geri lain. Urusan-urusan-
nya sedang dalam keadaan baik, dan ia secara khusus tampak
sedang dalam hubungan yang baik dengan raja Asyur, sebab bela-
kangan ini ia sudah berdamai dengan raja itu melalui pemberian
yang melimpah (2Raj. 18:14). Namun si raja pengkhianat dan
curang itu mengirimkan sepasukan tentara ke negerinya secara
tiba-tiba dan memorak-porandakannya. Oleh sebab itu, baik bagi
kita untuk selalu bersiap-siap menghadapi masalah, supaya apa-
bila masalah datang, kita tidak terkejut dibuatnya, dan masalah
itu pun tidak akan begitu mengerikan buat kita.
3. Adakalanya Allah mengizinkan musuh-musuh umat-Nya, bahkan
yang paling fasik dan pengkhianat, untuk menang jauh melebihi
mereka. Raja Asyur merebut semua, atau sebagian besar, kota
Yehuda yang berkubu, maka tentu saja negeri itu menjadi mangsa
yang empuk baginya. Kefasikan bisa saja berhasil untuk semen-
tara waktu, tetapi tidak bisa selalu berhasil.
4. Orang-orang sombong suka berbicara besar, membangga-bangga-
kan siapa mereka, apa yang mereka miliki, apa yang sudah mere-
ka lakukan, bahkan apa yang akan mereka lakukan, untuk meng-
hina orang lain, dan menantang semua umat manusia, meskipun
dengan demikian mereka membuat diri mereka tampak menggeli-
kan bagi semua orang bijak, dan menyulut murka Allah yang me-
nentang orang sombong. Tetapi demikianlah mereka ingin mem-
buat diri ditakuti, meskipun dengan begitu mereka dibenci, dan
652
ingin mencapai tujuan dengan mengeluarkan perkataan-perkata-
an yang bukan-bukan yang timbul dari keangkuhan (Yud. 1:16).
5. Musuh-musuh umat Allah berusaha menaklukkan mereka de-
ngan menakut-nakuti mereka, terutama dengan menakut-nakuti
mereka supaya tidak mengandalkan Allah. Demikian pula juru
minuman agung di sini, dengan suara bising dan mengolok-olok,
mengecilkan hati Hizkia sebagai orang yang sama sekali tidak
mampu menghadapi tuan si juru minuman agung itu, atau seti-
dak-tidaknya untuk maju melawannya. Oleh sebab itu, sudah
menjadi perhatian kita untuk berjaga-jaga melawan musuh-mu-
suh jiwa kita, untuk senantiasa menjaga roh kita dengan senan-
tiasa menjaga pengharapan kita di dalam Allah.
6. Diakui, oleh semua orang, bahwa orang yang meninggalkan pela-
yanan terhadap Allah akan kehilangan perlindungan-Nya. Jika apa
yang dituduhkan oleh juru minuman agung itu memang benar,
bahwa Hizkia telah merubuhkan mezbah-mezbah Allah, maka wa-
jar saja bila ia sampai menyimpulkan bahwa Hizkia tidak bisa de-
ngan yakin berharap pada-Nya untuk mendapatkan bantuan dan
kelepasan (ay. 7). Kita dapat berkata demikian kepada para pen-
dosa yang lancang, yang berkata bahwa mereka berharap kepada
Tuhan dan belas kasihan-Nya. Bukankah Dia ini yang perintah-
perintah-Nya sudah mereka hina dalam hidup mereka, yang nama-
Nya sudah tidak mereka hormati, dan yang ketetapan-ketetapan-
Nya sudah mereka remehkan? Lalu bagaimana mereka bisa ber-
harap mendapatkan perkenanan dari Dia?
7. Suatu hal yang mudah, dan sangat umum, bagi orang-orang yang
menganiaya jemaat dan umat Allah untuk mengaku mendapat
mandat dari Allah untuk berbuat demikian. Si juru minuman
agung bisa saja berkata, sekarang pun, adakah di luar kehendak
TUHAN aku maju? padahal sebenarnya ia sudah maju melawan
Tuhan (37:28). Mereka yang membunuh hamba-hamba Tuhan
menyangka bahwa mereka sedang melayani Dia dan berkata,
baiklah TUHAN menyatakan kemuliaan-Nya. Akan tetapi, cepat
atau lambat, mereka akan merasakan kesalahan mereka meng-
akibatkan kerugian bagi mereka sendiri, dan dibuat kebingungan.
Kitab Yesaya 36:11-22
653
Pesan Sahherib yang Lancang
(36:11-22)
11 Lalu berkatalah Elyakim, Sebna dan Yoah kepada juru minuman agung:
“Silakan berbicara dalam bahasa Aram kepada hamba-hambamu ini, sebab
kami mengerti; tetapi janganlah berbicara dengan kami dalam bahasa Ye-
huda sambil didengar oleh rakyat yang ada di atas tembok.“ 12 Tetapi juru
minuman agung berkata: “Adakah tuanku mengutus aku untuk mengucap-
kan perkataan-perkataan ini hanya kepada tuanmu dan kepadamu saja?
Bukankah juga kepada orang-orang yang duduk di atas tembok, yang mema-
kan tahinya dan meminum air kencingnya bersama-sama dengan kamu?” 13
Kemudian berdirilah juru minuman agung dan berserulah ia dengan suara
nyaring dalam bahasa Yehuda. Ia berkata: “Dengarlah perkataan raja agung,
raja Asyur! 14 Beginilah kata raja: Janganlah Hizkia memperdayakan kamu,
sebab ia tidak sanggup melepaskan kamu! 15 Janganlah Hizkia mengajak
kamu berharap kepada TUHAN dengan mengatakan: Tentulah TUHAN akan
melepaskan kita; kota ini tidak akan diserahkan ke dalam tangan raja Asyur.
16 Janganlah dengarkan Hizkia, sebab beginilah kata raja Asyur: Adakanlah
perjanjian penyerahan dengan aku dan datanglah ke luar kepadaku, maka
setiap orang dari padamu akan makan dari pohon anggurnya dan dari pohon
aranya serta minum dari sumurnya, 17 sampai aku datang dan membawa
kamu ke suatu negeri seperti negerimu, suatu negeri yang bergandum dan
berair anggur, suatu negeri yang beroti dan berkebun anggur. 18 Jangan sam-
pai Hizkia membujuk kamu dengan mengatakan: TUHAN akan melepaskan
kita! Apakah pernah para allah bangsa-bangsa melepaskan negerinya ma-
sing-masing dari tangan raja Asyur? 19 Di manakah para allah negeri Hamat
dan Arpad? Di manakah para allah negeri Sefarwaim? Apakah mereka telah
melepaskan Samaria dari tanganku? 20 Siapakah di antara semua allah
negeri-negeri ini yang telah melepaskan negeri mereka dari tanganku, sehing-
ga TUHAN sanggup melepaskan Yerusalem dari tanganku?” 21 Tetapi orang
berdiam diri dan tidak menjawab dia sepatah kata pun, sebab ada perintah
raja, bunyinya: “Jangan kamu menjawab dia!” 22 Kemudian pergilah Elyakim
bin Hilkia, kepala istana, dan Sebna, panitera negara, dan Yoah bin Asaf,
bendahara negara, menghadap Hizkia, dengan pakaian yang dikoyakkan, lalu
memberitahukan kepada raja perkataan juru minuman agung.
Dari sini kita bisa memetik pelajaran-pelajaran ini:
1. Bahwa, sewaktu para penguasa dan penasihat mempunyai urus-
an-urusan yang menyangkut kepentingan umum yang sedang
diperdebatkan, tidaklah baik menyerukannya kepada rakyat. Ma-
suk akallah permohonan yang diajukan oleh para wakil Hizkia
yang diberi kuasa penuh itu, bahwa perundingan ini harus di-
selenggarakan dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh rakyat
(ay. 11), karena alasan-alasan negara yaitu perkara yang bersifat
rahasia dan harus dirahasiakan, sebab orang biasa tidak mampu
membuat penilaian atasnya. Oleh karena itu, suatu perbuatan
yang tidak semestinya, dan bukan apa yang kita inginkan supaya
orang lain berbuat kepada kita, untuk memanas-manasi rakyat
melawan pemimpin mereka dengan sindiran-sindiran yang rendah.
654
2. Semakin para pencemooh yang sombong dan angkuh diladeni
dengan baik, semakin busuk mereka biasanya berbicara. Tidak
ada yang bisa dikatakan dengan lebih lembut dan lebih terhormat
daripada yang dikatakan oleh para utusan Hizkia kepada si juru
minuman agung. Selain bahwa perkara itu sendiri wajar saja un-
tuk mereka minta, mereka juga menyebut diri sebagai hamba-
hambanya, dan memohon untuk itu: Silakan berbicara. Tetapi hal
ini justru membuat si juru minuman agung lebih bermaksud
jahat dan mau memerintah lagi. Memberikan jawaban kasar ke-
pada orang yang memberi kita jawaban lembut yaitu salah satu
cara untuk membalas kebaikan dengan kejahatan. Sungguh fasik,
dan ditakutkan tidak dapat pulihkan lagi, orang-orang yang bukan-
nya menghilangkan amarah malah selalu membuat yang buruk
lebih buruk lagi.
3. Ketika Iblis ingin menggoda manusia supaya tidak berharap pada
Allah, dan melekat pada-Nya, ia melakukannya dengan meng-
hasut bahwa dengan berserah padanya, keadaan mereka akan
menjadi lebih baik. Tetapi itu usulan yang palsu, dan jelas-jelas
tidak masuk akal, dan karena itu harus ditolak dengan rasa jijik
yang sebesar-besarnya. Apabila dunia dan kedagingan berkata
kepada kita, “Adakanlah perjanjian penyerahan dengan kami dan
datanglah ke luar kepada kami. Tunduklah pada kekuasaan kami
dan bergabunglah dengan kepentingan-kepentingan kami, maka
setiap orang dari padamu akan makan dari pohon anggurnya.”
Dengan semua perkataan itu, mereka hanya menipu kita. Mereka
menjanjikan kebebasan padahal mereka hendak menuntun kita
ke dalam tawanan dan perbudakan yang paling hina. Kita juga
dapat menganggap perkataan si juru minuman agung sebagai per-
kataan yang baik-baik dan indah-indah dari dunia dan kedaging-
an. Oleh karena itu, janganlah percaya kepada mereka, sekalipun
mereka berkata manis kepadamu. Biarkan saja mereka berkata
sesuka hati, tetap saja tidak ada tanah seperti tanah perjanjian,
tanah suci.
4. Tidak ada yang lebih tidak masuk akal dengan sendirinya, dan
tidak ada yang lebih menghina Allah yang benar dan hidup, selain
membandingkan Dia dengan allah-allah bangsa kafir. Seolah-olah
Ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi para penyembah-
Nya lebih daripada yang dapat dilakukan oleh allah-allah itu
untuk melindungi para penyembah mereka. Juga, seolah-olah
Kitab Yesaya 36:11-22
655
Allah Israel bisa dengan mudah dikuasai seperti allah-allah negeri
Hamat dan Arpad, padahal allah-allah itu yaitu kesia-siaan dan
dusta. Mereka bukan apa-apa, sedangkan Dia yaitu AKU yang
akbar. Mereka yaitu makhluk ciptaan khayalan manusia dan
karya buatan tangan manusia, sedangkan Dia yaitu Pencipta
segala sesuatu.
5. Para pendosa yang lancang biasanya berpikir bahwa, karena me-
reka sudah menjadi terlalu tangguh bagi sesama mereka, maka
mereka bisa bersaing dengan Pencipta mereka. Bangsa yang di
sana dan bangsa yang di sini sudah mereka taklukkan, dan kare-
na itu Tuhan sendiri tidak akan membebaskan Yerusalem dari
tangan mereka. Akan tetapi, meskipun beling periuk berbantah
dengan beling periuk, janganlah mereka berbantah dengan pem-
bentuknya.
6. Adakalanya bijaksana untuk tidak menjawab orang bebal menurut
kebodohannya. Perintah Hizkia yaitu , “Jangan kamu menjawab
dia! Itu hanya akan memancing dia untuk mencerca dan menghu-
jat dengan lebih lagi. Serahkanlah kepada Allah untuk membung-
kam mulutnya, sebab kamu tidak bisa.” Mereka punya jawaban
untuk itu di pihak mereka, tetapi akan sulit untuk mengatakannya
tanpa amarah kepada musuh yang sedemikian tidak berakal sehat.
Dan, jika mereka juga sampai ikut mencerca seperti si juru mi-
numan agung itu, maka dia akan menjadi lawan yang terlampau
sulit bagi mereka dalam hal cerca-mencerca.
7. Sudah sepatutnya umat Allah mendiamkan saja di dalam hati
penghinaan yang dilontarkan kepada Allah oleh hujatan-hujatan
orang fasik, meskipun mereka tidak menganggapnya bijaksana
untuk membalas hujatan-hujatan itu. Walaupun mereka tidak men-
jawab dia sepatah kata pun, mereka mengoyakkan pakaian mereka,
dalam semangat yang kudus bagi kemuliaan nama Allah dan ke-
marahan yang kudus atas penghinaan yang dilakukan terhadap
nama-Nya. Mereka mengoyakkan pakaian mereka ketika men-
dengar hujatan, seperti orang yang tidak senang dengan segala per-
hiasan mereka sendiri apabila kehormatan Allah diinjak-injak.
PASAL 37
alam pasal ini kita mendapati pengulangan lebih jauh dari cerita
tentang Sanherib, yang sudah kita dapati sebelumnya dalam
Kitab Raja-raja. Dalam pasal sebelumnya kita mendapati Sanherib
sedang melakukan penaklukan dan mengancam akan menaklukkan.
Dalam pasal ini kita mendapati dia sedang tersandung, dan pada
akhirnya jatuh, yang terjadi sebagai jawaban doa dan untuk meng-
genapi banyak nubuat yang sudah kita jumpai dalam pasal-pasal
sebelumnya. Di sini kita mendapati,
I. Hizkia yang dengan saleh menerima perkataan tidak saleh
dari si juru minuman agung (ay . 1).
II. Pesan yang penuh dengan permohonan yang disampaikan
Hizkia kepada Yesaya supaya mendoakannya (ay. 2-5).
III. Jawaban yang membesarkan hati yang disampaikan Yesaya
kepadanya dari Allah, yang meyakinkan dia bahwa Allah
akan membela perkaranya melawan raja Asyur (ay. 6-7).
IV. Surat kasar dan menghina yang dikirimkan raja Asyur ke-
pada Hizkia, dengan maksud yang sama seperti perkataan
juru minuman agung (ay. 8-13).
V. Doa Hizkia yang penuh kerendahan hati kepada Allah sete-
lah menerima surat ini (ay. 14-20).
VI. Jawaban lengkap selanjutnya yang disampaikan Allah kepa-
danya melalui Yesaya, dengan menjanjikan dia bahwa ma-
salah-masalahnya akan segera berakhir dengan bahagia,
bahwa badai pasti berlalu dan segala sesuatunya akan tam-
pak cerah dan tenang (ay. 21-35).
VII. Penggenapan langsung dari nubuatan ini dalam kehancur-
an pasukan raja Asyur (ay. 36) dan pembunuhan terhadap
D
658
raja itu (ay. 37-38). Semuanya ini dibukakan dengan pan-
jang lebar dalam 2 Raja-raja 19.
Pesan Hizkia kepada Yesaya
(37:1-7)
1 Segera sesudah raja Hizkia mendengar itu, dikoyakkannyalah pakaiannya
dan diselubunginyalah badannya dengan kain kabung, lalu masuklah ia ke
rumah TUHAN. 2 Disuruhnyalah juga Elyakim, kepala istana, Sebna, panitera
negara, dan yang tua-tua di antara para imam, dengan berselubungkan kain
kabung, kepada nabi Yesaya bin Amos. 3 Berkatalah mereka kepadanya: “Be-
ginilah kata Hizkia: Hari ini hari kesesakan, hari hartikel man dan penistaan;
sebab sudah datang waktunya untuk melahirkan anak, tetapi tidak ada ke-
kuatan untuk melahirkannya. 4 Mungkin TUHAN, Allahmu, sudah men-
dengar perkataan juru minuman agung yang telah diutus oleh raja Asyur,
tuannya, untuk mencela Allah yang hidup, sehingga TUHAN, Allahmu, mau
memberi hartikel man karena perkataan-perkataan yang telah didengar-Nya.
Maka baiklah engkau menaikkan doa untuk sisa yang masih tinggal ini!” 5
Ketika pegawai-pegawai raja Hizkia sampai kepada Yesaya, 6 berkatalah
Yesaya kepada mereka: “Beginilah kamu katakan kepada tuanmu: Beginilah
firman TUHAN: Janganlah engkau takut terhadap perkataan yang kaudengar
yang telah diucapkan oleh budak-budak raja Asyur untuk menghujat Aku. 7
Sesungguhnya, Aku akan menyuruh suatu roh masuk di dalamnya, sehingga
ia mendengar suatu kabar dan pulang ke negerinya; Aku akan membuat dia
mati rebah oleh pedang di negerinya sendiri.”
Kita dapat mengamati di sini,
1. Bahwa cara terbaik untuk mengacaukan rancangan-rancangan
jahat dari musuh-musuh terhadap kita yaitu datang kepada Allah
karena terdesak olehnya dan menjalankan kewajiban ibadah kita.
Dengan berbuat demikian, kita mengambil makanan dari yang
makan. Juru minuman agung berniat menakut-nakuti Hizkia
supaya menjauh dari Tuhan, tetapi ternyata ia malah menakut-
nakutinya supaya datang kepada Tuhan. Bukannya menerbangkan
mantel pelancong, angin malah membuatnya lebih mengencangkan
lagi mantelnya. Semakin juru minuman agung mencela Allah,
semakin Hizkia berusaha memberikan penghormatan kepada Allah,
dengan mengoyakkan pakaiannya karena penghinaan yang telah
diberikan kepada-Nya, dan masuk ke tempat kudus-Nya untuk
mencari tahu pikiran-Nya.
2. Bahwa sudah sepantasnya orang-orang besar meminta didoakan
oleh orang-orang baik dan hamba-hamba Tuhan yang baik. Hizkia
mengirimkan utusan-utusan, dan orang-orang terhormat, orang-
orang terpenting, kepada Yesaya, untuk meminta didoakan oleh-
Kitab Yesaya 37:1-7
659
nya, mengingat betapa nubuat-nubuatnya belakangan ini jelas-
jelas menunjuk pada berbagai peristiwa yang sedang terjadi saat
ini. Ada kemungkinan, dengan bergantung pada nubuat-nubuat
itu, Hizkia tidak ragu bahwa masalah ini akan berakhir indah,
namun ia ingin supaya itu terjadi sebagai jawaban doa: Hari ini
hari kesesakan, karena itu hendaklah hari ini menjadi hari doa.
3. Apabila kita sedang jatuh terpuruk, kita harus semakin bersung-
guh-sungguh lagi di dalam doa: Sebab sudah datang waktunya
untuk melahirkan anak, tetapi tidak ada kekuatan untuk melahir-
kannya. Maka dari itu hendaklah kita berdoa, dan membantu
mengeluarkannya. Apabila rasa nyeri teramat kuat, hendaklah
doa menjadi teramat hidup. Dan apabila kita menjumpai kesulit-
an-kesulitan hebat, maka sudah tiba waktunya untuk menggugah
bukan hanya diri kita sendiri, melainkan juga orang lain, untuk
berpegang pada Allah. Doa yaitu bidan belas kasihan, yang
membantu melahirkan.
4. Suatu dorongan semangat untuk berdoa meskipun kita hanya
memiliki sedikit harapan akan memperoleh belas kasihan (ay. 4):
Mungkin TUHAN, Allahmu, sudah mendengar; siapa tahu, mungkin
Ia mau berbalik dan menyesal? Adanya kemungkinan bahwa kita
akan tiba di pelabuhan berkat haruslah mendorong kita dengan
keuletan yang berlipat ganda untuk mengayuh sampan doa.
5. Apabila ada umat yang tersisa, dan hanya umat sisa, maka sudah
menjadi kepentingan kita untuk menaikkan doa bagi umat sisa
itu (ay. 4). Doa yang mencapai sorga harus dinaikkan dengan
iman yang kuat, keinginan yang sungguh-sungguh, dan niat lang-
sung untuk kemuliaan Allah, yang semuanya harus dihidupkan
ketika kita sudah sampai pada pertaruhan yang terakhir.
6. Orang yang sudah menjadikan Allah sebagai musuh, mereka tidak
perlu kita takuti, sebab mereka sudah ditandai untuk binasa.
Dan, meskipun bisa mendesis, mereka tidak bisa melukai. Si juru
minuman agung sudah menghujat Allah, dan karena itu jangan-
lah Hizkia takut padanya (ay. 6). Ia telah menyeret Allah untuk
berpihak pada kepentingannya melalui kata-katanya yang meng-
hina, dan karena itu penghakiman pasti akan dijatuhkan ke atas-
nya. Allah pasti akan membela perkara-Nya sendiri.
7. Ketakutan-ketakutan para pendosa hanyalah awal dari kejatuhan
mereka. Raja Asyur akan mendengar suatu kabar tentang pem-
bantaian pasukannya, yang akan mengharuskan dia untuk mun-
660
dur pulang ke negerinya sendiri, dan di sana ia akan dibunuh (ay.
7). Kengerian-kengerian yang mengejar dia pada akhirnya akan
membawanya kepada raja kedahsyatan (Ayb. 18:11, 14). Kutukan-
kutukan yang biasanya menimpa para pendosa akan menyergap
mereka tanpa diduga-duga.
Doa Hizkia
(37:8-20)
8 Ketika juru minuman agung pulang, didapatinyalah raja Asyur berperang
melawan Libna; sebab sudah didengarnya bahwa raja telah berangkat dari
Lakhis. 9 Dalam pada itu raja mendengar tentang Tirhaka, raja Etiopia, berita
yang demikian: “Ia telah keluar berperang melawan engkau,” dan ketika
mendengar itu, disuruhnyalah utusan-utusan kepada Hizkia dengan pesan:
10 “Beginilah harus kamu katakan kepada Hizkia, raja Yehuda: Janganlah
Allahmu yang kaupercayai itu memperdayakan engkau dengan menjanjikan:
Yerusalem tidak akan diserahkan ke tangan raja Asyur. 11 Sesungguhnya,
engkau ini telah mendengar tentang yang dilakukan raja-raja Asyur kepada
segala negeri, yakni bahwa mereka telah menumpasnya; masakan engkau ini
akan dilepaskan? 12 Sudahkah para allah dari bangsa-bangsa yang telah di-
musnahkan oleh nenek moyangku, dapat melepaskan mereka, yakni Gozan,
Haran, Rezef dan bani Eden yang di Telasar? 13 Di manakah raja negeri
Hamat dan Arpad raja kota Sefarwaim, raja negeri Hena dan Iwa?” 14 Hizkia
menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; kemudian
pergilah ia ke rumah TUHAN dan membentangkan surat itu di hadapan
TUHAN. 15 Hizkia berdoa di hadapan TUHAN, katanya: 16 “Ya TUHAN semesta
alam, Allah Israel, yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah
Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi.
17 Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, dan dengarlah; bukalah mata-Mu,
ya TUHAN, dan lihatlah; dengarlah segala perkataan Sanherib yang telah
dikirimnya untuk mencela Allah yang hidup. 18 Ya TUHAN, memang raja-raja
Asyur telah memusnahkan semua bangsa dan negeri-negeri mereka 19 dan
menaruh para allah mereka ke dalam api, sebab mereka bukanlah Allah,
hanya buatan tangan manusia, kayu dan batu; sebab itu dapat dibinasakan
orang. 20 Maka sekarang, ya TUHAN, Allah kami, selamatkanlah kami dari
tangannya, supaya segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya
Engkau sendirilah TUHAN.”
Kita dapat mengamati di sini,
1. Bahwa, jika Allah memberi kita kepuasan di dalam batin terhadap
janji-Nya, maka ini dapat menguatkan kita dalam menanggung
segala celaan dengan berdiam diri. Allah menjawab Hizkia, tetapi
tidak tampak bahwa Hizkia, dengan sengaja, mengirimkan jawab-
an apa saja kepada juru minuman agung. Sebaliknya, setelah Allah
mengambil pekerjaan itu ke dalam tangan-Nya sendiri, Hizkia de-
ngan diam menyerahkan permasalahan itu kepada-Nya. Maka dari
Kitab Yesaya 37:8-20
661
itu juru minuman agung pulang kepada raja tuannya untuk me-
minta petunjuk-petunjuk baru.
2. Orang-orang yang suka dengan peperangan akan dicartikel pkan
dengannya. Sanherib, tanpa dipanas-panasi atau diberi peringat-
an, maju berperang melawan Yehuda. Dan sekarang, tanpa ba-
nyak bicara, raja Etiopia maju berperang melawannya (ay. 9).
Orang-orang yang suka berseteru harus siap-siap akan diajak ber-
seteru. Dan adakalanya Allah mengendalikan amukan musuh-
musuh-Nya dengan mengalihkan perhatian mereka pada suatu
perkara yang dahsyat.
3. Berbicara sombong dan cemar itu buruk, tetapi lebih buruk me-
nulis demikian, sebab hal itu lebih menunjukkan kesengajaan
dan rancangan, dan apa yang ditulis akan menyebar ke tempat-
tempat yang lebih jauh, bertahan lebih lama, dan menimbulkan
kejahatan yang lebih besar. Paham tidak adanya Tuhan dan
hidup tanpa agama, yang dituangkan dalam tulisan, pasti akan
dituntut perhitungan suatu hari nanti.
4. Keberhasilan-keberhasilan yang besar sering kali mengeraskan
hati para pendosa di jalan-jalan mereka yang berdosa, dan mem-
buat mereka lebih berani. Karena raja-raja Asyur telah menghan-
curkan semua negeri (meskipun pada kenyataannya, hanya sedi-
kit yang jatuh dalam jangkauan mereka), maka mereka tidak ragu
lagi bisa menghancurkan negeri kepunyaan Allah. Karena allah-
allah dari bangsa-bangsa lain tidak mampu menolong, mereka
menyimpulkan bahwa Allah Israel juga demikian. Karena raja-raja
penyembah berhala dari negeri Hamat dan Arpad sudah menjadi
mangsa yang empuk bagi mereka, maka mereka tidak ragu juga
bisa menghancurkan negeri kepunyaan Allah. Karena raja-raja
penyembah berhala dari negeri Hamat dan Arpad sudah menjadi
mangsa yang empuk bagi mereka, maka raja Yehuda yang saleh
dan sedang melakukan pembaruan diri pasti akan demikian juga.
Demikianlah orang yang congkak ini menjadi matang bagi kehan-
curan oleh silaunya sinar kejayaan.
5. Kebebasan untuk masuk ke dalam takhta anugerah, dan kebe-
basan untuk berbicara di sana, yaitu hak istimewa yang tak ter-
utarakan dari umat Tuhan pada setiap saat, terutama pada saat-
saat susah dan bahaya. Hizkia mengambil surat Sanherib, lalu
membentangkannya di hadapan Tuhan, tanpa bermaksud untuk
mengeluhkan apa pun mengenai dia selain apa yang ditulisnya
662
sendiri itu. Biarlah hal yang menjadi perkara itulah yang berbi-
cara sendiri. Inilah yang tertulis hitam di atas putih: Bukalah
mata-Mu, ya TUHAN, dan lihatlah. Allah mengizinkan umat-Nya
yang berdoa untuk bersikap bebas disertai kerendahan hati di ha-
dapan Dia, untuk mengutarakan semua perkataan mereka, seper-
ti yang dilakukan Yefta, di hadapan Dia, untuk membentangkan
surat, entah dari kawan atau lawan, di hadapan-Nya, dan menye-
rahkan isinya, pokok permasalahannya, kepada Dia.
6. Prinsip-prinsip agung dan mendasar dari agama kita, jika diterap-
kan dengan iman dan dikembangkan dalam doa, pasti akan ber-
manfaat bagi kita dalam menghadapi berbagai kesusahan dan
masalah tertentu yang mendesak, apa pun itu. Oleh sebab itu,
kita harus kembali pada prinsip-prinsip itu, dan mematuhinya.
Demikianlah yang diperbuat Hizkia di sini. Ia mendorong dirinya
sendiri dengan hal ini, bahwa Allah Israel yaitu TUHAN semesta
alam, Tuhan atas segenap pasukan, atas pasukan Israel, untuk
menghidupkannya, dan Tuhan atas pasukan-pasukan musuh me-
reka, untuk mengecilkan hati dan mengendalikan mereka. Juga,
bahwa Dia sendirilah Allah, dan tidak ada yang lain yang dapat
bersaing melawan-Nya. Bahwa Dia yaitu Allah segala kerajaan di
bumi, dan dapat menghancurkan mereka semua sesuai kehendak-
Nya. Dia menjadikan langit dan bumi, dan karena itu dapat dan
akan berbuat apa saja.
7. Apabila kita takut terhadap manusia yang merupakan perusak-pe-
rusak besar, maka dengan keberanian yang disertai kerendahan
hati kita dapat berseru kepada Allah sebagai Juruselamat agung.
Mereka memang telah menumpas bangsa-bangsa, yang sudah
melempar diri sendiri keluar dari perlindungan Allah yang benar
dengan menyembah allah-allah palsu. Tetapi Tuhan Allah sajalah
Allah kami, Raja kami, Pemberi hartikel m kami, dan Dia akan menye-
lamatkan kami, Dia yang yaitu Juruselamat mereka yang percaya.
8. Kita bisa cartikel p kuat berpegang ketika bergumul dengan Allah di
dalam doa, jika yang kita serukan dalam perkara kita itu hanyalah
untuk kemuliaan-Nya saja, bahwa nama-Nya akan dicemarkan jika
kita diinjak-injak, tetapi akan dimuliakan jika kita dibebaskan.
Oleh sebab itu, seruan kita akan paling membuahkan hasil bila di-
dasarkan atas ini: “Lakukanlah itu demi kemuliaan-Mu.”
Kitab Yesaya 37:21-38
663
Sanherib Diancam dan Dihancurkan
(37:21-38)
21 Lalu Yesaya bin Amos menyuruh orang kepada Hizkia mengatakan: “Be-
ginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tentang yang telah kaudoakan kepada-
Ku mengenai Sanherib, raja Asyur, 22 inilah firman yang telah diucapkan
TUHAN mengenai dia: Anak dara, yaitu puteri Sion, telah menghina engkau,
telah mengolok-olokkan engkau; dan puteri Yerusalem telah geleng-geleng
kepala di belakangmu. 23 Siapakah yang engkau cela dan engkau hujat? Ter-
hadap siapakah engkau menyaringkan suaramu, dan memandang dengan
sombong-sombong? Terhadap Yang Mahakudus, Allah Israel! 24 Dengan
perantaraan hamba-hambamu engkau telah mencela Tuhan, dan engkau
telah berkata: Dengan banyaknya keretaku aku naik ke tempat-tempat tinggi
di pegunungan, ke tempat yang paling jauh di gunung Libanon; aku telah
menebang pohon-pohon arasnya yang tinggi besar, pohon-pohon sanobarnya
yang terpilih; aku telah masuk ke tempat tinggi yang paling ujung, ke hutan
pohon-pohonannya yang lebat. 25 Aku ini telah menggali air dan telah minum
air; aku telah mengeringkan dengan telapak kakiku segala sungai di Mesir! 26
Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari
dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkan-
nya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi
timbunan batu, 27 sedang penduduknya yang tak berdaya menjadi terkejut
dan malu; mereka menjadi seperti tumbuh-tumbuhan di padang dan seperti
rumput hijau, seperti rumput di atas sotoh, atau gandum yang layu sebelum
ia masak. 28 Aku tahu, jika engkau bangun atau duduk, jika keluar atau
masuk, atau jika engkau mengamuk terhadap Aku. 29 Oleh karena engkau
telah mengamuk terhadap Aku, dan kata-kata keangkuhanmu telah naik
sampai ke telinga-Ku, maka Aku akan menaruh kelikir-Ku pada hidungmu
dan kekang-Ku pada bibirmu, dan Aku akan memulangkan engkau melalui
jalan, dari mana engkau datang. 30 Dan inilah yang akan menjadi tanda
bagimu, hai Hizkia: Dalam tahun ini orang makan apa yang tumbuh sendiri,
dan dalam tahun yang kedua, apa yang tumbuh dari tanaman yang pertama,
tetapi dalam tahun yang ketiga, menaburlah kamu, menuai, membuat kebun
anggur dan memakan buahnya. 31 Dan orang-orang yang terluput di antara
kaum Yehuda, yaitu orang-orang yang masih tertinggal, akan berakar pula ke
bawah dan menghasilkan buah ke atas. 32 Sebab dari Yerusalem akan keluar
orang-orang yang tertinggal dan dari gunung Sion orang-orang yang terluput;
giat cemburu TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini. 33 Sebab itu
beginilah firman TUHAN mengenai raja Asyur: Ia tidak akan masuk ke kota
ini dan tidak akan menembakkan panah ke sana; juga ia tidak akan menda-
tanginya dengan perisai dan tidak akan menimbun tanah menjadi tembok
untuk mengepungnya. 34 Melalui jalan, dari mana ia datang, ia akan pulang,
tetapi ke kota ini ia tidak akan masuk, demikianlah firman TUHAN. 35 Dan
Aku akan memagari kota ini untuk menyelamatkannya, oleh karena Aku dan
oleh karena Daud, hamba-Ku.” 36 Keluarlah Malaikat TUHAN, lalu dibunuh-
Nyalah seratus delapan puluh lima ribu orang di dalam perkemahan Asyur.
Keesokan harinya pagi-pagi tampaklah, semuanya bangkai orang-orang mati
belaka! 37 Sebab itu berangkatlah Sanherib, raja Asyur dan pulang, lalu
tinggallah ia di Niniwe. 38 Pada suatu kali ketika ia sujud menyembah di
dalam kuil Nisrokh, allahnya, maka Adramelekh dan Sarezer, anak-anaknya,
membunuh dia dengan pedang, dan mereka meloloskan diri ke tanah Ararat.
Kemudian Esarhadon, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.
664
Kita dapat mengamati di sini,
1. Bahwa orang yang menerima pesan-pesan mengerikan dari manu-
sia dengan sabar, dan mengirimkan pesan-pesan iman kepada
Allah dengan doa, dapat berharap akan mendapat pesan anuge-
rah dan damai sejahtera dari Allah bagi penghiburan mereka, se-
kalipun mereka sedang amat tertekan. Yesaya mengirimkan
jawaban panjang atas nama Allah untuk doa Hizkia, mengirim-
kannya dalam tulisan (sebab terlalu panjang untuk disampaikan
dengan kata-kata), dan mengirimkannya sebagai jawaban bagi
doanya, sebagai sesuatu yang berhubungan dengan doanya itu:
“Tentang yang telah kaudoakan kepada-Ku, ketahuilah, bagi peng-
hiburanmu, bahwa doamu sudah didengar.” Yesaya mungkin
mengarahkan Hizkia pada nubuat-nubuat yang telah disampai-
kannya (terutama dalam pasal 10) dan menyuruhnya untuk mem-
peroleh jawaban dari situ. Tetapi, supaya Hizkia mendapat peng-
hiburan yang berlimpah, sebuah pesan sengaja dikirimkan ke-
padanya. Hubungan antara bumi dan langit tidak pernah dibiar-
kan terputus dari pihak Allah.
2. Orang yang meninggikan diri sendiri, terutama yang meninggikan
diri melawan Allah dan umat-Nya, sebenarnya hanya menjelek-
jelekkan diri sendiri, dan membuat diri mereka hina, di mata
semua orang bijak: “Anak dara, yaitu puteri Sion, telah menghina
Sanherib, dan segala kejahatan serta ancamannya yang tak ber-
daya. Puteri Sion tahu bahwa, selama ia tetap hidup lurus, ia ya-
kin akan mendapat perlindungan ilahi, dan bahwa meskipun mu-
suh menggonggong, ia tidak bisa menggigit. Semua ancamannya
yaitu lelucon, itu hanyalah brutum fulmen – gembar-gembor
belaka.”
3. Orang yang menyiksa umat Allah menghina Allah sendiri. Dan
Allah menganggap apa yang dikatakan dan dilakukan melawan
mereka sebagai apa yang dikatakan dan dilakukan melawan diri-
Nya sendiri: “Siapakah yang engkau cela? Yang Mahakudus, Allah
Israel, yang karena itu sudah engkau hujat, sebab Dia yaitu
Yang Mahakudus.” Penghinaan yang diberikan Sanherib kepada
Allah semakin diperberat, sebab bukan hanya ia sendiri telah
mencela-Nya, tetapi juga ia menugaskan hamba-hambanya untuk
melakukan hal yang sama: Dengan perantaraan hamba-hambamu,
orang-orang hina, engkau telah mencela Aku.
Kitab Yesaya 37:21-38
665
4. Orang yang membanggakan diri sendiri dan pencapaian mereka
menghina Allah dan pemeliharaan-Nya: “Engkau telah berkata:
Aku ini telah menggali air dan telah minum air. Aku telah melaku-
kan perbuatan-perbuatan besar, dan akan melakukan lebih lagi,
dan tidak mau mengakui bahwa Tuhan telah menentukannya” (ay.
24-26). Orang-orang yang paling giat sekalipun tidak akan lebih
giat melebihi apa yang ditentukan Allah bagi mereka, dan Allah
tidak membuat mereka untuk hal lain selain apa yang sudah
dirancangkannya bagi mereka dari jauh hari: “Apa yang telah
Kurancang dari zaman purbakala, dalam rencana kekal, sekarang
Aku mewujudkannya” (sebab Allah melakukan semuanya sesuai
putusan kehendak-Nya), “bahwa engkau membuat sunyi senyap
kota-kota yang berkubu. Oleh sebab itu, suatu kesombongan yang
tidak dapat diterima jika kamu berkata bahwa itu yaitu perbuat-
anmu sendiri.”
5. Segala niat jahat, gerak-gerik, dan rencana musuh-musuh jemaat
berada di bawah pengetahuan dan pengawasan Allah jemaat itu.
Sanherib bergerak giat dan cepat, di sana sini dan di mana-mana,
tetapi Allah tahu kapan ia keluar atau masuk, dan mata-Nya
selalu tertuju padanya (ay. 28). Dan bukan itu saja. Tangan-Nya
juga teracung padanya, tangan yang keras, tangan yang kuat,
kelikir pada hidungnya dan kekang pada bibirnya, yang dengan-
nya, meskipun ia sangat keras kepala dan susah diatur, Allah
bisa dan akan memulangkan dia melalui jalan, dari mana ia
datang (ay. 29). Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat.
Allah telah menandatangani mandat bagi Sanherib untuk mela-
wan Yehuda (10:6), tetapi di sini Ia mengganti mandat itu. San-
herib sudah menakut-nakuti mereka, tetapi ia tidak boleh menya-
kiti mereka, dan karena itu diperintahkan untuk tidak melangkah
lebih jauh. Bahkan, janjinya ditandatangani di sini, yang olehnya
ia terjerat, untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia
perbuat melebihi apa yang dimandatkan kepadanya.
6. Allah yaitu pemberi yang dermawan bagi umat-Nya, dan juga
pelindung yang berkuasa bagi mereka, baik matahari maupun
perisai bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Yerusalem
akan dipagari (ay. 35), musuh-musuh yang mengepung tidak
akan masuk ke dalamnya, bahkan tidak akan berdiri di hadapan-
nya untuk menyerang seperti biasa. Sebaliknya, mereka akan
dipartikel l mundur sebelum mulai mengepung (ay. 33). Tetapi ini
666
belum semua. Allah akan kembali di dalam belas kasihan kepada
umat-Nya, dan akan berbuat baik kepada mereka. Negeri mereka
akan subur lebih daripada biasanya, sehingga kerugian-kerugian
mereka akan diganti secara berlimpah. Mereka tidak akan mera-
sakan satu pun dampak buruk, entah dari para musuh yang
memorak-porandakan negeri mereka atau dari diri mereka sendiri
yang sudah lama tidak bisa bercocok-tanam. Sebaliknya bumi, se-
perti pada mulanya, akan menumbuhkan tumbuhan dengan sen-
dirinya, dan mereka akan hidup, hidup dalam kelimpahan, dengan
menikmati hasil-hasil bumi yang tumbuh seketika. Berkat Tuhan,
apabila dikehendaki-Nya, dapat membuat kaya sekalipun tanpa
tangan orang-orang yang rajin. Dan janganlah mereka berpikir
bahwa kehancuran-kehancuran negeri mereka akan memberi
mereka alasan untuk tidak menjalankan tahun sabat, yang jatuh
(seperti yang tampak di sini) pada tahun sesudahnya, ketika
mereka tidak boleh membajak atau menabur. Tidak, meskipun
mereka sekarang tidak menyiapkan persediaan sebelumnya untuk
tahun itu, mereka tetap harus menjalankan ibadah tahun sabat
itu, dan bergantung pada Allah untuk memberikan persediaan
bagi mereka. Allah harus dipercaya ketika kewajiban ibadah se-
dang dijalankan.
7. Tidak ada yang tahan menghadapi penghakiman-penghakiman
Allah apabila penghakiman-penghakiman itu datang untuk men-
jalankan tugasnya.
(1) Orang dalam jumlah luar biasa banyaknya tidak akan tahan
berdiri menghadapi penghakiman-penghakiman itu: Satu orang
malaikat, dalam satu malam, akan membunuh sebuah pasukan
yang besar seketika itu juga, apabila Allah memberinya tugas
untuk berbuat demikian (ay. 36). Di sini ada 185.000 prajurit
yang gagah berani, yang dalam sekejap berubah menjadi ma-
yat-mayat yang begitu banyak. Banyak orang beranggapan
bahwa Mazmur 76 ditulis pada waktu kekalahan ini, di mana
dari penjarahan terhadap orang-orang yang berani, dan dibuat-
nya orang-orang itu tidur panjang (Mzm. 76:6), disimpulkan
bahwa Allah lebih cemerlang dan lebih mulia dari pada pegu-
nungan yang ada sejak purba (Mzm. 76:5), dan bahwa Ia dah-
syat (Mzm. 76:8). Para malaikat dipekerjakan, lebih daripada
yang kita sadari, sebagai pelayan-pelayan keadilan Allah, untuk
Kitab Yesaya 37:21-38
667
menghartikel m kesombongan orang-orang fasik dan menghancur-
kan kekuatan mereka.
(2) Orang-orang besar tidak akan tahan berdiri menghadapi peng-
hakiman-penghakiman Allah: raja agung, raja Asyur, terlihat
sangat kerdil ketika ia dipaksa kembali pulang, bukan hanya
dengan rasa malu, karena ia tidak bisa mencapai apa yang
sudah direncanakannya dengan begitu yakin, melainkan juga
dalam kengerian dan ketakutan, jangan-jangan malaikat yang
sudah menghancurkan pasukannya akan menghancurkan dia
juga. Tetapi ia dibuat tampak lebih kerdil lagi ketika dua anak-
nya sendiri, yang seharusnya menjaga dia, malah mengor-
bankan dia kepada berhalanya, yang darinya ia mencari per-
lindungan (ay. 37-38). Allah dengan cepat dapat menghentikan
nafas orang yang hatinya berkobar-kobar untuk mengancam
dan membunuh umat-Nya, dan akan melakukannya apabila
mereka sudah memenuhi takaran kedurhakaan mereka. Dan
TUHAN dikenal dengan penghakiman-penghakiman yang dija-
lankan-Nya ini, dikenal sebagai Allah yang menentang orang
sombong. Banyak nubuat digenapi dalam pemeliharaan ilahi
ini. Dan ini seharusnya membesarkan hati kita untuk bergan-
tung kepada Allah bagi penggenapannya ke depan, karena nu-
buat-nubuat itu juga melihat lebih jauh ke depan dan dimak-
sudkan sebagai jaminan keamanan bagi jemaat dan semua
orang yang percaya kepada Allah. Dia yang sudah mem-
bebaskan, sedang dan akan membebaskan. Tuhan, ampunilah
musuh-musuh kami. Tetapi, biarkanlah binasa segala musuh-
Mu, ya TUHAN!
PASAL 38
Pasal ini berlanjut dengan sejarah Hizkia. Di sini kita mendapati,
I. Penyakitnya, dan hartikel man mati yang dia terima dalam diri-
nya (ay. 1).
II. Doanya dalam kesakitannya (ay. 2-3).
III. Jawaban damai sejahtera yang diberikan Allah terhadap doa-
nya itu, dengan meyakinkan Hizkia bahwa ia akan sembuh,
bahwa ia akan hidup lima belas tahun lagi, bahwa Yerusalem
akan dibebaskan dari raja Asyur, dan bahwa, sebagai tanda
untuk meneguhkan imannya akan jawaban ini, matahari akan
mundur ke belakang sepuluh derajat atau tapak (ay. 4-8). Dan
ini sudah kita baca dan kita buka sebelumnya dalam 2 Raja-
raja 20:1, dst. Akan tetapi,
IV. Di sini ada ucapan syartikel r Hizkia atas kesembuhannya, yang
tidak kita dapati sebelumnya (ay. 9-20). Di sini ditambahkan
apa sarana-sarana yang digunakan (ay. 21), dan apa tujuan
yang ingin dicapai oleh orang baik itu dalam meminta kesem-
buhan (ay. 22). Ini yaitu pasal yang akan menghibur pikiran,
membimbing doa-doa, dan membesarkan iman dan harapan
orang-orang yang sedang mengalami keterbatasan karena
penyakit-penyakit tubuh. Pasal ini sesuai untuk mereka yang
sedang menderita sakit-penyakit.
Penyakit Hizkia
(38:1-8)
1 Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir mati. Lalu datanglah nabi
Yesaya bin Amos dan berkata kepadanya: “Beginilah firman TUHAN: Sampai-
kanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak
akan sembuh lagi.” 2 Lalu Hizkia memalingkan mukanya ke arah dinding dan
670
ia berdoa kepada TUHAN. 3 Ia berkata: “Ah TUHAN, ingatlah kiranya, bahwa
aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bah-
wa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu.” Kemudian menangislah
Hizkia dengan sangat. 4 Maka berfirmanlah TUHAN kepada Yesaya: 5 “Pergilah
dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa
leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu. Sesungguh-
nya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi, 6 dan Aku akan
melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur dan Aku akan mema-
gari kota ini. 7 Inilah yang akan menjadi tanda bagimu dari TUHAN, bahwa
TUHAN akan melakukan apa yang telah dijanjikan-Nya: 8 Sesungguhnya,
bayang-bayang pada penunjuk matahari buatan Ahas akan Kubuat mundur
ke belakang sepuluh tapak yang telah dijalaninya.” Maka pada penunjuk
matahari itu matahari pun mundurlah ke belakang sepuluh tapak dari jarak
yang telah dijalaninya.
Dari perikop ini kita dapat memetik pelajaran-pelajaran yang baik ini,
antara lain:
1. Bahwa kebesaran atau kebaikan orang tidak akan membebaskan
mereka dari sergapan penyakit dan maut. Hizkia, seorang pengua-
sa yang perkasa di bumi dan orang yang sangat disayang Sorga,
dihantam sebuah penyakit, yang tanpa mujizat pasti akan meng-
akibatkan kematian. Dan ini terjadi di pertengahan usianya, di
tengah-tengah kenyamanan hidup dan kebergunaannya. Tuhan,
dia yang Engkau kasihi, sakit. Tampaknya, penyakit ini menyer-
gapnya ketika ia tengah bersorak-sorak dalam kemenangannya
atas pasukan Asyur yang hancur. Hal ini mengajar kita agar
selalu bersukacita dengan gemetar.
2. Kita harus peduli untuk mempersiapkan diri apabila melihat ke-
matian datang mendekat: “Sampaikanlah pesan terakhir kepada
keluargamu, dan terutama siapkanlah hatimu. Persiapkanlah se-
baik mungkin perasaan-perasaanmu maupun urusan-urusanmu,
supaya apabila Tuhanmu datang, kamu bisa didapati-Nya ber-
damai dengan-Nya, dengan hati nuranimu sendiri, dan dengan
semua orang, dan tidak ada lagi yang harus dilakukan kecuali
mati.” Siapnya kita menghadapi maut tidak akan membuat maut
itu terasa datang lebih cepat, tetapi jauh lebih mudah: dan orang
yang sudah siap untuk mati yaitu orang yang paling siap untuk
hidup.
3. Adakah seorang di antaramu menderita sakit? Baiklah ia berdoa
(Yak. 5:13). Doa yaitu obat untuk setiap rasa perih, pribadi atau
umum. Ketika Hizkia tertekan karena musuh-musuhnya, ia ber-
doa. Sekarang ketika ia sakit, ia pun berdoa. Ke mana lagi anak
harus pergi, ketika sakit, selain kepada Bapanya? Penderitaan di-
Kitab Yesaya 38:1-8
671
kirim untuk membawa kita kepada Kitab Suci dan membuat kita
berlutut. Ketika Hizkia sedang sehat, ia pergi ke rumah TUHAN
untuk berdoa, sebab pada waktu itu rumah Tuhan yaitu rumah
doa. Ketika ia sedang terbaring sakit, ia memalingkan mukanya ke
arah dinding, mungkin menghadap bait Allah, yang merupakan
perlambang Kristus, yang kepada-Nya kita harus melihat dengan
iman dalam setiap doa.
4. Hati nurani kita yang bersaksi bagi kita bahwa dengan anugerah
Allah kita sudah menjalani hidup yang baik, dan sudah berjalan
dengan erat dan rendah hati bersama Allah, akan menjadi peno-
pang dan penghiburan yang besar bagi kita ketika tiba saatnya
kita berhadapan dengan maut. Dan walaupun kita tidak boleh
bergantung pada kesaksian hati nurani sebagai kebenaran kita,
yang melaluinya kita dibenarkan di hadapan Allah, namun de-
ngan rendah hati kita bisa menyerukannya sebagai bukti bahwa
kita mempunyai kepentingan dalam kebenaran Sang Pengantara.
Hizkia tidak menuntut upah dari Allah atas pelayanan-pelayanan-
nya yang baik, tetapi dengan bersahaja memohon supaya Allah
mengingat, bukan bagaimana ia sudah mengadakan pembaruan
rohani dalam kerajaannya, melenyapkan bukit-bukit pengorbanan
tempat berhala, membersihkan bait Allah, dan menghidupkan
kembali ketetapan-ketetapan yang terabaikan, tetapi yang lebih
baik daripada semua korban bakaran dan korban sembelihan,
bagaimana ia sudah membuktikan dirinya layak di hadapan Allah
tanpa menyimpang dan dengan hati yang jujur, bukan hanya
dalam ibadah-ibadah utama, melainkan juga bahkan dalam hidup
kudus sehari-hari: Aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia
dan dengan tulus hati, dan dengan hati yang sempurna (KJV), yaitu
dengan lurus hati. Sebab kelurusan hati yaitu kesempurnaan
Injil kita.
5. Telinga Allah dengan penuh kemurahan hati terbuka untuk men-
dengarkan doa-doa umat-Nya yang menderita. Nabi yang sama
yang diutus kepada Hizkia dengan peringatan supaya Hizkia ber-
siap-siap menghadapi maut, diutus lagi kepadanya dengan janji
bahwa ia tidak hanya akan sembuh, tetapi juga kesehatannya
pasti akan pulih dan ia akan hidup selama lima belas tahun lagi.
Seperti halnya Yerusalem dibuat kesusahan, demikian juga Hizkia
dibuat sakit, supaya Allah mendapatkan kemuliaan dalam pem-
bebasan keduanya, dan supaya doa juga mendapat kehormatan
672
sebagai hal yang berperan dalam pembebasan itu. Ketika kita ber-
doa dalam kesakitan kita, meskipun Allah tidak mengirimkan ke-
pada kita jawaban seperti yang dikirimkan-Nya kepada Hizkia di
sini, namun jika dengan Roh-Nya ia meminta kita untuk bergem-
bira, meyakinkan kita bahwa dosa-dosa kita sudah diampuni,
bahwa anugerah-Nya akan mencartikel pi bagi kita, dan bahwa kita,
entah hidup atau mati, akan menjadi milik-Nya, maka tidak ada
alasan bagi kita untuk berkata bahwa sia-sia saja kita berdoa.
Allah menjawab kita jika Dia menambahkan kekuatan dalam jiwa
kita, meskipun tidak dengan memberi kekuatan tubuh jasmani
(Mzm. 138:3).
6. Orang baik tidak bisa banyak terhibur dengan memiliki kesehatan
dan kemakmuran kecuali bersamaan dengan itu ia melihat kese-
jahteraan dan kemakmuran jemaat Allah. Oleh sebab itu Allah,
karena mengetahui apa yang ada dalam hati Hizkia, menjanjikan
dia bukan hanya bahwa ia akan hidup, melainkan juga bahwa ia
akan melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupnya (Mzm.
128:5), sebab kalau tidak, ia tidak bisa hidup dengan nyaman.
Yerusalem, yang kala itu sudah bebas, masih akan tetap diben-
tengi dari pasukan Asyur, yang mungkin mengancam akan menge-
pung dan menyerang lagi. Demikianlah Allah dengan penuh anu-
gerah mengatur supaya Hizkia dalam segala hal merasa tenang.
7. Allah bersedia menunjukkan kepada mereka yang berhak mene-
rima janji itu kepastian putusan-Nya, supaya mereka beroleh iman
yang tak tergoyahkan akan janji-Nya itu, dan bersama dengan itu
juga mendapat penghiburan yang besar. Allah telah berulang kali
memberi Hizkia jaminan akan perkenanan-Nya. Namun, seolah-
olah semua itu masih terlalu kecil, maka supaya Hizkia berharap
dari-Nya perkenanan-perkenanan yang tidak biasa, sebuah tanda
diberikan kepadanya, sebuah tanda yang tidak biasa. Karena tak
seorang pun yang kita tahu mendapat janji yang pasti bahwa ia
akan hidup selama sekian tahun ke depan, seperti yang didapat
Hizkia, maka Allah menganggap pantas untuk meneguhkan de-
ngan mujizat perkenanan yang belum pernah diberikan-Nya sebe-
lum ini. Tanda itu yaitu mundurnya bayang-bayang pada pe-
nunjuk matahari. Matahari yaitu pengartikel r waktu yang setia,
dan girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalan-
annya. Tetapi Dia yang mengatur jam supaya tetap berputar,
dapat mengaturnya kembali sesuai kehendak-Nya, dan membuat-
Kitab Yesaya 38:9-22
673
nya mundur. Sebab Bapa dari segala teranglah yang mengarah-
kan arahnya.
Ucapan Syartikel r Hizkia
(38:9-22)
9 Karangan Hizkia, raja Yehuda, sesudah ia sakit dan sembuh dari penyakit-
nya: 10 Aku ini berkata: Dalam pertengahan umurku aku harus pergi, ke pin-
tu gerbang dunia orang mati aku dipanggil untuk selebihnya dari hidupku. 11
Aku berkata: aku tidak akan melihat TUHAN lagi di negeri orang-orang yang
hidup; aku tidak akan melihat seorang pun lagi di antara penduduk dunia. 12
Pondok kediamanku dibongkar dan dibuka seperti kemah gembala; seperti
tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri hidupku; TUHAN me-
mutus nyawaku dari benang hidup. Dari siang sampai malam Engkau mem-
biarkan aku begitu saja, 13 aku berteriak minta tolong sampai pagi; seperti
singa demikianlah TUHAN menghancurkan segala tulang-tulangku; dari
siang sampai malam Engkau membiarkan aku begitu saja. 14 Seperti burung
layang-layang demikianlah aku menciap-ciap, suaraku redup seperti suara
merpati. Mataku habis menengadah ke atas, ya Tuhan, pemerasan terjadi ke-
padaku; jadilah jaminan bagiku! 15 Apakah yang akan kukatakan dan kuucap-
kan kepada TUHAN; bukankah Dia yang telah melakukannya? Aku sama sekali
tidak dapat tidur karena pahit pedihnya perasaanku. 16 Ya Tuhan, karena inilah
hatiku mengharapkan Engkau; tenangkanlah rohku, buatlah aku sehat, buat-
lah aku sembuh! 17 Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamat-
an bagiku; Engkaulah yang mencegah jiwaku dari lobang kebinasaan. Sebab
Engkau telah melemparkan segala dosaku jauh dari hadapan-Mu. 18 Sebab
dunia orang mati tidak dapat mengucap syartikel r kepada-Mu, dan maut tidak
dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak
menanti-nanti akan kesetiaan-Mu. 19 Tetapi hanyalah orang yang hidup, dia-
lah yang mengucap syartikel r kepada-Mu, seperti aku pada hari ini; seorang
bapa memberitahukan kesetiaan-Mu kepada anak-anaknya. 20 TUHAN telah
datang menyelamatkan aku! Kami hendak main kecapi, seumur hidup kami
di rumah TUHAN. 21 Kemudian berkatalah Yesaya: “Baiklah diambil sebuah
kue ara dan ditaruh pada barah itu, supaya sembuh!” 22 Sebelum itu Hizkia
telah berkata: “Apakah yang akan menjadi tanda, bahwa aku akan pergi ke
rumah TUHAN?”
Di sini kita mendapati nyanyian syartikel r Hizkia, yang dituliskannya,
dengan bimbingan ilahi, setelah kesembuhannya. Ada kemungkinan
ia mengambil beberapa mazmur Daud bapa leluhurnya, dan meng-
gunakannya untuk tujuannya sendiri. Dan ada kemungkinan ia me-
nemukan banyak mazmur yang berkaitan sangat erat dengan keper-
luannya. Ia memerintahkan orang-orang Lewi menyanyikan puji-
pujian untuk TUHAN dengan kata-kata Daud (2Taw. 29:30). Namun
keadaan yang terjadi di sini sangat luar biasa, dan karena hatinya
penuh dengan perasaan-perasaaan saleh, ia tidak ingin membatasi
dirinya pada karangan-karangan yang ada di hadapannya, meskipun
itu dari ilham ilahi, tetapi memilih mempersembahkan perasaan-
674
perasaannya dalam kata-katanya sendiri, yang sungguh wajar dan
asli. Ia menuangkan ucapan syartikel rnya ini ke dalam tulisan, supaya
ia dapat melihatnya kembali sendiri setelah itu, untuk menghidupkan
lagi kesan-kesan baik yang didapatnya dari pemeliharaan ilahi, dan
supaya hal itu bisa dianjurkan kepada orang lain juga untuk mereka
pakai dalam kesempatan serupa. Perhatikanlah, ada tulisan-tulisan
yang sesuai bagi kita, yang dapat kita pakai setelah kita sembuh dari
penyakit. Suatu kebiasaan yang baik untuk menuliskan kenangan
akan penderitaan yang kita alami dan bagaimana suasana hati kita
saat itu. Ini termasuk menuliskan apa yang kita pikirkan ketika kita
sakit, perasaan-perasaan yang kita rasakan di kala itu. Juga, ke-
nangan tentang segala belas kasihan yang sudah kita terima ketika
kita terbaring sakit, dan bagaimana kita dilegakan, supaya semua
belas kasihan itu tidak pernah terlupakan. Juga, baik bila kita menu-
liskan ucapan syartikel r kepada Allah, menuliskan perjanjian yang pasti
dengan-Nya, dan memeteraikannya, menuliskan sendiri janji itu bah-
wa kita tidak akan pernah kembali kepada perbuatan bodoh kita da-
hulu. Sungguh sebuah karangan yang sangat baik yang ditinggalkan
Hizkia di sini, setelah kesembuhannya. Namun kita mendapati (2Taw.
32:25) bahwa ia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjuk-
kan kepadanya. Orang akan berpikir bahwa kesan-kesan itu seha-
rusnya tidak pernah pudar, namun tampaknya pudar juga. Ucapan
syartikel r itu baik, tetapi hidup dengan bersyartikel r lebih baik. Nah,
dalam tulisan ini ia menyimpan catatan tentang,
I. Keadaan menyedihkan yang dialaminya ketika penyakitnya mengua-
sai dia, dan harapannya yang hilang untuk sembuh (ay. 10-13).
1. Ia memberi tahu kita apa yang dipikirkannya tentang dirinya
sendiri ketika ia berada dalam keadan terburuk. Pikiran-pikir-
annya ini terus diingatnya,
(1) Bahwa ia menyalahkan dirinya yang berputus asa, dan
bahwa ia menyerah tidak bisa apa-apa lagi. Padahal selama
ada hidup pasti ada harapan, masih ada kesempatan un-
tuk doa dan belas kasihan Allah. Meskipun baik untuk me-
mandang penyakit sebagai panggilan ke kubur, sehingga
dengan demikian kita tergugah untuk bersiap-siap meng-
hadapi dunia lain, namun kita tidak boleh membuat keada-
an kita lebih buruk, atau berpikir bahwa setiap orang yang
Kitab Yesaya 38:9-22
675
sakit pasti mati segera. Dia yang merendahkan dapat meng-
angkat. Atau,
(2) Bahwa ia mengingatkan dirinya sendiri akan kekhawatiran-
kekhawatiran yang dirasakannya akan kematian sudah
semakin dekat, supaya ia selalu mengetahui dan mere-
nungkan kelemahan dan kefanaannya sendiri. Dan supaya,
meskipun ia diberi penangguhan selama lima belas tahun,
itu hanyalah penangguhan, dan hantaman yang memati-
kan yang begitu ditakutinya saat itu pasti akan datang juga
pada akhirnya. Atau,
(3) Bahwa ia mengagungkan kuasa Allah dalam menyembuh-
kannya ketika dia merasa sudah tidak ada lagi harapan,
dan kebaikan-Nya dalam berlaku sedemikian baik terhadap
dia melebihi apa yang ditakutkannya. Demikian pula Daud,
setelah dilepaskan dari masalah, adakalanya ia merenung-
kan kembali ke belakang betapa ia terlampau berpikir bu-
ruk-buruk dan kelam tentang keadaannya ketika ia dirun-
dung masalah, sampai ia terlanjur mengeluarkan pikiran
buruk yang disangkanya dalam kebingungannya (Mzm.
31:23; 77:8-10).
2. Mari kita lihat apa yang dipikirkan Hizkia tentang dirinya sendiri.
(1) Ia menganggap bahwa bulan-bulan yang masih harus dija-
laninya dipangkas di tengah jalan. Saat itu usianya sekitar
tiga puluh sembilan atau empat puluh tahun, dan ia memi-
liki masa depan yang indah dan hidup bahagia selama
bertahun-tahun ke depan, sangat bahagia, bertahun-tahun
ke depan. Karena itu penyakit yang tiba-tiba menyerangnya
ini dia simpulkan sebagai dipangkasnya hari-harinya, bah-
wa sekarang ia akan diambil dari sisa-sisa tahunnya, yang
bisa saja dijalaninya seperti biasa (bukan yang bisa ditun-
tutnya sebagai utang yang harus dibayarkan kepadanya,
tetapi yang beralasan untuk diharapkannya, mengingat
tubuhnya masih kuat). Dalam sisa-sisa tahun itu ia akan
diambil bukan hanya dari kenyamanan-kenyamanan hi-
dup, melainkan juga dari semua kesempatan yang dimiliki-
nya untuk melayani Allah dan angkatannya. Untuk mak-
sud yang sama ia berkata (ay. 12), “Pondok kediamanku
dibongkar dan lenyap, dan dipindahkan dariku seperti ke-
676
mah gembala, yang darinya aku terpaksa keluar karena ke-
mah itu dirubuhkan dalam waktu sekejap.” Kediaman kita
yang sekarang hanyalah seperti seorang gembala tinggal di
kemahnya, penginapan yang jelek, hina, dan dingin, dan
kita tinggal di situ untuk menjalankan tugas, dengan diberi
kepercayaan, seperti halnya si gembala, dan kita harus
memberikan pertanggungjawaban atas tugas itu. Kemah
itu mudah dirubuhkan hanya dengan mencabut satu atau
dua pakunya. Tetapi amatilah, itu bukanlah waktu akhir
dari umur kita, tetapi hanya perpindahan waktu ke dunia
lain, di mana kemah-kemah Kedar yang dibongkar, yang
kasar, kumal, dan kusam karena cuaca, akan didirikan lagi
di Yerusalem Baru, dan menjadi cantik seperti tirai-tirai
orang Salma. Hizkia menambahkan perumpamaan lain: Se-
perti tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri
hidupku. Bukan berarti bahwa ia memutus sendiri benang
hidupnya. Tetapi, karena diberi tahu bahwa ia pasti mati,
ia terpaksa memutuskan semua rancangan dan rencana-
nya, sebab telah gagal rencana-rencananya, bahkan cita-
citanya, seperti Ayub (Ayb. 17:11). Hari-hari kita dibanding-
kan dengan torak atau jarum benang (Ayb. 7:6), yang lewat
dengan sangat cepat, setiap sulaman meninggalkan benang
di belakangnya. Dan, apabila hari-hari itu berakhir, benang
itu dipotong, dan kain yang sudah jadi diambil dari alat
tenun, dan diserahkan kepada Guru kita, untuk dinilai
apakah ditenun dengan baik atau tidak, supaya kita mem-
peroleh apa yang patut kita terima, sesuai dengan yang kita
lakukan dalam hidup kita. Tetapi seperti seorang penenun,
apabila sudah memotong benangnya, telah melakukan
pekerjaannya, dan jerih payahnya sudah selesai, demikian
pula orang baik, ketika hidupnya terputus, segala kekha-
watiran dan rasa lelahnya terputus bersamanya, dan ia
beristirahat dari pekerjaannya. “Tetapi benarkah tadi aku
berkata, aku mengakhiri hidupku? Tidak, waktartikel tidak
berada dalam tanganku sendiri. Waktartikel berada dalam
tangan Allah, dan Dialah yang akan memutusku dari gu-
lungan tenunan (demikian dalam tafsiran yang agak luas).
Ia sudah menentukan seberapa panjang potongan kain itu,
Kitab Yesaya 38:9-22
677
dan apabila sudah mencapai panjang itu, Ia akan memo-
tongnya.”
(2) Hizkia menganggap bahwa ia pasti akan pergi ke pintu ku-
buran, yaitu ke dunia orang mati, yang gerbang-gerbang-
nya selalu terbuka, sebab kuburan masih berseru-seru:
“Untukku!” “Untukku!”. Yang dimaksud dengan kuburan
atau dunia orang mati di sini bukan hanya makam nenek
moyangnya, yang di dalamnya tubuhnya akan disemayam-
kan dengan upacara yang amat semarak dan megah (sebab
ia dimakamkan di makam utama raja-raja, dan pada waktu
kematiannya seluruh Yehuda memberi penghormatan ke-
padanya ([2Taw. 32:33]), yang belum dirisaukannya saat
ini atau memberi perintah untuk menyiapkannya, ketika ia
sakit. Bukan hanya makam nenek moyangnya, melainkan
juga keadaan orang-orang mati, yaitu sheol, atau hades,
dunia yang tak terlihat, yang ke sana ia melihat jiwanya
menuju.
(3) Ia menganggap bahwa dari dirinya terampas semua kesem-
patan yang bisa didapatnya untuk menyembah Allah dan
berbuat baik di dunia (ay. 11): “Aku berkata,”
[1] “Aku tidak akan melihat TUHAN, sebagaimana Ia menya-
takan diri-Nya di dalam bait-Nya, dalam sabda-sabda
dan ketetapan-ketetapan-Nya, bahkan di sini di negeri
orang-orang yang hidup.” Ia berharap untuk melihat-
Nya di seberang kematian sana, tetapi ia putus asa
tidak akan melihat-Nya lagi di seberang kematian sini,
sebagaimana ia sudah melihat-Nya di tempat kudus
(Mzm. 63:3). Ia tidak akan lagi melihat (yaitu melayani)
Tuhan di negeri orang-orang yang hidup, di negeri perse-
teruan antara kerajaan-Nya dan kerajaan Iblis, pusat pe-
perangan ini. Ia sering-sering merenungkan hal ini: Aku
tidak akan melihat TUHAN lagi, ya, TUHAN. Sebab orang
baik tidak berharap hidup untuk tujuan lain selain bah-
wa ia dapat melayani Allah dan bersekutu dengan-Nya.
[2] “Aku tidak akan melihat seorang pun lagi.” Ia tidak akan
melihat rakyatnya lagi, yang dapat dilindunginya dan
diberinya keadilan. Ia tidak akan melihat lagi orang-
orang yang dikasihinya, yang dapat dia legakan. Ia tidak
akan melihat teman-temannya lagi, yang sering kali
678
dipertajam oleh kehadirannya, seperti besi menajamkan
besi. Kematian mengakhiri pergaulan hidup, dan memin-
dahkan kenalan-kenalan kita ke dalam kegelapan (Mzm.
88:19).
(4) Ia menganggap bahwa sengsara-sengsara maut akan terasa
sangat nyeri dan pedih: “TUHAN memutus nyawaku dari
benang hidup (KJV: Ia akan memutus nyawaku dengan pe-
nyakit yang melayukan hati), yang akan menguras habis
diriku dengan segera.” Penyakit itu bertambah parah de-
ngan begitu cepat, tanpa jeda atau ampun, baik siang mau-
pun malam, pagi maupun sore, sehingga ia menyimpulkan
bahwa keadaannya akan segera bertambah gawat dan
hidupnya akan berakhir – bahwa Allah, yang semua penyakit
yaitu hamba-hamba-Nya, seperti singa, melalui penyakit-
penyakit itu, ingin menghancurkan segala tulang-tulangnya
dengan nyeri yang mengertak (ay. 13). Ia berpikir bahwa
esok pagi yaitu waktu terlama yang dapat dia harapkan
untuk hidup dalam penderitaan dan kesengsaraan seperti
itu. Ketika ia sudah melewati kesakitan di hari pertama, di
hari kedua ketakutan-ketakutannya datang kembali, se-
hingga ia menyimpulkan bahwa pasti malam inilah malam
terakhirnya: dari siang sampai malam Engkau membiarkan
aku begitu saja (KJV: dari siang sampai malam Engkau akan
menghabisi aku). Ketika sakit, kita sangat cenderung meng-
hitung-hitung waktu kita, tetapi sesudah semua itu pun
kita tetap berada dalam ketidakpastian. Seharusnya kita
lebih peduli dengan bagaimana kita bisa sampai dengan
selamat di dunia lain itu daripada berapa lama lagi kita
bisa hidup di dunia ini.
II. Keluhan-keluhan yang dia ucapkan dalam keadaan ini (ay. 14):
“Seperti burung layang-layang demikianlah aku menciap-ciap. Aku
mengeluarkan suara seperti yang dilakukan burung-burung itu
ketika mereka ketakutan.” Lihatlah perubahan seperti apa yang
dapat dibuat penyakit dalam waktu yang singkat. Orang yang
baru kemarin berbicara dengan begitu bebas dan berwibawa,
sekarang, karena nyerinya penderitaan atau roh yang terkulai,
menciap-ciap seperti burung layang-layang. Sebagian orang ber-
pendapat bahwa Hizkia merujuk pada doanya di dalam penderita-
Kitab Yesaya 38:9-22
679
annya. Doa itu begitu terputus-putus dan terganggu oleh erang-
an-erangan yang tak dapat diucapkan, sehingga lebih menyerupai
ciap-ciap burung layang-layang daripada doanya seperti biasanya.
Sedemikian rendah pemikirannya tentang doa-doanya sendiri,
namun tetap berkenan kepada Allah, dan terkabulkan. Suaraku
redup seperti suara merpati, suara yang sedih, tetapi pelan dan
sabar. Dia sudah mengalami bahwa Allah begitu siap untuk men-
jawab doa-doanya di waktu-waktu lalu, sehingga tidak ada yang
bisa dilakukannya selain menengadah ke atas, untuk mengharap-
kan suatu kelegaan sekarang juga, tetapi itu sia-sia. Matanya
habis, dan ia tidak melihat pertanda yang memberikan harapan,
tidak pula merasakan penyakitnya reda. Oleh karena itu ia ber-
doa, “pemerasan terjadi kepadaku, aku tertekan dan akan segera
tenggelam. Ya Tuhan, jadilah jaminan bagiku! Tebuslah aku dari
tangan polisi yang telah menangkap aku. Jadilah jaminan bagi
hamba-Mu untuk kebaikan (Mzm. 119:122). Jadilah penengah
antara aku dan pintu-pintu gerbang dunia orang mati, yang ke
dalamnya aku sudah hampir masuk segera.” Ketika kita sembuh
dari penyakit, belas kasihan ilahi seolah-olah memohonkan satu
hari bagi kita, dan menjadi jaminan bahwa kita akan datang di
lain waktu dan melunasi utang itu. Dan, apabila kita menerima
hartikel man mati dalam diri kita, celakalah kita jika anugerah ilahi
tidak menjadi jaminan bagi kita untuk membawa kita melewati
lembah kematian, dan menjaga kita tetap tidak bersalah hingga
ke dalam kerajaan sorgawi di seberang lembah kematian sana.
Celakalah kita, jika Kristus tidak menjadi jaminan bagi kita,
untuk melepaskan kita dari pengadilan, dan mempersembahkan
kita kepada Bapa-Nya, dan melakukan bagi kita segala sesuatu
yang kita perlukan, yang tidak bisa kita lakukan sendiri. Aku
tertekan, legakanlah aku (demikianlah sebagian orang membaca-
nya). Sebab, ketika kita dibuat gelisah oleh rasa bersalah dan
ketakutan akan murka, tidak ada lagi yang akan membuat kita
tenang selain jaminan yang telah diusahakan Kristus bagi kita.
III. Ungkapan syartikel r yang dipanjatkan Hizkia tentang kebaikan Allah
kepadanya dalam kesembuhannya. Ia memulai bagian dari tulis-
annya ini sebagai orang yang kebingungan bagaimana harus
mengungkapkan dirinya (ay. 15): “Apakah yang akan kukatakan
dan kuucapkan? Mengapa aku harus berkata-kata begitu banyak
680
dalam keluhan apabila ini sudah cartikel p untuk membungkam
semua keluhanku, yaitu bahwa Ia telah berbicara kepada-Ku (KJV).
Ia telah mengutus nabi-Nya untuk memberi tahartikel bahwa aku
akan sembuh dan hidup lima belas tahun lagi. Dan bukankah Dia
yang telah melakukannya? Hal itu begitu pasti akan dilakukan-
Nya sehingga seolah-olah sudah terjadi. Apa yang sudah dikata-
kan Allah akan dilakukan-Nya sendiri, sebab tak satu pun firman-
Nya akan jatuh sia-sia ke tanah.” Karena Allah sudah mengata-
kannya, maka ia yakin akan hal itu (ay. 16): “Buatlah aku sehat,
buatlah aku sembuh. Bukan saja Engkau akan menyembuhkanku
dari penyakit ini, tetapi juga akan membuatku hidup melewati ta-
hun-tahun yang sudah ditetapkan bagiku.” Dan, karena memiliki
harapan ini,
1. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menyimpan ke-
san-kesan yang didapatnya selama masa penderitaannya (ay.
15): “Aku sama sekali tidak dapat tidur karena pahit pedihnya
perasaanku (KJV: Aku akan menjalani dengan lembut semua
tahun dalam kepahitan jiwaku), seperti orang yang sedih
karena ketidakpercayaanku dan sungut-sungutku yang ber-
dosa di bawah penderitaanku, seperti orang yang peduli untuk
memberi balasan yang sesuai atas perkenanan Allah kepadaku
dan memperlihatkan bahwa aku sudah menjadi baik oleh
karena pemeliharaan-pemeliharaan ilahi yang aku alami. Aku
akan menjalani hari-hari dengan lembut, dengan kesungguhan
dan kebijaksanaan, dengan pemikiran dan pertimbangan, ti-
dak seperti banyak orang, yang setelah sembuh, hidup dengan
seenaknya dan bebas seperti sebelum-sebelumnya.” Atau,
“Aku akan menjalani hari-hariku dengan senang hati” (demi-
kian sebagian orang memahaminya). “Apabila Allah sudah
membebaskan aku, aku akan berjalan dengan riang bersama-
Nya dalam semua perilaku yang kudus, sebagai orang yang
sudah mengecap betapa Ia penuh anguerah.” Atau, “Aku akan
menjalani hari-hariku dengan lembut, sekalipun dengan kepa-
hitan jiwaku” (demikian ayat itu bisa dibaca). “Ketika masalah-
ku itu sudah berlalu, aku akan berusaha untuk menyimpan
kesan-kesan yang kudapat darinya, dan menyimpan pikiran-
pikiran yang sama yang aku pikirkan tentang berbagai hal
saat masih sakit.”
Kitab Yesaya 38:9-22
681
2. Ia akan mendorong dirinya sendiri dan orang lain dengan peng-
alaman-pengalamannya akan kebaikan Allah (ay. 16): “Karena
apa yang telah Engkau lakukan kepadaku, mereka hidup (KJV),
kerajaanku hidup” (sebab kehidupan seorang raja seperti itu
yaitu kehidupan bagi kerajaannya). “Semua orang yang men-
dengarnya akan hidup dan terhibur. Oleh kuasa dan kebaikan
yang sama yang telah memulihkan aku, jiwa semua orang
ditopang di dalam hidup, dan mereka harus mengakui itu.
Dalam semua hal inilah kehidupan rohku (KJV), kehidupan ro-
haniku, yang ditopang dan dipertahankan oleh apa yang telah
diperbuat Allah untuk mempertahankan kehidupan alamiku.”
Semakin kita mengecap kasih setia Allah dalam setiap pemeli-
haraan ilahi, semakin hati kita akan dibesarkan untuk menga-
sihi Dia dan hidup bagi-Nya, dan itu akan menjadi hidup roh
kita. Dengan demikian jiwa kita hidup, dan ia akan memuji-
Nya.
3. Hizkia mengagungkan belas kasihan yang dialaminya dalam
kesembuhannya, karena sejumlah alasan.
(1) Bahwa ia diangkat dari keadaan yang sangat parah (ay.
17): Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi kesela-
matan bagiku. Ketika, setelah kekalahan Sanherib, ia tidak
berharap apa-apa lagi selain kedamaian tanpa putus-pu-
tusnya bagi dirinya sendiri dan pemerintahannya, ia tiba-
tiba diserang penyakit, yang membuat pahit semua penghi-
burannya. Dan penyakit itu bertambah parah sedemikian
rupa sehingga tampak seperti kepahitan maut itu sendiri.
Hanya kepahitan, kepahitan, tidak ada yang lain selain em-
pedu dan ipuh. Inilah keadaannya ketika Allah mengirim-
kan kepadanya pertolongan pada waktunya.
(2) Bahwa kesembuhan itu berasal dari kasih Allah, dari kasih
terhadap jiwanya. Sebagian orang disayangkan dan ditang-
guhkan dari murka, supaya mereka dipersiapkan untuk
suatu penghakiman yang lebih besar ketika mereka sudah
memenuhi takaran kedurhakaan mereka. Tetapi kemurah-
an-kemurahan yang bersifat sementara itu memang manis
bagi kita apabila kita dapat mengecap kasih Allah di dalam-
nya. Ia menyelamatkan aku, karena Ia berkenan kepadaku
(Mzm. 18:20), dan kata yang dipakai di sini menandakan
kasih sayang yang amat dalam: Engkau sudah menyayang-
682
kan jiwaku dari lobang kebinasaan, demikianlah dalam ba-
hasa aslinya. Kasih Allah cartikel p untuk mengangkat jiwa
dari lobang kebinasaan. Ini dapat diterapkan pada pene-
busan kita oleh Kristus. Karena kasih terhadap jiwa-jiwa
kitalah, jiwa-jiwa kita yang malang dan yang akan binasa,
Ia membebaskannya dari jurang maut, merenggutnya
seperti kayu bakar dari nyala api yang kekal. Dalam kasih-
Nya dan dalam belas kasihan-Nya, Ia menebus kita. Pemeli-
haraan terhadap tubuh kita, seperti juga persediaan yang
dibuat untuknya, akan memberi penghiburan berlipat gan-
da apabila itu dilakukan di dalam kasih terhadap jiwa kita,
yaitu apabila Allah memperbaiki rumah karena Ia berbaik
hati kepada penghuninya.
(3) Bahwa kesembuhan itu yaitu dampak dari pengampunan
dosa: “Sebab Engkau telah melemparkan segala dosaku
jauh dari hadapan-Mu, dan dengan demikian telah melepas-
kan jiwaku dari lobang kebinasaan, dalam kasih terhadap
jiwaku itu.” Perhatikanlah,
[1] Apabila Allah mengampuni dosa, Ia melemparkannya
jauh-jauh dari hadapan-Nya, seperti tidak berniat un-
tuk melihatnya dengan mata keadilan dan kecemburu-
an. Ia tidak lagi mengingatnya, untuk menghartikel mnya.
Pengampunan itu tidak menghapuskan kenyataan bah-
wa dosa pernah dibuat, atau bahwa yang sudah dibuat
itu yaitu dosa, tetapi dosa itu tidak mendapat hu-
kuman yang layak. Jika kita melemparkan dosa-dosa
kita jauh dari hadapan kita, tetapi tidak ambil peduli
untuk bertobat darinya, maka Allah akan menempatkan
dosa-dosa itu di hadapan wajah-Nya, dan siap meng-
adakan perhitungkan untuk itu. Tetapi apabila kita me-
nempatkannya di hadapan wajah kita dalam pertobatan
yang sejati, seperti yang dilakukan Daud ketika dosanya
senantiasa ada di hadapan dia, maka Allah melempar-
kannya jauh-jauh dari hadapan-Nya.
[2] Apabila Allah mengampuni dosa-dosa, Ia mengampuni
semuanya, melemparkan semuanya jauh-jauh dari ha-
dapan-Nya, meskipun dosa-dosa itu sudah merah se-
perti kirmizi dan kain kesumba.
Kitab Yesaya 38:9-22
683
[3] Pengampunan dosa yaitu dilepaskannya jiwa dari lo-
bang kebinasaan.
[4] Sungguh menyenangkan merenungkan kesembuhan kita
dari penyakit, ketika kita melihat kesembuhan itu meng-
alir dari pengampunan dosa. Barulah dengan begitu pe-
nyebabnya dihilangkan, barulah dirasakan bahwa itu
terjadi di dalam kasih terhadap jiwa.
(4) Bahwa kesembuhan itu yaitu perpanjangan bagi kesempat-
annya untuk memuliakan Allah di dunia ini, yang dijadi-
kannya sebagai pekerjaan, kesenangan, dan tujuan hidup-
nya.
[1] Seandainya penyakit ini sudah menjadi kematiannya,
itu akan menghentikan kegiatan pelayanannya demi
kemuliaan Allah dan kebaikan jemaat yang kini sedang
diusahakannya (ay. 18). Sorga memang memuji Allah,
dan jiwa-jiwa orang beriman, ketika berpindah ke sana
pada saat kematian, melakukan pekerjaan sorga tersebut
seperti malaikat-malaikat, dan bersama dengan para ma-
laikat, di sana. Tetapi apakah dunia ini lantas menjadi
lebih baik karenanya? Apa sumbangannya untuk men-
dartikel ng dan memajukan kerajaan Allah di antara manu-
sia dalam keadaan yang penuh perjuangan ini? Dunia
orang mati tidak dapat mengucap syartikel r kepada Allah,
tidak pula jasad-jasad yang terbaring di sana. Maut
tidak dapat memuji-muji Dia, tidak dapat memberitakan
kesempurnaan-kesempurnaan dan perkenanan-perke-
nanan-Nya, untuk mengundang orang lain supaya me-
layani-Nya. Orang-orang yang turun ke liang kubur,
karena tidak lagi berada dalam masa pencobaan, tidak
pula hidup dengan iman terhadap janji-janji-Nya, tidak
bisa memberi-Nya kehormatan dengan berharap akan
kebenaran-Nya. Seperti halnya orang yang terbaring
membusuk di dalam kubur tidak mampu menerima
belas kasihan lebih jauh dari Allah, demikian pula me-
reka tidak mampu mempersembahkan puji-pujian lagi
kepada-Nya, sampai mereka dibangkitkan pada akhir
zaman, dan barulah mereka akan menerima maupun
memberikan kemuliaan.
684
[2] Setelah sembuh dari penyakit itu, Hizkia bertekad tidak
saja untuk melanjutkan, tetapi juga secara melimpah
memuji dan melayani Allah (ay. 19): Tetapi hanyalah
orang yang hidup, dialah yang mengucap syartikel r kepa-
da-Mu. Mereka dapat melakukannya. Mereka memiliki
kesempatan untuk memuji Allah, dan itulah hal utama
yang membuat hidup berharga dan diinginkan di mata
orang baik. Oleh karena itu Hizkia senang untuk hidup,
bukan supaya ia dapat terus menikmati martabatnya
sebagai raja dan kehormatan serta kesenangan dari ke-
berhasilan-keberhasilannya belakangan ini, melainkan
supaya ia dapat terus memuji Allah. Yang hidup harus
memuji Allah. Kalau tidak, sia-sialah mereka hidup.
Orang yang sudah sekarat tetapi masih hidup, yang
hidupnya diperoleh karena dibangkitkan dari kematian,
secara khusus wajib memuji Allah, sebagai orang yang
paling merasakan jamahan kebaikan-Nya. Bagi Hizkia
sendiri, karena sudah dipulihkan dari penyakitnya, ia
akan menjadikan memuji-muji Allah sebagai pekerjaan-
nya. “Seperti aku melakukannya pada hari ini, hendak-
lah orang lain melakukannya dengan cara serupa.”
Orang yang memberikan nasihat yang baik harus mem-
berikan contoh yang baik, dan melakukan sendiri apa
yang mereka harapkan dari orang lain. “Kalau aku,”
kata Hizkia, “TUHAN telah datang menyelamatkan aku.
Ia tidak hanya menyelamatkan aku, tetapi juga siap
untuk melakukannya tepat ketika aku sedang dalam
keadaan yang amat gawat. Pertolongan-Nya datang te-
pat waktu. Ia menunjukkan dirinya mau dan tampil
maju untuk menyelamatkan aku. Tuhan datang menye-
lamatkan aku, sudah dekat untuk melakukannya, me-
nyelamatkan aku saat kata pertama terucap dari mulut-
ku. Dan karena itu,” pertama, “Aku akan memberitakan
dan menyatakan puji-pujian untuk-Nya. Aku dan ke-
luargaku, aku dan teman-temanku, aku dan bangsaku,
akan mengangkat puji-pujian secara bersama-sama
bagi kemuliaan-Nya: Kami hendak main kecapi, supaya
orang lain dapat mendengarkannya, dan terjamah oleh-
nya, ketika suasana hati mereka sedang teramat
Kitab Yesaya 38:9-22
685
khusyuk dan bersungguh-sungguh di rumah Tuhan.”
Untuk kehormatan Allah dan untuk membangun je-
maat-Nyalah, rahmat-rahmat istimewa harus dikuman-
dangkan dalam puji-pujian di depan umum, terutama
rahmat-rahmat yang dialami oleh orang-orang yang
bertugas melayani kepentingan umum (Mzm. 116:18-
19). Kedua, “Aku akan terus maju dan bertekun dalam
memuji Dia.” Kita harus melakukannya sepanjang hidup
kita, karena hidup kita setiap hari itu pun merupakan
rahmat yang baru dan membawa serta banyak rahmat
yang baru bersamanya. Dan, seperti halnya rahmat-
rahmat yang terus baru itu menuntut puji-pujian yang
terus baru, demikian pula rahmat-rahmat besar yang
terdahulu menuntut puji-pujian yang diulang-ulang.
Karena rahmat Allah-lah kita hidup, dan oleh sebab itu,
selama kita hidup, kita harus terus memuji-Nya, selama
kita bernafas, bahkan, selama kita ada. Ketiga, “Aku
akan menyebarkan dan mengabadikan puji-pujian kepa-
da-Nya.” Kita tidak hanya harus memuji Dia sepanjang
hidup kita, tetapi juga seorang bapa harus memberi-
tahukan kesetiaan-Nya kepada anak-anaknya, supaya di
masa-masa depan orang dapat memberikan kemuliaan
kepada Allah atas kebenaran-Nya dengan percaya pada
kebenaran-Nya itu. Sudah menjadi kewajiban orangtua
untuk menanamkan kepada anak-anak mereka keyakin-
an akan kebenaran Allah, karena kebenaran-Nya ini
akan menjaga mereka untuk tetap dekat dengan jalan-
jalan Allah. Hizkia sendiri, tidak diragukan lagi, melaku-
kan ini, namun Manasye anaknya tidak berjalan meng-
ikuti jejaknya. Orangtua bisa saja memberi anak-anak
mereka banyak hal yang baik, banyak pengajaran yang
baik, banyak contoh yang baik, banyak bartikel yang baik,
tetapi tidak dapat memberi mereka anugerah.
IV. Dalam dua ayat terakhir dari pasal ini, kita mendapati cerita ke-
sembuhan Hizkia ini disinggung dua kali, tetapi ceritanya tidak
disampaikan, namun kita bisa baca ceritanya dalam 2 Raja-raja
20. Oleh karena itu, di sini kita hanya akan memetik dua pelajar-
an darinya:
686
1. Bahwa janji-janji Allah dimaksudkan bukan untuk mengganti-
kan, melainkan untuk menghidupkan dan mendorong peng-
gunaan sarana-sarana lahiriah. Hizkia pasti akan sembuh,
namun ia harus mengambil sebuah kue ara dan menaruh pada
barah itu (ay. 21). Kita tidak mempercayai Allah, tetapi men-
cobai Dia, jika ketika kita berdoa kepada-Nya untuk meminta
pertolongan, kita tidak menyertakan doa-doa kita dengan usa-
ha. Kita tidak boleh menempatkan dokter atau obat, sebagai
pengganti Allah, tetapi harus memanfaatkannya dalam sikap
tunduk pada Allah dan pemeliharaan-Nya. Tolonglah dirimu
sendiri, maka Allah akan menolongmu.
2. Bahwa tujuan utama yang harus kita capai, dalam mengingin-
kan kehidupan dan kesehatan, yaitu supaya kita memulia-
kan Allah, dan berbuat baik, dan mengembangkan diri dalam
pengetahuan, anugerah, dan kepantasan bagi sorga. Hizkia,
ketika ia mengatakan apakah yang akan menjadi tanda, bah-
wa aku akan sembuh? bertanya: Apakah yang akan menjadi
tanda, bahwa aku akan pergi ke rumah TUHAN, untuk meng-
hormati Allah di sana, untuk senantiasa mengenal dan berse-
kutu dengan-Nya, dan untuk mendorong orang lain supaya
melayani Dia? (ay. 22). Kita yakin penuh bahwa jika Allah me-
mulihkan kesehatannya, maka ia akan segera pergi ke bait
Allah dengan korban-korban syartikel rnya. Di sanalah Kristus
menemukan orang sakit yang sudah disembuhkan-Nya (Yoh.
5:14). Menjalankan ibadah-ibadah agama yaitu pekerjaan
dan kesenangan orang baik yang teramat sangat sehingga jika
mereka dikekang darinya, hal itu mengakibatkan penderitaan
bagi mereka dengan rintihan teramat pedih. Begitu pedihnya
sehingga ketika mereka bisa kembali melakukannya, hal itu
memberi penghiburan teramat besar karena sudah dilegakan
kembali. Biarlah jiwaku hidup, supaya memuji-muji Engkau.
PASAL 39
isah dalam pasal ini juga ada pada 2 Raja-raja 20:12, dst. Kisah
tersebut diulangi pada pasal ini bukan hanya karena sangat la-
yak untuk dikenang dan dibuat sebagai pelajaran, tetapi juga berak-
hir dengan suatu nubuat tentang penawanan di Babel. Dan sebagai-
mana bagian pertama dari nubuat pada kitab ini sering kali mengacu
kepada penyerbuan Sanherib dan kekalahannya, dan karena itu
sejarah penyerbuan ini sangat cocok ditambahkan pada akhir dari
bagian pertama nubuat itu, maka demikian juga bagian akhir kitab
ini banyak membahas tentang penawanan bangsa Yahudi di Babel
dan kelepasan mereka dari penawanan, dan karena itu nubuat per-
tama tentang penawanan itu, serta peristiwanya, ditambahkan pada
bagian awal. Dalam pasal ini terdapat,
I. Keangkuhan dan ketidakwarasan Hizkia, karena memamer-
kan harta kekayaannya kepada duta-duta raja Babel yang
diutus untuk memberi selamat kepadanya karena telah pulih
dari sakitnya (ay. 1-2).
II. Penyidikan Yesaya mengenai maksud kedatangan utusan
dari Babel tersebut, dalam nama Tuhan, serta pengakuan
Hizkia mengenai hal itu (ay. 3-4).
III. Hartikel man yang dijatuhkan kepada Hizkia, bahwa seluruh
perbendaharaannya akan, dengan berselangnya waktu, di-
angkut ke Babel (ay. 5-7).
IV. Penundukan diri Hizkia pada hartikel mannya dengan sikap
yang bertobat dan sabar (ay. 8).
K
688
Keangkuhan Hizkia
(39:1-4)
1 Pada waktu itu Merodakh-Baladan bin Baladan, raja Babel, menyuruh
orang membawa surat dan pemberian kepada Hizkia, sebab telah didengar-
nya bahwa Hizkia sakit tadinya dan sudah kuat kembali. 2 Hizkia bersukacita
atas kedatangan mereka, lalu diperlihatkannyalah kepada mereka gedung
harta bendanya, emas dan perak, rempah-rempah dan minyak yang berhar-
ga, segenap gedung persenjataannya dan segala yang terdapat dalam perben-
daharaannya. Tidak ada barang yang tidak diperlihatkan Hizkia kepada
mereka di istananya dan di seluruh daerah kekuasaannya. 3 Kemudian
datanglah nabi Yesaya kepada raja Hizkia dan bertanya kepadanya: “Apakah
yang telah dikatakan orang-orang ini? Dan dari manakah mereka datang?”
Jawab Hizkia: “Mereka datang dari negeri yang jauh, dari Babel!” 4 Lalu
tanyanya lagi: “Apakah yang telah dilihat mereka di istanamu?” Jawab
Hizkia: “Semua yang ada di istanaku telah mereka lihat. Tidak ada barang
yang tidak kuperlihatkan kepada mereka di perbendaharaanku.”
Maka dalam peristiwa ini kita dapat menarik beberapa pelajaran:
1. Rasa kemanusiaan dan sikap santun mengajarkan kita untuk
bersukacita dengan sahabat dan tetangga kita saat mereka ber-
sukacita, dan memberi selamat kepada mereka atas kelepasan
mereka, khususnya atas pemulihan mereka dari sakit-penyakit.
Saat raja Babel mendengar bahwa Hizkia sakit, dan telah sembuh,
ia mengirim ucapan selamat atas kesembuhannya. Belas kasihan
orang kafir akan membuat sikap dingin orang Kristen terhadap
sesamanya tampak memalukan.
2. Kita patut memberi hormat kepada mereka yang diberikan hormat
oleh Tuhan. Matahari yaitu dewa yang disembah Babel. Karena
itu, saat orang Babel, dengan heran, sadar bahwa matahari
mundur sepuluh tapak karena tunduk kepada Hizkia, pada hari
seperti itu, orang Babel merasa wajib untuk memberikan segala
hormat kepada Hizkia. Jika bangsa-bangsa lain hidup begitu rupa
di dalam nama Allah mereka, masakan kita tidak?
3. Orang yang tidak menilai orang baik berdasarkan kebaikan me-
reka kemungkinan akan tergerak untuk memberi hormat dengan
alasan lain, dan demi kepentingan duniawi mereka. Raja Babel
mengadakan kunjungan kepada Hizkia bukan karena dia seorang
yang saleh, tetapi karena dia makmur, sama seperti orang Filistin
mengadakan sumpah setia dengan Ishak karena mereka melihat
bahwa Tuhan menyertai Ishak (Kej. 26:8). Raja Babel yaitu
musuh raja Asyur, karenanya ia senang dengan Hizkia, karena
orang Asyur dibuat sama sekali tidak berdaya oleh kemahakuasa-
an Allahnya Hizkia.
Kitab Yesaya 39:1-4
689
4. Mengekang gejolak hati yaitu suatu perkara yang sulit saat kita
mengalami kemakmuran yang luar biasa. Hizkia merupakan con-
toh dari hal tersebut: dia yaitu seorang yang bijak dan baik,
namun, saat mujizat demi mujizat terjadi bagi dirinya, sulit bagi
Hizkia untuk tidak merasa bangga, malah, suatu perkara kecil
membuat Hizkia terperangkap kesombongan. Rasul Paulus yang
terberkati saja memerlukan suatu duri dalam daging agar jangan
meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu.
5. Kita harus berjaga-jaga atas roh kita saat kita memperlihatkan
harta milik kita, keberhasilan kita dan apa yang sudah kita per-
oleh kepada sahabat-sahabat kita, agar kita tidak menjadi som-
bong dengan semuanya itu, seakan-akan dengan kekuatan atau
jasa kitalah semua itu diperoleh dan dikerjakan. Saat kita melihat
hal-hal yang boleh kita nikmati, dan saat ada kesempatan untuk
menceritakan tentangnya, hal itu harus dilakukan dengan segala
kerendahan hati dan kesadaran bahwa diri kita sendiri tidak
layak, disertai ucapan syartikel r karena kebaikan Tuhan. Selain itu
perlu juga bagi kita untuk menghargai keberhasilan orang lain,
dan selalu siap hati bahwa kerugian dan perubahan akan terjadi,
dan tidak bermimpi bahwa gunung kita akan senatiasa tegak
berdiri tak tergoncangkan.
6. Merupakan suatu kelemahan besar bagi orang-orang baik jika
mereka sampai terlalu menilai tinggi diri berdasarkan kehormatan
yang diberikan kepada mereka (walaupun mungkin dengan mak-
sud tertentu yang tidak biasa) oleh anak-anak dunia ini, apalagi
berbangga-bangga akan hubungan perkenalan tersebut. Sungguh
malang bagi Hizkia, seorang yang demikian dijunjung tinggi oleh
Tuhan, untuk terlalu berbangga akan kehormatan yang diberikan
kepadanya oleh seorang raja bangsa kafir, seakan-akan itu dapat
menambahkan sesuatu pada kemasyhurannya! Memang patut
kita membalas keramahan orang lain seperti ini, tetapi jangan kita
berbangga atasnya.
7. Kita pasti akan dituntut pertanggungan jawab atas kesombongan
kita, walaupun tersembunyi, saat kita pikir semua aman-aman
saja. Karena itu kita harus memeriksa diri sendiri dan memberi
pertanggungan jawab kepada diri kita sendiri. Saat ada teman
yang memberi kita pujian, dan kita senang dengan kunjungan
mereka, dan mereka menyatakan kekaguman mereka atas semua-
nya, kita patut cemburu terhadap diri kita sendiri dengan rasa
690
cemburu yang saleh, untuk menjaga jangan sampai kita menjadi
tinggi hati. Kalau ada alasan untuk mencurigai bahwa dosa ke-
sombongan ini secara diam-diam telah menyusup masuk dan
mengambil tempat dalam hati kita dan bercampur dengan tingkah
laku kita, maka baiklah kita merasa malu, dan, seperti Hizkia,
mengakuinya dan menanggung malunya.
Hizkia Dihartikel m atas Kesombongannya
(39:5-8)
5 Lalu Yesaya berkata kepada Hizkia: “Dengarkanlah firman TUHAN semesta
alam! 6 Sesungguhnya, suatu masa akan datang, bahwa segala yang ada
dalam istanamu dan yang disimpan oleh nenek moyangmu sampai hari ini
akan diangkut ke Babel. Tidak ada barang yang akan ditinggalkan, demikian-
lah firman TUHAN. 7 Dan dari keturunanmu yang akan kauperoleh, akan di-
ambil orang untuk menjadi sida-sida di istana raja Babel.” 8 Hizkia menjawab
kepada Yesaya: “Sungguh baik firman TUHAN yang engkau ucapkan itu!”
Tetapi pikirnya: “Asal ada damai dan keamanan seumur hidupku!”
Marilah kita perhatikan,
1. Bahwa, jika Tuhan mengasihi kita, Dia akan merendahkan kita,
dan memakai berbagai cara untuk meredam gejolak hati kita saat
hati meninggi melebihi yang sepatutnya. Hizkia mendapatkan
suatu pesan yang sangat mengecilkan hati, supaya dia dapat
direndahkan atas kesombongan hatinya, dan diinsafkan bahwa
semuanya itu hanya kebodohan belaka. Karena walaupun Tuhan
membiarkan umat-Nya jatuh dalam dosa, seperti halnya dengan
Hizkia, untuk membuktikan kepada Hizkia, bahwa Tuhan tahu
segala isi hatinya, namun Ia tidak akan membiarkan umatnya
tinggal terus di dalam dosa.
2. Tuhan berhak untuk mengambil dari kita hal yang menjadi sum-
ber kesombongan kita, dan yang bagi kita menjadi dasar keyakin-
an yang fana. Saat Daud berbangga atas jumlah orang-orangnya,
Tuhan mengambil tindakan supaya jumlah tersebut menjadi
kurang. Dan saat Hizkia memamer-mamerkan harta kekayaan-
nya, dan mulai menunjukkan kesombongan atasnya, Hizkia diberi
tahu bahwa tingkahnya seperti seorang pelancong bodoh yang
menunjukkan uang dan emasnya kepada seseorang yang ternyata
seorang pencuri, yang lalu menjadi tergoda untuk merampoknya.
3. Seandainya kita dapat melihat hal-hal yang akan datang, kita
patut malu atas pikiran kita tentang keadaan masa kini. Seandai-
Kitab Yesaya 39:5-8
691
nya Hizkia tahu bahwa keturunan dan penerus raja Babel seka-
rang akan menjadi sumber kehancuran keluarga dan kerajaan-
nya, dia tidak mungkin memanjakan duta-duta raja Babel terse-
but seperti yang dilakukannya. Dan, sewaktu nabi memberi tahu
Hizkia bahwa kehancuran akan terjadi, kita bisa membayangkan
bagaimana Hizkia menjadi sangat gelisah dan tertekan dengan
perbuatannya. Kita tidak dapat melihat masa depan, tetapi kita
sudah diberi tahu, bahwa pada umumnya, segala sesuatu yaitu
sia-sia, dan karena itu sia-sia bagi kita untuk membanggakan dan
menaruh kepercayaan atas apa saja yang sia-sia.
4. Bagi yang senang dengan pertemanan atau pertalian dengan
orang-orang yang tidak percaya pada awal dan akhirnya akan
muak dengannya, kemudian menyesalinya. Hizkia menganggap
dirinya bahagia dengan persahabatannya dengan Babel, walau-
pun Babel yaitu rumah perempuan sundal dan penyembah ber-
hala. Tetapi Babel, yang kini berusaha memikat hati Yerusalem,
pada akhirnya akan menaklukannya dan menawannya. Pertalian
dengan pendosa, dan pertalian dengan dosa juga, akan berakhir
demikian. Makanya kita harus berhikmat dan menjaga jarak de-
ngan pendosa maupun dosa.
5. Mereka yang benar-benar bertobat dari dosa-dosa mereka harus
siap-siap ditegur dan diberi tahu kesalahan-kesalahan yang mere-
ka lakukan. Hizkia menerima dengan baik teguran dari Tuhan
yang membuka dosanya, dan membuat dia mengerti bahwa dia
telah membuat kesalahan, yang sebelumnya tidak ia sadari. Ung-
kapan pertobatan yang sungguh-sungguh yaitu , Biarlah orang
benar memalu dan menghartikel m aku, itulah kasih. Dan juga, Taurat
itu baik, karena, bersifat rohani, di dalamnya dosa terungkap
sebagai dosa, dan luar biasa berdosa.
6. Seorang yang sungguh-sungguh bertobat akan tunduk dengan
diam, bukan hanya pada teguran dari Firman Tuhan, tetapi juga
pada hardikan dari Sang Pemelihara karena dosa-dosanya. Saat
Hizkia diberi tahu tentang kejahatannya, ia berkata, Sungguh baik
firman Tuhan, bukan hanya pengurangan hartikel mannya, tetapi
hartikel man itu sendiri. Hizkia tidak keberatan terhadap kepantasan
hartikel mannya, tetapi mengaminkannya. Mereka yang menyadari
kejahatan dari dosa, dan apa yang patut diterimanya, akan mem-
benarkan Tuhan atas apa yang menimpa mereka karena pelang-
garan mereka, dan mengakui bahwa Dia menghartikel m mereka
692
lebih ringan daripada yang patut mereka terima karena pelanggar-
an mereka.
7. Walaupun kita tidak boleh mengabaikan generasi berikut kita,
namun kita harus menganggap diri kita beruntung asal ada da-
mai dan keamanan seumur hidupku, melebihi yang kita harapkan.
Jika ada badai mengancam, yaitu suatu kebaikan jika kita
masuk di pelabuhan sebelum badai itu tiba, dan masuk kuburan
dalam damai. Walaupun begitu, semuanya ini tidaklah pasti, se-
hingga kita harus bersiap-siap untuk segala perubahan yang ter-
jadi pada masa kita, agar kita siap menghadapi segala kehendak
Tuhan dan menyambutnya dengan baik, apa pun itu.
artikel yang sedang Anda pegang ini yaitu salah satu bagian dari
Tafsiran Alkitab dari Matthew Henry yang secara lengkap men-
cakup Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Untuk edisi bahasa In-
donesianya, tafsiran tersebut diterbitkan dalam bentuk kitab per kitab.
Kali ini tafsiran Kitab Yesaya menjadi pilihan kami untuk diterbitkan.
Karena tafsiran kitab ini cartikel p tebal, kami menerbitkannya dalam
dua jilid: Yesaya 1-39 dan Yesaya 40-66.
Matthew Henry (1662-1714) yaitu seorang Inggris yang mulai
menulis Tafsiran Alkitab yang terkenal ini pada usia 21 tahun. Karya-
nya ini dianggap sebagai tafsiran Alkitab yang sarat makna dan sa-
ngat terkenal di dunia.
Kekuatan terutama terletak pada nasihat
praktis dan saran pastoralnya. Tafsirannya mengandung banyak mu-
tiara kebenaran yang segar dan sangat tepat. Walaupun ada cartikel p ba-
nyak kecaman di dalamnya, ia sendiri sebenarnya tidak pernah berniat
menuliskan tafsiran yang demikian, seperti yang berulang kali ditekan-
kannya sendiri. Beberapa pakar theologi seperti Whitefield dan Spurge-
on selalu menggunakan tafsirannya ini dan merekomendasikannya ke-
pada orang-orang untuk mereka baca. Whitefield membaca seluruh
tafsirannya sampai empat kali; kali terakhir sambil berlutut. Spurgeon
berkata, “Setiap hamba Tuhan harus membaca seluruh tafsiran ini
dengan saksama, paling sedikit satu kali.”
Sejak kecil Matthew sudah terbiasa menulis renungan atau ke-
simpulan Firman Tuhan di atas kertas kecil. Namun, baru pada ta-
hun 1704 ia mulai sungguh-sungguh menulis dengan maksud me-
nerbitkan tafsiran tersebut. Terutama menjelang akhir hidupnya, ia
mengabdikan diri untuk menyusun tafsiran itu.
B
Bartikel pertama tentang Kitab Kejadian diterbitkan pada tahun
1708 dan tafsiran tentang keempat Injil diterbitkan pada tahun 1710.
Sebelum meninggal, ia sempat menyelesaikan tafsiran Kisah Para Ra-
sul. Setelah kematiannya, Surat-surat dan Wahyu diselesaikan oleh
13 orang pendeta berdasarkan catatan-catatan Matthew Henry yang
telah disiapkannya sebelum meninggal. Edisi total seluruh kitab-ki-
tab diterbitkan pada tahun 1811.
berulang kali direvisi dan dicetak ulang.
Bartikel itu juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti
bahasa Belanda, Arab, Rusia, dan kini sedang diterjemahkan ke da-
lam bahasa Telugu dan Ivrit, yaitu bahasa Ibrani modern.
Riwayat Hidup Matthew Henry
Matthew Henry lahir pada tahun 1662 di Inggris. Ketika itu gereja
Anglikan menjalin hubungan baik dengan gereja Roma Katolik. Yang
memerintah pada masa itu yaitu Raja Karel II, yang secara resmi di-
angkat sebagai kepala gereja. Raja Karel II ingin memulihkan kekua-
saan gereja Anglikan sehingga orang Kristen Protestan lainnya sangat
dianiaya. Mereka disebut dissenter, orang yang memisahkan diri dari
gereja resmi.
Puncak penganiayaan itu terjadi ketika pada 24 Agustus 1662
lebih dari dua ribu pendeta gereja Presbiterian dilarang berkhotbah
lagi. Mereka dipecat dan jabatan mereka dianggap tidak sah.
Pada masa yang sulit itu lahirlah Matthew Henry. Ayahnya,
Philip Henry, yaitu seorang pendeta dari golongan Puritan, sedang-
kan ibunya, Katherine Matthewes, seorang keturunan bangsawan.
Karena Katherine berasal dari keluarga kaya, sepanjang hidupnya
Philip Henry tak perlu memikirkan uang atau bersusah payah men-
cari nafkah bagi keluarganya, sehingga ia dapat dengan sepenuh hati
mengabdikan diri untuk pelayanannya sebagai hamba Tuhan.
Matthew yaitu anak kedua. Kakaknya, John, meninggal pada usia 6
tahun karena penyakit campak. Ketika masih balita, Matthew sendiri
juga terserang penyakit itu dan nyaris direnggut maut.
Dari kecilnya Matthew sudah tampak memiliki bermacam-ma-
cam bakat, sangat cerdas, dan pintar. Tetapi yang lebih penting lagi,
sejak kecil ia sudah mengasihi Tuhan Yesus dengan segenap hati dan
mengakui-Nya sebagai Juruselamatnya. Usianya baru tiga tahun ke-
tika ia sudah mampu membaca satu pasal dari Alkitab lalu memberi-
kan keterangan dan pesan tentang apa yang dibacanya.
Dengan demikian Matthew sudah menyiapkan diri untuk tugas-
nya di kemudian hari, yaitu tugas pelayanan sebagai pendeta.
Sejak masa kecilnya Matthew sudah diajarkan bahasa Ibrani,
Yunani, dan Latin oleh ayahnya, sehingga walaupun masih sangat
muda, ia sudah pandai membaca Alkitab dalam bahasa aslinya.
Pada tahun 1685, ketika berusia 23 tahun, Matthew pindah ke
London, ibu kota Inggris, untuk belajar hartikel m di Universitas London.
Matthew tidak berniat untuk menjadi ahli hartikel m, ia hanya menuruti
saran ayahnya dan orang lain yang berpendapat bahwa studi itu
akan memberikan manfaat besar baginya karena keadaan di Inggris
pada masa itu tidak menentu bagi orang Kristen, khususnya kaum
Puritan.
Beberapa tahun kemudian Matthew kembali ke kampung hala-
mannya. Dalam hatinya ia merasa terpanggil menjadi pendeta. Kemu-
dian, ia diperbolehkan berkhotbah kepada beberapa jemaat di sekitar
Broad Oak. Ia menyampaikan Firman Tuhan dengan penuh kuasa. Ti-
dak lama setelah itu, ia dipanggil oleh dua jemaat, satu di London dan
satu lagi jemaat kecil di wilayah pedalaman, yaitu Chester. Setelah ber-
doa dengan tekun dan meminta petunjuk Tuhan, ia akhirnya memilih
jemaat Chester, dan pada tanggal 9 Mei 1687 ia diteguhkan sebagai
pendeta di jemaat tersebut. Waktu itu Matthew berusia 25 tahun.
Di Chester, Matthew Henry bertemu dengan Katharine Hard-
ware. Mereka menikah pada tanggal 19 Juli 1687. Pernikahan itu sa-
ngat harmonis dan baik karena didasarkan atas cinta dan iman ke-
pada Tuhan. Namun pernikahan itu hanya berlangsung selama satu
setengah tahun. Katharine yang sedang hamil terkena penyakit cacar.
Segera setelah melahirkan seorang anak perempuan, ia meninggal
pada usia 25 tahun. Matthew sangat terpartikel l oleh dukacita ini. Anak
Matthew dan Katherine dibaptis oleh kakeknya, yaitu Pendeta Philip,
ayah Matthew.
Allah menguatkan Matthew dalam dukacita yang melandanya.
Setelah satu tahun lebih telah berlalu, mertuanya menganjurkannya
untuk menikah lagi. Pada Juli 1690, Matthew menikah dengan Mary
Warburton. Tahun berikutnya, mereka diberkati dengan seorang bayi,
yang diberi nama Elisabeth. Namun, saat baru berumur satu sete-
ngah tahun, ia meninggal karena demam tinggi dan penyakit batuk
rejan. Setahun kemudian mereka mendapat seorang anak perempuan
lagi. Dan bayi ini pun meninggal, tiga minggu kemudian. Betapa be-
rat dan pedih penderitaan orangtuanya. Sesudah peristiwa ini,
Matthew memeriksa diri dengan sangat teliti apakah ada dosa dalam
hidup atau hatinya yang menyebabkan kematian anak-anaknya. Ia
mengakhiri catatannya sebagai berikut, “Ingatlah bahwa anak-anak
itu diambil dari dunia yang jahat dan dibawa ke sorga. Mereka tidak
lahir percuma dan sekarang mereka telah boleh menghuni kota Yeru-
salem yang di sorga.”
Beberapa waktu kemudian mereka mendapat seorang anak pe-
rempuan yang bertahan hidup. Demikianlah suka dan duka silih ber-
ganti dalam kehidupan Matthew Henry. Secara keseluruhan, Matthew
Henry mendapat 10 anak, termasuk seorang putri dari pernikahan
pertama.
Selama 25 tahun Matthew Henry melayani jemaatnya di Chester.
Ia sering mendapat panggilan dari jemaat-jemaat di London untuk
melayani di sana, tetapi berulang kali ia menolak panggilan tersebut
karena merasa terlalu terikat kepada jemaat di Chester. Namun
akhirnya, ia yakin bahwa Allah sendiri telah memanggilnya untuk
menjadi hamba Tuhan di London, dan karena itu ia menyerah kepada
kehendak Allah.
Pada akhir hidupnya, Matthew Henry terkena penyakit diabetes,
sehingga sering merasa letih dan lemah. Sejak masa muda, ia bekerja
dari pagi buta sampai larut malam, tetapi menjelang akhir hayatnya
ia tidak mampu lagi. Ia sering mengeluh karena kesehatannya yang
semakin menurun.
Pada bulan Juni 1714 ia berkhotbah satu kali lagi di Chester,
tempat pelayanannya yang dulu. Ia berkhotbah tentang Ibrani 4:9,
“Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat
Allah.” Ia seolah-olah menyadari bahwa hari Minggu itu merupakan
hari Minggu terakhir baginya di dunia ini. Secara khusus ia mene-
kankan hal perhentian di sorga supaya anak-anak Allah dapat me-
nikmati kebersamaan dengan Tuhan.
Sekembalinya ke London, ia merasa kurang sehat. Malam itu ia
sulit tidur dan menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Ia dipenuhi
rasa damai dan menulis pesan terakhirnya: “Kehidupan orang yang
mengabdikan diri bagi pelayanan Tuhan merupakan hidup yang pa-
ling menyenangkan dan penuh penghiburan.” Ia mengembuskan
nafas terakhir pada tanggal 22 Juni 1714, dan dimakamkan tiga hari
kemudian di Chester. Nas dalam kebaktian pemakamannya diambil
dari Matius 25:21, “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah se-
tia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam keba-
hagiaan tuanmu.”
abi yaitu sebuah gelar yang kedengarannya sangat hebat bagi
orang-orang yang memahaminya, walaupun di mata dunia,
banyak orang yang dimuliakan dengan gelar itu tampak sangat hina.
Seorang nabi yaitu orang yang memiliki hubungan yang sangat
karib dengan Sorga dan mempunyai kepentingan besar di sana, dan
karena itu ia juga memiliki suatu kuasa untuk memerintah atas
bumi ini. Nubuat memiliki hubungan dengan semua pewahyuan ilahi
(2Ptr. 1:20-21). Hal itu karena melalui sarana-sarana yang biasanya
dipakai, seperti mimpi, suara, dan penglihatan, wahyu pertama-tama
disampaikan kepada nabi-nabi, baru kemudian oleh mereka
disampaikan kepada anak-anak manusia (Bil. 12:6). Memang satu
kali Allah sendiri pernah berbicara langsung kepada seluruh ribuan
orang Israel dari puncak Gunung Sinai. Tetapi, akibatnya sungguh
tiada terkira mengerikannya sampai mereka memohon dengan sangat
agar setelah itu Allah berbicara saja kepada mereka dengan cara
sebelumnya, yaitu melalui manusia seperti mereka, Jadi engkau tak
usah ditimpa kegentaran terhadap aku, tekananku terhadap engkau
tidak akan berat (Ayb. 33:7). Allah pun menyetujui permintaan itu
(segala yang dikatakan mereka itu baik, kata-Nya, Ul. 5:28), dan
perkaranya pun ditetapkan dengan persetujuan semua pihak, bahwa
kita tidak akan berharap untuk mendengar dari Allah lagi dengan
cara langsung seperti itu, tetapi melalui para nabi, yang menerima
segala petunjuk langsung dari Allah, dengan tugas untuk mengantar
petunjuk-petunjuk tersebut kepada jemaat-Nya. Sebelum kanon atau
kitab-kitab Perjanjian Lama mulai ditulis, ada nabi-nabi yang ber-
fungsi sebagai Alkitab bagi jemaat. Tuhan Penyelamat kita tampak-
nya memasukkan Habel di antara para nabi itu (Mat. 23:31, 35).
Henokh yaitu seorang nabi, dan melalui dialah pertama-tama dinu-
buatkan nubuat yang paling akhir akan didigenapi, yaitu peng-
hakiman pada hari besar itu. Yud. 1:14, sesungguhnya Tuhan datang
dengan beribu-ribu orang kudus-Nya. Nuh yaitu seorang pemberita
kebenaran. Allah berkata mengenai Abraham, dia seorang nabi (Kej.
20:7). Yakub menubuatkan hal-hal yang akan dialami di kemudian
hari (Kej. 49:1). Bahkan, semua bapa-bapa leluhur (patriarkh) di-
panggil nabi. Jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku! (Mzm.
105:15). Musa, tak tertandingi lagi, merupakan nabi yang paling ter-
kenal dari semua nabi Perjanjian Lama, sebab dengan dia TUHAN
berbicara dengan berhadapan muka (Ul. 34:10). Dia yaitu nabi per-
tama yang menulis, dan dengan tangannya fondasi-fondasi pertama
dari perintah-perintah kudus diletakkan. Bahkan orang-orang yang
menjadi pembantunya dalam pemerintahannya ikut memiliki roh
bernubuat. Begitu hebatnya penyebaran roh nubuat pada masa itu
(Bil. 11:25). Akan tetapi, setelah kematian Musa, selama beberapa
masa, Roh TUHAN muncul dan bertindak dalam jemaat Israel lebih
sebagai roh peperangan daripada roh nubuat, dan mengilhami orang
lebih untuk berbuat daripada berbicara. Maksud saya, pada masa
hakim-hakim. Kita dapati Roh TUHAN datang ke atas Otniel, Gideon,
Simson, dan lain-lain, untuk melayani negeri mereka, dengan
pedang, bukan dengan pena. Pesan-pesan pada masa itu dikirim dari
sorga oleh para malaikat, seperti kepada Gideon dan Manoah, dan
kepada umat itu (Hak. 2:1). Dalam seluruh kitab Hakim-hakim tidak
pernah disebutkan ada nabi, kecuali Debora yang dipanggil seorang
nabiah. Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan
pun tidak sering (1Sam. 3:1). Mereka sudah punya hartikel m Musa,
yang belum lama ditulis ketika itu, jadi biarlah mereka mempelajari-
nya. Tetapi dalam diri Samuel nubuatan hidup kembali, dan dalam
dia sejarah atau periode jemaat dimulai, sebuah masa terang besar di
mana nabi-nabi silih berganti tak putus-putusnya, hingga suatu
waktu setelah pembuangan di Babel, ketika kanon atau seluruh Ki-
tab Perjanjian Lama menjadi lengkap dengan adanya Kitab Maleakhi.
Setelah itu nubuat berhenti selama hampir 400 tahun, sampai keda-
tangan Sang Nabi Agung dan pendahulu-Nya. Beberapa nabi diilhami
secara ilahi untuk menulis sejarah-sejarah jemaat. Tetapi mereka
tidak menaruh nama mereka pada tulisan-tulisan itu. Mereka hanya
menunjukkan keterangan-keterangan asli yang ada pasa masa itu
sebagai bukti, yang diketahui orang memang dipakai oleh para nabi,
seperti Gad, Ido, dan lain-lain. Daud dan yang lain-lain merupakan
nabi-nabi yang menulis lagu-lagu kudus untuk digunakan jemaat.
Sesudah mereka, kita sering membaca mengenai nabi-nabi yang
diutus untuk tujuan-tujuan khusus, dan dibangkitkan untuk pela-
yanan-pelayanan khusus bagi umat. Di antaranya yang paling ter-
kenal yaitu Elia dan Elisa di kerajaan Israel. Namun, tidak satu pun
dari nabi-nabi ini yang menuliskan nubuat-nubuat mereka, pening-
galannya pun tidak kita punyai, selain beberapa penggalan mengenai
nubuat-nubuat mereka yang tercatat dalam sejarah mengenai zaman
mereka. Tidak ada satu pun tulisan mereka (yang saya ingat), selain
surat Elia (2Taw. 21:12). Tetapi menjelang akhir masa kerajaan
Yehuda dan Israel, Allah berkenan mengarahkan para hamba-Nya
nabi-nabi untuk menulis dan menyebarkan beberapa khotbah mere-
ka, atau ringkasannya. Tanggal dari banyak nubuat mereka tidaklah
pasti, tetapi yang paling awal yaitu dalam masa Uzia raja Yehuda,
dan raja Yerobeam kedua dari kerajaan Israel, yang hidup dalam
zaman yang sama dengan Uzia, yaitu sekitar 200 tahun sebelum
pembuangan dan tidak lama sesudah Raja Yoas membunuh Zakha-
ria, anak imam Yoyada di pelataran rumah TUHAN. Walaupun mere-
ka mulai membunuh nabi-nabi, namun mereka tidak bisa mem-
bunuh nubuat-nubuat mereka, yang akan tinggal tetap menjadi saksi
melawan mereka. Hosea merupakan nabi yang pertama dari nabi-
nabi yang menuliskan nubuat mereka. Juga Yoel, Amos, dan Obaja
menyebarkan nubuat-nubuat mereka yang tertulis kira-kira pada
waktu yang sama. Yesaya memulai menulis beberapa waktu kemu-
dian, tidak lama sesudahnya. Namun, nubuatnya ditempatkan lebih
dulu, sebab itu yang terbanyak dari antara semua yang lain dan di
dalamnya terdapat nubuat mengenai Dia yang tentang-Nya para nabi
bersaksi. Dan sesungguhnya, di dalamnya ada begitu banyak kabar
mengenai Kristus sampai tepatlah bila Yesaya diberi gelar sebagai
Nabi Injil, dan oleh beberapa penulis kuno, sebagai seorang Penginjil
Kelima. Nanti kita akan mempelari judul umum dari Kitab Yesaya ini
(ay. 1), dan karena itu hanya beberapa hal saja yang kita amati untuk
sementara ini:
I. Mengenai sang nabi sendiri. Dia berasal (jika kita boleh percaya
pada tradisi orang Yahudi) dari keluarga raja, ayahnya (katanya)
yaitu saudara laki-laki dari raja Uzia. Pastilah dia banyak ber-
ada di lingkungan istana, terutama dalam zaman Hizkia, seperti
kita lihat sejarahnya, dan banyak orang berpikir inilah yang mem-
buat gaya tulisannya sangat tidak biasa dan penuh tata krama
lebih daripada tulisan sebagian nabi-nabi lain, dan di beberapa
tempat gaya tulisannya luar biasa anggun dan luhur. Roh Allah
kadang-kadang menjalankan tujuan-Nya melalui kejeniusan isti-
mewa seorang nabi. Sebabnya, nabi-nabi itu bukan sekadar
terompet yang berbicara, yang melaluinya Roh berbicara, tetapi
mereka itu yaitu manusia yang berbicara, yang olehnya Roh ber-
bicara, dengan menggunakan kekuatan-kekuatan alamiah mere-
ka, yang berkenaan dengan terang dan api, dan memajukan mere-
ka di atas diri mereka sendiri.
II. Mengenai nubuat. Nubuat Yesaya sungguh unggul tiada tara dan
berguna. Ini benar demikian bagi jemaat Allah pada saat itu,
nubuat Yesaya menginsafkan mereka akan dosa, memberi mereka
petunjuk akan kewajiban mereka, dan memberi penghiburan bagi
mereka dalam kesusahan. Ada dua kesusahan besar yang menim-
pa jemaat kala itu yang dirujuk di sini, dan penghiburan diberi-
kan dalam kaitan dengan itu, yaitu penyerbuan Sanherib, Raja
Asyur, yang terjadi pada zaman Yesaya sendiri, dan penawanan di
Babel, yang terjadi lama sesudah nubuat Yesaya ini. Dan dalam
semua dartikel ngan dan dorongan yang diberikan untuk kedua
masa sukar tersebut, kita temukan anugerah Injil yang melimpah.
Tidak ada nubuat-nubuat Perjanjian Lama, dibandingkan dengan
semua kitab Perjanjian Lama yang lain, yang paling banyak diku-
tip oleh kitab-kitab Injil selain nubuat-nubuat dari Kitab Yesaya.
Tidak pula ada nubuat yang dengan begitu jelas memberi kesaksi-
an tentang Kristus seperti nubuat Yesaya ini. Lihat saja misalnya
mengenai kelahiran-Nya dari seorang perawan (ps. 7) dan semua
penderitaan-Nya (ps. 53). Bagian awal kitab ini banyak berkenaan
dengan kecaman-kecaman mengenai dosa dan ancaman peng-
hakiman. Sedangkan bagian akhirnya penuh dengan kata-kata
keras dan kata-kata penghiburan. Cara seperti ini dipakai oleh
Roh Kristus pada waktu dulu melalui para nabi, dan masih dipa-
kai-Nya terus sampai sekarang, dengan pertama-tama menginsaf-
kan hati, baru kemudian menghibur. Dan barangsiapa mau diber-
kati dengan penghiburan, ia harus tunduk dahulu untuk diinsaf-
kan. Tak diragukan lagi, Yesaya memberitakan banyak khotbah,
dan menyampaikan banyak pesan kepada umat, tetapi tidak di-
tulis dalam kitab ini. Ini juga dilakukan Kristus. Dan barangkali
khotbah-khotbahnya itu disampaikan dengan lebih panjang lebar
daripada yang diceritakan di sini. Walaupun begitu, yang terting-
gal dalam catatan di sini yaitu jumlah yang menurut Sang Hik-
mat Tak Terbatas sudah pantas disampaikan kepada kita yang
kini tengah mengalami datangnya akhir zaman itu. Dan semua
nubuat ini, serta juga semua sejarah mengenai Kristus, dicatat
supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan
supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.
Karena untuk kitalah Injil ini dikabarkan dan juga untuk mereka
yang hidup kemudian, dan dengan lebih jelas. Oh, semoga ini di-
tambah lagi dengan iman.