Selasa, 11 Februari 2025

riwayat hidup nabi muhammad 8


 erlakukan 

sesuai dengan itu?” 

“Aku tidak dapat memperlakukan seseorang menurut apa yang 

ada di dalam hatinya. Allah  tidak menugaskan itu kepadaku. Aku hanya 

dapat memperlakukan seseorang menurut perkataan dan perbuatannya.” 

Rasulullah s.a.w. menerangkan selanjutnya bahwa orang tersebut 

bersama-sama dengan orang-orang lain dan sanak-saudaranya pada suatu 

hari akan membangkitkan pemberontakan dalam Islam. Kata-kata 

Rasulullah s.a.w. itu ternyata benar. Di zaman Ali, Khalifah Islam 

keempat, orang itu dan kawan-kawannya mengadakan pemberontakan 

dan menjadi pimpinan-pimpinan golongan Islam yang terkutuk, ialah 

kaum Khawarij. Sesudah menghadapi kaum Hawazin, Rasulullah s.a.w. 

kembali ke Medinah. Untuk kaum Medinah hari itu merupakan hari 

besar kedua. Hari besar pertama ialah saat dahulu saat  Rasulullah 

s.a.w. tiba di Medinah sebagai seorang pengungsi yang menjauhi 

kekejaman kaum Mekkah. Pada hari ini Rasulullah s.a.w. tiba untuk 

kedua kalinya di Medinah, penuh dengan kegembiraan sebab  maklum 

akan ketetapan hati beliau menjadikan Medinah sebagai tempat tinggal 

beliau. 

Tipu Muslihat Abu Amir 

Sekarang kita beralih kepada kegiatan seseorang bernama Abu 

Amir Madani. Ia tergolong dalam suku Khazraj. Lewat pergaulan lama 

dengan kaum Yahudi dan Kristen, ia mendapat kebiasaan bertafakkur 

dan berzikir. sebab  kebiasaan itu ia lazim dikenal sebagai Rahib Abu 

Amir. namun , ia bukan Kristen. saat  Rasulullah s.a.w. pergi ke 

Medinah sesudah Hijrah, Abu Amir melarikan diri dari Medinah ke 

Mekkah. Pada akhirnya, saat  Mekkah juga tunduk di bawah pengaruh 

Islam yang kian berkembang, ia mulai melancarkan siasat baru melawan 

Islam. Namanya dan cara kebiasaan berpakaiannya diubahnya, dan ia 

menetap di Quba, sebuah kampung di dekat Medinah. sebab  ia telah 

lama meninggalkan daerah itu dan ia telah mengubah penampakannya 

dan pakaiannya, orang-orang Medinah tidak mengenalnya lagi. Hanya 

orang-orang munafik yang mengenalnya, sebab  ada hubungan rahasia 

dengan dia. Ia membuat orang-orang munafik Medinah serahasia dan 

dengan bantuannya ia merencanakan berangkat ke Siria serta membakar 

hati penguasa-penguasa Kristen dan orang-orang Kristen Arabia untuk 

menggempur Medinah. Sementara ia sibuk dalam tugas jahatnya itu di 

daerah Utara, ia telah merencanakan menyebar racun kebencian di 

Medinah. Mitra-mitranya, orang-orang munafik, harus menyebarkan 

kabar bohong bahwa Medinah akan diserang oleh orang-orang Siria. 

Sebagai hasil dari persekongkolan bercabang dua itu, Abu Amir 

mengharapkan bahwa kaum Muslimin dan orang-orang Kristen Siria 

akan berperang. Jika rencananya ini tidak berhasil, ia mengharapkan 

bahwa orang-orang Islam sendiri akan terhasut untuk menyerang Siria. 

Dalam keadaan itu pun perang dapat meletus antara kaum Muslimin dan 

kaum Siria, dan Abu Amir mendapatkan sesuatu untuk bergembira. 

Untuk menyempurnakan rencananya itu ia pergi ke Siria. 

saat  ia telah berangkat, orang-orang munafik Medinah sesuai 

dengan rencana itu - mulai menyebar desas-desus bahwa kafilah-kafilah 

telah nampak datang untuk menyerang Medinah. saat  kafilah itu tak 

kunjung datang, mereka mendesas-desuskan semacam penjelasan. 

Gerakan Militer Ke Tabuk 

Desas-desus itu menjadi begitu santer sehingga Rasulullah s.a.w. 

memandang perlu untuk memimpin sendiri suatu pasukan Muslimin 

untuk menghadapi Siria. Masa itu masa paceklik. Arabia ada di dalam 

cengkeraman wabah. Panen tahun yang lampau buruk sehingga gandum 

dan buah-buahan tersedia hanya sedikit. Panen yang akan datang belum 

tiba waktunya. Waktu itu akhir September atau permulaan Oktober 

tatkala Rasulullah s.a.w. bertolak dalam rangka misi itu. Kaum munafik 

tahu benar bahwa desas-desus itu ulah mereka sendiri. Mereka 

mengetahui pula bahwa rencana mereka ialah memberi dorongan kepada 

kaum Muslimin untuk menyerang Siria jika orang-orang Siria tidak 

menyerang kaum Muslimin. Bagaimanapun juga halnya, suatu 

perkelahian dengan kerajaan Roma yang besar itu akan membawa akibat 

kehancuran kaum Muslimin. Pelajaran dari pertempuran Mu’ta ada di 

hadapan mereka. Di Mu’ta kaum Muslimin harus menghadapi bala 

tentara yang begitu besar sehingga hanya dengan susah payah mereka 

masih mampu mengundurkan diri. Kaum munafik mengharapkan dapat 

mementaskan Mu’ta kedua, saat ada kemungkinan Rasulullah s.a.w. 

gugur. Sambil kaum munafik sibuk menyebar desas-desus tentang 

serangan Siria terhadap kaum Muslimin, mereka mengadakan segala 

upaya untuk menanam rasa ketakutan dalam pikiran kaum Muslimin. 

Bangsa Siria dapat membentuk angkatan perang berkekuatan besar 

sehingga kaum Muslimin tak akan mengharap dapat menahannya. 

Mereka mendesak agar orang-orang Islam ikut dalam bentrokan senjata 

dengan Siria. 

Pola rencana mereka ialah di satu pihak akan merangsang kaum 

Muslimin untuk menyerang Siria dan di pihak lain menakut-nakuti agar 

mereka tidak berangkat dalam jumlah yang besar. Mereka menghendaki 

kaum Muslimin berperang dengan Siria dan mendapat kekalahan. namun 

segera sesudah Rasulullah s.a.w. mengumumkan keinginan beliau 

memimpin sendiri gerakan militer itu, semangat kaum Muslimin meluap-

luap. Mereka tampil ke muka, menawarkan diri berkorban untuk 

kepentingan agama. Kaum Muslimin memiliki perlengkapan yang buruk 

untuk menghadapi peperangan yang berukuran begitu besar. Baitul Mal 

telah kosong. Hanya orang-orang Muslim kaya yang memiliki  sarana-

sarana untuk membiayai keperluan perang. Orang-orang Muslim secara 

perseorangan berlomba-lomba dalam semangat pengorbanan untuk 

kepentingan agama. Diriwayatkan bahwa, saat  gerakan militer itu 

sedang bergerak dan Rasulullah s.a.w. mengimbau untuk pengumpulan 

dana, Utsman menyerahkan sebagian besar kekayaannya. Sumbangannya 

berjumlah kira-kira seribu dinar emas. Orang-orang Muslim lainnya pun 

menyerahkan sumbangannya menurut kemampuan masing-masing. 

Orang-orang Muslim yang miskin pun diberi binatang tunggangan, 

pedang, dan tombak. Semangat menggelora. Pada waktu itu di Medinah 

ada serombongan Muslimin yang telah datang berhijrah dari Yaman. 

Mereka sangat miskin. Beberapa di antara mereka menghadap 

Rasulullah s.a.w. dan menawarkan diri berkorban untuk gerakan militer 

itu. Mereka berkata, “Ya, Rasulullah, bawalah kami menyertai anda. 

Kami tidak menghendaki apa-apa selain sarana untuk berangkat.” 

Al-Qur’an mengisyaratkan kepada orang-orang Muslim ini dan 

penawaran diri mereka dengan kata-kata sebagai berikut: 

Dan, tidak pula ada celaan terhadap orang-orang yang saat  mereka 

datang kepada engkau supaya engkau menyediakan kendaraan bagi 

mereka, engkau berkata, “Aku tidak memperoleh sesuatu yang dapat 

mengangkut kamu;” mereka kembali dengan mata mereka berlinang oleh 

air mata sebab  sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa-apa 

yang dapat mereka belanjakan (9:92). 

Maksudnya, mereka tidak dapat disalahkan sebab  mereka tidak 

memiliki sarana-sarana sehingga tidak dapat ikut ke medan perang, namun 

mereka mengajukan permohonan kepada Rasulullah s.a.w. untuk 

memperlengkapi mereka dengan sarana angkutan ke medan perang. 

Rasulullah s.a.w. tak mampu memberikan sarana angkutan, maka mereka 

sangat menyesal atas kemiskinan mereka, dan tak mampu 

menyumbangkan diri untuk berperang antara kaum Muslimin dan bangsa 

Siria. 

Abu Musa yaitu  pemimpin mereka. saat  ditanyakan apa 

yang mereka minta, ia berkata, “Kami tidak minta unta-unta atau kuda-

kuda. Kami hanya mengatakan tidak punya sepatu dan tidak dapat 

menempuh perjalanan jauh itu dengan kaki tak beralas. Jika kami punya 

sepatu, kami dapat ikut serta dengan berjalan kaki dan ikut berperang, 

berdampingan dengan saudara-saudara Muslim lainnya.” 

saat  lasykar itu bergerak menuju Siria, dan kaum Muslimin 

belum lupa akan penderitaan mereka di Mu’ta, maka tiap-tiap orang 

Muslim sarat dengan kegelisahan dan kekhawatiran akan keselamatan 

Rasulullah s.a.w.. Wanita-wanita Medinah juga memainkan peranan 

mereka. Mereka sibuk mendorong suami dan anak-anak laki-laki mereka 

untuk ikut dalam peperangan. Seorang Sahabat, yang saat itu kebetulan 

pergi ke luar Medinah, datang kembali saat  Rasulullah s.a.w. telah 

berangkat bersama lasykar. Sahabat itu masuk ke rumahnya dan 

mengharapkan sang istri akan menyambutnya dengan cinta dan keharuan 

selayak seorang wanita yang berjumpa dengan suaminya sesudah mereka 

berpisah sekian lama. Ia mendapati istrinya tengah duduk di halaman 

rumah dan ia melangkah hendak memeluk dan menciumnya. namun 

istrinya mengangkat tangan dan mendorongnya ke belakang. Sang suami 

yang terperangah memandang istrinya dan berkata, “Inikah perlakuan 

terhadap seseorang yang baru pulang sesudah lama berpisah?” 

“Tidak malukah engkau?” jawab istrinya. “Rasulullah s.a.w. 

harus berangkat dalam suatu gerakan militer yang berbahaya, dan engkau 

ini mau bercumbu dengan istri? Kewajiban engkau yang pertama ialah 

berangkat ke medan perang. Sesudah itu, kita lihat urusan lainnya nanti.” 

Diriwayatkan bahwa Sahabat itu segera meninggalkan 

rumahnya, memasang pelana kudanya dan berangkat menyusul 

Rasulullah s.a.w.. Pada jarak perjalanan tiga hari ia dapat menyusul 

lasykar Islam. 

Orang-orang kafir dan orang-orang munafik barangkali 

menyangka bahwa Rasulullah yang bertindak lantaran desas-desus yang 

mereka hembuskan dan siarkan itu, akan menyerbu tentara Suriah tanpa 

pertimbangan dahulu. Mereka lupa bahwa Rasulullah s.a.w. bertujuan 

memberi contoh kepada anak-cucu para pengikut beliau di masa-masa 

yang akan datang. saat  Rasulullah s.a.w. telah sampai di dekat Siria, 

beliau berhenti dan mengirim orang-orang ke pelbagai jurusan untuk 

melihat keadaan. Orang-orang itu kembali dan melaporkan bahwa di 

mana pun tak ada  pemusatan kekuatan tentara Suriah, Rasulullah 

s.a.w. mengambil keputusan untuk kembali, namun tinggal selama 

beberapa hari. Pada hari-hari itu beliau menandatangani persetujuan-

persetujuan dengan beberapa suku di perbatasan. Tidak ada perang dan 

tidak ada pertempuran. Perjalanan itu meminta waktu Rasulullah s.a.w. 

dua setengah bulan. saat  kaum munafik Medinah mengetahui bahwa 

rencana mereka untuk mengobarkan peperangan antara kaum Muslimin 

dan bangsa Siria itu gagal, dan bahwa Rasulullah s.a.w. ada dalam 

perjalanan pulang dalam keadaan sehat wal afiat, mereka merasa takut 

bahwa tipu muslihat mereka akan terbongkar. Mereka takut akan 

hukuman yang sekarang patut diterima mereka. namun mereka tidak 

menghentikan rencana jahat mereka. Mereka mempersiapkan suatu 

pasukan dan menempatkannya di kedua sisi jalan sempit, tak berapa jauh 

dari Medinah. Jalan itu begitu sempit sehingga hanya dapat dilalui satu 

runtunan. saat  Rasulullah s.a.w. dan lasykar Muslim mendekati tempat 

itu, beliau mendapat petunjuk dengan perantaraan wahyu, bahwa musuh 

sedang menghadang dikanan kiri jalan sempit itu. Rasulullah s.a.w 

memerintahkan para Sahabat untuk mengadakan penyelidikan. saat  

mereka tiba di tempat itu mereka lihat orang-orang tengah bersembunyi 

dengan maksud yang jelas untuk menyerang. namun orang-orang itu 

melarikan diri, segera sesudah  mereka dipergoki rombongan penyelidik 

itu. Rasulullah s.a.w. memutuskan jangan mengejar mereka. 

saat  Rasulullah s.a.w. tiba di Medinah, orang-orang munafik 

yang telah sengaja menghindarkan diri dari ikut serta ke medan 

pertempuran mulai membuat-buat dalih yang lemah lagi dicari-cari. 

namun Rasulullah s.a.w. menerima dalih-dalih itu. Di samping itu beliau 

merasa bahwa waktunya telah tiba, saat  kemunafikan mereka harus 

dibongkar. Beliau mendapat perintah Ilahi untuk membongkar mesjid di 

Quba yang telah didirikan kaum munafikin untuk memungkinkan 

mereka mengadakan pertemuan rahasia mereka. Kaum munafikin 

terpaksa bersembahyang bersama-sama dengan orang-orang Muslim 

lainnya. Tidak ada hukuman lain yang dikenakan kepada mereka. 

Kembalinya dari Tabuk, Rasulullah s.a w. mendapat kabar bahwa orang-

orang Ta’if pun telah bai’at dan masuk Islam. Dalam waktu yang singkat 

Arabia berada di bawah kibaran bendera Islam. 

Haji Terakhir 

Pada tahun kesembilan Hijrah, Rasulullah s.a.w. berangkat guna 

naik Haji ke Mekkah. Pada hari Haji beliau menerima wahyu yang 

mengandung ayat Al-Qur’an yang masyhur, berbunyi: 

Hari ini telah Ku-sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Ku-

lengkapkan nikmat-Ku atasmu, dan telah Ku-sukai bagimu Islam sebagai 

agama (5:4). 

Ayat ini menjelaskan bahwa Amanat yang diemban Rasulullah 

s.a.w. dari Allah  dan yang telah dijabarkan sepanjang tahun-tahun ini 

dengan kata-kata dan perbuatan beliau, telah lengkap. Tiap-tiap bagian 

Amanat ini merupakan rahmat. Amanat yang disempurnakan sekarang 

mengandung rahmat paling luhur yang dapat diterima umat manusia dari 

Allah . Amanat itu disimpulkan dalam nama “Al-lslam,” yang berarti 

“penyerahan diri.” Penyerahan diri seyogyanya menjadi agama kaum 

Muslimin, agama seluruh umat manusia. Rasulullah s.a.w. membacakan 

ayat ini di lembah Muzdalifa, saat para peziarah berkumpul. Kembalinya 

dari Muzdaifa, Rasulullah s.a.w. berhenti di Mina. Hari itu yaitu  hari 

kesebelas bulan Dhul-Hijah. Rasulullah s.a.w. berdiri di hadapan 

khalayak ramai orang-orang Muslim dan mengucapkan khutbah yang 

termasyhur dalam sejarah sebagai Khutbatul-Wida. Dalam Khutbah itu 

beliau bersabda: 

Wahai sekalian manusia, dengarkanlah baik-baik. Sebab, aku tidak 

tahu apa aku akan berdiri lagi di hadapan kalian di lembah ini, dan 

mengucapkan khutbah seperti aku berkhotbah sekarang, atau tidak. 

Jiwamu dan harta milikmu telah dikebalkan oleh Allah  dari serangan-

serangan oleh satu sama lain sampai Hari Pembalasan. Allah  telah 

menetapkan untuk tiap orang, bagian dalam harta warisan. Sekarang 

tidak diizinkan pembagian warisan yang merugikan kepentingan-

kepentingan ahli waris yang sah. Seorang anak yang dilahirkan di suatu 

rumah mana pun, akan dipandang anak ayah dalam rumah itu. Siapa 

membantah kebapakan anak itu bertanggungjawab dan dapat dijatuhi 

hukuman menurut hukum Islam. Barangsiapa menghubungkan 

kelahirannya dengan ayah orang lain, atau mengakui dengan palsu 

seseorang sebagai tuannya, Allah , Malaikat-Malaikat-Nya dan seluruh 

umat manusia akan mengutuknya. Wahai, sekalian manusia, kalian 

memiliki  beberapa hak atas istri-istrimu, namun istri-istrimu pun 

memiliki  beberapa hak atas kalian. Hakmu atas mereka ialah, mereka 

harus hidup suci dan tidak menempuh jalan yang membawa kehinaan 

kepada suaminya dalam pandangan kaumnya. Jika istri-istrimu tidak 

hidup sesuai dengan ini, maka kalian berhak menghukum mereka. Kalian 

dapat memberikan hukuman kepada mereka sesudah mengadakan 

penyelidikan yang tepat, oleh suatu badan yang berwewenang, dan 

sesudah  hakmu memberikan hukuman itu telah terbukti. Walaupun 

demikian, hukuman dalam perkara demikian hendaknya tidak terlalu 

berat. namun , jika istri-istrimu tidak berbuat hal demikian, dan tindak-

tanduk mereka tidak akan menimbulkan kecemaran kepada suami 

mereka, maka kalian wajib menjamin makan, pakaian, dan perumahan, 

sesuai dengan tingkat kehidupanmu sendiri. Ingatlah, kalian harus 

senantiasa memperlakukan istri-istrimu dengan baik. Allah  telah 

membebani kalian dengan kewajiban memelihara mereka. Wanita itu 

lemah dan tidak dapat menjaga hak-hak mereka sendiri. Bila kalian 

kawin, Allah  menunjuk kalian sebagai pengemban amanat hak-hak itu. 

Kalian telah membawa istri-istrimu ke rumahmu di bawah naungan 

Hukum Allah . Maka kalian hendaknya tidak melanggar amanat yang 

telah diletakkan Allah  dalam tanganmu. Wahai, sekalian manusia, kalian 

masih memiliki  beberapa tawanan perang. Maka, aku menasihatkan 

kepadamu untuk memberi makan dan pakaian yang sama seperti yang 

kalian makan dan pakai sendiri. Jika mereka berbuat kesalahan yang 

kalian tidak dapat memaafkannya, berikanlah dia kepada orang lain. 

Mereka itu sebagian dari makhluk Allah  juga. Menyakiti mereka atau 

menyusahkan mereka tidak dibenarkan. Wahai, sekalian manusia! Apa-

apa yang kukatakan kepada kalian, harus kalian ikuti dan ingat-ingat. 

Semua Muslim itu saudara antara satu sama lain. Semua kalian sama. 

Semua orang, dari bangsa atau suku mana pun mereka datang, dan 

martabat hidup apa pun yang mereka pegang, yaitu  sama. 

Sambil bersabda demikian Rasulullah mengangkat tangan beliau 

dan merapatkan jari-jari tangan yang satu dengan jari-jari tangan yang 

lain dan kemudian bersabda: 

Seperti jari-jari kedua tangan ini sama, demikian pulalah manusia itu 

sama dengan manusia lain. Tak seorang pun memiliki  hak apa pun, 

kelebihan apa pun atas orang lain. Semua kalian yaitu  bersaudara. 

Seterusnya Rasulullah s.a.w. bersabda : 

Tahukah kalian bulan apa bulan ini? Daerah apakah ini? Hari apakah 

sekarang ini? 

Kaum Muslimin menjawab bahwa mereka mengetahui bulan itu 

bulan suci, tanah itu tanah suci, dan hari itu hari Haji. Maka Rasulullah 

s.a.w. bersabda: 

Seperti halnya bulan ini suci, tanah ini tanah suci dan hari ini hari 

suci, demikian pula halnya Allah  telah menjadikan jiwa, harta-benda 

dan kehormatan tiap-tiap orang suci. Merampas jiwa seseorang atau 

harta-bendanya atau menyerang kehormatannya yaitu  tidak adil dan 

salah, sama halnya seperti menodai kesucian hari ini, bulan ini, dan 

daerah ini. Apa yang kuperintahkan pada hari ini dan di daerah ini berarti 

bukan hanya untuk hari ini. Perintah-perintah ini yaitu  untuk sepanjang 

masa. Kalian diharapkan mengingat dan bertindak sesuai dengannya 

sampai kalian meninggalkan alam dunia ini dan berangkat ke alam nanti 

untuk menghadap Khalik-mu. 

Akhirnya beliau bersabda: 

Apa-apa yang telah kukatakan kepada kalian, sampaikanlah ke 

pelosok-pelosok dunia. Mudah-mudahan mereka yang tidak 

mendengarku sekarang akan mendapatkan faedah lebih dari pada mereka 

yang telah mendengarnya (Sihah Sitta, Tabari, Hisyam dan Khamis). 

Khutbah Rasulullah s.a.w. ini merupakan intisari seluruh ajaran 

dan jiwa Islam. Khutbah ini memperlihatkan betapa mendalamnya 

perhatian Rasulullah s.a.w. kepada kesejahteraan umat manusia dan 

keamanan serta perdamaian dunia; pula betapa mendalamnya perhatian 

beliau pada hak-hak wanita dan makhluk-makhluk lain yang lemah. 

Rasulullah s.a.w. mengetahui bahwa wafat beliau telah dekat. Beliau 

telah mendapat firasat dari Allah  mengenai wafat beliau. Di antara 

perhatian dan keprihatinan beliau yang tercermin dalam ucapan yaitu  

perhatian dan keprihatinan beliau tentang perlakuan terhadap wanita oleh 

kaum pria. Beliau berupaya bahwa beliau tidak meninggalkan alam 

dunia ini ke alam akhirat tanpa menjamin kedudukan kaum wanita 

sebagai hak mereka. Sejak manusia dilahirkan, wanita dipandang sebagai 

budak dan pelayan kaum pria. Itulah salah satu yang diperhatikan 

Rasulullah s.a.w.. Perhatian lain tertuju kepada tawanan-tawanan perang. 

Mereka dipandang dengan sikap salah dan diperlakukan sebagai budak 

dan menderita berbagai kekejaman dan pelampauan batas. Rasulullah 

s.a.w. merasa tidak boleh meninggalkan alam dunia ini tanpa menjamin 

tawanan-tawanan perang akan hak-hak yang merupakan milik mereka 

dalam pandangan Ilahi. Kesenjangan sosial antara manusia dengan 

manusia merupakan beban pikiran bagi Rasulullah s.a.w.. Kadang-

kadang kesenjangan-kesenjangan sosial itu diperuncing sampai taraf 

yang tak terkendalikan. Beberapa orang dijunjung setinggi langit dan 

orang-orang yang lainnya dihinakan serendah-rendahnya. Keadaan yang 

menimbulkan kesenjangan-kesenjangan ini menjadi sebab timbulnya 

permusuhan dan peperangan antara bangsa dengan bangsa dan negara 

dengan negara. Rasulullah s.a.w. memperhatikan juga kesukaran-

kesukaran ini. Jika jiwa kesenjangan tidak dibunuh dari keadaan-keadaan 

yang mendorong seseorang merampas hak-hak orang lain dan 

menyerang nyawa dan harta-benda mereka - jika keadaan-keadaan yang 

merajalela di masa kerunAllah  akhlak itu tidak dihilangkan, perdamaian 

dan kemajuan dunia tidak terjamin. Beliau mengajarkan bahwa jiwa dan 

harta benda manusia memiliki  kesucian yang sama seperti yang 

terkandung di dalam hari-hari suci, bulan-bulan suci, dan tempat-tempat 

suci. Tidak ada orang yang memiliki  keprihatinan dan perhatian 

begitu besar seperti Rasulullah s.a.w. untuk kesejahteraan wanita, hak-

hak si lemah dan untuk perdamaian antara bangsa-bangsa. Tidak ada 

seorang pun yang berbuat seperti Rasulullah s.a.w. untuk memperhatikan 

persamaan antara sesama umat manusia. Tidak ada orang yang begitu 

merana, demi kebaikan manusia, seperti beliau. Maka hal itu tidak 

mengherankan jika Islam senantiasa menjunjung hak-hak wanita untuk 

memiliki dan mendapatkan harta warisan. Bangsa-bangsa Eropa tidak 

memaklumi hak ini sebelum kira-kira seribu tiga ratus tahun sesudah 

Islam lahir. Tiap-tiap orang yang masuk Islam menjadi setara dengan 

lainnya sekalipun ia berasal dan kalangan masyarakat yang rendah. 

Kemerdekaan dan persamaan yaitu  sumbangan yang menjadi ciri khas 

Islam kepada peradaban dunia. Konsepsi agama-agama lain mengenai 

kemerdekaan dan persamaan yaitu  jauh tertinggal oleh konsepsi yang 

diajarkan dan diamalkan oleh Islam. 

Di dalam mesjid, seorang raja, seorang pemimpin agama, dan 

seorang rakyat jelata memiliki  kedudukan yang sama; tidak ada 

perbedaan antara mereka. Di tempat-tempat peribadatan agama-agama 

dan bangsa-bangsa lain, perbedaan-perbedaan itu ada sampai hari ini 

walaupun agama-agama dan bangsa-bangsa itu menggemborkan telah 

berbuat lebih daripada Islam untuk kemerdekaan dan persamaan. 

Rasulullah Memberi Isyarat Tentang Wafat Beliau 

Dalam perjalanan pulang, Rasulullah s.a.w. memberitahukan lagi 

kepada para Sahabat mengenai hampir sampainya wafat beliau. Beliau 

bersabda: 

Wahai sekalian manusia, aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku 

boleh mendapat panggilan pada suatu hari, dan aku harus pergi. 

Majikanku Yang Maha Pengasih dan Maha Hidup telah memberitahukan 

kepadaku bahwa seorang Nabi hidup setengah umur Nabi sebelumnya*. 

Aku kira akan cepat menerima Panggilan itu dan aku akan berangkat. 

Wahai para Sahabatku sekalian, aku harus menjawab Allah  dan kalian 

juga harus memberi jawaban. Apakah yang kelak akan kamu katakan?” 

                                                     

* Ini bukan dimaksudkan sebagai kaidah umum. Ini hanya menunjuk kepada 

usia Rasulullah s.a.w.. Sebuah Hadits menetapkan umur Nabi Isa a.s. sekitar 

seratus dua puluh tahun. sebab  beliau sudah mencapai usia enam puluh dua 

atau enam puluh tiga tahun, maka beliau berpikir bahwa akhir hayat beliau 

mungkin sudah hampir tiba. (Red.) 

Atas pertanyaan itu para Sahabat berkata, “Kami akan 

mengatakan bahwa anda telah menyampaikan Islam dengan baik dan 

anda telah membaktikan seluruh kehidupan anda untuk mengkhidmati 

Agama. “Anda memiliki  hasrat sempurna demi kebaikan umat 

manusia. Kami akan berkata: Ya Allah, anugerahkan kepadanya sebaik-

baik rahmat.” 

Kemudian Rasulullah s.a.w. bertanya, “Apakah kamu menjadi 

saksi bahwa Allah  itu Esa; bahwa Muhammad itu abdi dan Rasul-Nya; 

bahwa surga dan neraka itu suatu kenyataan; bahwa mati itu pasti; bahwa 

semua yang sudah mati pada suatu hari akan dibangkitkan dari kubur 

mereka, dihidupkan lagi dan dikumpulkan?” 

“Ya,” jawab para Sahabat, “Kami bersaksi atas semua kebenaran 

itu.” Sambil menengadah, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jadilah Engkau 

juga saksi tentang itu bahwa aku telah menerangkan Islam kepada 

mereka.”  

Sesudah Haji ini Rasulullah s.a.w. amat sibuk mengajar dan 

mendidik para pengikut beliau, berusaha keras meningkatkan taraf 

akhlak mereka dan mengubah serta menghaluskan perilaku mereka. 

Kematian beliau sendiri sering menjadi buah tutur beliau, dan beliau 

menyiapkan mereka untuk menghadapi kenyataan itu. 

Pada suatu hari, sambil bangkit untuk memberi khutbah kepada 

orang-orang mukmin, beliau bersabda, “Hari ini aku telah menerima 

wahyu: 

Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau 

melihat manusia akan masuk ke dalam agama Allah berbondong-

bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Allah  engkau, dan 

mohonlah ampunan-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat“ 

(110:2-4). 

Maksudnya, saat akan tiba saat , dengan pertolongan Ilahi, 

rombongan demi rombongan manusia akan masuk Islam, sebab  itu 

seyogyanya Rasulullah s.a.w. - dan para pengikut beliau - menyanjung-

puji Allah  dan mendoa kepada-Nya untuk melenyapkan segala kendala 

(rintangan) yang menghalangi upaya penegakan agama. 

Rasulullah mempergunakan suatu perumpamaan pada peristiwa 

itu. Allah  bersabda kepada manusia, “Jika kamu suka, kamu boleh 

pulang kepada-Ku, atau kamu boleh bekerja barang sebentar lagi guna 

mengadakan islah di dunia.” Orang itu menjawab, bahwa ia memilih 

pulang kepada Allah -nya. 

Abu Bakar ada di antara para pendengar. Ia telah mendengar 

khutbah terakhir Rasulullah s.a.w. dengan hati bergelora dan cemas - 

gelora hati seorang mukmin besar dan kecemasan seorang sahabat, dan 

pengikut yang di dalam khutbah itu dapat melihat tanda-tanda wafat 

Rasulullah s.a.w.. sesudah  mendengar perumpamaan itu, Abu Bakar tidak 

dapat menguasai diri lagi. Ia menangis sedu-sedan. Para Sahabat lainnya 

yang hanya melihat segi permukaan dari apa yang mereka dengar, 

terheran-heran saat  Abu Bakar menangis. “Apakah yang terjadi 

dengan Abu Bakar?” mereka bertanya-tanya. Rasulullah s.a.w. sedang 

menggambarkan kemenangan Islam yang akan datang, namun ia malah 

menangis. Terutama Umar merasa kesal hati terhadap Abu Bakar. 

Rasulullah s.a.w. memberikan khabar-suka, namun orang tua itu 

menangis. Hanya Rasulullah s.a.w. yang menangkap arti dari apa yang 

terjadi. Hanya Abu Bakar yang mengerti maksud beliau - begitu dalam 

pikiran beliau. Hanya dia yang dapat melihat bahwa ayat-ayat yang 

menjanjikan kemenangan itu meramalkan pula mendekatnya wafat 

Rasulullah s.a.w.. 

Rasulullah s.a.w. selanjutnya bersabda, “Abu Bakar sangat 

kucintai. Jika diizinkan mencintai seseorang lebih dari yang lain-nya, 

aku akan mencintai Abu Bakar. namun , kecintaan semacam itu hanyalah 

hak Allah. Wahai kaumku, semua pintu yang menuju ke mesjid 

hendaknya ditutup mulai hari ini, kecuali pintu Abu Bakar.” 

Tidak ada syak sedikit pun bahwa perintah terakhir ini 

menyiratkan khabar ghaib bahwa, sesudah Rasulullah s.a.w., Abu Bakar 

akan menjadi Khalifah Pertama. Untuk memimpin orang-orang mukmin 

dalam sembahyang ia harus datang lima kali sehari ke mesjid dan untuk 

itu ia harus membiarkan pintu rumahnya ke mesjid terbuka. Beberapa 

tahun kemudian, di zaman tatkala Umar menjadi Khalifah, beliau 

bertanya kepada para hadirin arti ayat, “Apabila datang pertolongan dari 

Allah dan kemenangan.” Ternyata beliau ingat akan keadaan saat  

Rasulullah s.a.w. mengajarkan ayat itu dan ayat-ayat berikutnya kepada 

kaum Muslimin. Beliau tentu ingat juga bahwa pada saat itu hanya Abu 

Bakar yang mengerti arti ayat-ayat itu. Umar menguji coba pengetahuan 

kaum Muslimin tentang ayat-ayat itu. Mereka tidak mampu menangkap 

kandungan ayat-ayat itu pada waktu diturunkan, apakah mereka sekarang 

mengetahui akan artinya? lbnu Abbas, yang kira-kira berumur sepuluh 

atau sebelas tahun pada waktu turun wahyu itu dan yang sekarang 

berumur tujuh belas atau delapan belas, menyediakan diri untuk 

menjawab. Ia berkata, “Ya, Amirul Mukminin, ayat-ayat itu mengandung 

khabar ghaib tentang wafat Rasulullah s.a.w.. sebab  pekerjaan 

Rasulullah s.a.w. sudah selesai, beliau tak ingin lama-lama lagi tinggal di 

alam dunia ini. Kemenangan itu memiliki  segi yang menyedihkan, 

ialah, sudah dekatnya keberangkatan Rasulullah s.a.w. dari alam dunia 

ini.” Umar memuja Ibnu Abbas dan mengatakan bahwa saat  ayat-ayat 

itu diturunkan, hanya Abu Bakar-lah yang dapat menangkap artinya. 

Hari-Hari Terakhlr Kehldupan Rasulullah 

Akhirnya, makin mendekatlah hari yang harus dihadapi oleh 

tiap-tiap manusia. Pekerjaan Rasulullah s.a.w. telah selesai. Semua yang 

diwahyukan Allah  kepada beliau untuk kesejahteraan manusia telah 

diwahyukan. Jiwa Muhammad s.a.w. telah meresapkan kehidupan baru 

kepada kaumnya. Suatu bangsa baru telah timbul dengan pandangan 

hidup baru dan pranata-pranata (adat-adat) baru; pendek kata, langit baru 

dan bumi baru. Dasar-dasar tertib baru telah diletakkan. Tanah telah 

dibajak serta diairi dan benih disemai menjelang musim panen baru. Dan 

sekarang musim panen itu sendiri berangsur mulai nampak. namun bukan 

beliau yang akan menuainya. Kewajiban beliau hanya membajak, 

menanam, dan mengairi. Beliau datang sebagai pekerja, beliau tetap 

sebagai pekerja dan sekarang telah datang saatnya untuk berangkat 

sebagai pekerja. Beliau meraih ganjaran bukan dalam bentuk benda-

benda duniawi, namun dalam bentuk keridhaan Ilahi, Khaliq dan Majikan 

beliau. saat  saat musim panen tiba, beliau lebih menyukai pergi 

kepada Dia, membiarkan orang-orang lain memungutnya. 

 Rasulullah s.a.w. jatuh sakit. Beberapa hari beliau masih tetap 

datang ke mesjid dan memimpin shalat. Kemudian beliau merasa terlalu 

lemah melakukannya. Para Sahabat telah begitu biasa dengan kehadiran 

beliau di tengah-tengah keseharian mereka, sehingga mereka sukar dapat 

mempercayai beliau akan wafat. Pada suatu hari beliau menyinggung 

lagi kepergian beliau. Beliau bersabda, “Jika seseorang membuat suatu 

kesalahan, lebih baik ia memperbaikinya di alam dunia ini juga sehingga 

ia tidak akan menyesal di akhirat kelak. Oleh sebab  itu, aku katakan jika 

aku memiliki  suatu kesalahan terhadap seseorang dari antara kamu, 

walaupun tidak dengan disengaja, baiklah ia tampil ke muka dan 

mintalah supaya aku memperbaikinya. Jika aku, tanpa setahuku 

sekalipun, telah menyakiti seseorang di antara kamu, tampillah ke muka 

dan lakukanlah pembalasan. Aku tidak ingin dipermalukan jika aku 

menghadap Allah  di akhirat.” Hati para Sahabat tersentuh. Mereka 

mencucurkan air mata. Jerih payah apa yang tidak dialami oleh beliau, 

dan penderitaan-penderitaan apa yang tidak dipikul oleh beliau untuk 

kepentingan mereka? Beliau menderita lapar dan dahaga supaya mereka 

mendapat cukup makan dan minum. Beliau menjahit sendiri pakaian 

beliau dan beliau memperbaiki sendiri sepatu beliau supaya orang-orang 

lain berpakaian baik. Namun, sekarang beliau ingin sekali memperbaiki 

kesalahan-kesalahan khayali yang mungkin dilakukan beliau terhadap 

orang-orang lain; sejauh itulah beliau menjaga serta menghormati hak-

hak orang-orang lain. 

Semua Sahabat menerima tawaran Rasulullah s.a.w. itu dengan 

hening. namun , seorang Sahabat tampil ke muka dan berkata, “Ya 

Rasulullah, aku pernah sekali mendapat sakit dari anda. Kami sedang 

bergerak menuju medan pertempuran, saat  anda jalan ke barisan kami 

sambil lalu, anda telah menyikut sisiku. Itu dilakukan dengan tidak 

disengaja, namun anda mengatakan bahwa kami boleh membalas 

kesalahan-kesalahan sekalipun tak disengaja. Aku ingin membalas 

kesalahan ini.” Para Sahabat yang telah menerima tawaran Rasulullah 

s.a.w. dengan hening menjadi berang. Mereka marah atas kekurang-

ajaran dan ketololan orang yang sama sekali tidak mengerti akan jiwa 

tawaran Rasulullah s.a.w. dan kekhidmatan peristiwa itu. namun , 

agaknya Sahabat itu berkeras kepala dan bertekad berpegang kepada 

perkataan Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Silakan engkau 

menuntut balasan.” 

Beliau membalikkan punggung beliau kepadanya dan bersabda, 

“Biarlah, pukullah seperti aku telah memukulmu.” 

“namun ,” kata orang itu, “saat  anda memukulku, sisiku 

telanjang, sebab  aku pada saat itu tidak memakai kemeja.” 

“Tarik ke atas kemejaku,” sabda Rasulullah s.a.w., “dan biarkan 

dia sikut sisiku dengan sikunya.” Mereka menaikkan kemeja Rasulullah 

s.a.w.; namun , ia bukan memukul sisi Rasulullah s.a.w., melainkan ia 

membungkuk dengan mata berlinang-linang dan mengecup tubuh 

Rasulullah s.a.w. yang terbuka. 

“Apa ini?” tanya Rasulullah s.a.w. 

“Bukankah anda katakan bahwa hari-hari anda bersama kami 

tinggal sedikit lagi? Masih berapa kali lagi kami akan menyentuh anda 

untuk mengungkap rasa cinta dan rindu kami kepada anda? Memang 

betul anda pernah menyikutku, namun siapakah orangnya yang berniat 

menuntut balas. Aku memiliki  pikiran itu sekarang, dengan tiba-tiba 

anda menawarkan untuk mengadakan pembalasan. Aku berkata kepada 

diriku sendiri: Biarlah aku mengecup anda dengan berpura-pura hendak 

menuntut balas.” 

Para Sahabat tadinya penuh keberangan, sekarang mulai 

menginginkan pikiran itu timbul dalam benak mereka. 

Rasulullah Wafat 

 Rasulullah s.a.w. gering dan penyakit beliau tampak bertambah 

gawat. Kematian nampaknya semakin mendekat, dan kecemasan serta 

kemurungan mencekam hati para Sahabat. Matahari memancar ke 

Medinah dengan cerah seperti biasa, namun untuk para Sahabat seolah-

olah dari hari ke hari sinarnya makin pucat. Matahari terbit seperti 

sebelum itu, namun seolah-olah membawa kegelapan, dan bukan sinar 

terang. Akhirnya, datanglah saat roh Rasulullah s.a.w. akan 

meninggalkan raga jasmaninya dan menghadap Khalik-nya. Nafas beliau 

makin lama makin berat. Rasulullah s.a.w., yang menghabiskan hari-hari 

terakhirnya di kamar Siti Aisyah, bersabda kepadanya, “Angkat kepalaku 

sedikit dan dekatkan ke sampingmu. Aku tak dapat bernafas dengan 

baik.” Aisyah berbuat seperti yang dikatakan beliau. Beliau duduk dan 

memegang kepala Rasulullah s.a.w.. Sakaratul maut telah nampak. 

Dengan gelisah Rasulullah s.a.w. memandang ke sana dan ke mari. 

Berkali-kali beliau bersabda, “Celaka umat-umat Yahudi dan Kristen. 

Mereka menganjurkan menyembah kuburan nabi-nabi mereka.” Itulah 

yang dapat kita katakan; amanat terakhir beliau untuk para pengikut 

beliau. Tengah beliau menghadapi maut, seolah-olah beliau mengatakan 

kepada para pengikut beliau, “ kamu sekalian kelak akan memandang 

diriku lebih tinggi di atas semua nabi lainnya dan lebih berhasil dari 

salah seorang di antara mereka. namun ingatlah, janganlah kamu 

menjadikan kuburanku satu barang pujaan. Biarkanlah kuburanku tetap 

suatu kuburan. Orang-orang lain biar memuja-muja kuburan nabi-nabi 

mereka dan menjadikan mereka pusat-pusat ziarah, tempat-tempat yang 

mereka tuju dan tempat mereka bertapa, menyerahkan korbanan  dan 

bersyukur. Orang-orang lain boleh berbuat demikian, namun kamu 

jangan. Kamu senantiasa harus ingat satu-satunya tujuanmu ialah, 

beribadah kepada Allah  Yang Maha Esa.” 

Sesudah memberi nasihat demikian kepada kaum Muslimin 

tentang kewajiban mereka menjaga Tauhid dan tentang perbedaan antara 

Allah  dan manusia, kelopak mata beliau menjadi lemah dan mata beliau 

terkatup. Apa yang beliau katakan kemudian ialah, “Kepada Sahabatku 

Yang Maha Tinggi dari segala yang tinggi.” Maksud ucapan itu jelas dan 

nyata bahwa beliau tengah bertolak, menghadap Allah  Yang Maha Esa. 

Dengan perkataan-perkataan itulah beliau menghembuskan nafas yang 

penghabisan. 

Berita sedih itu sampai ke mesjid. Di sana ada  banyak 

Sahabat berkumpul seusai meninggalkan pekerjaan masing-masing. 

Mereka mengharap-harap khabar yang baik, namun sebaliknya bahkan 

mereka mendengar bahwa Rasulullah s.a.w. telah berpulang ke 

rahmatullah. Datangnya kabar itu laksana halilintar di siang bolong. Abu 

Bakar sedang tak ada di kota. Umar ada di mesjid, namun telah 

kehilangan asa dan kesadaran sebab  sedih. Kemarahan timbul jika 

didengarnya seseorang berkata bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat. 

Ia menghunus pedangnya dan mengancam akan membunuh 

orang yang berani mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat. 

Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Rasulullah s.a.w., 

jadi tidak mungkin Rasulullah s.a.w. wafat. Benar, roh beliau telah 

berpisah dari jasad beliau, namun hanya untuk menghadap kepada Khalik-

nya. Persis seperti Nabi Musa a. s. telah berangkat, untuk sementara 

waktu, menghadap kepada Khalik-nya dan kemudian kembali, begitu 

pula Rasulullah s.a.w. akan kembali untuk mengerjakan apa-apa yang 

belum terkerjakan. Umpamanya, masih ada orang-orang munafik dan 

harus diambil tindakan terhadap mereka. Umar mondar-mandir dengan 

pedang di tangan, nampak hampir seperti orang yang kurang ingatan. 

Sambil berjalan ia berkata, “Siapa mengatakan bahwa Rasulullah 

telah wafat, ia sendiri akan mati di tangan Umar.” 

Para Sahabat salah tingkah dan mereka agak setengah percaya 

akan perkataan-perkataan Umar. Rasulullah s.a.w. tak mungkin wafat. 

Itu suatu kekeliruan. Pada waktu itu beberapa Sahabat mencari Abu 

Bakar, menjumpainya dan menceritakannya apa yang telah terjadi. Abu 

Bakar langsung masuk ke dalam mesjid Medinah, dan tanpa sepatah kata 

pun masuk ke kamar Siti Aisyah dan bertanya, “Apakah Rasulullah 

s.a.w. telah wafat?” 

“Benar,” jawab Siti Aisyah. Maka Abu Bakar langsung pergi ke 

tempat Rasulullah s.a.w. terbujur, dibukanya penutup wajah beliau, 

membungkuk dan mengecup dahi beliau. Air mata kasih dan kesedihan 

menetes dari matanya dan ia berkata, “Demi Allah. Kematian tidak akan 

datang kepada anda dua kali.” 

Kata-kata itu penuh arti. Itulah jawaban Abu Bakar sebagai 

bantahan terhadap perkataan Umar yang tenggelam dalam kesedihannya. 

Rasulullah s.a.w. telah wafat satu kali. Itulah kematian jasmaniah, 

kematian yang tiap-tiap manusia pasti akan mengalami. namun , beliau 

tidak akan wafat untuk kedua kalinya. Tidak ada kematian rohani, tidak 

ada kematian tiba atas keimanan yang ditanam dan ditegakkan oleh 

beliau dalam hati para pengikut beliau yang dalam upaya penegakan 

keimanan itu beliau telah memikul sekian banyak derita. 

Salah salah satu dari kepercayaan-kepercayaan yang paling 

penting yang diajarkan beliau itu ialah, nabi-nabi pun manusia biasa dan 

mereka pun harus mati. Kaum Muslimin hendaknya jangan begitu cepat 

melupakan hal itu sesudah Rasulullah s.a.w. sendiri wafat. sesudah  

mengucapkan kalimat yang agung itu di dekat jenazah Rasulullah s.a.w., 

Abu Bakar keluar, dan sambil menerobos barisan orang-orang mukmin, 

dengan tenang ia berjalan ke mimbar. saat  ia berhenti, Umar berdiri di 

sampingnya, pedangnya masih terhunus seperti tadi, dan tekadnya telah 

bulat bahwa jika Abu Bakar mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah 

wafat, Abu Bakar harus dan akan dipenggal lehernya. saat  Abu Bakar 

mulai bicara, Umar menarik kemejanya untuk mencegah berbicara, namun 

Abu Bakar merenggut kembali kemejanya dan tidak urung berhenti, 

tidak mau ditahan. Kemudian dibacanya ayat Al-Qur’an: 

Dan, Muhammad tidak lain melainkan seorang rasul. Sesungguhnya 

telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jadi, jika ia mati atau terbunuh, 

akan berpalingkah kamu atas tumitmu? (3:145). 

Yakni, Muhammad s.a.w. yaitu  seorang manusia dengan 

mengemban Amanat dari Allah . Telah banyak orang-orang lain 

membawa Amanat dari Allah  dan mereka semuanya telah wafat. Jika 

Muhammad s.a.w. meninggal, apakah kamu akan berpaling dari segala 

ajaran yang kamu telah mendapatkannya dan telah kamu pelajari sendiri? 

Ayat itu untuk pertama kali turun di masa Uhud. Desas-desus pada 

waktu itu telah tersiar bahwa Rasulullah s.a.w. telah terbunuh oleh 

musuh. Banyak orang Muslim yang kehilangan akal dan meninggalkan 

medan pertempuran. Ayat itu turun dari langit untuk meneguhkan hati 

mereka. Pada saat ini pun dampak ayat itu sama. sesudah  membaca ayat 

itu Abu Bakar memberi penjelasan, katanya, “Siapa dari antara kamu 

yang menyembah Allah , mereka hendaknya tahu bahwa Allah  masih 

hidup dan akan hidup untuk selama-lamanya. namun mereka yang 

menyembah Muhammad, mereka harus tahu dari aku bahwa Muhammad 

telah wafat.” 

Para Sahabat menemukan kembali keseimbangan rasa dan 

pikiran mereka sebab  pidato yang tepat pada waktunya itu. Umar telah 

berubah sama sekali saat  didengarnya Abu Bakar membacakan ayat 

tersebut. Kesadarannya timbul lagi dan pikiran sehatnya telah pulih 

kembali. Pada saat Abu Bakar selesai membacakan ayat itu, mata rohani 

Umar telah terbuka lebar. Ia mengerti bahwa Rasulullah s.a.w. telah 

wafat. 

namun , begitu kesadarannya timbul, kakinya mulai gemetar lalu 

ia rebah. Ia jatuh tak berdaya. Orang yang akan menteror Abu Bakar 

dengan pedang terhunus telah ditundukkan oleh pidato Abu Bakar. Para 

Sahabat merasakan seolah-olah ayat itu baru diturunkan untuk pertama 

kali pada hari itu, dampak imbauannya begitu kuat lagi baru. Dalam 

tindihan kesedihan yang dahsyat itu mereka lupa bahwa ayat itu 

tercantum di dalam Al-Qur’an. Banyak yang mengungkapkan kesedihan 

yang menimpa kaum Muslimin pada waktu wafat Rasulullah s.a.w., 

namun ungkapan yang diungkap Hassan, ahli syair di masa permulaan 

Islam, dalam bait-bait syairnya yaitu  paling mengena lagi mendalam 

kesannya, dan sampai hari ini tetap merupakan ungkapan yang terindah 

lagi abadi. 

Ia mengatakan, “Engkau yaitu  biji mataku. Sekarang, sesudah  

engkau mati, mataku telah menjadi buta. Sekarang aku tak 

memperdulikan lagi siapa yang mati. Sebab, hanya tibanya kematian 

engkau juga yang kukhawatiri. “ 

Bait ini menyambung rasa tiap-tiap orang Muslim. Berbulan-

bulan lamanya di lorong-lorong Medinah, pria, wanita, maupun anak-

anak, menyenandungkan syair Hassan bin Tsabit ini sambil 

mengayunkan langkah mereka. 

Kepribadian Dan Watak Rasulullah  

sesudah  dengan singkat melukiskan peristiwa-peristiwa yang 

menonjol di dalam kehidupan Rasulullah s.a.w., sekarang akan kami 

coba membuat suatu sketsa mengenai watak beliau. Dalam hubungan ini 

kami memiliki  bukti dari persaksian-persaksian secara kolektif yang 

dinyatakan kaumnya sendiri tentang watak beliau sebelum beliau 

mendakwakan kenabian. Pada masa itu beliau dikenal di kalangan 

bangsanya sebagai Al-Amin - si Jujur dan si Benar (Hisyam). 

Di tiap-tiap zaman banyak orang hidup yang bersih dari tuduhan 

tidak jujur. Banyak juga orang yang tidak pernah dihadapkan kepada 

cobaan atau godaan yang berat, dan dalam urusan serta perkara biasa 

yang dijumpai dalam kehidupannya, mereka berlaku setia dan jujur, 

namun mereka tidak dipandang layak untuk ditonjolkan. Pujian istimewa 

hanya diberikan jika kehidupan seseorang menggambarkan beberapa 

nilai akhlak yang tinggi lagi menonjol. Tiap-tiap prajurit berangkat ke 

medan perang mempertahankan nyawanya dalam bahaya, namun tidak 

setiap prajurit Inggris dipandang layak menerima anugerah lencana 

Victoria Cross; tidak pula prajurit Jerman semacam itu dianugerahi 

lencana Iron Cross. Beratus-ratus ribu orang Perancis bergelut dalam 

penyelidikan-penyelidikan ilmiah, namun tidak tiap-tiap orang dari antara 

mereka dianugerahi lencana Legion of Honour. 

Oleh sebab  itu, hanya kenyataan bahwa seseorang dapat 

dipercaya dan jujur, tidak menunjukkan bahwa ia memiliki keistimewaan 

dalam perkara itu; namun , jika seluruh kaum sepakat memberikan kepada 

seseorang julukan “Al-Amin” maka nyatalah sudah bahwa orang itu 

memiliki sifat-sifat itu dalam taraf yang luar biasa tingginya. Jika hal itu 

merupakan kebiasaan kaum Mekkah untuk memberikan kepada beberapa 

orang dalam tiap-tiap generasi julukan ini atau sebangsanya, maka tiap-

tiap orang yang menerimanya akan dipandang memiliki sifat itu dalam 

taraf yang tinggi. namun , sejarah Mekkah dan Arabia tidak menunjukkan 

adanya tanda bahwa sudah merupakan kebiasaan orang-orang Arab 

memberikan julukan demikian atau sebangsanya kepada perseorangan-

perseorangan yang terkemuka dalam tiap-tiap generasi. Sebaliknya, 

sepanjang kurun zaman sejarah Arab kita dapati bahwa hanya dalam 

peristiwa Rasulullah s.a.w. kaumnya sepakat memberikan gelar “Al-

Amin”. Hal itu menjadi bukti bahwa Rasulullah s.a.w. memiliki sifat-

sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam pengetahuan dan 

ingatan kaumnya tidak ada orang lain dapat dipandang menyamai dalam 

hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan apa-apa 

yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi 

istimewa. 

saat  Rasulullah s.a.w. diperintahkan oleh Allah  untuk 

memikul beban dan tugas kenabian, maka istri beliau, Khadijah, 

menyatakan dan menjadi saksi atas ketinggian nilai-nilai akhlak beliau, 

ihwal itu telah dituturkan dalam bagian riwayat hidup Kitab Pengantar 

ini. Kami sekarang akan lebih lanjut melukiskan beberapa budi pekerti 

luhur Rasulullah s.a.w., sehingga pembaca dapat memahami segi-segi 

watak beliau yang umumnya kurang dikenal. 

Kesucian Pikiran Dan Kebersihan Badan Rasulullah 

Diriwayatkan tentang Rasulullah s.a.w. bahwa segala tutur kata 

beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan beliau (tidak seperti 

orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah 

(Tirmidhi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi seorang Arab. 

Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman Rasulullah 

s.a.w. biasa mempergunakan bahasa kotor, namun tidak pelak lagi bahwa 

mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan 

melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu 

kebiasaan yang masih tetap bertahan sampai hari ini juga. namun 

Rasulullah s.a.w. menjunjung tinggi nama Allah  sehingga beliau tidak 

pernah mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima. 

Beliau sangat memberi perhatian, bahkan cermat sekali, dalam 

soal kebersihan badan. Beliau senantiasa menggosok gigi beberapa kali 

sehari dan begitu telaten melakukannya sehingga beliau biasa 

mengatakan bahwa andaikata beliau tidak khawatir kalau 

mewajibkannya akan memberatkan, beliau akan menetapkan menjadi 

kewajiban untuk tiap-tiap orang Muslim menggosok gigi sebelum 

mengerjakan kelima waktu sembahyang. Beliau senantiasa mencuci 

tangan sebelum dan sesudah tiap kali makan, dan sesudah makan beliau 

senantiasa berkumur dan memandang sangat baik jika tiap-tiap orang 

yang telah memakan masakan berkumur lebih dahulu sebelum ikut 

bersembahyang berjamaah (Bukhari). 

Dalam peraturan Islam, mesjid itu satu-satunya tempat 

berkumpul yang ditetapkan untuk orang-orang Islam. Oleh sebab  itu, 

Rasulullah s.a.w. sangat istimewa menekankan kebersihan mesjid-

mesjid, terutama pada saat-saat orang-orang diharapkan akan berkumpul 

di dalamnya. Beliau memerintahkan supaya pada kesempatan-

kesempatan itu sebaiknya setanggi dan sebagainya dibakar untuk 

membersihkan udara (Abu Dawud). Beliau memberi juga petunjuk 

supaya jangan ada orang yang pergi ke mesjid, saat diadakan pertemuan-

pertemuan sehabis memakan sesuatu yang menyebarkan bau yang 

menusuk hidung (Bukhari). 

Beliau menuntut agar jalan-jalan dijaga kebersihannya dan tidak 

ada dahan-ranting, batu, dan semua benda atau sesuatu yang akan 

mengganggu atau bahkan membahayakan. Jika beliau sendiri 

menemukan hal atau benda demikian di jalan, beliau niscaya 

menyingkirkannya dan beliau sering bersabda bahwa orang yang 

membantu menjaga kebersihan jalan-jalan, ia telah berbuat amal saleh 

dalam pandangan Ilahi. 

Pula diriwayatkan bahwa beliau telah memerintahkan supaya 

lalu-lintas umum tidak boleh dipergunakan sehingga menimbulkan 

halangan atau menjadi kotor atau melemparkan benda-benda yang najis, 

atau tidak sedap dipandang, ke jalan umum, atau mengotori jalan dengan 

cara apa pun, sebab  semua perbuatan itu tidak diridhai Allah . Beliau 

sangat memandang penting upaya agar persediaan air untuk keperluan 

manusia dijaga kebersihan dan kemurniannya. Umpamanya, beliau 

melarang sesuatu benda dilemparkan ke dalam air tergenang yang 

mungkin akan mencemarinya, dan memakai persediaan air dengan cara 

yang dapat menjadikannya kotor (Bukhari dan Muslim, Kitabal-Birrwal 

Sila) 

Hidup Sederhana Rasulullah 

 Rasulullah s.a.w. sangat sederhana dalam hal makan dan 

minum. Beliau tak pernah memperlihatkan rasa kurang senang terhadap 

makanan yang tidak baik masakannya dan tidak sedap rasanya. Jika 

didapatnya memakan sajian serupa itu, beliau akan menyantapnya untuk 

menjaga supaya pemasaknya tidak merasa kecewa. namun , jika hidangan 

tak dapat dimakan, beliau tidak menyantapnya dan tidak pernah 

memperlihatkan kekesalannya. Jika beliau telah duduk menghadapi 

hidangan, beliau menunjukkan minat kepada makanan itu dan biasa 

mengatakan bahwa beliau tidak suka kepada sikap acuh tak acuh 

terhadap makanan, seolah-olah orang yang makan itu terlalu agung untuk 

memperhatikan hanya soal makanan dan minuman belaka. 

Jika suatu makanan dihidangkan kepada beliau, senantiasa beliau 

menyantapnya bersama-sama semua yang hadir. Sekali peristiwa 

seseorang mempersembahkan korma kepada beliau. Beliau melihat ke 

sekitar dan sesudah  beliau menghitung jumlah orang yang hadir, beliau 

membagi rata bilangan korma itu sehingga tiap-tiap orang menerima 

tujuh buah. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. tidak 

pernah makan sekenyang-kenyangnya, walaupun sekedar roti jawawut 

(Bukhari). 

Sekali peristiwa, saat  beliau melalui suatu jalan, tampak 

kepada beliau beberapa orang berkumpul mengelilingi panggang anak 

kambing dan siap untuk menikmati jamuan. saat  mereka melihat 

Rasulullah s.a.w., mereka mengundang beliau ikut serta, namun beliau 

menolak. Alasannya bukan sebab  beliau tidak suka daging panggang, 

namun disebabkan oleh kenyataan bahwa beliau tidak menyetujui orang 

mengadakan perjamuan di tempat terbuka dan terlihat oleh orang-orang 

miskin yang tak cukup memiliki  makanan. 

Diriwayatkan bahwa pada peristiwa lain beliau ikut makan 

daging panggang. Siti Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. 

sampai hari wafat beliau tidak pernah sekali pun menikmati makan 

kenyang selama tiga hari berturut-turut. Beliau sangat hati-hati agar 

seseorang tidak pergi makan di rumah orang lain tanpa diundang. Pada 

sekali peristiwa, beliau diundang makan oleh seseorang dan beliau 

diharapkan membawa serta empat orang lain. saat  beliau tiba di rumah 

si pengundang, agaknya ada orang keenam yang ikut beserta rombongan. 

Tuan rumah menjemput di pintu dan Rasulullah s.a.w. meminta 

perhatiannya dengan berkata bahwa sekarang mereka berenam dan 

terserah kepada tuan rumah untuk memutuskan, apakah orang yang 

keenam itu boleh ikut makan atau harus pergi. Tentu saja tuan rumah 

mengundang juga orang yang keenam itu (Bukhari, Kitabal-Ath 'ima). 

Bilamana Rasulullah s.a.w. duduk bersantap, beliau senantiasa 

mulai makan dengan ucapan Bismillahir-Rahmanir-Rahiim, dan segera 

sesudah selesai, beliau mengucapkan syukur dengan kata-kata: “Segala 

puji bagi Allah Yang telah memberi makan kepada kita; puji-pujian yang 

berlimpah dan ikhlas, dan selalu bertambah; puji-pujian yang tidak 

meninggalkan dalam pikiran seseorang kesan perasaan telah cukup 

memuji, melainkan menimbulkan rasa cukup pernah dikatakan, dan puji-

pujian yang tidak akan berakhir dan menjadikan seseorang berpikir 

bahwa tiap-tiap perbuatan Ilahi layak dipuji dan harus dipuji. Ya Allah, 

penuhi hati kami dengan keharuan-keharuan ini.” Kadang-kadang beliau 

memakai kata-kata ini, “Segala puji bagi Allah  yang telah melepaskan 

lapar dan dahaga kami. Semoga hati kami senantiasa mendambakan puji-

pujian-Nya dan jangan tidak bersyukur kepada Dia.” Beliau senantiasa 

mengingatkan para Sahabat supaya berhenti makan sebelum kenyang 

benar dan mengatakan bahwa makanan seseorang harus cukup membuat 

kenyang dua orang. Bilamana ada makanan yang istimewa dimasak di 

rumah, beliau senantiasa menyarankan supaya sebagian diberikan 

sebagai sedekah kepada tetangga-tetangganya; dan hadiah makanan dan 

benda-benda lain senantiasa dikirim dan rumah beliau ke rumah 

tetangga-tetangga (Muslim dan Bukhari, Kitabal-Adab). 

Beliau selalu berusaha mengetahui dari wajah mereka yang ada 

beserta beliau kalau-kalau di antara mereka ada yang memerlukan 

pertolongan. Abu Hurairah menceriterakan peristiwa berikut: 

Sekali peristiwa ia pernah mengalami lebih dari tiga hari tanpa 

mendapat makan. Ia berdiri di pintu mesjid dan melihat Abu Bakar lalu 

ke dekat dia. Ia bertanya kepada Abu Bakar arti ayat Al-Qur’an yang 

memerintahkan pemberian makan kepada fakir-miskin. Abu Bakar pun 

 218 

menerangkan artinya lalu pergi. Abu Hurairah, saat ia menceriterakan 

peristiwa itu, biasa mengatakan dengan rasa kesal bahwa ia pun mengerti 

arti ayat Al-Qur’an tersebut seperti Abu Bakar. Tujuan menanyakan 

kepadanya arti ayat itu ialah supaya Abu Bakar dapat menerka bahwa ia 

lapar dan menyediakan untuknya makanan. Tak lama kemudian Umar 

lewat dan Abu Hurairah juga meminta kepadanya untuk menerangkan 

arti ayat itu. Umar pun menerangkan artinya dan terus berlalu. Abu 

Hurairah, seperti hatinya Sahabat-Sahabat lainnya, amat tidak suka 

meminta secara langsung, dan saat  ia merasa bahwa usaha menarik 

perhatian orang kepada keadaannya gagal, ia sudah tak bertenaga. Sayup-

sayup ia mendengar namanya dipanggil dengan suara mesra dan penuh 

rasa cinta. saat  menoleh ke arah datangnya suara itu, dilihatnya 

Rasulullah s.a.w. memandang kepadanya melalui jendela rumah beliau 

sambil tersenyum. 

Beliau menanyakan kepada Abu Hurairah, “Adakah kamu 

lapar?” yang dijawab oleh Abu Hurairah. “Sesungguhnya, ya Rasulullah, 

saya lapar.” Rasulullah bersabda, “Di rumahku juga tidak ada makanan; 

namun ada orang yang baru saja memberi susu secawan kepada kami. 

Pergilah ke mesjid dan periksalah, adakah juga di sana orang-orang lain 

yang lapar seperti kamu.” Abu Hurairah melanjutkan ceriteranya, “Aku 

berkata kepada diriku sendiri bahwa aku begitu laparnya sehingga aku 

takkan cukup meminum susu secawan itu, namun Rasulullah s.a.w. masih 

meminta juga kepadaku agar mengundang orang-orang lain yang 

mungkin keadaannya sama seperti aku; ini artinya aku akan mendapat 

bagian susu sedikit sekali. namun aku harus melaksanakan perintah 

Rasulullah s.a.w., maka aku pun pergi ke mesjid dan kudapati enam 

orang duduk-duduk di situ. Semua kubawa menghadap Rasulullah s.a.w. 

Beliau memberikan cawan susu itu kepada salah seorang dari mereka 

dan disuruhnya minum. saat  ia sudah selesai dan cawannya telah 

dilepaskan dari mulutnya, Rasulullah s.a.w. masih mendesaknya minum 

lagi kedua kalinya dan ketiga kalinya sampai ia merasa kenyang betul. 

Dengan cara demikian juga beliau mendesak tiap-tiap orang dari keenam 

sahabat itu untuk minum sekenyang-kenyangnya. Tiap-tiap kali beliau 

meminta kepada salah seorang untuk minum, aku merasa cemas dan 

khawatir bahwa hanya sedikit sekali yang masih tersisa untuk diriku. 

Sesudah keenam orang itu minum susu sekenyang-kenyangnya, 

Rasulullah s.a.w. menyerahkan cawan itu kepadaku dan kulihat di 

dalamnya ada  masih banyak susu. Kepadaku pun beliau mendesak 

 219 

untuk minum sekenyang-kenyangnya dan menyuruhku minum untuk 

kedua dan ketiga kalinya dan akhirnya beliau minum sendiri sisanya, 

kemudian membaca doa syukur dan akhirnya menutup pintu “ (Bukhari, 

Kitabal-Riqaq).  

Tujuan Rasulullah s.a.w. memberi giliran kepada Abu Hurairah 

terakhir sekali mungkin guna memberi pengertian kepadanya bahwa ia 

harus bertahan terhadap derita lapar itu dengan menyerahkan diri kepada 

Allah  dan sebaiknya tidak menarik perhatian orang kepada keadaannya, 

walaupun dengan cara yang tidak langsung. 

Beliau makan-minum senantiasa dengan tangan kanan dan selalu 

berhenti tiga kali untuk bernafas di tengah-tengah minum. Salah satu 

sebabnya mungkin sebab  orang yang haus lalu minum air dengan 

meneguk sekaligus dapat minum terlalu banyak hingga mengacaukan 

pencernaannya. Dalam urusan makan, aturan yang diikuti beliau ialah 

beliau memakan segala yang bersih dan halal, namun bukan untuk sekedar 

bersenang-senang atau menyebabkan orang lain tidak mendapat bagian. 

Seperti telah dinyatakan di atas, makanan beliau sehari-hari senantiasa 

amat sederhana, namun jika ada yang mempersembahkan kepada beliau 

suatu hidangan yang istimewa, beliau tidak menolaknya. namun , beliau 

tidak mendambakan makanan lezat, walaupun beliau sangat gemar akan 

madu dan korma. Mengenai korma beliau sering berkata bahwa ada 

perhubungan erat antara seorang Muslim dengan pohon korma, daunnya, 

kulitnya, dan buahnya yang masak maupun yang mentah, bahkan biji 

buahnya yang keras sekalipun, semuanya dapat dipergunakan untuk ini 

dan itu, dan tidak ada bagian yang tidak berguna. Demikianlah keadaan 

seorang Muslim sejati. Tidak ada perbuatannya yang tanpa faedah dan 

apa saja yang dilakukannya akan meningkatkan kesejahteraan umat 

manusia (Bukhari dan Muslim). 

 Rasulullah s.a.w. sangat sederhana dalam berbusana. Pakaian 

sehari-hari beliau terdiri atas kemeja dan izar (kain sarung) atau kemeja 

dan celana. Izar ataupun celana itu dikenakan oleh beliau supaya pakaian 

itu menutupi tubuh sampai kepada pergelangan kaki. Tidak berkenan di 

hati beliau kalau lutut atau bagian mana pun di atas lutut terbuka jika tak 

terpaksa. Beliau tidak menyukai pakaian, baik sebagai bagian dari 

 220 

pakaian atau pun sebagai kain gorden dan sebagainya, dan bahan yang 

padanya gambar-gambar telah disulamkan atau dicatkan, apalagi jika 

gambar-gambarnya besar dan dapat diartikan berhala atau benda-benda 

yang dipuja. Sekali peristiwa beliau melihat kain gorden tergantung di 

rumah beliau berlukiskan gambar-gambar besar dan beliau 

memerintahkan menanggalkannya. namun beliau tidak berkeberatan 

memakai pakaian bergambar kecil-kecil yang tidak dapat diartikan 

seperti itu. 

Beliau sendiri tidak pernah memakai kain sutera dan tidak 

memperkenankan kaum pria Islam mengenakan pakaian dari kain sutra. 

Untuk tujuan mengontentikkan surat-surat beliau kepada pemerintah-

pemerintah tertentu berisikan seruan untuk menerima Islam, beliau 

meminta disiapkan sebuah cincin stempel, namun hendaklah terbuat dari 

perak dan bukan dari emas sebab, beliau mengatakan, memakai 

perhiasan emas dilarang untuk kaum pria Muslim (Bukhari dan Muslim). 

Wanita Muslim diperkenankan memakai kain sutera dan emas, namun 

dalam hal ini pun Rasulullah s.a.w. memerintahkan supaya sifat berlebih-

lebihan harus dicegah. Sekali peristiwa beliau meminta sumbangan-

sumbangan untuk meringankan penderitaan fakir-miskin, dan seorang 

bangsawati mengorbankan sebuah dari gelangnya dan diserahkannya 

sebagai sumbangannya. Rasulullah s.a.w. berkata kepadanya, “Apakah 

tangan lainnya tidak perlu diselamatkan dari api neraka?” Wanita itu 

melepaskan gelangnya dari tangan lainnya dan diserahkannya juga untuk 

tujuan yang ada dalam pikiran beliau. Tidak seorang pun dari istri-istri 

beliau memiliki  perhiasan-perhiasan yang agak berharga dan wanita 

Muslim lainnya pun sangat jarang memiliki  perhiasan. 

Sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, beliau menyerukan agar tidak 

mengumpulkan dan menimbun uang atau emas-perak, sebab  beliau 

memandang hal itu merugikan kepentingan golongan miskin dari 

masyarakat dan mengakibatkan kacaunya ekonomi masyarakat dan itu 

yaitu  dosa. Sekali peristiwa Umar mengajukan saran kepada Rasulullah 

s.a.w.. Sebab beliau harus menerima duta-duta raja-raja besar, beliau 

disarankan agar sebaiknya menyuruh buatkan jubah indah lagi mewah 

untuk dikenakan beliau pada peristiwa-peristiwa resmi. Rasulullah s.a.w. 

tidak menyetujui saran itu dan bersabda, “Allah  tidak akan ridha 

 221 

kepadaku mengikuti cara itu. Aku akan menerima tiap-tiap orang dengan 

pakaian yang biasa kupakai.” Pada suatu saat  beliau menerima hadiah 

bahan pakaian dari sutera. Satu di antaranya diberikan kepada Umar. 

Umar bertanya, “Bagaimana akan dapat memakainya, kalau anda sendiri 

telah melarang memakai pakaian sutera?” Rasulullah s.a.w. menjawab, 

“Tiap-tiap hadiah tidak dimaksud untuk dipakai sendiri.” Maksud beliau 

ialah, supaya Umar memberikan kepada istrinya atau anak 

perempuannya, sebab  pakaian itu dari sutera, atau untuk keperluan lain 

(Bukhari, Kitab al-Libas). 

Tempat tidur Rasulullah s.a.w. juga sangat sederhana. Beliau tak 

pernah mempergunakan tempat tidur dari besi atau dipan, namun 

senantiasa tidur di atas tanah beralaskan sehelai kulit atau sehelai kain 

bulu unta. Siti Aisyah r.a., meriwayatkan: “Tempat tidur kami begitu 

sempit sehingga jika Rasulullah s.a.w. bangkit untuk tahajud, aku biasa 

berbaring miring dan meluruskan kaki saat beliau berdiri dan melipatnya 

kembali jika beliau sujud (Muslim, Tirmidhi, dan Bukhari, Kitab al-

Ath'ima). 

Beliau juga sama sederhananya bertalian dengan penataan 

tempat tinggal beliau. Rumah beliau terdiri atas satu ruangan dan sebuah 

halaman sempit. Seutas tali terentang di tengah kamar sehingga jika 

beliau menerima tamu, pada tali itu dapat di