Minggu, 14 Desember 2025

esegese perjanjian lama 4

 


an bahwa ia wafat pada usia 36 

tahun. Sementara itu, teks 2Raj.18:2 menyatakan bahwa pengganti Raja 

Ahaz, yaitu Raja Hizkia, naik takhta pada usia 25 tahun. Selain itu, ia 

memerintah 29 tahun lamanya. Kronologi ini sulit dipahami. Dari dua data 

itu, harus disimpulkan bahwa Raja Hizkia lahir pada saat Raja Ahaz berusia 

sebelas tahun. Perkara-perkara sederhana semacam itu menjadi penting jika 

digunakan untuk memahami nubuat nabi Yesaya yang terdapat dalam teks 

Yes.7:1-25. Banyak hal yang seperti ini sehingga haruslah berhati-hati saat 

mau menggunakan data-data sejarah, terutama data kronologis dari Kitab 1-

2Raja-raja untuk merekonstruksi sejarah pada umumnya. 

 

C. RANGKUMAN 

 131 

  

(1) Kitab Raja-raja melanjutkan narasi yang sudah dikisahkan dalam Kitab 

1-2Samuel. Indikasi ini paling nampak dalam narasi mengenai ‘suksesi 

raja Daud’. Narasi itu membentang dari teks 2Sam.9-20 sampai dengan 

teks 1Raj.1-2. 

(2) Allah tetap memegang teguh janji-Nya. Akan tetapi, Bangsa Israel telah 

berlaku tidak setia kepada Allah. Dengan pesan ini, penulis Kitab 1-

2Raja-Raja ingin mengajar bangsa Israel yang telah mengalami 

kehancuran kerajaan dan pembuangan ke Babel. Pesan bertujuan supaya 

Bangsa Israel mulai membangun kembali kesetiaan kepada Allah jika 

masih mengharapkan pelaksanaan janji Allah kepada Daud. Menurut 

penulis, harapan tetap ada sejauh Bangsa Israel kembali berlaku setia 

kepada Allah. 

(3) Salah satu tema lain yang juga memiliki makna penting dalam konteks 

Kitab 1-2Raja-raja adalah Pembaharuan Yosia atau seringkali juga 

disebut ‘Pembaharuan Deuteronomistis’. Narasi ini dapat dijumpai 

dalam teks 2Raj.22-23. 


TINJAUAN KITAB 1-2 TAWARIKH DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, dan 1-2Kitab Makabe 

sering mendapat sebutan ‘Kitab-kitab Sejarah Kemudian’. Pembuat istilah ini 

menggunakannya untuk membedakan keempat kitab ini dengan Kitab-Kitab 

Sejarah yang sebelumnya, yaitu Kitab Yosua, Kitab Hakim-Hakim, Kitab 1-

2Samuel, dan Kitab 1-2Raja-Raja. Kitab-kitab ini sering mendapat sebutan 

‘Kitab-kitab Sejarah Terdahulu’. Jika ‘Kitab-kitab Sejarah Terdahulu’ 

mengisahkan sejarah Bangsa Israel dari zaman pendudukan Tanah Kanaan 

(1250 sM) sampai zaman pembuangan ke Babel (586 sM), ‘Kitab-kitab 

Sejarah Kemudian’ mengisahkan sejarah Bangsa Israel dari zaman keluaran 

dari Babel (538 sM) sampai zaman perang kemerdekaan (135 sM). Dengan 

kata lain, Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, dan Kitab 1-

 134 

  

2Makabe melanjutkan terus narasi sejarah Bangsa Israel yang sudah 

dikisahkan dalam Kitab Yosua, Kitab Hakim-hakim, Kitab 1-2Samuel, dan 

Kitab 1-2Raja-raja. 

Mereka yang sudah membaca Kitab 1-2Tawarikh akan segera 

menyadari bahwa banyak narasi yang terdapat di dalamnya dapat dijumpai 

juga di dalam Kitab1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-raja. Orang mengatakan 

bahwa kira-kira 50% bahan yang terdapat dalam Kitab 1-2Tawarikh 

merupakan pengulangan dari bahan yang berasal dari Kitab 1-2Samuel dan 

Kitab 1-2Raja-Raja. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sampai 

beberapa waktu yang lalu, para ahli tidak memberi perhatian yang memadai 

bagi kitab-kitab ini. 

Tidak diketahui persis siapa yang menulis Kitab 1-2Tawarikh kendati 

tradisi Yahudi menyebut bahwa penulisnya adalah Ezra. Gagasan ini memang 

masuk akal. Alasannya, dalam urutan yang ada, Kitab 1-2Tawarikh segera 

diikuti Kitab Ezra. Tambahan lagi, jika diperhatikan dengan saksama, bagian 

akhir Kitab 1-2Tawarikh (2Taw.36:22-23) diulang secara harafiah pada 

pembukaan Kitab Ezra (Ezr.1:1-3a). Kendati demikian, hampir semua ahli 

menyatakan bahwa penulis kitab ini tidak diketahui. Banyak yang menduga 

bahwa kitab ini ditulis seorang dari kelompok Lewi. Meskipun banyak 

mengulang atau mengisahkan kembali yang sudah disinggung dalam Kitab 1-

2Samuel dan Kitab 1-2Raja-Raja, dalam arti tertentu Kitab 1-2Tawarikh 

dapat disebut sebagai narasi lanjutan Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-

Raja. Alasannya, kitab ini banyak juga menambahkan narasi baru yang belum 

disinggung sebelumnya,  

Istilah ‘Tawarikh’ datang dari Bahasa Arab ‘tawāruth’ atau ‘tawārud’. 

Artinya, ‘rangkaian’ narasi. Kitab Suci Ibrani menyebut Kitab 1-2Tawarikh 

sebagai ‘Dibrê Hayyāmîm’. Artinya, ‘hal-hal sehari-hari’. Sementara itu, 

Kitab Suci Yunani (Septuaginta) menyebut kitab itu sebagai 

 135 

  

‘Paraleipomenōn’. Artinya, ‘dari yang lampau’. Sedangkan Kitab Suci Latin 

menyebutnya sebagai ‘verba dierum’. Artinya, ‘berita harian’ atau ‘kronik’ 

(dalam Bahasa Latin disebut ‘chronic’). Kitab 1-2Tawarikh mendapat 

macam-macam sebutan itu karena memang memuat ‘rangkaian narasi dari 

hari ke hari tentang sejarah masa lampau Bangsa Israel’. Dengan 

memerhatikan aneka macam sebutan tersebut, Kitab 1-2Tawarikh tidak lain 

adalah semacam ‘kronik sejarah bangsa Israel’ (St. Hieronimus) dari Adam 

sampai akhir pembuangan di Babel. 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Daftar Isi Kitab 1-2Tawarikh 

Sebagian besar Kitab 1Tawarikh memuat gambaran tokoh penting, 

yaitu Raja Daud dan karya-karyanya (1Taw.11-29). Sebagai persiapan Kitab 

1Tawarikh memberikan daftar silsilah dari Adam sampai Yakub (1Taw.1). 

Daftar itu berlanjut lagi mulai dari keturunan Yakub yang terwujud dalam 

keduabelas suku (1Taw.2-9). Kitab ini menyajikan daftar dari suku Yehuda 

(Suku Daud), Suku Lewi (suku pengarang Kitab 1-2Tawarikh), dan Suku 

Benyamin (Suku Saul) dalam wujud lebih lengkap daripada daftar suku-suku 

lain. Teks 1Tawarikh 10 memuat narasi tentang pertempuran Israel-Filistin di 

pegunungan Gilboa dan kematian raja Saul. Teks tersebut menjadi persiapan 

terakhir bagi pemerintahan Raja Daud. 

Sejumlah peristiwa dalam Kitab 1Tawarikh mengisahkan ulang 

peristiwa dalam Kitab 2Samuel. Misalnya, perebutan kota Yerusalem, 

perang-perang dengan bangsa Filistin, Amon dan Edom, dan pembangungan 

istana. Teks ini menggambarkan dengan panjang lebar segala usaha dan jasa 

Raja Daud bagi ibadat di Yerusalem dan bagi Bait Allah yang didirikan oleh 

anaknya. Alur narasi kitab itu dapat disusun berikut ini. 

 

 136 

  

- Tabut Perjanjian dibawa ke Yerusalem (1Taw.13.15.16) 

- Keingingan untuk mendirikan rumah YHWH (1Taw.17) 

- Persiapan bagi pembangunan dan bagi organisasi ibadat 

(1Taw.21-26.28.19) 

 

Segala unsur negatif atau kurang positif dari Kitab 2Samuel tidak 

dimasukkan pengarang Kitab 1-2Tawarikh. Hanya sensus yang memuat dosa 

dalam teks 2Sam.24 dikisahkan kembali dalam teks 1Taw.21 karena 

peristiwa itu berhubungan dengan tempat di mana Bait Allah nantinya akan 

didirikan. Untuk itu, pembacaan lebih rinci akan membuka diskusi lebih 

lanjut terkait peristiwa yang dinarasikan ini. 

Teks 2Taw.1-9 menyampaikan narasi pemerintahan Raja Salomo. 

Sebagian besar dari sembilan bab ini yang mencakup teks 2Taw.2-7 dipakai 

untuk mengisahkan usaha Raja Salomo bagi Bait Allah di Yerusalem. Akan 

tetapi, orang mendapat kesan, bahwa Raja Salomo tidak digambarkan sebagai 

‘raja mandiri’ sebagaimana muncul dalam gagasan Kitab 2Raja-Raja, tetapi 

lebih-lebih digambarkan sebagai pelaksana rencana-rencana yang telah 

dipersiapkan ayahnya, Raja Daud. 

Dalam bagian kedua dari Kitab 2Tawarikh (2Taw.10-36), kelanjutan 

sejarah dinarasikan. Akan tetapi, proses menarasikan itu tidak seperti dalam 

Kitab 1-2Raja-Raja dengan peristiwa dalam Kerajaan Utara (Israel) dan 

dalam Kerajaan Selatan (Yehuda). Sebaliknya, yang dinarasikan hanya 

sejarah Kerajaan Selatan. Kerajaan Utara dengan raja-raja dan peristiwa-

peristiwa yang terjadi di sana disinggung sepintas saja. Kerajaan Utara 

disunggung hanya jika terdapat titik temunya dengan Kerajaan Yehuda. 

Semua Raja Yehuda dibahas. Akan tetapi, panjang ‘laporan’-nya bergantung 

pada jasa raja yang bersangkutan bagi Yahwisme dan Bait Allah. 

 137 

  

Dalam pemaparan itu Raja Salomo tampil ke muka sebagai raja yang 

‘melanjutkan jalan ayahnya Daud dahulu’. Dalam hal ini jalur yang harus 

dijalani Raja Salomo adalah deretan raja-raja Yosafat (2Taw.17-20), Hizkia 

(2Taw.29-32), dan Yosia (2Taw.34-35). Bab terakhir (2Taw.36) 

menyampaikan dengan singkat peristiwa pada 587 sM, yang disusul dua ayat 

(2Taw.36:22-23) dengan dekrit Raja Koresy yang mengumumkan 

pembebasan dari orang buangan Yehuda. Dengan memerhatikan alur tersebut 

garis besar Kitab 1-2Tawarikh adalah sebagai berikut. 

 

- Silsilah dari Adam sampai Saul (1Taw.1-9) 

- Silsilah pemerintahan Raja Daud (1Taw.10-29) 

- Sejarah pemerintahan Raja Salomo (2Taw.1-9) 

- Sejarah Raja-raja Yehuda sampai akhir pembuangan (2Taw.10-

36) 

 

2. Sumber-Sumber Kitab 1-2Tawarikh 

Seperti halnya dengan Kitab 1-2Raja-raja, pengarang Kitab 1-

2Tawarikh juga menggunakan banyak sumber informasi (32 sumber) dalam 

menyusun karyanya. Sejumlah sumber disebutnya dengan judul yang resmi. 

Dalam Kitab 1-2Tawarikh sendiri disebut sejumlah sumber informasi yang 

digunakan penulis dalam penyusunan kitabnya.  

 

(1) Kitab Raja-raja Israel (1Taw.9:1) 

(2) Riwayat Samuel Pelihat (1Taw.29:29) 

(3) Riwayat Nabi Natan (1Taw.29:29) 

(4) Riwayat Gad Pelihat (1Taw.29:29) 

(5) Riwayat Semaya Nabi dan Ido Pelihat (2Taw.12:15) 

(6) Kitab Sejarah Nabi Ido (2Taw.13:22) 

 138 

  

(7) Kitab Raja-raja Yehuda dan Israel (2Taw.16:11) 

(8) Tafsiran Kitab Raja-raja (2Taw.24:27) 

(9) Penglihatan Nabi Yesaya bin Amos (2Taw.32:32) 

(10) Riwayat Raja-raja Israel (2Taw.33:18) 

(11) Riwayat Para Pelihat (2Taw.33:19) 

(12) Syair-syair Ratapan (2Taw.35:25)  

 

Mengingat banyaknya sumber tertulis yang digunakan sebagai bahan 

informasi, dapat dipastikan bahwa Kitab 1-2Tawarikh cukup terjamin 

kebenarannya. 

 

Secara global, dapat dikatakan bahwa sumber yang paling penting 

adalah berikut ini. 

 

(1) Kejadian, Keluaran, Imamat, dan Bilangan dalam redaksi 

Tradisi Priesterkodex (terutama silsilah) 

(2) Kisah Sejarah Deuteronomistis 

(3) Memoar Ezra 

(4) Memoar Nehemia 

 

Dalam banyak hal, Kitab 1-2Tawarikh sering hanya mengulang kata 

per-kata Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-Raja (2Sam.5:1-3 dan 

1Taw.1:1-3; 1Raj.10:26-29 dan 1Taw.1:14-17). Akan tetapi, dengan 

memerhatikan banyak pengurangan dan penambahan yang terdapat dalam 

Kitab 1-2Tawarikh, pembaca yang teliti akan menemukan perbedaan yang 

cukup mendasar antara kedua (ketiga) kitab ini.  

Jika dibandingkan dengan teliti, perikop dari Kitab 2Raja-Raja tentang 

seorang raja Yehuda dan perikop dari Kitab 2Tawarikh tentang raja yang 

 139 

  

sama, akan terlihat banyak perbedaan yang kadang-kadang agak kecil. Akan 

tetapi, perbedaan itu juga kadang-kadang sangat penting. Nilai penting itu 

ditemukan dalam semua bagian dari Kitab 1-2Tawarikh. Dari kenyataan ini 

dapat ditarik beberapa kesimpulan. 

 

(1) Ada yang mengatakan bahwa pengarang Kitab 1-2Tawarikh 

adalah seorang bodoh yang memalsukan sejarah. 

(2) Ahli lain berpendapat bahwa pengarang Kitab 1-2Tawarikh 

tidak mempergunakan Kitab 1-2Raja-Raja, melainkan sejumlah 

sumber yang juga dipakai Kitab 1-2Raja-Raja. Akan tetapi, 

kesamaan dalam banyak rinci itu mendukung pendapat bahwa 

pengarang menggunakan Kitab 1-2Raja-Raja. 

(3) Ada yang menduga bahwa pengarang Kitab 1-2Tawarikh 

menggunakan Kitab 1-2Raja-Raja dalam saduran yang lebih 

lengkap daripada saduran di dalam Kitab Suci. 

(4) Pendapat yang sekarang ini paling umum adalah bahwa 

pengarang menggunakan Kitab 1-2Raja-Raja dan di sana-sini 

memasukkan informasi dari sumber-sumber lain. Informasi, 

baik dari Kitab 1-2Raja-Raja maupun dari sumber lain, dipilih 

dan digunakan sebagai ilustrasi atau bukti dari tujuan pokok, 

yaitu mengisahkan sejarah teokrasi davidis sebelum dan 

sesudah pembuangan, dan narasi itu dimaksudkan sebagai 

pelajaran dan peringatan bagi kawan-kawan se-zaman. Dengan 

demikian, Kitab 1-2Raja-Raja mendekati ‘kisah-kisah historis’ 

dari teks Sir.40-49 dan teks Keb.10-19. 

 

3. Beberapa Pokok Penting Kitab 1-2Tawarikh 

 140 

  

Ada sejumlah pokok bahasan penting yang bisa diperhatikan dari Kitab 

1-2Tawarikh. 

 

a. Bait Allah sebagai Pusat 

Hampir seluruh perhatian penulis kitab ini berpusat pada Bait Allah di 

Yerusalem serta ibadahnya. Pusat perhatian itu mulai dengan persiapan-

persiapannya di zaman Daud sampai dengan pemulihannya di zaman akhir 

pembuangan (1Taw.22:2-19; 28:1-29:9; 2Taw.36:22-23). Petugas-petugas 

ibadah seperti para imam dan orang-orang Lewi yang bertugas menjadi 

pengawas Bait Allah, pengatur dan hakim, penunggu pintu gerbang, dan 

penyanyi (1Taw.23:1-5) juga mendapat perhatian khusus penulis (1Taw.24-

26).  

Raja-raja dinilai berdasarkan perbuatan-perbuatan mereka sehubungan 

dengan Bait Allah dan ibadah kepada Allah. Misalnya, Yerobeam yang dinilai 

jahat.  

 

“Menyingkirkan imam-imam Allah, anak-anak Harun itu, dan orang-

orang Lewi, lalu mengangkat imam-imam menurut kebiasaan bangsa-

bangsa negeri-negeri lain, sehingga setiap orang yang datang untuk 

ditahbiskan dengan seekor lembu jantan muda dan tujuh ekor domba 

jantan, dijadikan imam untuk sesuatu yang bukan Allah” (2Taw.13:9). 

 

Sebaliknya, Raja Hizkia dan Raja Yosia dinilai baik karena mereka 

‘mendatangkan para imam dan orang-orang Lewi’ (2Taw.39:4). Keduanya 

juga memerintahkan kepada kedua kelompok petugas ibadah untuk ‘berdiri 

di hadapan-Nya untuk melayani Dia, untuk menyelenggarakan kebaktian dan 

membakar korban bagi-Nya’ (2Taw.29:11). Pembaharu ibadah yang 

dilaksanakan oleh kedua raja yang baik ini dikisahkan dengan panjang lebar 

dan terperinci oleh penulis dalam kitabnya (2Taw.29-31; 34-35; 2Raj.18:4; 

 141 

  

22-23). Terlebih lagi Daud dan Salomo. Kedua tokoh pembangun Bait Allah 

di Yerusalem ini dipuji setinggi selangit penulis karena jasa-jasa mereka 

dalam merintis ibadah resmi kepada Allah. Mereka ditampilkan penulis 

bukan sebagai pahlawan perang atau negarawan yang unggul (1Sam.16 - 

1Raj.11), melainkan sebagai palandas dan pengatur ibadah (1Taw.10 - 

2Taw.9).  

Daud menjadi tokoh yang memindahkan Tabut Perjanjian ke 

Yerusalem. Ia juga mengangkat sejumlah imam dan orang Lewi sebagai 

pelayan di hadapan tabut itu (1Taw.15-16). Selanjutnya ia juga yang merintis 

dan mempersiapkan pembangunan Bait Allah di Yerusalem dengan 

menyediakan bahan bangunan dan para tukang, serta memerintahkan kepada 

Salomo untuk segera mendirikan rumah Allah itu (1Taw.22; 28-29). 

Selanjutnya, Salomo menjadi tokoh yang mulai mendirikan dan 

menyelesaikan Bait Allah, serta memperlengkapinya dengan segala macam 

barang-barang kudus yang merupakan sarana ibadah (2Taw.2-5). Menjadi 

jelas bahwa pikiran penulis Kitab 1-2Tawarikh terpusat pada ibadah. 

Akibatnya, tindakan-tindakan politik seperti perang juga digambarkan 

sebagai upacara ibadah yang meriah (2Taw.20). Ringkas kata, penulis Kitab 

1-2Tawarikh ingin menyajikan suatu ‘sejarah kudus’ bagi Bangsa Israel. 

Oleh karena itu, dari seluruh sejarah Bangsa Israel, hanya dipilih dan 

ditonjolkan yang bertalian dengan yang kudus, yang terpisah dari dunia ramai 

dan yang menyangkut kebaktian kepada Allah. 

Menurut para ahli, Kitab 1-2Tawarikh, terutama bagian inti yang 

mencakup teks 1Taw.10 - 2Taw.34 ditulis langsung sesudah ajakan Hagai dan 

Zakharia untuk membangun kembali Bait Allah (Ezr.5:1; 6:14; Hag.1-2; 

Za.1-14) pada 516 sM. Bagian itu ditulis sebagai pegangan dan pedoman 

(semacam ‘cetak biru’) bagi Bangsa Israel yang baru saja kembali dari 

pembuangan dan mengalami suatu masa paceklik (Hag.1:4-11) serta 

 142 

  

perlawanan dari orang Samaria (Ezr.4:1-24). Penulis Kitab 1-2Tawarikh 

ingin mengajak orang sebangsanya untuk meninjau kembali ‘sejarah kudus’ 

mereka, sekaligus menimba pelajaran dari sejarah itu. Kegagalan masa 

lampau dan contoh kesetiaan Raja Daud hendaknya menjadi pelajaran 

berharga bagi yang baru kembali dari pembuangan. Sejarah telah 

membuktikan bahwa jika hidup kudus seperti Raja Daud, Bangsa Israel akan 

diberkati Allah. Sebaliknya, jika menajiskan diri dengan dewa kesia-siaan, 

Bangsa Israel akan ditimpa malapetaka.  

Bangsa Israel harus mengusahakan kembali kekudusan mereka dengan 

membangun Bait Allah dan melaksanakan ibadah seperti dahulu. Jika perlu, 

mereka harus mengangkat kembali seorang raja seperti Raja Daud. Raja 

seperti itu akan mengabdikan diri sepenuhnya bukan untuk kejayaan politik, 

melainkan untuk kemuliaan ibadah kepada Allah.  

 

“Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, 

yang terletak di Yehuda!” (2Taw.36:23). 

 

Dengan demikian, Kitab 1-2Tawarikh telah merintis suatu pandangan 

baru tentang bentuk bangsa Israel sesudah pembuangan. Bentuk yang dicita-

citakan Kitab 1-2Tawarikh adalah sekumpulan umat yang setia kepada Allah. 

Umat kudus yang rajin beribadah itu terpimpin seorang raja seperti Raja 

Daud. Untuk mencapai kondisi ini, yang harus diusahakan Bangsa Israel 

adalah ‘kekudusan’ di hadapan Allah, bukan ‘kekuasaan’ politik. 

 

b. Dogma (Teori) Pembalasan di Bumi 

Dogma (Teori) Pembalasan di Bumi yang begitu lama mempengaruhi 

alam pikiran Bangsa Israel merupakan gagasan yang penting dalam Kitab 1-

2Tawarikh. Dalam Kitab 1-2Raja-raja, dogma itu diterapkan lebih-lebih pada 

 143 

  

kolektivitas, walaupun pembalasan individual juga terdapat di situ. Akan 

tetapi, Kitab 1-2Tawarikh lebih menekankan pembalasan individual dengan 

kepastian yang hampir matematis. Yang dimaksudkan adalah kejujuran selalu 

menyebabkan secara langsung kesejahteraan. Sedangkan kejahatan selalu 

menyebabkan nasib yang buruk. Jika perlu, pengarang Kitab 1-2Tawarikh 

memasukkan alasan bagi nasib yang baik atau yang buruk, walaupun alasan 

itu tidak tercantum dalam sumbernya. 

Sebagai contoh dapat dikutip teks 1Raj.15. Teks tersebut memuat narasi 

bahwa Raja Asa adalah raja yang baik dan jujur. Akan tetapi, pada akhir 

hidupnya raja itu menderita sakit pada kedua kakinya. Untuk menerangkan 

penyakit ini, pengarang menyisipkan unsur dosa dalam narasinya tentang 

Raja Asa (2Taw.16:7-10). Menurut teks 2Raj.15:3 dan teks 2Taw.26:4, Raja 

Azaya (atau kerap disebut sebagia Raja Uzia) adalah raja yang baik. akan 

tetapi, tetapi teks 2Raj.15:5 mengungkapkan bahwa ia dihukum Allah dengan 

sakit kusta. Kitab 2Raja-Raja tidak memberikan alasannya. Akan tetapi, Kitab 

1-2Tawarikh menyisipkan narasi tentang dosa (2Taw.26:16-21). Demikian 

juga halnya dengan narasi Raja Manasye. Kitab 2Raja-Raja mengungkapkan 

bahwa Raja Manasye adalah seorang raja yang jahat (2Raj.21). Akan tetapi, 

ia memerintah amat panjang, yaitu 55 tahun. Menurut Teori Pembalasan di 

Bumi, kondisi semacam ini tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, Kitab 1-

2Tawarikh menyisipkan narasi upaya Raja Manasye untuk bertobat 

(2Taw.33:12-13). 

 

c. Kerajaan Daud 

Menurut Kitab 1-2Tawarikh, Kerajaan Daud adalah kerajaan satu-

satunya yang sah. Kerajaan Daud adalah kerajaan Allah di bumi ini. Gagasan 

tersebut mengemuka dalam pidato dan juga koreksi tambahan terhadap 

sumber yang dipakai. Misalnya, teks 2Taw.13:4-12. 

 144 

  

 

4 Lalu Abia berdiri di atas gunung Zemaraim, yang termasuk 

pegunungan Efraim, dan berkata: “Dengarlah kepadaku, Yerobeam 

dan seluruh Israel!  5 Tidakkah kamu tahu, bahwa TUHAN Allah 

Israel telah memberikan kuasa kerajaan atas Israel kepada Daud dan 

anak-anaknya untuk selama-lamanya dengan suatu perjanjian 

garam?  6 Tetapi Yerobeam bin Nebat, hamba Salomo bin Daud, 

telah bangkit memberontak melawan tuannya. 7 Petualang-

petualang, orang-orang dursila, berhimpun padanya; mereka 

terlalu kuat bagi Rehabeam bin Salomo, yang masih muda dan 

belum teguh hati, dan yang tidak dapat mempertahankan diri 

terhadap mereka. 8 Tentu kamu menyangka, bahwa kamu dapat 

mempertahankan diri terhadap kerajaan TUHAN, yang dipegang 

keturunan Daud, karena jumlah kamu besar dan karena pada kamu 

ada anak lembu emas yang dibuat Yerobeam untuk kamu menjadi 

allah.  9 Bukankah kamu telah menyingkirkan imam-imam TUHAN, 

anak-anak Harun itu, dan orang-orang Lewi, lalu mengangkat 

imam-imam menurut kebiasaan bangsa-bangsa negeri-negeri lain, 

sehingga setiap orang yang datang untuk ditahbiskan dengan seekor 

lembu jantan muda dan tujuh ekor domba jantan, dijadikan imam 

untuk sesuatu yang bukan Allah. 10 Tetapi kami ini, Tuhanlah Allah 

kami, dan kami tidak meninggalkan-Nya. Dan anak-anak Harunlah 

yang melayani TUHAN sebagai imam, sedang orang Lewi 

menunaikan tugasnya,  11 yakni setiap pagi dan setiap petang mereka 

membakar bagi TUHAN korban bakaran dan ukupan dari wangi-

wangian, menyusun roti sajian di atas meja yang tahir, dan mengatur 

kandil emas dengan pelita-pelitanya untuk dinyalakan setiap petang, 

karena kamilah yang memelihara kewajiban kami terhadap 

 145 

  

TUHAN, Allah kami, tetapi kamulah yang meninggalkan-Nya. 12 

Lihatlah, pada pihak kami Allah yang memimpin, sedang imam-

imam-Nya siap meniup tanda serangan terhadap kamu dengan nafiri 

isyarat-isyarat. Hai orang Israel, jangan kamu berperang melawan 

TUHAN, Allah nenek moyangmu, karena kamu tidak akan 

beruntung!” 

 

Menurut teks 2Taw.13:4-12 perpecahan kerajaan terjadi karena Raja 

Yerobeam memberontak dan Raja Rehabeam tidak kuasa melawan para 

petualang atau orang dursila yang menekannya (2Taw.13:6-7]. Perhatikan 

juga bahwa teks 2Taw.13:8 mengungkapkan Kerajaan Daud adalah Kerajaan 

Allah. Oleh karena itu, memisahkan diri dari Kerajaan Daud sama dengan 

memisahkan diri dari Kerajaan Allah sendiri. Merekalah yang meninggalkan 

Tuhan (2Taw.13:11). 

Dengan memperhatikan perincian seperti itu yang diubah dibandingkan 

dengan sumbernya (Kitab 1Raja-Raja), dapat dimengerti mengapa sejarah 

Kerajaan Utara tidak dimasukkan dalam Kitab 1-2Tawarikh, meskipun 

sumbernya Kitab 1Raja-Raja memuatnya. Pandangan Kitab 1-2Raja-Raja 

memang negatif terhadap Kerajaan Utara (Kerajaan Yehuda dipandang lebih 

baik). Akan tetapi, menurut Kitab 1-2Tawarikh, ada perbedaan antara 

Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel. Kerajaan Yehuda adalah kerajaan yang 

sah. Sebaliknya, Kerajaan Israel adalah kerajaan yang tidak sah. Rakyat 

Kerajaan Yehuda sesudah pembuangan melanjutkan secara sah Kerajaan 

Daud ini. 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, dan 1-2Kitab Makabe 

sering mendapat sebutan ‘Kitab-kitab Sejarah Kemudian’. Pembuat 

 146 

  

istilah ini menggunakannya untuk membedakan keempat kitab ini 

dengan Kitab-Kitab Sejarah yang sebelumnya, yaitu Kitab Yosua, Kitab 

Hakim-Hakim, Kitab 1-2Samuel, dan Kitab 1-2Raja-Raja. 

(2) Seperti halnya dengan Kitab 1-2Raja-raja, pengarang Kitab 1-2Tawarikh 

juga menggunakan banyak sumber informasi (32 sumber) dalam 

menyusun karyanya. Sejumlah sumber disebutnya dengan judul yang 

resmi. Dalam Kitab 1-2Tawarikh sendiri disebut sejumlah sumber 

informasi yang digunakan penulis dalam penyusunan kitabnya. 

(3) Menurut Kitab 1-2Tawarikh, ada perbedaan antara Kerajaan Yehuda dan 

Kerajaan Israel. Kerajaan Yehuda adalah kerajaan yang sah. Sebaliknya, 

Kerajaan Israel adalah kerajaan yang tidak sah. Rakyat Kerajaan Yehuda 

sesudah pembuangan melanjutkan secara sah Kerajaan Daud ini. 


TINJAUAN KITAB EZRA-NEHEMIA DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Kitab Ezra dan Kitab Nehemia merupakan lanjutan Kitab 1-2Tawarikh. 

Ada indikasi juga bahwa pengarang yang sama menulis kedua kitab tersebut. 

Ini bukan hanya nampak jelas dari gaya bahasa dan gagasan pokok yang 

sama, melainkan juga karena penutup Kitab 1-2Tawarikh persis sama dengan 

permulaan Kitab Ezra (2Taw.36:22-23 dan Ezr.1:1-3). Jika akhir Kitab 1-

2Tawarikh mengisahkan perintah Koresy, Raja Persia, kepada orang buangan 

untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Allah 

(2Taw.36:22-23), awal Kitab Ezra mengisahkan perjuangan mereka pulang 

ke Yerusalem dengan membawa serta perlengkapan Bait Allah (Ezr.1:5-11). 

Selanjutnya, Kitab Ezra dan Kitab Nehemia mengisahkan secara terperinci 

proses pembangunan kembali Bait Allah dan tembok Yerusalem, serta 

 149 

  

tantangan dan perlawanan dari orang Samaria (Ezr.3 – Neh.13). Aslinya, 

Kitab Ezra dan Kitab Nehemia hanya satu kitab. 

Dalam Kitab Suci Ibrani dan Kitab Suci Yunani, kedua kitab ini ditulis 

bersambung dengan menggunakan judul ‘Ezra-Nehemia’ (dalam Bahasa 

Ibrani disebut ‘ezrā’ nehemeyāh) atau ‘Esdras B’ (dalam Bahasa Yunani 

disebut ‘’). Kitab itu mendapat sebutan ‘Esdras B’ karena Kitab 

Suci Yunani (Septuaginta) juga memuat sebuah narasi apokrip yang diberi 

nama ‘Esdras A’ (dalam Bahasa Yunani disebut ‘’). Selanjutnya, 

di zaman Kristen, Kitab ‘Ezra-Nehemia’ atau ‘Esdras B’ dibagi menjadi dua 

kitab. Masing-masing dengan nama ‘kitab Ezra I’ dan ‘Kitab Ezra II’. 

Sementara itu, Kitab Suci Latin (Vulgata) menyebut kedua kitab ini sebagai 

‘Liber Ezdræ I’ dan ‘Liber Ezdræ II’. Sedangkan Kitab Ezra apokrip 

mendapat sebutan ‘Liber Ezdræ III’. Lama-kelamaan orang lebih suka 

menamakan kedua kitab tersebut dengan nama kedua tokoh utamanya, yaitu 

Ezra dan Nehemia. Dengan demikian, ‘kitab Ezra I’ lebih lazim mendapat 

sebutan ‘Kitab Ezra’ saja. Sedangkan ‘Kitab Ezra II’ lebih lazim mendapat 

sebutan ‘Kitab Nehemia’. Sebutan yang lazim inilah kemudian dipakai 

sebagai judul resmi dalam terbitan-terbitan sekarang. 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Identitas Ezra dan Nehemia 

Tokoh Ezra dan Nehemia adalah dua orang yang sangat berjasa dalam 

menertibkan kekacauan yang merambat dalam jemaat Yahudi yang baru 

kembali dari pembuangan. Ezra adalah seorang imam dan ahli kitab yang 

ditugaskan Artahsasta, Raja Persia, untuk mengatur masyarakat Yahudi di 

Palestina yang kacau-balau (Ezr.7:1-28). Ezra adalah juga seorang pejabat 

tinggi di istana Raja Persia yang bertugas menangani urusan-urusan 

masyarakat Yahudi yang berada dalam wilayah kerajaan Persia. Oleh karena 

 150 

  

pada periode tersebut (458 sM) terjadi kekacauan besar dalam masyarakat 

Yahudi di Palestina, Ezra diutus Raja Persia pulang ke Palestina dan 

menertibkan kekacauan tersebut dengan berpedoman pada hukum Taurat. 

 

“Maka engkau, hai Ezra, angkatlah pemimpin-pemimpin dan hakim-

hakim sesuai dengan hikmat Allahmu yang menjadi peganganmu, 

supaya mereka menghakimi seluruh rakyat yang diam di daerah 

seberang sungai Efrat, yaitu semua orang yang mengetahui hukum 

Allahmu; dan orang yang belum mengetahuinya haruslah kauajar. 

Setiap orang, yang tidak melakukan hukum Allahmu dan hukum raja, 

harus dihukum dengan seksama, baik dengan hukuman mati, maupun 

dengan pembuangan, dengan hukuman denda atau hukuman 

penjara!” (Ezr.7:25-26). 

 

 Setelah melaksanakan tugasnya, Ezra menuliskan 

pengalamannya sebagai laporan resmi kepada Raja Persia. Jika Ezra 

adalah juru tulis Raja Persia (Ezr.7:6.11.12), Nehemia adalah juru 

minuman Raja Persia (Neh.1:11; 2:1). Lain dengan Ezra yang diutus 

Raja Persia untuk mewajibkan jemaat Yahudi mematuhi Hukum Taurat, 

Nehemia meminta izin sendiri kepada Raja Persia supaya dapat pulang 

ke Yerusalem dan membangun kembali tembok kota yang telah 

terbongkar serta pintu gerbangnya yang telah terbakar (Neh.2:1-10). 

Artahsasta, Raja Persia, mengabulkan permintaan Nehemia dan 

mengutusnya ke Palestina lengkap dengan surat kuasa raja untuk para 

bupati terkait. Demikianlah Nehemia tiba di Yerusalem dan mulai 

membangun kembali reruntuhan tembok dan pintu gerbang kota 

Yerusalem (Neh.3-7). Menurut kitabnya sendiri, Nehemia dua kali 

datang ke Yerusalem. Pertama, ia datang pada 445 sM (Neh.2:1). 

 151 

  

Kedua, ia datang sesudah 433 sM (Neh.13:6). Sama seperti Ezra, setelah 

melaksanakan tugasnya, Nehemia pun menulis satu berkas laporan 

resmi kepada Raja Persia. 

 

2. Susunan Kitab Ezra-Nehemia 

 

Secara garis besar, Kitab Ezra dan kitab Nehemia dapat dibagi dengan 

sistematika berikut ini. 

 

(1) Kembali dari pembuangan dan pembangungan Bait Allah (Ezr.1-

6)    

Tampaknya bahan-bahan ini diambil dari beberapa sumber 

dokumenter seperti dekrit raja Koresy yang dikeluarkan pada 539 

sM (Ezr.1:2-4; 5:13-15; dan 6:3-5) serta daftar yang terdapat dalam 

teks Ezr.12:1-67. Catatan kecil yang patut diperhatikan adalah teks 

Ezr.4:8-6:18 yang ditulis dalam Bahasa Aram. 

(2) Memoar Ezra (Ezr.7-10 dan Neh.8-9) 

(3) Memoar Nehemia (Neh.1:1-7:73a +11-13) 

 

Urutan kronologis dan literer dari Kitab Ezra-Nehemia sejak dulu sudah 

dipersoalkan dan tidak pernah ada kesimpulan yang memuaskan. Banyak 

hipótesis sudah diajukan tetapi tidak ada yang memuaskan. 

Seperti nampak dalam pembagian di atas, teks Ezr.1-6 memberikan 

informasi mengenai kelompok pertama (dan kedua) orang buangan yang 

kembali ke tanah Yehuda di bawah pimpinan Sesbazar (Ezr.1:8.11; 5:14.16) 

dan Zerubabel (Ezr.2:2; 3:2.8; 5:2). Kedua pemimpin orang buangan ini 

adalah ‘bupati’ (dalam Bahasa Ibrani disebut ‘pehāh’) Yehuda (Ezr.5:14; 

Hag.1:1) yang diangkat raja Persia, Koresy. Setelah tiba kembali di 

 152 

  

Yerusalem, Sezbazar langsung ‘meletakkan dasar’ pembangunan Bait Allah 

(Ezr.5:16). Selanjutnya, Zerubabel yang menggantikan Sesbazar menjadi 

‘bupati’, ‘memulai pekerjaan’ pembangunan Bait Allah itu (Ezr.3:8; 5:2) 

sampai selesai pada 516 sM (Ezr.6:14-15). Menurut Kitab Ezra, 

pembangunan Bait Allah ini terhambat oleh perlawanan orang Samaria 

(Ezr.4:1-24) dari 538 sM sampai 520 sM. Akan tetapi, menurut kitab Hagai, 

pembangunan Bait Allah terhambat karena kelalaian orang Yehuda sendiri 

yang hanya sibuk membangun rumah mereka sendiri (Hag.1:1-2:1).  

Apa pun alasannya, baik perlawanan maupun kelalaian, pembangunan 

Bait Allah telah terhambat selama 19 tahun. Baru pada 520 sM, berkat 

dorongan nabi Hagai dan nabi Zakharia, orang Yehuda mulai melanjutkan 

kembali pembangunan Bait Allah yang sempat terhambat itu (Ezr.5:1-2; 

Hag.1:12-14). Sesudah beberapa saat, raja Persia, Artahsasta, mengutus Ezra 

pulang ke tanah Yehuda untuk memulihkan ketertiban di sana. Nama-nama 

orang yang ikut bersama Ezra dan apa yang diperbuat olehnya dikisahkan 

dalam teks Ezr.7-10.  

Pertama-tama dikisahkan bagaimana Artahsasta memberikan perintah 

kepada Ezra (Ezr.1:1-2:28a). Selanjutnya, dikisahkan persiapan 

keberangkatan Ezra dan kawan-kawan sampai tiba di Yerusalem (Ezr.7:28b-

8:36). Akhirnya, dikisahkan tindakan Ezra terhadap perkawinan campur 

(Ezr.9:1-10:44). Inti pembaharuan agama yang digalakkan Ezra adalah hidup 

sesuai dengan ‘Taurat Allah’ (Ezr.7:10) atau ‘hukum dan hikmat Allah Israel’ 

(Ezr.7:14.25-26). Hukum Taurat melarang umat Israel kawin campur dengan 

bangsa lain karena alasan keagamaan. Bangsa lain dapat menjadi jerat untuk 

menyembah allah lain (Kel.34:11-16; Ul.7:1-5). Berdasarkan Hukum Taurat 

itu, Ezra mengadakan upacara pertobatan dan persidangan besar bagi mereka 

yang telah kawin campur. Hasilnya, penyesalan umat dan perceraian massal. 

Tindakan Ezra untuk menceraikan orang yang sudah lama berkeluarga 

 153 

  

rasanya kurang manusiawi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Ezra hanya mau 

menerapkan hukum Taurat secara murni dan konsekuen, ‘Biarlah orang 

bertindak menurut hukum Taurat’ (Ezr.10:3). 

 

3. Asal-Usul dan Sumber Kitab Ezra-Nehemia 

Perlu diperhatikan bahwa Kitab Ezra-Nehemia aslinya merupakan satu 

kitab saja. Sampai Abad Pertengahan, tradisi Yahudi tetap mempertahankan 

kesatuan kedua kitab ini. Sementara dalam Tradisi LXX (Septuaginta), sejak 

Abad Ketiga, kitab ini menjadi dua kitab, yaitu Kitab Ezra dan Kitab 

Nehemia. Alasannya, sama dengan yang pernah dibicarakan. Saat gaya 

penulisan Bahasa Ibrani tanpa vokal dialihkan ke Bahasa Yunani yang harus 

memasang vokal, diperlukan tempat yang lebih banyak sehingga yang tadinya 

satu buku menjadi dua buku. 

Kitab Ezra dan Kitab Nehemia seperti yang termuat dalam Kitab Suci 

sekarang ini aslinya berasal dari dokumen-dokumen yang ditulis Ezra dan 

Nehemia sendiri. Redaktur (Muwarikh) merangkaikan dokumen-dokumen 

cikal-bakal Kitab Ezra dan Kitab Nehemia ini dengan dokumen-dokumen lain 

yang se-zaman. Antara lain, daftar-daftar penduduk Yerusalem serta 

keputusan dan penetapan raja-raja Persia. Maksud Muwarikh adalah 

menyajikan suatu gambaran menyeluruh mengenai pemulihan bangsa Israel 

sesudah periode Pembuangan. Meskipun ada beberapa data yang cukup 

membingungkan pembaca, antara lain, urutan peristiwa-peristiwa dalam 

waktu, Kitab Ezra dan Kitab Nehemia memberikan informasi yang sangat 

berharga tentang kondisi Bangsa Israel, khususnya umat Yehuda, di Abad 

Kelima sM.  

Berkat politik liberal raja-raja Persia, orang-orang Yehuda di 

pembuangan dapat kembali ke tanah air mereka di Yehuda. Mereka dapat 

mengatur hidup mereka sendiri sejauh tetap setia kepada Raja Persia yang 

 154 

  

berkuasa. Sebagai Bangsa Israel, mereka boleh saja hidup sesuai dengan 

agama dan adat-istiadat mereka, membangun kembali Bait Allah dan 

mendirikan tembok Yerusalem. Bahkan, Raja Persia mengizinkan mereka 

mengangkat sendiri pemimpin dan untuk menjadi Hukum Taurat sebagai 

hukum negara (Ezr.7:25-26). Kebebasan politik inilah yang menjadi dasar 

terbentuknya Yudaisme di kemudian hari, yaitu umat Israel yang berpusat 

pada Bait Allah, ibadah, dan Hukum Taurat. 

 

4. Proses penyusunan Kitab 1-2Tawarikh dan Kitab Ezra-Nehemia 

Proses penyusunan kitab Tawarikh, kitab Ezra, dan kitab Nehemia dapat 

digambarkan sebagai berikut: 

 

Tabel 2. Kronikel Proses Penyusunan Kitab Tawarikh, kitab Ezra, dan 

kitab Nehemia 

±500 sM   1Taw.10-29 2Taw.1-34 Ezr.1:1-3:13 

(pembangunan Bait Allah) 

±450 sM Ezr.4:1-10:44 Neh.8-9 Neh.10 

(pembaharuan perjanjian) 

±400 sM 1Taw.1-9 2Taw.35-36 Neh.1-7;11-13 

(pembangunan tembok Yerusalem) 

 

Redaksi definitif Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, dan Kitab Nehemia 

baru terjadi pada 300 sM. Secara singkat, pesan pokok ketiga (keempat) kitab 

ini dapat dirumuskan berikut ini. 

 

(1) TUHAN, Allah Israel adalah penguasa dan penyelenggara sejarah 

dunia, termasuk sejarah Bangsa Israel. Tuhanlah yang mengatur 

dan merencanakan sejarah Bangsa Israel, mulai dari Adam sampai 

 155 

  

pembuangan di Babel (1-2Taw.) dan dari kepulangan ke Yehuda 

sampai pemulihan kembali Bait Allah dan kota Yerusalem (Ezr.-

Neh.)  

(2) Sisa Bangsa Israel yang dibawa pulang kembali ke Yehuda harus 

hidup sesuai dengan kehendak Allah, supaya sejarah sedih masa 

lampau tidak terulang lagi. 

 

5. Tindakan Ezra terhadap Perkawinan Campur 

Satu hal lagi yang patut dicatat adalah tindakan Ezra terhadap orang-

orang yang kawin campur (Ezr.9-1). Narasi membuka dirinya dengan 

beberapa orang pemuka jemaat yang tidak diketahui jelas identitasnya datang 

kepada Ezra untuk menyampaikan pertanyaan. 

 

“Orang-orang Israel awam, para imam dan orang-orang Lewi tidak 

memisahkan diri dari penduduk negeri dengan segala kekejiannya, 

yaitu dari orang Kanaan, orang Het, orang Feris, orang Yebus, orang 

Amon, orang Moab, orang Mesir, dan orang Amori. Karena mereka 

telah mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu 

untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah 

benih yang kudus dengan penduduk negeri, bahkan para pemuka dan 

penguasalah yang lebih dahulu melakukan perbuatan tidak setia itu” 

(Ezr.9:1-2). 

 

Istilah penduduk negeri (‘am hā’ārest) adalah istilah teknis yang 

digunakan untuk menunjuk orang-orang Israel yang tidak ikut dibuang ke 

Babilonia. Sekarang kelompok ini diidentikan dengan daftar yang terdapat 

dalam teks Kej.15:19-21; Kel.3:8.17; Ul.7:1ss. Jika demikian, tampaknya 

perkawinan campur yang dimaksud adalah perkawinan antara mereka yang 

 156 

  

pulang dari pembuangan dengan mereka yang tidak pernah dibuang atau juga 

dengan orang-orang Samaria. Mereka yang tidak pernah dibuang akhirnya 

menduduki tanah yang ditinggalkan saudara-saudara mereka. Saat mereka 

dibuang pulang ke tanah air, tampaknya kelompok ‘penduduk negeri’ tidak 

mau begitu saja menyerahkan tanah yang mereka kuasai (bdk. Yeh.11:15). 

Salah satu cara untuk mendapatkan kembali hak mereka atas tanah adalah 

dengan mengadakan perkawinan campur. 

Jika diperhatikan, Ezra hanya mengurusi kaum laki-laki yang 

mengadakan kawin campur (bdk. Neh.13:25). Memang perempuan yang 

menikah dengan orang dari luar komunitas tidak berpengaruh pada seluruh 

sistem warisan karena mereka memang tidak mendapatkan warisan, kecuali 

jika keluarga tidak memiliki ahli waris laki-laki (Bil.27). Akan tetapi, ini 

adalah kasus yang cukup jarang. Lain halnya jika perempuan asing yang 

dinikahi. Perempuan semacam ini masuk menjadi anggota komunitas. 

Dengan demikian, ‘bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk 

negeri’ (Ezr.9:2). 

Dasar yang melarang perkawinan campur dapat dilihat misalnya dalam 

teks Ul.7:1-3. Teks Ul.7:1-3 berkaitan dengan soal penyembahan berhala. 

Ada juga teks Ul.23:3-8. Teks ini mengungkapkan dasar larangan perkawinan 

campur. Dalam konteks Ezra, nampaknya keprihatinan yang ada jauh lebih 

luas. Dalam pandangan Ezra, peristiwa pembuangan adalah penghukuman 

yang dijatuhkan YHWH kepada Bangsa Israel karena dosa-dosa yang mereka 

perbuat melawan atau meninggalkan YHWH. Secara konkret, dosa-dosa yang 

dimaksud adalah mengikuti ilah-ilah lain. Oleh karena itu, sebagai refleksi 

seusai ‘retret’ 40 tahun di Babilonia, Bangsa Israel menyadari bahwa untuk 

menghindarkan jatuhnya ke dalam dosa yang sama, segala pengaruh asing 

harus disingkirkan dari dalam Bangsa Israel pasca-pembuangan.  

 157 

  

Menurut Ezra, pengalaman yang lalu yang buruk itu harus dihentikan. 

Ia tidak ingin pengalaman tersebut terulang kembali. Oleh karena itu, sebagai 

usaha untuk memurnikan Bangsa Israel dari unsur asing, segala macam unsur 

itu dibuang dari tengah-tengah Israel. Yang termasuk ‘harus dibuang’ adalah 

para istri asing yang sudah dikawini Bangsa Israel. Demi sebuah ideal, 

keluarga-keluarga yang memiliki unsur asing, termasuk mungkin keluarga 

yang sebenarnya berjalan baik, harus dipisahkan. Istri-istri asing seperti itu  

harus disuruh pergi bersama dengan anak-anak mereka (Ezr.10:44). 

Teks Ezr.10:44 ini menimbulkan sedikit persoalan. Pada catatan kaki 

Kitab Suci terbitan Nusa Indah, Ende terdapat keterangan bahwa teks yang 

sekarang ada, diambil dari teks 3Ezr.9:36. Sementara dalam naskah Kitab 

Suci berbahasa Ibrani tertulis, ‘di antara mereka (perempuan-perempuan) 

ada perempuan yang melahirkan anak.’ Dengan penjelasan semacam itu 

sebenarnya tidak jelas apa hasil dari kebijaksanaan Ezra ini. 

Patut direnungkan di sini, apakah memang inisiatif Ezra yang ekstrim 

seperti itu perlu dilaksanakan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam 

konteks zamannya mungkin dapat ditemukan suara perlawanan terhadap 

kebijaksanaan Ezra itu dalam teks Mal.2:10-16 dengan memerhatikan seacara 

khusus pada teks Mal.2:11-15.  

 

C. RANGKUMAN 

(1) Perlu diperhatikan bahwa Kitab Ezra-Nehemia aslinya merupakan satu 

kitab saja. Sampai Abad Pertengahan, tradisi Yahudi tetap 

mempertahankan kesatuan kedua kitab ini. Sementara dalam Tradisi 

LXX (Septuaginta), sejak Abad Ketiga, kitab ini menjadi dua kitab, yaitu 

Kitab Ezra dan Kitab Nehemia. Alasannya, sama dengan yang pernah 

dibicarakan. Saat gaya penulisan Bahasa Ibrani tanpa vokal dialihkan ke 

 158 

  

Bahasa Yunani yang harus memasang vokal, diperlukan tempat yang 

lebih banyak sehingga yang tadinya satu buku menjadi dua buku. 

(2) Ezra adalah juga seorang pejabat tinggi di istana Raja Persia yang 

bertugas menangani urusan-urusan masyarakat Yahudi yang berada 

dalam wilayah kerajaan Persia. Oleh karena pada periode tersebut (458 

sM) terjadi kekacauan besar dalam masyarakat Yahudi di Palestina, Ezra 

diutus Raja Persia pulang ke Palestina dan menertibkan kekacauan 

tersebut dengan berpedoman pada hukum Taurat. 

(3) Menurut Ezra, pengalaman pembuangan harus dihentikan. Ia tidak ingin 

pengalaman tersebut terulang kembali. Oleh karena itu, sebagai usaha 

untuk memurnikan Bangsa Israel dari unsur asing, segala macam unsur 

itu dibuang dari tengah-tengah Israel. Yang termasuk ‘harus dibuang’ 

adalah para istri asing yang sudah dikawini Bangsa Israel. Demi sebuah 

ideal, keluarga-keluarga yang memiliki unsur asing, termasuk mungkin 

keluarga yang sebenarnya berjalan baik, harus dipisahkan. Istri-istri asing 

seperti itu  harus disuruh pergi bersama dengan anak-anak mereka 

(Ezr.10:44). 


TINJAUAN KITAB 1-2MAKABE DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Kedua Kitab Makabe adalah buku-buku yang istimewa. 

Keistimewaannya terletak pada posisinya yang berada pada daftar kedua atau 

Deuterokanonika dalam keseluruhan Kitab Suci, terutama Kitab Suci 

Perjanjian Lama. Catatan lain yang membuat kitab-kitab ini istimewa adalah 

bahwa di dalamnya terdapat sejumlah dasar atau pondasi dari praktik hidup 

Gereja Katolik. Antara lain, praktik mendoakan orang yang sudah meninggal. 

Sejumlah keistimewaan itu akan dipaparkan secara sekilas di dalam paragraf-

paragraf berikut ini. 

Kitab 1-2Makabe memakai nama tokoh utama yang berperanan dalam 

narasinya. Tokoh itu adalah ‘Yudas dengan sebutan Makabe’ (dalam Bahasa 

Yunani adalah ‘Ioudas ho kaloumenos Makkbaiaos’) atau ‘Yudas yang 

bergelar Makabe’ (1Mak.2:4). Selaras dengan namanya, Kitab 1-2Makabe 

 161 

  

menyampaikan narasi perang kemerdekaan yang digencarkan orang-orang 

Yahudi di bawah pimpinan Mattatias serta anak-anaknya melawan penjajahan 

Kerajaan Wangsa Seleukos di bawah pemerintahan Raja Antiokhus IV 

Epifanes para periode 175-134 sM. Kitab 1Makabe meliputi seluruh jangka 

waktu perang kemerdekaan di bawah pimpinan keluarga Makabe itu (42 

tahun). Sedangkan Kitab 2Makabe sekadar menyampaikan narasi tentang 

perjuangan yang dipimpin Yudas Makabe dan peristiwa yang mendahului 

peperangan itu (sekitar 15 tahun). 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Sejumlah Catatan Awal tentang Kitab 1-2Makabe 

Kedua kitab tersebut menyampaikan narasi strategi Raja Antiokhus IV 

Epifanes dengan cara menghina orang-orang Yahudi. Caranya adalah 

merampas perkakas Bait Allah (1Mak.1:21-24), menghancurkan kota 

Yerusalem dan menawan penduduknya (1Mak.1:31-32), memaksa orang-

orang Yahudi untuk melepaskan adat mereka (1Mak.1:42), yaitu 

menghentikan korban persembahan (1Mak.1:45) dan upacara persunatan 

(1Mak.1:48), dan untuk menuruti adat kafir (1Mak.1:44), yaitu memuja raja 

dan mempersembahkan korban kepada berhala (1Mak.1:43), mencemarkan 

hari Sabat dan hari-hari raya (1Mak.1:45), mendirikan perkorbanan dan 

mengorbankan babi dan binatang haram lainnya (1Mak.1:47).  

Ringkas kata, orang-orang Yahudi mendapat paksaan untuk 

‘mencemarkan dirinya dengan segala macam kenajisan dan kekejian 

sehingga mereka lupa akan hukum Taurat dan membatalkan segala 

peraturannya’ (1Mak.1:48-49). Mengalami penghinaan yang sangat 

menusuk hati setiap orang Yahudi sejati ini, Mattatias serta anak-anaknya 

memimpin pemberontakan melawan Raja Antiokhus IV Epifanes.  

 

 162 

  

“Celakalah aku ini! Apakah aku dilahirkan untuk menyaksikan 

keruntuhan bangsaku dan Kota Suci dan berdiam saja di sini sementara 

kota itu sudah diserahkan kepada musuh dan Bait Suci sudah di tangan 

orang-orang asing? … Lihatlah, apa yang kudus bagi kita. Segenap 

keindahan dan kemuliaan kita sudah dipunahkan serta dicemarkan oleh 

orang asing. Apa gunanya hidup bagi kita lagi?” (1Mak.2:7-12). 

  

Demikianlah secara bergantian Mattatias beserta anak-anaknya 

melancarkan peperangan melawan tentara milik Raja Antiokhus IV Epifanes. 

Mula-mula, perlawanan dilakukan Mattatias sendiri (1Mak.2:1-70). 

Selanjutnya, menyusul perlawanan anak-anaknya. Mereka adalah Yudas 

Makabe (1Mak.3:1-9:22), Yonatan Apfus (1Mak.9:23-12:53), dan Simon 

Tasi (1Mak.3:1-16:24). Di antara anak-anak Mattatias ini, Yudas Makabe-lah 

yang paling ditonjolkan kedua Kitab Makabe. Kitab 1Makabe menyampaikan 

narasi tentang Yudas Makabe sepanjang tujuh bab (1Mak.3-9). Sedangkan 

Kitab 2Makabe membeberkan narasi tentang Yudas Makabe sepanjang 

delapan bab (2Mak.8-15). Mattatias sendiri dan kedua anaknya yang lain 

tidak dikisahkan dalam Kitab 2Makabe. Menurut para pakar, Kitab 1Makabe 

ditulis seorang Yahudi di Palestina sekitar 100 sM dalam Bahasa Ibrani. 

Sementara itu, Kitab 2Makabe disadur seorang Yahudi di Aleksandria 

(Mesir) sekitar 124 sM langsung ke dalam Bahasa Yunani (2Mak.2:19-32). 

 

2. Garis besar kitab 1-2Makabe 

Susunan material kedua Kitab Makabe sebagaimana termuat dalam 

Kitab Suci sekarang adalah berikut ini. 

 

 

 163 

  

Tabel 3. Susunan material kedua Kitab Makabe yang dalam Kitab Suci 

sekarang 

1Mak.3:1-2:70 

Kondisi sebelum pecahnya perang kemerdekaan 

(Aleksander Agung, Antiokhus IV Epifanes, Mattatias) 

1Mak.3:1-9:22 Yudas Makabe (166-160 sM) 

 

 

1Mak.9:23-

12:53 

Yonatan Apfus (160-142 sM) 

1Mak.13:1-

16:24 

Simon Tasi (142-134 sM) 

2Mak.1:1-2:18 

Surat undangan untuk merayakan Hari Raya Pondok 

Daun (pentahbisan atau pentahiran Bait Allah) 

2Mak.2:19-32 Kata Pendahuluan penyadur 

2Mak.3:1-7:42 

Kondisi sebelum pecahnya perang kemerdekaan 

(Heliodorus, Simon, Yason, Menelaus, Lisimakhus, 

Antiokhus Epifanes) 

2Mak.8:1-

15:39 

Yudas Makabe (166-160 sM) 

 

Dari susunan material di atas, langsung nampak jelas bahwa sebagian 

besar Kitab 1-2Makabe memuat narasi peperangan Yudas Makabe melawan 

Raja Antiokhus IV Epifanes dan Nikanor, panglima pasukannya. Seperti 

Daud melawan Goliath (1Sam.17:1-58), seperti itu pulalah Yudas Makabe 

melawan Raja Antiokhus IV Epifanes. Meskipun Raja Antiokhus IV Epifanes 

memiliki ‘banyak pasukan, yaitu kereta perang, gajah, pasukan berkuda dan 

angkatan laut yang besar’ (1Mak.1:17) dan ‘menyerbu Israel serta naik 

menyerang kota Yerusalem dengan tentara besar’ (1Mak.1:20), sedangkan 

 164 

  

Yudas Makabe hanya memiliki ‘segenggam orang’ (1Mak.3:16-17), Yudas 

Makabe tidak gentar sedikit pun menghadapi pasukan raksasa itu.  

Walaupun kalah dalam jumlah dan perlengkapan perang kepada 

pengikutnya yang cemas dan putus asa, Yudas Makabe senantiasa 

mengobarkan semangat. 

 

“Mudah saja jumlah besar ditangkap dengan tangan orang sedikit. 

Sebab bagi surga tiada bedanya menyelamatkan dengan perantaraan 

banyak orang atau dengan perantaraan sedikit saja. Kemenangan 

dalam perang pun tidak terletak pula dalam banyaknya pasukan, 

melainkan dari surgalah dantang kekuatan … Surgalah yang akan 

menggempur mereka di hadapan kita! Dari sebab itu, jangan takut 

kepada mereka!” (1Mak.3:18-22). 

  

Dengan kata-kata Yudas Makabe ini, penyusun kitab ingin menegaskan 

bahwa perang kemerdekaan merupakan perang suci. Seperti di masa-masa 

lampau, Allah-lah yang berperang untuk Bangasa Israel. Yang mengalahkan 

musuh bukanlah senjata atau jumlah pasukan, melainkan TUHAN, Allah Bala 

Tentara. Bangsa Israel harus percaya penuh pada perlindungan dan 

pertolongan Allah. ‘Hendaklah kamu renungkan angkatan demi angkatan: 

belum pernahlah lemah barangsiapa percaya kepada Tuhan!’ (1Mak.2:61). 

Guna mendukung ajarannya ini, penyusun kitab menonjolkan terus 

kemenangan-kemenangan pasukan Yudas Makabe atas pasukan Raja 

Antiokhus IV Epifanes.  

Dalam Kitab 2Makabe, kematian Raja Antiokhus IV Epifanes dan 

Nikanor dilukiskan dengan sangat mengerikan. Raja Antiokhus IV Epifanes 

dihinggapi sakit perut yang tidak terobati, jatuh dari kereta perangnya, dan 

menjadi busuk seluruh badannya (2Mak.9:1-10). Nikanor dipenggal 

 165 

  

kepalanya dan tangannya. Lidahnya dikerat dan diberikan kepada burung-

burung (2Mak.15:25-36). Keberanian dan keteguhan tokoh-tokoh tertentu 

dari umat Yahudi juga ditonjolkan. Eleazar, seorang ahli Taurat, memilih mati 

daripada memakan daging babi yang haram (2Mak.6:18-31). Demikian pula 

seorang ibu dengan ketujuh anaknya. Dengan gagah berani, mereka menolak 

perintah Raja Antiokhus IV Epifanes untuk memakan daging babi, meskipun 

penolakan itu mengakibatkan penyiksaan dan kematian (2Mak.7:1-42).  

Dengan demikian, maksud penyusun Kitab 1-2Makabe cukup jelas. 

Penulis ingin menguatkan iman kepercayaan teman-teman sebangsa. 

Penyusun hendak mengajak setiap orang Yahudi tetap berpegang teguh pada 

ajaran agama dan adat-istiadat mereka sebagai bangsa terpilih. Bahkan, jika 

perlu, setiap orang Yahudi harus berani mati demi agama dan adat-istiadat 

mereka. Setiap orang Yahudi harus meneladani pendahulu-pendahulu mereka 

yang telah gugur demi Hukum Taurat. 

 

“Demikian berpulanglah Eleazar dan meninggalkan kematiannya 

sebagai teladan keluhuran suci dan sebagai peringatan kebajikan, tidak 

hanya untuk kaum muda, tetapi juga bagi kebanyakan orang dari 

bangsanya” (2Mak.6:31; 6:28). 

 

3. Catatan untuk Kitab 2Makabe dan 3-4Makabe 

Kitab 2Makabe sangat populer di kalangan orang Kristen dalam abad-

abad pertama dan pertengahan karena memuat banyak narasi mengenai 

mártir-martir Yahudi yang secara gagah berani mati demi hukum Taurat. 

Kitab 2Makabe juga menjadi sangat penting karena ajaran-ajarannya tentang 

kebangkitan orang mati (2Mak.7:9; 14:46), dan mengenai teladan hidup para 

mártir (2Mak.6:28.31). Semua ajaran ini tak diuraikan dengan jelas dalam 

kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya. Inilah yang menjadi alasan utama bagi 

 166 

  

Gereja Katolik untuk memasukkan Kitab 2Makabe ke dalam daftar (kanon) 

kitab-kitab suci. Sayang, bahwa ajaran-ajaran iman yang sangat berharga ini 

tidak diakui dan diterima Gereja Kristen denominasi lain. Dalam Kitab Suci 

terbitan Lembaga Alkitab Indonesia-Lembaga Biblika Indonesia (LAI-LBI), 

kedua Kitab Makabe ini justru mendapatkan posisi pada bagian 

Deuterokanonika. 

Di kalangan Gereja Ortodoks Timur, terdapat juga Kitab 3Makabe dan 

kitab 4Makabe yang diakui dan diterima sebagai kitab-kitab suci. Kitab 

3Makabe mengisahkan perjuangan orang-orang Yahudi di Mesir dalam 

pemerintahan Raja Ptolomeus IV Filopator (221-203 sM). Sedangkan Kitab 

4Makabe mengisahkan kembali kepahlawanan Eleazar dan ketujuh 

bersaudara serta ibu mereka (2Mak.6:12-7:42). Kitab ini mengisahkan 

kembali dengan gaya Filsafat Yunani, khususnya Stoisisme. Menurut para 

ahli, Kitab 3Makabe ditulis seorang Yahudi di Aleksandria (Mesir) dalam 

Abad Pertama sM dalam bahasa Yunani. Sedangkan Kitab 4Makabe ditulis 

seorang Yahudi di Antiokhia antara 20-54 M dalam Bahasa Yunani. Sebagai 

catatan, Kitab 4Makabe ini merupakan suatu contoh pidato pelajaran tentang 

strategi mempertanggungjawabkan iman. 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Kedua Kitab Makabe adalah buku-buku yang istimewa. 

Keistimewaannya terletak pada posisinya yang berada pada daftar kedua 

atau Deuterokanonika dalam keseluruhan Kitab Suci, terutama Kitab 

Suci Perjanjian Lama. Catatan lain yang membuat kitab-kitab ini 

istimewa adalah bahwa di dalamnya terdapat sejumlah dasar atau pondasi 

dari praktik hidup Gereja Katolik. Antara lain, praktik mendoakan orang 

yang sudah meninggal. 

 167 

  

(2) Dengan kata-kata Yudas Makabe, penyusun kitab ingin menegaskan 

bahwa perang kemerdekaan merupakan perang suci. Seperti di masa-

masa lampau, Allah-lah yang berperang untuk Bangasa Israel. Yang 

mengalahkan musuh bukanlah senjata atau jumlah pasukan, melainkan 

TUHAN, Allah Bala Tentara. 

(3) Di kalangan Gereja Ortodoks Timur, terdapat juga Kitab 3Makabe dan 

kitab 4Makabe yang diakui dan diterima sebagai kitab-kitab suci. Kitab 

3Makabe mengisahkan perjuangan orang-orang Yahudi di Mesir dalam 

pemerintahan Raja Ptolomeus IV Filopator (221-203 sM). Sedangkan 

Kitab 4Makabe mengisahkan kembali kepahlawanan Eleazar dan ketujuh 

bersaudara serta ibu mereka (2Mak.6:12-7:42). 

 

D. RUJUKAN 

Bickerman, Elias J. The Jews in the Greek Age. Cambridge, MA: Harvard 

University Press, 1988. 

Gruen, Erich. “Seleucid Royal Ideology.” SBLSP 38 (1999). 

Miller, J.M. and J.H. Hayes. A History of Ancient Israel and Judah. 

Louisville: Westminster, 2006. 

Morris, L. Murphy. “Hellenism.” ISBE, vol.II. 

Pfeiffer, Robert H. “The Fear of God,” Israel Exploration Journal 5 (1955): 

41–48. 

Reese, James Miller. Hellenistic Influence on the Book of Wisdom and its 

Consequences. Rome: Biblical Institute Press, 1970. 

Spiro, Rabbi Ken. The Revolt of the Maccabees. Jerusalem: Jewish Pathway, 

2008. 

Tarn, W.W. Alexander The Great Narrative. Cambridge: Cambridge 

University Press, 1948. 

  

 168 

  

BAB XII 

TINJAUAN KITAB YUDIT DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 

CPMK 

Mahasiswa mampu menginformasikan pembahasan Kitab-kitab 

Sejarah secara bertanggung jawab serta pengertian mendasar tentang 

sejumlah konsep teologis yang muncul dalam Kitab-kitab Sejarah, khususnya 

konsep-konsep yang relevan untuk studi Perjanjian Baru serta Teologi-

Kristologi. 

 

Metode Pembelajaran  : Diskusi Kelompok 

Durasi    : 120 menit 

Instrumen   : Ujian Akhir Semester 

 

A. PENDAHULUAN 

Sama seperti Kitab Tobit, Kitab Yudit merupakan salah satu anggota 

Kitab Deuterokanonika. Kitab ini berkisah tentang seorang tokoh perempuan 

Yahudi bernama Yudit. Dalam bahasa Ibrani, nama ‘Yudit’ memang berarti 

‘perempuan Yahudi’. Oleh karena itu, sama seperti Kitab Ester, Kitab Yudit 

juga bermaksud menyajikan suatu teladan atau contoh hidup seorang 

perempuan Yahudi. Dengan sangat dramatis kitab ini menyampaikan narasi 

perjuangan Yudit. Janda cantik dari Betulia ini berhasil memperdaya dan 

membunuh Helofernes, seorang panglima besar tentara Asyur yang 

bermaksud menyerbu Yerusalem dan menajiskan Bait Allah.  

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Alur Narasi Kitab Yudit 

 169 

  

Kisah dramatis ini dibuka dengan tuntutan Nebukadnezar, Raja Asyur 

kepada bangsa-bangsa di sebelah Barat kerajaannya supaya menaklukkan diri 

(Yud.1:7-10). Oleh karena semua bangsa itu menolak tuntutannya 

(Yud.1:11), Raja Nebukadnezar menjadi sangat marah. Dalam amarahnya itu 

ia bersumpah menghukum serta menumpas semua bangsa yang keras kepala 

itu (Yud.1:12). Pertama-tama, Raja Nebukadnezar menyerbu dan 

menaklukkan Kerajaan Media(-Persia) (Yud.1:13-16) yang menjadi saingan 

utama Kerajaan Asyur (Yud.1:1-6). Selanjutnya, ia mulai melebarkan 

sayapnya ke arah Barat untuk menyerbu dan menaklukkan semua bangsa 

yang telah melawan titahnya.  

Guna melaksanakan tugas raksasa ini, Raja Nebukadnezar menunjuk 

panglima besar tentaranya, Holofernes, sebagai pelaksana tugas.  

 

“Beginilah titah raja agung yang dipertuan di seluruh bumi: 

Camkanlah! Engkau harus pergi dari hadapanku dan membawa serta 

orang-orang yang percaya pada kekuatannya sendiri, yaitu pasukan 

jalan sampai seratus dua puluh ribu orang dan sejumlah besar kuda 

serta penunggang, sampai duabelas ribu orang. Engkau harus maju 

perang melawan seluruh wilayah Barat karena mereka telah 

memberontak terhadap titahku. Hendaklah kauperintahkan kepada 

mereka untuk menyediakan air dan tanah. Memang dalam amarahku 

aku hendak pergi melawan mereka serta membanjiri seluruh bumi 

dengan kaki bala tentaraku. Mereka akan kuserahkan kepada tentaraku 

untuk dirampasi. Jurang-jurang mereka akan dipenuhi dengan orang-

orang yang berluka dan segala anak sungai akan penuh meluap-luap 

karena mayat mereka. Sebagai tawanan mereka akan kuangkut ke 

ujung-ujung seluruh bumi. Tetapi engkau harus pergi dahulu untuk 

menduduki seluruh wilayah itu bagiku. Setelah mereka menyerah 

 170 

  

kepadamu, maka mereka harus kaupelihara bagi diriku sendiri, hingga 

hari mereka akan kuhukum!” (Yud.2:5-10). 

  

Dengan berbekal perintah tersebut, Panglima Besar Holofernes secara 

bertahap melaksanakan perintah Raja Nebukadnezar dengan menyapu rata 

semua daerah yang dilewatinya (Yud.2:21-3:10). Satu-satunya bangsa yang 

akhirnya masih bertahan adalah Banga Yahudi.  

 

“Hai orang-orang Kanaan, beritahukanlah kepadaku bangsa apa itu 

yang duduk di pegunungan dan manakah kota-kota yang didiami 

mereka; berapa jumlah pasukan mereka dan dalam hal manakah 

letaknya kuasa serta kekuatan mereka? Siapa raja mereka yang 

mengepalai tentaranya? Mengapa dari antara semua penduduk wilayah 

Barat hanya mereka sajalah yang enggan menyambut aku?” (Yud.5:3-

4).  

 

Singkat cerita, dengan kemarahan besar dan dengan seluruh bala 

tentaranya, Panglima Besar Holofernes menyerbu dan mengepung Betulia, 

benteng terakhir Yerusalem. Setelah terkepung selama 34 hari, penduduk 

Betulia mulai kehabisan air. Akibatnya, banyak orang mati kehausan dan 

kelaparan. Mengalami situasi menyedihkan ini, seluruh rakyat menjadi putus 

asa dan bermaksud menyerahkan diri saja (Yud.7:1-32). Dalam situasi kritis 

seperti ini, tampillah Yudit sebagai pahlawan pembela Bangsa Yahudi. 

Dengan mengandalkan kecantikan dan keelokan parasnya sebagai strategi 

(Yud.8:7; 10:4.7.14.19.23; 11:21.23; 12:13.16), Yudit berhasil memasuki 

perkemahan Asyur. Setelah masuk ke dalam perkemahan ia pun sukses 

memenggal kepala Panglima Besar Holofernes (Yud.13:1-10). Mengetahui 

kematian Holofernes, panglima besar mereka, seluruh bala tentara Bangsa 

 171 

  

Asyur menjadi kacau-balau dan tercerai-berai. Akibatnya, pasukan Bangsa 

Israel dengan mudah dapat mengalahkan mereka (Yud.15:1-14). Narasi 

menutup dirinya dengan lantunan kidung syukur atas kemenangan Bangsa 

Israel (Yud.16:1-20) dan narasi mengenai masa tua Yudit, sang pahlawan dan 

pembela Bangsa Israel (Yud.16:21-25). 

 

2. Ajaran pokok Kitab Yudit 

Dari narasi dramatis semacam itu, dapat disimpulkan ajaran pokok 

Kitab Yudit. Raja Nebukadnezar dan Panglima Besar Holofernes 

mempersonifikasikan kuasa-kuasa jahat yang memusuhi dan menghina Allah 

dan umat-Nya, Bangsa Israel.  

 

“Siapakah allah adanya kecuali Nebukadnezar? Baginda akan 

mengirimkan kekuatannya, lalu membasmi orang Israel dari muka 

bumi. Dan Allah mereka tidak akan dapat melepaskan mereka!” 

(Yud.6:2).  

 

Sebaliknya, Yudit, seorang janda yang tidak berdaya, melambangkan 

Bangsa Israel yang kecil dan lemah.  

 

“Tak perlu kita takut kepada orang Israel, sebab mereka itu sungguh 

suatu bangsa yang tidak berdaya dan tidak kuasa untuk menghadapi 

ikatan perang yang kuat. Baiklah kita maju saja, niscaya mereka 

menjadi umpan belaka untuk seluruh tentara tuanku, hai junjungan 

Holofernes!” (Yud.5:23-24). 

  

Akan tetapi, di belakang Bangsa Israel yang nampaknya kecil dan 

lemah, berdirilah TUHAN dan Allah mereka sebagai perisai perlindungan.  

 172 

  

 

“Sebab kekuasaan-Mu tidak terletak di dalam jumlah besar dan 

kekuatan-Mu tidak pula pada orang-orang perkasa. Sebaliknya, 

Engkau adalah Allah orang yang hina-dina, Penolong orang kecil, 

Pembantu orang lemah, Pelindung orang yang kehilangan akal dan 

Penyelamat orang yang tanpa harapan!” (Yud 9:11).  

 

Dengan tewasnya Holofernes, panglima perang yang gagah perkasa itu 

di tangan Yudit, seorang janda yang tidak berdaya, pengarang Kitab Yudit 

bermaksud menegaskan bahwa bangsa Israel, yang kecil dan lemah, tidak 

perlu takut dan gentar melawan bangsa-bangsa lain yang jauh lebih besar dan 

kuat. Alasannya, TUHAN, Allah Israel, selalu menyertai umat-Nya yang 

mempercayakan diri kepada-Nya.  

 

“Bukakanlah, bukakanlah pintu gerbang ini! Allah menyertai kita! Ya, 

Allah kita masih juga melakukan sesuatu yang hebat di Israel dan 

kuasalah Ia terhadap para musuh, sebagaimana kini telah dilakukan-

Nya juga!” (Yud.13:13).  

 

“Lihatlah kepala Holofernes, panglima besar bala tentara Asyur, dan 

lihatlah kelambu yang di bawahnya ia tidur termandam! Dengan 

perantaraan seorang perempuan ia telah ditewaskan oleh Tuhan!” 

(Yud.13:15).  

 

Sejarah Bangsa Israel, sejak dahulu sampai sekarang, membuktikan 

bahwa jika tetap setia kepada TUHAN, Allah mereka, pastilah mereka akan 

terluput dari segala macam bahaya. Alasannya, TUHAN akan menjadi perisai 

 173 

  

bagi mereka (Yud.5:6-21). Bangsa Israel harus percaya teguh kepada 

pertolongan Allah, meskipun tidak dapat mengetahui rencana kehendak-Nya.  

 

“Sebab sekiranya Tuhan tidak mau menolong dalam tempo lima hari 

ini, namun Ia mampu juga melindungi kita pada masa yang 

dikehendaki-Nya, ataupun membasmi kita di hadapan para musuh 

kita. Janganlah menuntut jaminan mengenai keputusan kehendak 

Allah. Sebab Allah tidak dapat diancam seperti manusia dan tidak 

dapat disuruh sebagaimana anak manusia disuruh! Maka dari itu 

hendaknya kita menantikan penyelamatan dari pada-Nya sambil 

mohon pertolongan kepada-Nya bagi kita!” (Yud.8:15-17). 

 

3. Historisitas Kitab Yudit 

Sama seperti Kitab Rut, Kitab Ester, dan Kitab Tobit, Kitab Yudit 

bukanlah berkas laporan sejarah yang sesungguhnya. Kitab Yudit tidak 

bermaksud mengisahkan suatu kejadian historis yang nyata. Tujuan utama 

penulisan Kitab Yudit adalah untuk membina dan menguatkan iman para 

pembaca dan pendengar, yang di zaman pengarang sering merasa kecil, 

lemah, dan tidak berdaya melawan pemerintahan bangsa-bangsa asing yang 

super kuat.  

Oleh karena pusat perhatian pengarang adalah ‘pembinaan iman’, 

penulis tidak terlalu mempedulikan atau mempersoalkan data-data sejarah 

yang dikisahkan. Akibatnya, terdapat cukup banyak kekeliruan informasi 

historis dalam Kitab Yudit. Beberapa contoh dapat disebutkan. Raja 

Nebukadnezar bukanlah Raja Asyur. Ia ardalah Raja Babel (604-562 sM). 

Raja Nebukadnezar juga tidak memerintah di Niniwe. Alasannya, pada 613 

sM ibukota Kerajaan Asyur itu telah dihancurkan ayah Nebukadnezar, yaitu 

Raja Nabopolasar (626-605 sM). Seorang Raja Media yang bernama 

 174 

  

Arfaksad dan memerintah di Ekbatana tidak dikenal dalam sejarah kuno 

Timur Tengah.  

Selain itu, Holofernes dan Bagoas adalah nama-nama Persia. Nama-

nama semacam itu bukanlah nama-nama Bangsa Asyur, Babel, atau Media. 

Baik Holofernes maupun Bagoas adalah perwira-perwira tinggi bala tentara 

Kerajaan Persia yang diperintah Raja Artahsasta atau Artakserkses III (358-

338 sM). Oleh karena itu, jelas sejali bahwa Kitab Yudit bukanlah suatu 

‘Kitab Sejarah’. Kitab ini lebih merupakan suatu ‘Roman Sejarah’ yang 

mencampur-adukkan sejarah dan ilmu bumi dengan maksud untuk membina 

dan menguatkan iman orang-orang Yahudi pada zaman itu. Berdasarkan 

informasi dari Kitab Yudit sendiri, yang menyinggung pulangnya orang 

Yahudi dari pembuangan Babel dan pentahiran kembali Bait Allah (Yud.4:3), 

dapatlah ditarik simpulan bahwa pengarang hidup di periode antara 538 sM 

(akhir pembuangan Babel) dan 515 sM (pembangunan kembali Bait Allah di 

Yerusalem) atau 164 sM (pentahiran kembali Bait Allah). Sebagian besar ahli 

kitab dewasa ini menganggap bahwa Kitab Yudit ditulis dalam pertengahan 

Abad Kedua sM, saat semangat kebangsaan dan keagamaan Yahudi masih 

berkobar-kobar sebagaimana nampak dalam perang Makabe yang termuat 

dalam Kitab 1-2Makabe. 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Kitab Yudit juga bermaksud menyajikan suatu teladan atau contoh hidup 

seorang perempuan Yahudi. Dengan sangat dramatis kitab ini 

menyampaikan narasi perjuangan Yudit. Janda cantik dari Betulia ini 

berhasil memperdaya dan membunuh Helofernes, seorang panglima 

besar tentara Asyur yang bermaksud menyerbu Yerusalem dan 

menajiskan Bait Allah. 

 175 

  

(2) Dari narasi dramatis semacam itu, dapat disimpulkan ajaran pokok Kitab 

Yudit. Raja Nebukadnezar dan Panglima Besar Holofernes 

mempersonifikasikan kuasa-kuasa jahat yang memusuhi dan menghina 

Allah dan umat-Nya, Bangsa Israel. 

(3) Oleh karena pusat perhatian pengarang adalah ‘pembinaan iman’, penulis 

tidak terlalu mempedulikan atau mempersoalkan data-data sejarah yang 

dikisahkan. Akibatnya, terdapat cukup banyak kekeliruan informasi 

historis dalam Kitab Yudit. 

 

D. RUJUKAN 

Casson, Lionel. Libraries in the Ancient World. New Haven, CT: Yale Nota 

Bene, 2002. 

da Silva, David. . “Judith the Heroine? Lies, Seduction, and Murder Cultural 

Perspective,” BTB36, 2006. 

Dorival, Giles. “Has the Category of ‘Deuterocanonical Books’ a Jewish 

Origin?” Géza G. Xeravits – Jószef Zsenggelér, The Books of the 

Maccabees: History, Theology, Ideology. Leiden-Boston: Brill, 2007. 

Hayes, John H. “Historical Criticism and the Old Testament Canon.” Magne 

Saebø, Hebrew Bible. Old Testament: From the Renaissance to the 

Enlightenment. Göttingen: Vandenhoeck and Ruprecht, 2008. 

Millard, A. “Judith, Tobit, Ahikar and History.”  A. Gelston, New Heaven 

and New Earth, Prophecy And the Millenium. Vetus Testamentum. 

Suppl. 77. Leiden, 1999. 

Montague, G.T. The Books of Esther and Judith. Pamphlet Bible Series, 21. 

New York: Paulist Press, 1973. 

Moore, C. A. Judith. A New Translation with Introduction and Commentary. 

Garden City, New York: Doubleday & Company, 1985. 

 

 176 

  

 

BAB XIII 

TINJAUAN KITAB ESTER DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 

CPMK 

Mahasiswa mampu menginformasikan pembahasan Kitab-kitab 

Sejarah secara bertanggung jawab serta pengertian mendasar tentang 

sejumlah konsep teologis yang muncul dalam Kitab-kitab Sejarah, khususnya 

konsep-konsep yang relevan untuk studi Perjanjian Baru serta Teologi-

Kristologi. 

 

Metode Pembelajaran  : Diskusi Kelompok 

Durasi    : 120 menit 

Instrumen   : Ujian Akhir Semester 

 

A. PENDAHULUAN 

Kitab Ester ditulis sebagai latar belakang Hari Raya Purim. Hari Raya 

Bangsa Israel ini wajib dirayakan orang Yahudi setiap tahun pada tanggal 14-

15 bulan Adar. Bulan Adar dapat dibandingkan dengan periode Februari atau 

Maret dalam kalendarium internasional. Melalui Kitab Ester, pengarang 

bermaksud memberikan penjelasan kepada para pembaca atau pendengar inti 

perayaan dan pengenangan pada Hari Raya Purim tersebut. Bangsa Yahudi 

membutuhkan penjelasan tersebut karena asal-usul hari raya tersebut tidak 

begitu diketahui. Menurut pengarang, semua orang Yahudi wajib merayakan 

Hari Raya Purim setiap tahun pada 14-15 bulan Adar dengan alasan bahwa 

pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat kemenangan atas musuh-musuh 

mereka.  

 177 

  

 

“Maka Mordekhai menuliskan peristiwa itu, lalu mengirimkan surat-

surat kepada semua orang Yahudi di seluruh daerah raja Ahasyweros, 

baik yang dekat, baik yang jauh, untuk mewajibkan mereka, supaya 

tiap-tiap tahun merayakan hari yang ke-empatbelas dan yang 

kelimabelas bulan Adar, karena pada hari-hari itulah orang Yahudi 

mendapat keamanan terhadap musuhnya dan dalam bulan itulah 

dukacita mereka berubah menjadi sukacita dan hari perkabungan 

menjadi hari gembira, dan supaya menjadikan hari-hari itu hari 

perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar makanan 

dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin. Maka orang 

Yahudi menerima sebagai ketetapan apa yang sudah dimulai mereka 

melakukannya dan apa yang ditulis Mordekhai kepada mereka!” 

(Est.9:20-23).  

 

Dalam istilah teknis, gaya penulisan semacam ini disebut ‘etiologi’ atau 

‘ilmu asal sesuatu’ terkait adat-istiadat atau kebiasaan suatu masyarakat. 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Waktu Penulisan Kitab Ester 

Peristiwa yang dikisahkan dalam Kitab Ester terjadi ‘pada zaman 

Ahasyweros’, Raja Persia (486-465 sM). Periodenya juga disebutkan, yaitu 

‘pada tahun yang ketiga dalam pemerintahannya’ (Est 1:1-3). Ahasyweros 

(dalam Bahasa Ibrani) atau Kserkses (dalam Bahasa Yunani) atau Asuerus 

(dalam Bahasa Latin) adalah Raja Persia. Ia menggantikan Raja Darius I 

Hystaspes (522-486 sM). Dalam Kitab Suci berbahasa Yunani (LXX-

Septuaginta), Raja Ahasyweros disebut Artakserkses (dalam Bahasa Ibrani 

disebut Artahsasta). Akan tetapi, penyebutan ini merupakan suatu kekeliruan. 

 178 

  

Alasannya, Raja Artakserkses (dalam Bahasa Yunani) atau Raja Artahsasta 

(dalam Bahasa Ibrani) adalah pengganti Raja Kserkses (dalam Bahasa 

Yunani) atau Raja Ahasyweros (dalam Bahasa Ibrani). Dengan kata lain, dua 

nama dalam dua versi bahasa itu adalah dua pribadi yang berbeda. Raja 

Ahasyweros (Kserkses) memerintah pada 486-465 sM. Sedangkan Raja 

Artahsasta (Artakserkses) memerintah pada 465-424 sM (Ezr.4:6-7).  

Lakon narasi dalam Kitab Ester dipentaskan di panggung istana Raja 

Ahasyweros. Istana raja itu terletak di ibukota Susa, di negeri Persia. Narasi 

mengawali dirinya dengan penolakan Ratu Wasti terhadap perintah Raja 

Ahasyweros untuk memperlihatkan kecantikannya kepada sekalian rakyat 

dan pembesar-pembesar yang sedang berpesta pora. Menanggapi penolakan 

itu, Raja Ahasyweros memutuskan memecatnya, sekaligus menggantikan 

kedudukan Wasti sebagai ratu.  

Setelah diadakan pemilihan dan seleksi yang ketat, akhirnya Ester 

terpilih menjadi ratu menggantikan Wasti. Ratu Ester, yang adalah seorang 

Yahudi, memiliki seorang paman pengasuh yang bernama Mordekhai. Akan 

tetapi, Perdana Menteri Haman membenci Mordekhai. Alasannya, Mordekhai 

menolak berlutut dan bersujud kepada Perdana Menteri yang sangat 

dihormati itu. Oleh karena itu, Haman meminta izin kepada Raja Ahaysweros 

untuk membinasakan Mordekhai dan semua orang Yahudi di wilayah 

Kerajaan Persia.  

Oleh karena itu pula, ditetapkanlah atas nama Raja Ahasyweros bahwa 

pada tanggal 13 bulan Adar, semua orang Yahudi, laki-laki dan perempuan, 

baik orang tua maupun anak-anak harus dibunuh dalam satu hari itu juga. 

Selanjutnya, harta miliki mereka boleh dirampas sesuka hati (Est.3:13). 

Mengetahui rencana jahat Perdana Menteri Haman terhadap Bangsa Yahudi, 

Mordekhai dan Ester berusaha mempengaruhi Raja Ahasyweros supaya 

mengubah keputusannya. Saat menyadari maksud jahat Perdana Menteri 

 179 

  

Haman, yang bermaksud melecehkan Ester, Raja Ahasyweros segera 

memerintahkan supaya Perdana Menteri Haman disulakan pada tiang 

penyulaan. Tiang tersebut sebelumnya diperuntukkan bagi Mordekhai. 

Selanjutnya, Raja Ahasyweros mengangkat Mordekhai menjadi Perdana 

Menteri menggantikan Haman.  

Selanjutnya, Raja Ahasyweros menetapkan tanggal 13 bulan Adar 

(tanggal yang semula ditetapkan sebagai hari pembunuhan semua orang 

Yahudi) sebagai hari pembalasan orang Yahudi terhadap semua musuh 

mereka (Est.8:10-14). Akhirnya, narasi menutup dirinya dengan peristiwa 

pembunuhan semua musuh orang Yahudi, sekaligus penetapan Hari Raya 

Purim menjadi hari raya kemenangan atas segala musuh pada 14-15 bulan 

Adar setiap tahun. 

 

2. Tujuan Penulisan Kitab Ester 

Maksud utama penulisan Kitab Ester adalah untuk menjelaskan makna 

perayaan Hari Raya Purim yang setiap tahun dirayakan orang Yahudi selama 

dua hari berturut-turut, yaitu pada 14-15 bulan Adar (Februari atau Maret). 

Akan tetapi, selain itu, Kitab Ester juga bermaksud memperlihatkan bahwa 

orang Yahudi harus selalu waspada terhadap bahaya pemerintahan bangsa 

asing dan bahwa mereka harus selalu siap untuk membela iman mereka dan 

mempertahankan diri jika bahaya datang mengancam (Est.4:10-17). Seruan 

kewaspadaan nasional yang bernada anti-orang asing itu memang sesuai 

dengan situasi pada zaman pengarang, yaitu di sekitar akhir pemerintahan 

Kerajaan Persia dan awal pemerintahan Kekaisaran Yunani. Pada periode 

tersebut orang-orang Yahudi di perantauan sering dibenci, dikejar-kejar, dan 

dibunuh secara massal oleh penduduk setempat karena iman kepercayaan dan 

adat-istiadat mereka yang istimewa.  

 180 

  

Oleh bangsa-bangsa lain, orang Yahudi selalu dianggap pembangkang 

yang tidak mau mengikuti hukum atau peraturan yang berlaku. 

 

“Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara 

bangsa-bangsa tuanku, dan hukum mereka berlain-lainan dengan 

hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, 

sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa!” (Est 

3:8).  

 

Tidak mengherankan jika sepanjang sejarah dunia ini, dari dulu sampai 

sekarang, semangat anti-Semitisme (anti-Yahudi) terus berkobar-kobar di 

kalangan bangsa-bangsa kuno dan modern. Misalnya, penganiayaan orang-

orang Yahudi di zaman Raja Nebukadnezar, Raja Antiokhus IV Epifanes, 

Hitler, dan perang Arab-Israel). Dengan latar belakang itulah Kitab Ester 

bermaksud memberi kekuatan kepada orang Yahudi yang selalu terancam 

bahaya karena iman kepercayaan dan adat-istiadat mereka. Pengarang 

bermaksud menegaskan bahwa ‘bagi orang Yahudi akan timbul juga 

pertolongan dan kelepasan dari pihak lain’ (Est.4:14), yaitu dari TUHAN, 

Allah Israel. Oleh karena itu, orang Yahudi tidak perlu takut menghadapi 

segala macam ancaman bahaya dari pihak bangsa-bangsa lain. TUHAN, 

Allah Israel akan memutarbalikkan rencana jahat semua musuh-musuh umat 

pilihan-Nya (Est.3:8-15 dan 8:1-17; 5:914 dan 7:1-10). 

 

3. Nasionalisme dalam Kitab Ester 

Kitab Ester sangat menekankan semangat nasionalisme. Sebaliknya, 

semangat keagamaan kurang mendapat perhatian. Nama Allah tidak pernah 

disebut. Peranan-Nya hanya tersirat dalam sejumlah kecil perkataan 

Mordekhai. Misalnya, ‘Bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan 

 181 

  

kelepasan dari pihak lain!’ (Est.4:14). Akibat corak profannya, Kitab Ester 

lama sekali tidak dapat diterima sebagai Kitab Suci. Di Qumran, dekat Laut 

Mati, di mana ditemukan hampir semua salinan Kitab-kitab Perjanjian Lama, 

sama sekali tidak terdapat salinan Kitab Ester. Kemungkinan besar komunitas 

Qumran tidak menganggap Kitab Ester sebagai Kitab Suci. Akan tetapi, 

selain itu dapat juga mereka menilai Kitab Ester terlalu kasar dan sadis. Kesan 

kasar dan sadis itu muncul saat ada perintah merayakan dua hari berturut-turut 

Hari Raya Purim, yang memperingati pembunuhan massal musuh orang 

Yahudi (Est.8:11-13; 9:1-32). 

Menurut para Rabi Yahudi yang menulis Talmud (tafsir dan komentar 

Kitab Suci), hari pertama Hari Raya Purim menjadi untuk memperingati 

pembunuhan musuh di Kerajaan Persia. Sedangkan hari kedua Hari Raya 

Purim menjadi saat untuk memperingati pembunuhan musuh di luar Kerajaan 

Persia. Baik pada hari pertama maupun pada hari kedua, orang-orang Yahudi 

yang merayakan Hari Raya Purim makan dan minum sampai mabuk 

(Est.9:18-19.20-23). Akibat sangat mabuk, mereka sampai pada taraf sanggup 

lagi menyanyikan lagu ‘Terberkatilah Mordekhai’ dan ‘Terkutuklah Haman’. 

Dalam kondisi mabuk mereka sering menukar-nukarkan kedua lagu tersebut. 

Komunitas Qumran (sekte Yahudi yang hidup membiara secara ketat) tentu 

tidak dapat menerima perilaku sembrono semacam itu. Corak profan dan nada 

kasar Kitab Ester ini menyebabkan penerjemah Kitab Suci berbahasa Yunani 

(LXX-Septuaginta) merasa berkewajiban menambahkan beberapa bagian 

kepada Kitab Ester. Bagian-bagian tersebut memuat doa-doa. Tujuannya, 

memberi corak sakral kepada Kitab Ester. Bagian pembukaan yang memuat 

mimpi Mordekhai dan bagian penutup yang memuat takbir mimpi Mordekhai 

jelas menegaskan bahwa seluruh peristiwa yang dikisahkan itu sesuai dengan 

rencana Allah atau ‘itu terjadi oleh Allah’ (Tamb.Est.7:1). Menurut teks 

2Mak.15:36, orang-orang Yahudi di Palestina sudah merayakan ‘Hari 

 182 

  

Mordekhai’ pada 160 sM. Catatan ini membuktikan bahwa narasi mengenai 

Ester dan Mordekhai telah dikenal pada periode tersebut. Kemungkinan besar 

Kitab Ester ditulis di pertengahan abad Kedua sM. Yang jelas, terjemahan 

Yunani Kitab Ester sudah ada dalam tahun 144 sM (Tamb.Est.7:11). 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Melalui Kitab Ester, pengarang bermaksud memberikan penjelasan 

kepada para pembaca atau pendengar inti perayaan dan pengenangan 

pada Hari Raya Purim tersebut. Bangsa Yahudi membutuhkan penjelasan 

tersebut karena asal-usul hari raya tersebut tidak begitu diketahui. 

(2) Kitab Ester juga bermaksud memperlihatkan bahwa orang Yahudi harus 

selalu waspada terhadap bahaya pemerintahan bangsa asing dan bahwa 

mereka harus selalu siap untuk membela iman mereka dan 

mempertahankan diri jika bahaya datang mengancam (Est.4:10-17). 

Seruan kewaspadaan nasional yang bernada anti-orang asing itu memang 

sesuai dengan situasi pada zaman pengarang, yaitu di sekitar akhir 

pemerintahan Kerajaan Persia dan awal pemerintahan Kekaisaran 

Yunani. 

(3) Menurut para Rabi Yahudi yang menulis Talmud (tafsir dan komentar 

Kitab Suci), hari pertama Hari Raya Purim menjadi untuk memperingati 

pembunuhan musuh di Kerajaan Persia. Sedangkan hari kedua Hari Raya 

Purim menjadi saat untuk memperingati pembunuhan musuh di luar 

Kerajaan Persia. 


 

 

 

TINJAUAN KITAB TOBIT DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Kitab Tobit termasuk dalam deretan kitab yang tidak terdapat dalam 

Kitab Suci berbahasa Ibrani. Akan tetapi, Gereja Katolik menerimanya 

sebagai Kitab Suci yang resmi. Sama seperti Kitab Rut dan Kitab Ester, Kitab 

Tobit juga memuat narasi tentang kepahlawanan dan keteladanan tokoh-

tokoh tertentu dalam sejarah Bangsa Israel. Tokoh utamanya bernama Tobit. 

Ia adalah seorang Naftali yang ikut diangkut tertawan ke kota Niniwe, ibukota 

Asyur, saat Raja Salmaneser V (726-722 sM) menyerbu dan menghancurkan 

Samaria pada 722 sM (Tob.1:1-2). Meskipun hidup sebagai orang buangan di 

kota Niniwe, Tobit tetap memegang teguh tradisi keagamaan bangsa Israel.  

 

“Aku, Tobit menempuh jalan kebenaran dan kesalehan seumur hidupku 

dan banyak melakukan kebajikan kepada para saudara dan segenap 

 185 

  

bangsaku yang bersama dengan daku telah berangkat ke pembuangan, 

ke negeri Asyur ke kota Niniwe!” (Tob.1:3). 

 

Tokoh-tokoh lainnya juga dimunculkan sebagai pembanding, sekaligus 

pelengkap tokoh utama ini. 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Alur Narasi Kitab Tobit 

Sebelum diangkut ke pembuangan, Tobit telah menunjukkan 

kesetiannya kepada tradisi nenek moyangnya. Saat semua keluarga dan 

sukunya memberontak terhadap keluarga Raja Daud dan terhadap Yerusalem, 

ia sendiri tetap setia pergi ke Yerusalem untuk melaksanakan ibadah resmi 

pada hari-hari raya yang ditetapkan Hukum Taurat. Dengan setia Tobit tidak 

makan makanan haram atau najis (Tob.1:11). Ia terus-menerus memberi 

sedekah kepada orang-orang miskin (Tob.1:17). Ia juga menguburkan orang-

orang mati (Tob.1:17-18) dan melakukan banyak kebajikan yang lain 

(Tob.1:16). Oleh karena perbuatan-perbuatan baik ini, Tobit dicari-cari untuk 

dibunuh dan segala harta bendanya disita (Tob.1:19-20). Meskipun demikian, 

Tobit tetap tidak berhenti untuk berbuat kebajikan.  

 

“Ia belum juga takut! Sudah pernah ia dicari untuk dibunuh karena 

perkara yang sama. Dahulu ia melarikan diri dan sekarang ia 

menguburkan mayat lagi!” (Tob.2:8).  

 

“Ia tidak dapat duduk makan dengan tenang, jika mengingat bahwa 

masi hada mayat yang belum dikuburkan dengan layak” (Tob.2:1-7). 

   

 186 

  

Akan tetapi, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Pada 

suatu hari, tahi burung jatuh pada mata Tobit. Akibatnya, ia menjadi buta. Ia 

tidak dapat melihat selama empat tahun lamanya. Selanjutnya, muncul tokoh 

kedua. Tokoh kedua bernama Sara. Ia adalah anak perempuan Raguel. Raguel 

adalah saudara Tobit yang tinggal di kota Ekbatana di negeri Media (Tob.3:7). 

Sara telah menikah sebanyak tujuh kali. Akan tetapi, semua suaminya itu 

dibunuh setan jahat Asmodeus, sebelum mereka bersetubuh dengan Sara 

(Tob.3:8). Seorang pelayan perempuan Raguel menuduh Sara telah 

membunuh suaminya itu (Tob.3:8). Pelayan itu juga mengutukinya supaya 

Sara mati saja (Tob.3:9). Akibatnya, Sara menjadi sangat sedih. Dalam 

kesedihan yang mendalam ia berniat menggantung dirinya sendiri (Tob.3:10). 

Akan tetapi, menyadari bahwa dengan menggantung diri akan membuat 

ayahnya, Raguel mendapat nista, akhirnya Sara membatalkan niat buruknya 

itu (Tob.3:10).  

Tobit yang menderita kebutaan dan Sara yang menderita akibat 

kematian suami-suaminya itu, berdoa kepada Allah. Mereka memohon 

supaya sebaiknya Allah mencabut nyawa mereka saja (Tob.3:6.13). Singkat 

cerita, akhirnya Allah mendengar doa mereka. Allah mengutus Rafael, 

malaikat-Nya untuk menyembuhkan Tobit dan Sara.  

 

“Pada saat itu juga kedua orang itu, yaitu Tobit dan Sara, dikabulkan 

permohonannya di hadapan kemuliaan Allah. Diutuslah Rafael untuk 

menyembuhkan kedua-duanya, yaitu dengan menghapus bintik-bintik 

putih dari mata Tobit sehingga ia dapat melihat cahaya Allah dengan 

matanya sendiri, dan dengan memberikan Sara, anak perempuan 

Raguel kepada Tobia bin Tobit sebagai istri dan dengan 

melepaskannya dari Asmodeus, setan jahat itu!” (Tob.3:16-17).  

 

 187 

  

Narasi kitab menutup dirinya dengan nubuat Tobit mengenai 

kehancuran Niniwe serta pelaksanaan nubuat itu yang masih sempat 

disaksikan Tobia, anaknya (Tob 14:2-15). 

 

2. Ajaran Dasar Kitab Tobit 

Ajaran dasar Kitab Tobit menyimpul dalam nasihat Tobit kepada Tobia. 

 

- Harus menghormati kedua orangtua, merawat mereka, 

menyenangkan hati mereka dan tidak menyedihkan hati 

mereka. Jika sudah meninggal, mereka harus dikuburkan 

berdampingan dalam satu kubur (Tob.4:3-4). 

- Harus ingat kepada Allah, sepanjang umur jangan sampai 

berdosa dan melanggar perintah-perintah-Nya. Harus berbuat 

baik sepanjang hidup dan jangan menempuh jalan kelaliman 

(Tob.4:5-7). 

- Harus menyerahkan sedekah dari harta milik, sesuai dengan 

besarnya kekayaan. Jika hanya memiliki sedikit, jangan takut 

memberikan sedekah seadanya. Jika memberikan sedekah, 

janganlah kemudian menyesal (Tob.4:7-11). 

- Harus menjauhi percabulan, mengambil istri dari keturunan 

nenek moyang, dan jangan mengambil istri yang tidak berasal 

dari suku ayah. Dalam hal ini perlu meneladani Nuh, Abraham, 

Ishak, dan Yakub yang mengambil istri dari kaum kerabat 

mereka sendiri (Tob.4:12).  

- Harus mencintai sanak-saudara dan jangan meninggikan hati 

terhadap sanak-saudara serta anak-anak lelaki dan perempuan 

sebangsa. Tidak boleh congkak dan tidak boleh malas 

(Tob.4:13). 

 188 

  

- Harus membayar upah orang dengan segera dan jangan 

menahannya walaupun hanya semalam (Tob.4:14). 

- Harus berlaku sebagai seorang yang terdidik baik dalam 

segenap tingkah laku. Yang tidak disukai sendiri, jangan 

dilakukan terhadap orang lain. Harus menghindari kemabukan 

baik di rumah maupun di jalan (Tob.4:14-15). 

- Harus memberi makanan kepada yang lapar dan member 

pakaian kepada yang telanjang. Apa yang berlebih-lebihan 

harus diberikan sebagai sedekah. Orang-orang berdosa jangan 

diberi makanan (Tob.4:16-17).  

- Harus meminta nasihat dari setiap orang yang arif dan jangan 

menghina nasihat yang bermanfaat (Tob.4:18). 

- Harus memuji TUHAN Allah setiap waktu dan meminta 

kepada-Nya, supaya segala jalan hidup menjadi lurus dan 

supaya segala lorong serta rencana berhasil baik (Tob.4:19). 

- Demikianlah pengarang Kitab Tobit ingin mengajak para 

pembaca atau pendengar untuk menjadi seorang ‘mulia, baik, 

benar, dan penderma’ (Tob.7:6; 9:6]) seperti yang telah 

dicontohkan Tobit, Tobia, dan Sara. 

 

3. Sumber Tulisan Kitab Tobit 

Kitab Tobit mendapat banyak inspirasi dari narasi-narasi yang terdapat 

dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama yang berusia lebih tua. Narasi-narasi 

tentang para Bapa Bangsa yang terdapat dalam Kitab Kejadian, seperti narasi 

Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dan nenek moyang lain, cukup banyak 

mempengaruhi penulisan Kitab Tobit (Tob.4:12). Selain itu, Kitab Tobit 

memiliki persamaan dengan suatu narasi populer dalam Bahasa Asyur dan 

 189 

  

Bahasa Aram mengenai seorang bijak bernama Ahikar (Tob 1:22; 2:10; 

11:19; 14:10).  

Narasi populer yang berjudul ‘Hikmat Ahikar’ ini telah dikenal 

sekurang-kurangnya dalam Abad Kelima sM. Berhubung maksud utama 

penulisan Kitab Tobit adalah untuk mengajarkan melalui teladan atau contoh 

suatu model cara hidup orang Yahudi yang ideal, dapat diperkirakan bahwa 

Kitab Tobit berasal dari periode yang sama dengan Kitab Rut, Kitab Ester, 

dan Kitab Yudit. Periode itu di sekitar zaman sesudah pembuangan, entah di 

zaman akhir pemerintahan Kerajaan Persia atau di zaman awal pemerintahan 

Kekaisaran Yunani (Tob.14:4).  

Dalam tradisi perkawinan Yahudi dan Kristen, Kitab Tobit memegang 

peranan yang cukup penting. Selain dibacakan dalam upacara perkawinan, 

doa Tobia dan Sara (Tob.8:5-8) seringkali didoakan kedua mempelai. 

Sebagaimana dikisahkan dalam kitab, keluarga Tobit memang patut menjadi 

teladan setiap keluarga Yahudi dan Kristen, terutama yang ingin menempuh 

jalan kebenaran dan kesalehan seumur hidup dengan banyak serta sering 

melakukan kebajikan kepada para saudara (Tob.1:3). 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Kitab Tobit termasuk dalam deretan kitab yang tidak terdapat dalam 

Kitab Suci berbahasa Ibrani. Akan tetapi, Gereja Katolik menerimanya 

sebagai Kitab Suci yang resmi. Sama seperti Kitab Rut dan Kitab Ester, 

Kitab Tobit juga memuat narasi tentang kepahlawanan dan keteladanan 

tokoh-tokoh tertentu dalam sejarah Bangsa Israel. 

(2) Kitab Tobit mendapat banyak inspirasi dari narasi-narasi yang terdapat 

dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama yang berusia lebih tua. Narasi-narasi 

tentang para Bapa Bangsa yang terdapat dalam Kitab Kejadian, seperti 

 190 

  

narasi Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dan nenek moyang lain, cukup 

banyak mempengaruhi penulisan Kitab Tobit (Tob.4:12). 

(3) Dalam tradisi perkawinan Yahudi dan Kristen, Kitab Tobit memegang 

peranan yang cukup penting. Selain dibacakan dalam upacara 

perkawinan, doa Tobia dan Sara (Tob.8:5-8) seringkali didoakan kedua 

mempelai.