Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 20


 penghakiman Allah sebentar saja, 

kembali kepada penyembahan berhala. Bangsa ini memiliki  

hati yang selalu melawan dan memberontak, tidak menjadi gentar 

oleh kengerian hukuman-hukuman Allah, atau tergerak untuk 

tetap berada di dalam kasih-Nya dalam rasa hormat dan syukur 

atas perkara-perkara besar yang telah diperbuat Allah bagi 

mereka. Penyelenggaraan Allah tidak serta-merta mengubah hati 

dan kehidupan orang-orang berdosa. 

II. Israel kembali ditimpa masalah. Hal ini tentu saja akan terjadi 

selanjutnya. Biarlah semua orang yang berdosa bersiap untuk 

menderita. Biarlah semua orang yang kembali kepada kebodohan 

bersiap untuk kembali kepada kesengsaraan. Terhadap orang 

yang tidak bercela Allah berlaku tidak bercela (Mzm. 18:26), dan 

akan bertindak melawan orang-orang yang hidupnya bertentang-

an dengan Dia (Im. 26:21, 24). Sekarang mengenai masalah ini, 

1. Masalah itu timbul dari seorang musuh yang sangat keji. Allah 

menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian (ay. 1), 

bukan orang Midian di sebelah selatan tempat Yitro tinggal, 

melainkan di sebelah timur yang bergabung dengan orang 

Moab (Bil. 22:4), suatu bangsa yang dipandang rendah oleh 

semua orang sebagai bangsa yang tidak berbudaya dan tidak 

berpendidikan. Itulah sebabnya kita tidak membaca di sini 

tentang raja, penguasa, atau panglima yang mereka miliki, 

Kitab Hakim-hakim 6:1-6 

 499 

sebaliknya, pasukan yang dengannya mereka menghancurkan 

Israel yaitu  segerombolan orang yang tidak tahu aturan. 

Dan, yang membuatnya lebih menyakitkan, mereka yaitu  

suatu bangsa yang dulu telah ditaklukkan oleh Israel, dan 

boleh dikatakan telah dihancurkan (lihat Bil. 31:7). Namun 

demikian, pada saat ini (hampir 200 tahun lalu ) sedikit 

orang yang tersisa dari mereka menjadi begitu berlipat ganda, 

dan bertambah begitu banyak, sehingga mereka sanggup 

menjadi cambuk yang sangat keras bagi Israel. Demikianlah 

Allah membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan 

umat, bahkan dengan bangsa yang bebal (Ul. 32:21). Makhluk 

ciptaan yang paling hina akan dipakai untuk menghajar 

orang-orang yang telah menjadikan Sang Pencipta yang agung 

sebagai musuh mereka. jika  orang-orang yang telah dise-

rahkan kepada kita untuk kita perintah ternyata memberontak 

dan tidak taat kepada kita, maka sudah menjadi kepentingan 

kita untuk mencari tahu apakah kita juga berbuat hal yang 

sama kepada Penguasa kita yang berdaulat.  

2. Masalah tersebut membesar dan mencapai puncak yang sa-

ngat mengerikan (ay. 2): Selama itu orang Midian berkua-

sa, semata-mata sebab  jumlah mereka yang sangat banyak. 

Allah telah berjanji untuk memperbanyak jumlah bangsa 

Israel sebanyak pasir di tepi laut. namun  dosa mereka telah 

menghentikan pertumbuhan mereka dan mengurangi jumlah 

mereka, sehingga lalu  para musuh mereka, meskipun 

sebetulnya lebih rendah daripada mereka dalam segala hal, 

mengalahkan mereka melalui jumlah yang sangat banyak. 

Para musuh itu datang menyerang mereka berbanyak-banyak 

seperti belalang (ay. 5), bukan dengan tentara yang terlatih 

untuk bertempur melawan mereka di medan perang, melain-

kan dengan suatu gerombolan yang kacau-balau untuk menja-

rah negeri mereka, menjelajahinya, dan memperkaya diri 

dengan jarahan-jarahannya – cuma segerombolan perampok, 

tidak lebih. Dan Israel yang berdosa, sebab  terpisah dari 

Allah oleh dosa, tidak berani maju melawan mereka. Lihatlah 

malapetaka yang menyedihkan yang ditimbulkan oleh orang 

Midian ini dengan gerombolan-gerombolan penjarah mereka di 

Israel. Di sini kita mendapati, 


 500

(1) Orang-orang Israel dipenjara, atau lebih tepatnya memen-

jarakan diri mereka sendiri, di dalam gua-gua dan kubu-

kubu (ay. 2). Hal ini terjadi semata-mata sebab  ketakutan 

dan kelemahan hati mereka sendiri, sehingga mereka lebih 

memilih kabur daripada melawan. Itu merupakan dampak 

dari hati nurani yang bersalah, yang membuat mereka 

gemetar melihat goyangnya sehelai daun, dan merupakan 

hukuman yang adil atas kemurtadan mereka terhadap 

Allah, yang berperang melawan mereka dengan kengerian-

kengerian yang justru semestinya akan Ia pakai untuk 

berperang bagi mereka. Seandainya bukan sebab  masalah 

ini, maka kita tidak bisa tidak pasti berpikir bahwa Israel 

yaitu  lawan yang seimbang bagi orang Midian, dan cukup 

mampu untuk mengalahkan mereka. Akan namun , hati yang 

meninggalkan Allah pasti akan kehilangan bukan hanya 

apa yang baik, melainkan juga apa yang agung. Dosa me-

ngecilkan hati manusia, dan membuat mereka menyusup 

ke dalam gua-gua dan kubu-kubu. Akan tiba saatnya keti-

ka perwira-perwira dan orang-orang berkuasa berseru de-

ngan sia-sia kepada batu-batu dan gunung-gunung untuk 

menyembunyikan mereka.  

(2) Orang Israel menjadi melarat, sangat melarat (ay. 6). Orang 

Midian dan bangsa-bangsa timur lainnya yang bergabung 

dengan mereka untuk hidup dari hasil rampasan dan 

jarahan, seperti yang dilakukan lama sebelumnya oleh 

orang-orang Syeba dan orang-orang Kasdim yang menjarah 

Ayub, yakni orang-orang yang bebas menjarah, sering kali 

mengadakan serangan ke negeri Kanaan. Negeri yang su-

bur ini merupakan godaan yang besar bagi mereka. Terle-

bih lagi, kemalasan dan kemewahan yang ke dalamnya 

orang Israel telah tenggelam sebab  keamanan negeri mere-

ka selama empat puluh tahun, membuat mereka dan harta 

benda mereka menjadi mangsa yang empuk bagi para mu-

suh. Orang Midian maju mendatangi mereka (ay. 3), berke-

mah di daerah mereka (ay. 4), dan mengangkut segala ter-

nak mereka, terutama unta-unta yang tak terbilang ba-

nyaknya (ay. 5). Mereka tidak cuma datang sebentar untuk 

mengadakan serangan secara tiba-tiba atas orang Israel, 

lalu segera pergi, namun  menetapkan hati untuk memaksa 

Kitab Hakim-hakim 6:1-6 

 501 

masuk, dan menembus ke jantung negeri sejauh Gaza di 

sebelah barat (ay. 4). Mereka membiarkan orang Israel me-

naburi tanahnya, namun  menjelang panen, mereka datang 

dan merampas semuanya, memakan habis dan memus-

nahkannya, baik rumput maupun gandum. Dan saat   

pergi, mereka membawa serta domba dan lembu, sehingga 

dalam waktu sekejap mereka tidak meninggalkan bahan 

makanan apa pun bagi Israel, kecuali apa yang secara 

diam-diam diambil oleh pemilik yang sah ke dalam gua-gua 

dan kubu-kubu. Sekarang kita dapat melihat di sini, 

[1] Keadilan Allah dalam hukuman atas dosa mereka. Me-

reka telah lalai menghormati Allah dengan harta benda 

mereka dalam persepuluhan dan persembahan, dan 

telah mempersiapkan bagi Baal apa yang semestinya 

dipakai untuk melayani Allah. Oleh sebab  itu, sekarang 

Allah secara adil mengirimkan musuh untuk mengambil 

harta benda mereka itu pada musimnya (Hos. 2:7-8).  

[2] Akibat kepergian Allah dari suatu umat. saat   Allah 

pergi, maka segala kebaikan pun pergi, dan segala keja-

hatan mendobrak masuk. saat   Israel tetap bersama 

dengan Allah, mereka menuai apa yang ditabur orang 

lain (Yos. 24:13; Mzm. 105:44). namun  sebab  sekarang 

Allah telah meninggalkan mereka, maka orang lain 

menuai apa yang mereka tabur. Marilah kita mengambil 

hikmah dari kejadian ini untuk memuji Allah atas keda-

maian dan ketenteraman negeri kita, sehingga kita da-

pat memakan hasil jerih payah tangan kita. 

III. Kesadaran Israel akan tangan Allah yang bekerja dalam kejadian 

ini hidup kembali pada akhirnya. Tujuh tahun, tahun demi 

tahun, orang Midian mengadakan serangan-serangan ini atas 

mereka, dan tiap serangan dapat kita duga lebih buruk daripada 

serangan sebelumnya (ay. 1), sampai akhirnya, sebab  semua 

pertolongan lain gagal, berserulah orang Israel kepada TUHAN (ay. 

6), sebab berseru kepada Baal hanya menghancurkan mereka, 

dan tidak berdaya menolong mereka. jika  Allah menghakimi, 

Ia akan menang. Dan orang-orang berdosa akan dibuat berlutut 

atau hancur di hadapan-Nya. 


 502

Serbuan-serbuan Orang Midian 

(6:7-10) 

7 saat   orang Israel berseru kepada TUHAN sebab  orang Midian itu, 8 maka 

TUHAN mengutus seorang nabi kepada orang Israel, yang berkata kepada 

mereka: “Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang menuntun kamu 

keluar dari Mesir dan yang membawa kamu keluar dari rumah perbudakan.  

9 Aku melepaskan kamu dari tangan orang Mesir dan dari tangan semua 

orang yang menindas kamu, bahkan Aku menghalau mereka dari depanmu 

dan negeri mereka Kuberikan kepadamu. 10 Dan Aku telah berfirman kepada-

mu: Akulah TUHAN, Allahmu, maka janganlah kamu menyembah allah orang 

Amori, yang negerinya kamu diami ini. namun  kamu tidak mendengarkan 

firman-Ku itu.” 

Cermatilah di sini,  

I. Perhatian yang diberikan Allah terhadap seruan-seruan orang 

Israel, saat   pada akhirnya seruan-seruan itu ditujukan kepada-

Nya. Walaupun pada waktu makmur mereka telah mengabaikan 

Allah dan mencoba mendekati saingan-saingan-Nya, dan meski-

pun mereka tidak pernah memandang kepada Dia sebelum ter-

paksa melakukannya sebab  keadaan yang sudah di luar batas, 

namun, saat   mereka mengeluh dan berdoa, Allah berniat mem-

berikan kelegaan bagi mereka. Demikianlah Ia hendak menunjuk-

kan betapa Ia siap untuk mengampuni, betapa Ia cepat menun-

jukkan rahmat, dan betapa Ia langsung tergerak untuk mende-

ngarkan doa, sehingga orang-orang berdosa dapat terdorong 

untuk kembali dan bertobat (Mzm. 130:4). 

II. Cara yang dipakai Allah untuk mengadakan pembebasan bagi 

bangsa Israel.  

1. Sebelum mengutus seorang malaikat untuk membangkitkan 

seorang penyelamat bagi mereka, Allah terlebih dahulu meng-

utus seorang nabi untuk menegur mereka atas dosa mereka, 

dan membawa mereka kepada pertobatan (ay. 8). Nabi ini tidak 

disebutkan namanya, namun  ia seorang manusia, seorang nabi, 

bukan seorang malaikat seperti di dalam pasal 2:1. Tidak jelas 

apakah nabi ini memanfaatkan kesempatan untuk menyam-

paikan pesannya kepada orang Israel saat   mereka sedang 

berkumpul bersama dalam sebuah pertemuan, pada suatu 

perayaan tertentu atau untuk keperluan penting lain, ataukah 

dia pergi dari satu kota ke kota lain dan dari satu suku ke 

suku lain, sambil berkhotbah dan menyampaikan pesan itu.

Kitab Hakim-hakim 6:7-10 

 503 

 namun  tugasnya yaitu  untuk menginsafkan mereka dari dosa, 

sehingga, saat   mereka berseru kepada Tuhan, mereka dapat 

mengakui dosa mereka dengan dukacita dan rasa malu, dan 

tidak membuang-buang tenaga hanya untuk mengeluhkan 

masalah mereka. Mereka berseru kepada Allah untuk meminta 

seorang pembebas, maka Allah mengutus kepada mereka 

seorang nabi untuk mengajar mereka, dan untuk mempersiap-

kan mereka bagi pembebasan. Perhatikanlah, 

(1) Beralasan bagi kita untuk berharap bahwa Allah sedang 

merancangkan belas kasih bagi kita jika kita mendapati 

Dia, dengan anugerah-Nya, sedang mempersiapkan kita 

untuk menerima belas kasih tersebut. Jika kepada orang-

orang yang sakit Ia mengirimkan seorang utusan, seorang 

penengah, yang melaluinya Ia menyatakan jalan yang 

benar kepada manusia, maka Ia akan mengasihani manu-

sia itu, dan membuatnya pulih (Ayb. 33:23-24).  

(2) Diutusnya nabi-nabi kepada suatu umat, dan diperleng-

kapinya suatu negeri dengan hamba-hamba Tuhan yang 

setia, yaitu  suatu pertanda baik, dan suatu bukti bahwa 

Allah menyediakan belas kasih bagi mereka. Demikianlah 

Ia membuat kita berbalik kepada-Nya, dan lalu  mem-

buat wajah-Nya bersinar (Mzm. 80:20).  

2. Di sini kita mendapati pokok-pokok dari pesan yang disampai-

kan oleh nabi ini kepada Israel, di dalam nama Tuhan. 

(1) Sang nabi membentangkan di hadapan mereka perkara-

perkara besar yang telah diperbuat Allah bagi mereka (ay. 

8-9): Beginilah firman TUHAN, Allah Israel. Mereka telah 

menyembah para allah dari bangsa-bangsa, seakan-akan 

mereka tidak memiliki Allah sendiri untuk disembah, dan 

sebab nya bisa memilih allah mana saja sesuka hati mere-

ka. namun  mereka di sini diingatkan kepada Dia yang telah 

mereka lupakan, yang dikenal dengan sebutan Allah 

Israel, dan kepada Dialah mereka harus kembali. Mereka 

telah berpaling kepada allah-allah lain, seakan-akan Allah 

mereka sendiri tidak mampu atau tidak mau melindungi 

mereka, dan sebab  itu mereka diberi tahu apa yang telah 

diperbuat-Nya kepada nenek moyang mereka. Mereka ada-

lah keturunan dari nenek moyang ini, sehingga kebaikan 


 504

dari segala perbuatan Allah itu turun dan tetap tinggal atas 

keturunan yang tidak tahu terima kasih ini.  

[1] Allah telah membawa nenek moyang mereka keluar dari 

Mesir, dan seandainya tidak demikian, mereka akan 

terus berada di dalam kemiskinan dan perbudakan 

terus-menerus.  

[2] Allah telah melepaskan mereka dari tangan semua orang 

yang menindas mereka. Hal ini disebut untuk menyata-

kan bahwa alasan mengapa mereka sekarang tidak 

dilepaskan dari tangan orang Midian yang menindas 

bukanlah sebab  tidak adanya kekuatan atau kehendak 

baik pada Allah, melainkan sebab  oleh pelanggaran 

mereka, mereka telah menjual diri mereka sendiri. Dan 

Allah tidak mau menebus mereka sebelum mereka 

membatalkan penawaran itu melalui pertobatan.  

[3] Allah telah membuat mereka menduduki negeri yang 

baik ini dengan tenteram. Hal ini tidak hanya memper-

berat dosa mereka, dan memberikan cap bahwa dosa 

itu diperbuat dengan sikap tidak tahu terima kasih dan 

hina, namun  juga membenarkan Allah, dan membersih-

kan diri-Nya dari kesalahan atas masalah yang sedang 

mereka alami sekarang. Mereka tidak dapat berkata 

bahwa Allah itu tidak baik, sebab Ia telah memberikan 

semua bukti yang sejelas mungkin bahwa Ia meran-

cangkan apa yang baik bagi mereka. Jika malapetaka 

menimpa mereka, itu salah mereka sendiri. 

(2) Sang nabi menunjukkan kemudahan dan keadilan dari 

segala tuntutan dan harapan Allah dari mereka (ay. 10, 

KJV): “Akulah TUHAN, Allahmu, yang kepada-Ku engkau ter-

ikat kewajiban-kewajiban terbesar, janganlah kamu takut 

terhadap para allah orang Amori.” Yaitu, “Janganlah me-

nyembah mereka, atau menunjukkan penghormatan apa 

pun kepada mereka. Jangan menyembah mereka sebab  

takut mereka akan mencelakakan dirimu, sebab celaka 

apakah yang dapat mereka lakukan jika Aku yaitu  Allah-

mu? Takutlah kepada Allah, maka engkau tidak perlu 

takut kepada mereka.” 

 

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 505 

(3) Sang nabi mendakwa mereka atas pemberontakan kepada 

Allah, yang telah mengeluarkan peringatan ini kepada me-

reka: namun  kamu tidak mendengarkan firman-Ku itu. Dak-

waannya singkat, namun  sudah mencakup keseluruhan. Ini-

lah kejahatan dari semua dosa mereka, yaitu ketidaktaatan 

kepada Allah. Oleh sebab  itu, ketidaktaatan inilah yang 

telah mendatangkan malapetaka-malapetaka itu atas diri 

mereka, yang di bawahnya mereka sekarang sedang menge-

rang, sesuai dengan ancaman-ancaman yang diikutserta-

kan dalam perintah-perintah Allah. Dengan ini Allah ber-

maksud untuk membawa mereka kepada pertobatan. Per-

tobatan kita baru dikatakan benar dan tulus jika  jahat-

nya dosa, seperti ketidaktaatan kepada Allah, menjadi hal 

utama yang kita ratapi.  

Panggilan terhadap Gideon 

(6:11-24) 

11 lalu  datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarban-

tin di Ofra, kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya, 

mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi 

orang Midian. 12 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfir-

man kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang 

gagah berani.” 13 Jawab Gideon kepada-Nya: “Ah, tuanku, jika TUHAN me-

nyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala 

perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang 

kami kepada kami, saat   mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menun-

tun kita keluar dari Mesir? namun  sekarang TUHAN membuang kami dan me-

nyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian.” 14 Lalu berpalinglah 

TUHAN kepadanya dan berfirman: “Pergilah dengan kekuatanmu ini dan 

selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku 

mengutus engkau!” 15 namun  jawabnya kepada-Nya: “Ah Tuhanku, dengan 

apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku yaitu  yang 

paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda 

di antara kaum keluargaku.” 16 Berfirmanlah TUHAN kepadanya: “namun  

Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang 

Midian itu sampai habis.” 17 Maka jawabnya kepada-Nya: “Jika sekiranya aku 

mendapat kasih karunia di mata-Mu, maka berikanlah kepadaku tanda, 

bahwa Engkau sendirilah yang berfirman kepadaku. 18 Janganlah kiranya 

pergi dari sini, sampai aku datang kepada-Mu membawa persembahanku 

dan meletakkannya di hadapan-Mu.” Firman-Nya: “Aku akan tinggal, sampai 

engkau kembali.”  19 Masuklah Gideon ke dalam, lalu mengolah seekor anak 

kambing dan roti yang tidak beragi dari seefa tepung; ditaruhnya daging itu 

ke dalam bakul dan kuahnya ke dalam periuk, dibawanya itu kepada-Nya ke 

bawah pohon tarbantin, lalu disuguhkannya. 20 Berfirmanlah Malaikat Allah 

kepadanya: “Ambillah daging dan roti yang tidak beragi itu, letakkanlah ke 

atas batu ini, dan curahkan kuahnya.” Maka diperbuatnya demikian. 21 Dan 


 506

Malaikat TUHAN mengulurkan tongkat yang ada di tangan-Nya; dengan 

ujungnya disinggung-Nya daging dan roti itu; maka timbullah api dari batu 

itu dan memakan habis daging dan roti itu. lalu  hilanglah Malaikat 

TUHAN dari pandangannya. 22 Maka tahulah Gideon, bahwa itulah Malaikat 

TUHAN, lalu katanya: “Celakalah aku, Tuhanku ALLAH! sebab memang telah 

kulihat Malaikat TUHAN dengan berhadapan muka.” 23 namun  berfirmanlah 

TUHAN kepadanya: “Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan 

mati.” 24 Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamai-

nya: TUHAN itu keselamatan. Mezbah itu masih ada sampai sekarang di 

Ofra, kota orang Abiezer. 

Tidak dikatakan apa dampak dari khotbah sang nabi atas umat, 

namun  kita dapat berharap bahwa khotbah itu berdampak baik, dan 

bahwa setidak-tidaknya sebagian dari umat bertobat dan memper-

baharui diri sesudah  mendengarnya. Sebab di sini, segera sesudah nya, 

kita melihat fajar hari pembebasan mereka telah menyingsing, de-

ngan dipanggilnya Gideon untuk memimpin pasukan-pasukan mere-

ka melawan orang Midian. 

I. Orang yang ditugasi untuk melakukan pekerjaan ini yaitu  

Gideon, anak laki-laki Yoas (ay. 14). Sang ayah masih hidup 

sekarang, namun  ia dilewatkan begitu saja, dan kehormatan ini 

diberikan kepada anak laki-lakinya, sebab sang ayah memelihara 

penyembahan terhadap Baal dalam keluarganya sendiri (ay. 25), 

yang dapat kita duga ditentang oleh anaknya ini, sejauh yang 

dapat dilakukannya. Gideon berasal dari setengah suku Manasye 

yang tinggal di Kanaan, dari kaum Abiezer, kaum tertua dari suku 

itu (Yos. 17:2). Sampai sejauh ini para hakim diangkat dari suku 

yang paling menderita oleh penindasan, dan mungkin demikian 

pula halnya di sini. 

II. Orang yang memberinya tugas yaitu  seorang Malaikat TUHAN. Ia 

sepertinya bukan seorang malaikat ciptaan, melainkan Anak Allah 

sendiri, Firman yang kekal, Tuhan para malaikat, yang pada saat 

itu menampakkan diri dalam beberapa kesempatan penting dalam 

rupa manusia. Menurut cendekiawan Uskup Patrick, penampak-

an ini merupakan pengantar bagi apa yang berniat untuk dilaku-

kan-Nya untuk selamanya dan seterusnya dalam kegenapan 

waktu, saat   Ia mengenakan kodrat kita. Malaikat ini di sini 

disebut sebagai Yahweh, nama Allah yang tidak dapat diucapkan 

(ay. 14, 16), dan Ia berkata, Akulah yang menyertai engkau. 

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 507 

1. Sosok ilahi ini menampakkan diri kepada Gideon di sini, dan 

patut diperhatikan bagaimana Ia mendapati Gideon,  

(1) Sedang menyembunyikan diri – sendirian. Allah sering me-

nyatakan diri-Nya kepada umat-Nya saat   mereka jauh 

dari hiruk-pikuk dunia ini. Keheningan dan kesendirian 

membantu persekutuan kita dengan Allah.  

(2) Sedang bekerja mengirik gandum, dengan sebuah ga-

lah atau tongkat (demikian arti kata itu), seperti yang biasa 

mereka gunakan untuk memukul-mukul jintan hitam dan 

jintan putih (Yes. 28:27), namun  sekarang dipakai untuk 

mengirik gandum. Mungkin sebab  hanya sedikit yang 

perlu diiriknya, maka dia tidak membutuhkan lembu jan-

tan. Pada waktu itu, tidak dipandang sebagai sesuatu yang 

akan mengurangi harga dirinya, meskipun ia seorang yang 

terpandang dan seorang pahlawan yang gagah bera-

ni, untuk turun tangan mengerjakan pekerjaan petani. Ia 

memiliki  banyak hamba (ay. 27), dan sekalipun begitu ia 

sendiri tidak hidup bermalas-malasan. Kita mempersiap-

kan diri kita untuk menerima kunjungan-kunjungan ilahi 

jika  kita sedang mengerjakan pekerjaan yang jujur. 

Kabar tentang kelahiran Kristus disampaikan kepada para 

gembala saat   mereka sedang menjaga kawanan domba 

mereka. Pekerjaan yang sedang dilakukan Gideon merupa-

kan perlambang dari pekerjaan yang lebih besar yang ke-

padanya dia dipanggil sekarang, sama seperti pekerjaan 

para murid sebagai penjala ikan. Dari mengirik gandum, 

dia dijemput untuk mengirik orang Midian (Yes. 41:15).  

(3) Sedang kesusahan. Gideon sedang mengirik gandumnya, 

bukan di tempat pengirikan, tempat yang semestinya, me-

lainkan dalam tempat pemerasan anggur, di suatu sudut 

ruangan yang tersembunyi, sebab  takut kepada orang 

Midian. Ia sendiri ikut terkena malapetaka yang menimpa 

orang banyak ini, dan sekarang Sang Malaikat datang un-

tuk membangkitkan semangatnya melawan orang Midian 

saat   ia sendiri dapat berbicara dengan begitu penuh pera-

saan tentang beratnya kuk mereka. Hari kesusahan ter-

besar yaitu  hari bagi Allah untuk tampil melegakan umat-

Nya. 


 508

2. Marilah sekarang kita lihat apa yang terjadi antara Sang 

Malaikat dan Gideon, yang tidak mengetahui dengan pasti, 

sampai sesudah  Malaikat itu pergi, bahwa Ia yaitu  seorang 

Malaikat, yang sudah disangkanya sebagai seorang nabi.  

(1) Sang Malaikat menyapa Gideon dengan hormat, dan meya-

kinkan dia akan penyertaan Allah bersamanya (ay. 12). Ia 

menyebut Gideon seorang pahlawan yang gagah berani, 

mungkin sebab  Ia mengamati bagaimana Gideon mengirik 

gandum dengan segenap kekuatannya. Pernahkah engkau 

melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Apa pun 

pekerjaannya itu, dia akan berdiri di hadapan raja-

raja. Orang yang setia dalam perkara kecil akan diberi 

tanggung jawab dalam perkara yang besar. Gideon yaitu  

seorang yang gagah berani dan giat bekerja, namun terku-

bur hidup dalam keadaan tidak dikenal, sebab  kejahatan 

yang tengah merajalela pada masanya. namun  dia di sini 

disemangati untuk melakukan sesuatu yang besar, seperti 

dirinya sendiri, dengan perkataan itu, TUHAN menyertai 

engkau, atau, sebagaimana terjemahan bahasa Aram mem-

bacanya, Firman TUHAN yaitu  pertolonganmu. Sesung-

guhnya TUHAN ada bersamanya saat   Malaikat ini ada 

bersamanya. Dengan perkataan ini,  

[1] Sang Malaikat memberinya tugas. Jika kita disertai oleh 

Allah, maka hal ini akan membenarkan dan menyokong 

kita dalam pekerjaan-pekerjaan kita.  

[2] Sang Malaikat melengkapinya dengan semua hal yang 

diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. “Tuhan 

besertamu untuk menuntun dan menguatkan engkau, 

untuk menyemangati dan mendukung engkau.”  

[3] Sang Malaikat meyakinkan dia akan keberhasilannya. 

Sebab, jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan 

menang melawan kita? Jika Ia beserta kita, kita tidak 

akan kekurangan apa pun. Penyertaan Allah bersama 

kita yaitu  segala-galanya bagi keberhasilan kita, apa 

pun yang kita lakukan. Gideon yaitu  seorang pahla-

wan yang gagah berani, namun ia tidak dapat mewujud-

kan apa-apa tanpa penyertaan Allah. Penyertaan-Nya 

itu cukup untuk membuat siapa saja menjadi pahlawan 

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 509 

yang gagah berani dan untuk memberikan keberanian 

kepada seseorang di setiap waktu.  

(2) Gideon memberikan jawaban yang sangat pilu pada salam 

yang penuh sukacita ini (ay. 13): Ah, tuanku, jika TUHAN 

menyertai kami (yang dalam terjemahan bahasa Aram 

dibaca: Adakah Syekhinah TUHAN menjadi pertolongan 

kami? dengan menyamakan Syekhinah itu dengan firman 

TUHAN), mengapa semuanya ini menimpa kami? “Yaitu 

semua masalah dan kesusahan yang diakibatkan oleh ser-

buan-serbuan orang Midian ini, yang memaksaku mengirik 

gandum di sini dalam tempat pemerasan anggur. Semua 

kehilangan, dukacita, dan ketakutan ini. Dan di manakah 

segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang dicerita-

kan oleh nenek moyang kami kepada kami?” Cermatilah, 

dalam jawabannya, Gideon tidak mengindahkan pujian 

atas keberanian dirinya sendiri, tidak pula hal ini mem-

besarkan hatinya atau memberinya penguatan sedikit pun, 

walaupun ada kemungkinan bahwa Sang Malaikat menye-

suaikan apa yang dikatakannya dengan apa yang sedang 

dipikirkan oleh Gideon pada saat yang sama. Sementara 

tangannya yang bekerja sibuk mengirik gandum, pikiran-

nya yang menerawang dan hatinya yang berani sedang 

memikirkan penyelamatan Israel dan kehancuran Midian. 

saat   Gideon sedang memikirkan hal itu, Dia yang menge-

tahui isi hati manusia memberi salam pada waktu yang 

tepat, menyebutnya seorang pahlawan yang gagah berani 

sebab  rancangan-rancangannya yang berani itu, dan 

membuka jalan baginya untuk melaksanakan rancangan-

rancangan itu. Namun Gideon, seakan-akan tidak sadar 

akan sesuatu yang besar atau yang menguatkan dalam 

rohnya sendiri, hanya berpaku kepada jaminan yang telah 

diberikan oleh Malaikat itu akan penyertaan Allah, sebagai 

sesuatu yang membuat bangsa Israel tetap menerima 

segala penghiburan mereka. Cermatilah, Sang Malaikat 

berbicara secara khusus kepada Gideon: TUHAN menyertai 

engkau. namun  Gideon menganggapnya untuk semua: Jika 

TUHAN menyertai kami, dengan mengelompokkan dirinya 

bersama ribuan orang Israel, dan tidak mau menerima 

penghiburan kecuali mereka ikut menerimanya. Sama se-


 510

kali tak terpikir olehnya untuk menguasai sendiri penghi-

buran itu, sekalipun ia diberi peluang yang begitu baik 

untuk itu. Perhatikanlah, orang yang peduli pada kepen-

tingan orang banyak hanya merasa terhormat dan bersuka-

cita jika  mereka dimampukan untuk melayani kepen-

tingan-kepentingan bersama dari jemaat Allah. Gideon 

yaitu  seorang pahlawan yang gagah berani, namun ia 

masih lemah dalam iman, yang membuatnya sulit untuk 

menyelaraskan jaminan-jaminan yang sekarang diberikan 

kepadanya tentang penyertaan Allah dengan,  

[1] Kesusahan yang tengah dialami Israel: Mengapa semua-

nya ini, dan semuanya ini bukanlah hal yang sedikit,  

menimpa kami?  Perhatikanlah, kadang-kadang sulit, te-

tapi tidak pernah mustahil, untuk menyelaraskan kema-

langan-kemalangan yang terjadi menurut penyelenggara-

an Allah dengan penyertaan Allah dan perkenanan-Nya.  

[2] Ditangguhkannya pembebasan mereka: “Di manakah 

segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceri-

takan oleh nenek moyang kami kepada kami? Mengapa 

kuasa yang sama yang telah membebaskan nenek 

moyang kami dari kuk orang Mesir tidak membebaskan 

kami dari tangan orang Midian?” Seolah-olah sebab  

Allah tidak segera mengadakan mujizat-mujizat untuk 

membebaskan mereka, meskipun mereka telah kehi-

langan perkenanan dan pertolongan-Nya sebab  dosa-

dosa mereka, maka harus dipertanyakan apakah Ia me-

mang pernah mengadakan mujizat-mujizat yang telah 

diceritakan oleh nenek moyang mereka. Atau, kalaupun 

pernah, apakah sekarang Ia memiliki hikmat, kuasa, 

dan kehendak baik yang sama kepada umat-Nya, seper-

ti yang pernah dimiliki-Nya dahulu. Ini merupakan kele-

mahan Gideon. Kita tidak boleh berharap bahwa muji-

zat-mujizat yang diadakan saat   jemaat sedang diben-

tuk, dan suatu kebenaran agung sedang ditetapkan, 

harus diteruskan dan diulangi saat   pembentukan dan 

penetapan itu sudah selesai. Demikian pula bahwa 

belas kasih yang ditunjukkan Allah kepada nenek mo-

yang kita yang mengabdi kepada-Nya, dan tetap dekat 

dengan-Nya, harus diperbarui bagi kita, jika kita mero-

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 511 

sot dan memberontak terhadap-Nya. Gideon seharusnya 

tidak berkata, pertama, bahwa TUHAN menyerahkan 

mereka ke dalam cengkeraman orang Midian, sebab me-

reka telah menjual diri mereka sendiri oleh pelanggar-

an-pelanggaran mereka. Atau, kedua, bahwa sebab  

sekarang mereka ada dalam cengkeraman orang Midian, 

maka Allah telah membuang mereka. Sebab belum lama 

ini Ia telah mengutus seorang nabi kepada mereka (ay. 

8), yang merupakan pertanda pasti bahwa Ia tidak 

membuang mereka. 

(3) Sang Malaikat memberinya sebuah jawaban yang sangat 

ampuh untuk menghilangkan keberatan-keberatannya, de-

ngan memberinya sebuah tugas untuk membebaskan Is-

rael dari tangan orang Midian, dan meyakinkan dia bahwa 

ia akan berhasil dalam melakukannya (ay. 14). Sekarang 

Malaikat itu disebut sebagai Yahweh, sebab Ia berbicara 

sebagai sosok yang berkuasa, tidak seperti seorang utusan.  

[1] Ada sesuatu yang luar biasa dalam tatapan yang seka-

rang diberikan Malaikat itu kepada Gideon. Tatapan itu 

penuh rahmat dan perkenanan, yang menghidupkan 

kembali semangat Gideon yang telah kendor, dan mem-

bungkam ketakutan-ketakutannya, tatapan yang de-

ngannya wajah Allah memandang orang yang tulus 

(Mzm. 11:7, KJV). Malaikat itu memandangnya, dan ter-

senyum mendengar keberatan-keberatan yang dibuat-

nya. Ia tidak memberinya jawaban langsung atas kebe-

ratan-keberatan itu, namun  mengikatkan dan mengena-

kan kepadanya kuasa yang sedemikian rupa hingga 

akan segera memampukan dirinya untuk menjawab 

keberatan-keberatan itu sendiri, dan membuatnya malu 

bahwa ia pernah menyampaikan keberatan-keberatan 

itu. Tatapan itu berbicara, seperti tatapan Kristus kepada 

Petrus (Luk. 22:61), tatapan yang penuh kuasa, tatapan 

yang secara mengherankan memancarkan terang dan 

kehidupan baru ke dalam dada Gideon, dan mengobar-

kan semangatnya, jauh melebihi apa yang pernah dia 

rasakan sebelumnya.  


 512

[2] namun  ada jauh lebih banyak hal lagi yang terkandung 

dalam apa yang dikatakan Sang Malaikat kepada 

Gideon. Pertama, Ia menugaskan Gideon untuk tampil 

dan bertindak sebagai pembebas Israel. Memang orang 

seperti itulah yang sedang diharap-harapkan untuk 

dibangkitkan, terutama oleh segelintir orang yang berpi-

kir di negeri itu, termasuk Gideon di antaranya, sesuai 

dengan cara yang dipakai Allah sebelumnya, dalam 

menjawab seruan-seruan Israel yang tertindas. Seka-

rang Gideon diberi tahu: “Engkaulah orangnya: Pergilah 

dengan kekuatanmu ini, kekuatan yang dengannya eng-

kau sekarang sedang mengirik gandum ini. Pergilah dan 

pakailah kekuatan itu untuk tujuan yang lebih mulia. 

Aku akan menjadikan engkau pengirik manusia.” Atau, 

lebih tepatnya, “kekuatan yang dianugerahkan kepada-

mu sekarang melalui tatapan ini.” Allah memberikan 

tugas kepada Gideon dengan memberinya segala sesua-

tu yang diperlukan untuk melengkapi dan melayakkan 

dia dalam melaksanakan tugas itu. Ini lebih daripada 

apa yang dapat dilakukan oleh raja dan penguasa yang 

paling kuat sekalipun di atas bumi kepada orang-orang 

yang diberinya tugas. Dilayakkannya seseorang oleh 

Allah untuk suatu pekerjaan yaitu  bukti yang pasti 

dan tetap bahwa Ia memanggil orang itu untuk melaku-

kan pekerjaan tersebut. “Pergilah, bukan dengan ke-

kuatanmu, yang bersifat alami, dan berasal dari dirimu 

sendiri. Janganlah bergantung pada kegagahanmu sen-

diri. namun  pergilah dengan kekuatanmu ini, yang baru 

saja engkau terima, pergilah dengan keperkasaan-keper-

kasaan Tuhan ALLAH, yaitu keperkasaan-keperkasaan 

yang dengannya engkau harus menguatkan dirimu sen-

diri.” Kedua, Sang Malaikat meyakinkan Gideon bahwa 

ia akan berhasil. Hal ini cukup untuk memberinya ke-

beranian. Ia bisa yakin bahwa ia tidak akan gagal di 

dalam tugasnya. Tugas itu tidak akan membawa cela 

bagi dirinya atau celaka bagi bangsanya seperti yang 

terjadi pada usaha -usaha  yang gagal, namun  akan mem-

bawa kehormatan baginya dan kebahagiaan bagi bang-

sanya: Engkau akan menyelamatkan orang Israel dari 

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 513 

cengkeraman orang Midian, dan dengan begitu engkau 

tidak hanya akan menjadi saksi mata, namun  juga alat 

yang mulia, dari keajaiban-keajaiban seperti yang diceri-

takan oleh nenek moyangmu kepadamu. Gideon, dapat 

kita duga, terlihat seperti seseorang yang tercengang 

atas kekuatan yang mengherankan dan mengejutkan 

yang dianugerahkan kepadanya ini, dan bertanya-tanya 

apakah dia bisa mengandalkan apa yang didengarnya: 

Sang Malaikat meneguhkan tugasnya dengan teste 

meipso – seruan kepada wewenang-Nya sendiri. Tidak 

ada apa-apa lagi yang diperlukan. “Bukankah telah Ku-

perintahkan kepadamu – Aku yang empunya segala kua-

sa di sorga dan di bumi, dan wewenang khusus di sini 

sebagai raja Israel, yang memberikan tugas-tugas secara 

langsung – AKU yang yaitu  AKU, yang sama yang 

telah mengutus Musa?” (Kel. 3:14). 

(4) Gideon mengajukan suatu keberatan yang sangat bersaha-

ja terhadap tugas panggilan ini (ay. 15): Ah Tuhanku, de-

ngan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Pertanyaan 

ini memperlihatkan bahwa dia entah,  

[1] Tidak percaya kepada Allah dan kuasa-Nya, seakan-

akan, meskipun Allah menyertainya, namun tetap saja 

mustahil baginya untuk menyelamatkan Israel. Iman 

yang sejati sering kali lemah, namun iman itu tidak akan 

ditolak, namun  akan dibesarkan dan dikuatkan. Atau,  

[2] Ingin tahu mengenai cara-cara yang harus diambilnya: 

“Tuanku, aku bekerja di bawah segala keadaan yang 

tidak menguntungkan yang bisa dibayangkan untuk 

tugas itu. Jika aku harus melakukannya, maka Engkau 

harus menempatkanku di jalan yang mulus.” Perhati-

kanlah, orang-orang yang menerima tugas panggilan 

dari Allah harus menantikan dan mencari petunjuk-

petunjuk dari Dia. Atau lebih tepatnya,  

[3] Rendah hati, merendah, dan menyangkal diri. Sang Ma-

laikat telah menghormatinya, namun  lihatlah betapa de-

ngan hina dia berbicara tentang dirinya sendiri: “Kaum-

ku terbilang yang paling kecil di antara suku Manasye.” 

Mungkin mereka miskin, lebih daripada kaum-kaum 


 514

lain di antara orang Midian, “dan aku pun seorang yang 

paling muda, yang memiliki kehormatan dan pengaruh 

paling kecil, di antara kaum keluargaku. Apakah yang 

dapat berlagak aku lakukan? Aku sama sekali tidak 

pantas menjalankan tugas itu, dan tidak layak mene-

rima kehormatan itu.” Perhatikanlah, Allah sering kali 

memilih untuk melakukan perkara-perkara besar mela-

lui orang-orang kecil, terutama yang kecil di mata mere-

ka sendiri. Allah bersuka dalam mengangkat orang yang 

rendah hati.  

(5) Keberatan ini segera dijawab dengan mengulangi janji bah-

wa Allah akan menyertainya (ay. 16). “Janganlah berkebe-

ratan sebab  kemiskinan dan kehinaanmu. Hal-hal yang 

demikian memang sering kali menghalangi orang-orang 

dalam menjalankan usaha -usaha  yang besar, namun  apalah 

artinya itu bagi seseorang yang disertai oleh Allah, yang 

akan menutupi semua kekurangan dalam kehormatan dan 

harta benda. namun  Akulah yang menyertai engkau, untuk 

memimpin dan menguatkan engkau, dan memberimu 

nama baik yang begitu rupa hingga, betapa pun lemahnya 

pengaruhmu secara pribadi, engkau akan mendapatkan 

prajurit-prajurit yang cukup untuk mengikutimu. Dan eng-

kau akan diyakinkan bahwa engkau akan memukul kalah 

orang Midian itu sampai habis, dengan begitu mudah 

seakan-akan mereka hanyalah satu orang saja, dan dengan 

tuntas. Semua ribuan orang Midian seakan-akan hanya 

memiliki  satu kepala, dan engkau akan memenggalnya.” 

(6) Gideon ingin imannya diteguhkan berkenaan dengan tugas 

panggilan ini. Sebab dia tidak mau terlalu percaya begitu 

saja pada apa yang begitu cenderung memberikan pujian 

bagi dirinya sendiri, tidak berani mengambil risiko untuk 

melakukan pekerjaan yang begitu jauh melampaui dirinya, 

dan yang di dalamnya ia harus mengajak lebih banyak 

orang lagi. namun  dia sendiri ingin diyakinkan akan wewe-

nang yang diperolehnya, dan ingin dapat meyakinkan 

orang lain mengenai siapa yang memberinya wewenang itu. 

Oleh sebab  itu, dengan rendah hati dia memohon kepada 

sosok ilahi ini, siapa pun dia,  

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 515 

[1] Agar dia mau memberinya suatu tanda (ay. 17). Dan, 

sebab  tugas yang diberikan kepadanya berada di luar 

jalur umum penyelenggaraan ilahi, maka beralasan 

baginya untuk berharap bahwa tugas itu akan diteguh-

kan oleh suatu tindakan Allah di luar cara kerja alam 

secara umum: “Berikanlah kepadaku suatu tanda untuk 

meyakinkanku akan kebenaran dari hal yang sedang 

engkau bicarakan denganku ini, bahwa hal itu lebih dari 

sekadar omongan saja, dan bahwa engkau bersungguh-

sungguh.” Kini, di bawah masa dispensasi Roh, kita tidak 

boleh mengharapkan tanda-tanda di depan mata kita, 

seperti yang diinginkan Gideon di sini. namun  kita harus 

dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Allah bahwa, 

jika sekiranya kita mendapat kasih karunia di mata-Nya, 

Ia berkenan memperlihatkan kepada kita suatu tanda di 

dalam hati kita, melalui pekerjaan-pekerjaan yang pe-

nuh kuasa dari Roh-Nya di sana,  dengan menyempurna-

kan segala pekerjaan iman, dan melengkapi apa yang 

masih kurang di dalamnya.  

[2]supaya  semuanya ini terjadi, Gideon ingin agar Sang 

Malaikat menerima jamuan darinya, dan dengan begitu 

memberinya kesempatan untuk berbicara lebih lanjut 

dan lebih lama dengan Malaikat itu (ay. 18). Orang-

orang yang tahu apa itu bersekutu dengan Allah, akan 

terus menginginkan persekutuan itu, dan enggan berpi-

sah, dengan berdoa bersama Gideon, janganlah kiranya 

pergi dari sini. Alasan mengapa Gideon ingin agar Sang 

Malaikat tetap tinggal yaitu supaya  Gideon dapat me-

nyuguhkan suatu hidangan bagi orang asing ini. Gideon 

tidak membawa tamunya masuk ke dalam rumah un-

tuk menjamunya di sana, mungkin sebab  keluarga 

ayahnya tidak begitu suka dengan Gideon dan teman-

temannya. Atau sebab  Gideon masih ingin sendirian 

saja bersama orang asing ini, dan bercakap-cakap de-

ngannya saja. Itulah sebabnya dia tidak memanggil pe-

layan untuk membawa hidangan itu, namun  mengambil-

nya sendiri. Atau sebab  seperti itulah Abraham, bapak 

leluhurnya, menjamu para malaikat tanpa disadarinya, 

yaitu bukan di dalam kemahnya, melainkan di bawah 


 516

sebuah pohon (Kej. 18:8). sesudah  Malaikat itu berjanji 

untuk tinggal dan makan malam bersamanya, Gideon 

bergegas mengambil seekor anak kambing, yang seperti-

nya sudah direbus untuk makan malamnya sendiri. 

Dengan begitu, sebab  sudah menyiapkannya, dia tidak 

perlu melakukan apa-apa selain menaruhnya ke dalam 

bakul sebab di sini makanan itu tidak harus dibumbui 

atau ditambahi apa-apa lagi, dan menaruh kuahnya ke 

dalam periuk, lalu dia menyajikannya (ay. 19). Dengan 

ini Gideon bermaksud, pertama, untuk menunjukkan 

rasa terima kasih dan penghormatannya yang sebesar-

besarnya kepada orang asing ini, dan melalui orang itu, 

kepada Allah yang telah mengutusnya, sebagai sese-

orang yang berusaha memberikan balasan yang semes-

tinya. Gideon telah mengemukakan kemiskinan keluar-

ganya (ay. 15) sebagai alasan untuk tidak menjadi pang-

lima perang, namun  di sini ia tidak mengemukakannya 

sebagai alasan untuk tidak menjamu tamunya. Dari 

sedikit yang telah ditinggalkan oleh orang Midian un-

tuknya, ia dengan senang hati mau menyisihkan yang 

secukupnya untuk menjamu seorang teman, terutama 

seorang utusan dari sorga. Kedua, untuk mencari tahu 

siapa dan apa orang yang luar biasa ini. Apa yang di-

bawa Gideon disebut sebagai persembahannya (ay. 18). 

Itu merupakan kata yang sama yang dipakai untuk 

korban sajian, dan mungkin kata yang berarti persem-

bahan dan korban sajian itu digunakan sebab Gideon 

bermaksud untuk menyerahkan kepada sosok ilahi ini 

untuk menentukan apa makanan yang ada di hadapan-

nya itu: apakah itu suatu perjamuan atau korban saji-

an. Dan sesuai dengan penentuannya, Gideon akan da-

pat menilai orang tersebut. Jika dia memakannya seba-

gai daging biasa, maka Gideon akan menganggapnya 

sebagai seorang manusia biasa, seorang nabi. Namun 

jika sebaliknya, seperti terbukti demikian, maka Gideon 

tahu bahwa dia yaitu  seorang Malaikat.  

(7) Sang Malaikat memberinya sebuah tanda di dalam dan 

melalui apa yang telah dipersiapkan Gideon dengan baik 

hati untuk menjamunya. Sebab apa yang kita persembah-

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 517 

kan kepada Allah untuk kemuliaan-Nya, dan sebagai tanda 

syukur kita kepada-Nya, oleh anugerah Allah akan dibuat 

berbalik menjadi penghiburan dan kepuasan kita sendiri. 

Sang Malaikat menyuruh Gideon untuk mengambil daging 

dan roti dari bakul itu, dan meletakkannya di atas sebuah 

batu yang keras dan dingin, dan mencurahkan kuahnya ke 

atas batu itu. Jika kuah itu masih panas sewaktu dibawa 

Gideon, maka kuah itu akan segera menjadi dingin sesudah  

tercurah di atas batu itu. Maka diperbuatnya demikian (ay. 

20), sebab  percaya bahwa Sang Malaikat memerintahkan 

demikian bukan untuk menganggap remeh kesopanannya, 

namun  dengan maksud untuk memberinya sebuah tanda, 

yang memang diberikan oleh Malaikat itu, dan itu mem-

buat Gideon betul-betul puas. Sebab,  

[1] Sang Malaikat mengubah daging itu menjadi korban 

bakaran, suatu persembahan yang harum bagi diri-Nya 

sendiri. Dengan ini Ia menunjukkan bahwa Ia bukanlah 

seorang manusia yang membutuhkan daging, melain-

kan Anak Allah yang harus dilayani dan dihormati 

dengan korban, dan yang dalam kegenapan waktu akan 

membuat diri-Nya sendiri menjadi korban.  

[2] Ia menimbulkan api dari batu itu, untuk memakan ha-

bis korban ini, dan menyalakan api, bukan dengan 

menggores-gores batu tersebut seperti kita menggores 

korek api, namun  dengan menyentuh lembut korban 

persembahan itu dengan ujung tongkatnya (ay. 21). De-

ngan ini Ia memberi Gideon suatu tanda bahwa Gideon 

telah mendapat kasih karunia di mata-Nya, sebab Allah 

menyatakan perkenanan-Nya atas korban-korban de-

ngan membakar korban-korban itu, jika itu korban 

umum, dengan api dari sorga, seperti korban Musa dan 

korban Elia, dan jika itu korban pribadi seperti di sini, 

dengan api yang keluar dari bumi, yang sama saja 

nilainya, sebab keduanya merupakan dampak dari kua-

sa ilahi. Dan diterimanya korban Gideon ini merupakan 

bukti diterimanya Gideon sebagai pribadi, meneguhkan 

tugas panggilannya, dan mungkin dimaksudkan untuk 

menunjukkan keberhasilannya dalam melaksanakan 

tugas itu. Bahwa dia dan tentaranya akan menjadi ke-


 518

ngerian yang mengejutkan dan api yang menghangus-

kan bagi orang Midian, seperti api yang keluar dari batu 

ini.  

[3] Malaikat itu langsung menghilang dari pandangannya, 

tidak berjalan menjauh seperti seorang manusia, namun  

menghilang dan lenyap seperti roh. Inilah tanda besar 

sebesar seperti yang dapat diinginkannya.  

(8) Meskipun Gideon, tidak diragukan lagi, diteguhkan iman-

nya oleh tanda-tanda yang diberikan tentang keilahian dari 

orang yang sudah berbicara kepadanya, namun untuk se-

mentara waktu ia dibuat sangat ketakutan oleh hal itu, 

sampai Allah dengan penuh rahmat menenangkan dia dan 

melenyapkan ketakutan-ketakutannya.  

[1] Gideon merasa dirinya akan celaka (ay. 22): Maka tahu-

lah Gideon, bahwa itulah Malaikat TUHAN, yang tidak di-

ketahuinya sebelum Malaikat itu pergi, seperti dua orang 

murid tidak tahu bahwa Yesuslah yang sudah berbicara 

kepada mereka sampai Ia pergi, Luk. 24:31. Lalu Gideon 

berseru, Celakalah aku, Tuhanku ALLAH! Kasihanilah 

aku, aku binasa, sebab memang telah kulihat Malaikat 

TUHAN, seperti Yakub, yang terheran-terhan bahwa nya-

wanya masih tertolong sesudah  ia melihat Allah (Kej. 

32:30). Sejak manusia, oleh sebab  dosa, memperhadap-

kan dirinya pada murka dan kutuk Allah, utusan dari 

sorga telah menjadi kengerian baginya, sebab dia hampir 

tidak berani mengharapkan kabar baik dari sana. Paling 

tidak, di dalam dunia indrawi ini, sungguh mengerikan 

untuk dapat berbicara melalui pancaindra dengan makh-

luk dari dunia roh yang begitu asing bagi kita. Keberani-

an Gideon runtuh sekarang.  

[2] Allah mengucapkan salam damai kepadanya (ay. 23). 

Peristiwa tersebut bisa saja mematikan baginya, namun  

Allah meyakinkan dirinya bahwa tidak demikian halnya. 

Tuhan telah hilang dari pandangannya (ay. 21). namun  

walaupun Gideon tidak boleh lagi hidup sebab  melihat, 

ia tetap bisa hidup sebab  iman, iman yang timbul dari 

pendengaran. Sebab Tuhan mengatakan kepadanya, de-

ngan suara yang dapat didengar (seperti menurut Us-

Kitab Hakim-hakim 6:11-24 

 519 

kup Patrick), kata-kata yang menguatkan ini, “Selamat-

lah engkau, semuanya baik-baik saja, dan hendaklah 

engkau yakin bahwa memang demikian adanya. Jangan 

takut. Ia yang datang untuk menugasimu tidak bermak-

sud untuk membunuhmu. Engkau tidak akan mati.” Li-

hatlah betapa Allah siap untuk menguatkan kembali 

hati orang-orang yang gemetar terhadap firman dan ke-

hadiran-Nya, dan memberikan jaminan-jaminan belas 

kasih-Nya kepada orang-orang yang kagum dan gentar 

terhadap keagungan-Nya. 

3. Tugu peringatan yang didirikan Gideon untuk mengenang 

penglihatan ini berbentuk sebuah mezbah, dan itu memang 

tepat, sebab melalui semacam korban di atas batulah, tanpa 

kekhidmatan sebuah mezbah, Sang Malaikat menyatakan 

penerimaan-Nya atas Gideon. Pada waktu itu mezbah tidak 

diperlukan. Tongkat Sang Malaikat sudah cukup untuk me-

nguduskan korban persembahan tanpa sebuah mezbah, namun  

sekarang mezbah diperlukan untuk melestarikan ingatan akan 

penglihatan tersebut. Ingatan itu dilestarikan melalui nama 

yang diberikan Gideon pada tugu peringatan ini: Yehovah-

Shalom (ay. 24) – TUHAN itu keselamatan. Ini yaitu ,  

(1) Gelar milik Tuhan yang telah berbicara kepadanya. Banding-

kan dengan Kejadian 16:13. Tuhan yang sama yang merupa-

kan Tuhan keadilan kita yaitu  juga damai sejahtera kita (Ef. 

2:14), Pendamai kita, dan dengan begitu Juruselamat kita. 

Atau,  

(2) Hakikat dari apa yang dikatakan Malaikat itu kepada-

nya: “TUHAN telah mengucapkan damai, dan telah mencip-

takan buah dari ucapan bibir itu, menyuruhku tenang keti-

ka aku berada dalam kegelisahan itu.” Atau,  

(3) Sebuah doa yang didasarkan pada apa yang telah dikata-

kan oleh Sang Malaikat, demikian yang dipahami dalam 

tafsiran yang agak luas: TUHAN mengirimkan damai sejah-

tera, yaitu, ketenangan dari masalah yang sedang terjadi, 

sebab tetap saja kesejahteraan bangsanya terpatri erat di 

dalam hatinya.  


 520

Gideon Merobohkan Mezbah Baal; 

Gideon Diselamatkan dari Amukan Orang Banyak 

(6:25-32) 

25 Pada malam itu juga TUHAN berfirman kepadanya: “Ambillah seekor lembu 

jantan kepunyaan ayahmu, yakni lembu jantan yang kedua, berumur tujuh 

tahun, runtuhkanlah mezbah Baal kepunyaan ayahmu dan tebanglah tiang 

berhala yang di dekatnya. 26 lalu  dirikanlah mezbah bagi TUHAN, 

Allahmu, di atas kubu pertahanan ini dengan disusun baik, lalu ambillah 

lembu jantan yang kedua dan persembahkanlah korban bakaran dengan 

kayu tiang berhala yang akan kautebang itu.” 27 lalu  Gideon membawa 

sepuluh orang hambanya dan diperbuatnyalah seperti yang difirmankan 

TUHAN kepadanya. namun  sebab  ia takut kepada kaum keluarganya dan 

kepada orang-orang kota itu untuk melakukan hal itu pada waktu siang, 

maka dilakukannyalah pada waktu malam. 28 saat   orang-orang kota itu 

bangun pagi-pagi, tampaklah telah dirobohkan mezbah Baal itu, telah dite-

bang tiang berhala yang di dekatnya dan telah dikorbankan lembu jantan 

yang kedua di atas mezbah yang didirikan itu. 29 Berkatalah mereka seorang 

kepada yang lain: “Siapakah yang melakukan hal itu?” sesudah  diperiksa dan 

ditanya-tanya, maka kata orang: “Gideon bin Yoas, dialah yang melakukan 

hal itu.” 30 Sesudah itu berkatalah orang-orang kota itu kepada Yoas: “Bawa-

lah anakmu itu ke luar; dia harus mati, sebab  ia telah merobohkan mezbah 

Baal dan sebab  ia telah menebang tiang berhala yang di dekatnya.” 31 namun  

jawab Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: “Kamu mau 

berjuang membela Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang 

membela Baal akan dihukum mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah 

ia berjuang membela dirinya sendiri, sesudah  mezbahnya dirobohkan orang.” 

32 Dan pada hari itu diberikan oranglah nama Yerubaal kepada Gideon, 

sebab  kata orang: “Biarlah Baal berjuang dengan dia, sesudah  dirobohkannya 

mezbahnya itu.” 

Dalam perikop ini, 

I. Perintah-perintah diberikan kepada Gideon untuk memulai peme-

rintahannya dengan mengadakan pembaharuan dalam kaum 

keluarganya (ay. 25-26). sesudah  hubungan dibangun antara Allah 

dan Gideon, melalui penampakan Sang Malaikat kepadanya, 

hubungan itu tetap dipertahankan dengan cara lain. Pada malam 

yang sama sesudah  dia melihat Allah, saat   kepalanya penuh 

dengan pikiran mengenai apa yang telah terjadi, yang mungkin 

belum sempat diceritakannya kepada siapa pun, TUHAN berfirman 

kepadanya dalam sebuah mimpi, Lakukanlah ini dan itu. Perhati-

kanlah, kunjungan-kunjungan Allah, jika  diterima dengan 

penuh syukur, akan diulangi dengan penuh rahmat. Sambutlah 

Allah, maka Ia akan datang lagi. Gideon diperintahkan,  

1. Untuk merobohkan mezbah Baal, yang sepertinya merupakan 

milik ayahnya, entah untuk keluarganya sendiri atau mungkin 

untuk seisi kota. Lihatlah kuasa anugerah Allah, bahwa Ia

Kitab Hakim-hakim 6:25-32 

 521 

 sanggup membangkitkan seorang pembaharu, dan kesediaan-

Nya untuk merendah dalam anugerah-Nya, bahwa Ia berkenan 

membangkitkan seorang pembebas, dari salah satu keluarga 

yang merupakan biang keladi dalam penyembahan berhala. 

namun  sekarang Gideon tidak boleh berpikir bahwa tidak 

menyembah di mezbah Baal saja sudah cukup, yang dengan 

berbaik hati kita harapkan memang tidak dilakukannya, namun  

juga ia harus merobohkan mezbah itu. Bukan menguduskan 

mezbah yang sama kepada Allah (seperti menurut pengamatan 

Uskup Hall), namun  menghancurkannya sampai sehabis-habis-

nya. Allah pertama-tama memerintahkansupaya  tugu-tugu 

takhayul dirobohkan, dan baru lalu  menyuruhsupaya  

orang beribadah kepada-Nya. Demikian pula Gideon harus me-

nebang tiang berhala yang di dekat mezbah Baal, yaitu tanam-

an dari pohon-pohon muda, yang dirancang untuk memperin-

dah tempat itu. Cendekiawan Uskup Patrick memahami tiang 

berhala di sini sebagai patung di dalam tiang tersebut, mung-

kin patung Asytoret sebab kata untuk tiang berhala ada-

lah Ashereh, yang berdiri di atas atau di dekat mezbah itu.  

2. Untuk mendirikan sebuah mezbah bagi Allah, bagi TUHAN, 

Allahnya, yang mungkin harus ditunjukkan dengan sebuah 

tulisan pada mezbah itu – kepada Yahweh, Allah Gideon, atau 

Allah Israel. Akan menjadi suatu hal yang tidak patut baginya 

untuk membangun sebuah mezbah, sekalipun itu bagi Allah 

Israel, terutama untuk korban bakaran dan persembahan, dan 

akan dipandang sebagai penghinaan terhadap mezbah di Silo, 

seandainya Allah, yang tidak mengikat diri-Nya kepada hu-

kum-hukum-Nya sendiri, tidak menyuruhnya untuk berbuat 

demikian. namun  sekarang merupakan kewajiban dan kehor-

matan bagi Gideon untuk melakukan pekerjaan seperti itu. 

Allah memberinya petunjuk tentang tempat di mana dia harus 

membangun mezbah itu, yaitu di atas kubu pertahanan, mung-

kin di tempat yang sama di mana Sang Malaikat telah menam-

pakkan diri kepadanya, di dekat mezbah yang sudah didirikan-

nya. Dan dia tidak boleh melakukannya dengan tergesa-gesa, 

namun  harus dengan patut sebagaimana tindakan ibadah ha-

rus dilakukan secara tertib, seperti dalam tafsiran yang agak 

luas, menurut hukum yang berlaku sejak zaman dulu untuk 

mezbah-mezbah yang didirikan pada kesempatan-kesempatan 


 522

tertentu, bahwa mezbah itu harus terbuat dari tanah liat dan 

bukan dari batu pahat. Kata yang dipakai di sini untuk batu 

yang di atasnya mezbah itu harus dibangun yang berarti ben-

teng, atau kubu, yang didirikan, menurut sebagian penafsir, 

untuk melindungi orang Israel dari orang Midian. Jika benar 

demikian, maka tidak ada keamanan selama mezbah Baal ada 

di dekatnya, namun  sebaliknya, benteng batu itu benar-benar 

diperkokoh saat   sebuah mezbah bagi Tuhan dibangun di 

atasnya, sebab mezbah itu merupakan tudung terbaik di atas 

kemuliaan kita. Di atas mezbah ini, 

(1) Gideon harus mempersembahkan korban. Dua ekor lembu 

jantan harus dipersembahkannya: Lembu jantan muda ke-

punyaan ayahnya dan lembu jantan yang kedua, berumur 

tujuh tahun, demikian ayat itu seharusnya dibaca, bu-

kan yakni lembu jantan yang kedua sebagaimana kita mem-

bacanya. Lembu jantan yang pertama, dapat kita duga, 

harus dipersembahkannya bagi dirinya sendiri, sementara 

lembu jantan yang kedua yaitu  bagi dosa-dosa umat yang 

harus dibebaskannya. Ia dituntut untuk berdamai dengan 

Allah seperti itu sebelum pergi berperang melawan Midian. 

Sebelum dosa diampuni melalui korban agung, tidak ada 

kebaikan yang dapat diharapkan. Lembu-lembu jantan ini, 

menurut dugaan sebagian penafsir, dimaksudkan sebagai 

korban persembahan di atas mezbah Baal, namun  sekarang 

digunakan untuk keperluan yang lebih baik. Demikianlah, 

saat   seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata 

dikalahkan dan dilucuti senjatanya, maka orang yang lebih 

kuat darinya akan membagi-bagikan rampasannya, mere-

but bagi dirinya sendiri apa yang sebelumnya dipersiapkan 

untuk Baal. Biarlah datang orang yang berhak atasnya, dan 

kepadanya akan Kuberikan itu.  

(2) Tiang berhala, atau patung Baal, atau apa pun itu yang 

menyucikan atau memperindah mezbahnya, tidak hanya 

harus dibakar, namun  juga harus digunakan sebagai bahan 

bakar bagi mezbah Allah. Hal ini menunjukkan bukan ha-

nya bahwa apa saja yang menegakkan dirinya melawan 

Allah akan dihancurkan, namun  juga bahwa keadilan Allah 

akan dimuliakan dalam kehancurannya. Allah memerintah-

kan Gideon melakukan ini,  

Kitab Hakim-hakim 6:25-32 

 523 

[1] Untuk menguji kegigihannya dalam membela agama, yang 

perlu dibuktikannya sebelum dia maju ke medan pertem-

puran, untuk membuktikan keberaniannya di sana.  

[2]supaya  dengan ini dapat diambil beberapa langkah me-

nuju pembaharuan Israel, yang akan mempersiapkan 

jalan bagi pembebasan mereka. Dosa, yang merupakan 

penyebabnya, harus disingkirkan, sebab jika tidak ba-

gaimanakah masalah, yang hanya merupakan akibat-

nya, akan berakhir? Dan dapat diharapkan bahwa tela-

dan dari Gideon ini, yang tidak lama lagi akan tampil 

sebagai seorang yang begitu gagah berani, akan diikuti 

oleh semua kota dan suku lain, dan kehancuran dari 

satu mezbah Baal ini akan menjadi kehancuran bagi 

banyak mezbah Baal lainnya.  

II. Gideon taat kepada penglihatan yang dari sorga itu (ay. 27). Ia 

yang harus memerintah Israel milik Allah, haruslah tunduk ke-

pada Allah Israel, tanpa membantah, dan, sebagai perlambang 

Kristus, harus pertama-tama menyelamatkan bangsanya dari 

dosa mereka, dan baru lalu  menyelamatkan mereka dari 

musuh-musuh mereka.  

1. Gideon memiliki  hamba-hamba sendiri, yang dapat diandal-

kannya, yang dapat kita duga, seperti dirinya, tetap hidup 

lurus, dan tidak pernah sujud menyembah Baal, dan sebab  

itu tergerak untuk membantunya menghancurkan mezbah 

Baal.  

2. Gideon tidak segan-segan mengambil lembu jantan ayahnya 

dan mempersembahkannya kepada Allah tanpa persetujuan 

ayahnya, sebab Allah, yang dengan tegas memerintahkannya 

untuk berbuat demikian, lebih berhak atas lembu jantan itu 

daripada ayahnya. Dan itu merupakan kebaikan yang terbesar 

dan nyata yang dapat dilak