hih, maka yang dilarang adalah cara iQaa'
seperti iq'aa' anjing, yang merupakan iq'aa' tersendiri yang berbeda
dengan iQaa' yang disunnahkan.2s Atau maknanya dibawa ke suatu
'tempat' yang di dalamnya tidak ada iQaa', seperti tasyahhud pertama
dan kedua. Pada yang pertama disebut iftirasy dan yang kedua disebut
taunmtk (duduk dengan meletakkan bokongnya pada alas).2ff Sedanglon
yang baku disebut iftirasy itu, maka dikatakan berkenaan dengannya
bahwa keduanya adalah sunnah hukumnya, kadang-kadang melakukanyang pertama dan kadang-kadang melakukan yang kedua.270 lbnu AlMundzifTr berkata, "Sekelompok orang berkata, 'Kepada orang yang
melakukan shalat diberikan pilihan, jika ia mau menidurkan telapak kakinya
yang kiri dan menegakkan telapak kakinya yang kanan; dan jika mau
duduk di atas kedua telapak kakinya secara iq'al'.'"ztz
Pendapat yang paling luat -Wallahu lilam- boleh iq'aa' sesuai
dengan makna kedua. Halitu karena beberapa hal:
Pertama, apa-apa yang dinukil dari lbnu Abbas adalah sesuatu yang
shahih dan jelas dalam bab ini. Juga kebenaran bahwa para shahabat
dan tabi'in melakukan iQaz'.ztt Berbeda dengan lemahnya kebanyakan
hadits tentang larangan ijaa'. Atau dalilnya yang paling shahih tidak
lebih shahih daripada hadits yang dinukil dari lbnu Abbas.
Kedua, dimungkinkan penggabungan dan pengamalan semua hadits
yang muncul. Maka yang dilarang adalah jika seperti cara iQaa' anjing
sebagaimana kejelasan yang muncul dalam teks-teks hadits. Sedangkan
bentuk yang dinukil boleh hukumnya, maka yang ini adalah berbeda
dengan cara yang terlarang tersebut, tidak ada pertentangan.
Ketiga, hadits yang muncul dari lbnu Omar Radhigallahu Anhu
menghapuskan kesunnahan i4a' seperti model kedua berbeda dengan
hadits yang ditetapkan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma. Hadits yang
menetapkan lebih diutamakan daripada hadits yang dinafikan.2Ta Maka
jelas, alasan dalam hal dgha' yang disepakati bahwa itu perbuatan tercela.
Dan makruh hukumnya adalah yang mirip dengan yang dilakukan anjing.Bertasyabbuh kepada anjing tercela dari dua aspek:
Aspek l. Bahwasanya Allah mencela tasyabbuh kepada anjing sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang masalah yang telah diberikan
alasannya. Yang paling jelas, adalah firman Nlah Ta'ala,
"... Maka, perumpamaannya seperti aniing iika kamu menghalaunya
diuturkannya tidahnya danjika kamu membiarkannya dia mengulurkaa
lidahnya (luga) . Demikian itulah Perumpamaan orang-orang yang mendusAkan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka'1 kisahkisah iru agar mereka bertikir. (Al-A'raf: 176)
,\spekl/. Tasyabbuh kepada anjing adalah tasyabbuh kepada binatang yang secara muttak tercela karena bisa menjurus kepada tergelincir
ke dalam cara )rang buruk yang secara umum tercela. Atau yang syariat
datang dengan menentukan larangan cara yang buruk tersebut2?'
|}ta
?aa*,2
larangan Menem pel kan Ked ua len[an ketl ka Suf ud
sepeltl Halnya Aniing dan Blnatang Buils
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Definisi lftlrasy
lftirasgadalah tindakan menempelkan kedua lengannya ketika sujud
dan tidak mengangkat keduanya daripermukaan bumi seperti anjing atau
serigala menempelkan kedua lengannya.276
B. Hukum lftirasy
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum iftirasy, menjadi
dua pendapat:
Pendapatl. Hal itu makruh dalam shalat fardhu atau sunnah. Ini adalah pendapat jumhur ulama, yaitu pendapat para pengilart mazhab Hanafi,1
Maliki,278 Syaf i,zzs dan Hanbali. 2m
Pendapat Il. Hal itu haram hukumnya, siapa saja yang melakukannya maka batallah shalatnya. lni adalah mazhab lbnu Hazm Rahimahullah.28l
Jumhur dengan pendapatnya yang mengatakan bahwa hukumnya
makruh beralasan dengan dalil-dalilyang ada tentang itu, di antaranya:
1 . Apa yang datang dari Anas Radlr iyallahu Anhu bahwa Nabi Shallal/ahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
,*iCr a;t
^*t rt €Li*-\'), ;;.rr ; fjlo,r
" Tegakkanlah (lengan'1 kalian dalam bersujud dan janganlah seseorang
dari antara kalian menempelkan kedua lengannya sebagaimana anjing
mendatarkannya."2s2
2. Apayang datang dariJabir RadhtgallahuAnhu, ia berkata, "NabiShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
,*j<jr ;tlr.yt t; a *\'|J'i,if 7 r;i'il til
' lika salah seorang dari kalian melakukan sujud hendaknya menegakkan
kedua lengannya dan tidak menempelkan keduanya seperti anjing menempe I kan ked u anya
Juga karena adanya dalil-dalilyang lain berkenaan dengan makna
dua buah hadits tersebut.
Sedangkan mazhab kedua jelaslah bahwa mereka yang mengatakannya telah membangun mazhabnya di atas makna eksplisit teks dalil.
lni adalah dasar mazhab lbnu Hazm Rahimahullah. Maka mereka membawa kepada makna tahrim (pengharaman).
Yang lauat -WaIIahu Ta' ala lilam- adalah mazhab jum hur yang menetapkan kemakruhan perbuatan tersebut karena nash-nash yang muncul
berkenaan dengan perbuatan itu. Apa-apa yang memPerkuat hal itu adalah
sikap Rasulullah Shalla llahu Alaihi wa Sallam menyeruPakan perbuatan
itu dengan perbuatan anjing. Prinsip dasar pada yang demikian itu adalah
paham yang menunjukkan kemakruhan.
Berkenaan dengan hikmah pelarangan gaya perbuatan2e tersebut,
An-Nawawi berkata, "Hikmah pelarangan iniadalah sama dengan tawadhu'dan lebih memastikan dalam meletakkan dahi dan hidung di atas
bumi dan jauh dari gaya orang-orang malas. Orang yang menempelkan
kedua lengannya laksana anjing yang menunjukkan keadaan pribadinya
yang suka meremehkan dalam pelaksanaan shalat dan minimnya Perhatian serta bersegera kepadanya. Wallahu filam
larangan Naqr'MematuK dalam Shalat
sepertl Ayam fantan atau Bulung Gagak Mematuk
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Makna 'Mematuk" dalam Shalat
Dikatakan, "Naqara fii slalatihf 'mematuk dalam shalatnya' sama
dengan asra'a wa talchaff$a 'cepat dan ringan dalam s[6161'."24:
Al-Baghawi berkata, "Patukan burung gagak, artinya tidak mengokohkan dan tidak pula tenang dalam bersujud. Akan tetapi, sekedar
menyentuh bumidengan dahidan hidungnya lalu segera mengangkatnya
seperti burung mematuk".2s Yakni tidak tenang dalam bersujud.
B. Hukum "Mematuk" dalam Shalat
Haram mematuk (naqrl dalam shalat seperti ayam jago, burung
gagak, atau lainnya mematuk, sehingga seorang yang melakukan shalat
itu tidak tenang dalam menghadirkan rasa thumakninah 'ketenangan'
dalam shalatnya. Halitu ditunjukkan oleh dalil-dalil sebagai berikut:
1. Apa yang datang dari Abu Hurairah Radhigallahu Anhu bahwa ia berkata,
,#tu' ;;s ;i,?x * *j *\t * ir J'y, G.w
-j5' :gs 7gtr,*i<ir :af :al,
" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangku tiga perkara:
mematuk seperti ayam jago mematuk, duduk seryrti arying duduk,
dan menoleh seperti musang nenoleh.2. Apayang datang dariAbdurrahman bin Syibl, ia berkata,
,, Rasulullah shallaltahu Ataihi *, srttr.'melarang mematuk sepefii
burung gagak, menempelkan kedua tengannya (ketika suiud) seperti
biaatang buas, dan mengkhususkan temPat tertentu di dalam masiid
seperti mengkhususkan Ma pada kaadang." z*
3. Apa yang datang dari Anas bin lvlalik dari Nabi shal/allahu Naihi wa
Saltarn bahwa beliau bersabda,
;i'":;.Lrts ttt ,-? *3t J';'a:;" ,l,d, i<)b'$t
ry iq h' f.,;Y,(i11,6:itio
.Iturah
lW
shatat seonng mumftk. Duduk menunggu maahari'hingga
ketitca brada di anAra dua Anduksyetan ia bangkit menegakkan shalat
dengan 'mematuk' (sangatcepat). Di dalamnya ia tidak banyak berzkir
kepada Altah melainkan sangat sedikit."zEe
Maka Rasulullah shalla llahu Alaihi wa sallam mengabarkan bahwa
orang munafik itu menyia-nyiakan waKu shalat dan menyia-nyiakan
pengamatannya. Dalam hadits terdapat alasan yang sangat jelas bahwa
terburu-buru dalam shalat adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan'
Maka orang yang melakukannya adalah orang yang dalam dirinya ada
sifat nifak. Segala macam nifak adalah haram hukumnya. Hadits ini
menafsirkan fi rman Nlah Ta'ala,
" Sesungguhnya orang-orang munafik im menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabita meteka berdiri untuk shalatmereka brdiri dengan malas. Mereka brmalcsud riya(dengan shalatl
di hadapan manusia. Dan tidaklah merelca menyebut Ailah krcuati
sdikit selcali." (An-Nisa: 142)
4. Hadits Abu Abdullah Al-Asy'ari Asy-Syami. la berkata,
;& y.v e|# i y*\*', *h' & !' J';,,*
lt ;;:ri:i* €.rti €|S;, ,k;*,V; Fi
';i ,^Zl a * 'b'-V i(.'; tva o'rj :)r- ,^1t 'pZtt;'r'{t; k qlt,p Cy,tlt i,ir'ji * i6b
& ttlj\ ,,i:F'riipvf ;r'U \ gtArs :i* e.frj
,o ,' ,',. . o
j
t",,,ilf , r ".fli
t J JIJ *l'J, 2t3r 6, **fi ,j" r,i?Iu i|lv l*
"suatu ketika Rasulullah shallallahu Ataihi wa sallam metakutcan
shalatdenganpara shahabamya, lalu beliau duduk di antan sekelompk
dari mereka. Masuklah *orang pria, lalu berdiri dan merakukan shalat.
Ia ruku' dan sangat cepat dalam sujudnya dan Rasuluttah merihat kepadanya. Maka beliau brsaMa, 'Kalian semua lihat iafl lka ia mati,
ia mati bukan dalam agama Muhannnd. sangat cepat dalam shalanya
sebagaimana burung gagak mematuk semut bersayap. Sesungguhnya
perumpamaan orang yang shalat dengan tidak menyempurnakan
ruku'nya dan sangat cepat dalam sujudnya adatah seprti orang lapar
makan sebutir aku dua butir kurma, tidak memberinya sedikit pun
manfaat. Maka, sempunakanlah wudhu oleh kalian, sungguh celaka
bagi yang tertinggal pada bagian dari rumiarya ketika brwudhu dan
baginya neraka. Dan sempurnakanlah ntktt' dan sujud'.,,zn
5. Apa yang datang bahwa Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiganahu Anhu
melihat seorang pria tidak sempurna ruku' dan sujudnya. Ketika ia
selesai dari shalatnya ia memanggilnya. Lalu Hudzaifah berkata
kepadanya, "Sesungguhnya kamu belum shalat." Perawi mengatakan,
Dan aku mengira bahwa ia berkata, uika englou mati, engkau mati
bukan pada sunnah Muhamm ad shatlallahu Alaihi wa sallann'."2e1
Dalam hadits ini Hudzaifah berkata kepada pria tersebut, "Sesungguhnya kamu belum shalat." Dan jika orang itu mati, maka ia berada
bukan dalam fitrah. Hal ini adalah peringatan yang sangat keras yang
tiada tain adalah karena meninggalkan perbuatan yang wajib. 2e
syaikhul Islam berkata, 'Jika khusyuk dalam shalat itu wajib, yaitu
yang mencakup ketenangan dan kekhusyukan, maka siapa saja yang
seperti burung gagak mematuk, berarti ia tidak khusyuk dalam sujudnya.
Demikian pula, orang yang tidak mengangkat kepalanya dari ruku' dengan
diam sebentar sebelum turun sujud, ia juga belum tenang, karena ketenangan adalah thumakninah. Barangsiapa yang tidakthumakninah maka
ia tidak tenang; dan barangsiapa yang tidak tenang, maka ia tidak khusy'tk
dalam ruku'nya atau dalam sujudnya; dan barangsiapa yang tidak
khusyuk, maka ia berdosa dan bermaksiat"r2e3
tritt
?*An*,,+
larangan Mengklrususkan TempatTertentu dl dalam Maslld
sepeltl Mengkhususkan unta dalam lhndanE
Dalam pembahasan ini terdapat dua subbahasan:
A. Definisi tthan (Berdiri atau Berdlam)
/than secara bahasa adalah berasat dari kata: watlana (.J,r) yaitu
.rumah tempat tinggal'. Dikatakan, waththana bilmakana (otsj;u Vt1
artinya .tinggal di tempat itu yang ia jadikan sebagai rumahnya'.2s
sedangkan definisi fthan menurut istilah adalah sebagaimana telah
dikatakan, yakni mengkhususkan suatu tempat tertentu di dalam masjiddi mana ia tidak melakukan shalat melainkan di tempat itu, seperti unta
yang tidak akan tinggal di dalam kandangnya melainkan di tempat yang
selalu ia tempati untuk tidur.2s5
Dikatakan, "la rebah dengan bertumpu kepada kedua lututnya.
Ketika hendak melakukan sujud ia seperti halnya seekor unta hendak merebahkan diri di tempat yang menjadi tempat tinggalnya. Tidak dengan
cara merendah dengan membengkokkan kedua lututnya hingga meletakkan keduanya di atas tanah dengan tenang dan perlahan.2s
Yang benar adalah yang pertama dan pendapat itulah yang diikuti
oleh kebanyakan ahli ilmu. Sedangkan yang kedua tidaklah sah. Karena
tidak mungkin gaya tersebut akan menjadi objek yang diserupai. Apalagi
larangan yang muncul adalah berkenaan dengan suatu tempat di dalam
masjid dan bukan berkenaan dengan gaya seseorang dalam shalat. Ketika
disebutkan tempat maka menunjukkan bahwa yang dimaksud di sini
adalah pengertian pertama.2eT
B. Hukurn lthan
Ithanmakruh hukumnya menurut para ahli ilmu pada umumnya.H
Hal itu karena larangan Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa Satlarnberkenaan
dengannya. Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
melarang'mematuk' seperti burung gagak, menempelkan lengan (ketika
sujud) seperti binatang buas melakukannya, dan menempati suatu tempat
tertentu seperti unta. Di sebagian lafalnya sebagaiberikut,
4t g.rirf r,;;t q.!#L,y:;t 4r i oij
" Dan ketika seseorang mengkltususkan tcmpat tertcntu di dalam masjid
sepeni mengkltususkan unta pada ksndang."z*
Ketilo hanya menentukan satu tempat saja mengundang pengaruh
yang tidak terpuji bagi aspek psikologis dan lain-lain, maka lbnu Al-
Hammamm berkata dalam memberikan alasan ketika menetaPkan bahwa
hukumnya adatah makruh, "Karena ibadah memilikitabiattertentu di tempat itu dan menjadi berat di tempat yang lain. Jika ibadah menjadi memiliki
tabiat, jalannya adalah dengan ditinggalkan, dan oleh sebab itulah haram
puasa sepanjang zaman.*3or
lbnu Hajar berkata, "Hilanahnya, Perbuatan semacam itu akan mengakibatkan kepada mencari popularitas, riya, sum'ah (gila nama baik), terikatdengan hawa-nafsu dan tundukkepada syahwatnya' Semua iniadalah
bencana yang benar-benar bencana yang jelas-jelas harus menjauhi segala apa yang bisa menjurus kepada semua itu sebisa mungkin."3o2
Yang mendukung pendapat ini -Wallahu Ta'ala Alam-' aPa yang
diisyaratkan sebagian para ahli ilmu berupa sunnah hukumnya berpindah
dari tempat mengerjakan shalat fardhu ke tempat lainnya jika orang yang
melakukan shalat hendak mengerjakan shalat nafilah. Dalam hal ini
mereka berkata, "Dalam tindakan berpindah itu ada uPaya memperbanyak
tempat sujud karena semua itu akan menjadi saksi baginya karena dalam
tindakan itu ada upaya menghidupkan suatu lembah dengan ibadah"'3o3
sebagian pakar fikih menyebutkan adanya kemungkinan tidak ada
kemakruhan jika dikaitkan dengan tempat-tempat mulia.3G Dikuatkannya
bahwa s alamah Radhiy atlahu Anhu bersung guh-sung g uh melakukan
shalat dekat usthuwanah'tiang'yang ada mushhaf" dan ia berkata, 'Akt't
menyaksikan Nabi Shallaltahu Alaihi wa Sallam sangat bersungguhsungguh untuk shalat di dekatnyeil3Elnilah yang benar'
Ketika menjelaskan hadits ini, An-Nawawi berkata, "Dalam hal ini
tidak ada masalah selalu melakukan shalat pada satu tempat jika tempat
itu terdapat keutamaan. sedangkan larangan berkenaan dengan mengkhususkan satu tempat dalam masjid dengan tidak ada keutamaan
padanya dan tidak diperlukan sikap yang berlaku demikian."36
Maksudnya -wallahu Al lam- diperbolehkan perpindahan itu untuk
shalat nafilah dan bukan shalat fardhu. Yang demikian itu karena adanya
sebagian lafal dalam kitab shahih Muslim bahwa ia -saramah- selatu
bertempat di suatu tempat yang terdapat mushaf untuk shalat di dekatnya.
la menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu Alaihi ua sallam selalu
bersungguh-sungguh dan berupaya untuk mendapatkan tempat itu.3o?
Ini jelas, bahwa Rasulullah sha llallahu Alaihi wa sallam merakukan
shalat fardhu bersama orang banyak selalu sebagai imam di depan orang
banyak itu dan bukan pada usthuuaah tersebut.
ttlrrl
9"rt U*,,5
laranflan Rebah sepe]fi Unta Rebah
Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam masalah turun untuk bersujud, bagaimana seharusnya, yang akhirnya menimbulkan berbagai perbedaan pendapat yang akan Penulis sajikan di sini iraya Allahra'alayang
kemudian masing-masing pendapat diikuti dengan dalil-dalilnya masingmasing dengan penjelasan tentang pendapat yang paling kuat, diikuti
dengan dalil yang menunjukkan kekuatannya dengan tetap memperhatikan
penyajian secara singkat. Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya.
Alasan sehingga dimunculkan permasalahan ini adalah sangatjelas.
Yakni karena Nabi shallallahuAlaihiur,asallam melarang gaya tertentu
disiniyang mirip dengan cara unta rebah.
Pendapat /. Sunnahnya adalah jika hendak sujud dalam shalat agar
memulai dengan kedua lutut diikuti kedua tangan. Demikian ini adatah
mazhab ahli ilmu umumnya. lni adalah mazhab Abu Hanifah,3m AsySyaf i,3m riwayat dariMalik,3ro masyhur menurutAhmad,3rr dan juga menjadi mazhab para shahabat dan tabi'in.3r2
Pendapat //. sunnahnya adalah dengan memulai dengan kedua
tangan lalu disusut oleh kedua lutut. lni adalah yang masyhur bagiMalik,3r3
dan merupakan riwayat di kalangan Para pengikut mazhab Hanbali.3ra
Jumhur mengetengahkan dalil-dalil, di antaranya:
1. Dari Wailbin Hajar RadhigallahuAnhu bahwa ia berkata,
riy',,i-r'-',# ozk',;5,'# rit &': y \t S;'"uat U-?t -iJ--'';''1' i' Je J
^g'r,*^;uEr'fr tv.
.-
" Aku telah menyaksikan bahwa Rasutullah Shallallahu Alaihi wa
Sattam jika bersuiud betiau meletakkan kedua lutufrrya sebelum kedua
tangannya. Dan iika bangkit beliau mengangkat kedua tangannya sebel um ked ua I u tu ttYa." }ts
2. Ppa yang diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu Arthu disebutkan,
iUirs'r';r,F,}Eau"v:rt
Dan beliau rurun (untuk sujud) dengan takbir hingga kedua lututnya
mendahu I u i kedu a tangannya." 3t 6
3. DariSa'ad bin Abu Waqqash, ia berkata,
t.t J5,f\u)(lli,#1t,P ;lt e g
"Kami meletaklcan kedua tangan sebelum kedua lutut, kemudian rami
diperinahkan meletakkan kdua luut sebelum kedua tangan."
Hadits ini menunjukkan bahwa turun dengan kedua lutut adarah yang
terakhir diperintahkan diantara dua perkara itu. Hadits ini menjadi nasil<h
(penghapus dan pengganti) bagi hadits sebelumnya yang menjelaskan
bahwa turun dengan kedua tangan.
4. Dari Abu Hurairah sebuah hadits marfu',
"fka salah seorang dari lcalian bersujud maka hendaknyajangan merebah seperti seekor unta merebahkan diri. Hendakrya meletakkan kedua
tangannya se belum kedua lutu tuya."3t?
sekalipun hadits ini adalah dalil mereka yang mengatakan bahwa
merendah dengan kedua tangan sebagaimana akan dijetaskan. Akan
tetapi, dijadikan dalil pula oleh para pengikut mazhab Hanafi3r8 bahwa
sunnahnya adalah merendah dengan kedua lutut. sebagaimana ada
dalam riwayat darinya,
gjlt :s' r'j)l j,l r, .;-"- l:i f i; q g! f;i t; rsy1
lika salah seofing dari kalian semua betsujud, hendaknya memulai
dengan kedua lutufiya dan hendaknya tidak merebah seperti seekor
unta iantan merebahkan diri."3te
Mereka berkata, "unta ketika merebahkan diri mulai dengan kedua
tangannya maka seseorang yang melakukan shalat hendaknya memulai
dengan kedua kakinya."32o
5. Mereka berkata, "Orang yang sedang melakukan shalat merendah dengan kedua lututnya adatah perbuatan yang lebih lembut baginya dan
lebih bagus bentuk dalam pandangan mata."32r
sedangkan mereka yang berpegang dengan pendapat kedua mendasarkan pendapat kepada dua dalil, yaitu:
1. Dari Abu Hurairah Radhigaltahu Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
Slallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
fl ,e i"'&j i At'!:; K'!:;>v'7 :;i''; tiY
*lika satah seorang dari kalian betsuiud, hendaknyaiangan."rro*
sewrti seekor unta merebahkan diri. Hendaknya meleakkan kedua
tangannya sebelum kedua lufrtfrtya."12
2. Apayang datang darilbnu umarRadhigallahuAnhuma bahwa dirinya
metetakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya, lalu berkata,
"Nabi Shallallahu Ataiht wa Sallam melakukannya'"323
Dtslcust seftltor Dalll-dalll dan NlenJelaskan yang Pallng Kuat
Dalil-dalil jumhur yang didiskusikan adalah:
Mereka berkata bahwa hadits Wail bin Hujr Radhiya llahu Anhu ada
sanadnya yang sendirian, yaitu Syarik bin Abdullah An-Nakha'i dari Ashim
bin Kulaib dari ayahnya dariwail bin Hujr. Ad-DaruquthniRahr'mahullah
berkata, "Syarik tidak kuat."
Aspekyang menjadikannya tidak kuat adalah kebanyakan kesalahan
padanya dan lemah hafalannya. Abu Hatim berkata, "Saya katakan kepada Abu Zur'ah,'Syarik bisa dipercaya pada hafalannya?' ta menjawab,
'la banyak kesalahan. Punya hadits namun kadang-kadang salah'."324
Karena itu hadits tersebut lemah tidak bisa dijadikan alasan.
Sedangkan hadits Anas bin Malik Radhigallahu Anhu bahwa Al-
'Ala' bin Ismail adalah sanad yang sendirian, dari Hafsh bin Ghalyats,
sebagaimana dikatakan Ad-Daruquthni.35 Al-'Ala' bin Ismail adatah orang
yang tidak dikenal.326 Ad-Daruquthni berkata, "la berbeda dengan Omar
bin Hafsh bin Ghayyats salah seorang yang paling kokoh dari aphnya.
la meriwayatlon dari ayahnya dari Al-Amasy dari lbrahim dari Alqamah
dan lain-lain dari Amar dan mauquf padanya. lnilah disebutmahfudz."
lbnu Hazm berkata, "Dalam hadits ini tidak ada kekuatan alasan
karena dua hal: (1) ltu bukan hadits Anas, bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi toa Sallam meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.
Sedangkan dalam hadits itu sekedar kedua lutut mendahului kedua tangan
saja. Bisa jadi hat ini hanya mendahului dalam masalah gerakannya saja
bukan pada meletakkan keduanya .... (21Bahwa jika di dalamnya ada
penjelasan tentang meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan tentu
hal itu sesuaidengan yang dipersiapkan oleh dalil bahwa keduanya adalah
boleh. Dan kabar Abu Hurairah muncul dengan syariat yang lebih yang
menghilangkan hukum boleh yang lalu tanpa diragukan, melarang hal itu
secara meyakinkan. Dan tidak boleh meninggalkan yang yakin demi
sebuah zhann'prasangka' yang dusta."327
Sedangkan hadits Sa'ad bin Abu Waqqash, di dalam kitab Al-Fath,
Al-Hafizh lbnu Hajar telah berkata, "Para perawinya meriwayatl<an dari
Ibrahim bin lsmait bin Yahya bin Salamah bin Kuhail dari ayahnya. Sedangkan keduanya adalah lemah."
sedangkan mengambildalil dengan hadits Abu Hurairah berkenaan
dengan larangan merebahkan diri seperti seekor unta merebahkan diri,
maka hadits tersebut memiliki riwayat-riwayat yang lain yang menegaskan
merendahkan diri dengan kedua tangan sebelum kedua lutut. Maka tidak
ada kekuatan alasan dalam hadits tersebut.
sedangkan dalil-dalil pendapat kedua telah didiskusikan sebagaimana berikut:
HadiB Abu Hurairah yang menjadi rujukan kuat bagi pendapat ini
telah dilemahkan karena hal-hal berilant:
Peruma. Bahwa porosnya adalah Ali Abdulaziz Ad-Darawardi dari
Muhammad bin Abdullah bin Al-Hasan Al-Alawi dari Abu Az-Zinad dan
Al-Araj dariAbu Hurairah. lmam Ahmad berkenaan dengan Ad-Darawardi
berkata, 'Jika ia mengeluarkan hadits dari kitab orang lain, lemah. la membaca dari kitab-kitab mereka dan salah." Abu Zur'ah berkata, "Hafalannya
buruk." Abu Hatim berkata, "Tidak bisa dijadikan alasan." An-Nasa'i berkata, "Tidaft lq;61.,32e
Kedua. Bahwa hadits itu dari jalur Muhammad bin Abdullah AlHasan Al-Alawi. Setelah pembahasan hal ini dalam kitab At-Tarikh AlKabir dengan tanpa mengulasnya Al-Bukhari berkata, 'Apakah ia mengetahui bahwa aku mendengar dari Abu Az-Zinad atau tidak?":Yang memperkuat bahwa hadits iniglarib 'ganjil' adalah bahwa tak
seorang pun dari para murid Abu Hurairah yang berjumlah lebih dari
delapan ratus orang meriwayatkan hadits ini, kecuali Al-Araj. Dan tak
seorang pun dari para murid Al-Araj meriwayatkannya, kecuali Abu AzZinad. Dan tak seorang pun dari para murid Abu Az-Zinad meriwayatkannya, kecualiMuhammad bin Abdullah bin Al-Hasan Al-Alaw{.33r
Kettga. HadiB itu mudhtharib matannya (teks haditsnya kacau).
Dalam riwayatAt:Tirmidzi tidak ada penyebutan 'kedua tangan dan 'kedua
lutut' sama sekali. Akan tetapi, ada dalam riwayat Al-Baihaqi dari Sa'id
bin Manshur dari Ad-Darawardi,
^f$,*j+'fi':
" Hendaknya ia meleakkan kedua bngannya seblum kedua lunfiya."
Kemudian oleh Al-Baihaqidibawa kepada makna bahwa maksudnya
adalah meletakkan keduanya diatas kedua lutut ketika merendah untuk
bersujud. Menurut lbnu Abu Syraibah bunyinya adalah,
S-,"it':)');'! ;r r, lU Ji f ,ri e g 7 Ll'"; t;y.
'lika salah seorang dari kalian semua bersujud hendalaya memulai
dengan kedua lurumya dan hendabtya tidak merebah sepeni unta janan
merebahkan diri." Dan lain-lain.332
Kekacauan di dalam matan inilah yang menjadikan lemah hadits
inidan mendorong kepada keraguan dalam kepastiannya.
Keempat. Ibnul Qaryim Rahimahullah mendukung kekuatan hadits
ini sekalipun menurut sebagian para perawinya bahwa hadits ini maqlub
(terbalik). Sesungguhnya asalnya adalah,
;.{,k+,K)'e$t
'Hendaknya ia meletakkan kedua lutufrrya seOetum *eaua bngannya.-
Ia memperkokoh itu dengan berbagai hadits. Di antaranya datang
dari lbnu Abu Syaibah seperti disebutkan tadidi dalamnya ungkapanfika salah seorang dari lcalian semua bersuiud hendalaya memulai
dengan kedua lutunya dan hendahya tidak merebah seperti untaiankn
merebahkan diri."
la Rahimahutlah mengambil hadits ini untuk mempertemukan
semua teksnya dan juga untuk mengakurkan bagian awal hadits dengan
bagian akhimya sebagaimana akan dijelaskan nanti.333
Kelima. Mereka berkata, "Nyata-nyata hadits ini saling berbeda
karena yang dikenal dari seekor unta adalah meletakkan kedua tangannya
sebelum kedua kakinya, lalu bagaimana setelah itu diperintahkan untuk
men)rerupainya dengan kata-katanya,
^g)Jr^;*'CA't
' Hendaknya ia meleakkan kedua tangannya rrn^. f** Iutufrrya.'
Siapa yang mengklaim bahwa kedua lutut unta adalah pada kedua
tangannya maka ia telah benar-benar salah. Yang demikian itu sama sekali
tidak dikenal datam bahasa atau dalam syariat. Lutut adalah pada kaki
manusia dan binata[g."3rr
Kemudian membawanya kepada makna lutut pada tangan adalah
upaya menghitangkan faidah hadits ketika membuat tasgbih 'persamaan
sehingga lengkapnya sebagai berikut 'Maka hendaknya ia meletakkan
kedua tangannya sebetum kedua lututnya. Dan agar tidak seperti seekor
unta yang meletakkan kedua lututnya sebelum kedua kakinya."
Dalam ungkapan selengkap seperti itu justru mengandung kelemahan yang sudah pasti akan dijauhi oleh lisan manusia paling fasih.335
Keenam.Mereka berkata, "sesungguhn)ra yang dipahami oleh orangorang berakal adalah bahwa duduk manusia sesuaidengan gayanya adalah sampainya kedua lutut ke permukaan bumi sebelum kedua tangannya.
tni adalah cara duduk yang biasa tanPa ada main-main yang diperbuatnya. Ini adalah sesuatu yang paling jauh dari keserupaan dengan unta
ketika ia hendak merebahkan dirinya. Telah diriwayatkan oleh lbnu Abu
Syaibah dari lbrahim An-Nakha'i bahwa ia ditanya tentang meletakkan
kedua tangan sebelum kedua lutut, maka ia tidak menyukai hal itu dan
berkata, "Tidakkah dilalmkan kecuali oleh seorang tolol dan sinting?"ffi
Sedangkan dalil kedua, laitu yang dinukil dari lbnu (lmar adalah
telah diriwayatkan Al-Bukhari dengan derajat mauquf kepada lbnu Umar.
Sedangkan hadits tersebutjika dikatakan marfu', maka demjatnya lemah
disebabkan ketersendirian Ad-Darawardi yang telah berlalu adanya sebuah
isyarat dalam ketersendiriannya. Yakni, sekalipun ia meriwayatkannya dari
Ubaidillah bin Umar bin Hafsh seorang yang bisa dipercaya dan masyhur.
Akan tetapi, hadits terbalik karenanya. Sebagaimana dikatakan oleh lmam
Ahmad bahwa ia meriwayatkan dari dirinya. lni adalah dari hadits
Ubaidillah bin Umar, sedangkan ia adalah lemah. An-Nasa'i berkata,
"Haditsnya dari Ubaidillah bin Umar adalah hadits munkar."337
Dari uraian di atas jelas-WallahuTa'ala/ilam- menunjukkan kekuatan mazhab jumhur yang disebabkan oleh kelemahan dalil-dalilyang
diketengahkan oleh para penyanggahnya. Sedangkan yang dimunculkan
menghadapi dalil-daliljumhur maka pada sebagiannya harus dilakukan
peninjauan. Berkenaan dengan hadits Wail bin Hujr Radhtgallahu Anhu
dengan apa yang dikatakan bahwa Syarik adalah seorang sanad yang
sendirian, namun para imam telah mempercayaiSyarik itu. Akan tetapi,
mereka hanya menyebutkan bahwa dirinya banyak melakukan kesalahan
yang tidak mengharuskan menghilangkan hadits-hadits darinya. Hadits
initelah dianggap bagus dan menggunakan lafal-lafalyang tidak mengarah
kepada adanya suatu kesalahan dan kelupaan yang menjadi aib baginya.
Kemudian haditsnya memiliki hadits-hadits penguat yang lain yang
menunjukkan bahwa haditsnya memiliki dasar yang terpelihara. Di antaranya adalah hadits Anas dan hadits Sa'ad bin Abu Waqqash sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya.
Sedangkan yang disebutkan berkenaan dengan haditsAnas Radhigallahu Anhu yang di dalamnya terdapat Al-Ala bin lsmail yang sendirian
sebagai orang tidak dikenal. Akan tetapi, Al-Hakim berkata, "Menurut syarat
dua syalkh (Al-Buktrari dan Muslim) dan saya tidak menemukan kelemahan
padanya." Dan disepakati Adz-Dzahabi dan ditakhrij lbnu Hazm dari jalur
Ahmad bin Zuhair bin Harb dan bersikap diam terhadap hadits tersebut.
Yang jelas mereka mengetahui keprofesionalan Al-Ala bin lsmail tersebut
sehingga mereka tidak melakukan tha'n'menganggap cacat' kepada hadits
tersebut karenanya.338
Mazhab jumhur diperkokoh oleh tindakan kelompok para shahabat
dan para pemuka tabi'in. Hadits itu dinukil dari Omar bin Al-Khaththab,
lbnu Mas'ud, Ibrahim An-Nakha'i, Abu Qilabah, Al-Hasan, Ibnu sirin, dan
lain sebagainya.
walhasil, bahwa Nabi strallal lahu Alaihi um fullam melarang orang
yang melakukan shalat bersifat sebagaimana sifat bagaimana unta rebah.
Yang demikian itu bermakna bahwa semua perbuatanyang munculseruPa
dengan perbuatan binatang adalah makruh.
Apakah Dllaran! Melakukan Sadl?
Muncul larangan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang
sadl. Sebagian dari para shahabat menyebutnya sebagai perbuatan
Yahudi. sebagian yang lain mengatakan bahwa dengan perbuatan seperti
itu dikhawatirkan bisa menampakkan aurat. Sebagian orang-orang sataf
tidak melihat suatu masalah dalam cara berdiri seperti itu sehingga mereka
melakukannya. sebab perbedaan pandangan itu adalah perbedaan mereka
dalam memandang keshahihan hadits yang muncul dan perbedaan
mereka tentang makna sadl dan hikmah pelarangannya.
Kita akan membahas permasalahan ini dalam dua subbahasan.
A. Deftnisi Sadl
Sadl menurut arti etimologis adalah menjulurkan pakaian sampai
ke tanah. Huruf-huruf sin, dal, dan lam adalah asal yang satu yang
menunjukkan turunnya sesuatu dari atas ke bawah yang menutupinya.m
Sedangkan defi nisi sadl secara terminologis masih dipertentangkan
oleh para ahli ilmu sehingga muncul banyak pendapat akan kita sebutkan
di antaranya yang paling populer:
- Dikatakan, "Menjadikan pakaian terletak di atas kepala atau kedua pundak dengan bagian tepinya dibiarkan menggantung begitu s€rja."3nt
- Dikatakan pula, "Menjadikan pakaian di atas kepala atau diatas kedua
pundak dengan membiarkan ujung-ujungnya di bagian tepijika tidak
mengenakan celana panjang."34
- Dikatakan pula, "Meletakkan bagian tengah kain di atas kepala dan
membiarkan kedua ujungnya menjulur ke sebelah kanan dan kirinya
dengan tidak menjadikan keduanya di atas kedua pundak.":nr
- Dikatakan pula, "Membiarkan kedua ujung selendang di kedua sisi."sDikatakan pula, "Membiarkan kedua ujung selendang dikedua sisinya
dan tidak menyelempangkan salah satu ujungnya di atas pundak yang
lain.tr345 Sebagian dari mereka menambahkan, "Dan tidak mengumpulkan kedua ujungnya dengan menggunakan tangan."s
- Dikatakan pula, "Memanjangkan pakaian hingga menyentuh bumi
dengan membiarkannya ke atas salah satu pundak."rT
- Dikatakan pula, 'Meletakkan bagian tengah selendang di atas kepala
dan membiarkan sisanya di belakang punggungnya."ffi
- Dikatakan pula bahwa artinya, "Berselimut dengan pakaian dengan
memasukkan kedua tangan dari dalam lalu ruku'dan sujud dengan keadaan sedemikian itu."34e
lnilah sejumlah definisi dari para ahli ilmu tentang kata sadl. Yang
jelas -Wallahu Ta'ala Allam- definisi tersebut bahwa sadl membiarkan
kedua ujung selendang, baik bagian tengahnya di atas kepala atau tidak
demikian, dengan tidak mengembalikan salah satu ujungnya berada di
atas ujung yang lain. Sedangkan makna yang menyebutlon bahwa seseorang berselimut dengan pakaianrryra, maka yang paling dekat yang demikian
itu adalah bentuk yang disebut slamma, sebagaimana akan dijelaskan
nanti.
Asy-syaukani berkata, "Tidak ada masalah membawa hadits3sr
kepada semua makna yang disebutkan inijika kata sadl adalah kata yang
mtsgtarak (memiliki lebih dari satu arti)."3'r
Kata yang musgtarak dibawa kepada semua maknanya adalah
mazhab yang paling kuat.352
Jelaslah bahwa sadl yang terlarang itu tidak mencakup aPa yang
telah menjadi gaya berpakaian. lstilah sadl menurut sebagian ahli fikih,apalagi menurut para pengikut mazhab Malik dimaksudkan memanjangkan kedua tangan dan tidak memegang keduanya itu353 sebagaimana
dimaksudkan dengannya membiarkan rambut.3il Akan tetapi, kedua arti
inibukanlah yang dimaksud didalam pembahasan ini.
B. Hukum Sadl
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum sadl sehingga
muncul pendapat-pendapat berikut:
Pendapat /. Perbuatan itu makruh hukumnya. lni pendapat para
pengikut mazhab syafi'|r:: dan mazhab para pengikut mazhab Hanbali.3tr
Pendapat //. Hukumnya makruh tahrim (yang diharamkan). Ini
adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi3,7 dan diharamkan oreh
para pengikut mazhab Hanbali dalam suatu riwayat.3m
Pendapat lll. Hal itu mubah hukumnya. lni adalah riwayat di l<alangan para pengikut mazhab Hanbali35e dan dinukil pura dari sebagian
kalangan salaf.36o
Mereka yang bermazhab kepada hukum makruh mengetengahkan
dalil-dalil sebagai berikut:
a. Apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
iv tro:;t',y.lf r,,>$:t,tj:ilt *,# e, *?rt S* olt"oi
" Nabi shallallahu Alaihi wa sallam melarang melakukan sadr datam
shalat dan hendaknya seseonng menutup muluttya.',
Kemudian mereka membawa hadits ini kepada makna makruh.
b. Semua hadits yang ada melarang tindakan isbal.362
Mereka yang bermazhab kepada hukum haram mengetengahkan
dalil-dalil sebagai berlkut:
a. Hadits Abu Hurairah di atas karena sangat tegas melarang. Tidak ada
alasan untuk meninggalkan hukum haram itu karena tidak ada dalil
yang menjadikan boleh berpaling dari hukum pertama.3$
b. Dalam tindakan sadl ada kemungkinan terbukanya aurat.3e
c. Apa yang di dalamnya ada tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi.$5
Sebagaimana diriwayatkan Ali bin Abu Thalib RadhiyallahuAnhubahwa
ia melihat suatu kaum melakukan sadl dalam shalat mereka. Maka ia
berkata,
t;*qri;!'frt'&k
" Mereka seperti orang-orang Yahudi yang keluar dari tempat ibadah
mereka."36
Bertasyabbuh kepada orang-orang Yahudi haram hukumnya, apalagididalam ibadah.
Mereka yang bermazhab kepada hukum mubah, yang jelas mereka
mengetengahkan dalil-dalil yang dinukil dari sebagian para shahabat dan
tabi'in bahwa sadl adalah boleh dan bisa dilakukan,367 atau mereka melemahkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.
Pendapat paling ltuat -Wallahu Ta' ala fr lam- adalah pendapat yang
mengatakan bahwa hukum melakukan sadl adalah haram dalam pelaksanaan shalat, karena hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu demikian
tegas. Sedangkan upaya melemahkan hadits karena sanadnya terdapat
Asal bin Sufuan3tr telah dilemahkan oleh jumhur. Karena dia tidak sendiri
dalam meriwayatkan hadits, tetapijuga disertai Al-Hasan bin Dzal<wan36e
sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud. Walaupun, dirinya diperselisihkan. Hadits inijuga dimuat dalam Al-Mustadrak darijalur Al-Husain bin
Dzakvan Al-Mu'allim.370 la adalah orang yang tsiqah'tepercaya'.
Dengan demikian hadits itu berubah menjadi kuat dan meningkat
menjadi sah untuk dijadikan dasar alasan.
Juga ketika disebutkan adanya sikap serupa dengan orang-orang
Yahudi; jika alasan ini menjadi kuat dengan adanya hadits, tidak diragukan
akan menunjukkan keharaman. Karena masing-masing dari keduanya
cukup untuk dasar alasan sekalipun sendirian.
Sedangkan apa yang disebut An-Nawawi bahwa dasar keharaman
sadl adalah keumuman teks-teks dalilyang mengandung larangan perbuatan isbal, ini bukan sesuatu yang jelas, karena kebanyakan para ulama
tidak mempersyaratkan sadl mencapai derajat dsbal )rang dilarang menurut
syariat. Kalaupun ucapan kalian itu bena4 tentu halitu menunjukkan kepada keharaman dan bukan kepada kemakruhan, dikarenakan keharaman
melakukan bbal. Demikian yang benar.
Yang jelas, bahwa larangan melakukan sadl adalah karena serupa
dengan orang-orang Yahudi atau karena perbuatan itu adalah suatu gaya
yang kadang-kadang dibarengi dengan perasaan sombong. Sedangkan
perkara bbal adalah sesuatu yang telah ada larangannya yang sangat
tegas dalam teks-teks dalilyang sangat banyaklaranEan Tamayul dalam Shalat
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Definisi Thmayul
Tamagul maknanya banyak ber-murawahah pada kaki.37r
Dikatakan bahwa murawahah (memberikan istirahat) adalah sikap
bertumpu kepada satu kakidan memajukan kakiyang lain dan tidak bertumpu kepadanya atau mengangkatnya dan meletakkan pada betisnya.372
Dilotakan pula, "Tidak mendekatkan keduanya dan tidak bertumpu
kepada kedua-duanya secara bersama-sama. Akan tetapi, memisahkan
keduanya dan bertumpu kadang-kadang di atas yang satu dan kadangkadang di atas yang lain dan kadang-kadang juga kepada keduanya agar
istirahat dapat dicapai oleh keduanya."
Dikatakan pula, "Mengangkat yang satu dan bertumpu pada yang
lain. s373 Sedangkan penyusun Vttab Al-Rnt' mendefi nisikan sebagai bedlct,
"Kadang-kadang bertumpu pada salah satu, kemudian pada yang lain
jika berdiri terlalu lama."37a
B. Hukum Tamayul dalam Shalat
Jumhur ulama bermazhab bahwa makruh hukum tamayul3Ts dalam
shalat, kecuali yang dinukil dari para pengikut mazhab Malik yang mengatakan bahwa boleh melakukannya jika tidak meyakini bahwa perbuatan itu
adalah sesuatu yang dituntut dalam shalat.
Jumhur ulama beralasan dengan dalil-dalil berikut:
1. Apa yang diriwayatkan dari sabda NabiShallallahu Alaihi ua Sallam,
'op,'
rpt k'[t*;t 1,'iryl',# * e €.f,if iv s1
,#t#4:t*<)i';Fu
" lka salah seorang dari kalian brdiri untuk melakukan shalat, hendaknya menenangkan anggota badannya dan tidak menggoyang-goyangkannya seperti orang-onag Yahudi. I(arena sesungguhnya menenangkan anggoa badan adalah bagian dari kesempurnaan shalat."tn
Dalam teks hadits tersebut terdapat larangan yang jelas yang didasarkan
dengan dua alasan, yakniyang demikian itu adalah perbuatan orangorang Yahudi dan tamagul adalah tindakan yang menghilanglon kekhusyukan dalam shalat.
2. Pefiuatan itu akan menjurus kepada banyaknya gerakanyang akan menjadikan seseorang lalai akan kekhusyrkan.3T8
Sedangkan apa yang dinukil dari para pengikut m azhab Maliki bahwa
perbuatan itu diperbolehkan untuk dilakukan adalah sekedar apa yang dipahami dari pekataan mereka sendiri berkenaan dengan murawahah.
Yang jelas -WallahuAllam- bahwa kebanyakan dari mereka itu tidak bertentangan dengan jumhur berkenaan dengan kemakruhan tamagul di
dalam shalat yang artinya adalah banyak melakukan murawaltah. Sedangkan berkenaan dengan mwawalnh kebanyakan mereka mengatakan bahwa perbuatan itu boleh, termasuk jumhur; selama tidak terlalu
banyak. lni adalah sesuatu yang jelas yang telah dituliskan.3Te
Sedangkan tarawwuh (memberikan istirahat) di dalam shalat adalah makruh jika dibarengi keyaknan bahwa hal itu diminta dalam shalat
tidak ada pertentangan berkenaan dengan halitu. Bahkan, mengharuskan
hukum haram karena merupakan bid'ah. Murawahahjika tidak terlalu
banyak,jaiz'boleh' hukumnya dan tidak masalah berkenaan dengannya.
Sedangkan hadits yang dijadikan dasar alasan bagijumhur adalah
sangat lemah sekali.38o Maknanya shahih, bahwa menenangkan anggota
badan adalah indikasi adanya kekhusyukan, sebagaimana tamagul adalah bagian dari kebiasaan orang-orang Yahudi ketika mereka membaca
Thurat di mana mereka selalu bergoyang-goyang. Ada yang mengatakan
bahwa karena sikap mereka seperti itulah mereka dinamakan Yahudi
karena mereka selalu yataha wwadun, yakni selalu bergerak ketika sedang
membaca Taurat. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya langit dan bumi
bergerak ketika Allah memberikan Thurat kepada Musa."
rf*rt
?**t *,,A
larangan Memelamkan Kedua Mata ketlka Melaksanakan Shalat
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hularm memejamkan
kedua mata ketika melakukan shalat. Dalam haliniada dua pendapat:
Pendapat l. Bahwa perbuatan tersebut makuh hularmnya. Demikian
pendapat para pengikut mazhab Hanafi,38r Maliki,382 dan Hanbali.3B
Pendapat //. Perbuatan itu mubah dan bukan makruh. lni adalah
pendapat para pengikut mazhab Syaf iAl-Jumhur berpegang kepada hukum makruh dengan dasar dalildalil sebagai berikuk
1 . Sabda Rasulullah Shallallahua Alaihi usa Sallam,
f ',ry->l ;>,2r,g { *f iv 61.
"fika salah seorang dari kalian brdiri untuk menunailcan shalat, hendaknya tidak memejamkan kedua matanya."t&5
2. Mereka berkata, "ltu adalah perbuatan orang-orang Yahudi, sebagaimana
ditegaskan hal itu oleh jamaah dari kalangan para tabi'in."3eo
3. Mereka berkata bahwa hal itu tidak dinukil dari Nabi ShallallahuAlaihi
wa Sallam dan tidak pula dari salah seorang shahabat Radhigatlahu
Anhum. Jika hal itu masyru' tentu akan dinukil kepada kita. Apalagi
perbuatan itu di dalam perkara shalat yang merupakan tiang Islam.m
4. Dikatakan, "Makruh, karena bisa dianggap sedang tidur."3ffi
5. Dikatakan, "Karena perbuatan itu menghilangkan kekhusyukan.":eo
6. Dikatakan, "Karena perbuatan itu termasuk sia-sia dan kesia-siaan sangat
dilarang dalam shalat."3s
7. Dilctakan, "Makuh, agar tidak diyahni sebagai sesuatu yang fardhu di
dalam shalat.r'3st
Hukum makuh menurut jumhur adalah ketika dalam keadaan tidak
diperlukan untuk menutup mata. Jika ada kepentingannya, tidaklah mengapa. Seperti ketika di depannya ada sesuatu yang bisa mengacaukan
dan menghilangkan kekhusyrkannya.3e2 Akan tetapi, mereka berkata,
Wajib baginya menutup kedua mata jika di depannya ada sesuatu yang
tidak halal melihatnya, seperti seorang wanita atau ada di depan shaf
barisan orang-orang telanjang atau semacu- i1u.i'3s3
Sedangkan mereka yang berpegang dengan pendapat kedua berdalil
dengan tidak adanya larangan untuk memejamkan kedua mata ketika
menunaikan shalat.3ea
Sedangkan pendapat yang paling kuat -Wallahu Ta'ala Allamadalah larangan memejamkan kedua mata ketika menunaikan shalatdan
tidak sah bahwa boleh memejamkan keduanya ketika diperlukan dengan
alasan tidak ada larangan. Jadi pada prinsipnya dalam shalat tidak boleh
mengadakan apa-apa yang tidak pernah disyariatkan dan bukan dari
tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalam shalatnya bahwa
harus memejamkan kedua mata. Inilah yang paling kuat yang dijadikan
alasan oleh jumhufs5 dengan alasan bahwa perbuatan demikian adalah
dari perbuatan orang-orang Yahudi sedanglon bertaqrcbbuh kepada orangorang Yahudi adalah haram mutlak. Maka bagaimana di dalam shalat?
Tidak apa-apa memejamkan mata untuk menjaga hati dari hal-hal
yang mengganggu berupa pemandangan-Pemandangan jika seseorang
tidak bisa menahan hatinya dari semua itu, karena kekhusyukan dalam
shalat adalah tuntutannya yang paling besar.3s Sedangkan beliau sangat
antusias kepada kekhusyu'an itu dengan antusiasme yang luar biasa dan
sangat menjauhi segala sesuatu yang menghilangkannya atau menghilangkan sebagian darinya. Sebagaimana terjadi pada diri beliau ketika
mengembalikan pakaian tebal bergambar dari Abu Jahm, maka dariAisyah Radhigallahu Anla ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bangkit untuk menunaikan shalat dengan mengenakan pakaian
yang berbentuk empat persegi panjang yang memiliki dua lambang. Ketile
beliau selesai menunaikan shalatnya bersabda,
,* * Y #' 6y*H\nio r*t#t "
t* r'$;t
'Pergilah kalian semua dengan membawa pakaianku yang brgambar
ini kepada Abu lahm dan bawa kepadaku pakaian tebal tidak brlamfung
darinya. Sesungguhnya palcaian ini nrelalaikanku dari shalatku tadi.' "3e'
Dalam riwayat pada Al-Bukhari secara mtnllaq yang berbunyi,
ug; oi i-,L el2t e6 t ry a'*:i
*
" Dan aku melihat kepda ganMnya itu ketilca afu sedang dalam shalat
sehingga aku khawatir akan npmfiaahku."
Dan dalam riwayat Muslim adalah sebagai berikut,
:1,iY-i iitl-,
" Gambar-gambar ini nrengacaukanku."
?*t t *,,g
laranllan Menllanyam larl (TasyblkFee 0","m Shalat
Pembahasan ini mencala,rp dua subbahasan:
A. Hukum Menganyam Jari dalarn Shalat
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum menganyam jari
ketika sedang menunaikan shalat. Dari mereka munculdua pendapat:
Pendapat /. Perbuatan tersebut makruh hukumnya. Iniadalah pendapat jumhur ulama dan merupakan pendapat mereka yang mengikuti
mazhab Hanafi,o Maliki,or Syaf i,@ dan Hanbali.43
Pendapat IL Perbuatan tersebut makruh yang diharamkan. lni adalah
ungkapan lbnu Abidin dari kalangan para pengikut mazhab Hanafi.oa
lbnu Hazm beralasan bahwa perbuatan tersebut membatalkan shalat jika
dilakukan dengan sengaja.&
Jumhur ulama menetapkan hukumnya makruh beralasan dengan
dalil-dalil, di antaranya:
1. Apa yang datang dariAbu Said Al-Khudri Radhiyallahu,\nhu bahwa
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
:aX e l^z)r €i66 l* G JUW *i t:{1
" fika salah seoring dari kalian di dalam masiid, hendaknya iangan
sekali-kali menganyam jari-jarinya. Karena perbuatan menganyam jari
adalah dari syetan. Dan sesungguhnya salah seorang dati kalian masih
dalam kondisi shalat selama masih berada di masjid hingga ia keluar
darinya."M
2. Apa yang diriwayatkan dari Ka'ab bin Ujrah bahwa ia berkata, 'iAku
pernah mendengar Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
,ou^=iJr ,'ryf6\t,!t#-\, t^At g.€Li ors ri1
ie'H ;, u*)t €ir' 6 yb e J6.\'€'r;i"0tt
"fika salah seorang dari kalian brwudhu lalu keluar dengan tujuan
menuju shalat, hendaktya sama selcali tidak menganyam antana kedua
tangannya, karena sesungguhnya ia dalam keadaan shalat."&
3.Apa yang datang dari Ka'ab bin Ojrah pula bahwa Nabi Sfiallallahu
AlaihiwaSallam menyaksikan seorang pria yang menganyam jarinya
ketika sedang menunaikan shalat, maka Rasulullah SlallallahuAlaihi
wa Sallam langsung memisahkan jari-jarinya.&
4.Nayang telah datang dari lbnu Umat RadhiyallahuAnhubahwa ia berkata tentang orang yang shalat dengan menganyam jari-jari tangannya,
o o1. I o, o.o l' o
*q"ra;Jt;y'p'di,
" Yangdemikian iru adalah shalat orung-orang yang dimurkai (Ailalr) ."q8
Dan mereka beralasan sebagai berikut:
1. Bahwa dalam gaya seperti itu adalah tasyabbuh kepada syetan. Sebagaimana hal itu telah ditunjukkan oleh teks dalil. Sedangkan bertasyabbuh kepada syetan sangat dilarang.Di dalam perbuatan tersebut terkandung kesia-siaan dan kesia-siaan
sangat terlarang dalam shalat.arl
3. Dalam perbuatan tersebut terkandung sikap meninggalkan sunnah tentang meletakkan kedua tangan.ar2
4.Gaya seperti itu akan mengakibatkan tidur dan tidur menimbulkan kecurigaan terjadinya hadats.ar3
5. Gaya seperti itu akan menimbulkan pandangan orang adanya permasalahan yang rumit dan menjadi sulit yang dialami pelakunya.ara
Sedangkan mereka yang berpegang kepada pendapat kedua berdalil
dengan tekstual teks dalil-dalil yang lalu di mana Nabi Sha/lallahu Alaihi
usa Sallam melarang untuk menganyam jari-jari. Pada prinsipnya lara ngan
bermakna pengharaman.4r5
Yang kuat -Wallahu Ta'ala Alam- adalah mazhab jumhur yang
menetapkan bahwa gaya tersebut makruh hukumnya.
Sedangkan larangan yang muncul di dalam teks-teks dalil tidaklah
mengandung hukum pengharaman sekalipun demikianlah arti tekstualnya.
Demikian itu karena adanya sebab terhadap hadits Abu Said Al-Khudri
yang lalu sebagaimana datang dari Imam Ahmad dan lain-lainnya. Dari
budak milik Abu Said Al-Khudri Radhigallahu Anhu, ia berkata,Ketika aku bersama Abu Sa'id dan ketika iru ia bersama Rasutultah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, tiba-tiba seorang pria sedang duduk di
tengah-tengah masjid dengan bersila dan menganyam jari-jari sebelah
tangan dengan sebelah yang lain. Maka Rasulullah shallallahu Ataihi
wa Sallam memberi isyarat kepadanya. Akan tetapi, orang itu tidak
mengetahui isyarat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka
aku menoleh kepada Abu Sa'id dan ia furkak, 'lika salah seorang di
intan kalian sedang di dalam masjid ...'. " (Al-Hadits;rto
Aspekyang menjadiobjek penunjukan oleh dalildari hadits tersebut
adalah bahwa NabiShallallahu Alaihi wa Sallam cukup hanya dengan
isyarat yang tidak diketahui oleh pria tersebut. Jika menganyam jari-jari
tangan haram hukumnya, tentu ditetapt<an oleh Nabi shal/a ttahu Alaihi
wa Sallam pelarangannya yang bisa dipahami oleh pria itu. Sanggahan
yang muncul berkenaan dengan peristiwa ini bahwa pria tersebut bukan
dalam keadaan shalat, maka jawaban atas sanggahan tersebut sudah
demikian jelas bahwa Rasulullah sha llallahu Alaihi wa sallam menyamakan antara menganyam jari-jari tangan ketika sedang menunaikan shalat
dan sedang menunggu waktu shalat, sebagaimana disebutkan pada hadrts
yang sama dan hadits Ka'ab bin Ojrah baru lalu.
Sedangkan yang pernah muncul berkenaan dengan peristirva
tersebut bahwa Nabi shallallahu Alaihi un sallam bangkit menuju seorang
pria yang menganyam jari-jari tangannya ketika sedang menunaikan shalat
lalu memisahkan antara jari-jarinya -hadits ini adalah daliljumhur unhrk
mendukung pendapat mereka bahwa hukum menganyam jari-jariadalah
makruh- bisa dikatakan bahwa hadits itu menunjukkan hukum haram
dari aspek bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bangkit menuju
seseorang yang sedang menunaikan shalat. Jika hukumnya makruh tentu
beliau akan mengakhirkan perintah dan tidak akan mengganggu pria itu
dengan memisahkan jari-jari tangannya.
Maka, jawaban atas sanggahan itu bahwa hadits ini pada dasarnya
lemah. Jilra hadits ini shahih, sanggahan itu tentu benar pula. Hadits lemah
tidak bisa dijadikan hujiah.
Dari hadits-hadits dalam bab inijelas bahwa pangkal-tolak kedua
kelompok adalah upaya menunjukkan alasan-alasan dilarangnya menganyam jari-jari tangan karena mengandung silop tasyabbuh kepada syetan sebagaimana diisyaratkan sebagian ahli ilmu dengan dasar Pemahaman atasteks dalil.ars Dengan demikian, sabda Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam,
gra$tq|rr:Atoy
" Maka sesungguhnya mengilyam iari-iari tangan itu dail perbuatan
syetan."
Pada dasamya, yang dimaksudkan adalah semua perbuatan atau
lainnya yakni dari perbuatan syetan. Pada prinsiPnya semua perbuatan
yang dinisbatkan kepada syetan haram hukumnya, kecualijika adasharif
(pemaling) dari hukum itu, sedangkan shanf-nya telah ada sebagaimana
pada halaman sebelumnya.4rs
Dikatakan makna hadits adalah bahwa ditunjukkan oleh syetan dan
ia memerintahkan untuk melakukannya. Ungkapan inisesuai untuk kedua
makna itu.lldak menghalangi halitu dengan adanya alasan-alasan lain,
seperti keserupaan dengan shalat orang yang dimurkaiAllah, kesia-siaan
atau dicurigai akan mendorong untuk tidun dan lain sebagainya.
B. Hukum Menganyam Jari-iari Tlrngan ketika Berangkat untuk
Menunaikan Shalat, Menunggu Felaksanaannya' atau Selesai
Penunaiannya
Menganyam jari-jari tangan di luar shalat, yakni ketika keluar atau
ketika menunggu waktu pelaksanaannya di dalam masjid makruh pula
hukumnya menurut ahli ilmu.a2o Hal itu karena hadits Ka'ab bin Ujrah
Radhigallahu Anhu. Dalam hadits itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda," Iika salah seorang dari kalian beruudhu kemudian ttremprbaiki wudhunya, lalu keluar dengan rujuan menuju shalat, hendalaya sama sekali
tidak menganyam antaru kedua tangannya, karena sesungguhnya ia
dalam keadaan shnlat."azl
Juga karena hadits Rasulullah Slra llallahu Alaihi un *llamsebagaimana hadits Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu bahwa ia berkata,
9,h!rtt4'ry: ovjc|$.\' -#t q{L( ors riy
:e;i.e:3t Gitt6-?e,rp Jt;\ {si o1j
"Iika seorang dari kalian di dalam masjid, hendalarya jangan sekalikali menganyam jari-jarinya. Karena perbuatan menganyam jari dari
syean. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian masih dalam
kondisi shalat selama masih berada di masjid hingga ia keluar
darinya."ozz
Dan hadits-hadits lain yang semakna dengan haditstersebutdiatas.
Sebagian para pengikut mazhab lvlalik menentang hal itu dan mereka
berkata, "ltu bertentangan dengan )rang paling utama."€
Dan diperbolehkan bagi orang yang menunaikan shalat untuk
menganyam jari-jari tangannya jika telah usai menunaikan shalat sekalipun
masih tinggaldidalam masjid. Halitu karena adanya hadits dzual-yadain
yang di dalamnya dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam menganyam antara jari-jari tangannya ketika telah bersalam dari
shalat yang belum sempurna rakaatnya.42a Dan dengan pembedaan
antara ketika sedang menunggu waktu shalat di mana dalam keadaan
demikian ia masih dalam kondisi shalat sekalipun masih menunggu
waktunya dengan kondisi ketika pelaku shalat telah selesai menunaikannya,
maka bisa dilakukan penggabungan antara beberapa teks dalil.45
Yang benar boleh menganyam jari-jari tangan bagi orang yang tidak
sedang shalat dan tidak sedang menunggu pelaksanaan shalat sekalipun
didalam masjid. Sebagaimana jika menganyam jari-jari tangannya untuk
memberinya istirahat atau lainnya karena tidak ada larangan.
larangan Menutup Mulut426 ketlka Melaksanakan Shalat
Pendapat /. Kebanyakan ahli ilmu berpendapat bahwa menutup
mulut ketika sedang shalat hukumnya makruh tanzih (dengan dasar kehati-hatian). lni adalah pendapat mazhab jumhur salaf dan imam empat.€7
Pendapat II. Perbuatan tersebut makruh yang diharamkan. Iniadalah
pendapat sebagian pengikut mazhab Hanafi.a28
Pendapat ///. Perbuatan itu mubah hukumnya. Iniadalah pendapat
yang diriwayatkan dari para pengikut mazhab Hanbali.4e
Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah makruh, yaitu
jumhu4 mengambil dalil-dalil dan alasan-alasan berikut ini:
- Apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhigallahu ,\nhu bahwa
Nabi Sta/la llahu Alaihi un kllam melarang sadl ketika sedang menunai"
kan shalat dan seseorang menutup mulutnya.60
- Dalam perbuatan initasyabbuh kepada orang-orang Majusi ketika merelc
menyembah api.
Dalam perbuatan tersebut terdapat tindakan berlebih-lebihan dalam
perkara agama karena darisatu sisi perbuatan itu adalah suatu'tambahan'
yang tidak ada di dalam sunnah.€2
- Hal itu akan menghilangkan kekhusy.rkan yang dituntut dalam shalat.a3
- Dalam perbuatan tersebut terdapat adab buruk kepada Allah karena keadaannya adalah keadaan munajat kepada Nlah Ta'ala.e
- Dikatakan, "Dasar kemakruhan dalam perbuatan tersebutadalah karena
mereka makan bawang putih lalu menutup mulutmereka sehingga sampailah mereka kepada kondisi itu sehingga mereka dilarang untuk itu.a5
Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa hukum perbuatan
tersebut adalah makruh yang diharamkan, Penulis tidak mengetahuidalil
yang mereka pakai. Yang jelas mereka mengambil makna eksplisit dalil
yang mengandung arti pengharaman karena didalamnya terdapattasyabbuh kepada orang-orang Majusi. Sedangkan mereka yang berpendapat
hukumnya adalah mubah, yang merupakan riwayat dari para pengikut
mazhab Hanbali, Penulis juga tidak mengetahui dalil yang mereka pakai.
Yang paling lsrat -Wallahu Ta'ala lilam- larangan dari perbuatan
tersebut kecuali karena ada kepentingan tertentu. Hal itu karena dalil-dalil
yang telah disebutkan. Karena inilah konsekuensisebuah larangan. Juga
karena alasan-alasan yang telah disebutkan.
Sedangkan jika dilakukan ketika menunaikan shalat karena suatu
kepentingan, maka tidak ada masalah dengan itu, seperti ketika seseorang
menguap dan tidak bisa membendungnya. Maka, masym' ketika seseorang menutup mulutnya dengan tangan. Hal itu karena sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah
RadhigallahuAnhu:
LWt (, i:,:* € Li ;irt titp,,t(biilr I -,,jrAr
" Menguap adalah dari syetan, jilca salah seorang dari kalian menguap,
hendalotya menalnnnya dengan &mampunya." Dalam riwayat pada Muslim sebagai berikut:
Jr'i;tbilro1t,*,*iq#
"Maka, hendaknya ia melealckan tangannya ira, .rtury, karena
sesungguhnya syetan nlasuk.D 437
Diantara contoh kepentingan adalah memakaikain penutup mulut
dan hidung karena dingin yang amat sangat sebagaimana dituliskan
Hasan Al-Bashri Rahimahullah.43T Seperti itu pula suatu penyakit yang
membutuhkan seseorang menutup mulut dan hidungnya dengan kain
penutup dan tidak membukanya. Dan kepentingan-kepentingan yang lain
yang semisal itu.
.Sebagian para ahli fikih telah mengisyaratkan bahwa perbuatan itu
makruh di luar shalatjika perbuatan itu bukan suatu adat, karena merupakan bagian dari perbuatan orang-orang sombong.6eYang jelas, penetapan
hukum makruh atau tidak jika dilakukan di luar shalat, terpulang pada
kebiasaan orang. Jika perbuatan demikian adalah perbuatan sombong,
kebiasaan pencuri, tradisiyang tertimpa musibah, jalan pembeda antar
orang, atau lainnya, maka hukumnya adalah makruh. Jika tidak demikian,
tidakada masalah. Setiap tempatberbeda dalam halini. Bahkan diantara
bangsa-bangsa Muslim ada bangsa yang sama sekali tidak pernah lepas
dari kain penutup mulut dan hidung.WallahuA'lam.lanngan MeletakkanTirnoan dl atas Plnggang
ketlka Mehlsanakan Shalar
Dalam pembahasan ini ada dua subbahasan:
A. Makna Ikhtlehar
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang artt ilehtislaryang muncul
dalam teks-teks dalil, sehingga mengundang beragam pendapat yaitu:
a. Yang ini adalah pendapat para ahli ilmu pada umumnya. Mereka berkata, "Meletakkan tangan di atas pinggang."4
b. Dikatakan, "Memegang tongkat dengan tangan, yakni tongkat dipegang
untuk bertumpu kepadanya keUka menunaikan shalat."er
c. Dikatakan, "Memendekkan surat, lalu membacaannya hanya bagian
akhimya satu atau dua ayat."4
d. Dikatakan, "Memendekkan shalat sehingga tidak tepat sampai batas
selesainya dan tidak thumakninah di dalam mengerjakannya."4
e. Dikatakan, "Mengkhususkan ayat-ayat yang di dalamnya sajadah dan
bersujud di dalam membacanya."*
f. Dikatakan, "Tidak membaca ayatyang didalamnya sajadah jika melewatinya ketika membacanya sehingga tidak melakukan sujud ketika menunaikan shalat ketika membacanyaYang paling kuatdari semua definisidiatas adalah yang paling awal,
yaitu definisiyang diridhaioleh jumhur ulama dari kalangan para ahli fikih,
para ahli hadits dan para ahli bahasa sebagaimana telah kita katakan.
Definisi ini diperkuat oleh apa yang diriwayatlon oleh Abu Dawud
dan An-Nasa'i dari jalur Sa'id bin Ziyad, ia berkata,
,iu J*fr,GnG Jc'UU'a4'* ir.,L A'4)
'^L,#- *; *\,,-k ar J t-, or,'r,,.>,1a)t €: -ilt,i
" Aku melakukan shalat di sisi lbnu Umar dengan meletakkan kedua
tanganku di pinggang. Ketika shalat selesai dirunaikan ia berkata, 'Ini
palang salib dalam shalat'. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa SaIIam
melarang perbuatan seperti itu."%
Juga yang diriwayatkan Aisyah RadhiyallahuArila bahwa ia melarang orang yang menjadikan jari-jari tangannya berada di pinggangnya
ketika menunaikan shalat sebagaimana dilakukan orang-orang Yahudi.{7
B. Hukum lkhtishar
Para ahli ilmu berbeda pendapattentang hukum ildltishati sehingga
memunculkan dua pendapat:
Pertama. Bahwa perbuatan itu makruh hulrumnya. Pendapat ini
menjadi pilihan jumhur'ulama dari lolangan pengikut mazhab Maliki,4
Syaf i,ae Hanbali,ffi dan mayoritas dari para pengikut mazhab Hanafi.srKedua. Perbuatan itu haram hukumnya. Ini adalah pendapat rbnu
Hazm.a,2 Dan menjadikannya makruh yang diharamkan oreh sebagian
para pengikut mazhab Hanafi.63
Jumhur berdalil dengan dalil yang banyak jumlahnya, yaitu
a. Apa yang telah baku di dalam kitab shahihain dan lain-lainnya dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi slallaltahu Araihi wa
sallam bahwa beliau melarang orang yang shalat dengan meretakkan
tangannya di pinggang. Di dalam suatu lafal disebutkan,
i#t ept f *, *ht J* lt J';, &
" Beliau melarang bertolak pinggang dalan shalat."av
b. Apa yang datang dari Abu Hurairah Radhigallahu Anhu bahwa
Rasulullah Slallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
;h S^l z;t, a:>tbt e'r,lt
" Meletakkan tangan di pinggang dalan shatat adalah istirahafiya ahli
neraka."455
c. Apa-apa yang muncul berupa berbagaiatsar berkenaan dengan perrnasalahan ini dari para shahabat, di antaranya:
- Dari lbnu Abbas bahwa ia berkata, uika salah seorang dari karian
shalat, janganlah menjadikan kedua tangannya di atas pinggangnya, karena syetan akan datang dengan perbuatan itu."a$
- DariAbu Hurairah Radhiyallahu,{nhu bahwa ia berkata, r.lika sarah
seorang dari kalian bangkit agar tidak menjadikan kedua tangannya
di atas pinggangnya, karena syetan akan datang dengan perbuatan
itu.n457
- Dari lbnu UmarRadhiyallahuAnhu, bahwa ia berkata kepada seseorang yang melakukan shalat di sisinya dengan meletakkan kedua
tangannya di atas pinggangnya. la berkata,
'^:? & *') ^lLht & *t J y t oK.i,e<)le)t ; i)br w
'Ini adalah salib dalam shalat. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
melarang perbuaal i1s.ta58
- Dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa ia melarang jika orang
menjadikan jari-jari tangannya di atas pinggangnya ketika sedang
shalat sebagaimana yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi.a'e
Diantara alasan-alasan yang disebutkan berkenaan dengan hukum
makruh dalam bertolak pinggang diambil dari atsar-atsar yang telah
disebutkan di atas yang berderajat mafu' dan mauquf:
a. Terkandung tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi karena merelo
melakukannya ketika sedang shalat. Thsyabbuh kepada orang-orang
Yahudi makruh hukumnya di luar shalat, apalagi di dalam shalat.@
b. Terkandung tasyabbuh kepada ahli neraka dan telah disebutkan di atas.
Karena sikap sedemikian itu adalah istirahat mereka di dalamnya.6t
c. Terkandung tasyabbuh kepada lblis di mana ia diturunkan dalam
keadaan bertolak pinggang d. Terkandung tasyabbuh kepada orang-orang yang tertimpa musibah,
dan yang demikian itu tidak sesuai dengan kedudukan shalat.6
e. Terkandung tasyabbuh kepada perbuatan orang-orang sombong.
Perbuatan orang-orang sombong tercela khususnya dalam shalat.e
f. Terkandung tasyabbuh kepada penyanyr ketika berdendang; dan gaya
seperti itu tidak layak ketika sedang shalat.65
g. Terlcandung sikap meninggalkan sunnah dalam meletakkan tangan.ffi
Mereka yang berpegang kepada pendapat kedua beralasan:
- Hadits Abu Hurairah; karena mengandung larangan gaya tersebut.6T
- Siapa saja yang bertolak pinggang dengan sengaja, maka ia telah melakukan suatu pekerjaan yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang demikian itu haram hukumnya.d
Pendapat yang paling l$at -Wahalut Ta' ala Al lam- adalah pendapat
yang mengharamkan bertolakpinggang ketika dalam shalat Halitu karena
adanya larangan yang tegas yang datang dari Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam dan tidak ada dalil lain yang memalingkan dari hukum haram
tersebut. Bahkan disifati oleh Nabi Slallallahu Alaihi wa Sallam bahwa
perbuatan itu adalah istirahatnya ahli neraka. Ungkapan ini memberikan
kesan betapa kerasnya larangan melakukannya.
Demikian pula perbuatan tersebut adalah gaya orang-orang Yahudi
ketika mereka melakukan ibadahnya. Yang menjadi dasar adalah haram
bertasyabbuh kepada orang-orang Yahudi dalam melalarkan ibadah dan
kegiatan lainnya. lni adalah dasar yang sangat agung di mana syariat
datang dengan penuh perhatian permasalahan ini. Alasan ini telah ditetapkan oleh Ummul Mukminin ketika ia melarang orang yang bertolak pinggang. Alasan paling dekat di antara alasan-alasan lain yang karenanya
muncul larangan bertolak pinggang adalah makna yang disebutkan bahwa
bertolak pinggang adalah sifat ahli neraka. lbnu Hibban6e menjelaskan
bahwa sabda Rasulullah Slallallahu Alaihi wa Sallam,Istirahatuya ahli neraka,,,
yakniYahudi dan Nasrani, mereka itu adarah ahli neraka.aio Sedangkan,
jika seseorang sakitpada bagian pinggangnya, lalu dia meletakkan tangan_
nya di atas bagian yang sakit itu untuk mengurangi rasa sakit, perbuatan
seperti itu tidak ada masalah karena adanya kepentingan.
sebagian para pengikut mazhab syafi'pzr dan Hanafiaz2 cenderung
kepada hukum makruh di luar shalat. Mereka beralasan bahwa bertolak
pinggang adalah bagian dari perbuatan orang-orang sombong di luar
shalat ltu adalah gaya yang dilakukan para wanita dan banci ketika mengalami ketakjuban. Demikianlah mereka berkata. Demikian pula perbuatan
itu adalah istirahat bagi para ahli neraka. Karena tblis dibuang dari surga
karena sedemikian itu pula. Dengan demikian menurut mereka, shalat
tidak bisa menjadi pengikat larangan perbuatan itu.
larangan Berdlrl dl belakang lmam dengan Dudukdalam Shalat
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Menentuton Sesuatu yang Dlpercellsthkan
Para ahli ilmu pada umumnya berpendapat bahwa diperbolehkan
bagi seorang untuk menjadi imam sambil duduk. Pendapat ini diilafti oleh
para pengikut mazhab Hanafia7a, Syaf iaTs; dan merupakan riwayat dari
MalilCTo dan lmam Ahmad dengan syarat menjadi imam untuk orang
hidup dan masih bisa diharapkan kesembuhannya.aTT
Sedangkan yang populer di kalangan Para pengikutmazhabMalilCTs
dan menjadi pendapat Muhammad bin Al-Hasan Asy-SyaibaniaTe dari
kalangan para pengikut mazhab Hanafi adalah bahwa imam yang sambil
duduk tidak boleh. Perbedaan pendapat yang kami ketengahkan di sini
adalah perkara shalat dengan berdiri di belakang imam yang sambil duduk.
Menurut pendapat mereka, menjadi imam sambil duduk adalah boleh.
Dan mereka itu adalah kelompok pertama tersebut di atas.
B. Hukum Shalat Berdiri di belakang lmam yang Duduk
Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam permasalahan ini sehingga
timbul dua pendapat yang sama-sama populer; yaitu:
Pendapatl. Makmum boleh berdiri di belakang imam yang duduk.
Ini adalah pendapat Para Pengikut mazhab Hanafi,€o Syaf i,4r danmerupakan salah satu riwayat dari Malik.e
Pendapatl/. Makmum harus duduk di belakang imam yang duduk,
dengan syarat bahwa imam tersebut adalah imam tetap dan masih bisa
diharapkan kesembuhannya. lni adalah pendapat para pengikut Imam
Ahmad6 dan mazhab ahli zhahir.e
Jumhur beralasan dengan dalil-dalil berikut:
1. Hadits Aisyah Radhigallahu fuiha ketika Nabisha/lailahu Alathi wa
sallam sedang sakit. Didalam hadits itu disebutkan sebagaiberikut,
'; e*+ * qr;i'e', * h, * 4''ot';
ii') t;;l.,
r,r3)u.,' k 1: itr, r;l;li :fu,oh, **f p,,
,?:ti-, t'I *, *\t,v dt lt'6;S,?ta.'+t f ;)
F f ,tu,iq f ,rJ * iltr:L:u y €.ryi : Juj
f e,i :Y-,6t : * t yht,* 4t :Ye.ut. Jt;
*
. . . Kem u d i an R a s u t u t t ah * *, ;,: ::,f*i*rf):
ringanpada tubuhnya, maka bliau dipapah ketuarduapria, salah satunya adalah Al-Abbas unuk shalat zltuhur. Dan Abu Batcar sdang mengimami shalat dengan onang Mnyak. Ketika Abu Bakar melihat bliau,
ia mencoba untuk mundur, lalu Nabi shallallahu Alaihi wa sallam
membrkan isyant kepadanya agar tidak usah mundur. Beliau brsafla
kepada kedua pria tadi, 'Dudukkan aku di seblahnya'. Maka keduanya
mendudukkan beliau di sebrah Abu Bakar. Latu Abu Bakar shatat
dengan berdiri dengan mengikuti sharat Nabi shailallahu Alaihi wa
sallam sedangkan orang banyak mengikuti shalat Abu Bakar. sedangkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam duduk...
Apa yang ditegaskan dari hadits tersebut adalah bahwa NabiShallallahu Alaihi wa sallam shalat dengan duduk, sedangkan orang-orang yang shalat dibelakangnya dengan berdiri. Itu terjadiketika beliau
sakit yang menyampaikan beliau kepada ajalnya. Peristiwa itu adalah
yang terakhir yang datang dari beliau sehingga menjadi nasildt (Penghapus dan pengganti) bagi hadits-hadits yang lain.s
2. Berdiri adalah rukun yang dimampui oleh makmum, maka tidak boleh
ditinggalkan seperti rukun-rukun yang lain.47 Asy-Syaf iRahimahullah
berkata, "Dalam hal itu -menunjuk kepada apa yang menjadi pendapatnya yang menghapuskan duduk di belakang imam yang tidak mamPu
berdiri- dalil yang dibawa sunnah dan disepakati oleh semua orang
yang menunjukkan bahwa shalat dengan berdiri adalah jika mampu
melakukannya dan dengan duduk jika tidak mampu melakukannya.
orang yang shalat sendirian dan mampu berdiri tidak boleh shalat
dengan duduk."s
Mereka yang berpegang pada pendapat kedua beralasan dengan
dalil-dalil berikut:
1. HaditsJabir bin Abdullah RadhigallahuAtthu, di dalamnya disebutkan
sebagaiberikut,Rasulullah shallallahu Alaihi wa saltam shatat dalam keadaan duduk
saat menderita sakit, dan kani shalat di belakang betiau. Abu Bakar
memprdengarkan takbinya kepda orang banyak. Beliau nrenoleh
kepada kanti dan melihat kami dalam keadaan brdiri sehingga btiau
membrkan isyarat kepada kami, maka kami pun duduk dan kanti
tcrus melaksanakan shalat dengan beliau sambil duduk. Ketika telah
mengucapkan salam, bliau brsabda, ,sungguh kalian adi hampir
mengerjakan perbuatan orung-orung Persia dan Romawi yang berdiri
untuk nja-raja mereka dan nja-nja mercka in duduk. ranganlah tralian
semua melakukannya. Ikutilah imam-imam kalian, jka mereka shalat
sambil berdiri, shalatlah kalian semua sambil berdiri; dan jka shatat
sambil duduk, shalatlah kalian sambil duduk'.,,ale
lnti yang menjadi penunjukan dalil hadits tersebut adalah bahwa
Nabi sha/la llahu Alaihi wa sallam memberikan isyarat kepada mereka
ketika beliau sedang shalat untuk duduk. Kemudian beliau memerintahkan untuk mengikutiimam dalam duduk atau berdiri. Beliau memberikan alasan atas larangan berdiri ketika imam shalat sambil duduk
karena perbuatan seperti itu adalah perbuatan orang-orang persia dan
orang-orang Romawi ketika berhadapan dengan raja-raja mereka.
2. Dari Aisyah Radhiyallahur|nha, bahwa ia berkata,
tur* J;gelj y e,*, *ht * at Jy, &
Cy,iG J r*;t 15 d'i,lt ofd\')a'u,tq'7,; iit r r'b )
"Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam pernah menunakan shalat
di rumahnya ketika sakit sambil duduk. Di blakangnya ada sekerompok
orang mengikuti shalat beliau sambil brdiri. Kemudian Rasulultah
shallallahu Alaihi wa sallam menunaikan shalat sambit duduk. Mercka
shalat dengan beliau sambil brdiri. Rasutulrah membrkan isyarat
kepada merelca untuk duduk. Ketka tclah setesai shalat bliau brsbda,sesungguhnya imam diadakan adalatt untuk diikrtti. lka ia ruku, rukulah
kalian semua; jika ia bangkit, bangkitlah kalian semua; dan jika ia
shatat sambit duduk, shatatlah katian semua sanbil duduk''"ae
3. Dari Anas bin Malik Radtriyallahu Anhu, ia berkata,
'4,& Lf