dan mendiskusikan kisah
tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus, mereka
mempercakapkannya dalam bahasa Aram. Alasan di atas hanyalah
kemungkinan, kendati demikian pertanyaan Shabbir ini tetap tidak menjadi
masalah, kecuali Markus menuliskannya dalam bahasa Arab!
75. Apakah ucapan Yesus yang terakhir adalah, “Ya Bapa, ke dalam
tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Lukas 23:46) atau “Sudah
selesai”? (Yohanes 19:30)
(Kategori: ayat-ayat diartikan secara sempit)
“Apa ucapan Yesus yang terakhir sebelum Ia mati?” itulah inti pertanyaan
Shabbir untuk menggiring kepada pertentangan di atas. Namun pertanyaan
di atas tidak menunjukkan pertentangan melainkan hanyalah pernyataan
yang berbeda dari dua pihak penyaksi pada saat kejadian, tergantung
dimana posisi mereka menggambarkan kejadian ini dari perspektif yang
berbeda. Lukas bukanlah saksi mata langsung dalam peristiwa ini, jadi ia
mencatat kata-kata penyaksi yang ada di sana pada saat itu. Sedangkan
Yohanes adalah saksi mata peristiwa itu. Apa yang mereka berdua tuliskan
adalah moment-moment yang terakhir dari Yesus sebelum wafatNya.
Dalam keseluruhan ke 4 Kitab Injil, ada tercantum 7 tahapan perkataan
yang diucapkan Yesus selama Ia tergantung di kayu salib, yang diistilahkan
dengan “7 perkataan salib”. Tampak dari narasi penulisan maupun topiknya
bahwa 5 perkataan salib yang pertama diucapkan Yesus dalam jeda waktu
yang berbeda! (1) “Ampunilah mereka”, (2) “Engkau bersama Aku di
Firdaus”, (3) “Inilah anakmu!... Inilah ibumu”, (4) “Mengapa Engkau
meninggalkan Aku”, (5) “Aku haus”, (6) “Sudah selesai”, (7) “Kuserahkan
nyawaKu”.
Namun perkataan salib yang ke-6 dan ke-7 adalah ucapan yang dicatat
sebagai perkataan-perkataan yang paling akhir sesaat sebelum Yesus
menyerahkan nyawa-Nya.
Jika Yesus mengatakan „sudah selesai‟ kemudian disusul „Ya Bapa, ke
dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku‟, ataupun sebaliknya, maka
sebenarnya kedua perkataan salib yang terakhir ini justru merupakan
sebuah induk kalimat dengan diikuti anak kalimatnya. Dan pencatatan
terhadap salah satu dari klausa kalimat itu (yang mana saja!) tetap akan
terhisap sebagai ucapan Yesus yang terakhir.
Dapat dikatakan, Lukas menuliskan kata terakhir Yesus yang ia anggap
penting bagi kitabnya yang memang lebih menitikberatkan pada
kemanusiaan Kristus yang menyerahkan nyawa-nya kepada Bapa
(perhatikan pertanyaan sebelumnya). Disisi lain, Yohanes mengutip ucapan
terakhir Yesus dengan melihat kepada penggenapan nubuat yang dilakukan
Yesus, sehingga ia menuliskannya dengan “sudah selesai”. Dengan
pemahaman ini, tidak ada pertentangan dalam ayat-ayat ini melainkan
hanya perbedaan penekanan saja.
76. Apakah kepala perwira di Kapernaum datang sendiri kepada Yesus
dan meminta-Nya untuk menyembuhkan hambanya (Matius 8:5) atau
ia mengirimkan beberapa orang tua-tua Yahudi dan teman-temannya
menghadap Yesus? (Lukas 7:3-6)
(Kategori: ayat diartikan secara sempit dan salah memahami maksud
penulis)
Keadaan di atas bukan sebuah pertentangan melainkan lebih merupakan
kesalahpahaman terhadap isi cerita dan maksud penulis. Kepala perwira
pada awalnya mengirimkan pesan kepada Yesus melalui orang tua-tua
Yahudi. Dan tentu tidak menutup kemungkinan bahwa ia juga datang
kepada Yesus sesudah terjalin kontak dengan Yesus (dihubungi orang tua-
tua Yahudi). Matius menyebutkan kepala perwira yang menghadap, sebab
memang dia yang punya urusan (yang membutuhkan). Dari cerita-cerita
lainnya kita tahu baha perbuatan seseorang yang disuruhkan untuk
dikerjakan kepada orang lain adalah sebenarnya dilakukan melalui dirinya.
Contoh paling jelas dapat kita lihat dari baptisan yang dilakukan oleh
murid-murid Yesus tetapi Alkitab mengistilahkan bahwa Yesuslah yang
membaptis (Yohanes 4:1-2).
77. Apakah Adam mati pada saat ia memakan buah (buah pengetahuan
yang baik dan yang jahat, Kejadian 2:17), atau ia hidup sampai
berusia 930 tahun? (Kejadian 5:5)
(Kategori: salah memahami cara kerja Tuhan dalam sejarah)
Kitab Suci menggambarkan kematian dalam tiga bentuk, yaitu: 1) mati
secara fisik, yang ditandai dengan berakhirnya kehidupan di bumi; 2) mati
secara roh, yang ditandai dengan terputusnya hubungan dengan Tuhan;
dan 3) kematian kekal, yaitu di dalam neraka. Mati yang dibicarakan dalam
Kejadian 2:17 adalah kematian nomor dua yaitu terpisah dari Tuhan,
sedangkan kematian yang disebutkan dalam Kejadian 5:5 adalah kematian
yang pertama, yaitu mati secara fisik yang diakhiri dengan berakhirnya
kehidupan di dunia ini.
Seperti kekeliruan kebanyakan para Muslim, Shabbir pun melihat hal di
atas sebagai kontradiksi sebab ia tidak memahami pengertian maut secara
rohani yang artinya terpisah total dari Tuhan, sebab dia tidak melihat
bahwa Adam memiliki hubungan langsung dengan Tuhan yang dimulai
sejak pertama kali tinggal di Taman Eden. Padahal, pemisahan rohani
(yaitu kematian rohani) jelas-jelas ditunjukkan dalam Kejadian pasal 3
ketika Adam diusir keluar dari Taman Eden dan jauh dari hadirat Tuhan.
Ironisnya, peristiwa diusirnya Adam dari Taman Eden juga ada dalam
Al Qur‟an (Sura 2:36). Keduanya diusir keluar tanpa alasan, sebab (seperti
yang diyakini oleh umat Islam) Adam telah diampuni dosanya. Bila tidak
berdosa, tentulah mereka tidak akan kehilangan Firdaus, suatu tempat
yang memang diciptakan Tuhan tadinya bagi ciptaan-Nya semula. Ini
merupakan contoh bagaimana Al Qur‟an meminjam cerita dari kitab
sebelumnya tanpa pemahaman sebenarnya atau signifikansinya, sehingga
terciptalah asumsi sendiri yang melatari kontradiksi di atas.
(Untuk lebih memahami pengertian dan signifikansi tentang kematian
rohani dan bagaimana hal ini telah menimbulkan perselisihan hampir
di semua front di antara umat Kristen dan Islam, baca artikel yang berjudul
“The Humaneutical Key” oleh Jay Smith)
78. Apakah Tuhan menetapkan usia manusia hanya sampai 120 tahun
saja (Kejadian 6:3) atau lebih? (Kejadian 11:12-16)
(Kategori: salah membaca ayat)
Dalam Kejadian 6:3 kita baca:
“Berfirmanlah Tuhan: “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam
manusia sebab manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus
dua puluh tahun saja.”
Shabbir menganggap pernyataan ini bertentangan dengan usia orang-
orang yang pada waktu itu yang mencapai usia lebih dari 120 tahun seperti
yang disebutkan dalam Kejadian 11:12-16. Saya yakin hal ini terjadi
sebab Shabbir salah membaca atau salah memahami ayat bacaan di atas.
Seratus dua puluh tahun usia yang disebutkan Tuhan dalam Kejadian 6:3
tidak mungkin berbicara mengenai batas usia manusia sementara orang-
orang yang lebih tua umurnya disebutkan dalam kitab Kejadian (malahan
dalam pasal-pasal yang berdekatan, termasuk Nuh sendiri). Angka itu lebih
ditujukan untuk jangka waktu yang diberikan oleh Tuhan selama 120 tahun
sebelum air bah betul-betul didatangkan. Itulah jangka waktu peringatan
kepada Nuh, seperti yang kita baca dalam 1 Petrus 3:20: “Tuhan tetap
menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya.”
Dengan demikian ayat dalam Kejadian 6:3 akan selaras dengan yang
ada dalam Kejadian 11.
(Geisler/Howe 1992:41)
79. Selain Yesus apakah tidak ada orang lain yang telah naik ke surga
(Yohanes 3:13) atau ada? (2 Raja-raja 2:11)
(Kategori: salah memahami ayat)
Memang ada beberapa orang yang telah naik ke surga tanpa harus mati
seperti misalnya Elia dan Henokh (Kejadian 5:24). Dalam Yohanes 3:13
pengetahuan yang superior dari Yesus, tentang hal-hal surgawi sedang
ditonjolkan. Yesus sedang mengatakan “Tidak ada orang lain yang
pertama-tama dapat berbicara mengenai hal ini seperti Aku, sebab Aku
telah turun dari surga.” Ia menyatakan tidak seorangpun yang pernah naik
ke surga dan membawa pesan itu ke bawah seperti yang Ia bawa. Ia tidak
menyangkal bahwa ada orang lain yang juga naik ke surga seperti Elia dan
Henokh, tetapi Yesus lebih menekankan bahwa tidak ada orang di bumi ini
yang telah ke surga dan balik, dengan membawa pesan seperti yang
disampaikan-Nya.
80. Apakah Abyatar (Markus 2:26) atau Ahimelekh (1 Samuel 21:1;
22:20) yang menjadi imam besar ketika Daud masuk ke dalam Bait
Tuhan dan memakan roti persembahan untuk Tuhan?
(Kategori: salah memahami penggunaan bahasa Ibrani dan konteks
historis)
Yesus mengatakan bahwa peristiwa di atas terjadi pada hari-hari Abyatar
menjabat sebagai imam besar, padahal jika kita baca dalam 1 Samuel,
bukan Abyatar yang menjabat sebagai imam besar pada saat itu,
melainkan ayahnya, Ahimelekh
Bandingkan dengan gaya bahasa Ibrani yang berbunyi, “…ketika Raja Daud
menjadi gembala…” bukankah ini tidak dianggap sebagai kesalahan,
walaupun Daud belum menjadi raja pada saat itu? Maka sama halnya
dengan Abyatar, yang segera menjadi imam besar, dan itulah dia yang
paling diingat orang dengan gelarnya. Lagipula peristiwa itu benar-benar
terjadi “pada hari-hari Abyatar”, sebab ia benar hidup dan hadir dalam
peristiwa itu. Kita tahu mengenai hal itu dari 1 Samuel 22:20, ketika
Abyatar melarikan diri dari kejaran orang-orang Saul sebab seluruh
keluarga ayahnya dan kota mereka telah dihancurkan. Dengan demikian,
pernyataan Yesus ini dapat diterima.
81. Apakah tubuh Yesus dirempahi menurut tradisi orang Yahudi
sebelum Ia dikuburkan (Yohanes 19:39-40) atau para perempuan
datang merempah-rempahinya sesudah Yesus dikuburkan? (Markus
16:1)
(Kategori: ayat diartikan sempit)
Yohanes 19:39-40 menyebutkan bahwa Yusuf dan Nikodemus datang
merempahi tubuh Yesus dengan 50 kati minyak mur dan mengkafani-Nya
dengan kain lenan. Kita juga tahu dari penulis kitab Injil sinoptik bahwa
sesudah dirempah-rempahi, tubuh Yesus ditaruh di dalam sebuah kubur
batu yang besar. Meskipun kitab sinoptik tidak menyebutkan tentang
merempahi tubuh Yesus pada saat dikuburkan bukan berarti tubuh Yesus
tidak dirempah-rempahi. Tidak ada pertentangan dalam cerita ini.
Yesus mati sekitar jam 3 sore (Markus 15:34-37). Yusuf dan Nikodemus
harus mempersiapkan proses penguburan secara cepat sebelum hari Sabat
mulai, mulai dari menghadap Pilatus untuk minta izin penguburan,,
menurunkan jenazah Yesus, membeli kain lenan dan rempah-rempah, dan
perempahan, pengkafanan hingga kepada persiapan masuk ke kubur batu.
Dan para wanita tahu semua proses pemakaman yang dilakukan terhadap
Yesus (Matius 27:61). Anda tentu tidak berpikir bahwa Yusuf dan
Nikodemus hanya membungkus tubuh Yesus lalu menguburkannya di
dalam bukit batu.
Jikalau Markus 16:1 diartikan bahwa para wanita datang dengan maksud
untuk melakukan keseluruhan proses pemakaman, maka mereka juga
seharusnya juga akan mengkafani-Nya kembali dengan kain lenan,
walaupun ini tidak disebutkan. Mereka bukan datang untuk pemakaman.
Jadi lebih benar mengartikan mereka memberi rempah-rempah
tambahan atas tubuh Yesus sesudah Yusuf dan Nikodemus sebagai bentuk
penghormatan terakhir kepada guru mereka.
82. Apakah para perempuan membeli rempah-rempah sesudah hari
Sabat (Markus 16:1) atau sebelum hari Sabat? (Lukas 23:55 – 24:1)
(Kategori: ayat diartikan secara sempit)
Dalam beberapa kisah detail tentang kebangkitan Yesus di dalam Injil,
terungkap bahwa ada dua kelompok perempuan dalam perjalanan menuju
kubur batu dan berharap akan saling bertemu di sana. Perhatikan
pertanyaan nomor 86 untuk lebih jelasnya mengenai dua kelompok ini.
Jelaslah bahwa Maria Magdalena dan kelompoknya membeli rempah-
rempah sesudah hari Sabat, seperti yang tertulis dalam Markus 16:1.
Sedangkan Yohana dan teman-temannya membeli rempah-rempah
sebelum hari Sabat seperti yang disebutkan dalam Lukas 23:56. Hanya
Lukas yang menceritakan tentang Yohana dan kelompoknya, menandakan
Lukas hendak menekankan peran penting Yohana dan teman-temannya
dalam kisah kebangkitan Yesus.
83. Apakah perempuan-perempuan mendatangi kubur Yesus
„menjelang fajar menyingsing‟ (Matius 28:1) atau „sesudah matahari
terbit‟ (Markus 16:2)
(Kategori: ayat diartikan dengan pikiran sempit)
Untuk meniadakan salah paham yang tidak perlu seperti di atas mari kita
perhatikan sejenak terhadap empat ayat di bawah ini:
Matius 28:1; „menjelang menyingsingnya fajar…pergilah mereka
menengok kubur itu‟
Markus 16:2; „dan pagi-pagi benar…sesudah matahari terbit (just
after sunrise)…pergilah mereka ke kubur (on their way to the tomb)‟
Lukas 24:1; „tetapi pagi-pagi benar…mereka pergi ke kubur‟
Yohanes 20:1; pagi-pagi benar ketika hari masih gelap…pergilah
Maria Magdalena ke kubur itu‟
Dari keempat ayat di atas kita mudah menemukan jawaban mengenai hal
ini. dari kitab Lukas kita mengerti bahwa pagi-pagi sekali mereka
berangkat pergi ke kubur. Dari kitab Matius kita lihat bahwa matahari
sedang siap menyingsing ketika mereka berangkat pergi. Yohanes
menjelaskan kepergian perempuan-perempuan ketika matahari belum
benar-benar terbit, melainkan keadaan masih gelap menjelang pagi. Dan
Markus menyatakan bahwa matahari terbit ketika mereka sedang pergi
dalam perjalanan. Tentu waktu terus bergulir seiring dengan terbitnya
matahari selama perjalanan perempuan-perempuan itu keluar dari
Yerusalem.
84. Apakah para perempuan yang pergi ke kubur hendak meminyaki
tubuh Yesus dengan rempah-rempah (Markus 16:1; Lukas 23:55 –
24:1), atau untuk melihat kuburan (Matius 28:1) atau tanpa maksud
apa-apa? (Yohanes 20:1)
(Kategori: ayat diartikan dengan pikiran sempit)
Jawaban pertanyaan ini berkaitan dengan nomor 81 di atas. Kita tahu
bahwa mereka pergi ke kubur untuk memberi rempah-rempah
tambahan pada tubuh Yesus, seperti yang diinformasikan Lukas dan
Markus. Tetapi walaupun Matius dan Yohanes tidak memberi alasan
yang spesifik mengenai hal ini bukan berarti bahwa mereka pergi tanpa
alasan tertentu. Mereka hendak menambahkan rempah-rempah, walaupun
tidak semua penulis kitab Injil menyebutkan hal ini . Kita tentunya
tidak berharap bahwa semua pernak-pernik cerita akan dituliskan persis
sama dalam setiap kitab Injil. Ke-empat Kitab Injil itu adalah kesaksian dari
4 penulis yang berbeda segi cakupannya, bukan fotocopy yang satu
terhadap lainnya.
85. Ketika para perempuan tiba di kubur batu, apakah batu itu „sudah
terguling‟ (Markus 16:4, Lukas 24:2), „telah diambil dari kubur‟
(Yohanes 20:1) atau mereka melihat malaikat yang melakukannya?
(Matius 28:1-6)
(Kategori: salah membaca ayat)
Tuduhan Shabbir ini sangat dibuat-buat. Matius tidak mengatakan bahwa
para perempuan melihat malaikat menggulingkan batu itu. sesudah
mencatat para perempuan pergi ke kubur, Matius menceritakan tentang
gempa bumi yang terjadi ketika mereka masih dalam perjalanannya. Ayat
2 menyebutkan, “Maka terjadilah gempa bumi yang hebat.” Bahasa asli
Yunani menyebutkannya dengan, “dan saat itu telah terjadi gempa bumi
yang hebat.” Ketika para perempuan ini berbicara dengan malaikat di ayat
5, kita tahu dari Markus16:5 bahwa mereka telah mendekati kubur batu
dan masuk ke dalamnya, sedangkan malaikat itu duduk di tempat di amna
tubuh Yesus dibaringkan sebelumnya. Oleh sebab itu, jawaban atas
pertanyaan ini adalah bahwa “batu itu telah terguling” ketika para
perempuan tiba di kubur Yesus. Tidak ada pertentangan apapun dalam hal
ini dengan pemakaian bahasa ilustratif “batu telah diambil dari kubur.”
86. (Dalam Matius 16:2; 28:7; Markus 16:5-6; Lukas 24:4-5; 23) Para
perempuan diberitahukan mengenai apa yang telah terjadi dengan
tubuh Yesus, sedangkan dalam Yohanes 20:2 disebutkan bahwa
Maria Magdalena tidak diberitahukan.
(Kategori: ayat diartikan dengan pikiran sempit)
Malaikat memberitahukan kepada para perempuan bahwa Yesus telah
bangkit dari kematian. Kitab Matius, Markus dan Lukas menceritakan hal
ini. perbedaan semu mengenai jumlah malaikat akan jelas jika kita
menyadari bahwa ada dua kelompok perempuan disini. Maria Magdalena
dan kelompoknya (luhat ayat-ayat ada istilah “kami”) mungkin
berangkat dari rumah Yohanes. Sebaliknya, Yohana dan beberapa
perempuan lain yang tidak disebutkan namanya, berangkat dari tempat
Herodes di bagian kota lainnya. Yohana adalah isteri Khuza, bendahara
Herodes (Lukas 8:3) dan sebab itu kemungkinan besar ia dan teman-
temannya berangkat dari istana Herodes.
Dengan demikian ini, jelas bahwa malaikat pertama (yang menggulingkan
batu dan memberitahukan Maria Magdalena dan Salome tentang
keberadaan Yesus) telah menghilang, ketika Yohana dan kawan-kawannya
datang. Ketika mereka tiba di sana (Lukas 24:3-8) ada dua malaikat yang
menampakkan diri dan memberitahu mereka kabar baik, dan sesudah itu
mereka bergegas memberitahukan kepada para rasul. Dalam Lukas 24:10,
perempuan-perempuan itu disebutkan bergabung semuanya, sebab
mereka bersama-sama menemui para rasul.
Kini kita mulai tahu mengapa Maria Magdalena tidak melihat para malaikat.
Yohanes 20:1 menyebutkan bahwa Maria datang ke kubur dan kita tahu
dari kitab lainnya bahwa Salome dan Maria yang lain ada bersamanya,
(walau Maria Magdalena diduga berjalan lebih cepat mendahului yang lain).
Ketika dilihatnya batu kubur itu terguling, ia sendiri langsung lari
memanggil para rasul dan mengira bahwa Yesus telah diambil orang.
Sedangkan Maria yang lain dan Salome (yang ditinggalkan Maria
Magdalena) berusaha mencari tahu dengan melihat ke dalam kubur Yesus,
dimana akhirnya mereka menemukan malaikat yang memberitahukan
mereka apa yang telah terjadi. Jadi kita lihat bahwa para malaikat telah
memberitahukan kepada para perempuan itu, tetapi Maria Magdalena
sendiri pergi sebelum sempat bertemu dengan para malaikat itu.
87. Apakah pertemuan pertama antara Maria Magdalena dengan Yesus
yang telah bangkit itu terjadi pada saat kedatangannya yang pertama
ke kubur (Matius 28:9) ataukah kedatangannya yang kedua (Yohanes
20:11-17)? Dan bagaimana reaksinya?
(Kategori: ayat diartikan dengan pikiran sempit)
Telah kita ketahui bersama dari jawaban terakhir bahwa Maria Magdalena
sendiri berlari mendapatkan para rasul sesudah ia melihat batu kubur itu
telah terguling. Oleh sebab itu, ketika dikatakan dalam Matius 28:9 bahwa
Yesus bertemu dengan mereka, Maria Magdalena tidak ada disana. Namun
di dalam Markus 16:9 kita melihat bahwa Yesus menampakkan diri-Nya
pertama-tama kepada Maria Magdalena sesudah ia, Petrus dan Yohanes
kembali ke kubur untuk pertama kalinya (Yohanes 20:1-18). Dari sini kita
melihat bahwa Petrus dan Yohanes melihat kubur itu kosong dan kembali
ke rumah meninggalkan Maria yang menangis di pintu kubur itu. Disinilah
Maria kemudian melihat dua malaikat di sisi kubur batu dan akhirnya
bertemu dengan Yesus.
Sebenarnya ada beberapa masalah sehubungan dengan cerita kebangkitan
Yesus ini, dan beberapa diantaranya telah disinggung di sini. Kami ingin
sekali menjelaskan seluruh cerita ini, sayangnya buku ini tidak akan cukup,
sebab itu kami hanya menjawab hal-hal yang dipermasalahkan oleh
Shabbir. Jika anda belum puas dengan penjelasan di atas, anda dapat
membaca cerita lengkapnya dalam buku John Wenham yang berjudul
“Easter Enigma” (terbitan terbaru tahun 1996, Paternoster Press).
Diakui bahwa penjelasan atau uraian peristiwa di atas tidak semuanya
merujuk kepada teks spesifik dari kitab Injil. Meskipun demikian,
penjelasan ini tetap dapat diterima sebab setiap penulis kitab Injil
melaporkan dari sudut pandang yang berbeda; dengan kata lain tidak
masalah jika ada penambahan atau pengurangan detail cerita pada setiap
kitab Injil yang berbeda, sebab hal ini justru akan menambah
(bukan mengurangi) kredibilitas kitab Injil. Cerita yang sepertinya berbeda
dan berpotensi menimbulkan konflik akhirnya dapat diselesaikan dengan
melihat pada beberapa sudut pandang, sehingga penyelesaian semacam itu
justru akan membebas kitab Injil dari usaha-usaha kolusi diantara si
penulis asli kitab itu sendiri maupun dari para editornya di kemudian hari.
88. Apakah Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk menunggu-
Nya di Galilea (Matius 28:10) atau Ia akan pergi kepada Bapa dan
Tuhan-Nya (Yohanes 20:17)?
(Kategori: salah membaca ayat)
Kontradiksi semu di atas mempersoalkan, “Apa yang diinstruksikan Yesus
kepada murid-murid-Nya?” Shabbir memakai ayat dalam Matius 28:20 dan
Yohanes 20:17 untuk menunjukkan terjadinya pertentangan di dalam
Alkitab. Padahal kedua ayat ini terjadi pada waktu yang berbeda, pada hari
yang sama sehingga tidak ada alasan meyakini bahwa Yesus hanya
memberi satu buah perintah kepada murid-murid-Nya.
Satu lagi kelalaian Shabbir dalam membaca ayat dan pasal-pasal Alkitab
yang mengabaikan situasi di seputar kebangkitan Yesus pada hari Minggu.
(Saya katakan hari Minggu sebab hari itu adalah hari pertama dalam satu
minggu). Kedua ayat di atas sebenarnya tidak saling bertentangan
melainkan saling melengkapi, sebab kedua ayat di atas tidak menunjuk
pada waktu dan kejadian yang sama. Matius 28:10 berbicara mengenai
kelompok perempuan yang bertemu dengan Yesus dalam perjalanan
mereka pulang untuk menceritakan kepada murid-murid Yesus. Yaitu Kubur
kosong! Dan pada saat itulah mereka menerima instruksi pertama kali dari
Yesus untuk diteruskan kepada murid-murid-Nya yang lain.
Sedangkan Yohanes 20:17 terjadi beberapa waktu sesudah ayat di atas,
(untuk memahami keterangan waktu, perhatikan bacaan mulai dari awal
pasal ini) dan terjadi ketika Maria sendiri berdiri di dekat kubur dan
menangis sebab kejadian yang menimpanya. Ia melihat Yesus dan
disanalah Yesus memberi instruksi lain lagi untuk diteruskan kepada
para muridNya.
89. sesudah mendengar perintah Yesus, apakah para murid kembali ke
Galilea dengan segera (Matius 28:17) ataukah setidaknya sesudah 40
hari kemudian? (Lukas 24:33,49; Kisah Para Rasul 1:3-4)
(Kategori: tidak membaca seluruh ayat dan salah mengutip ayat)
Pertentangan di atas mempersoalkan kapan para murid kembali ke Galilea
sesudah peristiwa penyaliban. Kelihatannya ada pertentangan dalam Matius
28:17 yang menyatakan bahwa mereka segera kembali, sedangkan dalam
Lukas 24:33,49 dan Kisah Para Rasul 1:4 dikatakan bahwa mereka baru
kembali sesudah 40 hari. Tetapi sebenarnya kedua asumsi di atas adalah
salah.
Yesus menampakkan diri banyak kali kepada mereka, kadang-kadang Ia
menampakkan diri kepada satu orang, kadang-kadang sekelompok orang
dan ada saatnya ketika semua murid-muridNya sedang berkumpul, bahkan
Paulus dan Stefanus juga melihat penampakan diri Yesus sesudah peristiwa
kenaikan Yesus (Baca 1 Korintus 15:5-8 dan Kisah Para Rasul 7:55-56).
Yesus menampakkan diri di Galilea dan Yerusalem tetapi dan di tempat
lain. Matius 28:16-20 memberi ringkasan tentang semua penampakkan
diri Yesus, dan sebab nya sangat tidak pada tempatnya untuk menekankan
urutan kronologisnya seperti yang dilakukan oleh Shabbir.
Pertanyaan Shabbir yang kedua (kembali ke Galilea sesudah 40 hari)
malahan lebih lemah tanpa dasar dibandingkan pertanyaan sebelumnya
yang telah dijawab. Hal ini sebab Shabbir tidak mencatat seluruh Kisah
Para Rasul 1:4 secara utuh yang berbunyi: “Pada suatu hari ketika Ia
makan bersama-sama dengan mereka. Ia melarang mereka meninggalkan
Yerusalem dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa
(seperti yang telah mereka dengar daripadaNya).”
Lukas, penulis kitab Para Rasul ini, tidak menyebutkan kapan Yesus
mengucapkan ini. tetapi dalam kitab Lukas, ia menuliskan hal yang sama
seperti Matius, dan mengelompokkan semua penampakan Yesus, sehingga
kembali pembacaan pada Lukas 24:36-49 tidak memerlukan penekanan
kronologisnya. Namun dari kitab Matius dan Yohanes, kita tahu bahwa
sedikitnya beberapa dari murid Yesus memang pergi ke Galilea dan
bertemu dengan Yesus disana; peristiwa mana diduga terjadi sesudah
pertemuan pertama mereka di Yerusalem dan tentu saja sebelum 40 hari
pada saat Yesus naik ke surga.
90. Apakah orang-orang Midian menjual Yusuf kepada orang-orang
Ismael (Kejadian 37:28) atau kepada Potifar, pegawai firaun?
(Kejadian 37:36)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Pertanyaan di atas sangat aneh dan jelas menunjukkan bahwa Shabbir
telah salah paham terhadap ayat dalam Kejadian 37:25-36. Pertanyaannya
adalah “Kepada siapa orang-orang Midian menjual Yusuf?” Ayat 28
mengatakan kepada orang Ismael dan ayat 36 menyatakan kepada Potifar.
Para saudagar kafilah yang sedang lewat saat itu terdiri atas saudagar-
saudagar Ismael dan Midian. Mereka yang membeli Yusuf dari tangan
kakak-kakaknya kemudian menjualnya kepada Potifar di Mesir. Kata-kata
“orang Ismael” dan “orang Midian” memang sering dicampur-adukkan. Dan
hal ini akan jelas jika anda membaca ayat 27 dan 28 bersamaan.
Penggunaan kedua kata ini juga dapat dengan jelas dibaca dalam Hakim-
hakim 8:24.
91. Siapakah yang membawa Yusuf ke Mesir, orang Ismael (Kejadian
37:28), orang Midian (Kejadian 37:36), atau saudara-saudara Yusuf?
(Kejadian 45:4)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Kontradiksi di atas, mengikuti kontradiksi yang dipertanyakan Shabbir
sebelumnya. Sekali lagi ini memperlihatkan betapa Shabbir tidak mampu
memahami isi cerita maupun situasi sejarah. Ia menanyakan, “Siapa yang
membawa Yusuf ke Mesir?” Dari pertanyaan Shabbir sebelumnya, kita tahu
bahwa baik saudagar Ismael maupun saudagar Midian sama-sama
bertanggung jawab dalam membawa Yusuf ke Mesir ( sebab mereka adalah
satu kelompok orang yang sama), sedangkan kakak-kakaknya juga sama
bertanggung jawab dalam menjual Yusuf kepada saudagar ini .
Dengan demikian kakak-kakaknya dituntut pertanggung-jawaban oleh
Yusuf dalam kejadian 45:4. Jadi seperti yang kita lihat dari pertanyaan
sebelumnya, ketiga pihak sama-sama berperan dalam membawa Yusuf ke
Mesir.
92. Apakah Tuhan dapat berubah pikiran (menyesal) (Kejadian 6:7;
Keluaran 32:4; 1 Samuel 15:10-11, 35) atau tidak pernah berubah
pikiran (menyesal)? (1 Samuel 15:24)
(Kategori: salah memahami cara Tuhan bekerja dalam sejarah, dan salah
memahami penggunaan bahasa Ibrani)
“Kontradiksi” ini umumnya hanya timbul dalam terjemaham lama naskah
Alkitab ke dalam bahasa Inggris (juga Indonesia). sebab itu maka jalan
keluarnya diambil dengan melihat kepada konteks dan peristiwa yang
terjadi.
Tuhan tahu bahwa Saul akan gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai
Raja Israel. Sekalipun begitu Tuhan mengizinkan Saul menjadi raja dan
memakainya dengan luar biasa untuk menjalankan rencana-Nya. Saul
sangat efektif sebagai pemimpin Israel dalam memberi keberanian
kepada rakyatnya dan memberi kebanggaan kepada bangsanya dengan
mengalahkan musuh-musuh Israel pada waktu perang.
Tuhan telah mengetahui hal ini jauh hari sebelum terjadi (Kejadian
49:8-10), dimana Dia akan mengangkat raja-raja untuk memimpin Israel
yang dipilih dari suku Yehuda. Saul berasal dari suku Benyamin, oleh
sebab itu jelas bahwa Saul dan keturunannya bukan pilihan Tuhan yang
permanen untuk menduduki kerajaan Israel. Sedangkan Daud,
penggantinya berasal dari suku Yehuda, dan keturunannya berhak mewarisi
tahtanya.
Tuhan mahatahu dalam segala hal, jadi Ia tidak akan pernah berubah
pikiran terhadap Saul, sebab Ia tahu bahwa Saul akan meninggalkan-Nya
dan sebab itu tahtanya akan diberikan kepada orang lain.
Kata Ibrani yang digunakan dalam menyatakan pikiran dan perasaan Tuhan
terhadap sikap Saul yang berbalik dari Tuhan adalah “niham”. Dan ini
diterjemahkan sebagai „menyesal‟ seperti di atas. Tetapi seperti bahasa-
bahasa pada umumnya, kata ini dapat memiliki lebih dari satu arti.
Misalnya, bahasa Inggris hanya memiliki satu kata untuk „cinta‟, bahasa
Yunani punya sedikitnya 4 kata untuk itu, dan bahasa Ibrani punya lebih
banyak lagi. Kata cinta dalam bahasa Ibrani dan Yunani tidak selalu dapat
begitu saja diartikan dengan „cinta‟ dalam bahasa Inggris jikalau ingin
dipertahankan kedalaman dan keluasan makna aslinya. Dan masalah
seperti inilah yang selalu dihadapi para penterjemah.
Mereka yang menerjemahkan Alkitab King James (seperti yang dipakai oleh
Shabbir) menerjemahkan kata „niham‟ sebanyak 41 kali sebagai
„menyesal‟, diantara 108 kata „niham‟ yang memakai arti lain dalam Alkitab
bahasa Ibrani. Kita tahu bahwa para penerjemah saat itu bekerja dengan
jumlah naskah-naskah yang lebih sedikit daripada yang tersedia di saat ini.
penemuan naskah-naskah yang lebih tua serta benda-benda arkeologis di
sepanjang abad terakhir turut memberi akses kepada pemahaman
kata-kata Alkitab Ibrani yang lebih akurat. Oleh sebab itu, kebanyakan
para penerjemah sekarang ini lebih akurat menerjemahkan “niham”
sebagai bersikap melunak, bersedih, menyatakan rasa simpati, menghibur,
menyesal, bertobat, dan lain-lain, sesuai dengan konteks yang dibicarakan.
Dengan pemikiran seperti itu, terjemahan ayat ini secara lebih tepat
seharusnya berbunyi, “Tuhan bersedih sebab telah menjadikan Saul
sebagai raja.” Tuhan tidak pernah berbohong atau menyesal sebab ia
bukan manusia yang pernah menyesal. Kalimat „Tuhan bersedih dengan
menjadikan Saul sebagai raja‟ menunjukkan bahwa Ia memiliki emosi. Dia
mengerti penderitaan manusia dan mendengarkan permintaan tolong
mereka, tetapi amarah dan kegeraman-Nya akan bangkit jika Ia melihat
manusia menderita akibat perbuatan orang lain.
Sebagai akibat dari pemberontakan Saul, maka Tuhan dan rakyat Israel
pun turut menanggung derita. Tetapi Tuhan juga telah merencanakan sejak
awalnya bahwa Saul dan keturunannya yang bukan berasal dari suku
Yehuda tidak akan terus duduk di atas tahta. sebab itu, ketika Saul
menghadap nabi Samuel (ayat 24-25) untuk meminta kembali penyertaan
Tuhan dan supaya ia tidak disingkirkan dari tahtanya, maka Samuel
menjawab bahwa Tuhan telah berfirman bahwa Ia tidak akan mengubah
pendirian-Nya. Tuhan tidak menyesali hal ini, sebab telah difirmankan
begitu ratusan tahun sebelum Saul menjadi raja.
Jadi tidak ada yang bertentangan disini. Pertanyaannya adalah “Apakah
Tuhan menyesal?” Jawabannya, “Tidak, Tuhan tidak pernah menyesal
(dalam arti berubah pikiranNya karen kecewa)”. Namun Ia selalu
menanggapi situasi dan perilaku setiap anak-anakNya dengan penuh kasih
sayang atau dengan murka, sehingga Ia akan menjaid sedih dan geram
jika manusia berbuat jahat.
93. Bagaimana mungkin ahli sihir di Mesir dapat merubah air menjadi
darah (Keluaran 7:22) jika semua air di Mesir telah diubah oleh Musa
dan Harun? (Keluaran 7:20-21)
(Kategori: tidak membaca seluruh ayat dan memaksakan pemikiran
sendiri)
Pertanyaan ini agak lucu. Tentu saja
Musa dan Harus tidak mengubah
seluruh air menjadi darah seperti yang
dikatakan Shabbir, melainkan hanya
air di sungai Nil (perhatikan ayat 20).
Jadi masih tersedia banyak air yang
dapat digunakan oleh ahli sihir Firaun.
Kita dapat mengetahui hal ini pada
ayat berikutnya (ayat 24) yang
menyebutkan: “Tetapi semua orang
Mesir menggali-gali di sekitar sungai Nil, mencari air untuk diminum, sebab
mereka tidak dapat meminum air sungai Nil.”
Jadi dimanakah sulitnya untuk para ahli sihir melakukan hal yang sama
dengan Musa dan harus? Dalam hal ini, Shabbir bukan saja tidak membaca
ayat tetapi juga telah mengartikan ayat ini dengan tidak semestinya.
94. Apakah Daud (1 Samuel 17:23,50) atau Elhanan (2 Samuel 21:19)
yang membunuh Goliat?
(Kategori: kesalahan penulis ulang)
Pertentangan tentang siapa yang membunuh
Goliat (Daud atau Elhanan) timbul sebab
kesalahan dari penulis ulang.
2 Samuel 21:19, berbunyi:
“Dan terjadi pertempuran melawan orang
Filistin, di Gob; Elhanan bin Yaare Oregim,
orang Bethlehem itu, menewaskan Goliat,
orang Gat itu, yang gagang tombaknya seperti
pesa tukang tenun.”
Sebagai teks Masorit, tentu saja ayat ini bertentangan dengan kitab 1
Samuel dan kisah pertempuran Daud melawan Goliat. Tetapi jika kita
melihat kitab 1 Tawarikh 20:5 yang mengisahkan cerita yang sama, kita
dapat dengan mudah mengetahui alasan yang sesungguhnya. Disebutkan
disitu:
“Maka terjadilah lagi pertempuran melawan orang Filistin, lalu Elhanan bin
yair menewaskan Lahmi, saudara Goliat, orang Gat itu, yang gagang
tombaknya seperti pesa tukang tenun.”
Jika kedua ayat di atas dikaji dalam bahasa Ibrani, maka jelas bahwa kisah
dalam 1 Tawarikh-lah yang benar dan tepat. Ini bukan sebab semata kita
tahu bahwa memang Daud yang membunuh Goliat, tetapi juga sebab
faktor bahasa Ibrani.
Ketika para penulis menyalin ulang naskah yang mula-mula, dapat
dipastikan bahwa naskah itu telah buram dan rusak pada bagian kitab 2
Samuel. Akibatnya timbullah dua atau tiga kesalahan (perhatikan Gleason
L. Archer, Encyclopedia of Bible Difficulties, hal 179(, yaitu:
Tanda untuk obyek langsung dalam kalimat 1 Tawarikh adalah „-t yang
muncul di depan kata „Lahmi‟. Dalam keburaman naskah, penulis ulang
telah salah membacanya dengan mengartikannya dengan b-t atau b-y-t
(„beth‟), akibatnya muncullah kata BJt hal-Lahmi (orang Bethlehem) dalam
ayat ini .
Penulis ulang dalam kitab 2 Samuel salah membaca kata „saudara‟ („-h,
huruf h dengan sebuah titik di bawahnya), yaitu tanda untuk obyek
langsung („-t) sebelum g-l-y-t („Goliat‟). Oleh sebab itu si penyalin menulis
“Goliat” sebagai orang yang ditewaskan, dan bukan „saudaranya‟ Goliat,
seperti yang tertulis dalam kitab 1 Tawarikh.
Penulis ulang salah menempatkan kata „tukang tenun‟ („-r-g-ym), dan
meletakkannya sesudah kata Elhanan sebagai nama keluarga (ben y-„r-y‟-r-
g-ym, „ben yaerey „ore-gim,-gim, yang artinya „anak dari hutan tukang
tenun‟, yang tentu saja mustahil sebagai nama ayah seseorang). Dalam
Kitab Tawarikh, ore-gim (tukang tenun) diletakkan tepat sesudah m e n v
(gagang) – sehingga memberi pengertian yang tepat.
Kesimpulan: kesalahan dalam 2 Samuel adalah kesalahan yang bisa dilacak
dari jurutulis dalam menyalin ulang kata aslinya, dan yang dapat dikoreksi
melalui teks internal kitab 1 Tawarikh 20:5. Jadi, Daud-lah yang
membunuh Goliat.
Penjelasan di atas sekaligus menunjukkan kejujuran dan keterbukaan dari
para penulis ulang dan penerjemah (baik orang Yahudi maupun orang
Kristen). Walaupun mereka mudah untuk merubah kesalahan yang terlacak
ini, tetapi hal ini tidak mereka lakukan, demi menjunjung kebenaran
dan otentiknya naskah-naskah yang diturunkan.
Pasal di atas memang dapat memberi kesan pertentangan seperti yang
dikritik oleh Shabbir, tetapi kami tidak khawatir untuk menjelaskannya.
Ayat ini merupakan contoh tepat untuk menunjukkan bahwa manusia dapat
saja salah dalam menyalin ulang naskah papyrus yang telah buram dan
rusak, namun Tuhan tetap menjaga kebenaran ajaran-Nya.
95. Apakah Saul sendiri yang menghunus pedangnya untuk membunuh
dirinya (1 Samuel 31:4-6) atau orang Amalek yang melakukannya?
(2 Samuel 1:1-16)
(Kategori: salah membaca ayat)
Perlu diperhatikan bahwa penulis kitab 1 dan 2 Samuel tidak memusatkan
ceritanya kepada orang Amalek. Jadi dalam kenyataannya Saul sendirilah
yang membunuh diri, walau kemudian orang Amalek mencari