penghakiman Allah sebentar saja,
kembali kepada penyembahan berhala. Bangsa ini memiliki
hati yang selalu melawan dan memberontak, tidak menjadi gentar
oleh kengerian hukuman-hukuman Allah, atau tergerak untuk
tetap berada di dalam kasih-Nya dalam rasa hormat dan syukur
atas perkara-perkara besar yang telah diperbuat Allah bagi
mereka. Penyelenggaraan Allah tidak serta-merta mengubah hati
dan kehidupan orang-orang berdosa.
II. Israel kembali ditimpa masalah. Hal ini tentu saja akan terjadi
selanjutnya. Biarlah semua orang yang berdosa bersiap untuk
menderita. Biarlah semua orang yang kembali kepada kebodohan
bersiap untuk kembali kepada kesengsaraan. Terhadap orang
yang tidak bercela Allah berlaku tidak bercela (Mzm. 18:26), dan
akan bertindak melawan orang-orang yang hidupnya bertentang-
an dengan Dia (Im. 26:21, 24). Sekarang mengenai masalah ini,
1. Masalah itu timbul dari seorang musuh yang sangat keji. Allah
menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian (ay. 1),
bukan orang Midian di sebelah selatan tempat Yitro tinggal,
melainkan di sebelah timur yang bergabung dengan orang
Moab (Bil. 22:4), suatu bangsa yang dipandang rendah oleh
semua orang sebagai bangsa yang tidak berbudaya dan tidak
berpendidikan. Itulah sebabnya kita tidak membaca di sini
tentang raja, penguasa, atau panglima yang mereka miliki,
Kitab Hakim-hakim 6:1-6
499
sebaliknya, pasukan yang dengannya mereka menghancurkan
Israel yaitu segerombolan orang yang tidak tahu aturan.
Dan, yang membuatnya lebih menyakitkan, mereka yaitu
suatu bangsa yang dulu telah ditaklukkan oleh Israel, dan
boleh dikatakan telah dihancurkan (lihat Bil. 31:7). Namun
demikian, pada saat ini (hampir 200 tahun lalu ) sedikit
orang yang tersisa dari mereka menjadi begitu berlipat ganda,
dan bertambah begitu banyak, sehingga mereka sanggup
menjadi cambuk yang sangat keras bagi Israel. Demikianlah
Allah membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan
umat, bahkan dengan bangsa yang bebal (Ul. 32:21). Makhluk
ciptaan yang paling hina akan dipakai untuk menghajar
orang-orang yang telah menjadikan Sang Pencipta yang agung
sebagai musuh mereka. jika orang-orang yang telah dise-
rahkan kepada kita untuk kita perintah ternyata memberontak
dan tidak taat kepada kita, maka sudah menjadi kepentingan
kita untuk mencari tahu apakah kita juga berbuat hal yang
sama kepada Penguasa kita yang berdaulat.
2. Masalah tersebut membesar dan mencapai puncak yang sa-
ngat mengerikan (ay. 2): Selama itu orang Midian berkua-
sa, semata-mata sebab jumlah mereka yang sangat banyak.
Allah telah berjanji untuk memperbanyak jumlah bangsa
Israel sebanyak pasir di tepi laut. namun dosa mereka telah
menghentikan pertumbuhan mereka dan mengurangi jumlah
mereka, sehingga lalu para musuh mereka, meskipun
sebetulnya lebih rendah daripada mereka dalam segala hal,
mengalahkan mereka melalui jumlah yang sangat banyak.
Para musuh itu datang menyerang mereka berbanyak-banyak
seperti belalang (ay. 5), bukan dengan tentara yang terlatih
untuk bertempur melawan mereka di medan perang, melain-
kan dengan suatu gerombolan yang kacau-balau untuk menja-
rah negeri mereka, menjelajahinya, dan memperkaya diri
dengan jarahan-jarahannya – cuma segerombolan perampok,
tidak lebih. Dan Israel yang berdosa, sebab terpisah dari
Allah oleh dosa, tidak berani maju melawan mereka. Lihatlah
malapetaka yang menyedihkan yang ditimbulkan oleh orang
Midian ini dengan gerombolan-gerombolan penjarah mereka di
Israel. Di sini kita mendapati,
500
(1) Orang-orang Israel dipenjara, atau lebih tepatnya memen-
jarakan diri mereka sendiri, di dalam gua-gua dan kubu-
kubu (ay. 2). Hal ini terjadi semata-mata sebab ketakutan
dan kelemahan hati mereka sendiri, sehingga mereka lebih
memilih kabur daripada melawan. Itu merupakan dampak
dari hati nurani yang bersalah, yang membuat mereka
gemetar melihat goyangnya sehelai daun, dan merupakan
hukuman yang adil atas kemurtadan mereka terhadap
Allah, yang berperang melawan mereka dengan kengerian-
kengerian yang justru semestinya akan Ia pakai untuk
berperang bagi mereka. Seandainya bukan sebab masalah
ini, maka kita tidak bisa tidak pasti berpikir bahwa Israel
yaitu lawan yang seimbang bagi orang Midian, dan cukup
mampu untuk mengalahkan mereka. Akan namun , hati yang
meninggalkan Allah pasti akan kehilangan bukan hanya
apa yang baik, melainkan juga apa yang agung. Dosa me-
ngecilkan hati manusia, dan membuat mereka menyusup
ke dalam gua-gua dan kubu-kubu. Akan tiba saatnya keti-
ka perwira-perwira dan orang-orang berkuasa berseru de-
ngan sia-sia kepada batu-batu dan gunung-gunung untuk
menyembunyikan mereka.
(2) Orang Israel menjadi melarat, sangat melarat (ay. 6). Orang
Midian dan bangsa-bangsa timur lainnya yang bergabung
dengan mereka untuk hidup dari hasil rampasan dan
jarahan, seperti yang dilakukan lama sebelumnya oleh
orang-orang Syeba dan orang-orang Kasdim yang menjarah
Ayub, yakni orang-orang yang bebas menjarah, sering kali
mengadakan serangan ke negeri Kanaan. Negeri yang su-
bur ini merupakan godaan yang besar bagi mereka. Terle-
bih lagi, kemalasan dan kemewahan yang ke dalamnya
orang Israel telah tenggelam sebab keamanan negeri mere-
ka selama empat puluh tahun, membuat mereka dan harta
benda mereka menjadi mangsa yang empuk bagi para mu-
suh. Orang Midian maju mendatangi mereka (ay. 3), berke-
mah di daerah mereka (ay. 4), dan mengangkut segala ter-
nak mereka, terutama unta-unta yang tak terbilang ba-
nyaknya (ay. 5). Mereka tidak cuma datang sebentar untuk
mengadakan serangan secara tiba-tiba atas orang Israel,
lalu segera pergi, namun menetapkan hati untuk memaksa
Kitab Hakim-hakim 6:1-6
501
masuk, dan menembus ke jantung negeri sejauh Gaza di
sebelah barat (ay. 4). Mereka membiarkan orang Israel me-
naburi tanahnya, namun menjelang panen, mereka datang
dan merampas semuanya, memakan habis dan memus-
nahkannya, baik rumput maupun gandum. Dan saat
pergi, mereka membawa serta domba dan lembu, sehingga
dalam waktu sekejap mereka tidak meninggalkan bahan
makanan apa pun bagi Israel, kecuali apa yang secara
diam-diam diambil oleh pemilik yang sah ke dalam gua-gua
dan kubu-kubu. Sekarang kita dapat melihat di sini,
[1] Keadilan Allah dalam hukuman atas dosa mereka. Me-
reka telah lalai menghormati Allah dengan harta benda
mereka dalam persepuluhan dan persembahan, dan
telah mempersiapkan bagi Baal apa yang semestinya
dipakai untuk melayani Allah. Oleh sebab itu, sekarang
Allah secara adil mengirimkan musuh untuk mengambil
harta benda mereka itu pada musimnya (Hos. 2:7-8).
[2] Akibat kepergian Allah dari suatu umat. saat Allah
pergi, maka segala kebaikan pun pergi, dan segala keja-
hatan mendobrak masuk. saat Israel tetap bersama
dengan Allah, mereka menuai apa yang ditabur orang
lain (Yos. 24:13; Mzm. 105:44). namun sebab sekarang
Allah telah meninggalkan mereka, maka orang lain
menuai apa yang mereka tabur. Marilah kita mengambil
hikmah dari kejadian ini untuk memuji Allah atas keda-
maian dan ketenteraman negeri kita, sehingga kita da-
pat memakan hasil jerih payah tangan kita.
III. Kesadaran Israel akan tangan Allah yang bekerja dalam kejadian
ini hidup kembali pada akhirnya. Tujuh tahun, tahun demi
tahun, orang Midian mengadakan serangan-serangan ini atas
mereka, dan tiap serangan dapat kita duga lebih buruk daripada
serangan sebelumnya (ay. 1), sampai akhirnya, sebab semua
pertolongan lain gagal, berserulah orang Israel kepada TUHAN (ay.
6), sebab berseru kepada Baal hanya menghancurkan mereka,
dan tidak berdaya menolong mereka. jika Allah menghakimi,
Ia akan menang. Dan orang-orang berdosa akan dibuat berlutut
atau hancur di hadapan-Nya.
502
Serbuan-serbuan Orang Midian
(6:7-10)
7 saat orang Israel berseru kepada TUHAN sebab orang Midian itu, 8 maka
TUHAN mengutus seorang nabi kepada orang Israel, yang berkata kepada
mereka: “Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang menuntun kamu
keluar dari Mesir dan yang membawa kamu keluar dari rumah perbudakan.
9 Aku melepaskan kamu dari tangan orang Mesir dan dari tangan semua
orang yang menindas kamu, bahkan Aku menghalau mereka dari depanmu
dan negeri mereka Kuberikan kepadamu. 10 Dan Aku telah berfirman kepada-
mu: Akulah TUHAN, Allahmu, maka janganlah kamu menyembah allah orang
Amori, yang negerinya kamu diami ini. namun kamu tidak mendengarkan
firman-Ku itu.”
Cermatilah di sini,
I. Perhatian yang diberikan Allah terhadap seruan-seruan orang
Israel, saat pada akhirnya seruan-seruan itu ditujukan kepada-
Nya. Walaupun pada waktu makmur mereka telah mengabaikan
Allah dan mencoba mendekati saingan-saingan-Nya, dan meski-
pun mereka tidak pernah memandang kepada Dia sebelum ter-
paksa melakukannya sebab keadaan yang sudah di luar batas,
namun, saat mereka mengeluh dan berdoa, Allah berniat mem-
berikan kelegaan bagi mereka. Demikianlah Ia hendak menunjuk-
kan betapa Ia siap untuk mengampuni, betapa Ia cepat menun-
jukkan rahmat, dan betapa Ia langsung tergerak untuk mende-
ngarkan doa, sehingga orang-orang berdosa dapat terdorong
untuk kembali dan bertobat (Mzm. 130:4).
II. Cara yang dipakai Allah untuk mengadakan pembebasan bagi
bangsa Israel.
1. Sebelum mengutus seorang malaikat untuk membangkitkan
seorang penyelamat bagi mereka, Allah terlebih dahulu meng-
utus seorang nabi untuk menegur mereka atas dosa mereka,
dan membawa mereka kepada pertobatan (ay. 8). Nabi ini tidak
disebutkan namanya, namun ia seorang manusia, seorang nabi,
bukan seorang malaikat seperti di dalam pasal 2:1. Tidak jelas
apakah nabi ini memanfaatkan kesempatan untuk menyam-
paikan pesannya kepada orang Israel saat mereka sedang
berkumpul bersama dalam sebuah pertemuan, pada suatu
perayaan tertentu atau untuk keperluan penting lain, ataukah
dia pergi dari satu kota ke kota lain dan dari satu suku ke
suku lain, sambil berkhotbah dan menyampaikan pesan itu.
Kitab Hakim-hakim 6:7-10
503
namun tugasnya yaitu untuk menginsafkan mereka dari dosa,
sehingga, saat mereka berseru kepada Tuhan, mereka dapat
mengakui dosa mereka dengan dukacita dan rasa malu, dan
tidak membuang-buang tenaga hanya untuk mengeluhkan
masalah mereka. Mereka berseru kepada Allah untuk meminta
seorang pembebas, maka Allah mengutus kepada mereka
seorang nabi untuk mengajar mereka, dan untuk mempersiap-
kan mereka bagi pembebasan. Perhatikanlah,
(1) Beralasan bagi kita untuk berharap bahwa Allah sedang
merancangkan belas kasih bagi kita jika kita mendapati
Dia, dengan anugerah-Nya, sedang mempersiapkan kita
untuk menerima belas kasih tersebut. Jika kepada orang-
orang yang sakit Ia mengirimkan seorang utusan, seorang
penengah, yang melaluinya Ia menyatakan jalan yang
benar kepada manusia, maka Ia akan mengasihani manu-
sia itu, dan membuatnya pulih (Ayb. 33:23-24).
(2) Diutusnya nabi-nabi kepada suatu umat, dan diperleng-
kapinya suatu negeri dengan hamba-hamba Tuhan yang
setia, yaitu suatu pertanda baik, dan suatu bukti bahwa
Allah menyediakan belas kasih bagi mereka. Demikianlah
Ia membuat kita berbalik kepada-Nya, dan lalu mem-
buat wajah-Nya bersinar (Mzm. 80:20).
2. Di sini kita mendapati pokok-pokok dari pesan yang disampai-
kan oleh nabi ini kepada Israel, di dalam nama Tuhan.
(1) Sang nabi membentangkan di hadapan mereka perkara-
perkara besar yang telah diperbuat Allah bagi mereka (ay.
8-9): Beginilah firman TUHAN, Allah Israel. Mereka telah
menyembah para allah dari bangsa-bangsa, seakan-akan
mereka tidak memiliki Allah sendiri untuk disembah, dan
sebab nya bisa memilih allah mana saja sesuka hati mere-
ka. namun mereka di sini diingatkan kepada Dia yang telah
mereka lupakan, yang dikenal dengan sebutan Allah
Israel, dan kepada Dialah mereka harus kembali. Mereka
telah berpaling kepada allah-allah lain, seakan-akan Allah
mereka sendiri tidak mampu atau tidak mau melindungi
mereka, dan sebab itu mereka diberi tahu apa yang telah
diperbuat-Nya kepada nenek moyang mereka. Mereka ada-
lah keturunan dari nenek moyang ini, sehingga kebaikan
504
dari segala perbuatan Allah itu turun dan tetap tinggal atas
keturunan yang tidak tahu terima kasih ini.
[1] Allah telah membawa nenek moyang mereka keluar dari
Mesir, dan seandainya tidak demikian, mereka akan
terus berada di dalam kemiskinan dan perbudakan
terus-menerus.
[2] Allah telah melepaskan mereka dari tangan semua orang
yang menindas mereka. Hal ini disebut untuk menyata-
kan bahwa alasan mengapa mereka sekarang tidak
dilepaskan dari tangan orang Midian yang menindas
bukanlah sebab tidak adanya kekuatan atau kehendak
baik pada Allah, melainkan sebab oleh pelanggaran
mereka, mereka telah menjual diri mereka sendiri. Dan
Allah tidak mau menebus mereka sebelum mereka
membatalkan penawaran itu melalui pertobatan.
[3] Allah telah membuat mereka menduduki negeri yang
baik ini dengan tenteram. Hal ini tidak hanya memper-
berat dosa mereka, dan memberikan cap bahwa dosa
itu diperbuat dengan sikap tidak tahu terima kasih dan
hina, namun juga membenarkan Allah, dan membersih-
kan diri-Nya dari kesalahan atas masalah yang sedang
mereka alami sekarang. Mereka tidak dapat berkata
bahwa Allah itu tidak baik, sebab Ia telah memberikan
semua bukti yang sejelas mungkin bahwa Ia meran-
cangkan apa yang baik bagi mereka. Jika malapetaka
menimpa mereka, itu salah mereka sendiri.
(2) Sang nabi menunjukkan kemudahan dan keadilan dari
segala tuntutan dan harapan Allah dari mereka (ay. 10,
KJV): “Akulah TUHAN, Allahmu, yang kepada-Ku engkau ter-
ikat kewajiban-kewajiban terbesar, janganlah kamu takut
terhadap para allah orang Amori.” Yaitu, “Janganlah me-
nyembah mereka, atau menunjukkan penghormatan apa
pun kepada mereka. Jangan menyembah mereka sebab
takut mereka akan mencelakakan dirimu, sebab celaka
apakah yang dapat mereka lakukan jika Aku yaitu Allah-
mu? Takutlah kepada Allah, maka engkau tidak perlu
takut kepada mereka.”
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
505
(3) Sang nabi mendakwa mereka atas pemberontakan kepada
Allah, yang telah mengeluarkan peringatan ini kepada me-
reka: namun kamu tidak mendengarkan firman-Ku itu. Dak-
waannya singkat, namun sudah mencakup keseluruhan. Ini-
lah kejahatan dari semua dosa mereka, yaitu ketidaktaatan
kepada Allah. Oleh sebab itu, ketidaktaatan inilah yang
telah mendatangkan malapetaka-malapetaka itu atas diri
mereka, yang di bawahnya mereka sekarang sedang menge-
rang, sesuai dengan ancaman-ancaman yang diikutserta-
kan dalam perintah-perintah Allah. Dengan ini Allah ber-
maksud untuk membawa mereka kepada pertobatan. Per-
tobatan kita baru dikatakan benar dan tulus jika jahat-
nya dosa, seperti ketidaktaatan kepada Allah, menjadi hal
utama yang kita ratapi.
Panggilan terhadap Gideon
(6:11-24)
11 lalu datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarban-
tin di Ofra, kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya,
mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi
orang Midian. 12 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfir-
man kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang
gagah berani.” 13 Jawab Gideon kepada-Nya: “Ah, tuanku, jika TUHAN me-
nyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala
perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang
kami kepada kami, saat mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menun-
tun kita keluar dari Mesir? namun sekarang TUHAN membuang kami dan me-
nyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian.” 14 Lalu berpalinglah
TUHAN kepadanya dan berfirman: “Pergilah dengan kekuatanmu ini dan
selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku
mengutus engkau!” 15 namun jawabnya kepada-Nya: “Ah Tuhanku, dengan
apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku yaitu yang
paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda
di antara kaum keluargaku.” 16 Berfirmanlah TUHAN kepadanya: “namun
Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang
Midian itu sampai habis.” 17 Maka jawabnya kepada-Nya: “Jika sekiranya aku
mendapat kasih karunia di mata-Mu, maka berikanlah kepadaku tanda,
bahwa Engkau sendirilah yang berfirman kepadaku. 18 Janganlah kiranya
pergi dari sini, sampai aku datang kepada-Mu membawa persembahanku
dan meletakkannya di hadapan-Mu.” Firman-Nya: “Aku akan tinggal, sampai
engkau kembali.” 19 Masuklah Gideon ke dalam, lalu mengolah seekor anak
kambing dan roti yang tidak beragi dari seefa tepung; ditaruhnya daging itu
ke dalam bakul dan kuahnya ke dalam periuk, dibawanya itu kepada-Nya ke
bawah pohon tarbantin, lalu disuguhkannya. 20 Berfirmanlah Malaikat Allah
kepadanya: “Ambillah daging dan roti yang tidak beragi itu, letakkanlah ke
atas batu ini, dan curahkan kuahnya.” Maka diperbuatnya demikian. 21 Dan
506
Malaikat TUHAN mengulurkan tongkat yang ada di tangan-Nya; dengan
ujungnya disinggung-Nya daging dan roti itu; maka timbullah api dari batu
itu dan memakan habis daging dan roti itu. lalu hilanglah Malaikat
TUHAN dari pandangannya. 22 Maka tahulah Gideon, bahwa itulah Malaikat
TUHAN, lalu katanya: “Celakalah aku, Tuhanku ALLAH! sebab memang telah
kulihat Malaikat TUHAN dengan berhadapan muka.” 23 namun berfirmanlah
TUHAN kepadanya: “Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan
mati.” 24 Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamai-
nya: TUHAN itu keselamatan. Mezbah itu masih ada sampai sekarang di
Ofra, kota orang Abiezer.
Tidak dikatakan apa dampak dari khotbah sang nabi atas umat,
namun kita dapat berharap bahwa khotbah itu berdampak baik, dan
bahwa setidak-tidaknya sebagian dari umat bertobat dan memper-
baharui diri sesudah mendengarnya. Sebab di sini, segera sesudah nya,
kita melihat fajar hari pembebasan mereka telah menyingsing, de-
ngan dipanggilnya Gideon untuk memimpin pasukan-pasukan mere-
ka melawan orang Midian.
I. Orang yang ditugasi untuk melakukan pekerjaan ini yaitu
Gideon, anak laki-laki Yoas (ay. 14). Sang ayah masih hidup
sekarang, namun ia dilewatkan begitu saja, dan kehormatan ini
diberikan kepada anak laki-lakinya, sebab sang ayah memelihara
penyembahan terhadap Baal dalam keluarganya sendiri (ay. 25),
yang dapat kita duga ditentang oleh anaknya ini, sejauh yang
dapat dilakukannya. Gideon berasal dari setengah suku Manasye
yang tinggal di Kanaan, dari kaum Abiezer, kaum tertua dari suku
itu (Yos. 17:2). Sampai sejauh ini para hakim diangkat dari suku
yang paling menderita oleh penindasan, dan mungkin demikian
pula halnya di sini.
II. Orang yang memberinya tugas yaitu seorang Malaikat TUHAN. Ia
sepertinya bukan seorang malaikat ciptaan, melainkan Anak Allah
sendiri, Firman yang kekal, Tuhan para malaikat, yang pada saat
itu menampakkan diri dalam beberapa kesempatan penting dalam
rupa manusia. Menurut cendekiawan Uskup Patrick, penampak-
an ini merupakan pengantar bagi apa yang berniat untuk dilaku-
kan-Nya untuk selamanya dan seterusnya dalam kegenapan
waktu, saat Ia mengenakan kodrat kita. Malaikat ini di sini
disebut sebagai Yahweh, nama Allah yang tidak dapat diucapkan
(ay. 14, 16), dan Ia berkata, Akulah yang menyertai engkau.
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
507
1. Sosok ilahi ini menampakkan diri kepada Gideon di sini, dan
patut diperhatikan bagaimana Ia mendapati Gideon,
(1) Sedang menyembunyikan diri – sendirian. Allah sering me-
nyatakan diri-Nya kepada umat-Nya saat mereka jauh
dari hiruk-pikuk dunia ini. Keheningan dan kesendirian
membantu persekutuan kita dengan Allah.
(2) Sedang bekerja mengirik gandum, dengan sebuah ga-
lah atau tongkat (demikian arti kata itu), seperti yang biasa
mereka gunakan untuk memukul-mukul jintan hitam dan
jintan putih (Yes. 28:27), namun sekarang dipakai untuk
mengirik gandum. Mungkin sebab hanya sedikit yang
perlu diiriknya, maka dia tidak membutuhkan lembu jan-
tan. Pada waktu itu, tidak dipandang sebagai sesuatu yang
akan mengurangi harga dirinya, meskipun ia seorang yang
terpandang dan seorang pahlawan yang gagah bera-
ni, untuk turun tangan mengerjakan pekerjaan petani. Ia
memiliki banyak hamba (ay. 27), dan sekalipun begitu ia
sendiri tidak hidup bermalas-malasan. Kita mempersiap-
kan diri kita untuk menerima kunjungan-kunjungan ilahi
jika kita sedang mengerjakan pekerjaan yang jujur.
Kabar tentang kelahiran Kristus disampaikan kepada para
gembala saat mereka sedang menjaga kawanan domba
mereka. Pekerjaan yang sedang dilakukan Gideon merupa-
kan perlambang dari pekerjaan yang lebih besar yang ke-
padanya dia dipanggil sekarang, sama seperti pekerjaan
para murid sebagai penjala ikan. Dari mengirik gandum,
dia dijemput untuk mengirik orang Midian (Yes. 41:15).
(3) Sedang kesusahan. Gideon sedang mengirik gandumnya,
bukan di tempat pengirikan, tempat yang semestinya, me-
lainkan dalam tempat pemerasan anggur, di suatu sudut
ruangan yang tersembunyi, sebab takut kepada orang
Midian. Ia sendiri ikut terkena malapetaka yang menimpa
orang banyak ini, dan sekarang Sang Malaikat datang un-
tuk membangkitkan semangatnya melawan orang Midian
saat ia sendiri dapat berbicara dengan begitu penuh pera-
saan tentang beratnya kuk mereka. Hari kesusahan ter-
besar yaitu hari bagi Allah untuk tampil melegakan umat-
Nya.
508
2. Marilah sekarang kita lihat apa yang terjadi antara Sang
Malaikat dan Gideon, yang tidak mengetahui dengan pasti,
sampai sesudah Malaikat itu pergi, bahwa Ia yaitu seorang
Malaikat, yang sudah disangkanya sebagai seorang nabi.
(1) Sang Malaikat menyapa Gideon dengan hormat, dan meya-
kinkan dia akan penyertaan Allah bersamanya (ay. 12). Ia
menyebut Gideon seorang pahlawan yang gagah berani,
mungkin sebab Ia mengamati bagaimana Gideon mengirik
gandum dengan segenap kekuatannya. Pernahkah engkau
melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Apa pun
pekerjaannya itu, dia akan berdiri di hadapan raja-
raja. Orang yang setia dalam perkara kecil akan diberi
tanggung jawab dalam perkara yang besar. Gideon yaitu
seorang yang gagah berani dan giat bekerja, namun terku-
bur hidup dalam keadaan tidak dikenal, sebab kejahatan
yang tengah merajalela pada masanya. namun dia di sini
disemangati untuk melakukan sesuatu yang besar, seperti
dirinya sendiri, dengan perkataan itu, TUHAN menyertai
engkau, atau, sebagaimana terjemahan bahasa Aram mem-
bacanya, Firman TUHAN yaitu pertolonganmu. Sesung-
guhnya TUHAN ada bersamanya saat Malaikat ini ada
bersamanya. Dengan perkataan ini,
[1] Sang Malaikat memberinya tugas. Jika kita disertai oleh
Allah, maka hal ini akan membenarkan dan menyokong
kita dalam pekerjaan-pekerjaan kita.
[2] Sang Malaikat melengkapinya dengan semua hal yang
diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. “Tuhan
besertamu untuk menuntun dan menguatkan engkau,
untuk menyemangati dan mendukung engkau.”
[3] Sang Malaikat meyakinkan dia akan keberhasilannya.
Sebab, jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan
menang melawan kita? Jika Ia beserta kita, kita tidak
akan kekurangan apa pun. Penyertaan Allah bersama
kita yaitu segala-galanya bagi keberhasilan kita, apa
pun yang kita lakukan. Gideon yaitu seorang pahla-
wan yang gagah berani, namun ia tidak dapat mewujud-
kan apa-apa tanpa penyertaan Allah. Penyertaan-Nya
itu cukup untuk membuat siapa saja menjadi pahlawan
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
509
yang gagah berani dan untuk memberikan keberanian
kepada seseorang di setiap waktu.
(2) Gideon memberikan jawaban yang sangat pilu pada salam
yang penuh sukacita ini (ay. 13): Ah, tuanku, jika TUHAN
menyertai kami (yang dalam terjemahan bahasa Aram
dibaca: Adakah Syekhinah TUHAN menjadi pertolongan
kami? dengan menyamakan Syekhinah itu dengan firman
TUHAN), mengapa semuanya ini menimpa kami? “Yaitu
semua masalah dan kesusahan yang diakibatkan oleh ser-
buan-serbuan orang Midian ini, yang memaksaku mengirik
gandum di sini dalam tempat pemerasan anggur. Semua
kehilangan, dukacita, dan ketakutan ini. Dan di manakah
segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang dicerita-
kan oleh nenek moyang kami kepada kami?” Cermatilah,
dalam jawabannya, Gideon tidak mengindahkan pujian
atas keberanian dirinya sendiri, tidak pula hal ini mem-
besarkan hatinya atau memberinya penguatan sedikit pun,
walaupun ada kemungkinan bahwa Sang Malaikat menye-
suaikan apa yang dikatakannya dengan apa yang sedang
dipikirkan oleh Gideon pada saat yang sama. Sementara
tangannya yang bekerja sibuk mengirik gandum, pikiran-
nya yang menerawang dan hatinya yang berani sedang
memikirkan penyelamatan Israel dan kehancuran Midian.
saat Gideon sedang memikirkan hal itu, Dia yang menge-
tahui isi hati manusia memberi salam pada waktu yang
tepat, menyebutnya seorang pahlawan yang gagah berani
sebab rancangan-rancangannya yang berani itu, dan
membuka jalan baginya untuk melaksanakan rancangan-
rancangan itu. Namun Gideon, seakan-akan tidak sadar
akan sesuatu yang besar atau yang menguatkan dalam
rohnya sendiri, hanya berpaku kepada jaminan yang telah
diberikan oleh Malaikat itu akan penyertaan Allah, sebagai
sesuatu yang membuat bangsa Israel tetap menerima
segala penghiburan mereka. Cermatilah, Sang Malaikat
berbicara secara khusus kepada Gideon: TUHAN menyertai
engkau. namun Gideon menganggapnya untuk semua: Jika
TUHAN menyertai kami, dengan mengelompokkan dirinya
bersama ribuan orang Israel, dan tidak mau menerima
penghiburan kecuali mereka ikut menerimanya. Sama se-
510
kali tak terpikir olehnya untuk menguasai sendiri penghi-
buran itu, sekalipun ia diberi peluang yang begitu baik
untuk itu. Perhatikanlah, orang yang peduli pada kepen-
tingan orang banyak hanya merasa terhormat dan bersuka-
cita jika mereka dimampukan untuk melayani kepen-
tingan-kepentingan bersama dari jemaat Allah. Gideon
yaitu seorang pahlawan yang gagah berani, namun ia
masih lemah dalam iman, yang membuatnya sulit untuk
menyelaraskan jaminan-jaminan yang sekarang diberikan
kepadanya tentang penyertaan Allah dengan,
[1] Kesusahan yang tengah dialami Israel: Mengapa semua-
nya ini, dan semuanya ini bukanlah hal yang sedikit,
menimpa kami? Perhatikanlah, kadang-kadang sulit, te-
tapi tidak pernah mustahil, untuk menyelaraskan kema-
langan-kemalangan yang terjadi menurut penyelenggara-
an Allah dengan penyertaan Allah dan perkenanan-Nya.
[2] Ditangguhkannya pembebasan mereka: “Di manakah
segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceri-
takan oleh nenek moyang kami kepada kami? Mengapa
kuasa yang sama yang telah membebaskan nenek
moyang kami dari kuk orang Mesir tidak membebaskan
kami dari tangan orang Midian?” Seolah-olah sebab
Allah tidak segera mengadakan mujizat-mujizat untuk
membebaskan mereka, meskipun mereka telah kehi-
langan perkenanan dan pertolongan-Nya sebab dosa-
dosa mereka, maka harus dipertanyakan apakah Ia me-
mang pernah mengadakan mujizat-mujizat yang telah
diceritakan oleh nenek moyang mereka. Atau, kalaupun
pernah, apakah sekarang Ia memiliki hikmat, kuasa,
dan kehendak baik yang sama kepada umat-Nya, seper-
ti yang pernah dimiliki-Nya dahulu. Ini merupakan kele-
mahan Gideon. Kita tidak boleh berharap bahwa muji-
zat-mujizat yang diadakan saat jemaat sedang diben-
tuk, dan suatu kebenaran agung sedang ditetapkan,
harus diteruskan dan diulangi saat pembentukan dan
penetapan itu sudah selesai. Demikian pula bahwa
belas kasih yang ditunjukkan Allah kepada nenek mo-
yang kita yang mengabdi kepada-Nya, dan tetap dekat
dengan-Nya, harus diperbarui bagi kita, jika kita mero-
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
511
sot dan memberontak terhadap-Nya. Gideon seharusnya
tidak berkata, pertama, bahwa TUHAN menyerahkan
mereka ke dalam cengkeraman orang Midian, sebab me-
reka telah menjual diri mereka sendiri oleh pelanggar-
an-pelanggaran mereka. Atau, kedua, bahwa sebab
sekarang mereka ada dalam cengkeraman orang Midian,
maka Allah telah membuang mereka. Sebab belum lama
ini Ia telah mengutus seorang nabi kepada mereka (ay.
8), yang merupakan pertanda pasti bahwa Ia tidak
membuang mereka.
(3) Sang Malaikat memberinya sebuah jawaban yang sangat
ampuh untuk menghilangkan keberatan-keberatannya, de-
ngan memberinya sebuah tugas untuk membebaskan Is-
rael dari tangan orang Midian, dan meyakinkan dia bahwa
ia akan berhasil dalam melakukannya (ay. 14). Sekarang
Malaikat itu disebut sebagai Yahweh, sebab Ia berbicara
sebagai sosok yang berkuasa, tidak seperti seorang utusan.
[1] Ada sesuatu yang luar biasa dalam tatapan yang seka-
rang diberikan Malaikat itu kepada Gideon. Tatapan itu
penuh rahmat dan perkenanan, yang menghidupkan
kembali semangat Gideon yang telah kendor, dan mem-
bungkam ketakutan-ketakutannya, tatapan yang de-
ngannya wajah Allah memandang orang yang tulus
(Mzm. 11:7, KJV). Malaikat itu memandangnya, dan ter-
senyum mendengar keberatan-keberatan yang dibuat-
nya. Ia tidak memberinya jawaban langsung atas kebe-
ratan-keberatan itu, namun mengikatkan dan mengena-
kan kepadanya kuasa yang sedemikian rupa hingga
akan segera memampukan dirinya untuk menjawab
keberatan-keberatan itu sendiri, dan membuatnya malu
bahwa ia pernah menyampaikan keberatan-keberatan
itu. Tatapan itu berbicara, seperti tatapan Kristus kepada
Petrus (Luk. 22:61), tatapan yang penuh kuasa, tatapan
yang secara mengherankan memancarkan terang dan
kehidupan baru ke dalam dada Gideon, dan mengobar-
kan semangatnya, jauh melebihi apa yang pernah dia
rasakan sebelumnya.
512
[2] namun ada jauh lebih banyak hal lagi yang terkandung
dalam apa yang dikatakan Sang Malaikat kepada
Gideon. Pertama, Ia menugaskan Gideon untuk tampil
dan bertindak sebagai pembebas Israel. Memang orang
seperti itulah yang sedang diharap-harapkan untuk
dibangkitkan, terutama oleh segelintir orang yang berpi-
kir di negeri itu, termasuk Gideon di antaranya, sesuai
dengan cara yang dipakai Allah sebelumnya, dalam
menjawab seruan-seruan Israel yang tertindas. Seka-
rang Gideon diberi tahu: “Engkaulah orangnya: Pergilah
dengan kekuatanmu ini, kekuatan yang dengannya eng-
kau sekarang sedang mengirik gandum ini. Pergilah dan
pakailah kekuatan itu untuk tujuan yang lebih mulia.
Aku akan menjadikan engkau pengirik manusia.” Atau,
lebih tepatnya, “kekuatan yang dianugerahkan kepada-
mu sekarang melalui tatapan ini.” Allah memberikan
tugas kepada Gideon dengan memberinya segala sesua-
tu yang diperlukan untuk melengkapi dan melayakkan
dia dalam melaksanakan tugas itu. Ini lebih daripada
apa yang dapat dilakukan oleh raja dan penguasa yang
paling kuat sekalipun di atas bumi kepada orang-orang
yang diberinya tugas. Dilayakkannya seseorang oleh
Allah untuk suatu pekerjaan yaitu bukti yang pasti
dan tetap bahwa Ia memanggil orang itu untuk melaku-
kan pekerjaan tersebut. “Pergilah, bukan dengan ke-
kuatanmu, yang bersifat alami, dan berasal dari dirimu
sendiri. Janganlah bergantung pada kegagahanmu sen-
diri. namun pergilah dengan kekuatanmu ini, yang baru
saja engkau terima, pergilah dengan keperkasaan-keper-
kasaan Tuhan ALLAH, yaitu keperkasaan-keperkasaan
yang dengannya engkau harus menguatkan dirimu sen-
diri.” Kedua, Sang Malaikat meyakinkan Gideon bahwa
ia akan berhasil. Hal ini cukup untuk memberinya ke-
beranian. Ia bisa yakin bahwa ia tidak akan gagal di
dalam tugasnya. Tugas itu tidak akan membawa cela
bagi dirinya atau celaka bagi bangsanya seperti yang
terjadi pada usaha -usaha yang gagal, namun akan mem-
bawa kehormatan baginya dan kebahagiaan bagi bang-
sanya: Engkau akan menyelamatkan orang Israel dari
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
513
cengkeraman orang Midian, dan dengan begitu engkau
tidak hanya akan menjadi saksi mata, namun juga alat
yang mulia, dari keajaiban-keajaiban seperti yang diceri-
takan oleh nenek moyangmu kepadamu. Gideon, dapat
kita duga, terlihat seperti seseorang yang tercengang
atas kekuatan yang mengherankan dan mengejutkan
yang dianugerahkan kepadanya ini, dan bertanya-tanya
apakah dia bisa mengandalkan apa yang didengarnya:
Sang Malaikat meneguhkan tugasnya dengan teste
meipso – seruan kepada wewenang-Nya sendiri. Tidak
ada apa-apa lagi yang diperlukan. “Bukankah telah Ku-
perintahkan kepadamu – Aku yang empunya segala kua-
sa di sorga dan di bumi, dan wewenang khusus di sini
sebagai raja Israel, yang memberikan tugas-tugas secara
langsung – AKU yang yaitu AKU, yang sama yang
telah mengutus Musa?” (Kel. 3:14).
(4) Gideon mengajukan suatu keberatan yang sangat bersaha-
ja terhadap tugas panggilan ini (ay. 15): Ah Tuhanku, de-
ngan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Pertanyaan
ini memperlihatkan bahwa dia entah,
[1] Tidak percaya kepada Allah dan kuasa-Nya, seakan-
akan, meskipun Allah menyertainya, namun tetap saja
mustahil baginya untuk menyelamatkan Israel. Iman
yang sejati sering kali lemah, namun iman itu tidak akan
ditolak, namun akan dibesarkan dan dikuatkan. Atau,
[2] Ingin tahu mengenai cara-cara yang harus diambilnya:
“Tuanku, aku bekerja di bawah segala keadaan yang
tidak menguntungkan yang bisa dibayangkan untuk
tugas itu. Jika aku harus melakukannya, maka Engkau
harus menempatkanku di jalan yang mulus.” Perhati-
kanlah, orang-orang yang menerima tugas panggilan
dari Allah harus menantikan dan mencari petunjuk-
petunjuk dari Dia. Atau lebih tepatnya,
[3] Rendah hati, merendah, dan menyangkal diri. Sang Ma-
laikat telah menghormatinya, namun lihatlah betapa de-
ngan hina dia berbicara tentang dirinya sendiri: “Kaum-
ku terbilang yang paling kecil di antara suku Manasye.”
Mungkin mereka miskin, lebih daripada kaum-kaum
514
lain di antara orang Midian, “dan aku pun seorang yang
paling muda, yang memiliki kehormatan dan pengaruh
paling kecil, di antara kaum keluargaku. Apakah yang
dapat berlagak aku lakukan? Aku sama sekali tidak
pantas menjalankan tugas itu, dan tidak layak mene-
rima kehormatan itu.” Perhatikanlah, Allah sering kali
memilih untuk melakukan perkara-perkara besar mela-
lui orang-orang kecil, terutama yang kecil di mata mere-
ka sendiri. Allah bersuka dalam mengangkat orang yang
rendah hati.
(5) Keberatan ini segera dijawab dengan mengulangi janji bah-
wa Allah akan menyertainya (ay. 16). “Janganlah berkebe-
ratan sebab kemiskinan dan kehinaanmu. Hal-hal yang
demikian memang sering kali menghalangi orang-orang
dalam menjalankan usaha -usaha yang besar, namun apalah
artinya itu bagi seseorang yang disertai oleh Allah, yang
akan menutupi semua kekurangan dalam kehormatan dan
harta benda. namun Akulah yang menyertai engkau, untuk
memimpin dan menguatkan engkau, dan memberimu
nama baik yang begitu rupa hingga, betapa pun lemahnya
pengaruhmu secara pribadi, engkau akan mendapatkan
prajurit-prajurit yang cukup untuk mengikutimu. Dan eng-
kau akan diyakinkan bahwa engkau akan memukul kalah
orang Midian itu sampai habis, dengan begitu mudah
seakan-akan mereka hanyalah satu orang saja, dan dengan
tuntas. Semua ribuan orang Midian seakan-akan hanya
memiliki satu kepala, dan engkau akan memenggalnya.”
(6) Gideon ingin imannya diteguhkan berkenaan dengan tugas
panggilan ini. Sebab dia tidak mau terlalu percaya begitu
saja pada apa yang begitu cenderung memberikan pujian
bagi dirinya sendiri, tidak berani mengambil risiko untuk
melakukan pekerjaan yang begitu jauh melampaui dirinya,
dan yang di dalamnya ia harus mengajak lebih banyak
orang lagi. namun dia sendiri ingin diyakinkan akan wewe-
nang yang diperolehnya, dan ingin dapat meyakinkan
orang lain mengenai siapa yang memberinya wewenang itu.
Oleh sebab itu, dengan rendah hati dia memohon kepada
sosok ilahi ini, siapa pun dia,
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
515
[1] Agar dia mau memberinya suatu tanda (ay. 17). Dan,
sebab tugas yang diberikan kepadanya berada di luar
jalur umum penyelenggaraan ilahi, maka beralasan
baginya untuk berharap bahwa tugas itu akan diteguh-
kan oleh suatu tindakan Allah di luar cara kerja alam
secara umum: “Berikanlah kepadaku suatu tanda untuk
meyakinkanku akan kebenaran dari hal yang sedang
engkau bicarakan denganku ini, bahwa hal itu lebih dari
sekadar omongan saja, dan bahwa engkau bersungguh-
sungguh.” Kini, di bawah masa dispensasi Roh, kita tidak
boleh mengharapkan tanda-tanda di depan mata kita,
seperti yang diinginkan Gideon di sini. namun kita harus
dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Allah bahwa,
jika sekiranya kita mendapat kasih karunia di mata-Nya,
Ia berkenan memperlihatkan kepada kita suatu tanda di
dalam hati kita, melalui pekerjaan-pekerjaan yang pe-
nuh kuasa dari Roh-Nya di sana, dengan menyempurna-
kan segala pekerjaan iman, dan melengkapi apa yang
masih kurang di dalamnya.
[2]supaya semuanya ini terjadi, Gideon ingin agar Sang
Malaikat menerima jamuan darinya, dan dengan begitu
memberinya kesempatan untuk berbicara lebih lanjut
dan lebih lama dengan Malaikat itu (ay. 18). Orang-
orang yang tahu apa itu bersekutu dengan Allah, akan
terus menginginkan persekutuan itu, dan enggan berpi-
sah, dengan berdoa bersama Gideon, janganlah kiranya
pergi dari sini. Alasan mengapa Gideon ingin agar Sang
Malaikat tetap tinggal yaitu supaya Gideon dapat me-
nyuguhkan suatu hidangan bagi orang asing ini. Gideon
tidak membawa tamunya masuk ke dalam rumah un-
tuk menjamunya di sana, mungkin sebab keluarga
ayahnya tidak begitu suka dengan Gideon dan teman-
temannya. Atau sebab Gideon masih ingin sendirian
saja bersama orang asing ini, dan bercakap-cakap de-
ngannya saja. Itulah sebabnya dia tidak memanggil pe-
layan untuk membawa hidangan itu, namun mengambil-
nya sendiri. Atau sebab seperti itulah Abraham, bapak
leluhurnya, menjamu para malaikat tanpa disadarinya,
yaitu bukan di dalam kemahnya, melainkan di bawah
516
sebuah pohon (Kej. 18:8). sesudah Malaikat itu berjanji
untuk tinggal dan makan malam bersamanya, Gideon
bergegas mengambil seekor anak kambing, yang seperti-
nya sudah direbus untuk makan malamnya sendiri.
Dengan begitu, sebab sudah menyiapkannya, dia tidak
perlu melakukan apa-apa selain menaruhnya ke dalam
bakul sebab di sini makanan itu tidak harus dibumbui
atau ditambahi apa-apa lagi, dan menaruh kuahnya ke
dalam periuk, lalu dia menyajikannya (ay. 19). Dengan
ini Gideon bermaksud, pertama, untuk menunjukkan
rasa terima kasih dan penghormatannya yang sebesar-
besarnya kepada orang asing ini, dan melalui orang itu,
kepada Allah yang telah mengutusnya, sebagai sese-
orang yang berusaha memberikan balasan yang semes-
tinya. Gideon telah mengemukakan kemiskinan keluar-
ganya (ay. 15) sebagai alasan untuk tidak menjadi pang-
lima perang, namun di sini ia tidak mengemukakannya
sebagai alasan untuk tidak menjamu tamunya. Dari
sedikit yang telah ditinggalkan oleh orang Midian un-
tuknya, ia dengan senang hati mau menyisihkan yang
secukupnya untuk menjamu seorang teman, terutama
seorang utusan dari sorga. Kedua, untuk mencari tahu
siapa dan apa orang yang luar biasa ini. Apa yang di-
bawa Gideon disebut sebagai persembahannya (ay. 18).
Itu merupakan kata yang sama yang dipakai untuk
korban sajian, dan mungkin kata yang berarti persem-
bahan dan korban sajian itu digunakan sebab Gideon
bermaksud untuk menyerahkan kepada sosok ilahi ini
untuk menentukan apa makanan yang ada di hadapan-
nya itu: apakah itu suatu perjamuan atau korban saji-
an. Dan sesuai dengan penentuannya, Gideon akan da-
pat menilai orang tersebut. Jika dia memakannya seba-
gai daging biasa, maka Gideon akan menganggapnya
sebagai seorang manusia biasa, seorang nabi. Namun
jika sebaliknya, seperti terbukti demikian, maka Gideon
tahu bahwa dia yaitu seorang Malaikat.
(7) Sang Malaikat memberinya sebuah tanda di dalam dan
melalui apa yang telah dipersiapkan Gideon dengan baik
hati untuk menjamunya. Sebab apa yang kita persembah-
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
517
kan kepada Allah untuk kemuliaan-Nya, dan sebagai tanda
syukur kita kepada-Nya, oleh anugerah Allah akan dibuat
berbalik menjadi penghiburan dan kepuasan kita sendiri.
Sang Malaikat menyuruh Gideon untuk mengambil daging
dan roti dari bakul itu, dan meletakkannya di atas sebuah
batu yang keras dan dingin, dan mencurahkan kuahnya ke
atas batu itu. Jika kuah itu masih panas sewaktu dibawa
Gideon, maka kuah itu akan segera menjadi dingin sesudah
tercurah di atas batu itu. Maka diperbuatnya demikian (ay.
20), sebab percaya bahwa Sang Malaikat memerintahkan
demikian bukan untuk menganggap remeh kesopanannya,
namun dengan maksud untuk memberinya sebuah tanda,
yang memang diberikan oleh Malaikat itu, dan itu mem-
buat Gideon betul-betul puas. Sebab,
[1] Sang Malaikat mengubah daging itu menjadi korban
bakaran, suatu persembahan yang harum bagi diri-Nya
sendiri. Dengan ini Ia menunjukkan bahwa Ia bukanlah
seorang manusia yang membutuhkan daging, melain-
kan Anak Allah yang harus dilayani dan dihormati
dengan korban, dan yang dalam kegenapan waktu akan
membuat diri-Nya sendiri menjadi korban.
[2] Ia menimbulkan api dari batu itu, untuk memakan ha-
bis korban ini, dan menyalakan api, bukan dengan
menggores-gores batu tersebut seperti kita menggores
korek api, namun dengan menyentuh lembut korban
persembahan itu dengan ujung tongkatnya (ay. 21). De-
ngan ini Ia memberi Gideon suatu tanda bahwa Gideon
telah mendapat kasih karunia di mata-Nya, sebab Allah
menyatakan perkenanan-Nya atas korban-korban de-
ngan membakar korban-korban itu, jika itu korban
umum, dengan api dari sorga, seperti korban Musa dan
korban Elia, dan jika itu korban pribadi seperti di sini,
dengan api yang keluar dari bumi, yang sama saja
nilainya, sebab keduanya merupakan dampak dari kua-
sa ilahi. Dan diterimanya korban Gideon ini merupakan
bukti diterimanya Gideon sebagai pribadi, meneguhkan
tugas panggilannya, dan mungkin dimaksudkan untuk
menunjukkan keberhasilannya dalam melaksanakan
tugas itu. Bahwa dia dan tentaranya akan menjadi ke-
518
ngerian yang mengejutkan dan api yang menghangus-
kan bagi orang Midian, seperti api yang keluar dari batu
ini.
[3] Malaikat itu langsung menghilang dari pandangannya,
tidak berjalan menjauh seperti seorang manusia, namun
menghilang dan lenyap seperti roh. Inilah tanda besar
sebesar seperti yang dapat diinginkannya.
(8) Meskipun Gideon, tidak diragukan lagi, diteguhkan iman-
nya oleh tanda-tanda yang diberikan tentang keilahian dari
orang yang sudah berbicara kepadanya, namun untuk se-
mentara waktu ia dibuat sangat ketakutan oleh hal itu,
sampai Allah dengan penuh rahmat menenangkan dia dan
melenyapkan ketakutan-ketakutannya.
[1] Gideon merasa dirinya akan celaka (ay. 22): Maka tahu-
lah Gideon, bahwa itulah Malaikat TUHAN, yang tidak di-
ketahuinya sebelum Malaikat itu pergi, seperti dua orang
murid tidak tahu bahwa Yesuslah yang sudah berbicara
kepada mereka sampai Ia pergi, Luk. 24:31. Lalu Gideon
berseru, Celakalah aku, Tuhanku ALLAH! Kasihanilah
aku, aku binasa, sebab memang telah kulihat Malaikat
TUHAN, seperti Yakub, yang terheran-terhan bahwa nya-
wanya masih tertolong sesudah ia melihat Allah (Kej.
32:30). Sejak manusia, oleh sebab dosa, memperhadap-
kan dirinya pada murka dan kutuk Allah, utusan dari
sorga telah menjadi kengerian baginya, sebab dia hampir
tidak berani mengharapkan kabar baik dari sana. Paling
tidak, di dalam dunia indrawi ini, sungguh mengerikan
untuk dapat berbicara melalui pancaindra dengan makh-
luk dari dunia roh yang begitu asing bagi kita. Keberani-
an Gideon runtuh sekarang.
[2] Allah mengucapkan salam damai kepadanya (ay. 23).
Peristiwa tersebut bisa saja mematikan baginya, namun
Allah meyakinkan dirinya bahwa tidak demikian halnya.
Tuhan telah hilang dari pandangannya (ay. 21). namun
walaupun Gideon tidak boleh lagi hidup sebab melihat,
ia tetap bisa hidup sebab iman, iman yang timbul dari
pendengaran. Sebab Tuhan mengatakan kepadanya, de-
ngan suara yang dapat didengar (seperti menurut Us-
Kitab Hakim-hakim 6:11-24
519
kup Patrick), kata-kata yang menguatkan ini, “Selamat-
lah engkau, semuanya baik-baik saja, dan hendaklah
engkau yakin bahwa memang demikian adanya. Jangan
takut. Ia yang datang untuk menugasimu tidak bermak-
sud untuk membunuhmu. Engkau tidak akan mati.” Li-
hatlah betapa Allah siap untuk menguatkan kembali
hati orang-orang yang gemetar terhadap firman dan ke-
hadiran-Nya, dan memberikan jaminan-jaminan belas
kasih-Nya kepada orang-orang yang kagum dan gentar
terhadap keagungan-Nya.
3. Tugu peringatan yang didirikan Gideon untuk mengenang
penglihatan ini berbentuk sebuah mezbah, dan itu memang
tepat, sebab melalui semacam korban di atas batulah, tanpa
kekhidmatan sebuah mezbah, Sang Malaikat menyatakan
penerimaan-Nya atas Gideon. Pada waktu itu mezbah tidak
diperlukan. Tongkat Sang Malaikat sudah cukup untuk me-
nguduskan korban persembahan tanpa sebuah mezbah, namun
sekarang mezbah diperlukan untuk melestarikan ingatan akan
penglihatan tersebut. Ingatan itu dilestarikan melalui nama
yang diberikan Gideon pada tugu peringatan ini: Yehovah-
Shalom (ay. 24) – TUHAN itu keselamatan. Ini yaitu ,
(1) Gelar milik Tuhan yang telah berbicara kepadanya. Banding-
kan dengan Kejadian 16:13. Tuhan yang sama yang merupa-
kan Tuhan keadilan kita yaitu juga damai sejahtera kita (Ef.
2:14), Pendamai kita, dan dengan begitu Juruselamat kita.
Atau,
(2) Hakikat dari apa yang dikatakan Malaikat itu kepada-
nya: “TUHAN telah mengucapkan damai, dan telah mencip-
takan buah dari ucapan bibir itu, menyuruhku tenang keti-
ka aku berada dalam kegelisahan itu.” Atau,
(3) Sebuah doa yang didasarkan pada apa yang telah dikata-
kan oleh Sang Malaikat, demikian yang dipahami dalam
tafsiran yang agak luas: TUHAN mengirimkan damai sejah-
tera, yaitu, ketenangan dari masalah yang sedang terjadi,
sebab tetap saja kesejahteraan bangsanya terpatri erat di
dalam hatinya.
520
Gideon Merobohkan Mezbah Baal;
Gideon Diselamatkan dari Amukan Orang Banyak
(6:25-32)
25 Pada malam itu juga TUHAN berfirman kepadanya: “Ambillah seekor lembu
jantan kepunyaan ayahmu, yakni lembu jantan yang kedua, berumur tujuh
tahun, runtuhkanlah mezbah Baal kepunyaan ayahmu dan tebanglah tiang
berhala yang di dekatnya. 26 lalu dirikanlah mezbah bagi TUHAN,
Allahmu, di atas kubu pertahanan ini dengan disusun baik, lalu ambillah
lembu jantan yang kedua dan persembahkanlah korban bakaran dengan
kayu tiang berhala yang akan kautebang itu.” 27 lalu Gideon membawa
sepuluh orang hambanya dan diperbuatnyalah seperti yang difirmankan
TUHAN kepadanya. namun sebab ia takut kepada kaum keluarganya dan
kepada orang-orang kota itu untuk melakukan hal itu pada waktu siang,
maka dilakukannyalah pada waktu malam. 28 saat orang-orang kota itu
bangun pagi-pagi, tampaklah telah dirobohkan mezbah Baal itu, telah dite-
bang tiang berhala yang di dekatnya dan telah dikorbankan lembu jantan
yang kedua di atas mezbah yang didirikan itu. 29 Berkatalah mereka seorang
kepada yang lain: “Siapakah yang melakukan hal itu?” sesudah diperiksa dan
ditanya-tanya, maka kata orang: “Gideon bin Yoas, dialah yang melakukan
hal itu.” 30 Sesudah itu berkatalah orang-orang kota itu kepada Yoas: “Bawa-
lah anakmu itu ke luar; dia harus mati, sebab ia telah merobohkan mezbah
Baal dan sebab ia telah menebang tiang berhala yang di dekatnya.” 31 namun
jawab Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: “Kamu mau
berjuang membela Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang
membela Baal akan dihukum mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah
ia berjuang membela dirinya sendiri, sesudah mezbahnya dirobohkan orang.”
32 Dan pada hari itu diberikan oranglah nama Yerubaal kepada Gideon,
sebab kata orang: “Biarlah Baal berjuang dengan dia, sesudah dirobohkannya
mezbahnya itu.”
Dalam perikop ini,
I. Perintah-perintah diberikan kepada Gideon untuk memulai peme-
rintahannya dengan mengadakan pembaharuan dalam kaum
keluarganya (ay. 25-26). sesudah hubungan dibangun antara Allah
dan Gideon, melalui penampakan Sang Malaikat kepadanya,
hubungan itu tetap dipertahankan dengan cara lain. Pada malam
yang sama sesudah dia melihat Allah, saat kepalanya penuh
dengan pikiran mengenai apa yang telah terjadi, yang mungkin
belum sempat diceritakannya kepada siapa pun, TUHAN berfirman
kepadanya dalam sebuah mimpi, Lakukanlah ini dan itu. Perhati-
kanlah, kunjungan-kunjungan Allah, jika diterima dengan
penuh syukur, akan diulangi dengan penuh rahmat. Sambutlah
Allah, maka Ia akan datang lagi. Gideon diperintahkan,
1. Untuk merobohkan mezbah Baal, yang sepertinya merupakan
milik ayahnya, entah untuk keluarganya sendiri atau mungkin
untuk seisi kota. Lihatlah kuasa anugerah Allah, bahwa Ia
Kitab Hakim-hakim 6:25-32
521
sanggup membangkitkan seorang pembaharu, dan kesediaan-
Nya untuk merendah dalam anugerah-Nya, bahwa Ia berkenan
membangkitkan seorang pembebas, dari salah satu keluarga
yang merupakan biang keladi dalam penyembahan berhala.
namun sekarang Gideon tidak boleh berpikir bahwa tidak
menyembah di mezbah Baal saja sudah cukup, yang dengan
berbaik hati kita harapkan memang tidak dilakukannya, namun
juga ia harus merobohkan mezbah itu. Bukan menguduskan
mezbah yang sama kepada Allah (seperti menurut pengamatan
Uskup Hall), namun menghancurkannya sampai sehabis-habis-
nya. Allah pertama-tama memerintahkansupaya tugu-tugu
takhayul dirobohkan, dan baru lalu menyuruhsupaya
orang beribadah kepada-Nya. Demikian pula Gideon harus me-
nebang tiang berhala yang di dekat mezbah Baal, yaitu tanam-
an dari pohon-pohon muda, yang dirancang untuk memperin-
dah tempat itu. Cendekiawan Uskup Patrick memahami tiang
berhala di sini sebagai patung di dalam tiang tersebut, mung-
kin patung Asytoret sebab kata untuk tiang berhala ada-
lah Ashereh, yang berdiri di atas atau di dekat mezbah itu.
2. Untuk mendirikan sebuah mezbah bagi Allah, bagi TUHAN,
Allahnya, yang mungkin harus ditunjukkan dengan sebuah
tulisan pada mezbah itu – kepada Yahweh, Allah Gideon, atau
Allah Israel. Akan menjadi suatu hal yang tidak patut baginya
untuk membangun sebuah mezbah, sekalipun itu bagi Allah
Israel, terutama untuk korban bakaran dan persembahan, dan
akan dipandang sebagai penghinaan terhadap mezbah di Silo,
seandainya Allah, yang tidak mengikat diri-Nya kepada hu-
kum-hukum-Nya sendiri, tidak menyuruhnya untuk berbuat
demikian. namun sekarang merupakan kewajiban dan kehor-
matan bagi Gideon untuk melakukan pekerjaan seperti itu.
Allah memberinya petunjuk tentang tempat di mana dia harus
membangun mezbah itu, yaitu di atas kubu pertahanan, mung-
kin di tempat yang sama di mana Sang Malaikat telah menam-
pakkan diri kepadanya, di dekat mezbah yang sudah didirikan-
nya. Dan dia tidak boleh melakukannya dengan tergesa-gesa,
namun harus dengan patut sebagaimana tindakan ibadah ha-
rus dilakukan secara tertib, seperti dalam tafsiran yang agak
luas, menurut hukum yang berlaku sejak zaman dulu untuk
mezbah-mezbah yang didirikan pada kesempatan-kesempatan
522
tertentu, bahwa mezbah itu harus terbuat dari tanah liat dan
bukan dari batu pahat. Kata yang dipakai di sini untuk batu
yang di atasnya mezbah itu harus dibangun yang berarti ben-
teng, atau kubu, yang didirikan, menurut sebagian penafsir,
untuk melindungi orang Israel dari orang Midian. Jika benar
demikian, maka tidak ada keamanan selama mezbah Baal ada
di dekatnya, namun sebaliknya, benteng batu itu benar-benar
diperkokoh saat sebuah mezbah bagi Tuhan dibangun di
atasnya, sebab mezbah itu merupakan tudung terbaik di atas
kemuliaan kita. Di atas mezbah ini,
(1) Gideon harus mempersembahkan korban. Dua ekor lembu
jantan harus dipersembahkannya: Lembu jantan muda ke-
punyaan ayahnya dan lembu jantan yang kedua, berumur
tujuh tahun, demikian ayat itu seharusnya dibaca, bu-
kan yakni lembu jantan yang kedua sebagaimana kita mem-
bacanya. Lembu jantan yang pertama, dapat kita duga,
harus dipersembahkannya bagi dirinya sendiri, sementara
lembu jantan yang kedua yaitu bagi dosa-dosa umat yang
harus dibebaskannya. Ia dituntut untuk berdamai dengan
Allah seperti itu sebelum pergi berperang melawan Midian.
Sebelum dosa diampuni melalui korban agung, tidak ada
kebaikan yang dapat diharapkan. Lembu-lembu jantan ini,
menurut dugaan sebagian penafsir, dimaksudkan sebagai
korban persembahan di atas mezbah Baal, namun sekarang
digunakan untuk keperluan yang lebih baik. Demikianlah,
saat seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata
dikalahkan dan dilucuti senjatanya, maka orang yang lebih
kuat darinya akan membagi-bagikan rampasannya, mere-
but bagi dirinya sendiri apa yang sebelumnya dipersiapkan
untuk Baal. Biarlah datang orang yang berhak atasnya, dan
kepadanya akan Kuberikan itu.
(2) Tiang berhala, atau patung Baal, atau apa pun itu yang
menyucikan atau memperindah mezbahnya, tidak hanya
harus dibakar, namun juga harus digunakan sebagai bahan
bakar bagi mezbah Allah. Hal ini menunjukkan bukan ha-
nya bahwa apa saja yang menegakkan dirinya melawan
Allah akan dihancurkan, namun juga bahwa keadilan Allah
akan dimuliakan dalam kehancurannya. Allah memerintah-
kan Gideon melakukan ini,
Kitab Hakim-hakim 6:25-32
523
[1] Untuk menguji kegigihannya dalam membela agama, yang
perlu dibuktikannya sebelum dia maju ke medan pertem-
puran, untuk membuktikan keberaniannya di sana.
[2]supaya dengan ini dapat diambil beberapa langkah me-
nuju pembaharuan Israel, yang akan mempersiapkan
jalan bagi pembebasan mereka. Dosa, yang merupakan
penyebabnya, harus disingkirkan, sebab jika tidak ba-
gaimanakah masalah, yang hanya merupakan akibat-
nya, akan berakhir? Dan dapat diharapkan bahwa tela-
dan dari Gideon ini, yang tidak lama lagi akan tampil
sebagai seorang yang begitu gagah berani, akan diikuti
oleh semua kota dan suku lain, dan kehancuran dari
satu mezbah Baal ini akan menjadi kehancuran bagi
banyak mezbah Baal lainnya.
II. Gideon taat kepada penglihatan yang dari sorga itu (ay. 27). Ia
yang harus memerintah Israel milik Allah, haruslah tunduk ke-
pada Allah Israel, tanpa membantah, dan, sebagai perlambang
Kristus, harus pertama-tama menyelamatkan bangsanya dari
dosa mereka, dan baru lalu menyelamatkan mereka dari
musuh-musuh mereka.
1. Gideon memiliki hamba-hamba sendiri, yang dapat diandal-
kannya, yang dapat kita duga, seperti dirinya, tetap hidup
lurus, dan tidak pernah sujud menyembah Baal, dan sebab
itu tergerak untuk membantunya menghancurkan mezbah
Baal.
2. Gideon tidak segan-segan mengambil lembu jantan ayahnya
dan mempersembahkannya kepada Allah tanpa persetujuan
ayahnya, sebab Allah, yang dengan tegas memerintahkannya
untuk berbuat demikian, lebih berhak atas lembu jantan itu
daripada ayahnya. Dan itu merupakan kebaikan yang terbesar
dan nyata yang dapat dilak