Rabu, 09 Juli 2025

Yesaya 1-39 17


 geri lain. Urusan-urusan-

nya sedang dalam keadaan baik, dan ia secara khusus tampak 

sedang dalam hubungan yang baik dengan raja Asyur, sebab bela-

kangan ini ia sudah berdamai dengan raja itu melalui pemberian 

yang melimpah (2Raj. 18:14). Namun si raja pengkhianat dan 

curang itu mengirimkan sepasukan tentara ke negerinya secara 

tiba-tiba dan memorak-porandakannya. Oleh sebab itu, baik bagi 

kita untuk selalu bersiap-siap menghadapi masalah, supaya apa-

bila masalah datang, kita tidak terkejut dibuatnya, dan masalah 

itu pun tidak akan begitu mengerikan buat kita.  

3.  Adakalanya Allah mengizinkan musuh-musuh umat-Nya, bahkan 

yang paling fasik dan pengkhianat, untuk menang jauh melebihi 

mereka. Raja Asyur merebut semua, atau sebagian besar, kota 

Yehuda yang berkubu, maka tentu saja negeri itu menjadi mangsa 

yang empuk baginya. Kefasikan bisa saja berhasil untuk semen-

tara waktu, tetapi tidak bisa selalu berhasil.  

4. Orang-orang sombong suka berbicara besar, membangga-bangga-

kan siapa mereka, apa yang mereka miliki, apa yang sudah mere-

ka lakukan, bahkan apa yang akan mereka lakukan, untuk meng-

hina orang lain, dan menantang semua umat manusia, meskipun 

dengan demikian mereka membuat diri mereka tampak menggeli-

kan bagi semua orang bijak, dan menyulut murka Allah yang me-

nentang orang sombong. Tetapi demikianlah mereka ingin mem-

buat diri ditakuti, meskipun dengan begitu mereka dibenci, dan 


 652

ingin mencapai tujuan dengan mengeluarkan perkataan-perkata-

an yang bukan-bukan yang timbul dari keangkuhan (Yud. 1:16).  

5.  Musuh-musuh umat Allah berusaha menaklukkan mereka de-

ngan menakut-nakuti mereka, terutama dengan menakut-nakuti 

mereka supaya tidak mengandalkan Allah. Demikian pula juru 

minuman agung di sini, dengan suara bising dan mengolok-olok, 

mengecilkan hati Hizkia sebagai orang yang sama sekali tidak 

mampu menghadapi tuan si juru minuman agung itu, atau seti-

dak-tidaknya untuk maju melawannya. Oleh sebab itu, sudah 

menjadi perhatian kita untuk berjaga-jaga melawan musuh-mu-

suh jiwa kita, untuk senantiasa menjaga roh kita dengan senan-

tiasa menjaga pengharapan kita di dalam Allah.  

6. Diakui, oleh semua orang, bahwa orang yang meninggalkan pela-

yanan terhadap Allah akan kehilangan perlindungan-Nya. Jika apa 

yang dituduhkan oleh juru minuman agung itu memang benar, 

bahwa Hizkia telah merubuhkan mezbah-mezbah Allah, maka wa-

jar saja bila ia sampai menyimpulkan bahwa Hizkia tidak bisa de-

ngan yakin berharap pada-Nya untuk mendapatkan bantuan dan 

kelepasan (ay. 7). Kita dapat berkata demikian kepada para pen-

dosa yang lancang, yang berkata bahwa mereka berharap kepada 

Tuhan dan belas kasihan-Nya. Bukankah Dia ini yang perintah-

perintah-Nya sudah mereka hina dalam hidup mereka, yang nama-

Nya sudah tidak mereka hormati, dan yang ketetapan-ketetapan-

Nya sudah mereka remehkan? Lalu bagaimana mereka bisa ber-

harap mendapatkan perkenanan dari Dia?  

7.  Suatu hal yang mudah, dan sangat umum, bagi orang-orang yang 

menganiaya jemaat dan umat Allah untuk mengaku mendapat 

mandat dari Allah untuk berbuat demikian. Si juru minuman 

agung bisa saja berkata, sekarang pun, adakah di luar kehendak 

TUHAN aku maju? padahal sebenarnya ia sudah maju melawan 

Tuhan (37:28). Mereka yang membunuh hamba-hamba Tuhan 

menyangka bahwa mereka sedang melayani Dia dan berkata, 

baiklah TUHAN menyatakan kemuliaan-Nya. Akan tetapi, cepat 

atau lambat, mereka akan merasakan kesalahan mereka meng-

akibatkan kerugian bagi mereka sendiri, dan dibuat kebingungan.

 

Kitab Yesaya 36:11-22 

 653 

Pesan Sahherib yang Lancang 

(36:11-22) 

11 Lalu berkatalah Elyakim, Sebna dan Yoah kepada juru minuman agung: 

“Silakan berbicara dalam bahasa Aram kepada hamba-hambamu ini, sebab 

kami mengerti; tetapi janganlah berbicara dengan kami dalam bahasa Ye-

huda sambil didengar oleh rakyat yang ada di atas tembok.“ 12 Tetapi juru 

minuman agung berkata: “Adakah tuanku mengutus aku untuk mengucap-

kan perkataan-perkataan ini hanya kepada tuanmu dan kepadamu saja? 

Bukankah juga kepada orang-orang yang duduk di atas tembok, yang mema-

kan tahinya dan meminum air kencingnya bersama-sama dengan kamu?” 13 

Kemudian berdirilah juru minuman agung dan berserulah ia dengan suara 

nyaring dalam bahasa Yehuda. Ia berkata: “Dengarlah perkataan raja agung, 

raja Asyur! 14 Beginilah kata raja: Janganlah Hizkia memperdayakan kamu, 

sebab ia tidak sanggup melepaskan kamu! 15 Janganlah Hizkia mengajak 

kamu berharap kepada TUHAN dengan mengatakan: Tentulah TUHAN akan 

melepaskan kita; kota ini tidak akan diserahkan ke dalam tangan raja Asyur. 

16 Janganlah dengarkan Hizkia, sebab beginilah kata raja Asyur: Adakanlah 

perjanjian penyerahan dengan aku dan datanglah ke luar kepadaku, maka 

setiap orang dari padamu akan makan dari pohon anggurnya dan dari pohon 

aranya serta minum dari sumurnya, 17 sampai aku datang dan membawa 

kamu ke suatu negeri seperti negerimu, suatu negeri yang bergandum dan 

berair anggur, suatu negeri yang beroti dan berkebun anggur. 18 Jangan sam-

pai Hizkia membujuk kamu dengan mengatakan: TUHAN akan melepaskan 

kita! Apakah pernah para allah bangsa-bangsa melepaskan negerinya ma-

sing-masing dari tangan raja Asyur? 19 Di manakah para allah negeri Hamat 

dan Arpad? Di manakah para allah negeri Sefarwaim? Apakah mereka telah 

melepaskan Samaria dari tanganku? 20 Siapakah di antara semua allah 

negeri-negeri ini yang telah melepaskan negeri mereka dari tanganku, sehing-

ga TUHAN sanggup melepaskan Yerusalem dari tanganku?” 21 Tetapi orang 

berdiam diri dan tidak menjawab dia sepatah kata pun, sebab ada perintah 

raja, bunyinya: “Jangan kamu menjawab dia!” 22 Kemudian pergilah Elyakim 

bin Hilkia, kepala istana, dan Sebna, panitera negara, dan Yoah bin Asaf, 

bendahara negara, menghadap Hizkia, dengan pakaian yang dikoyakkan, lalu 

memberitahukan kepada raja perkataan juru minuman agung. 

Dari sini kita bisa memetik pelajaran-pelajaran ini:  

1. Bahwa, sewaktu para penguasa dan penasihat mempunyai urus-

an-urusan yang menyangkut kepentingan umum yang sedang 

diperdebatkan, tidaklah baik menyerukannya kepada rakyat. Ma-

suk akallah permohonan yang diajukan oleh para wakil Hizkia 

yang diberi kuasa penuh itu, bahwa perundingan ini harus di-

selenggarakan dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh rakyat 

(ay. 11), karena alasan-alasan negara yaitu   perkara yang bersifat 

rahasia dan harus dirahasiakan, sebab orang biasa tidak mampu 

membuat penilaian atasnya. Oleh karena itu, suatu perbuatan 

yang tidak semestinya, dan bukan apa yang kita inginkan supaya 

orang lain berbuat kepada kita, untuk memanas-manasi rakyat 

melawan pemimpin mereka dengan sindiran-sindiran yang rendah.  


 654

2. Semakin para pencemooh yang sombong dan angkuh diladeni 

dengan baik, semakin busuk mereka biasanya berbicara. Tidak 

ada yang bisa dikatakan dengan lebih lembut dan lebih terhormat 

daripada yang dikatakan oleh para utusan Hizkia kepada si juru 

minuman agung. Selain bahwa perkara itu sendiri wajar saja un-

tuk mereka minta, mereka juga menyebut diri sebagai hamba-

hambanya, dan memohon untuk itu: Silakan berbicara. Tetapi hal 

ini justru membuat si juru minuman agung lebih bermaksud 

jahat dan mau memerintah lagi. Memberikan jawaban kasar ke-

pada orang yang memberi kita jawaban lembut yaitu   salah satu 

cara untuk membalas kebaikan dengan kejahatan. Sungguh fasik, 

dan ditakutkan tidak dapat pulihkan lagi, orang-orang yang bukan-

nya menghilangkan amarah malah selalu membuat yang buruk 

lebih buruk lagi.  

3.  Ketika Iblis ingin menggoda manusia supaya tidak berharap pada 

Allah, dan melekat pada-Nya, ia melakukannya dengan meng-

hasut bahwa dengan berserah padanya, keadaan mereka akan 

menjadi lebih baik. Tetapi itu usulan yang palsu, dan jelas-jelas 

tidak masuk akal, dan karena itu harus ditolak dengan rasa jijik 

yang sebesar-besarnya. Apabila dunia dan kedagingan berkata 

kepada kita, “Adakanlah perjanjian penyerahan dengan kami dan 

datanglah ke luar kepada kami. Tunduklah pada kekuasaan kami 

dan bergabunglah dengan kepentingan-kepentingan kami, maka 

setiap orang dari padamu akan makan dari pohon anggurnya.” 

Dengan semua perkataan itu, mereka hanya menipu kita. Mereka 

menjanjikan kebebasan padahal mereka hendak menuntun kita 

ke dalam tawanan dan perbudakan yang paling hina. Kita juga 

dapat menganggap perkataan si juru minuman agung sebagai per-

kataan yang baik-baik dan indah-indah dari dunia dan kedaging-

an. Oleh karena itu, janganlah percaya kepada mereka, sekalipun 

mereka berkata manis kepadamu. Biarkan saja mereka berkata 

sesuka hati, tetap saja tidak ada tanah seperti tanah perjanjian, 

tanah suci.  

4.  Tidak ada yang lebih tidak masuk akal dengan sendirinya, dan 

tidak ada yang lebih menghina Allah yang benar dan hidup, selain 

membandingkan Dia dengan allah-allah bangsa kafir. Seolah-olah 

Ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi para penyembah-

Nya lebih daripada yang dapat dilakukan oleh allah-allah itu 

untuk melindungi para penyembah mereka. Juga, seolah-olah 

Kitab Yesaya 36:11-22 

 655 

Allah Israel bisa dengan mudah dikuasai seperti allah-allah negeri 

Hamat dan Arpad, padahal allah-allah itu yaitu   kesia-siaan dan 

dusta. Mereka bukan apa-apa, sedangkan Dia yaitu   AKU yang 

akbar. Mereka yaitu   makhluk ciptaan khayalan manusia dan 

karya buatan tangan manusia, sedangkan Dia yaitu   Pencipta 

segala sesuatu.  

5. Para pendosa yang lancang biasanya berpikir bahwa, karena me-

reka sudah menjadi terlalu tangguh bagi sesama mereka, maka 

mereka bisa bersaing dengan Pencipta mereka. Bangsa yang di 

sana dan bangsa yang di sini sudah mereka taklukkan, dan kare-

na itu Tuhan sendiri tidak akan membebaskan Yerusalem dari 

tangan mereka. Akan tetapi, meskipun beling periuk berbantah 

dengan beling periuk, janganlah mereka berbantah dengan pem-

bentuknya.  

6.  Adakalanya bijaksana untuk tidak menjawab orang bebal menurut 

kebodohannya. Perintah Hizkia yaitu  , “Jangan kamu menjawab 

dia! Itu hanya akan memancing dia untuk mencerca dan menghu-

jat dengan lebih lagi. Serahkanlah kepada Allah untuk membung-

kam mulutnya, sebab kamu tidak bisa.” Mereka punya jawaban 

untuk itu di pihak mereka, tetapi akan sulit untuk mengatakannya 

tanpa amarah kepada musuh yang sedemikian tidak berakal sehat. 

Dan, jika mereka juga sampai ikut mencerca seperti si juru mi-

numan agung itu, maka dia akan menjadi lawan yang terlampau 

sulit bagi mereka dalam hal cerca-mencerca.  

7.  Sudah sepatutnya umat Allah mendiamkan saja di dalam hati 

penghinaan yang dilontarkan kepada Allah oleh hujatan-hujatan 

orang fasik, meskipun mereka tidak menganggapnya bijaksana 

untuk membalas hujatan-hujatan itu. Walaupun mereka tidak men-

jawab dia sepatah kata pun, mereka mengoyakkan pakaian mereka, 

dalam semangat yang kudus bagi kemuliaan nama Allah dan ke-

marahan yang kudus atas penghinaan yang dilakukan terhadap 

nama-Nya. Mereka mengoyakkan pakaian mereka ketika men-

dengar hujatan, seperti orang yang tidak senang dengan segala per-

hiasan mereka sendiri apabila kehormatan Allah diinjak-injak. 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 37  

alam pasal ini kita mendapati pengulangan lebih jauh dari cerita 

tentang Sanherib, yang sudah kita dapati sebelumnya dalam 

Kitab Raja-raja. Dalam pasal sebelumnya kita mendapati Sanherib 

sedang melakukan penaklukan dan mengancam akan menaklukkan. 

Dalam pasal ini kita mendapati dia sedang tersandung, dan pada 

akhirnya jatuh, yang terjadi sebagai jawaban doa dan untuk meng-

genapi banyak nubuat yang sudah kita jumpai dalam pasal-pasal 

sebelumnya. Di sini kita mendapati,  

I. Hizkia yang dengan saleh menerima perkataan tidak saleh 

dari si juru minuman agung (ay . 1).  

II. Pesan yang penuh dengan permohonan yang disampaikan 

Hizkia kepada Yesaya supaya mendoakannya (ay. 2-5).  

III. Jawaban yang membesarkan hati yang disampaikan Yesaya 

kepadanya dari Allah, yang meyakinkan dia bahwa Allah 

akan membela perkaranya melawan raja Asyur (ay. 6-7).  

IV. Surat kasar dan menghina yang dikirimkan raja Asyur ke-

pada Hizkia, dengan maksud yang sama seperti perkataan 

juru minuman agung (ay. 8-13). 

V. Doa Hizkia yang penuh kerendahan hati kepada Allah sete-

lah menerima surat ini (ay. 14-20).  

VI. Jawaban lengkap selanjutnya yang disampaikan Allah kepa-

danya melalui Yesaya, dengan menjanjikan dia bahwa ma-

salah-masalahnya akan segera berakhir dengan bahagia, 

bahwa badai pasti berlalu dan segala sesuatunya akan tam-

pak cerah dan tenang (ay. 21-35). 

VII. Penggenapan langsung dari nubuatan ini dalam kehancur-

an pasukan raja Asyur (ay. 36) dan pembunuhan terhadap 


 658

raja itu (ay. 37-38). Semuanya ini dibukakan dengan pan-

jang lebar dalam 2 Raja-raja 19. 

Pesan Hizkia kepada Yesaya 

(37:1-7) 

1 Segera sesudah raja Hizkia mendengar itu, dikoyakkannyalah pakaiannya 

dan diselubunginyalah badannya dengan kain kabung, lalu masuklah ia ke 

rumah TUHAN. 2 Disuruhnyalah juga Elyakim, kepala istana, Sebna, panitera 

negara, dan yang tua-tua di antara para imam, dengan berselubungkan kain 

kabung, kepada nabi Yesaya bin Amos. 3 Berkatalah mereka kepadanya: “Be-

ginilah kata Hizkia: Hari ini hari kesesakan, hari hartikel  man dan penistaan; 

sebab sudah datang waktunya untuk melahirkan anak, tetapi tidak ada ke-

kuatan untuk melahirkannya. 4 Mungkin TUHAN, Allahmu, sudah men-

dengar perkataan juru minuman agung yang telah diutus oleh raja Asyur, 

tuannya, untuk mencela Allah yang hidup, sehingga TUHAN, Allahmu, mau 

memberi hartikel  man karena perkataan-perkataan yang telah didengar-Nya. 

Maka baiklah engkau menaikkan doa untuk sisa yang masih tinggal ini!” 5 

Ketika pegawai-pegawai raja Hizkia sampai kepada Yesaya, 6 berkatalah 

Yesaya kepada mereka: “Beginilah kamu katakan kepada tuanmu: Beginilah 

firman TUHAN: Janganlah engkau takut terhadap perkataan yang kaudengar 

yang telah diucapkan oleh budak-budak raja Asyur untuk menghujat Aku. 7 

Sesungguhnya, Aku akan menyuruh suatu roh masuk di dalamnya, sehingga 

ia mendengar suatu kabar dan pulang ke negerinya; Aku akan membuat dia 

mati rebah oleh pedang di negerinya sendiri.”  

Kita dapat mengamati di sini,  

1. Bahwa cara terbaik untuk mengacaukan rancangan-rancangan 

jahat dari musuh-musuh terhadap kita yaitu   datang kepada Allah 

karena terdesak olehnya dan menjalankan kewajiban ibadah kita. 

Dengan berbuat demikian, kita mengambil makanan dari yang 

makan. Juru minuman agung berniat menakut-nakuti Hizkia 

supaya menjauh dari Tuhan, tetapi ternyata ia malah menakut-

nakutinya supaya datang kepada Tuhan. Bukannya menerbangkan 

mantel pelancong, angin malah membuatnya lebih mengencangkan 

lagi mantelnya. Semakin juru minuman agung mencela Allah, 

semakin Hizkia berusaha memberikan penghormatan kepada Allah, 

dengan mengoyakkan pakaiannya karena penghinaan yang telah 

diberikan kepada-Nya, dan masuk ke tempat kudus-Nya untuk 

mencari tahu pikiran-Nya.  

2.  Bahwa sudah sepantasnya orang-orang besar meminta didoakan 

oleh orang-orang baik dan hamba-hamba Tuhan yang baik. Hizkia 

mengirimkan utusan-utusan, dan orang-orang terhormat, orang-

orang terpenting, kepada Yesaya, untuk meminta didoakan oleh-

Kitab Yesaya 37:1-7 

 659 

nya, mengingat betapa nubuat-nubuatnya belakangan ini jelas-

jelas menunjuk pada berbagai peristiwa yang sedang terjadi saat 

ini. Ada kemungkinan, dengan bergantung pada nubuat-nubuat 

itu, Hizkia tidak ragu bahwa masalah ini akan berakhir indah, 

namun ia ingin supaya itu terjadi sebagai jawaban doa: Hari ini 

hari kesesakan, karena itu hendaklah hari ini menjadi hari doa.  

3.  Apabila kita sedang jatuh terpuruk, kita harus semakin bersung-

guh-sungguh lagi di dalam doa: Sebab sudah datang waktunya 

untuk melahirkan anak, tetapi tidak ada kekuatan untuk melahir-

kannya. Maka dari itu hendaklah kita berdoa, dan membantu 

mengeluarkannya. Apabila rasa nyeri teramat kuat, hendaklah 

doa menjadi teramat hidup. Dan apabila kita menjumpai kesulit-

an-kesulitan hebat, maka sudah tiba waktunya untuk menggugah 

bukan hanya diri kita sendiri, melainkan juga orang lain, untuk 

berpegang pada Allah. Doa yaitu   bidan belas kasihan, yang 

membantu melahirkan.  

4. Suatu dorongan semangat untuk berdoa meskipun kita hanya 

memiliki sedikit harapan akan memperoleh belas kasihan (ay. 4): 

Mungkin TUHAN, Allahmu, sudah mendengar; siapa tahu, mungkin 

Ia mau berbalik dan menyesal? Adanya kemungkinan bahwa kita 

akan tiba di pelabuhan berkat haruslah mendorong kita dengan 

keuletan yang berlipat ganda untuk mengayuh sampan doa.  

5.  Apabila ada umat yang tersisa, dan hanya umat sisa, maka sudah 

menjadi kepentingan kita untuk menaikkan doa bagi umat sisa 

itu (ay. 4). Doa yang mencapai sorga harus dinaikkan dengan 

iman yang kuat, keinginan yang sungguh-sungguh, dan niat lang-

sung untuk kemuliaan Allah, yang semuanya harus dihidupkan 

ketika kita sudah sampai pada pertaruhan yang terakhir.  

6.  Orang yang sudah menjadikan Allah sebagai musuh, mereka tidak 

perlu kita takuti, sebab mereka sudah ditandai untuk binasa. 

Dan, meskipun bisa mendesis, mereka tidak bisa melukai. Si juru 

minuman agung sudah menghujat Allah, dan karena itu jangan-

lah Hizkia takut padanya (ay. 6). Ia telah menyeret Allah untuk 

berpihak pada kepentingannya melalui kata-katanya yang meng-

hina, dan karena itu penghakiman pasti akan dijatuhkan ke atas-

nya. Allah pasti akan membela perkara-Nya sendiri.  

7.  Ketakutan-ketakutan para pendosa hanyalah awal dari kejatuhan 

mereka. Raja Asyur akan mendengar suatu kabar tentang pem-

bantaian pasukannya, yang akan mengharuskan dia untuk mun-


 660

dur pulang ke negerinya sendiri, dan di sana ia akan dibunuh (ay. 

7). Kengerian-kengerian yang mengejar dia pada akhirnya akan 

membawanya kepada raja kedahsyatan (Ayb. 18:11, 14). Kutukan-

kutukan yang biasanya menimpa para pendosa akan menyergap 

mereka tanpa diduga-duga. 

Doa Hizkia 

(37:8-20) 

8 Ketika juru minuman agung pulang, didapatinyalah raja Asyur berperang 

melawan Libna; sebab sudah didengarnya bahwa raja telah berangkat dari 

Lakhis. 9 Dalam pada itu raja mendengar tentang Tirhaka, raja Etiopia, berita 

yang demikian: “Ia telah keluar berperang melawan engkau,” dan ketika 

mendengar itu, disuruhnyalah utusan-utusan kepada Hizkia dengan pesan: 

10 “Beginilah harus kamu katakan kepada Hizkia, raja Yehuda: Janganlah 

Allahmu yang kaupercayai itu memperdayakan engkau dengan menjanjikan: 

Yerusalem tidak akan diserahkan ke tangan raja Asyur. 11 Sesungguhnya, 

engkau ini telah mendengar tentang yang dilakukan raja-raja Asyur kepada 

segala negeri, yakni bahwa mereka telah menumpasnya; masakan engkau ini 

akan dilepaskan? 12 Sudahkah para allah dari bangsa-bangsa yang telah di-

musnahkan oleh nenek moyangku, dapat melepaskan mereka, yakni Gozan, 

Haran, Rezef dan bani Eden yang di Telasar? 13 Di manakah raja negeri 

Hamat dan Arpad raja kota Sefarwaim, raja negeri Hena dan Iwa?” 14 Hizkia 

menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; kemudian 

pergilah ia ke rumah TUHAN dan membentangkan surat itu di hadapan 

TUHAN. 15 Hizkia berdoa di hadapan TUHAN, katanya: 16 “Ya TUHAN semesta 

alam, Allah Israel, yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah 

Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi. 

17 Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, dan dengarlah; bukalah mata-Mu, 

ya TUHAN, dan lihatlah; dengarlah segala perkataan Sanherib yang telah 

dikirimnya untuk mencela Allah yang hidup. 18 Ya TUHAN, memang raja-raja 

Asyur telah memusnahkan semua bangsa dan negeri-negeri mereka 19 dan 

menaruh para allah mereka ke dalam api, sebab mereka bukanlah Allah, 

hanya buatan tangan manusia, kayu dan batu; sebab itu dapat dibinasakan 

orang. 20 Maka sekarang, ya TUHAN, Allah kami, selamatkanlah kami dari 

tangannya, supaya segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya 

Engkau sendirilah TUHAN.”  

Kita dapat mengamati di sini,  

1.  Bahwa, jika Allah memberi kita kepuasan di dalam batin terhadap 

janji-Nya, maka ini dapat menguatkan kita dalam menanggung 

segala celaan dengan berdiam diri. Allah menjawab Hizkia, tetapi 

tidak tampak bahwa Hizkia, dengan sengaja, mengirimkan jawab-

an apa saja kepada juru minuman agung. Sebaliknya, setelah Allah 

mengambil pekerjaan itu ke dalam tangan-Nya sendiri, Hizkia de-

ngan diam menyerahkan permasalahan itu kepada-Nya. Maka dari

Kitab Yesaya 37:8-20 

 661 

 itu juru minuman agung pulang kepada raja tuannya untuk me-

minta petunjuk-petunjuk baru.  

2. Orang-orang yang suka dengan peperangan akan dicartikel  pkan 

dengannya. Sanherib, tanpa dipanas-panasi atau diberi peringat-

an, maju berperang melawan Yehuda. Dan sekarang, tanpa ba-

nyak bicara, raja Etiopia maju berperang melawannya (ay. 9). 

Orang-orang yang suka berseteru harus siap-siap akan diajak ber-

seteru. Dan adakalanya Allah mengendalikan amukan musuh-

musuh-Nya dengan mengalihkan perhatian mereka pada suatu 

perkara yang dahsyat.  

3. Berbicara sombong dan cemar itu buruk, tetapi lebih buruk me-

nulis demikian, sebab hal itu lebih menunjukkan kesengajaan 

dan rancangan, dan apa yang ditulis akan menyebar ke tempat-

tempat yang lebih jauh, bertahan lebih lama, dan menimbulkan 

kejahatan yang lebih besar. Paham tidak adanya Tuhan dan 

hidup tanpa agama, yang dituangkan dalam tulisan, pasti akan 

dituntut perhitungan suatu hari nanti. 

4. Keberhasilan-keberhasilan yang besar sering kali mengeraskan 

hati para pendosa di jalan-jalan mereka yang berdosa, dan mem-

buat mereka lebih berani. Karena raja-raja Asyur telah menghan-

curkan semua negeri (meskipun pada kenyataannya, hanya sedi-

kit yang jatuh dalam jangkauan mereka), maka mereka tidak ragu 

lagi bisa menghancurkan negeri kepunyaan Allah. Karena allah-

allah dari bangsa-bangsa lain tidak mampu menolong, mereka 

menyimpulkan bahwa Allah Israel juga demikian. Karena raja-raja 

penyembah berhala dari negeri Hamat dan Arpad sudah menjadi 

mangsa yang empuk bagi mereka, maka mereka tidak ragu juga 

bisa menghancurkan negeri kepunyaan Allah. Karena raja-raja 

penyembah berhala dari negeri Hamat dan Arpad sudah menjadi 

mangsa yang empuk bagi mereka, maka raja Yehuda yang saleh 

dan sedang melakukan pembaruan diri pasti akan demikian juga. 

Demikianlah orang yang congkak ini menjadi matang bagi kehan-

curan oleh silaunya sinar kejayaan.  

5. Kebebasan untuk masuk ke dalam takhta anugerah, dan kebe-

basan untuk berbicara di sana, yaitu   hak istimewa yang tak ter-

utarakan dari umat Tuhan pada setiap saat, terutama pada saat-

saat susah dan bahaya. Hizkia mengambil surat Sanherib, lalu 

membentangkannya di hadapan Tuhan, tanpa bermaksud untuk 

mengeluhkan apa pun mengenai dia selain apa yang ditulisnya 


 662

sendiri itu. Biarlah hal yang menjadi perkara itulah yang berbi-

cara sendiri. Inilah yang tertulis hitam di atas putih: Bukalah 

mata-Mu, ya TUHAN, dan lihatlah. Allah mengizinkan umat-Nya 

yang berdoa untuk bersikap bebas disertai kerendahan hati di ha-

dapan Dia, untuk mengutarakan semua perkataan mereka, seper-

ti yang dilakukan Yefta, di hadapan Dia, untuk membentangkan 

surat, entah dari kawan atau lawan, di hadapan-Nya, dan menye-

rahkan isinya, pokok permasalahannya, kepada Dia.  

6. Prinsip-prinsip agung dan mendasar dari agama kita, jika diterap-

kan dengan iman dan dikembangkan dalam doa, pasti akan ber-

manfaat bagi kita dalam menghadapi berbagai kesusahan dan 

masalah tertentu yang mendesak, apa pun itu. Oleh sebab itu, 

kita harus kembali pada prinsip-prinsip itu, dan mematuhinya. 

Demikianlah yang diperbuat Hizkia di sini. Ia mendorong dirinya 

sendiri dengan hal ini, bahwa Allah Israel yaitu   TUHAN semesta 

alam, Tuhan atas segenap pasukan, atas pasukan Israel, untuk 

menghidupkannya, dan Tuhan atas pasukan-pasukan musuh me-

reka, untuk mengecilkan hati dan mengendalikan mereka. Juga, 

bahwa Dia sendirilah Allah, dan tidak ada yang lain yang dapat 

bersaing melawan-Nya. Bahwa Dia yaitu   Allah segala kerajaan di 

bumi, dan dapat menghancurkan mereka semua sesuai kehendak-

Nya. Dia menjadikan langit dan bumi, dan karena itu dapat dan 

akan berbuat apa saja.  

7.  Apabila kita takut terhadap manusia yang merupakan perusak-pe-

rusak besar, maka dengan keberanian yang disertai kerendahan 

hati kita dapat berseru kepada Allah sebagai Juruselamat agung. 

Mereka memang telah menumpas bangsa-bangsa, yang sudah 

melempar diri sendiri keluar dari perlindungan Allah yang benar 

dengan menyembah allah-allah palsu. Tetapi Tuhan Allah sajalah 

Allah kami, Raja kami, Pemberi hartikel  m kami, dan Dia akan menye-

lamatkan kami, Dia yang yaitu   Juruselamat mereka yang percaya.  

8.  Kita bisa cartikel  p kuat berpegang ketika bergumul dengan Allah di 

dalam doa, jika yang kita serukan dalam perkara kita itu hanyalah 

untuk kemuliaan-Nya saja, bahwa nama-Nya akan dicemarkan jika 

kita diinjak-injak, tetapi akan dimuliakan jika kita dibebaskan. 

Oleh sebab itu, seruan kita akan paling membuahkan hasil bila di-

dasarkan atas ini: “Lakukanlah itu demi kemuliaan-Mu.” 

 

Kitab Yesaya 37:21-38 

 663 

Sanherib Diancam dan Dihancurkan 

(37:21-38) 

21 Lalu Yesaya bin Amos menyuruh orang kepada Hizkia mengatakan: “Be-

ginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tentang yang telah kaudoakan kepada-

Ku mengenai Sanherib, raja Asyur, 22 inilah firman yang telah diucapkan 

TUHAN mengenai dia: Anak dara, yaitu puteri Sion, telah menghina engkau, 

telah mengolok-olokkan engkau; dan puteri Yerusalem telah geleng-geleng 

kepala di belakangmu. 23 Siapakah yang engkau cela dan engkau hujat? Ter-

hadap siapakah engkau menyaringkan suaramu, dan memandang dengan 

sombong-sombong? Terhadap Yang Mahakudus, Allah Israel! 24 Dengan 

perantaraan hamba-hambamu engkau telah mencela Tuhan, dan engkau 

telah berkata: Dengan banyaknya keretaku aku naik ke tempat-tempat tinggi 

di pegunungan, ke tempat yang paling jauh di gunung Libanon; aku telah 

menebang pohon-pohon arasnya yang tinggi besar, pohon-pohon sanobarnya 

yang terpilih; aku telah masuk ke tempat tinggi yang paling ujung, ke hutan 

pohon-pohonannya yang lebat. 25 Aku ini telah menggali air dan telah minum 

air; aku telah mengeringkan dengan telapak kakiku segala sungai di Mesir! 26 

Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari 

dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkan-

nya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi 

timbunan batu, 27 sedang penduduknya yang tak berdaya menjadi terkejut 

dan malu; mereka menjadi seperti tumbuh-tumbuhan di padang dan seperti 

rumput hijau, seperti rumput di atas sotoh, atau gandum yang layu sebelum 

ia masak. 28 Aku tahu, jika engkau bangun atau duduk, jika keluar atau 

masuk, atau jika engkau mengamuk terhadap Aku. 29 Oleh karena engkau 

telah mengamuk terhadap Aku, dan kata-kata keangkuhanmu telah naik 

sampai ke telinga-Ku, maka Aku akan menaruh kelikir-Ku pada hidungmu 

dan kekang-Ku pada bibirmu, dan Aku akan memulangkan engkau melalui 

jalan, dari mana engkau datang. 30 Dan inilah yang akan menjadi tanda 

bagimu, hai Hizkia: Dalam tahun ini orang makan apa yang tumbuh sendiri, 

dan dalam tahun yang kedua, apa yang tumbuh dari tanaman yang pertama, 

tetapi dalam tahun yang ketiga, menaburlah kamu, menuai, membuat kebun 

anggur dan memakan buahnya. 31 Dan orang-orang yang terluput di antara 

kaum Yehuda, yaitu orang-orang yang masih tertinggal, akan berakar pula ke 

bawah dan menghasilkan buah ke atas. 32 Sebab dari Yerusalem akan keluar 

orang-orang yang tertinggal dan dari gunung Sion orang-orang yang terluput; 

giat cemburu TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini. 33 Sebab itu 

beginilah firman TUHAN mengenai raja Asyur: Ia tidak akan masuk ke kota 

ini dan tidak akan menembakkan panah ke sana; juga ia tidak akan menda-

tanginya dengan perisai dan tidak akan menimbun tanah menjadi tembok 

untuk mengepungnya. 34 Melalui jalan, dari mana ia datang, ia akan pulang, 

tetapi ke kota ini ia tidak akan masuk, demikianlah firman TUHAN. 35 Dan 

Aku akan memagari kota ini untuk menyelamatkannya, oleh karena Aku dan 

oleh karena Daud, hamba-Ku.” 36 Keluarlah Malaikat TUHAN, lalu dibunuh-

Nyalah seratus delapan puluh lima ribu orang di dalam perkemahan Asyur. 

Keesokan harinya pagi-pagi tampaklah, semuanya bangkai orang-orang mati 

belaka! 37 Sebab itu berangkatlah Sanherib, raja Asyur dan pulang, lalu 

tinggallah ia di Niniwe. 38 Pada suatu kali ketika ia sujud menyembah di 

dalam kuil Nisrokh, allahnya, maka Adramelekh dan Sarezer, anak-anaknya, 

membunuh dia dengan pedang, dan mereka meloloskan diri ke tanah Ararat. 

Kemudian Esarhadon, anaknya, menjadi raja menggantikan dia. 


 664

Kita dapat mengamati di sini,  

1. Bahwa orang yang menerima pesan-pesan mengerikan dari manu-

sia dengan sabar, dan mengirimkan pesan-pesan iman kepada 

Allah dengan doa, dapat berharap akan mendapat pesan anuge-

rah dan damai sejahtera dari Allah bagi penghiburan mereka, se-

kalipun mereka sedang amat tertekan. Yesaya mengirimkan 

jawaban panjang atas nama Allah untuk doa Hizkia, mengirim-

kannya dalam tulisan (sebab terlalu panjang untuk disampaikan 

dengan kata-kata), dan mengirimkannya sebagai jawaban bagi 

doanya, sebagai sesuatu yang berhubungan dengan doanya itu: 

“Tentang yang telah kaudoakan kepada-Ku, ketahuilah, bagi peng-

hiburanmu, bahwa doamu sudah didengar.” Yesaya mungkin 

mengarahkan Hizkia pada nubuat-nubuat yang telah disampai-

kannya (terutama dalam pasal 10) dan menyuruhnya untuk mem-

peroleh jawaban dari situ. Tetapi, supaya Hizkia mendapat peng-

hiburan yang berlimpah, sebuah pesan sengaja dikirimkan ke-

padanya. Hubungan antara bumi dan langit tidak pernah dibiar-

kan terputus dari pihak Allah.  

2.  Orang yang meninggikan diri sendiri, terutama yang meninggikan 

diri melawan Allah dan umat-Nya, sebenarnya hanya menjelek-

jelekkan diri sendiri, dan membuat diri mereka hina, di mata 

semua orang bijak: “Anak dara, yaitu puteri Sion, telah menghina 

Sanherib, dan segala kejahatan serta ancamannya yang tak ber-

daya. Puteri Sion tahu bahwa, selama ia tetap hidup lurus, ia ya-

kin akan mendapat perlindungan ilahi, dan bahwa meskipun mu-

suh menggonggong, ia tidak bisa menggigit. Semua ancamannya 

yaitu   lelucon, itu hanyalah brutum fulmen – gembar-gembor 

belaka.”  

3.  Orang yang menyiksa umat Allah menghina Allah sendiri. Dan 

Allah menganggap apa yang dikatakan dan dilakukan melawan 

mereka sebagai apa yang dikatakan dan dilakukan melawan diri-

Nya sendiri: “Siapakah yang engkau cela? Yang Mahakudus, Allah 

Israel, yang karena itu sudah engkau hujat, sebab Dia yaitu   

Yang Mahakudus.” Penghinaan yang diberikan Sanherib kepada 

Allah semakin diperberat, sebab bukan hanya ia sendiri telah 

mencela-Nya, tetapi juga ia menugaskan hamba-hambanya untuk 

melakukan hal yang sama: Dengan perantaraan hamba-hambamu, 

orang-orang hina, engkau telah mencela Aku.  

Kitab Yesaya 37:21-38 

 665 

4.  Orang yang membanggakan diri sendiri dan pencapaian mereka 

menghina Allah dan pemeliharaan-Nya: “Engkau telah berkata: 

Aku ini telah menggali air dan telah minum air. Aku telah melaku-

kan perbuatan-perbuatan besar, dan akan melakukan lebih lagi, 

dan tidak mau mengakui bahwa Tuhan telah menentukannya” (ay. 

24-26). Orang-orang yang paling giat sekalipun tidak akan lebih 

giat melebihi apa yang ditentukan Allah bagi mereka, dan Allah 

tidak membuat mereka untuk hal lain selain apa yang sudah 

dirancangkannya bagi mereka dari jauh hari: “Apa yang telah 

Kurancang dari zaman purbakala, dalam rencana kekal, sekarang 

Aku mewujudkannya” (sebab Allah melakukan semuanya sesuai 

putusan kehendak-Nya), “bahwa engkau membuat sunyi senyap 

kota-kota yang berkubu. Oleh sebab itu, suatu kesombongan yang 

tidak dapat diterima jika kamu berkata bahwa itu yaitu   perbuat-

anmu sendiri.”  

5.  Segala niat jahat, gerak-gerik, dan rencana musuh-musuh jemaat 

berada di bawah pengetahuan dan pengawasan Allah jemaat itu. 

Sanherib bergerak giat dan cepat, di sana sini dan di mana-mana, 

tetapi Allah tahu kapan ia keluar atau masuk, dan mata-Nya 

selalu tertuju padanya (ay. 28). Dan bukan itu saja. Tangan-Nya 

juga teracung padanya, tangan yang keras, tangan yang kuat, 

kelikir pada hidungnya dan kekang pada bibirnya, yang dengan-

nya, meskipun ia sangat keras kepala dan susah diatur, Allah 

bisa dan akan memulangkan dia melalui jalan, dari mana ia 

datang (ay. 29). Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat. 

Allah telah menandatangani mandat bagi Sanherib untuk mela-

wan Yehuda (10:6), tetapi di sini Ia mengganti mandat itu. San-

herib sudah menakut-nakuti mereka, tetapi ia tidak boleh menya-

kiti mereka, dan karena itu diperintahkan untuk tidak melangkah 

lebih jauh. Bahkan, janjinya ditandatangani di sini, yang olehnya 

ia terjerat, untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia 

perbuat melebihi apa yang dimandatkan kepadanya.  

6.  Allah yaitu   pemberi yang dermawan bagi umat-Nya, dan juga 

pelindung yang berkuasa bagi mereka, baik matahari maupun 

perisai bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Yerusalem 

akan dipagari (ay. 35), musuh-musuh yang mengepung tidak 

akan masuk ke dalamnya, bahkan tidak akan berdiri di hadapan-

nya untuk menyerang seperti biasa. Sebaliknya, mereka akan 

dipartikel  l mundur sebelum mulai mengepung (ay. 33). Tetapi ini 


 666

belum semua. Allah akan kembali di dalam belas kasihan kepada 

umat-Nya, dan akan berbuat baik kepada mereka. Negeri mereka 

akan subur lebih daripada biasanya, sehingga kerugian-kerugian 

mereka akan diganti secara berlimpah. Mereka tidak akan mera-

sakan satu pun dampak buruk, entah dari para musuh yang 

memorak-porandakan negeri mereka atau dari diri mereka sendiri 

yang sudah lama tidak bisa bercocok-tanam. Sebaliknya bumi, se-

perti pada mulanya, akan menumbuhkan tumbuhan dengan sen-

dirinya, dan mereka akan hidup, hidup dalam kelimpahan, dengan 

menikmati hasil-hasil bumi yang tumbuh seketika. Berkat Tuhan, 

apabila dikehendaki-Nya, dapat membuat kaya sekalipun tanpa 

tangan orang-orang yang rajin. Dan janganlah mereka berpikir 

bahwa kehancuran-kehancuran negeri mereka akan memberi 

mereka alasan untuk tidak menjalankan tahun sabat, yang jatuh 

(seperti yang tampak di sini) pada tahun sesudahnya, ketika 

mereka tidak boleh membajak atau menabur. Tidak, meskipun 

mereka sekarang tidak menyiapkan persediaan sebelumnya untuk 

tahun itu, mereka tetap harus menjalankan ibadah tahun sabat 

itu, dan bergantung pada Allah untuk memberikan persediaan 

bagi mereka. Allah harus dipercaya ketika kewajiban ibadah se-

dang dijalankan.  

7. Tidak ada yang tahan menghadapi penghakiman-penghakiman 

Allah apabila penghakiman-penghakiman itu datang untuk men-

jalankan tugasnya.  

(1) Orang dalam jumlah luar biasa banyaknya tidak akan tahan 

berdiri menghadapi penghakiman-penghakiman itu: Satu orang 

malaikat, dalam satu malam, akan membunuh sebuah pasukan 

yang besar seketika itu juga, apabila Allah memberinya tugas 

untuk berbuat demikian (ay. 36). Di sini ada 185.000 prajurit 

yang gagah berani, yang dalam sekejap berubah menjadi ma-

yat-mayat yang begitu banyak. Banyak orang beranggapan 

bahwa Mazmur 76 ditulis pada waktu kekalahan ini, di mana 

dari penjarahan terhadap orang-orang yang berani, dan dibuat-

nya orang-orang itu tidur panjang (Mzm. 76:6), disimpulkan 

bahwa Allah lebih cemerlang dan lebih mulia dari pada pegu-

nungan yang ada sejak purba (Mzm. 76:5), dan bahwa Ia dah-

syat (Mzm. 76:8). Para malaikat dipekerjakan, lebih daripada 

yang kita sadari, sebagai pelayan-pelayan keadilan Allah, untuk 

Kitab Yesaya 37:21-38 

 667 

menghartikel  m kesombongan orang-orang fasik dan menghancur-

kan kekuatan mereka.  

(2) Orang-orang besar tidak akan tahan berdiri menghadapi peng-

hakiman-penghakiman Allah: raja agung, raja Asyur, terlihat 

sangat kerdil ketika ia dipaksa kembali pulang, bukan hanya 

dengan rasa malu, karena ia tidak bisa mencapai apa yang 

sudah direncanakannya dengan begitu yakin, melainkan juga 

dalam kengerian dan ketakutan, jangan-jangan malaikat yang 

sudah menghancurkan pasukannya akan menghancurkan dia 

juga. Tetapi ia dibuat tampak lebih kerdil lagi ketika dua anak-

nya sendiri, yang seharusnya menjaga dia, malah mengor-

bankan dia kepada berhalanya, yang darinya ia mencari per-

lindungan (ay. 37-38). Allah dengan cepat dapat menghentikan 

nafas orang yang hatinya berkobar-kobar untuk mengancam 

dan membunuh umat-Nya, dan akan melakukannya apabila 

mereka sudah memenuhi takaran kedurhakaan mereka. Dan 

TUHAN dikenal dengan penghakiman-penghakiman yang dija-

lankan-Nya ini, dikenal sebagai Allah yang menentang orang 

sombong. Banyak nubuat digenapi dalam pemeliharaan ilahi 

ini. Dan ini seharusnya membesarkan hati kita untuk bergan-

tung kepada Allah bagi penggenapannya ke depan, karena nu-

buat-nubuat itu juga melihat lebih jauh ke depan dan dimak-

sudkan sebagai jaminan keamanan bagi jemaat dan semua 

orang yang percaya kepada Allah. Dia yang sudah mem-

bebaskan, sedang dan akan membebaskan. Tuhan, ampunilah 

musuh-musuh kami. Tetapi, biarkanlah binasa segala musuh-

Mu, ya TUHAN! 

 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 38  

Pasal ini berlanjut dengan sejarah Hizkia. Di sini kita mendapati,  

I. Penyakitnya, dan hartikel  man mati yang dia terima dalam diri-

nya (ay. 1).  

II. Doanya dalam kesakitannya (ay. 2-3).  

III. Jawaban damai sejahtera yang diberikan Allah terhadap doa-

nya itu, dengan meyakinkan Hizkia bahwa ia akan sembuh, 

bahwa ia akan hidup lima belas tahun lagi, bahwa Yerusalem 

akan dibebaskan dari raja Asyur, dan bahwa, sebagai tanda 

untuk meneguhkan imannya akan jawaban ini, matahari akan 

mundur ke belakang sepuluh derajat atau tapak (ay. 4-8). Dan 

ini sudah kita baca dan kita buka sebelumnya dalam 2 Raja-

raja 20:1, dst. Akan tetapi,  

IV. Di sini ada ucapan syartikel  r Hizkia atas kesembuhannya, yang 

tidak kita dapati sebelumnya (ay. 9-20). Di sini ditambahkan 

apa sarana-sarana yang digunakan (ay. 21), dan apa tujuan 

yang ingin dicapai oleh orang baik itu dalam meminta kesem-

buhan (ay. 22). Ini yaitu   pasal yang akan menghibur pikiran, 

membimbing doa-doa, dan membesarkan iman dan harapan 

orang-orang yang sedang mengalami keterbatasan karena 

penyakit-penyakit tubuh. Pasal ini sesuai untuk mereka yang 

sedang menderita sakit-penyakit. 

Penyakit Hizkia 

(38:1-8) 

1 Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir mati. Lalu datanglah nabi 

Yesaya bin Amos dan berkata kepadanya: “Beginilah firman TUHAN: Sampai-

kanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak 

akan sembuh lagi.” 2 Lalu Hizkia memalingkan mukanya ke arah dinding dan 


 670

ia berdoa kepada TUHAN. 3 Ia berkata: “Ah TUHAN, ingatlah kiranya, bahwa 

aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bah-

wa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu.” Kemudian menangislah 

Hizkia dengan sangat. 4 Maka berfirmanlah TUHAN kepada Yesaya: 5 “Pergilah 

dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa 

leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu. Sesungguh-

nya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi, 6 dan Aku akan 

melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur dan Aku akan mema-

gari kota ini. 7 Inilah yang akan menjadi tanda bagimu dari TUHAN, bahwa 

TUHAN akan melakukan apa yang telah dijanjikan-Nya: 8 Sesungguhnya, 

bayang-bayang pada penunjuk matahari buatan Ahas akan Kubuat mundur 

ke belakang sepuluh tapak yang telah dijalaninya.” Maka pada penunjuk 

matahari itu matahari pun mundurlah ke belakang sepuluh tapak dari jarak 

yang telah dijalaninya. 

Dari perikop ini kita dapat memetik pelajaran-pelajaran yang baik ini, 

antara lain:  

1.  Bahwa kebesaran atau kebaikan orang tidak akan membebaskan 

mereka dari sergapan penyakit dan maut. Hizkia, seorang pengua-

sa yang perkasa di bumi dan orang yang sangat disayang Sorga, 

dihantam sebuah penyakit, yang tanpa mujizat pasti akan meng-

akibatkan kematian. Dan ini terjadi di pertengahan usianya, di 

tengah-tengah kenyamanan hidup dan kebergunaannya. Tuhan, 

dia yang Engkau kasihi, sakit. Tampaknya, penyakit ini menyer-

gapnya ketika ia tengah bersorak-sorak dalam kemenangannya 

atas pasukan Asyur yang hancur. Hal ini mengajar kita agar 

selalu bersukacita dengan gemetar.  

2.  Kita harus peduli untuk mempersiapkan diri apabila melihat ke-

matian datang mendekat: “Sampaikanlah pesan terakhir kepada 

keluargamu, dan terutama siapkanlah hatimu. Persiapkanlah se-

baik mungkin perasaan-perasaanmu maupun urusan-urusanmu, 

supaya apabila Tuhanmu datang, kamu bisa didapati-Nya ber-

damai dengan-Nya, dengan hati nuranimu sendiri, dan dengan 

semua orang, dan tidak ada lagi yang harus dilakukan kecuali 

mati.” Siapnya kita menghadapi maut tidak akan membuat maut 

itu terasa datang lebih cepat, tetapi jauh lebih mudah: dan orang 

yang sudah siap untuk mati yaitu   orang yang paling siap untuk 

hidup.  

3.  Adakah seorang di antaramu menderita sakit? Baiklah ia berdoa 

(Yak. 5:13). Doa yaitu   obat untuk setiap rasa perih, pribadi atau 

umum. Ketika Hizkia tertekan karena musuh-musuhnya, ia ber-

doa. Sekarang ketika ia sakit, ia pun berdoa. Ke mana lagi anak 

harus pergi, ketika sakit, selain kepada Bapanya? Penderitaan di-

Kitab Yesaya 38:1-8 

 671 

kirim untuk membawa kita kepada Kitab Suci dan membuat kita 

berlutut. Ketika Hizkia sedang sehat, ia pergi ke rumah TUHAN 

untuk berdoa, sebab pada waktu itu rumah Tuhan yaitu   rumah 

doa. Ketika ia sedang terbaring sakit, ia memalingkan mukanya ke 

arah dinding, mungkin menghadap bait Allah, yang merupakan 

perlambang Kristus, yang kepada-Nya kita harus melihat dengan 

iman dalam setiap doa.  

4.  Hati nurani kita yang bersaksi bagi kita bahwa dengan anugerah 

Allah kita sudah menjalani hidup yang baik, dan sudah berjalan 

dengan erat dan rendah hati bersama Allah, akan menjadi peno-

pang dan penghiburan yang besar bagi kita ketika tiba saatnya 

kita berhadapan dengan maut. Dan walaupun kita tidak boleh 

bergantung pada kesaksian hati nurani sebagai kebenaran kita, 

yang melaluinya kita dibenarkan di hadapan Allah, namun de-

ngan rendah hati kita bisa menyerukannya sebagai bukti bahwa 

kita mempunyai kepentingan dalam kebenaran Sang Pengantara. 

Hizkia tidak menuntut upah dari Allah atas pelayanan-pelayanan-

nya yang baik, tetapi dengan bersahaja memohon supaya Allah 

mengingat, bukan bagaimana ia sudah mengadakan pembaruan 

rohani dalam kerajaannya, melenyapkan bukit-bukit pengorbanan 

tempat berhala, membersihkan bait Allah, dan menghidupkan 

kembali ketetapan-ketetapan yang terabaikan, tetapi yang lebih 

baik daripada semua korban bakaran dan korban sembelihan, 

bagaimana ia sudah membuktikan dirinya layak di hadapan Allah 

tanpa menyimpang dan dengan hati yang jujur, bukan hanya 

dalam ibadah-ibadah utama, melainkan juga bahkan dalam hidup 

kudus sehari-hari: Aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia 

dan dengan tulus hati, dan dengan hati yang sempurna (KJV), yaitu 

dengan lurus hati. Sebab kelurusan hati yaitu   kesempurnaan 

Injil kita.  

5. Telinga Allah dengan penuh kemurahan hati terbuka untuk men-

dengarkan doa-doa umat-Nya yang menderita. Nabi yang sama 

yang diutus kepada Hizkia dengan peringatan supaya Hizkia ber-

siap-siap menghadapi maut, diutus lagi kepadanya dengan janji 

bahwa ia tidak hanya akan sembuh, tetapi juga kesehatannya 

pasti akan pulih dan ia akan hidup selama lima belas tahun lagi. 

Seperti halnya Yerusalem dibuat kesusahan, demikian juga Hizkia 

dibuat sakit, supaya Allah mendapatkan kemuliaan dalam pem-

bebasan keduanya, dan supaya doa juga mendapat kehormatan 


 672

sebagai hal yang berperan dalam pembebasan itu. Ketika kita ber-

doa dalam kesakitan kita, meskipun Allah tidak mengirimkan ke-

pada kita jawaban seperti yang dikirimkan-Nya kepada Hizkia di 

sini, namun jika dengan Roh-Nya ia meminta kita untuk bergem-

bira, meyakinkan kita bahwa dosa-dosa kita sudah diampuni, 

bahwa anugerah-Nya akan mencartikel  pi bagi kita, dan bahwa kita, 

entah hidup atau mati, akan menjadi milik-Nya, maka tidak ada 

alasan bagi kita untuk berkata bahwa sia-sia saja kita berdoa. 

Allah menjawab kita jika Dia menambahkan kekuatan dalam jiwa 

kita, meskipun tidak dengan memberi kekuatan tubuh jasmani 

(Mzm. 138:3).  

6.  Orang baik tidak bisa banyak terhibur dengan memiliki kesehatan 

dan kemakmuran kecuali bersamaan dengan itu ia melihat kese-

jahteraan dan kemakmuran jemaat Allah. Oleh sebab itu Allah, 

karena mengetahui apa yang ada dalam hati Hizkia, menjanjikan 

dia bukan hanya bahwa ia akan hidup, melainkan juga bahwa ia 

akan melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupnya (Mzm. 

128:5), sebab kalau tidak, ia tidak bisa hidup dengan nyaman. 

Yerusalem, yang kala itu sudah bebas, masih akan tetap diben-

tengi dari pasukan Asyur, yang mungkin mengancam akan menge-

pung dan menyerang lagi. Demikianlah Allah dengan penuh anu-

gerah mengatur supaya Hizkia dalam segala hal merasa tenang.  

7. Allah bersedia menunjukkan kepada mereka yang berhak mene-

rima janji itu kepastian putusan-Nya, supaya mereka beroleh iman 

yang tak tergoyahkan akan janji-Nya itu, dan bersama dengan itu 

juga mendapat penghiburan yang besar. Allah telah berulang kali 

memberi Hizkia jaminan akan perkenanan-Nya. Namun, seolah-

olah semua itu masih terlalu kecil, maka supaya Hizkia berharap 

dari-Nya perkenanan-perkenanan yang tidak biasa, sebuah tanda 

diberikan kepadanya, sebuah tanda yang tidak biasa. Karena tak 

seorang pun yang kita tahu mendapat janji yang pasti bahwa ia 

akan hidup selama sekian tahun ke depan, seperti yang didapat 

Hizkia, maka Allah menganggap pantas untuk meneguhkan de-

ngan mujizat perkenanan yang belum pernah diberikan-Nya sebe-

lum ini. Tanda itu yaitu   mundurnya bayang-bayang pada pe-

nunjuk matahari. Matahari yaitu   pengartikel  r waktu yang setia, 

dan girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalan-

annya. Tetapi Dia yang mengatur jam supaya tetap berputar, 

dapat mengaturnya kembali sesuai kehendak-Nya, dan membuat-

Kitab Yesaya 38:9-22 

 673 

nya mundur. Sebab Bapa dari segala teranglah yang mengarah-

kan arahnya. 

Ucapan Syartikel  r Hizkia 

(38:9-22) 

9 Karangan Hizkia, raja Yehuda, sesudah ia sakit dan sembuh dari penyakit-

nya: 10 Aku ini berkata: Dalam pertengahan umurku aku harus pergi, ke pin-

tu gerbang dunia orang mati aku dipanggil untuk selebihnya dari hidupku. 11 

Aku berkata: aku tidak akan melihat TUHAN lagi di negeri orang-orang yang 

hidup; aku tidak akan melihat seorang pun lagi di antara penduduk dunia. 12 

Pondok kediamanku dibongkar dan dibuka seperti kemah gembala; seperti 

tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri hidupku; TUHAN me-

mutus nyawaku dari benang hidup. Dari siang sampai malam Engkau mem-

biarkan aku begitu saja, 13 aku berteriak minta tolong sampai pagi; seperti 

singa demikianlah TUHAN menghancurkan segala tulang-tulangku; dari 

siang sampai malam Engkau membiarkan aku begitu saja. 14 Seperti burung 

layang-layang demikianlah aku menciap-ciap, suaraku redup seperti suara 

merpati. Mataku habis menengadah ke atas, ya Tuhan, pemerasan terjadi ke-

padaku; jadilah jaminan bagiku! 15 Apakah yang akan kukatakan dan kuucap-

kan kepada TUHAN; bukankah Dia yang telah melakukannya? Aku sama sekali 

tidak dapat tidur karena pahit pedihnya perasaanku. 16 Ya Tuhan, karena inilah 

hatiku mengharapkan Engkau; tenangkanlah rohku, buatlah aku sehat, buat-

lah aku sembuh! 17 Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamat-

an bagiku; Engkaulah yang mencegah jiwaku dari lobang kebinasaan. Sebab 

Engkau telah melemparkan segala dosaku jauh dari hadapan-Mu. 18 Sebab 

dunia orang mati tidak dapat mengucap syartikel  r kepada-Mu, dan maut tidak 

dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak 

menanti-nanti akan kesetiaan-Mu. 19 Tetapi hanyalah orang yang hidup, dia-

lah yang mengucap syartikel  r kepada-Mu, seperti aku pada hari ini; seorang 

bapa memberitahukan kesetiaan-Mu kepada anak-anaknya. 20 TUHAN telah 

datang menyelamatkan aku! Kami hendak main kecapi, seumur hidup kami 

di rumah TUHAN. 21 Kemudian berkatalah Yesaya: “Baiklah diambil sebuah 

kue ara dan ditaruh pada barah itu, supaya sembuh!” 22 Sebelum itu Hizkia 

telah berkata: “Apakah yang akan menjadi tanda, bahwa aku akan pergi ke 

rumah TUHAN?” 

Di sini kita mendapati nyanyian syartikel  r Hizkia, yang dituliskannya, 

dengan bimbingan ilahi, setelah kesembuhannya. Ada kemungkinan 

ia mengambil beberapa mazmur Daud bapa leluhurnya, dan meng-

gunakannya untuk tujuannya sendiri. Dan ada kemungkinan ia me-

nemukan banyak mazmur yang berkaitan sangat erat dengan keper-

luannya. Ia memerintahkan orang-orang Lewi menyanyikan puji-

pujian untuk TUHAN dengan kata-kata Daud (2Taw. 29:30). Namun 

keadaan yang terjadi di sini sangat luar biasa, dan karena hatinya 

penuh dengan perasaan-perasaaan saleh, ia tidak ingin membatasi 

dirinya pada karangan-karangan yang ada di hadapannya, meskipun 

itu dari ilham ilahi, tetapi memilih mempersembahkan perasaan-


 674

perasaannya dalam kata-katanya sendiri, yang sungguh wajar dan 

asli. Ia menuangkan ucapan syartikel  rnya ini ke dalam tulisan, supaya 

ia dapat melihatnya kembali sendiri setelah itu, untuk menghidupkan 

lagi kesan-kesan baik yang didapatnya dari pemeliharaan ilahi, dan 

supaya hal itu bisa dianjurkan kepada orang lain juga untuk mereka 

pakai dalam kesempatan serupa. Perhatikanlah, ada tulisan-tulisan 

yang sesuai bagi kita, yang dapat kita pakai setelah kita sembuh dari 

penyakit. Suatu kebiasaan yang baik untuk menuliskan kenangan 

akan penderitaan yang kita alami dan bagaimana suasana hati kita 

saat itu. Ini termasuk menuliskan apa yang kita pikirkan ketika kita 

sakit, perasaan-perasaan yang kita rasakan di kala itu. Juga, ke-

nangan tentang segala belas kasihan yang sudah kita terima ketika 

kita terbaring sakit, dan bagaimana kita dilegakan, supaya semua 

belas kasihan itu tidak pernah terlupakan. Juga, baik bila kita menu-

liskan ucapan syartikel  r kepada Allah, menuliskan perjanjian yang pasti 

dengan-Nya, dan memeteraikannya, menuliskan sendiri janji itu bah-

wa kita tidak akan pernah kembali kepada perbuatan bodoh kita da-

hulu. Sungguh sebuah karangan yang sangat baik yang ditinggalkan 

Hizkia di sini, setelah kesembuhannya. Namun kita mendapati (2Taw. 

32:25) bahwa ia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjuk-

kan kepadanya. Orang akan berpikir bahwa kesan-kesan itu seha-

rusnya tidak pernah pudar, namun tampaknya pudar juga. Ucapan 

syartikel  r itu baik, tetapi hidup dengan bersyartikel  r lebih baik. Nah, 

dalam tulisan ini ia menyimpan catatan tentang, 

I.  Keadaan menyedihkan yang dialaminya ketika penyakitnya mengua-

sai dia, dan harapannya yang hilang untuk sembuh (ay. 10-13). 

1.  Ia memberi tahu kita apa yang dipikirkannya tentang dirinya 

sendiri ketika ia berada dalam keadan terburuk. Pikiran-pikir-

annya ini terus diingatnya,  

(1) Bahwa ia menyalahkan dirinya yang berputus asa, dan 

bahwa ia menyerah tidak bisa apa-apa lagi. Padahal selama 

ada hidup pasti ada harapan, masih ada kesempatan un-

tuk doa dan belas kasihan Allah. Meskipun baik untuk me-

mandang penyakit sebagai panggilan ke kubur, sehingga 

dengan demikian kita tergugah untuk bersiap-siap meng-

hadapi dunia lain, namun kita tidak boleh membuat keada-

an kita lebih buruk, atau berpikir bahwa setiap orang yang 

Kitab Yesaya 38:9-22 

 675 

sakit pasti mati segera. Dia yang merendahkan dapat meng-

angkat. Atau,  

(2)  Bahwa ia mengingatkan dirinya sendiri akan kekhawatiran-

kekhawatiran yang dirasakannya akan kematian sudah 

semakin dekat, supaya ia selalu mengetahui dan mere-

nungkan kelemahan dan kefanaannya sendiri. Dan supaya, 

meskipun ia diberi penangguhan selama lima belas tahun, 

itu hanyalah penangguhan, dan hantaman yang memati-

kan yang begitu ditakutinya saat itu pasti akan datang juga 

pada akhirnya. Atau, 

(3) Bahwa ia mengagungkan kuasa Allah dalam menyembuh-

kannya ketika dia merasa sudah tidak ada lagi harapan, 

dan kebaikan-Nya dalam berlaku sedemikian baik terhadap 

dia melebihi apa yang ditakutkannya. Demikian pula Daud, 

setelah dilepaskan dari masalah, adakalanya ia merenung-

kan kembali ke belakang betapa ia terlampau berpikir bu-

ruk-buruk dan kelam tentang keadaannya ketika ia dirun-

dung masalah, sampai ia terlanjur mengeluarkan pikiran 

buruk yang disangkanya dalam kebingungannya (Mzm. 

31:23; 77:8-10).  

2. Mari kita lihat apa yang dipikirkan Hizkia tentang dirinya sendiri. 

(1) Ia menganggap bahwa bulan-bulan yang masih harus dija-

laninya dipangkas di tengah jalan. Saat itu usianya sekitar 

tiga puluh sembilan atau empat puluh tahun, dan ia memi-

liki masa depan yang indah dan hidup bahagia selama 

bertahun-tahun ke depan, sangat bahagia, bertahun-tahun 

ke depan. Karena itu penyakit yang tiba-tiba menyerangnya 

ini dia simpulkan sebagai dipangkasnya hari-harinya, bah-

wa sekarang ia akan diambil dari sisa-sisa tahunnya, yang 

bisa saja dijalaninya seperti biasa (bukan yang bisa ditun-

tutnya sebagai utang yang harus dibayarkan kepadanya, 

tetapi yang beralasan untuk diharapkannya, mengingat 

tubuhnya masih kuat). Dalam sisa-sisa tahun itu ia akan 

diambil bukan hanya dari kenyamanan-kenyamanan hi-

dup, melainkan juga dari semua kesempatan yang dimiliki-

nya untuk melayani Allah dan angkatannya. Untuk mak-

sud yang sama ia berkata (ay. 12), “Pondok kediamanku 

dibongkar dan lenyap, dan dipindahkan dariku seperti ke-


 676

mah gembala, yang darinya aku terpaksa keluar karena ke-

mah itu dirubuhkan dalam waktu sekejap.” Kediaman kita 

yang sekarang hanyalah seperti seorang gembala tinggal di 

kemahnya, penginapan yang jelek, hina, dan dingin, dan 

kita tinggal di situ untuk menjalankan tugas, dengan diberi 

kepercayaan, seperti halnya si gembala, dan kita harus 

memberikan pertanggungjawaban atas tugas itu. Kemah 

itu mudah dirubuhkan hanya dengan mencabut satu atau 

dua pakunya. Tetapi amatilah, itu bukanlah waktu akhir 

dari umur kita, tetapi hanya perpindahan waktu ke dunia 

lain, di mana kemah-kemah Kedar yang dibongkar, yang 

kasar, kumal, dan kusam karena cuaca, akan didirikan lagi 

di Yerusalem Baru, dan menjadi cantik seperti tirai-tirai 

orang Salma. Hizkia menambahkan perumpamaan lain: Se-

perti tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri 

hidupku. Bukan berarti bahwa ia memutus sendiri benang 

hidupnya. Tetapi, karena diberi tahu bahwa ia pasti mati, 

ia terpaksa memutuskan semua rancangan dan rencana-

nya, sebab telah gagal rencana-rencananya, bahkan cita-

citanya, seperti Ayub (Ayb. 17:11). Hari-hari kita dibanding-

kan dengan torak atau jarum benang (Ayb. 7:6), yang lewat 

dengan sangat cepat, setiap sulaman meninggalkan benang 

di belakangnya. Dan, apabila hari-hari itu berakhir, benang 

itu dipotong, dan kain yang sudah jadi diambil dari alat 

tenun, dan diserahkan kepada Guru kita, untuk dinilai 

apakah ditenun dengan baik atau tidak, supaya kita mem-

peroleh apa yang patut kita terima, sesuai dengan yang kita 

lakukan dalam hidup kita. Tetapi seperti seorang penenun, 

apabila sudah memotong benangnya, telah melakukan 

pekerjaannya, dan jerih payahnya sudah selesai, demikian 

pula orang baik, ketika hidupnya terputus, segala kekha-

watiran dan rasa lelahnya terputus bersamanya, dan ia 

beristirahat dari pekerjaannya. “Tetapi benarkah tadi aku 

berkata, aku mengakhiri hidupku? Tidak, waktartikel   tidak 

berada dalam tanganku sendiri. Waktartikel   berada dalam 

tangan Allah, dan Dialah yang akan memutusku dari gu-

lungan tenunan (demikian dalam tafsiran yang agak luas). 

Ia sudah menentukan seberapa panjang potongan kain itu, 

Kitab Yesaya 38:9-22 

 677 

dan apabila sudah mencapai panjang itu, Ia akan memo-

tongnya.”  

(2) Hizkia menganggap bahwa ia pasti akan pergi ke pintu ku-

buran, yaitu ke dunia orang mati, yang gerbang-gerbang-

nya selalu terbuka, sebab kuburan masih berseru-seru: 

“Untukku!” “Untukku!”. Yang dimaksud dengan kuburan 

atau dunia orang mati di sini bukan hanya makam nenek 

moyangnya, yang di dalamnya tubuhnya akan disemayam-

kan dengan upacara yang amat semarak dan megah (sebab 

ia dimakamkan di makam utama raja-raja, dan pada waktu 

kematiannya seluruh Yehuda memberi penghormatan ke-

padanya ([2Taw. 32:33]), yang belum dirisaukannya saat 

ini atau memberi perintah untuk menyiapkannya, ketika ia 

sakit. Bukan hanya makam nenek moyangnya, melainkan 

juga keadaan orang-orang mati, yaitu sheol, atau hades, 

dunia yang tak terlihat, yang ke sana ia melihat jiwanya 

menuju. 

(3) Ia menganggap bahwa dari dirinya terampas semua kesem-

patan yang bisa didapatnya untuk menyembah Allah dan 

berbuat baik di dunia (ay. 11): “Aku berkata,”  

[1] “Aku tidak akan melihat TUHAN, sebagaimana Ia menya-

takan diri-Nya di dalam bait-Nya, dalam sabda-sabda 

dan ketetapan-ketetapan-Nya, bahkan di sini di negeri 

orang-orang yang hidup.” Ia berharap untuk melihat-

Nya di seberang kematian sana, tetapi ia putus asa 

tidak akan melihat-Nya lagi di seberang kematian sini, 

sebagaimana ia sudah melihat-Nya di tempat kudus 

(Mzm. 63:3). Ia tidak akan lagi melihat (yaitu melayani) 

Tuhan di negeri orang-orang yang hidup, di negeri perse-

teruan antara kerajaan-Nya dan kerajaan Iblis, pusat pe-

perangan ini. Ia sering-sering merenungkan hal ini: Aku 

tidak akan melihat TUHAN lagi, ya, TUHAN. Sebab orang 

baik tidak berharap hidup untuk tujuan lain selain bah-

wa ia dapat melayani Allah dan bersekutu dengan-Nya.  

[2] “Aku tidak akan melihat seorang pun lagi.” Ia tidak akan 

melihat rakyatnya lagi, yang dapat dilindunginya dan 

diberinya keadilan. Ia tidak akan melihat lagi orang-

orang yang dikasihinya, yang dapat dia legakan. Ia tidak 

akan melihat teman-temannya lagi, yang sering kali 


 678

dipertajam oleh kehadirannya, seperti besi menajamkan 

besi. Kematian mengakhiri pergaulan hidup, dan memin-

dahkan kenalan-kenalan kita ke dalam kegelapan (Mzm. 

88:19). 

(4) Ia menganggap bahwa sengsara-sengsara maut akan terasa 

sangat nyeri dan pedih: “TUHAN memutus nyawaku dari 

benang hidup (KJV: Ia akan memutus nyawaku dengan pe-

nyakit yang melayukan hati), yang akan menguras habis 

diriku dengan segera.” Penyakit itu bertambah parah de-

ngan begitu cepat, tanpa jeda atau ampun, baik siang mau-

pun malam, pagi maupun sore, sehingga ia menyimpulkan 

bahwa keadaannya akan segera bertambah gawat dan 

hidupnya akan berakhir – bahwa Allah, yang semua penyakit 

yaitu   hamba-hamba-Nya, seperti singa, melalui penyakit-

penyakit itu, ingin menghancurkan segala tulang-tulangnya 

dengan nyeri yang mengertak (ay. 13). Ia berpikir bahwa 

esok pagi yaitu   waktu terlama yang dapat dia harapkan 

untuk hidup dalam penderitaan dan kesengsaraan seperti 

itu. Ketika ia sudah melewati kesakitan di hari pertama, di 

hari kedua ketakutan-ketakutannya datang kembali, se-

hingga ia menyimpulkan bahwa pasti malam inilah malam 

terakhirnya: dari siang sampai malam Engkau membiarkan 

aku begitu saja (KJV: dari siang sampai malam Engkau akan 

menghabisi aku). Ketika sakit, kita sangat cenderung meng-

hitung-hitung waktu kita, tetapi sesudah semua itu pun 

kita tetap berada dalam ketidakpastian. Seharusnya kita 

lebih peduli dengan bagaimana kita bisa sampai dengan 

selamat di dunia lain itu daripada berapa lama lagi kita 

bisa hidup di dunia ini. 

II.  Keluhan-keluhan yang dia ucapkan dalam keadaan ini (ay. 14): 

“Seperti burung layang-layang demikianlah aku menciap-ciap. Aku 

mengeluarkan suara seperti yang dilakukan burung-burung itu 

ketika mereka ketakutan.” Lihatlah perubahan seperti apa yang 

dapat dibuat penyakit dalam waktu yang singkat. Orang yang 

baru kemarin berbicara dengan begitu bebas dan berwibawa, 

sekarang, karena nyerinya penderitaan atau roh yang terkulai, 

menciap-ciap seperti burung layang-layang. Sebagian orang ber-

pendapat bahwa Hizkia merujuk pada doanya di dalam penderita-

Kitab Yesaya 38:9-22 

 679 

annya. Doa itu begitu terputus-putus dan terganggu oleh erang-

an-erangan yang tak dapat diucapkan, sehingga lebih menyerupai 

ciap-ciap burung layang-layang daripada doanya seperti biasanya. 

Sedemikian rendah pemikirannya tentang doa-doanya sendiri, 

namun tetap berkenan kepada Allah, dan terkabulkan. Suaraku 

redup seperti suara merpati, suara yang sedih, tetapi pelan dan 

sabar. Dia sudah mengalami bahwa Allah begitu siap untuk men-

jawab doa-doanya di waktu-waktu lalu, sehingga tidak ada yang 

bisa dilakukannya selain menengadah ke atas, untuk mengharap-

kan suatu kelegaan sekarang juga, tetapi itu sia-sia. Matanya 

habis, dan ia tidak melihat pertanda yang memberikan harapan, 

tidak pula merasakan penyakitnya reda. Oleh karena itu ia ber-

doa, “pemerasan terjadi kepadaku, aku tertekan dan akan segera 

tenggelam. Ya Tuhan, jadilah jaminan bagiku! Tebuslah aku dari 

tangan polisi yang telah menangkap aku. Jadilah jaminan bagi 

hamba-Mu untuk kebaikan (Mzm. 119:122). Jadilah penengah 

antara aku dan pintu-pintu gerbang dunia orang mati, yang ke 

dalamnya aku sudah hampir  masuk segera.” Ketika kita sembuh 

dari penyakit, belas kasihan ilahi seolah-olah memohonkan satu 

hari bagi kita, dan menjadi jaminan bahwa kita akan datang di 

lain waktu dan melunasi utang itu. Dan, apabila kita menerima 

hartikel  man mati dalam diri kita, celakalah kita jika anugerah ilahi 

tidak menjadi jaminan bagi kita untuk membawa kita melewati 

lembah kematian, dan menjaga kita tetap tidak bersalah hingga 

ke dalam kerajaan sorgawi di seberang lembah kematian sana. 

Celakalah kita, jika Kristus tidak menjadi jaminan bagi kita, 

untuk melepaskan kita dari pengadilan, dan mempersembahkan 

kita kepada Bapa-Nya, dan melakukan bagi kita segala sesuatu 

yang kita perlukan, yang tidak bisa kita lakukan sendiri. Aku 

tertekan, legakanlah aku (demikianlah sebagian orang membaca-

nya). Sebab, ketika kita dibuat gelisah oleh rasa bersalah dan 

ketakutan akan murka, tidak ada lagi yang akan membuat kita 

tenang selain jaminan yang telah diusahakan Kristus bagi kita. 

III. Ungkapan syartikel  r yang dipanjatkan Hizkia tentang kebaikan Allah 

kepadanya dalam kesembuhannya. Ia memulai bagian dari tulis-

annya ini sebagai orang yang kebingungan bagaimana harus 

mengungkapkan dirinya (ay. 15): “Apakah yang akan kukatakan 

dan kuucapkan? Mengapa aku harus berkata-kata begitu banyak 


 680

dalam keluhan apabila ini sudah cartikel  p untuk membungkam 

semua keluhanku, yaitu bahwa Ia telah berbicara kepada-Ku (KJV). 

Ia telah mengutus nabi-Nya untuk memberi tahartikel   bahwa aku 

akan sembuh dan hidup lima belas tahun lagi. Dan bukankah Dia 

yang telah melakukannya? Hal itu begitu pasti akan dilakukan-

Nya sehingga seolah-olah sudah terjadi. Apa yang sudah dikata-

kan Allah akan dilakukan-Nya sendiri, sebab tak satu pun firman-

Nya akan jatuh sia-sia ke tanah.” Karena Allah sudah mengata-

kannya, maka ia yakin akan hal itu (ay. 16): “Buatlah aku sehat, 

buatlah aku sembuh. Bukan saja Engkau akan menyembuhkanku 

dari penyakit ini, tetapi juga akan membuatku hidup melewati ta-

hun-tahun yang sudah ditetapkan bagiku.” Dan, karena memiliki 

harapan ini, 

1.  Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menyimpan ke-

san-kesan yang didapatnya selama masa penderitaannya (ay. 

15): “Aku sama sekali tidak dapat tidur karena pahit pedihnya 

perasaanku (KJV: Aku akan menjalani dengan lembut semua 

tahun dalam kepahitan jiwaku), seperti orang yang sedih 

karena ketidakpercayaanku dan sungut-sungutku yang ber-

dosa di bawah penderitaanku, seperti orang yang peduli untuk 

memberi balasan yang sesuai atas perkenanan Allah kepadaku 

dan memperlihatkan bahwa aku sudah menjadi baik oleh 

karena pemeliharaan-pemeliharaan ilahi yang aku alami. Aku 

akan menjalani hari-hari dengan lembut, dengan kesungguhan 

dan kebijaksanaan, dengan pemikiran dan pertimbangan, ti-

dak seperti banyak orang, yang setelah sembuh, hidup dengan 

seenaknya dan bebas seperti sebelum-sebelumnya.” Atau, 

“Aku akan menjalani hari-hariku dengan senang hati” (demi-

kian sebagian orang memahaminya). “Apabila Allah sudah 

membebaskan aku, aku akan berjalan dengan riang bersama-

Nya dalam semua perilaku yang kudus, sebagai orang yang 

sudah mengecap betapa Ia penuh anguerah.” Atau, “Aku akan 

menjalani hari-hariku dengan lembut, sekalipun dengan kepa-

hitan jiwaku” (demikian ayat itu bisa dibaca). “Ketika masalah-

ku itu sudah berlalu, aku akan berusaha untuk menyimpan 

kesan-kesan yang kudapat darinya, dan menyimpan pikiran-

pikiran yang sama yang aku pikirkan tentang berbagai hal 

saat masih sakit.” 

Kitab Yesaya 38:9-22 

 681 

2. Ia akan mendorong dirinya sendiri dan orang lain dengan peng-

alaman-pengalamannya akan kebaikan Allah (ay. 16): “Karena 

apa yang telah Engkau lakukan kepadaku, mereka hidup (KJV), 

kerajaanku hidup” (sebab kehidupan seorang raja seperti itu 

yaitu   kehidupan bagi kerajaannya). “Semua orang yang men-

dengarnya akan hidup dan terhibur. Oleh kuasa dan kebaikan 

yang sama yang telah memulihkan aku, jiwa semua orang 

ditopang di dalam hidup, dan mereka harus mengakui itu. 

Dalam semua hal inilah kehidupan rohku (KJV), kehidupan ro-

haniku, yang ditopang dan dipertahankan oleh apa yang telah 

diperbuat Allah untuk mempertahankan kehidupan alamiku.” 

Semakin kita mengecap kasih setia Allah dalam setiap pemeli-

haraan ilahi, semakin hati kita akan dibesarkan untuk menga-

sihi Dia dan hidup bagi-Nya, dan itu akan menjadi hidup roh 

kita. Dengan demikian jiwa kita hidup, dan ia akan memuji-

Nya.  

3. Hizkia mengagungkan belas kasihan yang dialaminya dalam 

kesembuhannya, karena sejumlah alasan. 

(1)  Bahwa ia diangkat dari keadaan yang sangat parah (ay. 

17): Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi kesela-

matan bagiku. Ketika, setelah kekalahan Sanherib, ia tidak 

berharap apa-apa lagi selain kedamaian tanpa putus-pu-

tusnya bagi dirinya sendiri dan pemerintahannya, ia tiba-

tiba diserang penyakit, yang membuat pahit semua penghi-

burannya. Dan penyakit itu bertambah parah sedemikian 

rupa sehingga tampak seperti kepahitan maut itu sendiri. 

Hanya kepahitan, kepahitan, tidak ada yang lain selain em-

pedu dan ipuh. Inilah keadaannya ketika Allah mengirim-

kan kepadanya pertolongan pada waktunya. 

(2)  Bahwa kesembuhan itu berasal dari kasih Allah, dari kasih 

terhadap jiwanya. Sebagian orang disayangkan dan ditang-

guhkan dari murka, supaya mereka dipersiapkan untuk 

suatu penghakiman yang lebih besar ketika mereka sudah 

memenuhi takaran kedurhakaan mereka. Tetapi kemurah-

an-kemurahan yang bersifat sementara itu memang manis 

bagi kita apabila kita dapat mengecap kasih Allah di dalam-

nya. Ia menyelamatkan aku, karena Ia berkenan kepadaku 

(Mzm. 18:20), dan kata yang dipakai di sini menandakan 

kasih sayang yang amat dalam: Engkau sudah menyayang-


 682

kan jiwaku dari lobang kebinasaan, demikianlah dalam ba-

hasa aslinya. Kasih Allah cartikel  p untuk mengangkat jiwa 

dari lobang kebinasaan. Ini dapat diterapkan pada pene-

busan kita oleh Kristus. Karena kasih terhadap jiwa-jiwa 

kitalah, jiwa-jiwa kita yang malang dan yang akan binasa, 

Ia membebaskannya dari jurang maut, merenggutnya 

seperti kayu bakar dari nyala api yang kekal. Dalam kasih-

Nya dan dalam belas kasihan-Nya, Ia menebus kita. Pemeli-

haraan terhadap tubuh kita, seperti juga persediaan yang 

dibuat untuknya, akan memberi penghiburan berlipat gan-

da apabila itu dilakukan di dalam kasih terhadap jiwa kita, 

yaitu apabila Allah memperbaiki rumah karena Ia berbaik 

hati kepada penghuninya. 

(3)  Bahwa kesembuhan itu yaitu   dampak dari pengampunan 

dosa: “Sebab Engkau telah melemparkan segala dosaku 

jauh dari hadapan-Mu, dan dengan demikian telah melepas-

kan jiwaku dari lobang kebinasaan, dalam kasih terhadap 

jiwaku itu.” Perhatikanlah,  

[1] Apabila Allah mengampuni dosa, Ia melemparkannya 

jauh-jauh dari hadapan-Nya, seperti tidak berniat un-

tuk melihatnya dengan mata keadilan dan kecemburu-

an. Ia tidak lagi mengingatnya, untuk menghartikel  mnya. 

Pengampunan itu tidak menghapuskan kenyataan bah-

wa dosa pernah dibuat, atau bahwa yang sudah dibuat 

itu yaitu   dosa, tetapi dosa itu tidak mendapat hu-

kuman yang layak. Jika kita melemparkan dosa-dosa 

kita jauh dari hadapan kita, tetapi tidak ambil peduli 

untuk bertobat darinya, maka Allah akan menempatkan 

dosa-dosa itu di hadapan wajah-Nya, dan siap meng-

adakan perhitungkan untuk itu. Tetapi apabila kita me-

nempatkannya di hadapan wajah kita dalam pertobatan 

yang sejati, seperti yang dilakukan Daud ketika dosanya 

senantiasa ada di hadapan dia, maka Allah melempar-

kannya jauh-jauh dari hadapan-Nya.  

[2]  Apabila Allah mengampuni dosa-dosa, Ia mengampuni 

semuanya, melemparkan semuanya jauh-jauh dari ha-

dapan-Nya, meskipun dosa-dosa itu sudah merah se-

perti kirmizi dan kain kesumba. 

Kitab Yesaya 38:9-22 

 683 

[3] Pengampunan dosa yaitu   dilepaskannya jiwa dari lo-

bang kebinasaan.  

[4] Sungguh menyenangkan merenungkan kesembuhan kita 

dari penyakit, ketika kita melihat kesembuhan itu meng-

alir dari pengampunan dosa. Barulah dengan begitu pe-

nyebabnya dihilangkan, barulah dirasakan bahwa itu 

terjadi di dalam kasih terhadap jiwa. 

(4) Bahwa kesembuhan itu yaitu   perpanjangan bagi kesempat-

annya untuk memuliakan Allah di dunia ini, yang dijadi-

kannya sebagai pekerjaan, kesenangan, dan tujuan hidup-

nya.  

[1]  Seandainya penyakit ini sudah menjadi kematiannya, 

itu akan menghentikan kegiatan pelayanannya demi 

kemuliaan Allah dan kebaikan jemaat yang kini sedang 

diusahakannya (ay. 18). Sorga memang memuji Allah, 

dan jiwa-jiwa orang beriman, ketika berpindah ke sana 

pada saat kematian, melakukan pekerjaan sorga tersebut 

seperti malaikat-malaikat, dan bersama dengan para ma-

laikat, di sana. Tetapi apakah dunia ini lantas menjadi 

lebih baik karenanya? Apa sumbangannya untuk men-

dartikel  ng dan memajukan kerajaan Allah di antara manu-

sia dalam keadaan yang penuh perjuangan ini? Dunia 

orang mati tidak dapat mengucap syartikel  r kepada Allah, 

tidak pula jasad-jasad yang terbaring di sana. Maut 

tidak dapat memuji-muji Dia, tidak dapat memberitakan 

kesempurnaan-kesempurnaan dan perkenanan-perke-

nanan-Nya, untuk mengundang orang lain supaya me-

layani-Nya. Orang-orang yang turun ke liang kubur, 

karena tidak lagi berada dalam masa pencobaan, tidak 

pula hidup dengan iman terhadap janji-janji-Nya, tidak 

bisa memberi-Nya kehormatan dengan berharap akan 

kebenaran-Nya. Seperti halnya orang yang terbaring 

membusuk di dalam kubur tidak mampu menerima 

belas kasihan lebih jauh dari Allah, demikian pula me-

reka tidak mampu mempersembahkan puji-pujian lagi 

kepada-Nya, sampai mereka dibangkitkan pada akhir 

zaman, dan barulah mereka akan menerima maupun 

memberikan kemuliaan.  


 684

[2] Setelah sembuh dari penyakit itu, Hizkia bertekad tidak 

saja untuk melanjutkan, tetapi juga secara melimpah 

memuji dan melayani Allah (ay. 19): Tetapi hanyalah 

orang yang hidup, dialah yang mengucap syartikel  r kepa-

da-Mu. Mereka dapat melakukannya. Mereka memiliki 

kesempatan untuk memuji Allah, dan itulah hal utama 

yang membuat hidup berharga dan diinginkan di mata 

orang baik. Oleh karena itu Hizkia senang untuk hidup, 

bukan supaya ia dapat terus menikmati martabatnya 

sebagai raja dan kehormatan serta kesenangan dari ke-

berhasilan-keberhasilannya belakangan ini, melainkan 

supaya ia dapat terus memuji Allah. Yang hidup harus 

memuji Allah. Kalau tidak, sia-sialah mereka hidup. 

Orang yang sudah sekarat tetapi masih hidup, yang 

hidupnya diperoleh karena dibangkitkan dari kematian, 

secara khusus wajib memuji Allah, sebagai orang yang 

paling merasakan jamahan kebaikan-Nya. Bagi Hizkia 

sendiri, karena sudah dipulihkan dari penyakitnya, ia 

akan menjadikan memuji-muji Allah sebagai pekerjaan-

nya. “Seperti aku melakukannya pada hari ini, hendak-

lah orang lain melakukannya dengan cara serupa.” 

Orang yang memberikan nasihat yang baik harus mem-

berikan contoh yang baik, dan melakukan sendiri apa 

yang mereka harapkan dari orang lain. “Kalau aku,” 

kata Hizkia, “TUHAN telah datang menyelamatkan aku. 

Ia tidak hanya menyelamatkan aku, tetapi juga siap 

untuk melakukannya tepat ketika aku sedang dalam 

keadaan yang amat gawat. Pertolongan-Nya datang te-

pat waktu. Ia menunjukkan dirinya mau dan tampil 

maju untuk menyelamatkan aku. Tuhan datang menye-

lamatkan aku, sudah dekat untuk melakukannya, me-

nyelamatkan aku saat kata pertama terucap dari mulut-

ku. Dan karena itu,” pertama, “Aku akan memberitakan 

dan menyatakan puji-pujian untuk-Nya. Aku dan ke-

luargaku, aku dan teman-temanku, aku dan bangsaku, 

akan mengangkat puji-pujian secara bersama-sama 

bagi kemuliaan-Nya: Kami hendak main kecapi, supaya 

orang lain dapat mendengarkannya, dan terjamah oleh-

nya, ketika suasana hati mereka sedang teramat 

Kitab Yesaya 38:9-22 

 685 

khusyuk dan bersungguh-sungguh di rumah Tuhan.” 

Untuk kehormatan Allah dan untuk membangun je-

maat-Nyalah, rahmat-rahmat istimewa harus dikuman-

dangkan dalam puji-pujian di depan umum, terutama 

rahmat-rahmat yang dialami oleh orang-orang yang 

bertugas melayani kepentingan umum (Mzm. 116:18-

19). Kedua, “Aku akan terus maju dan bertekun dalam 

memuji Dia.” Kita harus melakukannya sepanjang hidup 

kita, karena hidup kita setiap hari itu pun merupakan 

rahmat yang baru dan membawa serta banyak rahmat 

yang baru bersamanya. Dan, seperti halnya rahmat-

rahmat yang terus baru itu menuntut puji-pujian yang 

terus baru, demikian pula rahmat-rahmat besar yang 

terdahulu menuntut puji-pujian yang diulang-ulang. 

Karena rahmat Allah-lah kita hidup, dan oleh sebab itu, 

selama kita hidup, kita harus terus memuji-Nya, selama 

kita bernafas, bahkan, selama kita ada. Ketiga, “Aku 

akan menyebarkan dan mengabadikan puji-pujian kepa-

da-Nya.” Kita tidak hanya harus memuji Dia sepanjang 

hidup kita, tetapi juga seorang bapa harus memberi-

tahukan kesetiaan-Nya kepada anak-anaknya, supaya di 

masa-masa depan orang dapat memberikan kemuliaan 

kepada Allah atas kebenaran-Nya dengan percaya pada 

kebenaran-Nya itu. Sudah menjadi kewajiban orangtua 

untuk menanamkan kepada anak-anak mereka keyakin-

an akan kebenaran Allah, karena kebenaran-Nya ini 

akan menjaga mereka untuk tetap dekat dengan jalan-

jalan Allah. Hizkia sendiri, tidak diragukan lagi, melaku-

kan ini, namun Manasye anaknya tidak berjalan meng-

ikuti jejaknya. Orangtua bisa saja memberi anak-anak 

mereka banyak hal yang baik, banyak pengajaran yang 

baik, banyak contoh yang baik, banyak bartikel   yang baik, 

tetapi tidak dapat memberi mereka anugerah. 

IV. Dalam dua ayat terakhir dari pasal ini, kita mendapati cerita ke-

sembuhan Hizkia ini disinggung dua kali, tetapi ceritanya tidak 

disampaikan, namun kita bisa baca ceritanya dalam 2 Raja-raja 

20. Oleh karena itu, di sini kita hanya akan memetik dua pelajar-

an darinya:  


 686

1. Bahwa janji-janji Allah dimaksudkan bukan untuk mengganti-

kan, melainkan untuk menghidupkan dan mendorong peng-

gunaan sarana-sarana lahiriah. Hizkia pasti akan sembuh, 

namun ia harus mengambil sebuah kue ara dan menaruh pada 

barah itu (ay. 21). Kita tidak mempercayai Allah, tetapi men-

cobai Dia, jika ketika kita berdoa kepada-Nya untuk meminta 

pertolongan, kita tidak menyertakan doa-doa kita dengan usa-

ha. Kita tidak boleh menempatkan dokter atau obat, sebagai 

pengganti Allah, tetapi harus memanfaatkannya dalam sikap 

tunduk pada Allah dan pemeliharaan-Nya. Tolonglah dirimu 

sendiri, maka Allah akan menolongmu.  

2. Bahwa tujuan utama yang harus kita capai, dalam mengingin-

kan kehidupan dan kesehatan, yaitu   supaya kita memulia-

kan Allah, dan berbuat baik, dan mengembangkan diri dalam 

pengetahuan, anugerah, dan kepantasan bagi sorga. Hizkia, 

ketika ia mengatakan apakah yang akan menjadi tanda, bah-

wa aku akan sembuh? bertanya: Apakah yang akan menjadi 

tanda, bahwa aku akan pergi ke rumah TUHAN, untuk meng-

hormati Allah di sana, untuk senantiasa mengenal dan berse-

kutu dengan-Nya, dan untuk mendorong orang lain supaya 

melayani Dia? (ay. 22). Kita yakin penuh bahwa jika Allah me-

mulihkan kesehatannya, maka ia akan segera pergi ke bait 

Allah dengan korban-korban syartikel  rnya. Di sanalah Kristus 

menemukan orang sakit yang sudah disembuhkan-Nya (Yoh. 

5:14). Menjalankan ibadah-ibadah agama yaitu   pekerjaan 

dan kesenangan orang baik yang teramat sangat sehingga jika 

mereka dikekang darinya, hal itu mengakibatkan penderitaan 

bagi mereka dengan rintihan teramat pedih. Begitu pedihnya 

sehingga ketika mereka bisa kembali melakukannya, hal itu 

memberi penghiburan teramat besar karena sudah dilegakan 

kembali. Biarlah jiwaku hidup, supaya memuji-muji Engkau. 

 

PASAL 39  

isah dalam pasal ini juga ada pada 2 Raja-raja 20:12, dst. Kisah 

tersebut diulangi pada pasal ini bukan hanya karena sangat la-

yak untuk dikenang dan dibuat sebagai pelajaran, tetapi juga berak-

hir dengan suatu nubuat tentang penawanan di Babel. Dan sebagai-

mana bagian pertama dari nubuat pada kitab ini sering kali mengacu 

kepada penyerbuan Sanherib dan kekalahannya, dan karena itu 

sejarah penyerbuan ini sangat cocok ditambahkan pada akhir dari 

bagian pertama nubuat itu, maka demikian juga bagian akhir kitab 

ini banyak membahas tentang penawanan bangsa Yahudi di Babel 

dan kelepasan mereka dari penawanan, dan karena itu nubuat per-

tama tentang penawanan itu, serta peristiwanya, ditambahkan pada 

bagian awal. Dalam pasal ini terdapat,  

I. Keangkuhan dan ketidakwarasan Hizkia, karena memamer-

kan harta kekayaannya kepada duta-duta raja Babel yang 

diutus untuk memberi selamat kepadanya karena telah pulih 

dari sakitnya (ay. 1-2).  

II. Penyidikan Yesaya mengenai maksud kedatangan utusan 

dari Babel tersebut, dalam nama Tuhan, serta pengakuan 

Hizkia mengenai hal itu (ay. 3-4).  

III. Hartikel  man yang dijatuhkan kepada Hizkia, bahwa seluruh 

perbendaharaannya akan, dengan berselangnya waktu, di-

angkut ke Babel (ay. 5-7).  

IV. Penundukan diri Hizkia pada hartikel  mannya dengan sikap 

yang bertobat dan sabar (ay. 8).  


 688

Keangkuhan Hizkia 

(39:1-4) 

1 Pada waktu itu Merodakh-Baladan bin Baladan, raja Babel, menyuruh 

orang membawa surat dan pemberian kepada Hizkia, sebab telah didengar-

nya bahwa Hizkia sakit tadinya dan sudah kuat kembali. 2 Hizkia bersukacita 

atas kedatangan mereka, lalu diperlihatkannyalah kepada mereka gedung 

harta bendanya, emas dan perak, rempah-rempah dan minyak yang berhar-

ga, segenap gedung persenjataannya dan segala yang terdapat dalam perben-

daharaannya. Tidak ada barang yang tidak diperlihatkan Hizkia kepada 

mereka di istananya dan di seluruh daerah kekuasaannya. 3 Kemudian 

datanglah nabi Yesaya kepada raja Hizkia dan bertanya kepadanya: “Apakah 

yang telah dikatakan orang-orang ini? Dan dari manakah mereka datang?” 

Jawab Hizkia: “Mereka datang dari negeri yang jauh, dari Babel!” 4 Lalu 

tanyanya lagi: “Apakah yang telah dilihat mereka di istanamu?” Jawab 

Hizkia: “Semua yang ada di istanaku telah mereka lihat. Tidak ada barang 

yang tidak kuperlihatkan kepada mereka di perbendaharaanku.” 

Maka dalam peristiwa ini kita dapat menarik beberapa pelajaran:  

1. Rasa kemanusiaan dan sikap santun mengajarkan kita untuk 

bersukacita dengan sahabat dan tetangga kita saat mereka ber-

sukacita, dan memberi selamat kepada mereka atas kelepasan 

mereka, khususnya atas pemulihan mereka dari sakit-penyakit. 

Saat raja Babel mendengar bahwa Hizkia sakit, dan telah sembuh, 

ia mengirim ucapan selamat atas kesembuhannya. Belas kasihan 

orang kafir akan membuat sikap dingin orang Kristen terhadap 

sesamanya tampak memalukan.  

2.  Kita patut memberi hormat kepada mereka yang diberikan hormat 

oleh Tuhan. Matahari yaitu   dewa yang disembah Babel. Karena 

itu, saat orang Babel, dengan heran, sadar bahwa matahari 

mundur sepuluh tapak karena tunduk kepada Hizkia, pada hari 

seperti itu, orang Babel merasa wajib untuk memberikan segala 

hormat kepada Hizkia. Jika bangsa-bangsa lain hidup begitu rupa 

di dalam nama Allah mereka, masakan kita tidak?  

3.  Orang yang tidak menilai orang baik berdasarkan kebaikan me-

reka kemungkinan akan tergerak untuk memberi hormat dengan 

alasan lain, dan demi kepentingan duniawi mereka. Raja Babel 

mengadakan kunjungan kepada Hizkia bukan karena dia seorang 

yang saleh, tetapi karena dia makmur, sama seperti orang Filistin 

mengadakan sumpah setia dengan Ishak karena mereka melihat 

bahwa Tuhan menyertai Ishak (Kej. 26:8). Raja Babel yaitu   

musuh raja Asyur, karenanya ia senang dengan Hizkia, karena 

orang Asyur dibuat sama sekali tidak berdaya oleh kemahakuasa-

an Allahnya Hizkia.  

Kitab Yesaya 39:1-4 

 689 

4. Mengekang gejolak hati yaitu   suatu perkara yang sulit saat kita 

mengalami kemakmuran yang luar biasa. Hizkia merupakan con-

toh dari hal tersebut: dia yaitu   seorang yang bijak dan baik, 

namun, saat mujizat demi mujizat terjadi bagi dirinya, sulit bagi 

Hizkia untuk tidak merasa bangga, malah, suatu perkara kecil 

membuat Hizkia terperangkap kesombongan. Rasul Paulus yang 

terberkati saja memerlukan suatu duri dalam daging agar jangan 

meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu. 

5.  Kita harus berjaga-jaga atas roh kita saat kita memperlihatkan 

harta milik kita, keberhasilan kita dan apa yang sudah kita per-

oleh kepada sahabat-sahabat kita, agar kita tidak menjadi som-

bong dengan semuanya itu, seakan-akan dengan kekuatan atau 

jasa kitalah semua itu diperoleh dan dikerjakan. Saat kita melihat 

hal-hal yang boleh kita nikmati, dan saat ada kesempatan untuk 

menceritakan tentangnya, hal itu harus dilakukan dengan segala 

kerendahan hati dan kesadaran bahwa diri kita sendiri tidak 

layak, disertai ucapan syartikel  r karena kebaikan Tuhan. Selain itu 

perlu juga bagi kita untuk menghargai keberhasilan orang lain, 

dan selalu siap hati bahwa kerugian dan perubahan akan terjadi, 

dan tidak bermimpi bahwa gunung kita akan senatiasa tegak 

berdiri tak tergoncangkan.  

6. Merupakan suatu kelemahan besar bagi orang-orang baik jika 

mereka sampai terlalu menilai tinggi diri berdasarkan kehormatan 

yang diberikan kepada mereka (walaupun mungkin dengan mak-

sud tertentu yang tidak biasa) oleh anak-anak dunia ini, apalagi 

berbangga-bangga akan hubungan perkenalan tersebut.  Sungguh 

malang bagi Hizkia, seorang yang demikian dijunjung tinggi oleh 

Tuhan, untuk terlalu berbangga akan kehormatan yang diberikan 

kepadanya oleh seorang raja bangsa kafir, seakan-akan itu dapat 

menambahkan sesuatu pada kemasyhurannya! Memang patut 

kita membalas keramahan orang lain seperti ini, tetapi jangan kita 

berbangga atasnya.   

7. Kita pasti akan dituntut pertanggungan jawab atas kesombongan 

kita, walaupun tersembunyi, saat kita pikir semua aman-aman 

saja. Karena itu kita harus memeriksa diri sendiri dan memberi 

pertanggungan jawab kepada diri kita sendiri. Saat ada teman 

yang memberi kita pujian, dan kita senang dengan kunjungan 

mereka, dan mereka menyatakan kekaguman mereka atas semua-

nya, kita patut cemburu terhadap diri kita sendiri dengan rasa 


 690

cemburu yang saleh, untuk menjaga jangan sampai kita menjadi 

tinggi hati. Kalau ada alasan untuk mencurigai bahwa dosa ke-

sombongan ini secara diam-diam telah menyusup masuk dan 

mengambil tempat dalam hati kita dan bercampur dengan tingkah 

laku kita, maka baiklah kita merasa malu, dan, seperti Hizkia, 

mengakuinya dan menanggung malunya.   

Hizkia Dihartikel  m atas Kesombongannya 

(39:5-8) 

5 Lalu Yesaya berkata kepada Hizkia: “Dengarkanlah firman TUHAN semesta 

alam! 6 Sesungguhnya, suatu masa akan datang, bahwa segala yang ada 

dalam istanamu dan yang disimpan oleh nenek moyangmu sampai hari ini 

akan diangkut ke Babel. Tidak ada barang yang akan ditinggalkan, demikian-

lah firman TUHAN. 7 Dan dari keturunanmu yang akan kauperoleh, akan di-

ambil orang untuk menjadi sida-sida di istana raja Babel.” 8 Hizkia menjawab 

kepada Yesaya: “Sungguh baik firman TUHAN yang engkau ucapkan itu!” 

Tetapi pikirnya: “Asal ada damai dan keamanan seumur hidupku!” 

Marilah kita perhatikan,  

1.  Bahwa, jika Tuhan mengasihi kita, Dia akan merendahkan kita, 

dan memakai berbagai cara untuk meredam gejolak hati kita saat 

hati meninggi melebihi yang sepatutnya. Hizkia mendapatkan 

suatu pesan yang sangat mengecilkan hati, supaya dia dapat 

direndahkan atas kesombongan hatinya, dan diinsafkan bahwa 

semuanya itu hanya kebodohan belaka. Karena walaupun Tuhan 

membiarkan umat-Nya jatuh dalam dosa, seperti halnya dengan 

Hizkia, untuk membuktikan kepada Hizkia, bahwa Tuhan tahu 

segala isi hatinya, namun Ia tidak akan membiarkan umatnya 

tinggal terus di dalam dosa.   

2. Tuhan berhak untuk mengambil dari kita hal yang menjadi sum-

ber kesombongan kita, dan yang bagi kita menjadi dasar keyakin-

an yang fana.  Saat Daud berbangga atas jumlah orang-orangnya, 

Tuhan mengambil tindakan supaya jumlah tersebut menjadi 

kurang. Dan saat Hizkia memamer-mamerkan harta kekayaan-

nya, dan mulai menunjukkan kesombongan atasnya, Hizkia diberi 

tahu bahwa tingkahnya seperti seorang pelancong bodoh yang 

menunjukkan uang dan emasnya kepada seseorang yang ternyata 

seorang pencuri, yang lalu menjadi tergoda untuk merampoknya.   

3. Seandainya kita dapat melihat hal-hal yang akan datang, kita 

patut malu atas pikiran kita tentang keadaan masa kini.  Seandai-

Kitab Yesaya 39:5-8 

 691 

nya Hizkia tahu bahwa keturunan dan penerus raja Babel seka-

rang akan menjadi sumber kehancuran keluarga dan kerajaan-

nya, dia tidak mungkin memanjakan duta-duta raja Babel terse-

but seperti yang dilakukannya. Dan, sewaktu nabi memberi tahu 

Hizkia bahwa kehancuran akan terjadi, kita bisa membayangkan 

bagaimana Hizkia menjadi sangat gelisah dan tertekan dengan 

perbuatannya. Kita tidak dapat melihat masa depan, tetapi kita 

sudah diberi tahu, bahwa pada umumnya, segala sesuatu yaitu   

sia-sia, dan karena itu sia-sia bagi kita untuk membanggakan dan 

menaruh kepercayaan atas apa saja yang sia-sia.   

4. Bagi yang senang dengan pertemanan atau pertalian dengan 

orang-orang yang tidak percaya pada awal dan akhirnya akan 

muak dengannya, kemudian menyesalinya. Hizkia menganggap 

dirinya bahagia dengan persahabatannya dengan Babel, walau-

pun Babel yaitu   rumah perempuan sundal dan penyembah ber-

hala. Tetapi Babel, yang kini berusaha memikat hati Yerusalem, 

pada akhirnya akan menaklukannya dan menawannya. Pertalian 

dengan pendosa, dan pertalian dengan dosa juga, akan berakhir 

demikian. Makanya kita harus berhikmat dan menjaga jarak de-

ngan pendosa maupun dosa.  

5.  Mereka yang benar-benar bertobat dari dosa-dosa mereka harus 

siap-siap ditegur dan diberi tahu kesalahan-kesalahan yang mere-

ka lakukan. Hizkia menerima dengan baik teguran dari Tuhan 

yang membuka dosanya, dan membuat dia mengerti bahwa dia 

telah membuat kesalahan, yang sebelumnya tidak ia sadari. Ung-

kapan pertobatan yang sungguh-sungguh yaitu  , Biarlah orang 

benar memalu dan menghartikel  m aku, itulah kasih. Dan juga, Taurat 

itu baik, karena, bersifat rohani, di dalamnya dosa terungkap 

sebagai dosa, dan luar biasa berdosa.   

6. Seorang yang sungguh-sungguh bertobat akan tunduk dengan 

diam, bukan hanya pada teguran dari Firman Tuhan, tetapi juga 

pada hardikan dari Sang Pemelihara karena dosa-dosanya.  Saat 

Hizkia diberi tahu tentang kejahatannya, ia berkata, Sungguh baik 

firman Tuhan, bukan hanya pengurangan hartikel  mannya, tetapi 

hartikel  man itu sendiri. Hizkia tidak keberatan terhadap kepantasan 

hartikel  mannya, tetapi mengaminkannya. Mereka yang menyadari 

kejahatan dari dosa, dan apa yang patut diterimanya, akan mem-

benarkan Tuhan atas apa yang menimpa mereka karena pelang-

garan mereka, dan mengakui bahwa Dia menghartikel  m mereka 


 692

lebih ringan daripada yang patut mereka terima karena pelanggar-

an mereka.   

7.  Walaupun kita tidak boleh mengabaikan generasi berikut kita, 

namun kita harus menganggap diri kita beruntung asal ada da-

mai dan keamanan seumur hidupku, melebihi yang kita harapkan. 

Jika ada badai mengancam, yaitu   suatu kebaikan jika kita 

masuk di pelabuhan sebelum badai itu tiba, dan masuk kuburan 

dalam damai. Walaupun begitu, semuanya ini tidaklah pasti, se-

hingga kita harus bersiap-siap untuk segala perubahan yang ter-

jadi pada masa kita, agar kita siap menghadapi segala kehendak 

Tuhan dan menyambutnya dengan baik, apa pun itu. 

 

 artikel   yang sedang Anda pegang ini yaitu   salah satu bagian dari 

Tafsiran Alkitab dari Matthew Henry yang secara lengkap men-

cakup Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Untuk edisi bahasa In-

donesianya, tafsiran tersebut diterbitkan dalam bentuk kitab per kitab. 

Kali ini tafsiran Kitab Yesaya menjadi pilihan kami untuk diterbitkan. 

Karena tafsiran kitab ini cartikel  p tebal, kami menerbitkannya dalam 

dua jilid: Yesaya 1-39 dan Yesaya 40-66.     

Matthew Henry (1662-1714) yaitu   seorang Inggris yang mulai 

menulis Tafsiran Alkitab yang terkenal ini pada usia 21 tahun. Karya-

nya ini dianggap sebagai tafsiran Alkitab yang sarat makna dan sa-

ngat terkenal di dunia. 

Kekuatan terutama terletak pada nasihat 

praktis dan saran pastoralnya. Tafsirannya mengandung banyak mu-

tiara kebenaran yang segar dan sangat tepat. Walaupun ada cartikel  p ba-

nyak kecaman di dalamnya, ia sendiri sebenarnya tidak pernah berniat 

menuliskan tafsiran yang demikian, seperti yang berulang kali ditekan-

kannya sendiri. Beberapa pakar theologi seperti Whitefield dan Spurge-

on selalu menggunakan tafsirannya ini dan merekomendasikannya ke-

pada orang-orang untuk mereka baca. Whitefield membaca seluruh 

tafsirannya sampai empat kali; kali terakhir sambil berlutut. Spurgeon 

berkata, “Setiap hamba Tuhan harus membaca seluruh tafsiran ini 

dengan saksama, paling sedikit satu kali.” 

Sejak kecil Matthew sudah terbiasa menulis renungan atau ke-

simpulan Firman Tuhan di atas kertas kecil. Namun, baru pada ta-

hun 1704 ia mulai sungguh-sungguh menulis dengan maksud me-

nerbitkan tafsiran tersebut. Terutama menjelang akhir hidupnya, ia 

mengabdikan diri untuk menyusun tafsiran itu.  

Bartikel   pertama tentang Kitab Kejadian diterbitkan pada tahun 

1708 dan tafsiran tentang keempat Injil diterbitkan pada tahun 1710. 

Sebelum meninggal, ia sempat menyelesaikan tafsiran Kisah Para Ra-

sul. Setelah kematiannya, Surat-surat dan Wahyu diselesaikan oleh 

13 orang pendeta berdasarkan catatan-catatan Matthew Henry yang 

telah disiapkannya sebelum meninggal. Edisi total seluruh kitab-ki-

tab diterbitkan pada tahun 1811.    

berulang kali direvisi dan dicetak ulang. 

Bartikel   itu juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti 

bahasa Belanda, Arab, Rusia, dan kini sedang diterjemahkan ke da-

lam bahasa Telugu dan Ivrit, yaitu bahasa Ibrani modern.  

Riwayat Hidup Matthew Henry 

Matthew Henry lahir pada tahun 1662 di Inggris. Ketika itu gereja 

Anglikan menjalin hubungan baik dengan gereja Roma Katolik. Yang 

memerintah pada masa itu yaitu   Raja Karel II, yang secara resmi di-

angkat sebagai kepala gereja. Raja Karel II ingin memulihkan kekua-

saan gereja Anglikan sehingga orang Kristen Protestan lainnya sangat 

dianiaya. Mereka disebut dissenter, orang yang memisahkan diri dari 

gereja resmi. 

Puncak penganiayaan itu terjadi ketika pada 24 Agustus 1662 

lebih dari dua ribu pendeta gereja Presbiterian dilarang berkhotbah 

lagi. Mereka dipecat dan jabatan mereka dianggap tidak sah.  

Pada masa yang sulit itu lahirlah Matthew Henry. Ayahnya, 

Philip Henry, yaitu   seorang pendeta dari golongan Puritan, sedang-

kan ibunya, Katherine Matthewes, seorang keturunan bangsawan. 

Karena Katherine berasal dari keluarga kaya, sepanjang hidupnya 

Philip Henry tak perlu memikirkan uang atau bersusah payah men-

cari nafkah bagi keluarganya, sehingga ia dapat dengan sepenuh hati 

mengabdikan diri untuk pelayanannya sebagai hamba Tuhan. 

Matthew yaitu   anak kedua. Kakaknya, John, meninggal pada usia 6 

tahun karena penyakit campak. Ketika masih balita, Matthew sendiri 

juga terserang penyakit itu dan nyaris direnggut maut. 

Dari kecilnya Matthew sudah tampak memiliki bermacam-ma-

cam bakat, sangat cerdas, dan pintar. Tetapi yang lebih penting lagi, 

sejak kecil ia sudah mengasihi Tuhan Yesus dengan segenap hati dan 

mengakui-Nya sebagai Juruselamatnya. Usianya baru tiga tahun ke-

tika ia sudah mampu membaca satu pasal dari Alkitab lalu memberi-

kan keterangan dan pesan tentang apa yang dibacanya.  

Dengan demikian Matthew sudah menyiapkan diri untuk tugas-

nya di kemudian hari, yaitu tugas pelayanan sebagai pendeta.  

Sejak masa kecilnya Matthew sudah diajarkan bahasa Ibrani, 

Yunani, dan Latin oleh ayahnya, sehingga walaupun masih sangat 

muda, ia sudah pandai membaca Alkitab dalam bahasa aslinya. 

Pada tahun 1685, ketika berusia 23 tahun, Matthew pindah ke 

London, ibu kota Inggris, untuk belajar hartikel  m di Universitas London. 

Matthew tidak berniat untuk menjadi ahli hartikel  m, ia hanya menuruti 

saran ayahnya dan orang lain yang berpendapat bahwa studi itu 

akan memberikan manfaat besar baginya karena keadaan di Inggris 

pada masa itu tidak menentu bagi orang Kristen, khususnya kaum 

Puritan. 

Beberapa tahun kemudian Matthew kembali ke kampung hala-

mannya. Dalam hatinya ia merasa terpanggil menjadi pendeta. Kemu-

dian, ia diperbolehkan berkhotbah kepada beberapa jemaat di sekitar 

Broad Oak. Ia menyampaikan Firman Tuhan dengan penuh kuasa. Ti-

dak lama setelah itu, ia dipanggil oleh dua jemaat, satu di London dan 

satu lagi jemaat kecil di wilayah pedalaman, yaitu Chester. Setelah ber-

doa dengan tekun dan meminta petunjuk Tuhan, ia akhirnya memilih 

jemaat Chester, dan pada tanggal 9 Mei 1687 ia diteguhkan sebagai 

pendeta di jemaat tersebut. Waktu itu Matthew berusia 25 tahun. 

Di Chester, Matthew Henry bertemu dengan Katharine Hard-

ware. Mereka menikah pada tanggal 19 Juli 1687. Pernikahan itu sa-

ngat harmonis dan baik karena didasarkan atas cinta dan iman ke-

pada Tuhan. Namun pernikahan itu hanya berlangsung selama satu 

setengah tahun. Katharine yang sedang hamil terkena penyakit cacar. 

Segera setelah melahirkan seorang anak perempuan, ia meninggal 

pada usia 25 tahun. Matthew sangat terpartikel  l oleh dukacita ini. Anak 

Matthew dan Katherine dibaptis oleh kakeknya, yaitu Pendeta Philip, 

ayah Matthew. 

Allah menguatkan Matthew dalam dukacita yang melandanya. 

Setelah satu tahun lebih telah berlalu, mertuanya menganjurkannya 

untuk menikah lagi. Pada Juli 1690, Matthew menikah dengan Mary 

Warburton. Tahun berikutnya, mereka diberkati dengan seorang bayi, 

yang diberi nama Elisabeth. Namun, saat baru berumur satu sete-

ngah tahun, ia meninggal karena demam tinggi dan penyakit batuk 

rejan. Setahun kemudian mereka mendapat seorang anak perempuan 

lagi. Dan bayi ini pun meninggal, tiga minggu kemudian. Betapa be-

rat dan pedih penderitaan orangtuanya. Sesudah peristiwa ini, 

Matthew memeriksa diri dengan sangat teliti apakah ada dosa dalam 

hidup atau hatinya yang menyebabkan kematian anak-anaknya. Ia 

mengakhiri catatannya sebagai berikut, “Ingatlah bahwa anak-anak 

itu diambil dari dunia yang jahat dan dibawa ke sorga. Mereka tidak 

lahir percuma dan sekarang mereka telah boleh menghuni kota Yeru-

salem yang di sorga.” 

Beberapa waktu kemudian mereka mendapat seorang anak pe-

rempuan yang bertahan hidup. Demikianlah suka dan duka silih ber-

ganti dalam kehidupan Matthew Henry. Secara keseluruhan, Matthew 

Henry mendapat 10 anak, termasuk seorang putri dari pernikahan 

pertama. 

Selama 25 tahun Matthew Henry melayani jemaatnya di Chester. 

Ia sering mendapat panggilan dari jemaat-jemaat di London untuk 

melayani di sana, tetapi berulang kali ia menolak panggilan tersebut 

karena merasa terlalu terikat kepada jemaat di Chester. Namun 

akhirnya, ia yakin bahwa Allah sendiri telah memanggilnya untuk 

menjadi hamba Tuhan di London, dan karena itu ia menyerah kepada 

kehendak Allah.  

Pada akhir hidupnya, Matthew Henry terkena penyakit diabetes, 

sehingga sering merasa letih dan lemah. Sejak masa muda, ia bekerja 

dari pagi buta sampai larut malam, tetapi menjelang akhir hayatnya 

ia tidak mampu lagi. Ia sering mengeluh karena kesehatannya yang 

semakin menurun. 

Pada bulan Juni 1714 ia berkhotbah satu kali lagi di Chester, 

tempat pelayanannya yang dulu. Ia berkhotbah tentang Ibrani 4:9, 

“Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat 

Allah.” Ia seolah-olah menyadari bahwa hari Minggu itu merupakan 

hari Minggu terakhir baginya di dunia ini. Secara khusus ia mene-

kankan hal perhentian di sorga supaya anak-anak Allah dapat me-

nikmati kebersamaan dengan Tuhan.  

Sekembalinya ke London, ia merasa kurang sehat. Malam itu ia 

sulit tidur dan menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Ia dipenuhi 

rasa damai dan menulis pesan terakhirnya: “Kehidupan orang yang 

mengabdikan diri bagi pelayanan Tuhan merupakan hidup yang pa-

ling menyenangkan dan penuh penghiburan.” Ia mengembuskan 

nafas terakhir pada tanggal 22 Juni 1714, dan dimakamkan tiga hari 

kemudian di Chester. Nas dalam kebaktian pemakamannya diambil 

dari Matius 25:21, “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali 

perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah se-

tia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung 

jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam keba-

hagiaan tuanmu.” 

  

 

 

 

 

   

abi yaitu   sebuah gelar yang kedengarannya sangat hebat bagi 

orang-orang yang memahaminya, walaupun di mata dunia, 

banyak orang yang dimuliakan dengan gelar itu tampak sangat hina. 

Seorang nabi yaitu   orang yang memiliki hubungan yang sangat 

karib dengan Sorga dan mempunyai kepentingan besar di sana, dan 

karena itu ia juga memiliki suatu kuasa untuk memerintah atas 

bumi ini. Nubuat memiliki hubungan dengan semua pewahyuan ilahi 

(2Ptr. 1:20-21). Hal itu karena melalui sarana-sarana yang biasanya 

dipakai, seperti mimpi, suara, dan penglihatan, wahyu pertama-tama 

disampaikan kepada nabi-nabi, baru kemudian oleh mereka 

disampaikan kepada anak-anak manusia (Bil. 12:6). Memang satu 

kali Allah sendiri pernah berbicara langsung kepada seluruh ribuan 

orang Israel dari puncak Gunung Sinai. Tetapi, akibatnya sungguh 

tiada terkira mengerikannya sampai mereka memohon dengan sangat 

agar setelah itu Allah berbicara saja kepada mereka dengan cara 

sebelumnya, yaitu melalui manusia seperti mereka, Jadi engkau tak 

usah ditimpa kegentaran terhadap aku, tekananku terhadap engkau 

tidak akan berat (Ayb. 33:7). Allah pun menyetujui permintaan itu 

(segala yang dikatakan mereka itu baik, kata-Nya, Ul. 5:28), dan 

perkaranya pun ditetapkan dengan persetujuan semua pihak, bahwa 

kita tidak akan berharap untuk mendengar dari Allah lagi dengan 

cara langsung seperti itu, tetapi melalui para nabi, yang menerima 

segala petunjuk langsung dari Allah, dengan tugas untuk mengantar 

petunjuk-petunjuk tersebut kepada jemaat-Nya. Sebelum kanon atau 

kitab-kitab Perjanjian Lama mulai ditulis, ada nabi-nabi yang ber-

fungsi sebagai Alkitab bagi jemaat. Tuhan Penyelamat kita tampak-

nya memasukkan Habel di antara para nabi itu (Mat. 23:31, 35). 

Henokh yaitu   seorang nabi, dan melalui dialah pertama-tama dinu-

buatkan nubuat yang paling akhir akan didigenapi, yaitu peng-

hakiman pada hari besar itu. Yud. 1:14, sesungguhnya Tuhan datang 

dengan beribu-ribu orang kudus-Nya. Nuh yaitu   seorang pemberita 

kebenaran. Allah berkata mengenai Abraham, dia seorang nabi (Kej. 

20:7). Yakub menubuatkan hal-hal yang akan dialami di kemudian 

hari (Kej. 49:1). Bahkan, semua bapa-bapa leluhur (patriarkh)  di-

panggil nabi. Jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku! (Mzm. 

105:15). Musa, tak tertandingi lagi, merupakan nabi yang paling ter-

kenal dari semua nabi Perjanjian Lama, sebab dengan dia TUHAN 

berbicara dengan berhadapan muka (Ul. 34:10). Dia yaitu   nabi per-

tama yang menulis, dan dengan tangannya fondasi-fondasi pertama 

dari perintah-perintah kudus diletakkan. Bahkan orang-orang yang 

menjadi pembantunya dalam pemerintahannya ikut memiliki roh 

bernubuat. Begitu hebatnya penyebaran roh nubuat pada masa itu 

(Bil. 11:25). Akan tetapi, setelah kematian Musa, selama beberapa 

masa, Roh TUHAN muncul dan bertindak dalam jemaat Israel lebih 

sebagai roh peperangan daripada roh nubuat, dan mengilhami orang 

lebih untuk berbuat daripada berbicara. Maksud saya, pada masa 

hakim-hakim. Kita dapati Roh TUHAN datang ke atas Otniel, Gideon, 

Simson, dan lain-lain, untuk melayani negeri mereka, dengan 

pedang, bukan dengan pena. Pesan-pesan pada masa itu dikirim dari 

sorga oleh para malaikat, seperti kepada Gideon dan Manoah, dan 

kepada umat itu (Hak. 2:1). Dalam seluruh kitab Hakim-hakim tidak 

pernah disebutkan ada nabi, kecuali Debora yang dipanggil seorang 

nabiah. Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan 

pun tidak sering (1Sam. 3:1). Mereka sudah punya hartikel  m Musa, 

yang belum lama ditulis ketika itu, jadi biarlah mereka mempelajari-

nya.  Tetapi dalam diri Samuel nubuatan hidup kembali, dan dalam 

dia sejarah atau periode jemaat dimulai, sebuah masa terang besar di 

mana nabi-nabi silih berganti tak putus-putusnya, hingga suatu 

waktu setelah pembuangan di Babel, ketika kanon atau seluruh Ki-

tab Perjanjian Lama menjadi lengkap dengan adanya Kitab Maleakhi. 

Setelah itu nubuat berhenti selama hampir 400 tahun, sampai keda-

tangan Sang Nabi Agung dan pendahulu-Nya. Beberapa nabi diilhami 

secara ilahi untuk menulis sejarah-sejarah jemaat. Tetapi mereka 

tidak menaruh nama mereka pada tulisan-tulisan itu. Mereka hanya 

menunjukkan keterangan-keterangan asli yang ada pasa masa itu 

sebagai bukti, yang diketahui orang memang dipakai oleh para nabi, 

seperti Gad, Ido, dan lain-lain. Daud dan yang lain-lain merupakan 

nabi-nabi yang menulis lagu-lagu kudus untuk digunakan jemaat. 

Sesudah mereka, kita sering membaca mengenai nabi-nabi yang 

diutus untuk tujuan-tujuan khusus, dan dibangkitkan untuk pela-

yanan-pelayanan khusus bagi umat. Di antaranya yang paling ter-

kenal yaitu   Elia dan Elisa di kerajaan Israel. Namun, tidak satu pun 

dari nabi-nabi ini yang menuliskan nubuat-nubuat mereka, pening-

galannya pun tidak kita punyai, selain beberapa penggalan mengenai 

nubuat-nubuat mereka yang tercatat dalam sejarah mengenai zaman 

mereka. Tidak ada satu pun tulisan mereka (yang saya ingat), selain 

surat Elia (2Taw. 21:12). Tetapi menjelang akhir masa kerajaan 

Yehuda dan Israel, Allah berkenan mengarahkan para hamba-Nya 

nabi-nabi untuk menulis dan menyebarkan beberapa khotbah mere-

ka, atau ringkasannya. Tanggal dari banyak nubuat mereka tidaklah 

pasti, tetapi yang paling awal yaitu   dalam masa Uzia raja Yehuda, 

dan raja Yerobeam kedua dari kerajaan Israel, yang hidup dalam 

zaman yang sama dengan Uzia, yaitu sekitar 200 tahun sebelum 

pembuangan dan tidak lama sesudah Raja Yoas membunuh Zakha-

ria, anak imam Yoyada di pelataran rumah TUHAN. Walaupun mere-

ka mulai membunuh nabi-nabi, namun mereka tidak bisa mem-

bunuh nubuat-nubuat mereka, yang akan tinggal tetap menjadi saksi 

melawan mereka. Hosea merupakan nabi yang pertama dari nabi-

nabi yang menuliskan nubuat mereka. Juga Yoel, Amos, dan Obaja 

menyebarkan nubuat-nubuat mereka yang tertulis kira-kira pada 

waktu yang sama. Yesaya memulai menulis beberapa waktu kemu-

dian, tidak lama sesudahnya. Namun, nubuatnya ditempatkan lebih 

dulu, sebab itu yang terbanyak dari antara semua yang lain dan di 

dalamnya terdapat nubuat mengenai Dia yang tentang-Nya para nabi 

bersaksi. Dan sesungguhnya, di dalamnya ada begitu banyak kabar 

mengenai Kristus sampai tepatlah bila Yesaya diberi gelar sebagai 

Nabi Injil, dan oleh beberapa penulis kuno, sebagai seorang Penginjil 

Kelima. Nanti kita akan mempelari judul umum dari Kitab Yesaya ini 

(ay. 1), dan karena itu hanya beberapa hal saja yang kita amati untuk 

sementara ini: 

I. Mengenai sang nabi sendiri. Dia berasal (jika kita boleh percaya 

pada tradisi orang Yahudi) dari keluarga raja, ayahnya (katanya) 

yaitu   saudara laki-laki dari raja Uzia. Pastilah dia banyak ber-

ada di lingkungan istana, terutama dalam zaman Hizkia, seperti 

kita lihat sejarahnya, dan banyak orang berpikir inilah yang mem-

buat gaya tulisannya sangat tidak biasa dan penuh tata krama 

lebih daripada tulisan sebagian nabi-nabi lain, dan di beberapa 

tempat gaya tulisannya luar biasa anggun dan luhur. Roh Allah 

kadang-kadang menjalankan tujuan-Nya melalui kejeniusan isti-

mewa seorang nabi. Sebabnya, nabi-nabi itu bukan sekadar 

terompet yang berbicara, yang melaluinya Roh berbicara, tetapi 

mereka itu yaitu   manusia yang berbicara, yang olehnya Roh ber-

bicara, dengan menggunakan kekuatan-kekuatan alamiah mere-

ka, yang berkenaan dengan terang dan api, dan memajukan mere-

ka di atas diri mereka sendiri.  

II. Mengenai nubuat. Nubuat Yesaya sungguh unggul tiada tara dan 

berguna. Ini benar demikian bagi jemaat Allah pada saat itu, 

nubuat Yesaya menginsafkan mereka akan dosa, memberi mereka 

petunjuk akan kewajiban mereka, dan memberi penghiburan bagi 

mereka dalam kesusahan. Ada dua kesusahan besar yang menim-

pa jemaat kala itu yang dirujuk di sini, dan penghiburan diberi-

kan dalam kaitan dengan itu, yaitu penyerbuan Sanherib, Raja 

Asyur, yang terjadi pada zaman Yesaya sendiri, dan penawanan di 

Babel, yang terjadi lama sesudah nubuat Yesaya ini. Dan dalam 

semua dartikel  ngan dan dorongan  yang diberikan untuk kedua 

masa sukar tersebut, kita temukan anugerah Injil yang melimpah. 

Tidak ada nubuat-nubuat Perjanjian Lama, dibandingkan dengan 

semua kitab Perjanjian Lama yang lain, yang paling banyak diku-

tip oleh kitab-kitab Injil selain nubuat-nubuat dari Kitab Yesaya. 

Tidak pula ada nubuat yang dengan begitu jelas memberi kesaksi-

an tentang Kristus seperti nubuat Yesaya ini. Lihat saja misalnya 

mengenai kelahiran-Nya dari seorang perawan (ps. 7) dan semua 

penderitaan-Nya (ps. 53). Bagian awal kitab ini banyak berkenaan 

dengan kecaman-kecaman mengenai dosa dan ancaman peng-

hakiman. Sedangkan bagian akhirnya penuh dengan kata-kata 

keras dan kata-kata penghiburan. Cara seperti ini dipakai oleh 

Roh Kristus pada waktu dulu melalui para nabi, dan masih dipa-

kai-Nya terus sampai sekarang, dengan pertama-tama menginsaf-

kan hati, baru kemudian menghibur. Dan barangsiapa mau diber-

kati dengan penghiburan, ia harus tunduk dahulu untuk diinsaf-

kan. Tak diragukan lagi, Yesaya memberitakan banyak khotbah, 

dan menyampaikan banyak pesan kepada umat, tetapi tidak di-

tulis dalam kitab ini. Ini juga dilakukan Kristus. Dan barangkali 

khotbah-khotbahnya itu disampaikan dengan lebih panjang lebar 

daripada yang diceritakan di sini. Walaupun begitu, yang terting-

gal dalam catatan di sini yaitu   jumlah yang menurut Sang Hik-

mat Tak Terbatas sudah pantas disampaikan kepada kita yang 

kini tengah mengalami datangnya akhir zaman itu. Dan semua 

nubuat ini, serta juga semua sejarah mengenai Kristus, dicatat 

supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan 

supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya. 

Karena untuk kitalah Injil ini dikabarkan dan juga untuk mereka 

yang hidup kemudian, dan dengan lebih jelas. Oh, semoga ini di-

tambah lagi dengan iman.