an bahwa ia wafat pada usia 36
tahun. Sementara itu, teks 2Raj.18:2 menyatakan bahwa pengganti Raja
Ahaz, yaitu Raja Hizkia, naik takhta pada usia 25 tahun. Selain itu, ia
memerintah 29 tahun lamanya. Kronologi ini sulit dipahami. Dari dua data
itu, harus disimpulkan bahwa Raja Hizkia lahir pada saat Raja Ahaz berusia
sebelas tahun. Perkara-perkara sederhana semacam itu menjadi penting jika
digunakan untuk memahami nubuat nabi Yesaya yang terdapat dalam teks
Yes.7:1-25. Banyak hal yang seperti ini sehingga haruslah berhati-hati saat
mau menggunakan data-data sejarah, terutama data kronologis dari Kitab 1-
2Raja-raja untuk merekonstruksi sejarah pada umumnya.
C. RANGKUMAN
131
(1) Kitab Raja-raja melanjutkan narasi yang sudah dikisahkan dalam Kitab
1-2Samuel. Indikasi ini paling nampak dalam narasi mengenai ‘suksesi
raja Daud’. Narasi itu membentang dari teks 2Sam.9-20 sampai dengan
teks 1Raj.1-2.
(2) Allah tetap memegang teguh janji-Nya. Akan tetapi, Bangsa Israel telah
berlaku tidak setia kepada Allah. Dengan pesan ini, penulis Kitab 1-
2Raja-Raja ingin mengajar bangsa Israel yang telah mengalami
kehancuran kerajaan dan pembuangan ke Babel. Pesan bertujuan supaya
Bangsa Israel mulai membangun kembali kesetiaan kepada Allah jika
masih mengharapkan pelaksanaan janji Allah kepada Daud. Menurut
penulis, harapan tetap ada sejauh Bangsa Israel kembali berlaku setia
kepada Allah.
(3) Salah satu tema lain yang juga memiliki makna penting dalam konteks
Kitab 1-2Raja-raja adalah Pembaharuan Yosia atau seringkali juga
disebut ‘Pembaharuan Deuteronomistis’. Narasi ini dapat dijumpai
dalam teks 2Raj.22-23.
TINJAUAN KITAB 1-2 TAWARIKH DAN TAFSIRAN ATAS
Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, dan 1-2Kitab Makabe
sering mendapat sebutan ‘Kitab-kitab Sejarah Kemudian’. Pembuat istilah ini
menggunakannya untuk membedakan keempat kitab ini dengan Kitab-Kitab
Sejarah yang sebelumnya, yaitu Kitab Yosua, Kitab Hakim-Hakim, Kitab 1-
2Samuel, dan Kitab 1-2Raja-Raja. Kitab-kitab ini sering mendapat sebutan
‘Kitab-kitab Sejarah Terdahulu’. Jika ‘Kitab-kitab Sejarah Terdahulu’
mengisahkan sejarah Bangsa Israel dari zaman pendudukan Tanah Kanaan
(1250 sM) sampai zaman pembuangan ke Babel (586 sM), ‘Kitab-kitab
Sejarah Kemudian’ mengisahkan sejarah Bangsa Israel dari zaman keluaran
dari Babel (538 sM) sampai zaman perang kemerdekaan (135 sM). Dengan
kata lain, Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, dan Kitab 1-
134
2Makabe melanjutkan terus narasi sejarah Bangsa Israel yang sudah
dikisahkan dalam Kitab Yosua, Kitab Hakim-hakim, Kitab 1-2Samuel, dan
Kitab 1-2Raja-raja.
Mereka yang sudah membaca Kitab 1-2Tawarikh akan segera
menyadari bahwa banyak narasi yang terdapat di dalamnya dapat dijumpai
juga di dalam Kitab1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-raja. Orang mengatakan
bahwa kira-kira 50% bahan yang terdapat dalam Kitab 1-2Tawarikh
merupakan pengulangan dari bahan yang berasal dari Kitab 1-2Samuel dan
Kitab 1-2Raja-Raja. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sampai
beberapa waktu yang lalu, para ahli tidak memberi perhatian yang memadai
bagi kitab-kitab ini.
Tidak diketahui persis siapa yang menulis Kitab 1-2Tawarikh kendati
tradisi Yahudi menyebut bahwa penulisnya adalah Ezra. Gagasan ini memang
masuk akal. Alasannya, dalam urutan yang ada, Kitab 1-2Tawarikh segera
diikuti Kitab Ezra. Tambahan lagi, jika diperhatikan dengan saksama, bagian
akhir Kitab 1-2Tawarikh (2Taw.36:22-23) diulang secara harafiah pada
pembukaan Kitab Ezra (Ezr.1:1-3a). Kendati demikian, hampir semua ahli
menyatakan bahwa penulis kitab ini tidak diketahui. Banyak yang menduga
bahwa kitab ini ditulis seorang dari kelompok Lewi. Meskipun banyak
mengulang atau mengisahkan kembali yang sudah disinggung dalam Kitab 1-
2Samuel dan Kitab 1-2Raja-Raja, dalam arti tertentu Kitab 1-2Tawarikh
dapat disebut sebagai narasi lanjutan Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-
Raja. Alasannya, kitab ini banyak juga menambahkan narasi baru yang belum
disinggung sebelumnya,
Istilah ‘Tawarikh’ datang dari Bahasa Arab ‘tawāruth’ atau ‘tawārud’.
Artinya, ‘rangkaian’ narasi. Kitab Suci Ibrani menyebut Kitab 1-2Tawarikh
sebagai ‘Dibrê Hayyāmîm’. Artinya, ‘hal-hal sehari-hari’. Sementara itu,
Kitab Suci Yunani (Septuaginta) menyebut kitab itu sebagai
135
‘Paraleipomenōn’. Artinya, ‘dari yang lampau’. Sedangkan Kitab Suci Latin
menyebutnya sebagai ‘verba dierum’. Artinya, ‘berita harian’ atau ‘kronik’
(dalam Bahasa Latin disebut ‘chronic’). Kitab 1-2Tawarikh mendapat
macam-macam sebutan itu karena memang memuat ‘rangkaian narasi dari
hari ke hari tentang sejarah masa lampau Bangsa Israel’. Dengan
memerhatikan aneka macam sebutan tersebut, Kitab 1-2Tawarikh tidak lain
adalah semacam ‘kronik sejarah bangsa Israel’ (St. Hieronimus) dari Adam
sampai akhir pembuangan di Babel.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Daftar Isi Kitab 1-2Tawarikh
Sebagian besar Kitab 1Tawarikh memuat gambaran tokoh penting,
yaitu Raja Daud dan karya-karyanya (1Taw.11-29). Sebagai persiapan Kitab
1Tawarikh memberikan daftar silsilah dari Adam sampai Yakub (1Taw.1).
Daftar itu berlanjut lagi mulai dari keturunan Yakub yang terwujud dalam
keduabelas suku (1Taw.2-9). Kitab ini menyajikan daftar dari suku Yehuda
(Suku Daud), Suku Lewi (suku pengarang Kitab 1-2Tawarikh), dan Suku
Benyamin (Suku Saul) dalam wujud lebih lengkap daripada daftar suku-suku
lain. Teks 1Tawarikh 10 memuat narasi tentang pertempuran Israel-Filistin di
pegunungan Gilboa dan kematian raja Saul. Teks tersebut menjadi persiapan
terakhir bagi pemerintahan Raja Daud.
Sejumlah peristiwa dalam Kitab 1Tawarikh mengisahkan ulang
peristiwa dalam Kitab 2Samuel. Misalnya, perebutan kota Yerusalem,
perang-perang dengan bangsa Filistin, Amon dan Edom, dan pembangungan
istana. Teks ini menggambarkan dengan panjang lebar segala usaha dan jasa
Raja Daud bagi ibadat di Yerusalem dan bagi Bait Allah yang didirikan oleh
anaknya. Alur narasi kitab itu dapat disusun berikut ini.
136
- Tabut Perjanjian dibawa ke Yerusalem (1Taw.13.15.16)
- Keingingan untuk mendirikan rumah YHWH (1Taw.17)
- Persiapan bagi pembangunan dan bagi organisasi ibadat
(1Taw.21-26.28.19)
Segala unsur negatif atau kurang positif dari Kitab 2Samuel tidak
dimasukkan pengarang Kitab 1-2Tawarikh. Hanya sensus yang memuat dosa
dalam teks 2Sam.24 dikisahkan kembali dalam teks 1Taw.21 karena
peristiwa itu berhubungan dengan tempat di mana Bait Allah nantinya akan
didirikan. Untuk itu, pembacaan lebih rinci akan membuka diskusi lebih
lanjut terkait peristiwa yang dinarasikan ini.
Teks 2Taw.1-9 menyampaikan narasi pemerintahan Raja Salomo.
Sebagian besar dari sembilan bab ini yang mencakup teks 2Taw.2-7 dipakai
untuk mengisahkan usaha Raja Salomo bagi Bait Allah di Yerusalem. Akan
tetapi, orang mendapat kesan, bahwa Raja Salomo tidak digambarkan sebagai
‘raja mandiri’ sebagaimana muncul dalam gagasan Kitab 2Raja-Raja, tetapi
lebih-lebih digambarkan sebagai pelaksana rencana-rencana yang telah
dipersiapkan ayahnya, Raja Daud.
Dalam bagian kedua dari Kitab 2Tawarikh (2Taw.10-36), kelanjutan
sejarah dinarasikan. Akan tetapi, proses menarasikan itu tidak seperti dalam
Kitab 1-2Raja-Raja dengan peristiwa dalam Kerajaan Utara (Israel) dan
dalam Kerajaan Selatan (Yehuda). Sebaliknya, yang dinarasikan hanya
sejarah Kerajaan Selatan. Kerajaan Utara dengan raja-raja dan peristiwa-
peristiwa yang terjadi di sana disinggung sepintas saja. Kerajaan Utara
disunggung hanya jika terdapat titik temunya dengan Kerajaan Yehuda.
Semua Raja Yehuda dibahas. Akan tetapi, panjang ‘laporan’-nya bergantung
pada jasa raja yang bersangkutan bagi Yahwisme dan Bait Allah.
137
Dalam pemaparan itu Raja Salomo tampil ke muka sebagai raja yang
‘melanjutkan jalan ayahnya Daud dahulu’. Dalam hal ini jalur yang harus
dijalani Raja Salomo adalah deretan raja-raja Yosafat (2Taw.17-20), Hizkia
(2Taw.29-32), dan Yosia (2Taw.34-35). Bab terakhir (2Taw.36)
menyampaikan dengan singkat peristiwa pada 587 sM, yang disusul dua ayat
(2Taw.36:22-23) dengan dekrit Raja Koresy yang mengumumkan
pembebasan dari orang buangan Yehuda. Dengan memerhatikan alur tersebut
garis besar Kitab 1-2Tawarikh adalah sebagai berikut.
- Silsilah dari Adam sampai Saul (1Taw.1-9)
- Silsilah pemerintahan Raja Daud (1Taw.10-29)
- Sejarah pemerintahan Raja Salomo (2Taw.1-9)
- Sejarah Raja-raja Yehuda sampai akhir pembuangan (2Taw.10-
36)
2. Sumber-Sumber Kitab 1-2Tawarikh
Seperti halnya dengan Kitab 1-2Raja-raja, pengarang Kitab 1-
2Tawarikh juga menggunakan banyak sumber informasi (32 sumber) dalam
menyusun karyanya. Sejumlah sumber disebutnya dengan judul yang resmi.
Dalam Kitab 1-2Tawarikh sendiri disebut sejumlah sumber informasi yang
digunakan penulis dalam penyusunan kitabnya.
(1) Kitab Raja-raja Israel (1Taw.9:1)
(2) Riwayat Samuel Pelihat (1Taw.29:29)
(3) Riwayat Nabi Natan (1Taw.29:29)
(4) Riwayat Gad Pelihat (1Taw.29:29)
(5) Riwayat Semaya Nabi dan Ido Pelihat (2Taw.12:15)
(6) Kitab Sejarah Nabi Ido (2Taw.13:22)
138
(7) Kitab Raja-raja Yehuda dan Israel (2Taw.16:11)
(8) Tafsiran Kitab Raja-raja (2Taw.24:27)
(9) Penglihatan Nabi Yesaya bin Amos (2Taw.32:32)
(10) Riwayat Raja-raja Israel (2Taw.33:18)
(11) Riwayat Para Pelihat (2Taw.33:19)
(12) Syair-syair Ratapan (2Taw.35:25)
Mengingat banyaknya sumber tertulis yang digunakan sebagai bahan
informasi, dapat dipastikan bahwa Kitab 1-2Tawarikh cukup terjamin
kebenarannya.
Secara global, dapat dikatakan bahwa sumber yang paling penting
adalah berikut ini.
(1) Kejadian, Keluaran, Imamat, dan Bilangan dalam redaksi
Tradisi Priesterkodex (terutama silsilah)
(2) Kisah Sejarah Deuteronomistis
(3) Memoar Ezra
(4) Memoar Nehemia
Dalam banyak hal, Kitab 1-2Tawarikh sering hanya mengulang kata
per-kata Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-Raja (2Sam.5:1-3 dan
1Taw.1:1-3; 1Raj.10:26-29 dan 1Taw.1:14-17). Akan tetapi, dengan
memerhatikan banyak pengurangan dan penambahan yang terdapat dalam
Kitab 1-2Tawarikh, pembaca yang teliti akan menemukan perbedaan yang
cukup mendasar antara kedua (ketiga) kitab ini.
Jika dibandingkan dengan teliti, perikop dari Kitab 2Raja-Raja tentang
seorang raja Yehuda dan perikop dari Kitab 2Tawarikh tentang raja yang
139
sama, akan terlihat banyak perbedaan yang kadang-kadang agak kecil. Akan
tetapi, perbedaan itu juga kadang-kadang sangat penting. Nilai penting itu
ditemukan dalam semua bagian dari Kitab 1-2Tawarikh. Dari kenyataan ini
dapat ditarik beberapa kesimpulan.
(1) Ada yang mengatakan bahwa pengarang Kitab 1-2Tawarikh
adalah seorang bodoh yang memalsukan sejarah.
(2) Ahli lain berpendapat bahwa pengarang Kitab 1-2Tawarikh
tidak mempergunakan Kitab 1-2Raja-Raja, melainkan sejumlah
sumber yang juga dipakai Kitab 1-2Raja-Raja. Akan tetapi,
kesamaan dalam banyak rinci itu mendukung pendapat bahwa
pengarang menggunakan Kitab 1-2Raja-Raja.
(3) Ada yang menduga bahwa pengarang Kitab 1-2Tawarikh
menggunakan Kitab 1-2Raja-Raja dalam saduran yang lebih
lengkap daripada saduran di dalam Kitab Suci.
(4) Pendapat yang sekarang ini paling umum adalah bahwa
pengarang menggunakan Kitab 1-2Raja-Raja dan di sana-sini
memasukkan informasi dari sumber-sumber lain. Informasi,
baik dari Kitab 1-2Raja-Raja maupun dari sumber lain, dipilih
dan digunakan sebagai ilustrasi atau bukti dari tujuan pokok,
yaitu mengisahkan sejarah teokrasi davidis sebelum dan
sesudah pembuangan, dan narasi itu dimaksudkan sebagai
pelajaran dan peringatan bagi kawan-kawan se-zaman. Dengan
demikian, Kitab 1-2Raja-Raja mendekati ‘kisah-kisah historis’
dari teks Sir.40-49 dan teks Keb.10-19.
3. Beberapa Pokok Penting Kitab 1-2Tawarikh
140
Ada sejumlah pokok bahasan penting yang bisa diperhatikan dari Kitab
1-2Tawarikh.
a. Bait Allah sebagai Pusat
Hampir seluruh perhatian penulis kitab ini berpusat pada Bait Allah di
Yerusalem serta ibadahnya. Pusat perhatian itu mulai dengan persiapan-
persiapannya di zaman Daud sampai dengan pemulihannya di zaman akhir
pembuangan (1Taw.22:2-19; 28:1-29:9; 2Taw.36:22-23). Petugas-petugas
ibadah seperti para imam dan orang-orang Lewi yang bertugas menjadi
pengawas Bait Allah, pengatur dan hakim, penunggu pintu gerbang, dan
penyanyi (1Taw.23:1-5) juga mendapat perhatian khusus penulis (1Taw.24-
26).
Raja-raja dinilai berdasarkan perbuatan-perbuatan mereka sehubungan
dengan Bait Allah dan ibadah kepada Allah. Misalnya, Yerobeam yang dinilai
jahat.
“Menyingkirkan imam-imam Allah, anak-anak Harun itu, dan orang-
orang Lewi, lalu mengangkat imam-imam menurut kebiasaan bangsa-
bangsa negeri-negeri lain, sehingga setiap orang yang datang untuk
ditahbiskan dengan seekor lembu jantan muda dan tujuh ekor domba
jantan, dijadikan imam untuk sesuatu yang bukan Allah” (2Taw.13:9).
Sebaliknya, Raja Hizkia dan Raja Yosia dinilai baik karena mereka
‘mendatangkan para imam dan orang-orang Lewi’ (2Taw.39:4). Keduanya
juga memerintahkan kepada kedua kelompok petugas ibadah untuk ‘berdiri
di hadapan-Nya untuk melayani Dia, untuk menyelenggarakan kebaktian dan
membakar korban bagi-Nya’ (2Taw.29:11). Pembaharu ibadah yang
dilaksanakan oleh kedua raja yang baik ini dikisahkan dengan panjang lebar
dan terperinci oleh penulis dalam kitabnya (2Taw.29-31; 34-35; 2Raj.18:4;
141
22-23). Terlebih lagi Daud dan Salomo. Kedua tokoh pembangun Bait Allah
di Yerusalem ini dipuji setinggi selangit penulis karena jasa-jasa mereka
dalam merintis ibadah resmi kepada Allah. Mereka ditampilkan penulis
bukan sebagai pahlawan perang atau negarawan yang unggul (1Sam.16 -
1Raj.11), melainkan sebagai palandas dan pengatur ibadah (1Taw.10 -
2Taw.9).
Daud menjadi tokoh yang memindahkan Tabut Perjanjian ke
Yerusalem. Ia juga mengangkat sejumlah imam dan orang Lewi sebagai
pelayan di hadapan tabut itu (1Taw.15-16). Selanjutnya ia juga yang merintis
dan mempersiapkan pembangunan Bait Allah di Yerusalem dengan
menyediakan bahan bangunan dan para tukang, serta memerintahkan kepada
Salomo untuk segera mendirikan rumah Allah itu (1Taw.22; 28-29).
Selanjutnya, Salomo menjadi tokoh yang mulai mendirikan dan
menyelesaikan Bait Allah, serta memperlengkapinya dengan segala macam
barang-barang kudus yang merupakan sarana ibadah (2Taw.2-5). Menjadi
jelas bahwa pikiran penulis Kitab 1-2Tawarikh terpusat pada ibadah.
Akibatnya, tindakan-tindakan politik seperti perang juga digambarkan
sebagai upacara ibadah yang meriah (2Taw.20). Ringkas kata, penulis Kitab
1-2Tawarikh ingin menyajikan suatu ‘sejarah kudus’ bagi Bangsa Israel.
Oleh karena itu, dari seluruh sejarah Bangsa Israel, hanya dipilih dan
ditonjolkan yang bertalian dengan yang kudus, yang terpisah dari dunia ramai
dan yang menyangkut kebaktian kepada Allah.
Menurut para ahli, Kitab 1-2Tawarikh, terutama bagian inti yang
mencakup teks 1Taw.10 - 2Taw.34 ditulis langsung sesudah ajakan Hagai dan
Zakharia untuk membangun kembali Bait Allah (Ezr.5:1; 6:14; Hag.1-2;
Za.1-14) pada 516 sM. Bagian itu ditulis sebagai pegangan dan pedoman
(semacam ‘cetak biru’) bagi Bangsa Israel yang baru saja kembali dari
pembuangan dan mengalami suatu masa paceklik (Hag.1:4-11) serta
142
perlawanan dari orang Samaria (Ezr.4:1-24). Penulis Kitab 1-2Tawarikh
ingin mengajak orang sebangsanya untuk meninjau kembali ‘sejarah kudus’
mereka, sekaligus menimba pelajaran dari sejarah itu. Kegagalan masa
lampau dan contoh kesetiaan Raja Daud hendaknya menjadi pelajaran
berharga bagi yang baru kembali dari pembuangan. Sejarah telah
membuktikan bahwa jika hidup kudus seperti Raja Daud, Bangsa Israel akan
diberkati Allah. Sebaliknya, jika menajiskan diri dengan dewa kesia-siaan,
Bangsa Israel akan ditimpa malapetaka.
Bangsa Israel harus mengusahakan kembali kekudusan mereka dengan
membangun Bait Allah dan melaksanakan ibadah seperti dahulu. Jika perlu,
mereka harus mengangkat kembali seorang raja seperti Raja Daud. Raja
seperti itu akan mengabdikan diri sepenuhnya bukan untuk kejayaan politik,
melainkan untuk kemuliaan ibadah kepada Allah.
“Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem,
yang terletak di Yehuda!” (2Taw.36:23).
Dengan demikian, Kitab 1-2Tawarikh telah merintis suatu pandangan
baru tentang bentuk bangsa Israel sesudah pembuangan. Bentuk yang dicita-
citakan Kitab 1-2Tawarikh adalah sekumpulan umat yang setia kepada Allah.
Umat kudus yang rajin beribadah itu terpimpin seorang raja seperti Raja
Daud. Untuk mencapai kondisi ini, yang harus diusahakan Bangsa Israel
adalah ‘kekudusan’ di hadapan Allah, bukan ‘kekuasaan’ politik.
b. Dogma (Teori) Pembalasan di Bumi
Dogma (Teori) Pembalasan di Bumi yang begitu lama mempengaruhi
alam pikiran Bangsa Israel merupakan gagasan yang penting dalam Kitab 1-
2Tawarikh. Dalam Kitab 1-2Raja-raja, dogma itu diterapkan lebih-lebih pada
143
kolektivitas, walaupun pembalasan individual juga terdapat di situ. Akan
tetapi, Kitab 1-2Tawarikh lebih menekankan pembalasan individual dengan
kepastian yang hampir matematis. Yang dimaksudkan adalah kejujuran selalu
menyebabkan secara langsung kesejahteraan. Sedangkan kejahatan selalu
menyebabkan nasib yang buruk. Jika perlu, pengarang Kitab 1-2Tawarikh
memasukkan alasan bagi nasib yang baik atau yang buruk, walaupun alasan
itu tidak tercantum dalam sumbernya.
Sebagai contoh dapat dikutip teks 1Raj.15. Teks tersebut memuat narasi
bahwa Raja Asa adalah raja yang baik dan jujur. Akan tetapi, pada akhir
hidupnya raja itu menderita sakit pada kedua kakinya. Untuk menerangkan
penyakit ini, pengarang menyisipkan unsur dosa dalam narasinya tentang
Raja Asa (2Taw.16:7-10). Menurut teks 2Raj.15:3 dan teks 2Taw.26:4, Raja
Azaya (atau kerap disebut sebagia Raja Uzia) adalah raja yang baik. akan
tetapi, tetapi teks 2Raj.15:5 mengungkapkan bahwa ia dihukum Allah dengan
sakit kusta. Kitab 2Raja-Raja tidak memberikan alasannya. Akan tetapi, Kitab
1-2Tawarikh menyisipkan narasi tentang dosa (2Taw.26:16-21). Demikian
juga halnya dengan narasi Raja Manasye. Kitab 2Raja-Raja mengungkapkan
bahwa Raja Manasye adalah seorang raja yang jahat (2Raj.21). Akan tetapi,
ia memerintah amat panjang, yaitu 55 tahun. Menurut Teori Pembalasan di
Bumi, kondisi semacam ini tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, Kitab 1-
2Tawarikh menyisipkan narasi upaya Raja Manasye untuk bertobat
(2Taw.33:12-13).
c. Kerajaan Daud
Menurut Kitab 1-2Tawarikh, Kerajaan Daud adalah kerajaan satu-
satunya yang sah. Kerajaan Daud adalah kerajaan Allah di bumi ini. Gagasan
tersebut mengemuka dalam pidato dan juga koreksi tambahan terhadap
sumber yang dipakai. Misalnya, teks 2Taw.13:4-12.
144
4 Lalu Abia berdiri di atas gunung Zemaraim, yang termasuk
pegunungan Efraim, dan berkata: “Dengarlah kepadaku, Yerobeam
dan seluruh Israel! 5 Tidakkah kamu tahu, bahwa TUHAN Allah
Israel telah memberikan kuasa kerajaan atas Israel kepada Daud dan
anak-anaknya untuk selama-lamanya dengan suatu perjanjian
garam? 6 Tetapi Yerobeam bin Nebat, hamba Salomo bin Daud,
telah bangkit memberontak melawan tuannya. 7 Petualang-
petualang, orang-orang dursila, berhimpun padanya; mereka
terlalu kuat bagi Rehabeam bin Salomo, yang masih muda dan
belum teguh hati, dan yang tidak dapat mempertahankan diri
terhadap mereka. 8 Tentu kamu menyangka, bahwa kamu dapat
mempertahankan diri terhadap kerajaan TUHAN, yang dipegang
keturunan Daud, karena jumlah kamu besar dan karena pada kamu
ada anak lembu emas yang dibuat Yerobeam untuk kamu menjadi
allah. 9 Bukankah kamu telah menyingkirkan imam-imam TUHAN,
anak-anak Harun itu, dan orang-orang Lewi, lalu mengangkat
imam-imam menurut kebiasaan bangsa-bangsa negeri-negeri lain,
sehingga setiap orang yang datang untuk ditahbiskan dengan seekor
lembu jantan muda dan tujuh ekor domba jantan, dijadikan imam
untuk sesuatu yang bukan Allah. 10 Tetapi kami ini, Tuhanlah Allah
kami, dan kami tidak meninggalkan-Nya. Dan anak-anak Harunlah
yang melayani TUHAN sebagai imam, sedang orang Lewi
menunaikan tugasnya, 11 yakni setiap pagi dan setiap petang mereka
membakar bagi TUHAN korban bakaran dan ukupan dari wangi-
wangian, menyusun roti sajian di atas meja yang tahir, dan mengatur
kandil emas dengan pelita-pelitanya untuk dinyalakan setiap petang,
karena kamilah yang memelihara kewajiban kami terhadap
145
TUHAN, Allah kami, tetapi kamulah yang meninggalkan-Nya. 12
Lihatlah, pada pihak kami Allah yang memimpin, sedang imam-
imam-Nya siap meniup tanda serangan terhadap kamu dengan nafiri
isyarat-isyarat. Hai orang Israel, jangan kamu berperang melawan
TUHAN, Allah nenek moyangmu, karena kamu tidak akan
beruntung!”
Menurut teks 2Taw.13:4-12 perpecahan kerajaan terjadi karena Raja
Yerobeam memberontak dan Raja Rehabeam tidak kuasa melawan para
petualang atau orang dursila yang menekannya (2Taw.13:6-7]. Perhatikan
juga bahwa teks 2Taw.13:8 mengungkapkan Kerajaan Daud adalah Kerajaan
Allah. Oleh karena itu, memisahkan diri dari Kerajaan Daud sama dengan
memisahkan diri dari Kerajaan Allah sendiri. Merekalah yang meninggalkan
Tuhan (2Taw.13:11).
Dengan memperhatikan perincian seperti itu yang diubah dibandingkan
dengan sumbernya (Kitab 1Raja-Raja), dapat dimengerti mengapa sejarah
Kerajaan Utara tidak dimasukkan dalam Kitab 1-2Tawarikh, meskipun
sumbernya Kitab 1Raja-Raja memuatnya. Pandangan Kitab 1-2Raja-Raja
memang negatif terhadap Kerajaan Utara (Kerajaan Yehuda dipandang lebih
baik). Akan tetapi, menurut Kitab 1-2Tawarikh, ada perbedaan antara
Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel. Kerajaan Yehuda adalah kerajaan yang
sah. Sebaliknya, Kerajaan Israel adalah kerajaan yang tidak sah. Rakyat
Kerajaan Yehuda sesudah pembuangan melanjutkan secara sah Kerajaan
Daud ini.
C. RANGKUMAN
(1) Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, dan 1-2Kitab Makabe
sering mendapat sebutan ‘Kitab-kitab Sejarah Kemudian’. Pembuat
146
istilah ini menggunakannya untuk membedakan keempat kitab ini
dengan Kitab-Kitab Sejarah yang sebelumnya, yaitu Kitab Yosua, Kitab
Hakim-Hakim, Kitab 1-2Samuel, dan Kitab 1-2Raja-Raja.
(2) Seperti halnya dengan Kitab 1-2Raja-raja, pengarang Kitab 1-2Tawarikh
juga menggunakan banyak sumber informasi (32 sumber) dalam
menyusun karyanya. Sejumlah sumber disebutnya dengan judul yang
resmi. Dalam Kitab 1-2Tawarikh sendiri disebut sejumlah sumber
informasi yang digunakan penulis dalam penyusunan kitabnya.
(3) Menurut Kitab 1-2Tawarikh, ada perbedaan antara Kerajaan Yehuda dan
Kerajaan Israel. Kerajaan Yehuda adalah kerajaan yang sah. Sebaliknya,
Kerajaan Israel adalah kerajaan yang tidak sah. Rakyat Kerajaan Yehuda
sesudah pembuangan melanjutkan secara sah Kerajaan Daud ini.
TINJAUAN KITAB EZRA-NEHEMIA DAN TAFSIRAN ATAS
Kitab Ezra dan Kitab Nehemia merupakan lanjutan Kitab 1-2Tawarikh.
Ada indikasi juga bahwa pengarang yang sama menulis kedua kitab tersebut.
Ini bukan hanya nampak jelas dari gaya bahasa dan gagasan pokok yang
sama, melainkan juga karena penutup Kitab 1-2Tawarikh persis sama dengan
permulaan Kitab Ezra (2Taw.36:22-23 dan Ezr.1:1-3). Jika akhir Kitab 1-
2Tawarikh mengisahkan perintah Koresy, Raja Persia, kepada orang buangan
untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Allah
(2Taw.36:22-23), awal Kitab Ezra mengisahkan perjuangan mereka pulang
ke Yerusalem dengan membawa serta perlengkapan Bait Allah (Ezr.1:5-11).
Selanjutnya, Kitab Ezra dan Kitab Nehemia mengisahkan secara terperinci
proses pembangunan kembali Bait Allah dan tembok Yerusalem, serta
149
tantangan dan perlawanan dari orang Samaria (Ezr.3 – Neh.13). Aslinya,
Kitab Ezra dan Kitab Nehemia hanya satu kitab.
Dalam Kitab Suci Ibrani dan Kitab Suci Yunani, kedua kitab ini ditulis
bersambung dengan menggunakan judul ‘Ezra-Nehemia’ (dalam Bahasa
Ibrani disebut ‘ezrā’ nehemeyāh) atau ‘Esdras B’ (dalam Bahasa Yunani
disebut ‘’). Kitab itu mendapat sebutan ‘Esdras B’ karena Kitab
Suci Yunani (Septuaginta) juga memuat sebuah narasi apokrip yang diberi
nama ‘Esdras A’ (dalam Bahasa Yunani disebut ‘’). Selanjutnya,
di zaman Kristen, Kitab ‘Ezra-Nehemia’ atau ‘Esdras B’ dibagi menjadi dua
kitab. Masing-masing dengan nama ‘kitab Ezra I’ dan ‘Kitab Ezra II’.
Sementara itu, Kitab Suci Latin (Vulgata) menyebut kedua kitab ini sebagai
‘Liber Ezdræ I’ dan ‘Liber Ezdræ II’. Sedangkan Kitab Ezra apokrip
mendapat sebutan ‘Liber Ezdræ III’. Lama-kelamaan orang lebih suka
menamakan kedua kitab tersebut dengan nama kedua tokoh utamanya, yaitu
Ezra dan Nehemia. Dengan demikian, ‘kitab Ezra I’ lebih lazim mendapat
sebutan ‘Kitab Ezra’ saja. Sedangkan ‘Kitab Ezra II’ lebih lazim mendapat
sebutan ‘Kitab Nehemia’. Sebutan yang lazim inilah kemudian dipakai
sebagai judul resmi dalam terbitan-terbitan sekarang.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Identitas Ezra dan Nehemia
Tokoh Ezra dan Nehemia adalah dua orang yang sangat berjasa dalam
menertibkan kekacauan yang merambat dalam jemaat Yahudi yang baru
kembali dari pembuangan. Ezra adalah seorang imam dan ahli kitab yang
ditugaskan Artahsasta, Raja Persia, untuk mengatur masyarakat Yahudi di
Palestina yang kacau-balau (Ezr.7:1-28). Ezra adalah juga seorang pejabat
tinggi di istana Raja Persia yang bertugas menangani urusan-urusan
masyarakat Yahudi yang berada dalam wilayah kerajaan Persia. Oleh karena
150
pada periode tersebut (458 sM) terjadi kekacauan besar dalam masyarakat
Yahudi di Palestina, Ezra diutus Raja Persia pulang ke Palestina dan
menertibkan kekacauan tersebut dengan berpedoman pada hukum Taurat.
“Maka engkau, hai Ezra, angkatlah pemimpin-pemimpin dan hakim-
hakim sesuai dengan hikmat Allahmu yang menjadi peganganmu,
supaya mereka menghakimi seluruh rakyat yang diam di daerah
seberang sungai Efrat, yaitu semua orang yang mengetahui hukum
Allahmu; dan orang yang belum mengetahuinya haruslah kauajar.
Setiap orang, yang tidak melakukan hukum Allahmu dan hukum raja,
harus dihukum dengan seksama, baik dengan hukuman mati, maupun
dengan pembuangan, dengan hukuman denda atau hukuman
penjara!” (Ezr.7:25-26).
Setelah melaksanakan tugasnya, Ezra menuliskan
pengalamannya sebagai laporan resmi kepada Raja Persia. Jika Ezra
adalah juru tulis Raja Persia (Ezr.7:6.11.12), Nehemia adalah juru
minuman Raja Persia (Neh.1:11; 2:1). Lain dengan Ezra yang diutus
Raja Persia untuk mewajibkan jemaat Yahudi mematuhi Hukum Taurat,
Nehemia meminta izin sendiri kepada Raja Persia supaya dapat pulang
ke Yerusalem dan membangun kembali tembok kota yang telah
terbongkar serta pintu gerbangnya yang telah terbakar (Neh.2:1-10).
Artahsasta, Raja Persia, mengabulkan permintaan Nehemia dan
mengutusnya ke Palestina lengkap dengan surat kuasa raja untuk para
bupati terkait. Demikianlah Nehemia tiba di Yerusalem dan mulai
membangun kembali reruntuhan tembok dan pintu gerbang kota
Yerusalem (Neh.3-7). Menurut kitabnya sendiri, Nehemia dua kali
datang ke Yerusalem. Pertama, ia datang pada 445 sM (Neh.2:1).
151
Kedua, ia datang sesudah 433 sM (Neh.13:6). Sama seperti Ezra, setelah
melaksanakan tugasnya, Nehemia pun menulis satu berkas laporan
resmi kepada Raja Persia.
2. Susunan Kitab Ezra-Nehemia
Secara garis besar, Kitab Ezra dan kitab Nehemia dapat dibagi dengan
sistematika berikut ini.
(1) Kembali dari pembuangan dan pembangungan Bait Allah (Ezr.1-
6)
Tampaknya bahan-bahan ini diambil dari beberapa sumber
dokumenter seperti dekrit raja Koresy yang dikeluarkan pada 539
sM (Ezr.1:2-4; 5:13-15; dan 6:3-5) serta daftar yang terdapat dalam
teks Ezr.12:1-67. Catatan kecil yang patut diperhatikan adalah teks
Ezr.4:8-6:18 yang ditulis dalam Bahasa Aram.
(2) Memoar Ezra (Ezr.7-10 dan Neh.8-9)
(3) Memoar Nehemia (Neh.1:1-7:73a +11-13)
Urutan kronologis dan literer dari Kitab Ezra-Nehemia sejak dulu sudah
dipersoalkan dan tidak pernah ada kesimpulan yang memuaskan. Banyak
hipótesis sudah diajukan tetapi tidak ada yang memuaskan.
Seperti nampak dalam pembagian di atas, teks Ezr.1-6 memberikan
informasi mengenai kelompok pertama (dan kedua) orang buangan yang
kembali ke tanah Yehuda di bawah pimpinan Sesbazar (Ezr.1:8.11; 5:14.16)
dan Zerubabel (Ezr.2:2; 3:2.8; 5:2). Kedua pemimpin orang buangan ini
adalah ‘bupati’ (dalam Bahasa Ibrani disebut ‘pehāh’) Yehuda (Ezr.5:14;
Hag.1:1) yang diangkat raja Persia, Koresy. Setelah tiba kembali di
152
Yerusalem, Sezbazar langsung ‘meletakkan dasar’ pembangunan Bait Allah
(Ezr.5:16). Selanjutnya, Zerubabel yang menggantikan Sesbazar menjadi
‘bupati’, ‘memulai pekerjaan’ pembangunan Bait Allah itu (Ezr.3:8; 5:2)
sampai selesai pada 516 sM (Ezr.6:14-15). Menurut Kitab Ezra,
pembangunan Bait Allah ini terhambat oleh perlawanan orang Samaria
(Ezr.4:1-24) dari 538 sM sampai 520 sM. Akan tetapi, menurut kitab Hagai,
pembangunan Bait Allah terhambat karena kelalaian orang Yehuda sendiri
yang hanya sibuk membangun rumah mereka sendiri (Hag.1:1-2:1).
Apa pun alasannya, baik perlawanan maupun kelalaian, pembangunan
Bait Allah telah terhambat selama 19 tahun. Baru pada 520 sM, berkat
dorongan nabi Hagai dan nabi Zakharia, orang Yehuda mulai melanjutkan
kembali pembangunan Bait Allah yang sempat terhambat itu (Ezr.5:1-2;
Hag.1:12-14). Sesudah beberapa saat, raja Persia, Artahsasta, mengutus Ezra
pulang ke tanah Yehuda untuk memulihkan ketertiban di sana. Nama-nama
orang yang ikut bersama Ezra dan apa yang diperbuat olehnya dikisahkan
dalam teks Ezr.7-10.
Pertama-tama dikisahkan bagaimana Artahsasta memberikan perintah
kepada Ezra (Ezr.1:1-2:28a). Selanjutnya, dikisahkan persiapan
keberangkatan Ezra dan kawan-kawan sampai tiba di Yerusalem (Ezr.7:28b-
8:36). Akhirnya, dikisahkan tindakan Ezra terhadap perkawinan campur
(Ezr.9:1-10:44). Inti pembaharuan agama yang digalakkan Ezra adalah hidup
sesuai dengan ‘Taurat Allah’ (Ezr.7:10) atau ‘hukum dan hikmat Allah Israel’
(Ezr.7:14.25-26). Hukum Taurat melarang umat Israel kawin campur dengan
bangsa lain karena alasan keagamaan. Bangsa lain dapat menjadi jerat untuk
menyembah allah lain (Kel.34:11-16; Ul.7:1-5). Berdasarkan Hukum Taurat
itu, Ezra mengadakan upacara pertobatan dan persidangan besar bagi mereka
yang telah kawin campur. Hasilnya, penyesalan umat dan perceraian massal.
Tindakan Ezra untuk menceraikan orang yang sudah lama berkeluarga
153
rasanya kurang manusiawi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Ezra hanya mau
menerapkan hukum Taurat secara murni dan konsekuen, ‘Biarlah orang
bertindak menurut hukum Taurat’ (Ezr.10:3).
3. Asal-Usul dan Sumber Kitab Ezra-Nehemia
Perlu diperhatikan bahwa Kitab Ezra-Nehemia aslinya merupakan satu
kitab saja. Sampai Abad Pertengahan, tradisi Yahudi tetap mempertahankan
kesatuan kedua kitab ini. Sementara dalam Tradisi LXX (Septuaginta), sejak
Abad Ketiga, kitab ini menjadi dua kitab, yaitu Kitab Ezra dan Kitab
Nehemia. Alasannya, sama dengan yang pernah dibicarakan. Saat gaya
penulisan Bahasa Ibrani tanpa vokal dialihkan ke Bahasa Yunani yang harus
memasang vokal, diperlukan tempat yang lebih banyak sehingga yang tadinya
satu buku menjadi dua buku.
Kitab Ezra dan Kitab Nehemia seperti yang termuat dalam Kitab Suci
sekarang ini aslinya berasal dari dokumen-dokumen yang ditulis Ezra dan
Nehemia sendiri. Redaktur (Muwarikh) merangkaikan dokumen-dokumen
cikal-bakal Kitab Ezra dan Kitab Nehemia ini dengan dokumen-dokumen lain
yang se-zaman. Antara lain, daftar-daftar penduduk Yerusalem serta
keputusan dan penetapan raja-raja Persia. Maksud Muwarikh adalah
menyajikan suatu gambaran menyeluruh mengenai pemulihan bangsa Israel
sesudah periode Pembuangan. Meskipun ada beberapa data yang cukup
membingungkan pembaca, antara lain, urutan peristiwa-peristiwa dalam
waktu, Kitab Ezra dan Kitab Nehemia memberikan informasi yang sangat
berharga tentang kondisi Bangsa Israel, khususnya umat Yehuda, di Abad
Kelima sM.
Berkat politik liberal raja-raja Persia, orang-orang Yehuda di
pembuangan dapat kembali ke tanah air mereka di Yehuda. Mereka dapat
mengatur hidup mereka sendiri sejauh tetap setia kepada Raja Persia yang
154
berkuasa. Sebagai Bangsa Israel, mereka boleh saja hidup sesuai dengan
agama dan adat-istiadat mereka, membangun kembali Bait Allah dan
mendirikan tembok Yerusalem. Bahkan, Raja Persia mengizinkan mereka
mengangkat sendiri pemimpin dan untuk menjadi Hukum Taurat sebagai
hukum negara (Ezr.7:25-26). Kebebasan politik inilah yang menjadi dasar
terbentuknya Yudaisme di kemudian hari, yaitu umat Israel yang berpusat
pada Bait Allah, ibadah, dan Hukum Taurat.
4. Proses penyusunan Kitab 1-2Tawarikh dan Kitab Ezra-Nehemia
Proses penyusunan kitab Tawarikh, kitab Ezra, dan kitab Nehemia dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2. Kronikel Proses Penyusunan Kitab Tawarikh, kitab Ezra, dan
kitab Nehemia
±500 sM 1Taw.10-29 2Taw.1-34 Ezr.1:1-3:13
(pembangunan Bait Allah)
±450 sM Ezr.4:1-10:44 Neh.8-9 Neh.10
(pembaharuan perjanjian)
±400 sM 1Taw.1-9 2Taw.35-36 Neh.1-7;11-13
(pembangunan tembok Yerusalem)
Redaksi definitif Kitab 1-2Tawarikh, Kitab Ezra, dan Kitab Nehemia
baru terjadi pada 300 sM. Secara singkat, pesan pokok ketiga (keempat) kitab
ini dapat dirumuskan berikut ini.
(1) TUHAN, Allah Israel adalah penguasa dan penyelenggara sejarah
dunia, termasuk sejarah Bangsa Israel. Tuhanlah yang mengatur
dan merencanakan sejarah Bangsa Israel, mulai dari Adam sampai
155
pembuangan di Babel (1-2Taw.) dan dari kepulangan ke Yehuda
sampai pemulihan kembali Bait Allah dan kota Yerusalem (Ezr.-
Neh.)
(2) Sisa Bangsa Israel yang dibawa pulang kembali ke Yehuda harus
hidup sesuai dengan kehendak Allah, supaya sejarah sedih masa
lampau tidak terulang lagi.
5. Tindakan Ezra terhadap Perkawinan Campur
Satu hal lagi yang patut dicatat adalah tindakan Ezra terhadap orang-
orang yang kawin campur (Ezr.9-1). Narasi membuka dirinya dengan
beberapa orang pemuka jemaat yang tidak diketahui jelas identitasnya datang
kepada Ezra untuk menyampaikan pertanyaan.
“Orang-orang Israel awam, para imam dan orang-orang Lewi tidak
memisahkan diri dari penduduk negeri dengan segala kekejiannya,
yaitu dari orang Kanaan, orang Het, orang Feris, orang Yebus, orang
Amon, orang Moab, orang Mesir, dan orang Amori. Karena mereka
telah mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu
untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah
benih yang kudus dengan penduduk negeri, bahkan para pemuka dan
penguasalah yang lebih dahulu melakukan perbuatan tidak setia itu”
(Ezr.9:1-2).
Istilah penduduk negeri (‘am hā’ārest) adalah istilah teknis yang
digunakan untuk menunjuk orang-orang Israel yang tidak ikut dibuang ke
Babilonia. Sekarang kelompok ini diidentikan dengan daftar yang terdapat
dalam teks Kej.15:19-21; Kel.3:8.17; Ul.7:1ss. Jika demikian, tampaknya
perkawinan campur yang dimaksud adalah perkawinan antara mereka yang
156
pulang dari pembuangan dengan mereka yang tidak pernah dibuang atau juga
dengan orang-orang Samaria. Mereka yang tidak pernah dibuang akhirnya
menduduki tanah yang ditinggalkan saudara-saudara mereka. Saat mereka
dibuang pulang ke tanah air, tampaknya kelompok ‘penduduk negeri’ tidak
mau begitu saja menyerahkan tanah yang mereka kuasai (bdk. Yeh.11:15).
Salah satu cara untuk mendapatkan kembali hak mereka atas tanah adalah
dengan mengadakan perkawinan campur.
Jika diperhatikan, Ezra hanya mengurusi kaum laki-laki yang
mengadakan kawin campur (bdk. Neh.13:25). Memang perempuan yang
menikah dengan orang dari luar komunitas tidak berpengaruh pada seluruh
sistem warisan karena mereka memang tidak mendapatkan warisan, kecuali
jika keluarga tidak memiliki ahli waris laki-laki (Bil.27). Akan tetapi, ini
adalah kasus yang cukup jarang. Lain halnya jika perempuan asing yang
dinikahi. Perempuan semacam ini masuk menjadi anggota komunitas.
Dengan demikian, ‘bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk
negeri’ (Ezr.9:2).
Dasar yang melarang perkawinan campur dapat dilihat misalnya dalam
teks Ul.7:1-3. Teks Ul.7:1-3 berkaitan dengan soal penyembahan berhala.
Ada juga teks Ul.23:3-8. Teks ini mengungkapkan dasar larangan perkawinan
campur. Dalam konteks Ezra, nampaknya keprihatinan yang ada jauh lebih
luas. Dalam pandangan Ezra, peristiwa pembuangan adalah penghukuman
yang dijatuhkan YHWH kepada Bangsa Israel karena dosa-dosa yang mereka
perbuat melawan atau meninggalkan YHWH. Secara konkret, dosa-dosa yang
dimaksud adalah mengikuti ilah-ilah lain. Oleh karena itu, sebagai refleksi
seusai ‘retret’ 40 tahun di Babilonia, Bangsa Israel menyadari bahwa untuk
menghindarkan jatuhnya ke dalam dosa yang sama, segala pengaruh asing
harus disingkirkan dari dalam Bangsa Israel pasca-pembuangan.
157
Menurut Ezra, pengalaman yang lalu yang buruk itu harus dihentikan.
Ia tidak ingin pengalaman tersebut terulang kembali. Oleh karena itu, sebagai
usaha untuk memurnikan Bangsa Israel dari unsur asing, segala macam unsur
itu dibuang dari tengah-tengah Israel. Yang termasuk ‘harus dibuang’ adalah
para istri asing yang sudah dikawini Bangsa Israel. Demi sebuah ideal,
keluarga-keluarga yang memiliki unsur asing, termasuk mungkin keluarga
yang sebenarnya berjalan baik, harus dipisahkan. Istri-istri asing seperti itu
harus disuruh pergi bersama dengan anak-anak mereka (Ezr.10:44).
Teks Ezr.10:44 ini menimbulkan sedikit persoalan. Pada catatan kaki
Kitab Suci terbitan Nusa Indah, Ende terdapat keterangan bahwa teks yang
sekarang ada, diambil dari teks 3Ezr.9:36. Sementara dalam naskah Kitab
Suci berbahasa Ibrani tertulis, ‘di antara mereka (perempuan-perempuan)
ada perempuan yang melahirkan anak.’ Dengan penjelasan semacam itu
sebenarnya tidak jelas apa hasil dari kebijaksanaan Ezra ini.
Patut direnungkan di sini, apakah memang inisiatif Ezra yang ekstrim
seperti itu perlu dilaksanakan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam
konteks zamannya mungkin dapat ditemukan suara perlawanan terhadap
kebijaksanaan Ezra itu dalam teks Mal.2:10-16 dengan memerhatikan seacara
khusus pada teks Mal.2:11-15.
C. RANGKUMAN
(1) Perlu diperhatikan bahwa Kitab Ezra-Nehemia aslinya merupakan satu
kitab saja. Sampai Abad Pertengahan, tradisi Yahudi tetap
mempertahankan kesatuan kedua kitab ini. Sementara dalam Tradisi
LXX (Septuaginta), sejak Abad Ketiga, kitab ini menjadi dua kitab, yaitu
Kitab Ezra dan Kitab Nehemia. Alasannya, sama dengan yang pernah
dibicarakan. Saat gaya penulisan Bahasa Ibrani tanpa vokal dialihkan ke
158
Bahasa Yunani yang harus memasang vokal, diperlukan tempat yang
lebih banyak sehingga yang tadinya satu buku menjadi dua buku.
(2) Ezra adalah juga seorang pejabat tinggi di istana Raja Persia yang
bertugas menangani urusan-urusan masyarakat Yahudi yang berada
dalam wilayah kerajaan Persia. Oleh karena pada periode tersebut (458
sM) terjadi kekacauan besar dalam masyarakat Yahudi di Palestina, Ezra
diutus Raja Persia pulang ke Palestina dan menertibkan kekacauan
tersebut dengan berpedoman pada hukum Taurat.
(3) Menurut Ezra, pengalaman pembuangan harus dihentikan. Ia tidak ingin
pengalaman tersebut terulang kembali. Oleh karena itu, sebagai usaha
untuk memurnikan Bangsa Israel dari unsur asing, segala macam unsur
itu dibuang dari tengah-tengah Israel. Yang termasuk ‘harus dibuang’
adalah para istri asing yang sudah dikawini Bangsa Israel. Demi sebuah
ideal, keluarga-keluarga yang memiliki unsur asing, termasuk mungkin
keluarga yang sebenarnya berjalan baik, harus dipisahkan. Istri-istri asing
seperti itu harus disuruh pergi bersama dengan anak-anak mereka
(Ezr.10:44).
TINJAUAN KITAB 1-2MAKABE DAN TAFSIRAN ATAS
Kedua Kitab Makabe adalah buku-buku yang istimewa.
Keistimewaannya terletak pada posisinya yang berada pada daftar kedua atau
Deuterokanonika dalam keseluruhan Kitab Suci, terutama Kitab Suci
Perjanjian Lama. Catatan lain yang membuat kitab-kitab ini istimewa adalah
bahwa di dalamnya terdapat sejumlah dasar atau pondasi dari praktik hidup
Gereja Katolik. Antara lain, praktik mendoakan orang yang sudah meninggal.
Sejumlah keistimewaan itu akan dipaparkan secara sekilas di dalam paragraf-
paragraf berikut ini.
Kitab 1-2Makabe memakai nama tokoh utama yang berperanan dalam
narasinya. Tokoh itu adalah ‘Yudas dengan sebutan Makabe’ (dalam Bahasa
Yunani adalah ‘Ioudas ho kaloumenos Makkbaiaos’) atau ‘Yudas yang
bergelar Makabe’ (1Mak.2:4). Selaras dengan namanya, Kitab 1-2Makabe
161
menyampaikan narasi perang kemerdekaan yang digencarkan orang-orang
Yahudi di bawah pimpinan Mattatias serta anak-anaknya melawan penjajahan
Kerajaan Wangsa Seleukos di bawah pemerintahan Raja Antiokhus IV
Epifanes para periode 175-134 sM. Kitab 1Makabe meliputi seluruh jangka
waktu perang kemerdekaan di bawah pimpinan keluarga Makabe itu (42
tahun). Sedangkan Kitab 2Makabe sekadar menyampaikan narasi tentang
perjuangan yang dipimpin Yudas Makabe dan peristiwa yang mendahului
peperangan itu (sekitar 15 tahun).
B. PENYAJIAN MATERI
1. Sejumlah Catatan Awal tentang Kitab 1-2Makabe
Kedua kitab tersebut menyampaikan narasi strategi Raja Antiokhus IV
Epifanes dengan cara menghina orang-orang Yahudi. Caranya adalah
merampas perkakas Bait Allah (1Mak.1:21-24), menghancurkan kota
Yerusalem dan menawan penduduknya (1Mak.1:31-32), memaksa orang-
orang Yahudi untuk melepaskan adat mereka (1Mak.1:42), yaitu
menghentikan korban persembahan (1Mak.1:45) dan upacara persunatan
(1Mak.1:48), dan untuk menuruti adat kafir (1Mak.1:44), yaitu memuja raja
dan mempersembahkan korban kepada berhala (1Mak.1:43), mencemarkan
hari Sabat dan hari-hari raya (1Mak.1:45), mendirikan perkorbanan dan
mengorbankan babi dan binatang haram lainnya (1Mak.1:47).
Ringkas kata, orang-orang Yahudi mendapat paksaan untuk
‘mencemarkan dirinya dengan segala macam kenajisan dan kekejian
sehingga mereka lupa akan hukum Taurat dan membatalkan segala
peraturannya’ (1Mak.1:48-49). Mengalami penghinaan yang sangat
menusuk hati setiap orang Yahudi sejati ini, Mattatias serta anak-anaknya
memimpin pemberontakan melawan Raja Antiokhus IV Epifanes.
162
“Celakalah aku ini! Apakah aku dilahirkan untuk menyaksikan
keruntuhan bangsaku dan Kota Suci dan berdiam saja di sini sementara
kota itu sudah diserahkan kepada musuh dan Bait Suci sudah di tangan
orang-orang asing? … Lihatlah, apa yang kudus bagi kita. Segenap
keindahan dan kemuliaan kita sudah dipunahkan serta dicemarkan oleh
orang asing. Apa gunanya hidup bagi kita lagi?” (1Mak.2:7-12).
Demikianlah secara bergantian Mattatias beserta anak-anaknya
melancarkan peperangan melawan tentara milik Raja Antiokhus IV Epifanes.
Mula-mula, perlawanan dilakukan Mattatias sendiri (1Mak.2:1-70).
Selanjutnya, menyusul perlawanan anak-anaknya. Mereka adalah Yudas
Makabe (1Mak.3:1-9:22), Yonatan Apfus (1Mak.9:23-12:53), dan Simon
Tasi (1Mak.3:1-16:24). Di antara anak-anak Mattatias ini, Yudas Makabe-lah
yang paling ditonjolkan kedua Kitab Makabe. Kitab 1Makabe menyampaikan
narasi tentang Yudas Makabe sepanjang tujuh bab (1Mak.3-9). Sedangkan
Kitab 2Makabe membeberkan narasi tentang Yudas Makabe sepanjang
delapan bab (2Mak.8-15). Mattatias sendiri dan kedua anaknya yang lain
tidak dikisahkan dalam Kitab 2Makabe. Menurut para pakar, Kitab 1Makabe
ditulis seorang Yahudi di Palestina sekitar 100 sM dalam Bahasa Ibrani.
Sementara itu, Kitab 2Makabe disadur seorang Yahudi di Aleksandria
(Mesir) sekitar 124 sM langsung ke dalam Bahasa Yunani (2Mak.2:19-32).
2. Garis besar kitab 1-2Makabe
Susunan material kedua Kitab Makabe sebagaimana termuat dalam
Kitab Suci sekarang adalah berikut ini.
163
Tabel 3. Susunan material kedua Kitab Makabe yang dalam Kitab Suci
sekarang
1Mak.3:1-2:70
Kondisi sebelum pecahnya perang kemerdekaan
(Aleksander Agung, Antiokhus IV Epifanes, Mattatias)
1Mak.3:1-9:22 Yudas Makabe (166-160 sM)
1Mak.9:23-
12:53
Yonatan Apfus (160-142 sM)
1Mak.13:1-
16:24
Simon Tasi (142-134 sM)
2Mak.1:1-2:18
Surat undangan untuk merayakan Hari Raya Pondok
Daun (pentahbisan atau pentahiran Bait Allah)
2Mak.2:19-32 Kata Pendahuluan penyadur
2Mak.3:1-7:42
Kondisi sebelum pecahnya perang kemerdekaan
(Heliodorus, Simon, Yason, Menelaus, Lisimakhus,
Antiokhus Epifanes)
2Mak.8:1-
15:39
Yudas Makabe (166-160 sM)
Dari susunan material di atas, langsung nampak jelas bahwa sebagian
besar Kitab 1-2Makabe memuat narasi peperangan Yudas Makabe melawan
Raja Antiokhus IV Epifanes dan Nikanor, panglima pasukannya. Seperti
Daud melawan Goliath (1Sam.17:1-58), seperti itu pulalah Yudas Makabe
melawan Raja Antiokhus IV Epifanes. Meskipun Raja Antiokhus IV Epifanes
memiliki ‘banyak pasukan, yaitu kereta perang, gajah, pasukan berkuda dan
angkatan laut yang besar’ (1Mak.1:17) dan ‘menyerbu Israel serta naik
menyerang kota Yerusalem dengan tentara besar’ (1Mak.1:20), sedangkan
164
Yudas Makabe hanya memiliki ‘segenggam orang’ (1Mak.3:16-17), Yudas
Makabe tidak gentar sedikit pun menghadapi pasukan raksasa itu.
Walaupun kalah dalam jumlah dan perlengkapan perang kepada
pengikutnya yang cemas dan putus asa, Yudas Makabe senantiasa
mengobarkan semangat.
“Mudah saja jumlah besar ditangkap dengan tangan orang sedikit.
Sebab bagi surga tiada bedanya menyelamatkan dengan perantaraan
banyak orang atau dengan perantaraan sedikit saja. Kemenangan
dalam perang pun tidak terletak pula dalam banyaknya pasukan,
melainkan dari surgalah dantang kekuatan … Surgalah yang akan
menggempur mereka di hadapan kita! Dari sebab itu, jangan takut
kepada mereka!” (1Mak.3:18-22).
Dengan kata-kata Yudas Makabe ini, penyusun kitab ingin menegaskan
bahwa perang kemerdekaan merupakan perang suci. Seperti di masa-masa
lampau, Allah-lah yang berperang untuk Bangasa Israel. Yang mengalahkan
musuh bukanlah senjata atau jumlah pasukan, melainkan TUHAN, Allah Bala
Tentara. Bangsa Israel harus percaya penuh pada perlindungan dan
pertolongan Allah. ‘Hendaklah kamu renungkan angkatan demi angkatan:
belum pernahlah lemah barangsiapa percaya kepada Tuhan!’ (1Mak.2:61).
Guna mendukung ajarannya ini, penyusun kitab menonjolkan terus
kemenangan-kemenangan pasukan Yudas Makabe atas pasukan Raja
Antiokhus IV Epifanes.
Dalam Kitab 2Makabe, kematian Raja Antiokhus IV Epifanes dan
Nikanor dilukiskan dengan sangat mengerikan. Raja Antiokhus IV Epifanes
dihinggapi sakit perut yang tidak terobati, jatuh dari kereta perangnya, dan
menjadi busuk seluruh badannya (2Mak.9:1-10). Nikanor dipenggal
165
kepalanya dan tangannya. Lidahnya dikerat dan diberikan kepada burung-
burung (2Mak.15:25-36). Keberanian dan keteguhan tokoh-tokoh tertentu
dari umat Yahudi juga ditonjolkan. Eleazar, seorang ahli Taurat, memilih mati
daripada memakan daging babi yang haram (2Mak.6:18-31). Demikian pula
seorang ibu dengan ketujuh anaknya. Dengan gagah berani, mereka menolak
perintah Raja Antiokhus IV Epifanes untuk memakan daging babi, meskipun
penolakan itu mengakibatkan penyiksaan dan kematian (2Mak.7:1-42).
Dengan demikian, maksud penyusun Kitab 1-2Makabe cukup jelas.
Penulis ingin menguatkan iman kepercayaan teman-teman sebangsa.
Penyusun hendak mengajak setiap orang Yahudi tetap berpegang teguh pada
ajaran agama dan adat-istiadat mereka sebagai bangsa terpilih. Bahkan, jika
perlu, setiap orang Yahudi harus berani mati demi agama dan adat-istiadat
mereka. Setiap orang Yahudi harus meneladani pendahulu-pendahulu mereka
yang telah gugur demi Hukum Taurat.
“Demikian berpulanglah Eleazar dan meninggalkan kematiannya
sebagai teladan keluhuran suci dan sebagai peringatan kebajikan, tidak
hanya untuk kaum muda, tetapi juga bagi kebanyakan orang dari
bangsanya” (2Mak.6:31; 6:28).
3. Catatan untuk Kitab 2Makabe dan 3-4Makabe
Kitab 2Makabe sangat populer di kalangan orang Kristen dalam abad-
abad pertama dan pertengahan karena memuat banyak narasi mengenai
mártir-martir Yahudi yang secara gagah berani mati demi hukum Taurat.
Kitab 2Makabe juga menjadi sangat penting karena ajaran-ajarannya tentang
kebangkitan orang mati (2Mak.7:9; 14:46), dan mengenai teladan hidup para
mártir (2Mak.6:28.31). Semua ajaran ini tak diuraikan dengan jelas dalam
kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya. Inilah yang menjadi alasan utama bagi
166
Gereja Katolik untuk memasukkan Kitab 2Makabe ke dalam daftar (kanon)
kitab-kitab suci. Sayang, bahwa ajaran-ajaran iman yang sangat berharga ini
tidak diakui dan diterima Gereja Kristen denominasi lain. Dalam Kitab Suci
terbitan Lembaga Alkitab Indonesia-Lembaga Biblika Indonesia (LAI-LBI),
kedua Kitab Makabe ini justru mendapatkan posisi pada bagian
Deuterokanonika.
Di kalangan Gereja Ortodoks Timur, terdapat juga Kitab 3Makabe dan
kitab 4Makabe yang diakui dan diterima sebagai kitab-kitab suci. Kitab
3Makabe mengisahkan perjuangan orang-orang Yahudi di Mesir dalam
pemerintahan Raja Ptolomeus IV Filopator (221-203 sM). Sedangkan Kitab
4Makabe mengisahkan kembali kepahlawanan Eleazar dan ketujuh
bersaudara serta ibu mereka (2Mak.6:12-7:42). Kitab ini mengisahkan
kembali dengan gaya Filsafat Yunani, khususnya Stoisisme. Menurut para
ahli, Kitab 3Makabe ditulis seorang Yahudi di Aleksandria (Mesir) dalam
Abad Pertama sM dalam bahasa Yunani. Sedangkan Kitab 4Makabe ditulis
seorang Yahudi di Antiokhia antara 20-54 M dalam Bahasa Yunani. Sebagai
catatan, Kitab 4Makabe ini merupakan suatu contoh pidato pelajaran tentang
strategi mempertanggungjawabkan iman.
C. RANGKUMAN
(1) Kedua Kitab Makabe adalah buku-buku yang istimewa.
Keistimewaannya terletak pada posisinya yang berada pada daftar kedua
atau Deuterokanonika dalam keseluruhan Kitab Suci, terutama Kitab
Suci Perjanjian Lama. Catatan lain yang membuat kitab-kitab ini
istimewa adalah bahwa di dalamnya terdapat sejumlah dasar atau pondasi
dari praktik hidup Gereja Katolik. Antara lain, praktik mendoakan orang
yang sudah meninggal.
167
(2) Dengan kata-kata Yudas Makabe, penyusun kitab ingin menegaskan
bahwa perang kemerdekaan merupakan perang suci. Seperti di masa-
masa lampau, Allah-lah yang berperang untuk Bangasa Israel. Yang
mengalahkan musuh bukanlah senjata atau jumlah pasukan, melainkan
TUHAN, Allah Bala Tentara.
(3) Di kalangan Gereja Ortodoks Timur, terdapat juga Kitab 3Makabe dan
kitab 4Makabe yang diakui dan diterima sebagai kitab-kitab suci. Kitab
3Makabe mengisahkan perjuangan orang-orang Yahudi di Mesir dalam
pemerintahan Raja Ptolomeus IV Filopator (221-203 sM). Sedangkan
Kitab 4Makabe mengisahkan kembali kepahlawanan Eleazar dan ketujuh
bersaudara serta ibu mereka (2Mak.6:12-7:42).
D. RUJUKAN
Bickerman, Elias J. The Jews in the Greek Age. Cambridge, MA: Harvard
University Press, 1988.
Gruen, Erich. “Seleucid Royal Ideology.” SBLSP 38 (1999).
Miller, J.M. and J.H. Hayes. A History of Ancient Israel and Judah.
Louisville: Westminster, 2006.
Morris, L. Murphy. “Hellenism.” ISBE, vol.II.
Pfeiffer, Robert H. “The Fear of God,” Israel Exploration Journal 5 (1955):
41–48.
Reese, James Miller. Hellenistic Influence on the Book of Wisdom and its
Consequences. Rome: Biblical Institute Press, 1970.
Spiro, Rabbi Ken. The Revolt of the Maccabees. Jerusalem: Jewish Pathway,
2008.
Tarn, W.W. Alexander The Great Narrative. Cambridge: Cambridge
University Press, 1948.
168
BAB XII
TINJAUAN KITAB YUDIT DAN TAFSIRAN ATAS
CPMK
Mahasiswa mampu menginformasikan pembahasan Kitab-kitab
Sejarah secara bertanggung jawab serta pengertian mendasar tentang
sejumlah konsep teologis yang muncul dalam Kitab-kitab Sejarah, khususnya
konsep-konsep yang relevan untuk studi Perjanjian Baru serta Teologi-
Kristologi.
Metode Pembelajaran : Diskusi Kelompok
Durasi : 120 menit
Instrumen : Ujian Akhir Semester
A. PENDAHULUAN
Sama seperti Kitab Tobit, Kitab Yudit merupakan salah satu anggota
Kitab Deuterokanonika. Kitab ini berkisah tentang seorang tokoh perempuan
Yahudi bernama Yudit. Dalam bahasa Ibrani, nama ‘Yudit’ memang berarti
‘perempuan Yahudi’. Oleh karena itu, sama seperti Kitab Ester, Kitab Yudit
juga bermaksud menyajikan suatu teladan atau contoh hidup seorang
perempuan Yahudi. Dengan sangat dramatis kitab ini menyampaikan narasi
perjuangan Yudit. Janda cantik dari Betulia ini berhasil memperdaya dan
membunuh Helofernes, seorang panglima besar tentara Asyur yang
bermaksud menyerbu Yerusalem dan menajiskan Bait Allah.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Alur Narasi Kitab Yudit
169
Kisah dramatis ini dibuka dengan tuntutan Nebukadnezar, Raja Asyur
kepada bangsa-bangsa di sebelah Barat kerajaannya supaya menaklukkan diri
(Yud.1:7-10). Oleh karena semua bangsa itu menolak tuntutannya
(Yud.1:11), Raja Nebukadnezar menjadi sangat marah. Dalam amarahnya itu
ia bersumpah menghukum serta menumpas semua bangsa yang keras kepala
itu (Yud.1:12). Pertama-tama, Raja Nebukadnezar menyerbu dan
menaklukkan Kerajaan Media(-Persia) (Yud.1:13-16) yang menjadi saingan
utama Kerajaan Asyur (Yud.1:1-6). Selanjutnya, ia mulai melebarkan
sayapnya ke arah Barat untuk menyerbu dan menaklukkan semua bangsa
yang telah melawan titahnya.
Guna melaksanakan tugas raksasa ini, Raja Nebukadnezar menunjuk
panglima besar tentaranya, Holofernes, sebagai pelaksana tugas.
“Beginilah titah raja agung yang dipertuan di seluruh bumi:
Camkanlah! Engkau harus pergi dari hadapanku dan membawa serta
orang-orang yang percaya pada kekuatannya sendiri, yaitu pasukan
jalan sampai seratus dua puluh ribu orang dan sejumlah besar kuda
serta penunggang, sampai duabelas ribu orang. Engkau harus maju
perang melawan seluruh wilayah Barat karena mereka telah
memberontak terhadap titahku. Hendaklah kauperintahkan kepada
mereka untuk menyediakan air dan tanah. Memang dalam amarahku
aku hendak pergi melawan mereka serta membanjiri seluruh bumi
dengan kaki bala tentaraku. Mereka akan kuserahkan kepada tentaraku
untuk dirampasi. Jurang-jurang mereka akan dipenuhi dengan orang-
orang yang berluka dan segala anak sungai akan penuh meluap-luap
karena mayat mereka. Sebagai tawanan mereka akan kuangkut ke
ujung-ujung seluruh bumi. Tetapi engkau harus pergi dahulu untuk
menduduki seluruh wilayah itu bagiku. Setelah mereka menyerah
170
kepadamu, maka mereka harus kaupelihara bagi diriku sendiri, hingga
hari mereka akan kuhukum!” (Yud.2:5-10).
Dengan berbekal perintah tersebut, Panglima Besar Holofernes secara
bertahap melaksanakan perintah Raja Nebukadnezar dengan menyapu rata
semua daerah yang dilewatinya (Yud.2:21-3:10). Satu-satunya bangsa yang
akhirnya masih bertahan adalah Banga Yahudi.
“Hai orang-orang Kanaan, beritahukanlah kepadaku bangsa apa itu
yang duduk di pegunungan dan manakah kota-kota yang didiami
mereka; berapa jumlah pasukan mereka dan dalam hal manakah
letaknya kuasa serta kekuatan mereka? Siapa raja mereka yang
mengepalai tentaranya? Mengapa dari antara semua penduduk wilayah
Barat hanya mereka sajalah yang enggan menyambut aku?” (Yud.5:3-
4).
Singkat cerita, dengan kemarahan besar dan dengan seluruh bala
tentaranya, Panglima Besar Holofernes menyerbu dan mengepung Betulia,
benteng terakhir Yerusalem. Setelah terkepung selama 34 hari, penduduk
Betulia mulai kehabisan air. Akibatnya, banyak orang mati kehausan dan
kelaparan. Mengalami situasi menyedihkan ini, seluruh rakyat menjadi putus
asa dan bermaksud menyerahkan diri saja (Yud.7:1-32). Dalam situasi kritis
seperti ini, tampillah Yudit sebagai pahlawan pembela Bangsa Yahudi.
Dengan mengandalkan kecantikan dan keelokan parasnya sebagai strategi
(Yud.8:7; 10:4.7.14.19.23; 11:21.23; 12:13.16), Yudit berhasil memasuki
perkemahan Asyur. Setelah masuk ke dalam perkemahan ia pun sukses
memenggal kepala Panglima Besar Holofernes (Yud.13:1-10). Mengetahui
kematian Holofernes, panglima besar mereka, seluruh bala tentara Bangsa
171
Asyur menjadi kacau-balau dan tercerai-berai. Akibatnya, pasukan Bangsa
Israel dengan mudah dapat mengalahkan mereka (Yud.15:1-14). Narasi
menutup dirinya dengan lantunan kidung syukur atas kemenangan Bangsa
Israel (Yud.16:1-20) dan narasi mengenai masa tua Yudit, sang pahlawan dan
pembela Bangsa Israel (Yud.16:21-25).
2. Ajaran pokok Kitab Yudit
Dari narasi dramatis semacam itu, dapat disimpulkan ajaran pokok
Kitab Yudit. Raja Nebukadnezar dan Panglima Besar Holofernes
mempersonifikasikan kuasa-kuasa jahat yang memusuhi dan menghina Allah
dan umat-Nya, Bangsa Israel.
“Siapakah allah adanya kecuali Nebukadnezar? Baginda akan
mengirimkan kekuatannya, lalu membasmi orang Israel dari muka
bumi. Dan Allah mereka tidak akan dapat melepaskan mereka!”
(Yud.6:2).
Sebaliknya, Yudit, seorang janda yang tidak berdaya, melambangkan
Bangsa Israel yang kecil dan lemah.
“Tak perlu kita takut kepada orang Israel, sebab mereka itu sungguh
suatu bangsa yang tidak berdaya dan tidak kuasa untuk menghadapi
ikatan perang yang kuat. Baiklah kita maju saja, niscaya mereka
menjadi umpan belaka untuk seluruh tentara tuanku, hai junjungan
Holofernes!” (Yud.5:23-24).
Akan tetapi, di belakang Bangsa Israel yang nampaknya kecil dan
lemah, berdirilah TUHAN dan Allah mereka sebagai perisai perlindungan.
172
“Sebab kekuasaan-Mu tidak terletak di dalam jumlah besar dan
kekuatan-Mu tidak pula pada orang-orang perkasa. Sebaliknya,
Engkau adalah Allah orang yang hina-dina, Penolong orang kecil,
Pembantu orang lemah, Pelindung orang yang kehilangan akal dan
Penyelamat orang yang tanpa harapan!” (Yud 9:11).
Dengan tewasnya Holofernes, panglima perang yang gagah perkasa itu
di tangan Yudit, seorang janda yang tidak berdaya, pengarang Kitab Yudit
bermaksud menegaskan bahwa bangsa Israel, yang kecil dan lemah, tidak
perlu takut dan gentar melawan bangsa-bangsa lain yang jauh lebih besar dan
kuat. Alasannya, TUHAN, Allah Israel, selalu menyertai umat-Nya yang
mempercayakan diri kepada-Nya.
“Bukakanlah, bukakanlah pintu gerbang ini! Allah menyertai kita! Ya,
Allah kita masih juga melakukan sesuatu yang hebat di Israel dan
kuasalah Ia terhadap para musuh, sebagaimana kini telah dilakukan-
Nya juga!” (Yud.13:13).
“Lihatlah kepala Holofernes, panglima besar bala tentara Asyur, dan
lihatlah kelambu yang di bawahnya ia tidur termandam! Dengan
perantaraan seorang perempuan ia telah ditewaskan oleh Tuhan!”
(Yud.13:15).
Sejarah Bangsa Israel, sejak dahulu sampai sekarang, membuktikan
bahwa jika tetap setia kepada TUHAN, Allah mereka, pastilah mereka akan
terluput dari segala macam bahaya. Alasannya, TUHAN akan menjadi perisai
173
bagi mereka (Yud.5:6-21). Bangsa Israel harus percaya teguh kepada
pertolongan Allah, meskipun tidak dapat mengetahui rencana kehendak-Nya.
“Sebab sekiranya Tuhan tidak mau menolong dalam tempo lima hari
ini, namun Ia mampu juga melindungi kita pada masa yang
dikehendaki-Nya, ataupun membasmi kita di hadapan para musuh
kita. Janganlah menuntut jaminan mengenai keputusan kehendak
Allah. Sebab Allah tidak dapat diancam seperti manusia dan tidak
dapat disuruh sebagaimana anak manusia disuruh! Maka dari itu
hendaknya kita menantikan penyelamatan dari pada-Nya sambil
mohon pertolongan kepada-Nya bagi kita!” (Yud.8:15-17).
3. Historisitas Kitab Yudit
Sama seperti Kitab Rut, Kitab Ester, dan Kitab Tobit, Kitab Yudit
bukanlah berkas laporan sejarah yang sesungguhnya. Kitab Yudit tidak
bermaksud mengisahkan suatu kejadian historis yang nyata. Tujuan utama
penulisan Kitab Yudit adalah untuk membina dan menguatkan iman para
pembaca dan pendengar, yang di zaman pengarang sering merasa kecil,
lemah, dan tidak berdaya melawan pemerintahan bangsa-bangsa asing yang
super kuat.
Oleh karena pusat perhatian pengarang adalah ‘pembinaan iman’,
penulis tidak terlalu mempedulikan atau mempersoalkan data-data sejarah
yang dikisahkan. Akibatnya, terdapat cukup banyak kekeliruan informasi
historis dalam Kitab Yudit. Beberapa contoh dapat disebutkan. Raja
Nebukadnezar bukanlah Raja Asyur. Ia ardalah Raja Babel (604-562 sM).
Raja Nebukadnezar juga tidak memerintah di Niniwe. Alasannya, pada 613
sM ibukota Kerajaan Asyur itu telah dihancurkan ayah Nebukadnezar, yaitu
Raja Nabopolasar (626-605 sM). Seorang Raja Media yang bernama
174
Arfaksad dan memerintah di Ekbatana tidak dikenal dalam sejarah kuno
Timur Tengah.
Selain itu, Holofernes dan Bagoas adalah nama-nama Persia. Nama-
nama semacam itu bukanlah nama-nama Bangsa Asyur, Babel, atau Media.
Baik Holofernes maupun Bagoas adalah perwira-perwira tinggi bala tentara
Kerajaan Persia yang diperintah Raja Artahsasta atau Artakserkses III (358-
338 sM). Oleh karena itu, jelas sejali bahwa Kitab Yudit bukanlah suatu
‘Kitab Sejarah’. Kitab ini lebih merupakan suatu ‘Roman Sejarah’ yang
mencampur-adukkan sejarah dan ilmu bumi dengan maksud untuk membina
dan menguatkan iman orang-orang Yahudi pada zaman itu. Berdasarkan
informasi dari Kitab Yudit sendiri, yang menyinggung pulangnya orang
Yahudi dari pembuangan Babel dan pentahiran kembali Bait Allah (Yud.4:3),
dapatlah ditarik simpulan bahwa pengarang hidup di periode antara 538 sM
(akhir pembuangan Babel) dan 515 sM (pembangunan kembali Bait Allah di
Yerusalem) atau 164 sM (pentahiran kembali Bait Allah). Sebagian besar ahli
kitab dewasa ini menganggap bahwa Kitab Yudit ditulis dalam pertengahan
Abad Kedua sM, saat semangat kebangsaan dan keagamaan Yahudi masih
berkobar-kobar sebagaimana nampak dalam perang Makabe yang termuat
dalam Kitab 1-2Makabe.
C. RANGKUMAN
(1) Kitab Yudit juga bermaksud menyajikan suatu teladan atau contoh hidup
seorang perempuan Yahudi. Dengan sangat dramatis kitab ini
menyampaikan narasi perjuangan Yudit. Janda cantik dari Betulia ini
berhasil memperdaya dan membunuh Helofernes, seorang panglima
besar tentara Asyur yang bermaksud menyerbu Yerusalem dan
menajiskan Bait Allah.
175
(2) Dari narasi dramatis semacam itu, dapat disimpulkan ajaran pokok Kitab
Yudit. Raja Nebukadnezar dan Panglima Besar Holofernes
mempersonifikasikan kuasa-kuasa jahat yang memusuhi dan menghina
Allah dan umat-Nya, Bangsa Israel.
(3) Oleh karena pusat perhatian pengarang adalah ‘pembinaan iman’, penulis
tidak terlalu mempedulikan atau mempersoalkan data-data sejarah yang
dikisahkan. Akibatnya, terdapat cukup banyak kekeliruan informasi
historis dalam Kitab Yudit.
D. RUJUKAN
Casson, Lionel. Libraries in the Ancient World. New Haven, CT: Yale Nota
Bene, 2002.
da Silva, David. . “Judith the Heroine? Lies, Seduction, and Murder Cultural
Perspective,” BTB36, 2006.
Dorival, Giles. “Has the Category of ‘Deuterocanonical Books’ a Jewish
Origin?” Géza G. Xeravits – Jószef Zsenggelér, The Books of the
Maccabees: History, Theology, Ideology. Leiden-Boston: Brill, 2007.
Hayes, John H. “Historical Criticism and the Old Testament Canon.” Magne
Saebø, Hebrew Bible. Old Testament: From the Renaissance to the
Enlightenment. Göttingen: Vandenhoeck and Ruprecht, 2008.
Millard, A. “Judith, Tobit, Ahikar and History.” A. Gelston, New Heaven
and New Earth, Prophecy And the Millenium. Vetus Testamentum.
Suppl. 77. Leiden, 1999.
Montague, G.T. The Books of Esther and Judith. Pamphlet Bible Series, 21.
New York: Paulist Press, 1973.
Moore, C. A. Judith. A New Translation with Introduction and Commentary.
Garden City, New York: Doubleday & Company, 1985.
176
BAB XIII
TINJAUAN KITAB ESTER DAN TAFSIRAN ATAS
CPMK
Mahasiswa mampu menginformasikan pembahasan Kitab-kitab
Sejarah secara bertanggung jawab serta pengertian mendasar tentang
sejumlah konsep teologis yang muncul dalam Kitab-kitab Sejarah, khususnya
konsep-konsep yang relevan untuk studi Perjanjian Baru serta Teologi-
Kristologi.
Metode Pembelajaran : Diskusi Kelompok
Durasi : 120 menit
Instrumen : Ujian Akhir Semester
A. PENDAHULUAN
Kitab Ester ditulis sebagai latar belakang Hari Raya Purim. Hari Raya
Bangsa Israel ini wajib dirayakan orang Yahudi setiap tahun pada tanggal 14-
15 bulan Adar. Bulan Adar dapat dibandingkan dengan periode Februari atau
Maret dalam kalendarium internasional. Melalui Kitab Ester, pengarang
bermaksud memberikan penjelasan kepada para pembaca atau pendengar inti
perayaan dan pengenangan pada Hari Raya Purim tersebut. Bangsa Yahudi
membutuhkan penjelasan tersebut karena asal-usul hari raya tersebut tidak
begitu diketahui. Menurut pengarang, semua orang Yahudi wajib merayakan
Hari Raya Purim setiap tahun pada 14-15 bulan Adar dengan alasan bahwa
pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat kemenangan atas musuh-musuh
mereka.
177
“Maka Mordekhai menuliskan peristiwa itu, lalu mengirimkan surat-
surat kepada semua orang Yahudi di seluruh daerah raja Ahasyweros,
baik yang dekat, baik yang jauh, untuk mewajibkan mereka, supaya
tiap-tiap tahun merayakan hari yang ke-empatbelas dan yang
kelimabelas bulan Adar, karena pada hari-hari itulah orang Yahudi
mendapat keamanan terhadap musuhnya dan dalam bulan itulah
dukacita mereka berubah menjadi sukacita dan hari perkabungan
menjadi hari gembira, dan supaya menjadikan hari-hari itu hari
perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar makanan
dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin. Maka orang
Yahudi menerima sebagai ketetapan apa yang sudah dimulai mereka
melakukannya dan apa yang ditulis Mordekhai kepada mereka!”
(Est.9:20-23).
Dalam istilah teknis, gaya penulisan semacam ini disebut ‘etiologi’ atau
‘ilmu asal sesuatu’ terkait adat-istiadat atau kebiasaan suatu masyarakat.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Waktu Penulisan Kitab Ester
Peristiwa yang dikisahkan dalam Kitab Ester terjadi ‘pada zaman
Ahasyweros’, Raja Persia (486-465 sM). Periodenya juga disebutkan, yaitu
‘pada tahun yang ketiga dalam pemerintahannya’ (Est 1:1-3). Ahasyweros
(dalam Bahasa Ibrani) atau Kserkses (dalam Bahasa Yunani) atau Asuerus
(dalam Bahasa Latin) adalah Raja Persia. Ia menggantikan Raja Darius I
Hystaspes (522-486 sM). Dalam Kitab Suci berbahasa Yunani (LXX-
Septuaginta), Raja Ahasyweros disebut Artakserkses (dalam Bahasa Ibrani
disebut Artahsasta). Akan tetapi, penyebutan ini merupakan suatu kekeliruan.
178
Alasannya, Raja Artakserkses (dalam Bahasa Yunani) atau Raja Artahsasta
(dalam Bahasa Ibrani) adalah pengganti Raja Kserkses (dalam Bahasa
Yunani) atau Raja Ahasyweros (dalam Bahasa Ibrani). Dengan kata lain, dua
nama dalam dua versi bahasa itu adalah dua pribadi yang berbeda. Raja
Ahasyweros (Kserkses) memerintah pada 486-465 sM. Sedangkan Raja
Artahsasta (Artakserkses) memerintah pada 465-424 sM (Ezr.4:6-7).
Lakon narasi dalam Kitab Ester dipentaskan di panggung istana Raja
Ahasyweros. Istana raja itu terletak di ibukota Susa, di negeri Persia. Narasi
mengawali dirinya dengan penolakan Ratu Wasti terhadap perintah Raja
Ahasyweros untuk memperlihatkan kecantikannya kepada sekalian rakyat
dan pembesar-pembesar yang sedang berpesta pora. Menanggapi penolakan
itu, Raja Ahasyweros memutuskan memecatnya, sekaligus menggantikan
kedudukan Wasti sebagai ratu.
Setelah diadakan pemilihan dan seleksi yang ketat, akhirnya Ester
terpilih menjadi ratu menggantikan Wasti. Ratu Ester, yang adalah seorang
Yahudi, memiliki seorang paman pengasuh yang bernama Mordekhai. Akan
tetapi, Perdana Menteri Haman membenci Mordekhai. Alasannya, Mordekhai
menolak berlutut dan bersujud kepada Perdana Menteri yang sangat
dihormati itu. Oleh karena itu, Haman meminta izin kepada Raja Ahaysweros
untuk membinasakan Mordekhai dan semua orang Yahudi di wilayah
Kerajaan Persia.
Oleh karena itu pula, ditetapkanlah atas nama Raja Ahasyweros bahwa
pada tanggal 13 bulan Adar, semua orang Yahudi, laki-laki dan perempuan,
baik orang tua maupun anak-anak harus dibunuh dalam satu hari itu juga.
Selanjutnya, harta miliki mereka boleh dirampas sesuka hati (Est.3:13).
Mengetahui rencana jahat Perdana Menteri Haman terhadap Bangsa Yahudi,
Mordekhai dan Ester berusaha mempengaruhi Raja Ahasyweros supaya
mengubah keputusannya. Saat menyadari maksud jahat Perdana Menteri
179
Haman, yang bermaksud melecehkan Ester, Raja Ahasyweros segera
memerintahkan supaya Perdana Menteri Haman disulakan pada tiang
penyulaan. Tiang tersebut sebelumnya diperuntukkan bagi Mordekhai.
Selanjutnya, Raja Ahasyweros mengangkat Mordekhai menjadi Perdana
Menteri menggantikan Haman.
Selanjutnya, Raja Ahasyweros menetapkan tanggal 13 bulan Adar
(tanggal yang semula ditetapkan sebagai hari pembunuhan semua orang
Yahudi) sebagai hari pembalasan orang Yahudi terhadap semua musuh
mereka (Est.8:10-14). Akhirnya, narasi menutup dirinya dengan peristiwa
pembunuhan semua musuh orang Yahudi, sekaligus penetapan Hari Raya
Purim menjadi hari raya kemenangan atas segala musuh pada 14-15 bulan
Adar setiap tahun.
2. Tujuan Penulisan Kitab Ester
Maksud utama penulisan Kitab Ester adalah untuk menjelaskan makna
perayaan Hari Raya Purim yang setiap tahun dirayakan orang Yahudi selama
dua hari berturut-turut, yaitu pada 14-15 bulan Adar (Februari atau Maret).
Akan tetapi, selain itu, Kitab Ester juga bermaksud memperlihatkan bahwa
orang Yahudi harus selalu waspada terhadap bahaya pemerintahan bangsa
asing dan bahwa mereka harus selalu siap untuk membela iman mereka dan
mempertahankan diri jika bahaya datang mengancam (Est.4:10-17). Seruan
kewaspadaan nasional yang bernada anti-orang asing itu memang sesuai
dengan situasi pada zaman pengarang, yaitu di sekitar akhir pemerintahan
Kerajaan Persia dan awal pemerintahan Kekaisaran Yunani. Pada periode
tersebut orang-orang Yahudi di perantauan sering dibenci, dikejar-kejar, dan
dibunuh secara massal oleh penduduk setempat karena iman kepercayaan dan
adat-istiadat mereka yang istimewa.
180
Oleh bangsa-bangsa lain, orang Yahudi selalu dianggap pembangkang
yang tidak mau mengikuti hukum atau peraturan yang berlaku.
“Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara
bangsa-bangsa tuanku, dan hukum mereka berlain-lainan dengan
hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka,
sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa!” (Est
3:8).
Tidak mengherankan jika sepanjang sejarah dunia ini, dari dulu sampai
sekarang, semangat anti-Semitisme (anti-Yahudi) terus berkobar-kobar di
kalangan bangsa-bangsa kuno dan modern. Misalnya, penganiayaan orang-
orang Yahudi di zaman Raja Nebukadnezar, Raja Antiokhus IV Epifanes,
Hitler, dan perang Arab-Israel). Dengan latar belakang itulah Kitab Ester
bermaksud memberi kekuatan kepada orang Yahudi yang selalu terancam
bahaya karena iman kepercayaan dan adat-istiadat mereka. Pengarang
bermaksud menegaskan bahwa ‘bagi orang Yahudi akan timbul juga
pertolongan dan kelepasan dari pihak lain’ (Est.4:14), yaitu dari TUHAN,
Allah Israel. Oleh karena itu, orang Yahudi tidak perlu takut menghadapi
segala macam ancaman bahaya dari pihak bangsa-bangsa lain. TUHAN,
Allah Israel akan memutarbalikkan rencana jahat semua musuh-musuh umat
pilihan-Nya (Est.3:8-15 dan 8:1-17; 5:914 dan 7:1-10).
3. Nasionalisme dalam Kitab Ester
Kitab Ester sangat menekankan semangat nasionalisme. Sebaliknya,
semangat keagamaan kurang mendapat perhatian. Nama Allah tidak pernah
disebut. Peranan-Nya hanya tersirat dalam sejumlah kecil perkataan
Mordekhai. Misalnya, ‘Bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan
181
kelepasan dari pihak lain!’ (Est.4:14). Akibat corak profannya, Kitab Ester
lama sekali tidak dapat diterima sebagai Kitab Suci. Di Qumran, dekat Laut
Mati, di mana ditemukan hampir semua salinan Kitab-kitab Perjanjian Lama,
sama sekali tidak terdapat salinan Kitab Ester. Kemungkinan besar komunitas
Qumran tidak menganggap Kitab Ester sebagai Kitab Suci. Akan tetapi,
selain itu dapat juga mereka menilai Kitab Ester terlalu kasar dan sadis. Kesan
kasar dan sadis itu muncul saat ada perintah merayakan dua hari berturut-turut
Hari Raya Purim, yang memperingati pembunuhan massal musuh orang
Yahudi (Est.8:11-13; 9:1-32).
Menurut para Rabi Yahudi yang menulis Talmud (tafsir dan komentar
Kitab Suci), hari pertama Hari Raya Purim menjadi untuk memperingati
pembunuhan musuh di Kerajaan Persia. Sedangkan hari kedua Hari Raya
Purim menjadi saat untuk memperingati pembunuhan musuh di luar Kerajaan
Persia. Baik pada hari pertama maupun pada hari kedua, orang-orang Yahudi
yang merayakan Hari Raya Purim makan dan minum sampai mabuk
(Est.9:18-19.20-23). Akibat sangat mabuk, mereka sampai pada taraf sanggup
lagi menyanyikan lagu ‘Terberkatilah Mordekhai’ dan ‘Terkutuklah Haman’.
Dalam kondisi mabuk mereka sering menukar-nukarkan kedua lagu tersebut.
Komunitas Qumran (sekte Yahudi yang hidup membiara secara ketat) tentu
tidak dapat menerima perilaku sembrono semacam itu. Corak profan dan nada
kasar Kitab Ester ini menyebabkan penerjemah Kitab Suci berbahasa Yunani
(LXX-Septuaginta) merasa berkewajiban menambahkan beberapa bagian
kepada Kitab Ester. Bagian-bagian tersebut memuat doa-doa. Tujuannya,
memberi corak sakral kepada Kitab Ester. Bagian pembukaan yang memuat
mimpi Mordekhai dan bagian penutup yang memuat takbir mimpi Mordekhai
jelas menegaskan bahwa seluruh peristiwa yang dikisahkan itu sesuai dengan
rencana Allah atau ‘itu terjadi oleh Allah’ (Tamb.Est.7:1). Menurut teks
2Mak.15:36, orang-orang Yahudi di Palestina sudah merayakan ‘Hari
182
Mordekhai’ pada 160 sM. Catatan ini membuktikan bahwa narasi mengenai
Ester dan Mordekhai telah dikenal pada periode tersebut. Kemungkinan besar
Kitab Ester ditulis di pertengahan abad Kedua sM. Yang jelas, terjemahan
Yunani Kitab Ester sudah ada dalam tahun 144 sM (Tamb.Est.7:11).
C. RANGKUMAN
(1) Melalui Kitab Ester, pengarang bermaksud memberikan penjelasan
kepada para pembaca atau pendengar inti perayaan dan pengenangan
pada Hari Raya Purim tersebut. Bangsa Yahudi membutuhkan penjelasan
tersebut karena asal-usul hari raya tersebut tidak begitu diketahui.
(2) Kitab Ester juga bermaksud memperlihatkan bahwa orang Yahudi harus
selalu waspada terhadap bahaya pemerintahan bangsa asing dan bahwa
mereka harus selalu siap untuk membela iman mereka dan
mempertahankan diri jika bahaya datang mengancam (Est.4:10-17).
Seruan kewaspadaan nasional yang bernada anti-orang asing itu memang
sesuai dengan situasi pada zaman pengarang, yaitu di sekitar akhir
pemerintahan Kerajaan Persia dan awal pemerintahan Kekaisaran
Yunani.
(3) Menurut para Rabi Yahudi yang menulis Talmud (tafsir dan komentar
Kitab Suci), hari pertama Hari Raya Purim menjadi untuk memperingati
pembunuhan musuh di Kerajaan Persia. Sedangkan hari kedua Hari Raya
Purim menjadi saat untuk memperingati pembunuhan musuh di luar
Kerajaan Persia.
TINJAUAN KITAB TOBIT DAN TAFSIRAN ATAS
Kitab Tobit termasuk dalam deretan kitab yang tidak terdapat dalam
Kitab Suci berbahasa Ibrani. Akan tetapi, Gereja Katolik menerimanya
sebagai Kitab Suci yang resmi. Sama seperti Kitab Rut dan Kitab Ester, Kitab
Tobit juga memuat narasi tentang kepahlawanan dan keteladanan tokoh-
tokoh tertentu dalam sejarah Bangsa Israel. Tokoh utamanya bernama Tobit.
Ia adalah seorang Naftali yang ikut diangkut tertawan ke kota Niniwe, ibukota
Asyur, saat Raja Salmaneser V (726-722 sM) menyerbu dan menghancurkan
Samaria pada 722 sM (Tob.1:1-2). Meskipun hidup sebagai orang buangan di
kota Niniwe, Tobit tetap memegang teguh tradisi keagamaan bangsa Israel.
“Aku, Tobit menempuh jalan kebenaran dan kesalehan seumur hidupku
dan banyak melakukan kebajikan kepada para saudara dan segenap
185
bangsaku yang bersama dengan daku telah berangkat ke pembuangan,
ke negeri Asyur ke kota Niniwe!” (Tob.1:3).
Tokoh-tokoh lainnya juga dimunculkan sebagai pembanding, sekaligus
pelengkap tokoh utama ini.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Alur Narasi Kitab Tobit
Sebelum diangkut ke pembuangan, Tobit telah menunjukkan
kesetiannya kepada tradisi nenek moyangnya. Saat semua keluarga dan
sukunya memberontak terhadap keluarga Raja Daud dan terhadap Yerusalem,
ia sendiri tetap setia pergi ke Yerusalem untuk melaksanakan ibadah resmi
pada hari-hari raya yang ditetapkan Hukum Taurat. Dengan setia Tobit tidak
makan makanan haram atau najis (Tob.1:11). Ia terus-menerus memberi
sedekah kepada orang-orang miskin (Tob.1:17). Ia juga menguburkan orang-
orang mati (Tob.1:17-18) dan melakukan banyak kebajikan yang lain
(Tob.1:16). Oleh karena perbuatan-perbuatan baik ini, Tobit dicari-cari untuk
dibunuh dan segala harta bendanya disita (Tob.1:19-20). Meskipun demikian,
Tobit tetap tidak berhenti untuk berbuat kebajikan.
“Ia belum juga takut! Sudah pernah ia dicari untuk dibunuh karena
perkara yang sama. Dahulu ia melarikan diri dan sekarang ia
menguburkan mayat lagi!” (Tob.2:8).
“Ia tidak dapat duduk makan dengan tenang, jika mengingat bahwa
masi hada mayat yang belum dikuburkan dengan layak” (Tob.2:1-7).
186
Akan tetapi, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Pada
suatu hari, tahi burung jatuh pada mata Tobit. Akibatnya, ia menjadi buta. Ia
tidak dapat melihat selama empat tahun lamanya. Selanjutnya, muncul tokoh
kedua. Tokoh kedua bernama Sara. Ia adalah anak perempuan Raguel. Raguel
adalah saudara Tobit yang tinggal di kota Ekbatana di negeri Media (Tob.3:7).
Sara telah menikah sebanyak tujuh kali. Akan tetapi, semua suaminya itu
dibunuh setan jahat Asmodeus, sebelum mereka bersetubuh dengan Sara
(Tob.3:8). Seorang pelayan perempuan Raguel menuduh Sara telah
membunuh suaminya itu (Tob.3:8). Pelayan itu juga mengutukinya supaya
Sara mati saja (Tob.3:9). Akibatnya, Sara menjadi sangat sedih. Dalam
kesedihan yang mendalam ia berniat menggantung dirinya sendiri (Tob.3:10).
Akan tetapi, menyadari bahwa dengan menggantung diri akan membuat
ayahnya, Raguel mendapat nista, akhirnya Sara membatalkan niat buruknya
itu (Tob.3:10).
Tobit yang menderita kebutaan dan Sara yang menderita akibat
kematian suami-suaminya itu, berdoa kepada Allah. Mereka memohon
supaya sebaiknya Allah mencabut nyawa mereka saja (Tob.3:6.13). Singkat
cerita, akhirnya Allah mendengar doa mereka. Allah mengutus Rafael,
malaikat-Nya untuk menyembuhkan Tobit dan Sara.
“Pada saat itu juga kedua orang itu, yaitu Tobit dan Sara, dikabulkan
permohonannya di hadapan kemuliaan Allah. Diutuslah Rafael untuk
menyembuhkan kedua-duanya, yaitu dengan menghapus bintik-bintik
putih dari mata Tobit sehingga ia dapat melihat cahaya Allah dengan
matanya sendiri, dan dengan memberikan Sara, anak perempuan
Raguel kepada Tobia bin Tobit sebagai istri dan dengan
melepaskannya dari Asmodeus, setan jahat itu!” (Tob.3:16-17).
187
Narasi kitab menutup dirinya dengan nubuat Tobit mengenai
kehancuran Niniwe serta pelaksanaan nubuat itu yang masih sempat
disaksikan Tobia, anaknya (Tob 14:2-15).
2. Ajaran Dasar Kitab Tobit
Ajaran dasar Kitab Tobit menyimpul dalam nasihat Tobit kepada Tobia.
- Harus menghormati kedua orangtua, merawat mereka,
menyenangkan hati mereka dan tidak menyedihkan hati
mereka. Jika sudah meninggal, mereka harus dikuburkan
berdampingan dalam satu kubur (Tob.4:3-4).
- Harus ingat kepada Allah, sepanjang umur jangan sampai
berdosa dan melanggar perintah-perintah-Nya. Harus berbuat
baik sepanjang hidup dan jangan menempuh jalan kelaliman
(Tob.4:5-7).
- Harus menyerahkan sedekah dari harta milik, sesuai dengan
besarnya kekayaan. Jika hanya memiliki sedikit, jangan takut
memberikan sedekah seadanya. Jika memberikan sedekah,
janganlah kemudian menyesal (Tob.4:7-11).
- Harus menjauhi percabulan, mengambil istri dari keturunan
nenek moyang, dan jangan mengambil istri yang tidak berasal
dari suku ayah. Dalam hal ini perlu meneladani Nuh, Abraham,
Ishak, dan Yakub yang mengambil istri dari kaum kerabat
mereka sendiri (Tob.4:12).
- Harus mencintai sanak-saudara dan jangan meninggikan hati
terhadap sanak-saudara serta anak-anak lelaki dan perempuan
sebangsa. Tidak boleh congkak dan tidak boleh malas
(Tob.4:13).
188
- Harus membayar upah orang dengan segera dan jangan
menahannya walaupun hanya semalam (Tob.4:14).
- Harus berlaku sebagai seorang yang terdidik baik dalam
segenap tingkah laku. Yang tidak disukai sendiri, jangan
dilakukan terhadap orang lain. Harus menghindari kemabukan
baik di rumah maupun di jalan (Tob.4:14-15).
- Harus memberi makanan kepada yang lapar dan member
pakaian kepada yang telanjang. Apa yang berlebih-lebihan
harus diberikan sebagai sedekah. Orang-orang berdosa jangan
diberi makanan (Tob.4:16-17).
- Harus meminta nasihat dari setiap orang yang arif dan jangan
menghina nasihat yang bermanfaat (Tob.4:18).
- Harus memuji TUHAN Allah setiap waktu dan meminta
kepada-Nya, supaya segala jalan hidup menjadi lurus dan
supaya segala lorong serta rencana berhasil baik (Tob.4:19).
- Demikianlah pengarang Kitab Tobit ingin mengajak para
pembaca atau pendengar untuk menjadi seorang ‘mulia, baik,
benar, dan penderma’ (Tob.7:6; 9:6]) seperti yang telah
dicontohkan Tobit, Tobia, dan Sara.
3. Sumber Tulisan Kitab Tobit
Kitab Tobit mendapat banyak inspirasi dari narasi-narasi yang terdapat
dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama yang berusia lebih tua. Narasi-narasi
tentang para Bapa Bangsa yang terdapat dalam Kitab Kejadian, seperti narasi
Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dan nenek moyang lain, cukup banyak
mempengaruhi penulisan Kitab Tobit (Tob.4:12). Selain itu, Kitab Tobit
memiliki persamaan dengan suatu narasi populer dalam Bahasa Asyur dan
189
Bahasa Aram mengenai seorang bijak bernama Ahikar (Tob 1:22; 2:10;
11:19; 14:10).
Narasi populer yang berjudul ‘Hikmat Ahikar’ ini telah dikenal
sekurang-kurangnya dalam Abad Kelima sM. Berhubung maksud utama
penulisan Kitab Tobit adalah untuk mengajarkan melalui teladan atau contoh
suatu model cara hidup orang Yahudi yang ideal, dapat diperkirakan bahwa
Kitab Tobit berasal dari periode yang sama dengan Kitab Rut, Kitab Ester,
dan Kitab Yudit. Periode itu di sekitar zaman sesudah pembuangan, entah di
zaman akhir pemerintahan Kerajaan Persia atau di zaman awal pemerintahan
Kekaisaran Yunani (Tob.14:4).
Dalam tradisi perkawinan Yahudi dan Kristen, Kitab Tobit memegang
peranan yang cukup penting. Selain dibacakan dalam upacara perkawinan,
doa Tobia dan Sara (Tob.8:5-8) seringkali didoakan kedua mempelai.
Sebagaimana dikisahkan dalam kitab, keluarga Tobit memang patut menjadi
teladan setiap keluarga Yahudi dan Kristen, terutama yang ingin menempuh
jalan kebenaran dan kesalehan seumur hidup dengan banyak serta sering
melakukan kebajikan kepada para saudara (Tob.1:3).
C. RANGKUMAN
(1) Kitab Tobit termasuk dalam deretan kitab yang tidak terdapat dalam
Kitab Suci berbahasa Ibrani. Akan tetapi, Gereja Katolik menerimanya
sebagai Kitab Suci yang resmi. Sama seperti Kitab Rut dan Kitab Ester,
Kitab Tobit juga memuat narasi tentang kepahlawanan dan keteladanan
tokoh-tokoh tertentu dalam sejarah Bangsa Israel.
(2) Kitab Tobit mendapat banyak inspirasi dari narasi-narasi yang terdapat
dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama yang berusia lebih tua. Narasi-narasi
tentang para Bapa Bangsa yang terdapat dalam Kitab Kejadian, seperti
190
narasi Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dan nenek moyang lain, cukup
banyak mempengaruhi penulisan Kitab Tobit (Tob.4:12).
(3) Dalam tradisi perkawinan Yahudi dan Kristen, Kitab Tobit memegang
peranan yang cukup penting. Selain dibacakan dalam upacara
perkawinan, doa Tobia dan Sara (Tob.8:5-8) seringkali didoakan kedua
mempelai.







