Selasa, 07 Januari 2025

galatia filemon 2

 


n orang-orang percaya itu, yang dapat terlak-

sana, jika mereka dapat mencapai tujuan mereka ini. Sebab, 

seandainya mereka berhasil membujuk Paulus dan rasul-rasul 

lainnya untuk mewajibkan Titus disunatkan, maka dengan 

mudah pula mereka dapat memaksakan sunat ke atas bangsa-

bangsa lain, dan dengan demikian dapat memperhambakan 

mereka di bawah hukum Musa. Namun, melihat rancangan 

mereka, Rasul Paulus sama sekali tidak mau menyerah ke-

pada mereka. Sesaat pun ia tidak mau mundur dan takluk 

kepada mereka, tidak dalam hal yang satu ini. Alasannya 

adalah, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada mereka, 

supaya orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa 

lain, dan khususnya orang-orang Galatia, dapat memiliki Injil 

itu tetap murni dan utuh, dan tidak menjadi rusak dengan 

campuran ajaran agama Yahudi, yang dapat saja terjadi se-

andainya ia menyerah di dalam hal ini. Pada masa itu, sunat 

merupakan hal yang biasa saja dan dalam beberapa perkara 

dapat dilakukan tanpa menjadi berdosa, dan sebab  itu kita 

mendapati Rasul Paulus sendiri kadang-kadang mengizinkan-

nya, seperti yang terjadi pada Timotius (Kis. 16:3). Akan namun , 

jika sunat itu sampai dipaksakan sebagai suatu keharusan, 

maka sekali ia menyetujuinya, kemungkinan besar akan ber-

kembang menjadi suatu pemaksaan yang bersifat wajib seperti 

itu. Ia menaruh perhatian besar atas kemurnian dan kebebas-

an Injil, dan tidak mau tunduk kepada pemaksaan seperti itu. 

Ia tidak akan mau menyerah kepada mereka yang masih 

berpegang pada tata upacara hukum Musa, sebaliknya ia akan 

berdiri teguh dalam kebebasan yang dengannya Kristus telah 

membebaskan kita. Sikap dan tindakan Rasul Paulus ini 

memberikan kesempatan kepada kita untuk menjalankan apa 

saja yang sah menurut hukum, namun  jika hal itu tidak dapat 

dilakukan tanpa mengkhianati kebenaran, atau menyerahkan 

kebebasan Injil, maka hal itu harus ditolak.  

3. Bahwa, walaupun ia berbicara dengan rasul-rasul lain itu, ia 

tidak menerima tambahan pengetahuan atau kuasa apa pun 

dari mereka (ay. 6). Dan mengenai mereka yang dianggap 

terpandang itu, yang ia maksudkan adalah rasul-rasul lain itu, 

khususnya Yakobus, Petrus, dan Yohanes, yang kemudian ia 

sebutkan menurut nama mereka (ay. 9). Mengenai hal ini, ia 

mengakui bahwa sepatutnyalah mereka dihormati oleh semua 

orang, bahwa mereka dipandang (dan tepat juga) sebagai soko-

guru jemaat, yang tidak saja menjadi hiasan, namun  juga seba-

gai tiang penopang. Untuk beberapa pertimbangan, tampaknya 

mereka memiliki kelebihan dibandingkan dengan dirinya, yaitu 

bahwa mereka sudah melihat Kristus di dalam daging, semen-

tara dia tidak, dan bahwa mereka menjadi rasul-rasul sebelum 

dia, ya, bahkan saat  itu ia malah terus menjadi seorang 

penganiaya. Namun, sekarang, bagaimana kedudukan mereka 

dahulu, itu tidak penting baginya. Siapa mereka dahulu tidak 

mempengaruhi keberadaannya sebagai seorang rasul yang 

setara dengan mereka, sebab Allah tidak memandang muka 

menurut keunggulan lahiriah seperti itu. Sebagaimana Allah 

telah memanggil mereka untuk menerima jabatan ini, begitu 

jugalah Dia memiliki kebebasan untuk menetapkan orang lain 

sebagai memenuhi syarat untuk jabatan itu, dan mempekerja-

kan mereka di dalamnya. Di sini telah terbukti bahwa Ia telah 

berbuat seperti itu, sebab mereka yang terpandang itu tidak 

memaksakan sesuatu yang lain kepadanya. Mereka tidak 

memberitahukan apa-apa kepadanya, selain apa yang telah ia 

ketahui sebelumnya melalui pewahyuan. Mereka juga tidak 

dapat menolak pengajaran yang ia sampaikan kepada mereka, 

saat  tampak bagi mereka bahwa ia sama sekali tidak lebih 

rendah dibandingkan mereka, namun  sama-sama dipanggil 

sebagai rasul dan memenuhi syarat sebagai seorang rasul 

sama seperti mereka.  

4. Pokok persoalan di dalam pembicaraan ini adalah bahwa ra-

sul-rasul lain itu sangat yakin akan pengutusan dan wewe-

nangnya yang berasal dari Allah, dan sesuai dengan itu mere-

ka mengakuinya sebagai sesama rasul (ay. 7-10). Mereka tidak 

saja merasa puas dengan pengajarannya, namun  mereka juga 

melihat ada kuasa ilahi yang menyertainya, baik di dalam 

pemberitaan Injil maupun di dalam mengerjakan mujizat-

mujizat untuk meneguhkan pengajarannya, sebab  Ia yang 

telah memberikan kekuatan kepada Petrus untuk menjadi rasul 

bagi orang bersunat, Ia juga yang telah memberikan kekuatan 

kepadanya untuk orang-orang yang tidak bersunat. Oleh ka-

rena itu, dengan tepat mereka menyimpulkan bahwa kepada 

Rasul Paulus dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang 

tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang 

bersunat. Itulah sebabnya sesudah  melihat kasih karunia yang 

dianugerahkan kepadanya (bahwa ia diberikan kehormatan 

dan jabatan rasul sama seperti mereka), mereka berjabat 

tangan dengan dia dan dengan Barnabas sebagai tanda perse-

kutuan, sebagai tanda untuk mengakui kesetaraan mereka 

berdua dengan para rasul itu. Kemudian mereka sepakat bah-

wa mereka berdua harus pergi kepada orang-orang yang tidak 

bersunat, sementara rasul-rasul lain akan terus memberitakan 

Injil kepada orang-orang yang bersunat. Mereka menganggap 

keputusan untuk memisahkan pekerjaan itu sesuai dengan 

kehendak Kristus dan paling berguna bagi kepentingan Kekris-

tenan. Dengan demikian, pertemuan ini berakhir dengan pe-

nuh kerukunan dan permufakatan. Mereka menyetujui peng-

ajaran maupun sikap serta tindakan Rasul Paulus. Mereka sa-

ngat puas dengan dia dan dengan sepenuh hati menerimanya 

sebagai seorang rasul Kristus. Mereka tidak menambahkan 

apa-apa lagi, hanya mereka berdua harus tetap mengingat 

orang-orang miskin, yang juga sesuai dengan pemikiran Rasul 

Paulus sendiri, dan memang itulah yang sungguh-sungguh ia 

usahakan untuk melakukannya. Pada masa itu, orang-orang 

Kristen di Yudea menderita kemiskinan dan kesulitan besar, 

dan sebab  belas kasihan dan keprihatinan rasul-rasul ini, 

mereka mempercayakan masalah mereka ini kepada Rasul 

Paulus, supaya ia dapat memanfaatkan keterlibatannya de-

ngan jemaat bangsa-bangsa lain untuk mendapatkan bantuan 

bagi orang-orang miskin ini. Permintaan mereka ini sangat 

pantas, sebab jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian 

dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-

bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi 

mereka (Rm. 15:27). Ia sangat siap untuk melibatkan diri di 

dalam hal itu, dengan jalan itu ia menunjukkan wataknya 

yang murah hati dan berpikiran luas. Betapa siapnya ia untuk 

mengakui orang-orang Yahudi yang telah menjadi percaya 

sebagai saudara-saudara, walaupun banyak dari mereka ham-

pir tidak mau bersikap demikian kepada para petobat dari 

bangsa-bangsa lain. Tidak ada alasan baginya mengapa ia 

tidak mau berusaha meringankan dan menolong orang-orang 

itu. Dalam hal ini, ia memberikan kepada kita sebuah teladan 

yang luar biasa mengenai kemurahan hati kristiani, serta 

mengajarkan kepada kita bahwa kita seharusnya tidak menu-

tup diri kepada orang-orang yang seperasaan dengan kita, 

namun  selalu siap untuk mengulurkan tangan kepada semua 

orang yang kita pandang sebagai murid-murid Kristus. 

Rasul Petrus Ditegur oleh Rasul Paulus  

(2:11-21)  

11 namun  waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentang-

nya, sebab ia salah. 12 sebab  sebelum beberapa orang dari kalangan Yako-

bus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak ber-

sunat, namun  sesudah  mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi 

mereka sebab  takut akan saudara-saudara yang bersunat. 13 Dan orang-

orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Bar-

nabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. 14 namun  waktu kuli-

hat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku 

berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: “Jika engkau, seorang Ya-

hudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau 

dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara 

Yahudi?” 15 Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan bukan orang 

berdosa dari bangsa-bangsa lain. 16 Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun 

yang dibenarkan oleh sebab  melakukan hukum Taurat, namun  hanya oleh 

sebab  iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada 

Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh sebab  iman dalam Kristus dan 

bukan oleh sebab  melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorangpun 

yang dibenarkan” oleh sebab  melakukan hukum Taurat. 17 namun  jika kami 

sendiri, sementara kami berusaha untuk dibenarkan dalam Kristus ternyata 

adalah orang-orang berdosa, apakah hal itu berarti, bahwa Kristus adalah 

pelayan dosa? Sekali-kali tidak. 18 sebab , jikalau aku membangun kembali 

apa yang telah kurombak, aku menyatakan diriku sebagai pelanggar hukum 

Taurat. 19 Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, 

supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; 20 na-

mun aku hidup, namun  bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus 

yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam 

daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku 

dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. 21 Aku tidak menolak kasih karunia 

Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah 

kematian Kristus. 

I. Dari penjelasan yang diberikan oleh Rasul Paulus mengenai apa 

yang terjadi di antara dirinya dengan rasul-rasul lain di Yerusa-

lem, orang-orang Galatia dapat dengan mudah melihat kepalsuan 

yang dituduhkan secara tidak langsung kepada dirinya maupun 

kebodohan dan kelemahan mereka sendiri dalam hal murtad dari 

Injil yang pernah ia beritakan kepada mereka. Namun untuk 

memberikan bobot lebih pada apa yang telah ia katakan, serta 

lebih menguatkan hati mereka terhadap berbagai hasutan tidak 

langsung dari guru-guru yang berpegang pada ajaran agama 

Yahudi itu, ia memberi tahu mereka mengenai suatu pembicaraan 

lain yang telah ia lakukan dengan Rasul Petrus di Antiokhia, serta 

apa yang terjadi di antara mereka berdua di sana (ay. 11-14). 

Jemaat di Antiokhia merupakan salah satu jemaat utama orang-

orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa lain, sama seperti 

Yerusalem yang menjadi pusat dari orang-orang Kristen yang 

telah meninggalkan agama Yahudi dan memeluk iman kepada 

Kristus. Tidak ada dasar alasan yang kuat untuk menganggap 

bahwa Petrus adalah pemimpin jemaat Antiokhia. Seandainya ia 

menjadi pemimpin jemaat di sana, pastilah Rasul Paulus tidak 

akan berhasil menentang dia di dalam jemaatnya sendiri, sebagai-

mana yang kita baca di sini. Sebaliknya, di sini dikatakan bahwa 

Surat Galatia 2:11-21 

 29

peristiwa itu terjadi saat  ia datang berkunjung ke tempat itu. Di 

dalam pertemuan mereka yang lain, telah terjalin kerukunan dan 

permufakatan yang baik. Petrus dan rasul-rasul lainnya telah 

mengakui tugas pengutusan Paulus dan pengajarannya. Mereka 

berpisah dengan baik, layaknya di antara sahabat-sahabat yang 

baik. namun  di sini, Rasul Paulus merasa wajib untuk menentang 

Rasul Petrus, sebab ia salah, dan ini merupakan suatu bukti yang 

jelas bahwa Rasul Paulus tidak lebih rendah dari padanya. Oleh 

sebab  itu, teguran itu menunjukkan lemahnya dalih keunggulan 

dan keadaan tidak pernah salah dari seorang Paus, sebagai 

pengganti Rasul Petrus. Di sini dapat kita amati, 

1. Kesalahan Petrus. saat  ia datang di antara jemaat-jemaat 

Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa lain, ia mengikuti 

kebiasaan mereka. Ia makan bersama-sama mereka, meskipun 

mereka tidak bersunat, sesuai dengan perintah yang diberikan 

secara khusus kepadanya (Kis. 10), saat  ia diperingatkan 

melalui suatu penglihatan dari sorga, bahwa ia tidak boleh 

menyebut sesuatu najis atau tidak tahir. Namun, saat  di sana 

datang beberapa orang Kristen Yahudi dari Yerusalem, ia 

merasa enggan berada bersama-sama dengan orang-orang dari 

bangsa-bangsa lain itu, hanya demi menyenangkan orang-

orang bersunat itu dan juga sebab  takut menyinggung pera-

saan mereka. Tidak diragukan bahwa perbuatannya itu me-

nimbulkan kesedihan dan keputusasaan jemaat-jemaat Kris-

ten yang berasal dari bangsa-bangsa lain. Kemudian ia meng-

undurkan diri dan menjauhi mereka. Kesalahannya dalam hal 

ini berpengaruh buruk atas orang-orang lain, sebab orang-

orang Yahudi yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia. 

Walaupun mereka sebelumnya dapat menyesuaikan diri dengan 

lebih baik, namun sekarang, dari contoh ini, mereka merasa ke-

beratan makan bersama-sama orang-orang Kristen yang berasal 

diri bangsa-bangsa lain itu, dan berpura-pura tidak dapat 

melakukannya sebab  alasan hati nurani, sebab orang-orang itu 

tidak bersunat. Sampai-sampai (dapatkah pembaca menduga-

nya?) Barnabas sendiri, salah seorang utusan untuk bangsa-

bangsa lain, dan seorang yang telah menjadi alat untuk mena-

nam dan mengairi jemaat-jemaat bangsa-bangsa lain, turut 

terseret oleh kemunafikan mereka. Perhatikanlah di sini,  

(1) Jika kelemahan dan ketidaktetapan hati orang-orang yang 

terbaik dibiarkan begitu saja, maka dengan mudah mereka 

menjadi goyah dalam menjalankan kewajiban mereka ke-

pada Allah, sebab  mereka ingin menyenangkan hati orang 

dengan cara yang tidak semestinya. 

(2) Pengaruh kuat dari contoh-contoh yang buruk, khususnya 

contoh-contoh yang datang dari orang-orang besar dan 

mulia, yang penuh hikmat dan dihormati.  

2. Teguran yang diberikan Rasul Paulus atas kesalahan Rasul 

Petrus. Walaupun Petrus merupakan seorang rasul yang ter-

pandang, namun saat  Paulus memperhatikan bahwa kelaku-

annya dapat menimbulkan kerugian besar bagi kebenaran Injil 

dan kedamaian jemaat, dengan tidak takut-takut Rasul Paulus 

menegur kesalahannya. Rasul Paulus berpegang teguh pada 

asas-asasnya, saat  orang lain goyah dalam pendirian mere-

ka. Ia adalah orang Yahudi yang terbaik di antara mereka 

(sebab ia adalah orang Ibrani asli), namun  ia ingin memuliakan 

jabatannya sebagai rasul dari bangsa-bangsa lain. Itulah 

sebabnya ia tidak rela melihat mereka dibuat putus asa dan 

diinjak-injak. Waktu ia melihat, bahwa kelakuan mereka tidak 

sesuai dengan kebenaran Injil, yaitu bahwa mereka tidak 

menjalankan asas-asas yang diajarkan oleh Injil, yang telah 

mereka nyatakan untuk diakui dan dipeluk, yakni, bahwa 

tembok pemisah antara orang-orang Yahudi dan bangsa-

bangsa lain telah dirobohkan oleh kematian Kristus, serta tata 

cara ibadah menurut hukum Musa sudah tidak berlaku lagi, 

maka saat  ia melihat bahwa pelanggaran Petrus dilakukan di 

depan umum, maka ia juga menegur Petrus di depan umum: 

ia berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua, jika 

engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara 

Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-sau-

dara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi? Di dalam 

hal ini sebagian dari kelakuan Rasul Petrus bertentangan 

dengan bagian yang lain, sebab jika dia, yang adalah seorang 

Yahudi, kadang-kadang tidak melaksanakan hukum keupaca-

raan, dan hidup sesuai dengan kebiasaan bangsa-bangsa lain, 

maka hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya dia tidak me-

mandang tata cara ibadah hukum Musa masih diperlukan, 

bahkan juga bagi orang-orang Yahudi sendiri. Itulah sebabnya 

sesuai dengan perbuatannya sendiri, ia tidak dapat memaksa-

kan hukum Musa kepada orang-orang Kristen yang berasal 

dari bangsa-bangsa lain. sebab  itu, Rasul Paulus menuduh-

nya, atau menggambarkan dia telah melakukan pemaksaan 

kepada bangsa-bangsa lain untuk hidup sebagaimana orang 

Yahudi hidup, memang tidak dengan menggunakan paksaan 

dan kekerasan secara terbuka, namun  itulah kecenderungan 

dari apa yang ia lakukan. Sebab akibatnya terlihat jelas di sini,

bahwa orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa 

lain harus mengikuti cara hidup orang-orang Yahudi, kalau 

tidak, mereka tidak akan mendapat tempat di dalam perseku-

tuan Kristen.  

II. sesudah  menegaskan perilaku dan jabatannya, serta memberikan 

gambaran secukupnya bahwa ia tidak lebih rendah dari pada 

salah seorang dari rasul-rasul itu, dan bahkan, tidak dari Petrus 

sendiri, Paulus kemudian berbicara mengenai ajaran dasar yang 

agung dari Injil, yaitu bahwa pembenaran hanya oleh iman di 

dalam Kristus, dan bukan oleh perbuatan dengan melakukan 

hukum Taurat (walaupun ada beberapa orang yang menganggap 

bahwa semua yang ia katakan sampai akhir pasal ini adalah apa 

yang ia katakan kepada Petrus di Antiokhia). Dengan ajaran ter-

sebut ia mengecam Petrus sebab  menyamakan diri dengan 

orang-orang Yahudi. Sebab, jika asas kepercayaannya mengata-

kan bahwa Injil itulah yang menjadi alat pembenaran, dan bukan 

hukum Musa, maka perbuatannya yang menyetujui orang-orang 

yang menjalankan hukum Musa serta mencampurkannya dengan 

iman karya pembenaran kita, merupakan suatu perbuatan yang 

sangat keliru. Inilah pengajaran yang diberitakan oleh Rasul Pau-

lus di antara orang-orang Galatia, pengajaran yang masih ia taati, 

dan inilah pekerjaan besar yang harus ia sebutkan dan teguhkan 

di dalam surat kerasulan ini. Nah, berkenaan dengan hal ini 

Rasul Paulus ingin memberitahukan kepada kita,  

1. Mengenai kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen 

Yahudi sendiri, “Kami,” ia berkata, “menurut kelahiran adalah 

orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa 

lain (bahkan kami yang telah dilahirkan dan dibesarkan dalam 

agama orang Yahudi, dan tidak hidup di antara bangsa-bangsa 

lain yang tidak murni), tahu bahwa tidak seorang pun yang 

dibenarkan sebab  melakukan hukum Taurat, namun  hanya 

iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya 

kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh sebab  

iman di dalam Kristus dan bukan oleh sebab  melakukan 

hukum Taurat. Dan, jika kami menganggap perlu untuk men-

cari pembenaran melalui iman dalam Kristus, maka mengapa 

kami merintangi diri kami sendiri lagi dengan hukum Musa 

itu? Untuk apa kami percaya kepada Kristus? Dan, jika demi-

kian, bukankah suatu kebodohan untuk kembali kepada hu-

kum Taurat dan berharap dapat dibenarkan oleh perbuatan-

perbuatan baik atau pengaruh dari korban-korban dan segala 

pentahiran yang hanya bersifat upacara itu? Dan jika bagi 

kami sendiri yang menurut kelahiran adalah orang Yahudi 

menjadi bersalah bila kembali kepada hukum Taurat serta 

mengharapkan pembenaran melalui hukum itu, bukankah 

akan lebih besar kesalahannya lagi jika kami mengharuskan 

bangsa-bangsa lain melakukan hal yang sama, terlebih lagi 

mereka tidak pernah tunduk pada hukum itu, sebab tidak 

seorang pun yang dibenarkan sebab  melakukan hukum Tau-

rat?” Untuk memberikan bobot yang lebih besar atas pernyata-

an ini ia menambahkan (ay. 17), “namun  jika kami sendiri, se-

mentara kami berusaha untuk dibenarkan dalam Kristus ter-

nyata adalah orang-orang berdosa, apakah hal ini berarti, 

bahwa Kristus adalah pelayan dosa?” Jika, sementara kami 

mencari pembenaran hanya oleh Kristus saja dan mengajar-

kan kepada orang lain untuk berlaku seperti itu, dan pada 

saat yang sama kami juga harus menjalankan hukum Musa, 

dan kalau tidak maka kami akan dilihat setuju dengan dosa 

atau memperturutkan dosa atau dianggap sebagai pendosa 

dari bangsa-bangsa lain dan tidak layak diajak bersekutu, 

maka itu kan berarti Kristus adalah pelayan dosa? Tidakkah 

akan dianggap seperti itu, jika Ia mengajak kami untuk 

menerima pengajaran yang memberikan kebebasan untuk 

berbuat dosa, atau yang olehnya kami menjadi sangat jauh 

dari dibenarkan, sehingga kami tetap menjadi orang-orang 

berdosa yang tidak suci dan tidak layak untuk diterima dalam 

persekutuan?” Inilah, ia mengisyaratkan, yang akan menjadi 

akibatnya bila orang kembali kepada hukum Taurat, namun  ia 

menolak itu dengan rasa jijik: “Sekali-kali tidak,” katanya, 

“kalau kami sampai berpikir seperti itu tentang Kristus atau 

pengajaran-Nya, bahwa Ia akan membawa kami ke dalam ja-

lan pembenaran yang tidak sempurna dan tidak berguna, ser-

ta membiarkan orang-orang yang memeluknya tetap dalam ke-

adaan tidak dibenarkan, atau menawarkan hati orang ber-

dosa.” Hal ini akan sangat memalukan Kristus, dan akan sa-

ngat membahayakan mereka juga. “sebab ,” katanya, “jikalau 

aku membangun kembali apa yang telah kurombak, yakni, jika-

lau aku (atau orang lain), yang telah mengajar bahwa ketaatan 

kepada hukum Musa sudah tidak diperlukan lagi untuk 

memperoleh pembenaran, dan kemudian, dengan perkataan 

atau perbuatan, mengajarkan atau mengisyaratkan bahwa hal 

itu masih diperlukan, maka dengan begitu aku menyatakan 

diriku sebagai pelanggar hukum Taurat. Dengan berlaku demi-

kian, maka walaupun imanku ada di dalam Kristus, aku 

mengaku diri sendiri masih tetap seorang pendosa yang tidak 

suci dan tetap berada di bawah kesalahan dosa. Atau juga aku 

akan dituduh menipu dan tidak bertindak selaras dengan diri-

ku sendiri.” Dengan demikian, Rasul Paulus menegaskan 

ajaran agung mengenai pembenaran oleh iman tanpa perlu 

menjalankan hukum Taurat dengan memakai asas-asas dan 

cara hidup orang-orang Kristen Yahudi sendiri. Ia juga 

menjelaskan akibat-akibat yang akan timbul jika mereka 

menyimpang dari ajaran itu, saat  ia melihat Petrus dan 

orang-orang Yahudi lainnya melakukan kesalahan besar 

dengan menolak bersekutu dengan orang-orang Kristen yang 

berasal dari bangsa-bangsa lain serta berusaha membawa 

mereka ke bawah perhambaan hukum Musa.  

2. Rasul Paulus memberi tahu kita bagaimana sikap dan peng-

amalan imannya.  

(1) Bahwa ia telah mati terhadap hukum Taurat. Apa pun pen-

dapat orang mengenai hukum itu, baginya ia telah mati ter-

hadap hukum itu. Ia tahu bahwa hukum akhlak itu telah 

menyatakan suatu kutukan terhadap semua orang yang 

tidak mengikuti dan melakukan semua yang tertulis di 

dalamnya. Itulah sebabnya ia mati terhadap hukum itu, 

termasuk terhadap semua pengharapan dan keselamatan 

dengan melakukan cara itu. Mengenai hukum keupacaraan 

itu, ia juga tahu bahwa hukum itu telah menjadi masa lalu 

dan digantikan oleh kedatangan Kristus, dan sebab  itu, 

hakikat yang sebenarnya telah datang, dan ia tidak ber-

urusan lagi dengan bayangan. Dengan demikian ia mati 

untuk hukum Taurat, oleh hukum Taurat itu sendiri. Pada 

akhirnya hukum itu berakhir dengan sendirinya. Dengan 

mempertimbangkan hukum itu sendiri, ia melihat bahwa 

pembenaran tidak diharapkan datang dari melakukan hu-

kum itu (sebab tidak seorang pun dapat mematuhinya 

secara sempurna), dan bahwa sekarang sudah tidak perlu 

lagi melakukan pengorbanan dan pentahiran sesuai hu-

kum itu, sebab semua itu telah dihapuskan di dalam 

Kristus, dan waktu penghapusan itu telah terjadi saat  

Kristus mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban 

bagi kita. Itulah sebabnya, semakin cermat ia menelitinya, 

ia menjadi semakin yakin bahwa tidak ada alasan untuk 

memelihara hal yang dituntut oleh orang-orang Yahudi itu. 

Namun, walaupun ia telah mati untuk hukum Taurat itu, ia 

tidak memandang dirinya hidup dengan hukum itu. Ia telah 

meninggalkan semua pengharapan untuk dibenarkan de-

ngan melakukan hukum itu, dan tidak mau lagi berada di 

bawah perhambaannya. Namun, jauh dari pemikirannya 

untuk meninggalkan kewajibannya kepada Allah. Sebalik-

nya, ia mati untuk hukum Taurat, supaya ia dapat hidup 

untuk Allah. Ajaran Injil yang ia pegang, bukannya mem-

perlemah kewajiban tugas untuk ia kerjakan, melainkan 

malah lebih menguatkan dan meneguhkan tugas itu. Itulah 

sebabnya, walaupun ia telah mati untuk hukum Taurat, 

namun itu hanyalah supaya ia dapat menjalani hidup baru 

dan hidup yang lebih baik untuk Allah (seperti Rm. 7:4, 6). 

Hidup yang demikian akan lebih sesuai dan berkenan 

kepada Allah dibandingkan dengan kepatuhannya terhadap 

hukum Musa. Ini adalah hidup dengan iman di dalam 

Kristus, dan di bawah pengaruhnya, hidup dalam kekudus-

an dan kebenaran terhadap Allah. Sesuai dengan itu Rasul 

Paulus memberi tahu kita,  

(2) Bahwa, begitu mati untuk hukum Taurat, ia hidup untuk 

Allah melalui Yesus Kristus (ay. 20), Aku telah disalibkan 

dengan Kristus, dan seterusnya. Dan di sini, secara pribadi 

ia memberikan kepada kita suatu gambaran yang luar 

biasa mengenai rahasia kehidupan seorang percaya.  

[1] Dia telah disalibkan, namun ia hidup. Manusia lama itu 

telah turut disalibkan (Rm. 6:6), namun manusia baru 

itu hidup. Ia mati terhadap dunia ini, dan mati terhadap 

hukum Taurat, namun hidup untuk Allah dan Kristus. 

Dosa dimatikan dan kasih karunia dihidupkan.  

[2] Dia hidup, namun  bukan lagi ia sendiri yang hidup. Per-

nyataan ini aneh, Aku hidup, namun  bukan lagi aku 

sendiri yang hidup. Ia hidup dalam menjalankan kasih 

karunia. Ia memiliki penghiburan dan kemenangan ka-

sih karunia, namun kasih karunia itu tidak datang dari 

dirinya sendiri, namun  dari pihak lain. Orang-orang per-

caya memandang diri mereka hidup dalam keadaan ke-

tergantungan.  

[3] Dia telah disalibkan dengan Kristus, namun, Kristus 

hidup di dalam dirinya. Keadaan seperti ini berasal dari 

persekutuan rohani dengan Kristus, yang olehnya ia 

mengambil bagian dalam kematian Kristus, dan berda-

sarkan itu ia mati terhadap dosa. Namun, ia mengambil 

bagian dalam kehidupan Kristus, yang olehnya ia dapat 

hidup bagi Allah.  

[4] Dia hidup di dalam daging, namun, ia hidup oleh iman. 

Menurut tampilan lahiriah ia hidup seperti layaknya 

orang-orang lain, kehidupan sehari-harinya membutuh-

kan dukungan seperti orang-orang lain, namun ia 

memiliki asas-asas yang lebih tinggi dan lebih mulia 

yang mendukung dan menggerakkan hidupnya, yaitu 

iman di dalam Kristus, dan secara khusus ia menyaksi-

kan keajaiban kasih-Nya dalam menyerahkan diri-Nya 

untuk dirinya. Selanjutnya pernyataannya adalah, wa-

laupun ia hidup di dalam daging, ia tidak hidup menu-

rut daging. Perhatikanlah, orang-orang yang memiliki 

iman yang sejati akan hidup oleh iman itu. Dan hal 

besar yang diteguhkan oleh iman itu adalah kasih 

Kristus kepada kita serta penyerahan diri-Nya sendiri 

untuk kita. Bukti terbesar bahwa Kristus mengasihi 

kita adalah penyerahan diri-Nya untuk kita. Inilah yang 

harus menjadi perhatian utama kita untuk mengga-

bungkannya dengan iman itu, supaya kita dapat hidup 

bagi Dia.  

Akhirnya, Rasul Paulus mengakhiri pembicaraan ini dengan mem-

beritahukan kepada kita bahwa dengan ajaran pembenaran oleh 

iman di dalam Kristus, tanpa perlu melakukan hukum Taurat (yang 

ia tegaskan dan ditentang oleh orang-orang lain), ia dapat menghin-

dari dua kesulitan besar yang dihadapi oleh pendapat yang berten-

tangan dengan ajaran tersebut:  

1. Bahwa ia tidak menolak kasih karunia Allah, seperti yang dilaku-

kan oleh ajaran pembenaran melalui perbuatan hukum Taurat. 

Sebab ia menegaskan (Rm. 11:6), jika hal itu terjadi sebab  per-

buatan, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.  

2. Bahwa ia tidak menyia-nyiakan kematian Kristus. Sebaliknya, 

sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka kesim-

pulannya adalah sia-sialah kematian Kristus. Sebab jika kita men-

cari keselamatan dengan menjalankan hukum Taurat, maka kita 

membuat kematian Kristus menjadi tidak ada gunanya. Sebab 

untuk apa Ia ditentukan harus mati, jika kita dapat diselamatkan 

tanpa kematian-Nya? 

 

PASAL  3  

Di dalam pasal ini Rasul Paulus, 

I.  Menegur orang Galatia atas kebodohan mereka, sebab  mem-

biarkan diri ditarik menjauhi iman terhadap Injil. Melalui 

berbagai pertimbangan, ia berusaha keras memengaruhi dan 

menyadarkan mereka. 

II.  Ia memberi bukti kebenaran ajaran yang mereka tinggalkan 

itu, sehingga ia menegur mereka sebab nya, yaitu pembenar-

an oleh iman tanpa melakukan hukum Taurat. Buktinya, 

1.  Dari contoh pembenaran Abraham. 

2.  Dari sifat dan inti hukum Taurat. 

3.  Dari kesaksian langsung Perjanjian Lama. 

4. Dari keberlangsungan perjanjian di antara Allah dan Abra-

ham. Supaya tidak ada seorang pun dapat berkata, “Kalau 

begitu untuk apa kami menjalani hukum Taurat?”, ia men-

jawab, 

(1) Hukum itu diberikan sebab  pelanggaran-pelanggaran 

mereka. 

(2) Hukum itu diberikan untuk meyakinkan dunia ten-

tang perlunya seorang Juruselamat. 

(3) Hukum Taurat dimaksudkan untuk menjadi seperti se-

orang pengajar, untuk membawa kita kepada Kristus. 

sesudah  itu Rasul Paulus mengakhiri pasal ini dengan 

memperkenalkan kepada kita hak istimewa orang Kris-

ten di bawah Injil. 


 38

Pembenaran oleh Iman  

(3:1-5) 

1 Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona 

kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan 

terang di depanmu? 2 Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: 

Adakah kamu telah menerima Roh sebab  melakukan hukum Taurat atau 

sebab  percaya kepada pemberitaan Injil? 3 Adakah kamu sebodoh itu? Kamu 

telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam 

daging? 4 Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan 

sia-sia! 5 Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh 

kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di an-

tara kamu, berbuat demikian sebab  kamu melakukan hukum Taurat atau 

sebab  kamu percaya kepada pemberitaan Injil?  

 

Di sini Rasul Paulus berurusan dengan mereka yang sesudah  beriman 

kepada Kristus, masih juga mencari pembenaran dengan melakukan 

hukum Taurat. Artinya, orang-orang ini mengandalkan ketaatan me-

reka terhadap aturan-aturan moral sebagai kebenaran mereka di ha-

dapan Allah, dan saat  cara ini tidak dilakukan dengan sempurna, 

mereka lalu berpaling kepada upacara mempersembahkan korban 

dan penyucian untuk memperbaiki kekurangan itu. Hal inilah yang 

pertama-tama dikecam dengan keras oleh Rasul Paulus, dan kemu-

dian ia berusaha untuk menyadarkan mereka, dengan memberikan 

bukti-bukti yang benar. Ini merupakan cara yang tepat saat  kita 

menegur seseorang atas kesalahan atau kekeliruan yang mereka 

lakukan, yakni menyadarkan mereka bahwa perbuatan mereka salah 

dan tidak benar.  

Dia menegur mereka, dan tegurannya itu sangat akrab dan ha-

ngat. Ia menyebut mereka orang-orang Galatia yang bodoh (ay. 1). 

Meskipun sebagai orang Kristen mereka adalah anak-anak dari Sang 

Hikmat, namun sebagai orang-orang Kristen yang cemar, mereka 

merupakan anak-anak yang bodoh. Jadi, ia bertanya, siapakah yang 

telah mempesona kamu? Melalui pertanyaan ini ia memandang mere-

ka telah terpesona oleh keahlian dan perangkap guru-guru mereka 

yang pandai memikat, sehingga mampu memperdayakan mereka 

begitu rupa dan membuat mereka bertindak tidak seperti biasanya. 

Hal yang membuat mereka tampak bodoh dan mudah terpikat adalah 

sebab  mereka tidak menaati kebenaran. Yakni, mereka tidak setia 

kepada ajaran Injil mengenai pembenaran, yang telah diajarkan 

kepada mereka, dan yang telah mereka peluk. Perhatikanlah, belum-

lah cukup untuk mengetahui kebenaran dan mengatakan bahwa kita 

mempercayainya. Kita juga harus menaatinya. Kita harus tunduk 

kepadanya dengan segenap hati, dan dengan teguh berpegang ke-

padanya. Perhatikanlah juga bahwa orang-orang yang terpesona se-

cara rohani adalah mereka yang saat  kebenaran disampaikan 

dengan jelas di hadapan mereka, akan menaatinya. Beberapa hal 

membuktikan dan memperburuk kebodohan orang-orang Kristen ini. 

1.  Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di 

depan mereka. Artinya, mereka telah mendengar ajaran salib di-

sampaikan kepada mereka, serta mengambil bagian dalam per-

jamuan Tuhan. Di dalam kedua hal tersebut, Kristus yang disalib-

kan telah dibentangkan di hadapan mereka. Nah, alangkah bo-

dohnya mereka yang telah menerima misteri-misteri kudus seperti 

itu dan menjalani upacara sekhidmat itu, kemudian tidak menaati 

kebenaran yang disampaikan kepada mereka, dan yang telah 

dimeteraikan di dalam ketetapan itu. Perhatikanlah, mengingat 

semua kehormatan dan hak istimewa yang telah diberikan kepada 

kita sebagai orang Kristen, sudah sepatutnyalah kita malu mela-

kukan kebodohan dengan undur dan berpaling dari Allah.  

2. Rasul Paulus menyebutkan pengalaman-pengalaman yang telah 

mereka alami mengenai pekerjaan Roh atas jiwa mereka (ay. 2). Ia 

mengingatkan bahwa sesudah  menjadi orang Kristen, mereka telah 

menerima Roh, bahwa banyak dari antara mereka setidaknya telah 

turut mengambil bagian, tidak saja dalam pengaruh yang mengu-

duskan, namun  juga karunia-karunia Roh Kudus yang ajaib, yang 

merupakan bukti nyata tentang kebenaran dan ajaran-ajaran 

Kekristenan, terutama ajaran pembenaran melalui Kristus se-

mata, dan tidak sebab  melakukan hukum Taurat, yang merupa-

kan salah satu asas agama Kristen yang khusus dan mendasar. 

Untuk meyakinkan mereka akan kebodohan mereka sebab  

meninggalkan ajaran ini, Rasul Paulus ingin mengetahui bagai-

mana mereka memperoleh karunia-karunia dan anugerah-anuge-

rah ini. Apakah dengan melakukan hukum Taurat, artinya, pembe-

ritaan tentang pentingnya hal ini demi memperoleh pembenaran? 

Mereka tentunya tidak dapat berkata demikian, sebab saat  itu 

pengajaran ini belum diberitakan kepada mereka. Selain itu, 

sebagai orang bukan Yahudi, mereka tidak dapat beranggapan 

bisa memperoleh pembenaran melalui cara itu. Atau, apakah 

sebab  percaya kepada pemberitaan Injil, yaitu, pemberitaan 

tentang pengajaran iman di dalam Kristus sebagai satu-satunya 

cara guna memperoleh pembenaran? jika mereka mau menga-

takannya dengan jujur, hal ini wajib mereka akui. Oleh sebab itu, 

sungguh tidak beralasan jika mereka menolak pengajaran 

yang telah memberikan pengaruh baik dan telah mereka alami 

itu. Perhatikanlah, 

(1) Biasanya melalui pemberitaan Injillah, Roh disampaikan ke-

pada orang, dan 

(2) Alangkah tidak bijaksananya orang-orang yang membiarkan 

diri beralih dari pelayanan dan pengajaran yang telah diberkati 

demi keuntungan rohaniah mereka. 

3.  Rasul Paulus mengajak mereka merenungkan perilaku mereka 

pada masa lalu dan masa sekarang, kemudian menilai sendiri 

apakah mereka bersikap sangat lemah dan tanpa menggunakan 

akal sehat atau tidak (ay. 3-4). Ia berkata bahwa mereka telah 

mulai dengan Roh, namun  sekarang hendak mengakhirinya di 

dalam daging. Mereka telah memeluk ajaran Injil, dan melaluinya 

mereka telah menerima Roh, dan dengan itu jalan satu-satunya 

untuk memperoleh pembenaran diungkapkan kepada mereka. 

Mereka telah mengawali dengan baik. Namun sekarang mereka 

kembali kepada hukum Taurat, dan mengharapkan menjadi lebih 

sempurna dengan menambahkan kepatuhan terhadap hukum 

Taurat itu kepada iman di dalam Kristus, guna memperoleh pem-

benaran mereka. Padahal upaya ini hanya akan membuat mereka 

malu serta kecewa, sebab mereka bukannya mendapat keuntung-

an dari Injil, namun  malah justru memutarbalikkannya. Sementara 

mereka berusaha dibenarkan dengan cara ini, mereka justru tidak 

menjadi orang Kristen yang lebih sempurna. Malah, mereka ada 

dalam keadaan bahaya tidak menjadi orang Kristen sama sekali. 

Dengan cara ini, mereka seperti sedang merobohkan dengan sebe-

lah tangan sesuatu yang telah mereka bangun dengan sebelah 

tangan yang lain, dan membatalkan semua hal yang selama ini 

telah mereka lakukan di dalam iman Kekristenan mereka. Terle-

bih lagi, ia mengingatkan bahwa mereka tidak saja telah mene-

rima pengajaran Kristen, namun  juga menderita sebab nya. Oleh 

sebab itu kebodohan mereka semakin parah jika mereka hen-

dak meninggalkan pengajaran itu. Dalam hal ini, semua pengor-

banan mereka akan sia-sia belaka. Mereka akan tampak bodoh 

sebab  telah menderita demi apa yang sekarang mereka tinggal-

kan itu. Penderitaan mereka akan sia-sia saja dan tidak berguna 

bagi mereka. Perhatikanlah, 

(1) Alangkah bodohnya orang-orang yang murtad dari agama mere-

ka, sebab  mereka akan kehilangan manfaat atau penderitaan 

yang telah mereka alami selama menjalankan ibadah mereka. 

(2) Sangatlah menyedihkan jika seseorang hidup pada masa 

penuh pelayanan dan penderitaan, melaksanakan hari-hari 

Sabat, khotbah-khotbah, dan upacara-upacara keagamaan 

dengan sia-sia saja. Dalam hal ini, kebenaran yang pernah di-

terima itu tidak akan disebut-sebut. 

4.  Rasul Paulus mengingatkan bahwa di antara mereka terdapat 

para pelayan Tuhan (terutama dirinya sendiri), yang datang de-

ngan meterai dan pengutusan ilahi. Para pelayan Tuhan itu telah 

menganugerahkan Roh kepada mereka dengan berlimpah-limpah 

dan melakukan mujizat di antara mereka. Ia bertanya apakah para 

pelayan Tuhan itu berbuat demikian sebab  melakukan hukum 

Taurat atau sebab  percaya kepada pemberitaan Injil. Apakah 

pengajaran yang mereka beritakan dan diteguhkan melalui karu-

nia-karunia serta pekerjaan Roh yang ajaib itu adalah melalui 

pembenaran sebab  melakukan hukum Taurat atau sebab  

beriman kepada Kristus. Mereka tahu betul bahwa jawabannya 

bukanlah yang disebutkan pertama tadi, melainkan yang terakhir. 

Oleh sebab  itu, sungguh tidak dapat dimaafkan jika mereka 

meninggalkan pengajaran yang telah diakui dan terbukti kebenar-

annya dengan berbagai tanda, dan menukarnya dengan pengajar-

an yang tidak terbukti kebenarannya.  

Pembenaran oleh Iman  

(3:6-18) 

6 Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhi-

tungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. 7 Jadi kamu lihat, bahwa me-

reka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. 8 Dan Kitab 

Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang 

bukan Yahudi oleh sebab  iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil 

kepada Abraham: “Olehmu segala bangsa akan diberkati.” 9 Jadi mereka yang 

hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham 

yang beriman itu. 10 sebab  semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum 

Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang 

tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum 

Taurat.” 11 Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah 

sebab  melakukan hukum Taurat adalah jelas, sebab : “Orang yang benar 

akan hidup oleh iman.” 12 namun  dasar hukum Taurat bukanlah iman, me-

lainkan siapa yang melakukannya, akan hidup sebab nya. 13 Kristus telah 

menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk sebab  

kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” 

14 Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham 

sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh 

yang telah dijanjikan itu. 15 Saudara-saudara, baiklah kupergunakan suatu 

contoh dari hidup sehari-hari. Suatu wasiat yang telah disahkan, sekalipun 

ia dari manusia, tidak dapat dibatalkan atau ditambahi oleh seorangpun. 16 

Adapun kepada Abraham diucapkan segala janji itu dan kepada keturunan-

nya. Tidak dikatakan “kepada keturunan-keturunannya” seolah-olah dimak-

sud banyak orang, namun  hanya satu orang: “dan kepada keturunanmu,” 

yaitu Kristus. 17 Maksudku ialah: Janji yang sebelumnya telah disahkan 

Allah, tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat, yang baru terbit empat 

ratus tiga puluh tahun kemudian, sehingga janji itu hilang kekuatannya. 18 

Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum Taurat, ia tidak 

berasal dari janji; namun  justru oleh janjilah Allah telah menganugerahkan 

kasih karunia-Nya kepada Abraham.  

sesudah  menegur orang Galatia sebab  tidak menaati kebenaran, dan 

berusaha keras menyadarkan mereka akan kebodohan dengan ber-

buat demikian, dalam ayat-ayat di atas ini ia banyak membuktikan 

kebenaran pengajaran yang telah mereka tolak sehingga ditegur 

olehnya itu, yakni tentang pembenaran oleh sebab  iman tanpa mela-

kukan hukum Taurat. Ia memberi bukti dengan beberapa cara. 

I.  Dari contoh bagaimana Abraham dibenarkan. Petunjuk yang dipa-

kai Paulus diambil dari Roma pasal 4. Secara itu jugalah Abraham 

percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu 

kepadanya sebagai kebenaran (ay. 6). Artinya, iman Abraham me-

lekat pada firman dan janji Allah, serta pada keyakinannya bahwa 

ia diakui dan diterima Allah sebagai orang yang benar. Sama 

seperti dalam uraian ini ia disebut bapa orang beriman, begitu 

pula Rasul Paulus ingin supaya kita tahu bahwa mereka yang 

hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham (ay. 7), bukan 

secara jasmani, namun  sesuai dengan janji Allah itu. Oleh sebab 

itu, mereka juga dibenarkan melalui cara yang sama dengannya. 

Abraham dibenarkan oleh sebab  iman, dan begitu pula mereka. 

Untuk meneguhkan hal ini, Rasul Paulus memberitahukan 

kepada kita bahwa janji yang diberikan kepada Abraham (Kej. 

12:3), yakni bahwa olehmu segala bangsa akan diberkati (ay. 8), 

berkenaan dengan iman. Dikatakan bahwa Kitab Suci sebelumnya 

mengetahui hal itu, sebab  Dia yang menyusun firman Tuhan me-

mang telah mengetahui sebelumnya bahwa Allah akan mem-

benarkan orang-orang tidak percaya melalui iman. Oleh sebab  

itu, dalam atau melalui Abraham atau keturunan Abraham, yakni 

Kristus, bukan saja orang Yahudi semata, melainkan orang bukan 

Yahudi juga, akan diberkati. Tidak saja diberkati dalam keturun-

an Abraham, namun  juga diberkati sama seperti Abraham, dan di-

benarkan seperti dirinya. Inilah yang disebut Rasul Paulus 

sebagai memberitakan Injil kepada Abraham. Dengan demikian, 

dapat diambil kesimpulan (ay. 9) bahwa mereka yang hidup dari 

iman, yakni orang-orang yang benar-benar percaya, tidak peduli 

dari bangsa mana mereka berasal, diberkati bersama-sama de-

ngan Abraham yang beriman itu. Mereka diberkati bersama Abra-

ham, bapa orang beriman, melalui janji yang diberikan kepada-

nya, dan oleh sebab itu juga melalui iman seperti dia. 

II. Rasul Paulus menunjukkan bahwa kita tidak dapat dibenarkan 

kecuali melalui iman yang berpegang teguh pada Injil, sebab  

hukum Taurat menjatuhkan hukuman ke atas kita. Jika kita 

memberi diri diadili dalam pengadilan hukum Taurat itu, dan 

dihadapkan pada hukumannya, maka pastilah kita akan tercam-

pakkan, punah dan binasa. sebab  semua orang, yang hidup dari 

pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Semua orang 

yang mengandalkan hasil upayanya sendiri sebagai kebenaran 

mereka, untuk dinyatakan tidak bersalah, dan bersikeras menya-

takan diri sendiri benar, maka perkara mereka itu pasti akan 

berbalik melawan mereka. Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang 

yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam 

kitab hukum Taurat” (ay. 10). Lihat juga Ulangan 27:26. Syarat 

kehidupan menurut hukum Taurat bersifat sempurna, pribadi, 

terus-menerus, dan penuh ketaatan. Perintah yang diberikan ada-

lah, perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup, atau, siapa 

yang melakukannya, akan hidup sebab nya (ay. 12). Bagi setiap 

kegagalan dalam melakukan hal ini, hukum Taurat akan men-

jatuhkan kutukan. Kecuali ketaatan kita bersifat menyeluruh, 

sambil senantiasa melakukan segala sesuatu yang tertulis di 

dalam Kitab Taurat, dan kecuali hal itu dikerjakan terus-menerus 

(tanpa pernah gagal dalam keadaan apa pun), maka kita akan 

terkena kutuk hukum Taurat. Kutukan itu berupa murka yang 

dinyatakan, dan ancaman kebinasaan. Ini berarti terpisah dan 

diserahkan ke dalam segala bentuk kejahatan dengan sepenuh 

kekuatan dan daya, melawan semua orang berdosa, dan oleh se-

bab itu melawan seluruh umat manusia, sebab semua orang telah 

berbuat dosa dan bersalah di hadapan Allah. Jika sebagai pelang-

gar hukum Taurat kita berada di bawah kutukannya, maka sung-

guh sia-sia jika kita mencari pembenaran melalui hukum 

Taurat. Namun, meskipun hal ini tidak bisa diharapkan dari hu-

kum Taurat, Rasul Paulus kemudian memberi tahu kita bahwa 

ada jalan untuk meloloskan diri dari kutuk ini dan kembali 

memperoleh perkenan Allah, yakni melalui iman di dalam Kristus, 

yang telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat (ay. 13). Betapa 

tidak lazimnya cara yang digunakan Kristus untuk menebus kita 

dari kutuk hukum Taurat. Yakni, dengan jalan menjadi kutuk 

sebab  kita. sebab  dijadikan orang berdosa bagi kita, Dia telah 

dijadikan kutuk bagi kita. Dia tidak terpisah dari Allah, namun  

untuk sesaat ditempatkan di bawah tanda murka ilahi yang 

mengerikan, yang disebut secara khusus dalam hukum Musa (Ul. 

21:22). Tujuan dari cara ini adalah supaya di dalam Dia berkat 

Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain. Supaya semua 

orang yang percaya kepada Kristus, baik orang Yahudi maupun 

orang bukan Yahudi, dapat mewarisi berkat Abraham, terutama 

janji agung Roh Kudus, yang teristimewa disediakan untuk masa 

Injil. Oleh sebab  itu, jelaslah bahwa bukan dengan cara menem-

patkan diri di bawah hukum Taurat, melainkan melalui iman di 

dalam Kristus-lah mereka menjadi umat Allah dan ahli waris janji 

itu. Perhatikanlah di sini, 

1. Kesengsaraan yang di dalamnya kita sebagai orang berdosa 

tenggelam, yaitu kita berada di bawah kutuk dan hukuman 

hukum Taurat. 

2.  Kasih dan anugerah Yesus Kristus Tuhan kita terhadap kita. 

Ia telah menyerahkan diri untuk menjadi kutuk bagi kita, 

supaya dapat menebus kita dari kutuk hukum Taurat. 

3. Harapan penuh kebahagiaan yang sekarang kita dapatkan 

melalui Dia, tidak saja sebab  terhindar dari kutuk itu, namun  

juga mewarisi berkat. 

4. Bahwa hanya melalui iman di dalam Dialah kita dapat berha-

rap memperoleh perkenan ini. 

III. Untuk membuktikan bahwa pembenaran adalah melalui iman, 

dan bukan melalui perbuatan menurut hukum Taurat, Rasul 

Paulus menyatakan kesaksian khusus Perjanjian Lama (ay. 11). 

Ayat yang dirujuk adalah Habakuk 2:4 yang mengatakan, orang 

yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Hal ini juga dikutip 

dalam Roma 1:17 dan Ibrani 10:38. Tujuannya adalah untuk 

menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang benar dan adil 

sajalah yang akan benar-benar hidup, terbebas dari maut dan 

murka Allah, serta dipulihkan ke dalam kehidupan yang berkenan 

bagi Allah. Hanya melalui imanlah orang-orang bisa menjadi 

benar, sehingga dengan demikian memperoleh kehidupan dan ke-

bahagiaan ini, yaitu berkenan oleh Allah, dan dimampukan untuk 

hidup bagi-Nya sekarang, serta berhak menerima hidup kekal dan 

menikmati hadirat-Nya dalam kehidupan berikutnya. Itulah 

sebabnya Rasul Paulus berkata, bahwa tidak ada orang yang 

dibenarkan di hadapan Allah sebab  melakukan hukum Taurat 

adalah jelas. Apa pun pendapat orang lain tentang dirinya, tidak 

demikian halnya dalam pemandangan Allah. Sebab dasar hukum 

Taurat bukanlah iman, dan hukum tersebut tidak mengatakan 

apa pun perihal iman yang berkaitan dengan pembenaran, atau-

pun memberikan kehidupan kepada orang-orang yang percaya. 

Namun pesan yang terkandung di dalamnya adalah, siapa yang 

melakukannya, akan hidup sebab nya, seperti yang tertulis di 

Kitab Imamat 18:5. Dibutuhkan ketaatan mutlak kepada hukum 

Taurat sebagai jalan hidup, dan oleh sebab itu, sama sekali tidak 

dapat menjadi aturan bagi pembenaran kita sekarang. Pembukti-

an Rasul Paulus ini dapat membantu kita untuk memperhatikan 

bahwa pembenaran melalui iman itu bukanlah pengajaran baru, 

melainkan telah diteguhkan dan diajarkan di antara jemaat Allah 

jauh sebelum masa Injil. Sungguh, inilah satu-satunya cara yang 

telah atau dapat membenarkan orang-orang berdosa.  

IV. Untuk tujuan inilah Rasul Paulus memberi bukti dan menegaskan 

bahwa perjanjian yang telah dibuat Allah dengan Abraham itu 

tetap berlaku, tidak dibatalkan atau ditiadakan saat  hukum 

Taurat diberikan kepada Musa (ay. 15). Iman lebih utama dan ada 

terlebih dulu daripada hukum Taurat, sebab Abraham dibenarkan 

oleh iman. Di atas iman itulah dia membangun janji, dan janji-

janji merupakan sasaran yang layak dihadapi dengan iman. Allah 

mengadakan perjanjian dengan Abraham (ay. 8), dan perjanjian 

ini bersifat teguh dan kokoh. Jika janji manusia saja bersifat 

demikian, terlebih lagi janji Allah. saat  suatu perbuatan telah 

dilaksanakan atau butir-butir kesepakatan telah dimeteraikan, 

maka kedua belah pihak saling terikat, dan sudah terlambat un-

tuk membuat perubahan. Oleh sebab  itu, orang tidak boleh 

beranggapan bahwa sebab  hukum berikutnya dikeluarkan, maka 

perjanjian Allah dibatalkan. Kata diathēkē dalam bahasa aslinya 

berarti perjanjian dan juga wasiat. Janji yang diberikan kepada 

Abraham lebih merupakan wasiat daripada perjanjian. saat  se-

buah surat wasiat berlaku pada saat kematian orang yang mem-

buatnya, maka isinya tidak dapat diubah lagi. Oleh sebab itu, 

mengingat bahwa janji yang diberikan kepada Abraham bersifat 

sebagai wasiat, janji itu tetap kokoh dan tidak dapat diubah lagi. 

Selanjutnya, jika ada yang berkata bahwa suatu pemberian 

atau wasiat boleh dibatalkan sebab  tidak adanya orang-orang 

yang menyatakan diri untuk menerimanya (ay. 16), maka Rasul 

Paulus menunjukkan bahwa dalam hal ini tidak terdapat ke-

mungkinan seperti itu. Abraham sudah mati, dan para nabi juga 

sudah mati, namun  wasiat atau perjanjian itu dibuat dengan Abra-

ham dan keturunannya. Rasul Paulus memberi kita ulasan yang 

sungguh mengejutkan mengenai hal ini. Kita bisa saja berpikir 

bahwa yang dimaksudkan hanyalah bangsa Yahudi. “Tidak,” kata 

Rasul Paulus, “yang dimaksudkan hanyalah satu orang, yaitu dan 

kepada keturunanmu, yaitu Kristus.” Dengan demikian, wasiat itu 

masih memiliki kekuatan, sebab Kristus hidup selama-lamanya 

dan di dalam keturunannya secara rohani, dan mereka itu adalah 

milik-Nya melalui iman. Jika ada yang bersikeras bahwa hukum 

Taurat yang diberikan Musa telah membatalkan perjanjian ini 

sebab  hukum tersebut sangat mengandalkan perbuatan dan 

begitu sedikit membicarakan iman ataupun Mesias yang dijanji-

kan, maka Rasul Paulus menjawab bahwa hukum berikutnya 

tidak dapat membatalkan perjanjian atau janji sebelumnya (ay. 

18). Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum 

Taurat, ia tidak berasal dari janji; namun , kata Paulus, oleh janjilah 

Allah telah menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada Abraham. 

Oleh sebab itu akan menjadi tidak sesuai dengan kekudusan, 

hikmat, serta kesetiaan-Nya, jika Ia sampai mengesampingkan 

janji-Nya itu melalui tindakan berikutnya, sehingga dengan demi-

kian mengubah cara pembenaran yang telah ditetapkan-Nya sebe-

lumnya. Jika warisan telah diberikan kepada Abraham melalui 

janji, dan diturunkan kepada keturunannya secara rohani, maka

 kita boleh yakin bahwa Allah tidak akan menarik kembali janji 

itu. Sebab, Dia bukanlah manusia sehingga menyesali apa yang 

telah dilakukan-Nya.  

Maksud Hukum Taurat;  

Anak-anak Abraham yang Sejati  

(3:19-29) 

19 Kalau demikian, apakah maksudnya hukum Taurat? Ia ditambahkan oleh 

sebab  pelanggaran-pelanggaran – sampai datang keturunan yang dimaksud 

oleh janji itu – dan ia disampaikan dengan perantaraan malaikat-malaikat ke 

dalam tangan seorang pengantara. 20 Seorang pengantara bukan hanya me-

wakili satu orang saja, sedangkan Allah adalah satu. 21 Kalau demikian, ber-

tentangankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Sekali-kali tidak. Se-

bab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghi-

dupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat. 22 namun  

Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa, 

supaya oleh sebab  iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada 

mereka yang percaya. 23 Sebelum iman itu datang kita berada di bawah 

pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. 

24 Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, 

supaya kita dibenarkan sebab  iman. 25 Sekarang iman itu telah datang, 

sebab  itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun. 26 Sebab 

kamu semua adalah anak-anak Allah sebab  iman di dalam Yesus Kristus. 27 

sebab  kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan 

Kristus. 28 Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak 

ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, sebab  

kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. 29 Dan jikalau kamu ada-

lah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak 

menerima janji Allah. 

sesudah  Rasul Paulus berbicara tentang janji yang diberikan kepada 

Abraham dan menyatakannya sebagai aturan pembenaran kita, dan 

bukan hukum Taurat, maka supaya orang tidak berpikir bahwa ia 

terlampau mengecilkan hukum Taurat dan membuatnya sama sekali 

tidak bermanfaat, ia mengambil kesempatan untuk membicarakan 

rancangan dan sifat hukum itu, serta memberitahukan kepada kita 

tujuan-tujuan hukum tersebut diberikan. Orang mungkin saja 

bertanya, “Jika janji itu sudah cukup untuk memperoleh keselamat-

an, untuk apa orang menjalankan hukum Taurat? Atau, mengapa 

Allah memberikan hukum Taurat melalui Musa?” Atas pertanyaan ini 

Rasul Paulus menjawab,

I.  Hukum Taurat ditambahkan oleh sebab  pelanggaran-pelanggaran 

(ay. 19). Ia tidak dirancang untuk membatalkan janji itu dan un-

tuk menetapkan cara memperoleh pembenaran yang berbeda 

dengan yang telah ditetapkan melalui janji itu. Sebaliknya, ia 

ditambahkan kepada janji itu, sengaja ditambahkan untuk mela-

yani pencapaian janji itu. Hal ini terjadi oleh sebab  pelanggaran-

pelanggaran. Meskipun telah terpilih menjadi umat khusus Allah, 

orang Israel berbuat dosa sama seperti bangsa lain. Itulah sebab-

nya hukum Taurat diberikan untuk menyadarkan mereka akan 

dosa dan perilaku mereka yang menjijikkan sehingga menimbul-

kan murka ilahi. sebab  justru oleh hukum Taurat orang mengenal 

dosa (Rm. 3:20), dan hukum Taurat ditambahkan, supaya pelang-

garan menjadi semakin banyak (Rm. 5:20). Hukum Taurat juga 

dimaksudkan untuk menahan mereka berbuat dosa, untuk mena-

namkan rasa takut dan hormat dalam pikiran mereka, dan untuk 

mengekang hawa nafsu mereka. Juga supaya mereka tidak jatuh 

ke dalam kekacauan yang memang menjadi kecenderungan alami 

mereka. Selain itu, pada saat yang sama, hukum Taurat diran-

cang untuk menuntun mereka kepada satu-satunya cara yang 

benar yang dengannya dosa ditebus, supaya mereka dapat mem-

peroleh pengampunan atas dosa. Jalan satu-satunya itu adalah 

melalui kematian dan pengorbanan Kristus, yang merupakan tu-

juan khusus mengapa hukum korban persembahan dan penyu-

cian diberikan. 

Rasul Paulus menambahkan bahwa hukum Taurat diberikan 

untuk tujuan ini sampai datang keturunan yang dimaksud oleh 

janji itu. Artinya, sampai Kristus datang (keturunan utama yang 

dimaksudkan dalam janji itu, seperti yang telah ditunjukkan 

Rasul Paulus sebelumnya), atau sampai masa penyelanggaraan 

Injil berlaku, saat  orang Yahudi dan orang bukan Yahudi tanpa 

terkecuali, menjadi keturunan Abraham sebab  percaya. Hukum 

Taurat ditambahkan oleh sebab  pelanggaran-pelanggaran, sam-

pai kegenapan waktu tersebut, atau sampai masa penyelenggara-

an Injil itu tiba. Namun, saat  Keturunan itu datang, dan kasih 

karunia ilahi dalam janji itu semakin terungkap, hukum Taurat 

yang diberikan Musa itu akan berakhir. Perjanjian itu, yang dida-

pati tidak dijalankan dengan baik, harus memberi tempat kepada 

janji yang lain dan yang lebih baik (Ibr. 8:7-8). Meskipun hukum 

Taurat, yang dianggap hukum alam, hingga kini senantiasa masih 

memiliki kekuatan dan masih tetap berguna untuk menyadarkan 

manusia akan dosa, serta untuk mencegah orang dari berbuat 

dosa, namun kita sekarang tidak lagi berada di dalam belenggu 

serta kengerian perjanjian hukum itu. sebab  itu, hukum Taurat 

tidak dimaksudkan untuk memberikan jalan