n orang-orang percaya itu, yang dapat terlak-
sana, jika mereka dapat mencapai tujuan mereka ini. Sebab,
seandainya mereka berhasil membujuk Paulus dan rasul-rasul
lainnya untuk mewajibkan Titus disunatkan, maka dengan
mudah pula mereka dapat memaksakan sunat ke atas bangsa-
bangsa lain, dan dengan demikian dapat memperhambakan
mereka di bawah hukum Musa. Namun, melihat rancangan
mereka, Rasul Paulus sama sekali tidak mau menyerah ke-
pada mereka. Sesaat pun ia tidak mau mundur dan takluk
kepada mereka, tidak dalam hal yang satu ini. Alasannya
adalah, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada mereka,
supaya orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa
lain, dan khususnya orang-orang Galatia, dapat memiliki Injil
itu tetap murni dan utuh, dan tidak menjadi rusak dengan
campuran ajaran agama Yahudi, yang dapat saja terjadi se-
andainya ia menyerah di dalam hal ini. Pada masa itu, sunat
merupakan hal yang biasa saja dan dalam beberapa perkara
dapat dilakukan tanpa menjadi berdosa, dan sebab itu kita
mendapati Rasul Paulus sendiri kadang-kadang mengizinkan-
nya, seperti yang terjadi pada Timotius (Kis. 16:3). Akan namun ,
jika sunat itu sampai dipaksakan sebagai suatu keharusan,
maka sekali ia menyetujuinya, kemungkinan besar akan ber-
kembang menjadi suatu pemaksaan yang bersifat wajib seperti
itu. Ia menaruh perhatian besar atas kemurnian dan kebebas-
an Injil, dan tidak mau tunduk kepada pemaksaan seperti itu.
Ia tidak akan mau menyerah kepada mereka yang masih
berpegang pada tata upacara hukum Musa, sebaliknya ia akan
berdiri teguh dalam kebebasan yang dengannya Kristus telah
membebaskan kita. Sikap dan tindakan Rasul Paulus ini
memberikan kesempatan kepada kita untuk menjalankan apa
saja yang sah menurut hukum, namun jika hal itu tidak dapat
dilakukan tanpa mengkhianati kebenaran, atau menyerahkan
kebebasan Injil, maka hal itu harus ditolak.
3. Bahwa, walaupun ia berbicara dengan rasul-rasul lain itu, ia
tidak menerima tambahan pengetahuan atau kuasa apa pun
dari mereka (ay. 6). Dan mengenai mereka yang dianggap
terpandang itu, yang ia maksudkan adalah rasul-rasul lain itu,
khususnya Yakobus, Petrus, dan Yohanes, yang kemudian ia
sebutkan menurut nama mereka (ay. 9). Mengenai hal ini, ia
mengakui bahwa sepatutnyalah mereka dihormati oleh semua
orang, bahwa mereka dipandang (dan tepat juga) sebagai soko-
guru jemaat, yang tidak saja menjadi hiasan, namun juga seba-
gai tiang penopang. Untuk beberapa pertimbangan, tampaknya
mereka memiliki kelebihan dibandingkan dengan dirinya, yaitu
bahwa mereka sudah melihat Kristus di dalam daging, semen-
tara dia tidak, dan bahwa mereka menjadi rasul-rasul sebelum
dia, ya, bahkan saat itu ia malah terus menjadi seorang
penganiaya. Namun, sekarang, bagaimana kedudukan mereka
dahulu, itu tidak penting baginya. Siapa mereka dahulu tidak
mempengaruhi keberadaannya sebagai seorang rasul yang
setara dengan mereka, sebab Allah tidak memandang muka
menurut keunggulan lahiriah seperti itu. Sebagaimana Allah
telah memanggil mereka untuk menerima jabatan ini, begitu
jugalah Dia memiliki kebebasan untuk menetapkan orang lain
sebagai memenuhi syarat untuk jabatan itu, dan mempekerja-
kan mereka di dalamnya. Di sini telah terbukti bahwa Ia telah
berbuat seperti itu, sebab mereka yang terpandang itu tidak
memaksakan sesuatu yang lain kepadanya. Mereka tidak
memberitahukan apa-apa kepadanya, selain apa yang telah ia
ketahui sebelumnya melalui pewahyuan. Mereka juga tidak
dapat menolak pengajaran yang ia sampaikan kepada mereka,
saat tampak bagi mereka bahwa ia sama sekali tidak lebih
rendah dibandingkan mereka, namun sama-sama dipanggil
sebagai rasul dan memenuhi syarat sebagai seorang rasul
sama seperti mereka.
4. Pokok persoalan di dalam pembicaraan ini adalah bahwa ra-
sul-rasul lain itu sangat yakin akan pengutusan dan wewe-
nangnya yang berasal dari Allah, dan sesuai dengan itu mere-
ka mengakuinya sebagai sesama rasul (ay. 7-10). Mereka tidak
saja merasa puas dengan pengajarannya, namun mereka juga
melihat ada kuasa ilahi yang menyertainya, baik di dalam
pemberitaan Injil maupun di dalam mengerjakan mujizat-
mujizat untuk meneguhkan pengajarannya, sebab Ia yang
telah memberikan kekuatan kepada Petrus untuk menjadi rasul
bagi orang bersunat, Ia juga yang telah memberikan kekuatan
kepadanya untuk orang-orang yang tidak bersunat. Oleh ka-
rena itu, dengan tepat mereka menyimpulkan bahwa kepada
Rasul Paulus dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang
tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang
bersunat. Itulah sebabnya sesudah melihat kasih karunia yang
dianugerahkan kepadanya (bahwa ia diberikan kehormatan
dan jabatan rasul sama seperti mereka), mereka berjabat
tangan dengan dia dan dengan Barnabas sebagai tanda perse-
kutuan, sebagai tanda untuk mengakui kesetaraan mereka
berdua dengan para rasul itu. Kemudian mereka sepakat bah-
wa mereka berdua harus pergi kepada orang-orang yang tidak
bersunat, sementara rasul-rasul lain akan terus memberitakan
Injil kepada orang-orang yang bersunat. Mereka menganggap
keputusan untuk memisahkan pekerjaan itu sesuai dengan
kehendak Kristus dan paling berguna bagi kepentingan Kekris-
tenan. Dengan demikian, pertemuan ini berakhir dengan pe-
nuh kerukunan dan permufakatan. Mereka menyetujui peng-
ajaran maupun sikap serta tindakan Rasul Paulus. Mereka sa-
ngat puas dengan dia dan dengan sepenuh hati menerimanya
sebagai seorang rasul Kristus. Mereka tidak menambahkan
apa-apa lagi, hanya mereka berdua harus tetap mengingat
orang-orang miskin, yang juga sesuai dengan pemikiran Rasul
Paulus sendiri, dan memang itulah yang sungguh-sungguh ia
usahakan untuk melakukannya. Pada masa itu, orang-orang
Kristen di Yudea menderita kemiskinan dan kesulitan besar,
dan sebab belas kasihan dan keprihatinan rasul-rasul ini,
mereka mempercayakan masalah mereka ini kepada Rasul
Paulus, supaya ia dapat memanfaatkan keterlibatannya de-
ngan jemaat bangsa-bangsa lain untuk mendapatkan bantuan
bagi orang-orang miskin ini. Permintaan mereka ini sangat
pantas, sebab jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian
dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-
bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi
mereka (Rm. 15:27). Ia sangat siap untuk melibatkan diri di
dalam hal itu, dengan jalan itu ia menunjukkan wataknya
yang murah hati dan berpikiran luas. Betapa siapnya ia untuk
mengakui orang-orang Yahudi yang telah menjadi percaya
sebagai saudara-saudara, walaupun banyak dari mereka ham-
pir tidak mau bersikap demikian kepada para petobat dari
bangsa-bangsa lain. Tidak ada alasan baginya mengapa ia
tidak mau berusaha meringankan dan menolong orang-orang
itu. Dalam hal ini, ia memberikan kepada kita sebuah teladan
yang luar biasa mengenai kemurahan hati kristiani, serta
mengajarkan kepada kita bahwa kita seharusnya tidak menu-
tup diri kepada orang-orang yang seperasaan dengan kita,
namun selalu siap untuk mengulurkan tangan kepada semua
orang yang kita pandang sebagai murid-murid Kristus.
Rasul Petrus Ditegur oleh Rasul Paulus
(2:11-21)
11 namun waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentang-
nya, sebab ia salah. 12 sebab sebelum beberapa orang dari kalangan Yako-
bus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak ber-
sunat, namun sesudah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi
mereka sebab takut akan saudara-saudara yang bersunat. 13 Dan orang-
orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Bar-
nabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. 14 namun waktu kuli-
hat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku
berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: Jika engkau, seorang Ya-
hudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau
dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara
Yahudi? 15 Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan bukan orang
berdosa dari bangsa-bangsa lain. 16 Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun
yang dibenarkan oleh sebab melakukan hukum Taurat, namun hanya oleh
sebab iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada
Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh sebab iman dalam Kristus dan
bukan oleh sebab melakukan hukum Taurat. Sebab: tidak ada seorangpun
yang dibenarkan oleh sebab melakukan hukum Taurat. 17 namun jika kami
sendiri, sementara kami berusaha untuk dibenarkan dalam Kristus ternyata
adalah orang-orang berdosa, apakah hal itu berarti, bahwa Kristus adalah
pelayan dosa? Sekali-kali tidak. 18 sebab , jikalau aku membangun kembali
apa yang telah kurombak, aku menyatakan diriku sebagai pelanggar hukum
Taurat. 19 Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat,
supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; 20 na-
mun aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku
dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. 21 Aku tidak menolak kasih karunia
Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah
kematian Kristus.
I. Dari penjelasan yang diberikan oleh Rasul Paulus mengenai apa
yang terjadi di antara dirinya dengan rasul-rasul lain di Yerusa-
lem, orang-orang Galatia dapat dengan mudah melihat kepalsuan
yang dituduhkan secara tidak langsung kepada dirinya maupun
kebodohan dan kelemahan mereka sendiri dalam hal murtad dari
Injil yang pernah ia beritakan kepada mereka. Namun untuk
memberikan bobot lebih pada apa yang telah ia katakan, serta
lebih menguatkan hati mereka terhadap berbagai hasutan tidak
langsung dari guru-guru yang berpegang pada ajaran agama
Yahudi itu, ia memberi tahu mereka mengenai suatu pembicaraan
lain yang telah ia lakukan dengan Rasul Petrus di Antiokhia, serta
apa yang terjadi di antara mereka berdua di sana (ay. 11-14).
Jemaat di Antiokhia merupakan salah satu jemaat utama orang-
orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa lain, sama seperti
Yerusalem yang menjadi pusat dari orang-orang Kristen yang
telah meninggalkan agama Yahudi dan memeluk iman kepada
Kristus. Tidak ada dasar alasan yang kuat untuk menganggap
bahwa Petrus adalah pemimpin jemaat Antiokhia. Seandainya ia
menjadi pemimpin jemaat di sana, pastilah Rasul Paulus tidak
akan berhasil menentang dia di dalam jemaatnya sendiri, sebagai-
mana yang kita baca di sini. Sebaliknya, di sini dikatakan bahwa
Surat Galatia 2:11-21
29
peristiwa itu terjadi saat ia datang berkunjung ke tempat itu. Di
dalam pertemuan mereka yang lain, telah terjalin kerukunan dan
permufakatan yang baik. Petrus dan rasul-rasul lainnya telah
mengakui tugas pengutusan Paulus dan pengajarannya. Mereka
berpisah dengan baik, layaknya di antara sahabat-sahabat yang
baik. namun di sini, Rasul Paulus merasa wajib untuk menentang
Rasul Petrus, sebab ia salah, dan ini merupakan suatu bukti yang
jelas bahwa Rasul Paulus tidak lebih rendah dari padanya. Oleh
sebab itu, teguran itu menunjukkan lemahnya dalih keunggulan
dan keadaan tidak pernah salah dari seorang Paus, sebagai
pengganti Rasul Petrus. Di sini dapat kita amati,
1. Kesalahan Petrus. saat ia datang di antara jemaat-jemaat
Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa lain, ia mengikuti
kebiasaan mereka. Ia makan bersama-sama mereka, meskipun
mereka tidak bersunat, sesuai dengan perintah yang diberikan
secara khusus kepadanya (Kis. 10), saat ia diperingatkan
melalui suatu penglihatan dari sorga, bahwa ia tidak boleh
menyebut sesuatu najis atau tidak tahir. Namun, saat di sana
datang beberapa orang Kristen Yahudi dari Yerusalem, ia
merasa enggan berada bersama-sama dengan orang-orang dari
bangsa-bangsa lain itu, hanya demi menyenangkan orang-
orang bersunat itu dan juga sebab takut menyinggung pera-
saan mereka. Tidak diragukan bahwa perbuatannya itu me-
nimbulkan kesedihan dan keputusasaan jemaat-jemaat Kris-
ten yang berasal dari bangsa-bangsa lain. Kemudian ia meng-
undurkan diri dan menjauhi mereka. Kesalahannya dalam hal
ini berpengaruh buruk atas orang-orang lain, sebab orang-
orang Yahudi yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia.
Walaupun mereka sebelumnya dapat menyesuaikan diri dengan
lebih baik, namun sekarang, dari contoh ini, mereka merasa ke-
beratan makan bersama-sama orang-orang Kristen yang berasal
diri bangsa-bangsa lain itu, dan berpura-pura tidak dapat
melakukannya sebab alasan hati nurani, sebab orang-orang itu
tidak bersunat. Sampai-sampai (dapatkah pembaca menduga-
nya?) Barnabas sendiri, salah seorang utusan untuk bangsa-
bangsa lain, dan seorang yang telah menjadi alat untuk mena-
nam dan mengairi jemaat-jemaat bangsa-bangsa lain, turut
terseret oleh kemunafikan mereka. Perhatikanlah di sini,
(1) Jika kelemahan dan ketidaktetapan hati orang-orang yang
terbaik dibiarkan begitu saja, maka dengan mudah mereka
menjadi goyah dalam menjalankan kewajiban mereka ke-
pada Allah, sebab mereka ingin menyenangkan hati orang
dengan cara yang tidak semestinya.
(2) Pengaruh kuat dari contoh-contoh yang buruk, khususnya
contoh-contoh yang datang dari orang-orang besar dan
mulia, yang penuh hikmat dan dihormati.
2. Teguran yang diberikan Rasul Paulus atas kesalahan Rasul
Petrus. Walaupun Petrus merupakan seorang rasul yang ter-
pandang, namun saat Paulus memperhatikan bahwa kelaku-
annya dapat menimbulkan kerugian besar bagi kebenaran Injil
dan kedamaian jemaat, dengan tidak takut-takut Rasul Paulus
menegur kesalahannya. Rasul Paulus berpegang teguh pada
asas-asasnya, saat orang lain goyah dalam pendirian mere-
ka. Ia adalah orang Yahudi yang terbaik di antara mereka
(sebab ia adalah orang Ibrani asli), namun ia ingin memuliakan
jabatannya sebagai rasul dari bangsa-bangsa lain. Itulah
sebabnya ia tidak rela melihat mereka dibuat putus asa dan
diinjak-injak. Waktu ia melihat, bahwa kelakuan mereka tidak
sesuai dengan kebenaran Injil, yaitu bahwa mereka tidak
menjalankan asas-asas yang diajarkan oleh Injil, yang telah
mereka nyatakan untuk diakui dan dipeluk, yakni, bahwa
tembok pemisah antara orang-orang Yahudi dan bangsa-
bangsa lain telah dirobohkan oleh kematian Kristus, serta tata
cara ibadah menurut hukum Musa sudah tidak berlaku lagi,
maka saat ia melihat bahwa pelanggaran Petrus dilakukan di
depan umum, maka ia juga menegur Petrus di depan umum:
ia berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua, jika
engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara
Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-sau-
dara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi? Di dalam
hal ini sebagian dari kelakuan Rasul Petrus bertentangan
dengan bagian yang lain, sebab jika dia, yang adalah seorang
Yahudi, kadang-kadang tidak melaksanakan hukum keupaca-
raan, dan hidup sesuai dengan kebiasaan bangsa-bangsa lain,
maka hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya dia tidak me-
mandang tata cara ibadah hukum Musa masih diperlukan,
bahkan juga bagi orang-orang Yahudi sendiri. Itulah sebabnya
sesuai dengan perbuatannya sendiri, ia tidak dapat memaksa-
kan hukum Musa kepada orang-orang Kristen yang berasal
dari bangsa-bangsa lain. sebab itu, Rasul Paulus menuduh-
nya, atau menggambarkan dia telah melakukan pemaksaan
kepada bangsa-bangsa lain untuk hidup sebagaimana orang
Yahudi hidup, memang tidak dengan menggunakan paksaan
dan kekerasan secara terbuka, namun itulah kecenderungan
dari apa yang ia lakukan. Sebab akibatnya terlihat jelas di sini,
bahwa orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa
lain harus mengikuti cara hidup orang-orang Yahudi, kalau
tidak, mereka tidak akan mendapat tempat di dalam perseku-
tuan Kristen.
II. sesudah menegaskan perilaku dan jabatannya, serta memberikan
gambaran secukupnya bahwa ia tidak lebih rendah dari pada
salah seorang dari rasul-rasul itu, dan bahkan, tidak dari Petrus
sendiri, Paulus kemudian berbicara mengenai ajaran dasar yang
agung dari Injil, yaitu bahwa pembenaran hanya oleh iman di
dalam Kristus, dan bukan oleh perbuatan dengan melakukan
hukum Taurat (walaupun ada beberapa orang yang menganggap
bahwa semua yang ia katakan sampai akhir pasal ini adalah apa
yang ia katakan kepada Petrus di Antiokhia). Dengan ajaran ter-
sebut ia mengecam Petrus sebab menyamakan diri dengan
orang-orang Yahudi. Sebab, jika asas kepercayaannya mengata-
kan bahwa Injil itulah yang menjadi alat pembenaran, dan bukan
hukum Musa, maka perbuatannya yang menyetujui orang-orang
yang menjalankan hukum Musa serta mencampurkannya dengan
iman karya pembenaran kita, merupakan suatu perbuatan yang
sangat keliru. Inilah pengajaran yang diberitakan oleh Rasul Pau-
lus di antara orang-orang Galatia, pengajaran yang masih ia taati,
dan inilah pekerjaan besar yang harus ia sebutkan dan teguhkan
di dalam surat kerasulan ini. Nah, berkenaan dengan hal ini
Rasul Paulus ingin memberitahukan kepada kita,
1. Mengenai kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen
Yahudi sendiri, Kami, ia berkata, menurut kelahiran adalah
orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa
lain (bahkan kami yang telah dilahirkan dan dibesarkan dalam
agama orang Yahudi, dan tidak hidup di antara bangsa-bangsa
lain yang tidak murni), tahu bahwa tidak seorang pun yang
dibenarkan sebab melakukan hukum Taurat, namun hanya
iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya
kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh sebab
iman di dalam Kristus dan bukan oleh sebab melakukan
hukum Taurat. Dan, jika kami menganggap perlu untuk men-
cari pembenaran melalui iman dalam Kristus, maka mengapa
kami merintangi diri kami sendiri lagi dengan hukum Musa
itu? Untuk apa kami percaya kepada Kristus? Dan, jika demi-
kian, bukankah suatu kebodohan untuk kembali kepada hu-
kum Taurat dan berharap dapat dibenarkan oleh perbuatan-
perbuatan baik atau pengaruh dari korban-korban dan segala
pentahiran yang hanya bersifat upacara itu? Dan jika bagi
kami sendiri yang menurut kelahiran adalah orang Yahudi
menjadi bersalah bila kembali kepada hukum Taurat serta
mengharapkan pembenaran melalui hukum itu, bukankah
akan lebih besar kesalahannya lagi jika kami mengharuskan
bangsa-bangsa lain melakukan hal yang sama, terlebih lagi
mereka tidak pernah tunduk pada hukum itu, sebab tidak
seorang pun yang dibenarkan sebab melakukan hukum Tau-
rat? Untuk memberikan bobot yang lebih besar atas pernyata-
an ini ia menambahkan (ay. 17), namun jika kami sendiri, se-
mentara kami berusaha untuk dibenarkan dalam Kristus ter-
nyata adalah orang-orang berdosa, apakah hal ini berarti,
bahwa Kristus adalah pelayan dosa? Jika, sementara kami
mencari pembenaran hanya oleh Kristus saja dan mengajar-
kan kepada orang lain untuk berlaku seperti itu, dan pada
saat yang sama kami juga harus menjalankan hukum Musa,
dan kalau tidak maka kami akan dilihat setuju dengan dosa
atau memperturutkan dosa atau dianggap sebagai pendosa
dari bangsa-bangsa lain dan tidak layak diajak bersekutu,
maka itu kan berarti Kristus adalah pelayan dosa? Tidakkah
akan dianggap seperti itu, jika Ia mengajak kami untuk
menerima pengajaran yang memberikan kebebasan untuk
berbuat dosa, atau yang olehnya kami menjadi sangat jauh
dari dibenarkan, sehingga kami tetap menjadi orang-orang
berdosa yang tidak suci dan tidak layak untuk diterima dalam
persekutuan? Inilah, ia mengisyaratkan, yang akan menjadi
akibatnya bila orang kembali kepada hukum Taurat, namun ia
menolak itu dengan rasa jijik: Sekali-kali tidak, katanya,
kalau kami sampai berpikir seperti itu tentang Kristus atau
pengajaran-Nya, bahwa Ia akan membawa kami ke dalam ja-
lan pembenaran yang tidak sempurna dan tidak berguna, ser-
ta membiarkan orang-orang yang memeluknya tetap dalam ke-
adaan tidak dibenarkan, atau menawarkan hati orang ber-
dosa. Hal ini akan sangat memalukan Kristus, dan akan sa-
ngat membahayakan mereka juga. sebab , katanya, jikalau
aku membangun kembali apa yang telah kurombak, yakni, jika-
lau aku (atau orang lain), yang telah mengajar bahwa ketaatan
kepada hukum Musa sudah tidak diperlukan lagi untuk
memperoleh pembenaran, dan kemudian, dengan perkataan
atau perbuatan, mengajarkan atau mengisyaratkan bahwa hal
itu masih diperlukan, maka dengan begitu aku menyatakan
diriku sebagai pelanggar hukum Taurat. Dengan berlaku demi-
kian, maka walaupun imanku ada di dalam Kristus, aku
mengaku diri sendiri masih tetap seorang pendosa yang tidak
suci dan tetap berada di bawah kesalahan dosa. Atau juga aku
akan dituduh menipu dan tidak bertindak selaras dengan diri-
ku sendiri. Dengan demikian, Rasul Paulus menegaskan
ajaran agung mengenai pembenaran oleh iman tanpa perlu
menjalankan hukum Taurat dengan memakai asas-asas dan
cara hidup orang-orang Kristen Yahudi sendiri. Ia juga
menjelaskan akibat-akibat yang akan timbul jika mereka
menyimpang dari ajaran itu, saat ia melihat Petrus dan
orang-orang Yahudi lainnya melakukan kesalahan besar
dengan menolak bersekutu dengan orang-orang Kristen yang
berasal dari bangsa-bangsa lain serta berusaha membawa
mereka ke bawah perhambaan hukum Musa.
2. Rasul Paulus memberi tahu kita bagaimana sikap dan peng-
amalan imannya.
(1) Bahwa ia telah mati terhadap hukum Taurat. Apa pun pen-
dapat orang mengenai hukum itu, baginya ia telah mati ter-
hadap hukum itu. Ia tahu bahwa hukum akhlak itu telah
menyatakan suatu kutukan terhadap semua orang yang
tidak mengikuti dan melakukan semua yang tertulis di
dalamnya. Itulah sebabnya ia mati terhadap hukum itu,
termasuk terhadap semua pengharapan dan keselamatan
dengan melakukan cara itu. Mengenai hukum keupacaraan
itu, ia juga tahu bahwa hukum itu telah menjadi masa lalu
dan digantikan oleh kedatangan Kristus, dan sebab itu,
hakikat yang sebenarnya telah datang, dan ia tidak ber-
urusan lagi dengan bayangan. Dengan demikian ia mati
untuk hukum Taurat, oleh hukum Taurat itu sendiri. Pada
akhirnya hukum itu berakhir dengan sendirinya. Dengan
mempertimbangkan hukum itu sendiri, ia melihat bahwa
pembenaran tidak diharapkan datang dari melakukan hu-
kum itu (sebab tidak seorang pun dapat mematuhinya
secara sempurna), dan bahwa sekarang sudah tidak perlu
lagi melakukan pengorbanan dan pentahiran sesuai hu-
kum itu, sebab semua itu telah dihapuskan di dalam
Kristus, dan waktu penghapusan itu telah terjadi saat
Kristus mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban
bagi kita. Itulah sebabnya, semakin cermat ia menelitinya,
ia menjadi semakin yakin bahwa tidak ada alasan untuk
memelihara hal yang dituntut oleh orang-orang Yahudi itu.
Namun, walaupun ia telah mati untuk hukum Taurat itu, ia
tidak memandang dirinya hidup dengan hukum itu. Ia telah
meninggalkan semua pengharapan untuk dibenarkan de-
ngan melakukan hukum itu, dan tidak mau lagi berada di
bawah perhambaannya. Namun, jauh dari pemikirannya
untuk meninggalkan kewajibannya kepada Allah. Sebalik-
nya, ia mati untuk hukum Taurat, supaya ia dapat hidup
untuk Allah. Ajaran Injil yang ia pegang, bukannya mem-
perlemah kewajiban tugas untuk ia kerjakan, melainkan
malah lebih menguatkan dan meneguhkan tugas itu. Itulah
sebabnya, walaupun ia telah mati untuk hukum Taurat,
namun itu hanyalah supaya ia dapat menjalani hidup baru
dan hidup yang lebih baik untuk Allah (seperti Rm. 7:4, 6).
Hidup yang demikian akan lebih sesuai dan berkenan
kepada Allah dibandingkan dengan kepatuhannya terhadap
hukum Musa. Ini adalah hidup dengan iman di dalam
Kristus, dan di bawah pengaruhnya, hidup dalam kekudus-
an dan kebenaran terhadap Allah. Sesuai dengan itu Rasul
Paulus memberi tahu kita,
(2) Bahwa, begitu mati untuk hukum Taurat, ia hidup untuk
Allah melalui Yesus Kristus (ay. 20), Aku telah disalibkan
dengan Kristus, dan seterusnya. Dan di sini, secara pribadi
ia memberikan kepada kita suatu gambaran yang luar
biasa mengenai rahasia kehidupan seorang percaya.
[1] Dia telah disalibkan, namun ia hidup. Manusia lama itu
telah turut disalibkan (Rm. 6:6), namun manusia baru
itu hidup. Ia mati terhadap dunia ini, dan mati terhadap
hukum Taurat, namun hidup untuk Allah dan Kristus.
Dosa dimatikan dan kasih karunia dihidupkan.
[2] Dia hidup, namun bukan lagi ia sendiri yang hidup. Per-
nyataan ini aneh, Aku hidup, namun bukan lagi aku
sendiri yang hidup. Ia hidup dalam menjalankan kasih
karunia. Ia memiliki penghiburan dan kemenangan ka-
sih karunia, namun kasih karunia itu tidak datang dari
dirinya sendiri, namun dari pihak lain. Orang-orang per-
caya memandang diri mereka hidup dalam keadaan ke-
tergantungan.
[3] Dia telah disalibkan dengan Kristus, namun, Kristus
hidup di dalam dirinya. Keadaan seperti ini berasal dari
persekutuan rohani dengan Kristus, yang olehnya ia
mengambil bagian dalam kematian Kristus, dan berda-
sarkan itu ia mati terhadap dosa. Namun, ia mengambil
bagian dalam kehidupan Kristus, yang olehnya ia dapat
hidup bagi Allah.
[4] Dia hidup di dalam daging, namun, ia hidup oleh iman.
Menurut tampilan lahiriah ia hidup seperti layaknya
orang-orang lain, kehidupan sehari-harinya membutuh-
kan dukungan seperti orang-orang lain, namun ia
memiliki asas-asas yang lebih tinggi dan lebih mulia
yang mendukung dan menggerakkan hidupnya, yaitu
iman di dalam Kristus, dan secara khusus ia menyaksi-
kan keajaiban kasih-Nya dalam menyerahkan diri-Nya
untuk dirinya. Selanjutnya pernyataannya adalah, wa-
laupun ia hidup di dalam daging, ia tidak hidup menu-
rut daging. Perhatikanlah, orang-orang yang memiliki
iman yang sejati akan hidup oleh iman itu. Dan hal
besar yang diteguhkan oleh iman itu adalah kasih
Kristus kepada kita serta penyerahan diri-Nya sendiri
untuk kita. Bukti terbesar bahwa Kristus mengasihi
kita adalah penyerahan diri-Nya untuk kita. Inilah yang
harus menjadi perhatian utama kita untuk mengga-
bungkannya dengan iman itu, supaya kita dapat hidup
bagi Dia.
Akhirnya, Rasul Paulus mengakhiri pembicaraan ini dengan mem-
beritahukan kepada kita bahwa dengan ajaran pembenaran oleh
iman di dalam Kristus, tanpa perlu melakukan hukum Taurat (yang
ia tegaskan dan ditentang oleh orang-orang lain), ia dapat menghin-
dari dua kesulitan besar yang dihadapi oleh pendapat yang berten-
tangan dengan ajaran tersebut:
1. Bahwa ia tidak menolak kasih karunia Allah, seperti yang dilaku-
kan oleh ajaran pembenaran melalui perbuatan hukum Taurat.
Sebab ia menegaskan (Rm. 11:6), jika hal itu terjadi sebab per-
buatan, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.
2. Bahwa ia tidak menyia-nyiakan kematian Kristus. Sebaliknya,
sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka kesim-
pulannya adalah sia-sialah kematian Kristus. Sebab jika kita men-
cari keselamatan dengan menjalankan hukum Taurat, maka kita
membuat kematian Kristus menjadi tidak ada gunanya. Sebab
untuk apa Ia ditentukan harus mati, jika kita dapat diselamatkan
tanpa kematian-Nya?
PASAL 3
Di dalam pasal ini Rasul Paulus,
I. Menegur orang Galatia atas kebodohan mereka, sebab mem-
biarkan diri ditarik menjauhi iman terhadap Injil. Melalui
berbagai pertimbangan, ia berusaha keras memengaruhi dan
menyadarkan mereka.
II. Ia memberi bukti kebenaran ajaran yang mereka tinggalkan
itu, sehingga ia menegur mereka sebab nya, yaitu pembenar-
an oleh iman tanpa melakukan hukum Taurat. Buktinya,
1. Dari contoh pembenaran Abraham.
2. Dari sifat dan inti hukum Taurat.
3. Dari kesaksian langsung Perjanjian Lama.
4. Dari keberlangsungan perjanjian di antara Allah dan Abra-
ham. Supaya tidak ada seorang pun dapat berkata, Kalau
begitu untuk apa kami menjalani hukum Taurat?, ia men-
jawab,
(1) Hukum itu diberikan sebab pelanggaran-pelanggaran
mereka.
(2) Hukum itu diberikan untuk meyakinkan dunia ten-
tang perlunya seorang Juruselamat.
(3) Hukum Taurat dimaksudkan untuk menjadi seperti se-
orang pengajar, untuk membawa kita kepada Kristus.
sesudah itu Rasul Paulus mengakhiri pasal ini dengan
memperkenalkan kepada kita hak istimewa orang Kris-
ten di bawah Injil.
38
Pembenaran oleh Iman
(3:1-5)
1 Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona
kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan
terang di depanmu? 2 Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu:
Adakah kamu telah menerima Roh sebab melakukan hukum Taurat atau
sebab percaya kepada pemberitaan Injil? 3 Adakah kamu sebodoh itu? Kamu
telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam
daging? 4 Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan
sia-sia! 5 Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh
kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di an-
tara kamu, berbuat demikian sebab kamu melakukan hukum Taurat atau
sebab kamu percaya kepada pemberitaan Injil?
Di sini Rasul Paulus berurusan dengan mereka yang sesudah beriman
kepada Kristus, masih juga mencari pembenaran dengan melakukan
hukum Taurat. Artinya, orang-orang ini mengandalkan ketaatan me-
reka terhadap aturan-aturan moral sebagai kebenaran mereka di ha-
dapan Allah, dan saat cara ini tidak dilakukan dengan sempurna,
mereka lalu berpaling kepada upacara mempersembahkan korban
dan penyucian untuk memperbaiki kekurangan itu. Hal inilah yang
pertama-tama dikecam dengan keras oleh Rasul Paulus, dan kemu-
dian ia berusaha untuk menyadarkan mereka, dengan memberikan
bukti-bukti yang benar. Ini merupakan cara yang tepat saat kita
menegur seseorang atas kesalahan atau kekeliruan yang mereka
lakukan, yakni menyadarkan mereka bahwa perbuatan mereka salah
dan tidak benar.
Dia menegur mereka, dan tegurannya itu sangat akrab dan ha-
ngat. Ia menyebut mereka orang-orang Galatia yang bodoh (ay. 1).
Meskipun sebagai orang Kristen mereka adalah anak-anak dari Sang
Hikmat, namun sebagai orang-orang Kristen yang cemar, mereka
merupakan anak-anak yang bodoh. Jadi, ia bertanya, siapakah yang
telah mempesona kamu? Melalui pertanyaan ini ia memandang mere-
ka telah terpesona oleh keahlian dan perangkap guru-guru mereka
yang pandai memikat, sehingga mampu memperdayakan mereka
begitu rupa dan membuat mereka bertindak tidak seperti biasanya.
Hal yang membuat mereka tampak bodoh dan mudah terpikat adalah
sebab mereka tidak menaati kebenaran. Yakni, mereka tidak setia
kepada ajaran Injil mengenai pembenaran, yang telah diajarkan
kepada mereka, dan yang telah mereka peluk. Perhatikanlah, belum-
lah cukup untuk mengetahui kebenaran dan mengatakan bahwa kita
mempercayainya. Kita juga harus menaatinya. Kita harus tunduk
kepadanya dengan segenap hati, dan dengan teguh berpegang ke-
padanya. Perhatikanlah juga bahwa orang-orang yang terpesona se-
cara rohani adalah mereka yang saat kebenaran disampaikan
dengan jelas di hadapan mereka, akan menaatinya. Beberapa hal
membuktikan dan memperburuk kebodohan orang-orang Kristen ini.
1. Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di
depan mereka. Artinya, mereka telah mendengar ajaran salib di-
sampaikan kepada mereka, serta mengambil bagian dalam per-
jamuan Tuhan. Di dalam kedua hal tersebut, Kristus yang disalib-
kan telah dibentangkan di hadapan mereka. Nah, alangkah bo-
dohnya mereka yang telah menerima misteri-misteri kudus seperti
itu dan menjalani upacara sekhidmat itu, kemudian tidak menaati
kebenaran yang disampaikan kepada mereka, dan yang telah
dimeteraikan di dalam ketetapan itu. Perhatikanlah, mengingat
semua kehormatan dan hak istimewa yang telah diberikan kepada
kita sebagai orang Kristen, sudah sepatutnyalah kita malu mela-
kukan kebodohan dengan undur dan berpaling dari Allah.
2. Rasul Paulus menyebutkan pengalaman-pengalaman yang telah
mereka alami mengenai pekerjaan Roh atas jiwa mereka (ay. 2). Ia
mengingatkan bahwa sesudah menjadi orang Kristen, mereka telah
menerima Roh, bahwa banyak dari antara mereka setidaknya telah
turut mengambil bagian, tidak saja dalam pengaruh yang mengu-
duskan, namun juga karunia-karunia Roh Kudus yang ajaib, yang
merupakan bukti nyata tentang kebenaran dan ajaran-ajaran
Kekristenan, terutama ajaran pembenaran melalui Kristus se-
mata, dan tidak sebab melakukan hukum Taurat, yang merupa-
kan salah satu asas agama Kristen yang khusus dan mendasar.
Untuk meyakinkan mereka akan kebodohan mereka sebab
meninggalkan ajaran ini, Rasul Paulus ingin mengetahui bagai-
mana mereka memperoleh karunia-karunia dan anugerah-anuge-
rah ini. Apakah dengan melakukan hukum Taurat, artinya, pembe-
ritaan tentang pentingnya hal ini demi memperoleh pembenaran?
Mereka tentunya tidak dapat berkata demikian, sebab saat itu
pengajaran ini belum diberitakan kepada mereka. Selain itu,
sebagai orang bukan Yahudi, mereka tidak dapat beranggapan
bisa memperoleh pembenaran melalui cara itu. Atau, apakah
sebab percaya kepada pemberitaan Injil, yaitu, pemberitaan
tentang pengajaran iman di dalam Kristus sebagai satu-satunya
cara guna memperoleh pembenaran? jika mereka mau menga-
takannya dengan jujur, hal ini wajib mereka akui. Oleh sebab itu,
sungguh tidak beralasan jika mereka menolak pengajaran
yang telah memberikan pengaruh baik dan telah mereka alami
itu. Perhatikanlah,
(1) Biasanya melalui pemberitaan Injillah, Roh disampaikan ke-
pada orang, dan
(2) Alangkah tidak bijaksananya orang-orang yang membiarkan
diri beralih dari pelayanan dan pengajaran yang telah diberkati
demi keuntungan rohaniah mereka.
3. Rasul Paulus mengajak mereka merenungkan perilaku mereka
pada masa lalu dan masa sekarang, kemudian menilai sendiri
apakah mereka bersikap sangat lemah dan tanpa menggunakan
akal sehat atau tidak (ay. 3-4). Ia berkata bahwa mereka telah
mulai dengan Roh, namun sekarang hendak mengakhirinya di
dalam daging. Mereka telah memeluk ajaran Injil, dan melaluinya
mereka telah menerima Roh, dan dengan itu jalan satu-satunya
untuk memperoleh pembenaran diungkapkan kepada mereka.
Mereka telah mengawali dengan baik. Namun sekarang mereka
kembali kepada hukum Taurat, dan mengharapkan menjadi lebih
sempurna dengan menambahkan kepatuhan terhadap hukum
Taurat itu kepada iman di dalam Kristus, guna memperoleh pem-
benaran mereka. Padahal upaya ini hanya akan membuat mereka
malu serta kecewa, sebab mereka bukannya mendapat keuntung-
an dari Injil, namun malah justru memutarbalikkannya. Sementara
mereka berusaha dibenarkan dengan cara ini, mereka justru tidak
menjadi orang Kristen yang lebih sempurna. Malah, mereka ada
dalam keadaan bahaya tidak menjadi orang Kristen sama sekali.
Dengan cara ini, mereka seperti sedang merobohkan dengan sebe-
lah tangan sesuatu yang telah mereka bangun dengan sebelah
tangan yang lain, dan membatalkan semua hal yang selama ini
telah mereka lakukan di dalam iman Kekristenan mereka. Terle-
bih lagi, ia mengingatkan bahwa mereka tidak saja telah mene-
rima pengajaran Kristen, namun juga menderita sebab nya. Oleh
sebab itu kebodohan mereka semakin parah jika mereka hen-
dak meninggalkan pengajaran itu. Dalam hal ini, semua pengor-
banan mereka akan sia-sia belaka. Mereka akan tampak bodoh
sebab telah menderita demi apa yang sekarang mereka tinggal-
kan itu. Penderitaan mereka akan sia-sia saja dan tidak berguna
bagi mereka. Perhatikanlah,
(1) Alangkah bodohnya orang-orang yang murtad dari agama mere-
ka, sebab mereka akan kehilangan manfaat atau penderitaan
yang telah mereka alami selama menjalankan ibadah mereka.
(2) Sangatlah menyedihkan jika seseorang hidup pada masa
penuh pelayanan dan penderitaan, melaksanakan hari-hari
Sabat, khotbah-khotbah, dan upacara-upacara keagamaan
dengan sia-sia saja. Dalam hal ini, kebenaran yang pernah di-
terima itu tidak akan disebut-sebut.
4. Rasul Paulus mengingatkan bahwa di antara mereka terdapat
para pelayan Tuhan (terutama dirinya sendiri), yang datang de-
ngan meterai dan pengutusan ilahi. Para pelayan Tuhan itu telah
menganugerahkan Roh kepada mereka dengan berlimpah-limpah
dan melakukan mujizat di antara mereka. Ia bertanya apakah para
pelayan Tuhan itu berbuat demikian sebab melakukan hukum
Taurat atau sebab percaya kepada pemberitaan Injil. Apakah
pengajaran yang mereka beritakan dan diteguhkan melalui karu-
nia-karunia serta pekerjaan Roh yang ajaib itu adalah melalui
pembenaran sebab melakukan hukum Taurat atau sebab
beriman kepada Kristus. Mereka tahu betul bahwa jawabannya
bukanlah yang disebutkan pertama tadi, melainkan yang terakhir.
Oleh sebab itu, sungguh tidak dapat dimaafkan jika mereka
meninggalkan pengajaran yang telah diakui dan terbukti kebenar-
annya dengan berbagai tanda, dan menukarnya dengan pengajar-
an yang tidak terbukti kebenarannya.
Pembenaran oleh Iman
(3:6-18)
6 Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhi-
tungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. 7 Jadi kamu lihat, bahwa me-
reka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. 8 Dan Kitab
Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang
bukan Yahudi oleh sebab iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil
kepada Abraham: Olehmu segala bangsa akan diberkati. 9 Jadi mereka yang
hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham
yang beriman itu. 10 sebab semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum
Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: Terkutuklah orang yang
tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum
Taurat. 11 Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah
sebab melakukan hukum Taurat adalah jelas, sebab : Orang yang benar
akan hidup oleh iman. 12 namun dasar hukum Taurat bukanlah iman, me-
lainkan siapa yang melakukannya, akan hidup sebab nya. 13 Kristus telah
menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk sebab
kita, sebab ada tertulis: Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!
14 Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham
sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh
yang telah dijanjikan itu. 15 Saudara-saudara, baiklah kupergunakan suatu
contoh dari hidup sehari-hari. Suatu wasiat yang telah disahkan, sekalipun
ia dari manusia, tidak dapat dibatalkan atau ditambahi oleh seorangpun. 16
Adapun kepada Abraham diucapkan segala janji itu dan kepada keturunan-
nya. Tidak dikatakan kepada keturunan-keturunannya seolah-olah dimak-
sud banyak orang, namun hanya satu orang: dan kepada keturunanmu,
yaitu Kristus. 17 Maksudku ialah: Janji yang sebelumnya telah disahkan
Allah, tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat, yang baru terbit empat
ratus tiga puluh tahun kemudian, sehingga janji itu hilang kekuatannya. 18
Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum Taurat, ia tidak
berasal dari janji; namun justru oleh janjilah Allah telah menganugerahkan
kasih karunia-Nya kepada Abraham.
sesudah menegur orang Galatia sebab tidak menaati kebenaran, dan
berusaha keras menyadarkan mereka akan kebodohan dengan ber-
buat demikian, dalam ayat-ayat di atas ini ia banyak membuktikan
kebenaran pengajaran yang telah mereka tolak sehingga ditegur
olehnya itu, yakni tentang pembenaran oleh sebab iman tanpa mela-
kukan hukum Taurat. Ia memberi bukti dengan beberapa cara.
I. Dari contoh bagaimana Abraham dibenarkan. Petunjuk yang dipa-
kai Paulus diambil dari Roma pasal 4. Secara itu jugalah Abraham
percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran (ay. 6). Artinya, iman Abraham me-
lekat pada firman dan janji Allah, serta pada keyakinannya bahwa
ia diakui dan diterima Allah sebagai orang yang benar. Sama
seperti dalam uraian ini ia disebut bapa orang beriman, begitu
pula Rasul Paulus ingin supaya kita tahu bahwa mereka yang
hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham (ay. 7), bukan
secara jasmani, namun sesuai dengan janji Allah itu. Oleh sebab
itu, mereka juga dibenarkan melalui cara yang sama dengannya.
Abraham dibenarkan oleh sebab iman, dan begitu pula mereka.
Untuk meneguhkan hal ini, Rasul Paulus memberitahukan
kepada kita bahwa janji yang diberikan kepada Abraham (Kej.
12:3), yakni bahwa olehmu segala bangsa akan diberkati (ay. 8),
berkenaan dengan iman. Dikatakan bahwa Kitab Suci sebelumnya
mengetahui hal itu, sebab Dia yang menyusun firman Tuhan me-
mang telah mengetahui sebelumnya bahwa Allah akan mem-
benarkan orang-orang tidak percaya melalui iman. Oleh sebab
itu, dalam atau melalui Abraham atau keturunan Abraham, yakni
Kristus, bukan saja orang Yahudi semata, melainkan orang bukan
Yahudi juga, akan diberkati. Tidak saja diberkati dalam keturun-
an Abraham, namun juga diberkati sama seperti Abraham, dan di-
benarkan seperti dirinya. Inilah yang disebut Rasul Paulus
sebagai memberitakan Injil kepada Abraham. Dengan demikian,
dapat diambil kesimpulan (ay. 9) bahwa mereka yang hidup dari
iman, yakni orang-orang yang benar-benar percaya, tidak peduli
dari bangsa mana mereka berasal, diberkati bersama-sama de-
ngan Abraham yang beriman itu. Mereka diberkati bersama Abra-
ham, bapa orang beriman, melalui janji yang diberikan kepada-
nya, dan oleh sebab itu juga melalui iman seperti dia.
II. Rasul Paulus menunjukkan bahwa kita tidak dapat dibenarkan
kecuali melalui iman yang berpegang teguh pada Injil, sebab
hukum Taurat menjatuhkan hukuman ke atas kita. Jika kita
memberi diri diadili dalam pengadilan hukum Taurat itu, dan
dihadapkan pada hukumannya, maka pastilah kita akan tercam-
pakkan, punah dan binasa. sebab semua orang, yang hidup dari
pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Semua orang
yang mengandalkan hasil upayanya sendiri sebagai kebenaran
mereka, untuk dinyatakan tidak bersalah, dan bersikeras menya-
takan diri sendiri benar, maka perkara mereka itu pasti akan
berbalik melawan mereka. Sebab ada tertulis: Terkutuklah orang
yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam
kitab hukum Taurat (ay. 10). Lihat juga Ulangan 27:26. Syarat
kehidupan menurut hukum Taurat bersifat sempurna, pribadi,
terus-menerus, dan penuh ketaatan. Perintah yang diberikan ada-
lah, perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup, atau, siapa
yang melakukannya, akan hidup sebab nya (ay. 12). Bagi setiap
kegagalan dalam melakukan hal ini, hukum Taurat akan men-
jatuhkan kutukan. Kecuali ketaatan kita bersifat menyeluruh,
sambil senantiasa melakukan segala sesuatu yang tertulis di
dalam Kitab Taurat, dan kecuali hal itu dikerjakan terus-menerus
(tanpa pernah gagal dalam keadaan apa pun), maka kita akan
terkena kutuk hukum Taurat. Kutukan itu berupa murka yang
dinyatakan, dan ancaman kebinasaan. Ini berarti terpisah dan
diserahkan ke dalam segala bentuk kejahatan dengan sepenuh
kekuatan dan daya, melawan semua orang berdosa, dan oleh se-
bab itu melawan seluruh umat manusia, sebab semua orang telah
berbuat dosa dan bersalah di hadapan Allah. Jika sebagai pelang-
gar hukum Taurat kita berada di bawah kutukannya, maka sung-
guh sia-sia jika kita mencari pembenaran melalui hukum
Taurat. Namun, meskipun hal ini tidak bisa diharapkan dari hu-
kum Taurat, Rasul Paulus kemudian memberi tahu kita bahwa
ada jalan untuk meloloskan diri dari kutuk ini dan kembali
memperoleh perkenan Allah, yakni melalui iman di dalam Kristus,
yang telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat (ay. 13). Betapa
tidak lazimnya cara yang digunakan Kristus untuk menebus kita
dari kutuk hukum Taurat. Yakni, dengan jalan menjadi kutuk
sebab kita. sebab dijadikan orang berdosa bagi kita, Dia telah
dijadikan kutuk bagi kita. Dia tidak terpisah dari Allah, namun
untuk sesaat ditempatkan di bawah tanda murka ilahi yang
mengerikan, yang disebut secara khusus dalam hukum Musa (Ul.
21:22). Tujuan dari cara ini adalah supaya di dalam Dia berkat
Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain. Supaya semua
orang yang percaya kepada Kristus, baik orang Yahudi maupun
orang bukan Yahudi, dapat mewarisi berkat Abraham, terutama
janji agung Roh Kudus, yang teristimewa disediakan untuk masa
Injil. Oleh sebab itu, jelaslah bahwa bukan dengan cara menem-
patkan diri di bawah hukum Taurat, melainkan melalui iman di
dalam Kristus-lah mereka menjadi umat Allah dan ahli waris janji
itu. Perhatikanlah di sini,
1. Kesengsaraan yang di dalamnya kita sebagai orang berdosa
tenggelam, yaitu kita berada di bawah kutuk dan hukuman
hukum Taurat.
2. Kasih dan anugerah Yesus Kristus Tuhan kita terhadap kita.
Ia telah menyerahkan diri untuk menjadi kutuk bagi kita,
supaya dapat menebus kita dari kutuk hukum Taurat.
3. Harapan penuh kebahagiaan yang sekarang kita dapatkan
melalui Dia, tidak saja sebab terhindar dari kutuk itu, namun
juga mewarisi berkat.
4. Bahwa hanya melalui iman di dalam Dialah kita dapat berha-
rap memperoleh perkenan ini.
III. Untuk membuktikan bahwa pembenaran adalah melalui iman,
dan bukan melalui perbuatan menurut hukum Taurat, Rasul
Paulus menyatakan kesaksian khusus Perjanjian Lama (ay. 11).
Ayat yang dirujuk adalah Habakuk 2:4 yang mengatakan, orang
yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Hal ini juga dikutip
dalam Roma 1:17 dan Ibrani 10:38. Tujuannya adalah untuk
menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang benar dan adil
sajalah yang akan benar-benar hidup, terbebas dari maut dan
murka Allah, serta dipulihkan ke dalam kehidupan yang berkenan
bagi Allah. Hanya melalui imanlah orang-orang bisa menjadi
benar, sehingga dengan demikian memperoleh kehidupan dan ke-
bahagiaan ini, yaitu berkenan oleh Allah, dan dimampukan untuk
hidup bagi-Nya sekarang, serta berhak menerima hidup kekal dan
menikmati hadirat-Nya dalam kehidupan berikutnya. Itulah
sebabnya Rasul Paulus berkata, bahwa tidak ada orang yang
dibenarkan di hadapan Allah sebab melakukan hukum Taurat
adalah jelas. Apa pun pendapat orang lain tentang dirinya, tidak
demikian halnya dalam pemandangan Allah. Sebab dasar hukum
Taurat bukanlah iman, dan hukum tersebut tidak mengatakan
apa pun perihal iman yang berkaitan dengan pembenaran, atau-
pun memberikan kehidupan kepada orang-orang yang percaya.
Namun pesan yang terkandung di dalamnya adalah, siapa yang
melakukannya, akan hidup sebab nya, seperti yang tertulis di
Kitab Imamat 18:5. Dibutuhkan ketaatan mutlak kepada hukum
Taurat sebagai jalan hidup, dan oleh sebab itu, sama sekali tidak
dapat menjadi aturan bagi pembenaran kita sekarang. Pembukti-
an Rasul Paulus ini dapat membantu kita untuk memperhatikan
bahwa pembenaran melalui iman itu bukanlah pengajaran baru,
melainkan telah diteguhkan dan diajarkan di antara jemaat Allah
jauh sebelum masa Injil. Sungguh, inilah satu-satunya cara yang
telah atau dapat membenarkan orang-orang berdosa.
IV. Untuk tujuan inilah Rasul Paulus memberi bukti dan menegaskan
bahwa perjanjian yang telah dibuat Allah dengan Abraham itu
tetap berlaku, tidak dibatalkan atau ditiadakan saat hukum
Taurat diberikan kepada Musa (ay. 15). Iman lebih utama dan ada
terlebih dulu daripada hukum Taurat, sebab Abraham dibenarkan
oleh iman. Di atas iman itulah dia membangun janji, dan janji-
janji merupakan sasaran yang layak dihadapi dengan iman. Allah
mengadakan perjanjian dengan Abraham (ay. 8), dan perjanjian
ini bersifat teguh dan kokoh. Jika janji manusia saja bersifat
demikian, terlebih lagi janji Allah. saat suatu perbuatan telah
dilaksanakan atau butir-butir kesepakatan telah dimeteraikan,
maka kedua belah pihak saling terikat, dan sudah terlambat un-
tuk membuat perubahan. Oleh sebab itu, orang tidak boleh
beranggapan bahwa sebab hukum berikutnya dikeluarkan, maka
perjanjian Allah dibatalkan. Kata diathēkē dalam bahasa aslinya
berarti perjanjian dan juga wasiat. Janji yang diberikan kepada
Abraham lebih merupakan wasiat daripada perjanjian. saat se-
buah surat wasiat berlaku pada saat kematian orang yang mem-
buatnya, maka isinya tidak dapat diubah lagi. Oleh sebab itu,
mengingat bahwa janji yang diberikan kepada Abraham bersifat
sebagai wasiat, janji itu tetap kokoh dan tidak dapat diubah lagi.
Selanjutnya, jika ada yang berkata bahwa suatu pemberian
atau wasiat boleh dibatalkan sebab tidak adanya orang-orang
yang menyatakan diri untuk menerimanya (ay. 16), maka Rasul
Paulus menunjukkan bahwa dalam hal ini tidak terdapat ke-
mungkinan seperti itu. Abraham sudah mati, dan para nabi juga
sudah mati, namun wasiat atau perjanjian itu dibuat dengan Abra-
ham dan keturunannya. Rasul Paulus memberi kita ulasan yang
sungguh mengejutkan mengenai hal ini. Kita bisa saja berpikir
bahwa yang dimaksudkan hanyalah bangsa Yahudi. Tidak, kata
Rasul Paulus, yang dimaksudkan hanyalah satu orang, yaitu dan
kepada keturunanmu, yaitu Kristus. Dengan demikian, wasiat itu
masih memiliki kekuatan, sebab Kristus hidup selama-lamanya
dan di dalam keturunannya secara rohani, dan mereka itu adalah
milik-Nya melalui iman. Jika ada yang bersikeras bahwa hukum
Taurat yang diberikan Musa telah membatalkan perjanjian ini
sebab hukum tersebut sangat mengandalkan perbuatan dan
begitu sedikit membicarakan iman ataupun Mesias yang dijanji-
kan, maka Rasul Paulus menjawab bahwa hukum berikutnya
tidak dapat membatalkan perjanjian atau janji sebelumnya (ay.
18). Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum
Taurat, ia tidak berasal dari janji; namun , kata Paulus, oleh janjilah
Allah telah menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada Abraham.
Oleh sebab itu akan menjadi tidak sesuai dengan kekudusan,
hikmat, serta kesetiaan-Nya, jika Ia sampai mengesampingkan
janji-Nya itu melalui tindakan berikutnya, sehingga dengan demi-
kian mengubah cara pembenaran yang telah ditetapkan-Nya sebe-
lumnya. Jika warisan telah diberikan kepada Abraham melalui
janji, dan diturunkan kepada keturunannya secara rohani, maka
kita boleh yakin bahwa Allah tidak akan menarik kembali janji
itu. Sebab, Dia bukanlah manusia sehingga menyesali apa yang
telah dilakukan-Nya.
Maksud Hukum Taurat;
Anak-anak Abraham yang Sejati
(3:19-29)
19 Kalau demikian, apakah maksudnya hukum Taurat? Ia ditambahkan oleh
sebab pelanggaran-pelanggaran sampai datang keturunan yang dimaksud
oleh janji itu dan ia disampaikan dengan perantaraan malaikat-malaikat ke
dalam tangan seorang pengantara. 20 Seorang pengantara bukan hanya me-
wakili satu orang saja, sedangkan Allah adalah satu. 21 Kalau demikian, ber-
tentangankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Sekali-kali tidak. Se-
bab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghi-
dupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat. 22 namun
Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa,
supaya oleh sebab iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada
mereka yang percaya. 23 Sebelum iman itu datang kita berada di bawah
pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan.
24 Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang,
supaya kita dibenarkan sebab iman. 25 Sekarang iman itu telah datang,
sebab itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun. 26 Sebab
kamu semua adalah anak-anak Allah sebab iman di dalam Yesus Kristus. 27
sebab kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan
Kristus. 28 Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak
ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, sebab
kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. 29 Dan jikalau kamu ada-
lah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak
menerima janji Allah.
sesudah Rasul Paulus berbicara tentang janji yang diberikan kepada
Abraham dan menyatakannya sebagai aturan pembenaran kita, dan
bukan hukum Taurat, maka supaya orang tidak berpikir bahwa ia
terlampau mengecilkan hukum Taurat dan membuatnya sama sekali
tidak bermanfaat, ia mengambil kesempatan untuk membicarakan
rancangan dan sifat hukum itu, serta memberitahukan kepada kita
tujuan-tujuan hukum tersebut diberikan. Orang mungkin saja
bertanya, Jika janji itu sudah cukup untuk memperoleh keselamat-
an, untuk apa orang menjalankan hukum Taurat? Atau, mengapa
Allah memberikan hukum Taurat melalui Musa? Atas pertanyaan ini
Rasul Paulus menjawab,
I. Hukum Taurat ditambahkan oleh sebab pelanggaran-pelanggaran
(ay. 19). Ia tidak dirancang untuk membatalkan janji itu dan un-
tuk menetapkan cara memperoleh pembenaran yang berbeda
dengan yang telah ditetapkan melalui janji itu. Sebaliknya, ia
ditambahkan kepada janji itu, sengaja ditambahkan untuk mela-
yani pencapaian janji itu. Hal ini terjadi oleh sebab pelanggaran-
pelanggaran. Meskipun telah terpilih menjadi umat khusus Allah,
orang Israel berbuat dosa sama seperti bangsa lain. Itulah sebab-
nya hukum Taurat diberikan untuk menyadarkan mereka akan
dosa dan perilaku mereka yang menjijikkan sehingga menimbul-
kan murka ilahi. sebab justru oleh hukum Taurat orang mengenal
dosa (Rm. 3:20), dan hukum Taurat ditambahkan, supaya pelang-
garan menjadi semakin banyak (Rm. 5:20). Hukum Taurat juga
dimaksudkan untuk menahan mereka berbuat dosa, untuk mena-
namkan rasa takut dan hormat dalam pikiran mereka, dan untuk
mengekang hawa nafsu mereka. Juga supaya mereka tidak jatuh
ke dalam kekacauan yang memang menjadi kecenderungan alami
mereka. Selain itu, pada saat yang sama, hukum Taurat diran-
cang untuk menuntun mereka kepada satu-satunya cara yang
benar yang dengannya dosa ditebus, supaya mereka dapat mem-
peroleh pengampunan atas dosa. Jalan satu-satunya itu adalah
melalui kematian dan pengorbanan Kristus, yang merupakan tu-
juan khusus mengapa hukum korban persembahan dan penyu-
cian diberikan.
Rasul Paulus menambahkan bahwa hukum Taurat diberikan
untuk tujuan ini sampai datang keturunan yang dimaksud oleh
janji itu. Artinya, sampai Kristus datang (keturunan utama yang
dimaksudkan dalam janji itu, seperti yang telah ditunjukkan
Rasul Paulus sebelumnya), atau sampai masa penyelanggaraan
Injil berlaku, saat orang Yahudi dan orang bukan Yahudi tanpa
terkecuali, menjadi keturunan Abraham sebab percaya. Hukum
Taurat ditambahkan oleh sebab pelanggaran-pelanggaran, sam-
pai kegenapan waktu tersebut, atau sampai masa penyelenggara-
an Injil itu tiba. Namun, saat Keturunan itu datang, dan kasih
karunia ilahi dalam janji itu semakin terungkap, hukum Taurat
yang diberikan Musa itu akan berakhir. Perjanjian itu, yang dida-
pati tidak dijalankan dengan baik, harus memberi tempat kepada
janji yang lain dan yang lebih baik (Ibr. 8:7-8). Meskipun hukum
Taurat, yang dianggap hukum alam, hingga kini senantiasa masih
memiliki kekuatan dan masih tetap berguna untuk menyadarkan
manusia akan dosa, serta untuk mencegah orang dari berbuat
dosa, namun kita sekarang tidak lagi berada di dalam belenggu
serta kengerian perjanjian hukum itu. sebab itu, hukum Taurat
tidak dimaksudkan untuk memberikan jalan