Penelitian ini difokuskan pada hadis-hadis
yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah dan
Tsanawiyah, mengingat pada tingkatan ini adalah
sangat mendasar dan sangat berpengaruh pada
proses pembelajaran dan pembentukan daya
hapal, paham, dan keyakinan serta pengamalan
dan karakter dalam hubungannya dengan hadis
ini . Berdasarkan pada buku pelajaran Pen-
didikan Agama Islam Al-Qur’an Hadis pada Mad-
rasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang didasar-
kan kurikulum 2008 sesuai dengan Peraturan
Menteri Agama (Permenag) RI No. 2 Tahun
2008, diketahui Hadis yang diajarkan sebagai
pembahasan utama di Madrasah Ibtidaiyah seba-
nyak 16 hadis dan satu hadis sebagai penjelasan
mengenai materi yang terkandung dalam hadis
yang dibahas. Adapun hadis sebagai pembahasan
utama di Madrasah Tsanawiyah ada 15 hadis dan
enam hadis lainnya sebagai penjelasan terhadap
hadis yang dibahas. Jadi, jumlahnya 38 hadis.
Hadis-hadis inilah yang akan diteliti. Bagaimana
kualitas hadis-hadis ini .
Bertolak dari pentingnya penelitian ini
dan agar lebih terarah dan fokus, maka masalahnya
dirumuskan dan dibatasi pada kualitas dan materi
hadis yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah dan
Tsanawiyah. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang
ada dalam buku pelajaran Al-Qur’an Hadis di
Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah
Kurikulum 2008? Hadis-hadis tentang apa saja
yang diajarkan di Madrasah ini ?
pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Ibtidai-
yah dan Tsanawiyah, apakah hadis ini sa-
hih, hasan, daif atau palsu. Selain itu, juga untuk
mengetahui tema atau materi hadis apa diajar-
kan. Apakah tema atau materinya tidak berulang-
ulang, sudah diajarkan pada kelas satu dan ternya-
ta diajarkan lagi pada kelas tiga dan kelas enam.
hadis
sahih, hadis daif, dan hadis palsu. Hasil ini sangat
berguna baik secara individual bagi siswa, guru,
maupun secara institusional bagi madrasah itu
sendiri terutama dalam penyusunan kurikulum.
Siswa tidak lagi diajari dan disuguhi hadis-hadis
daif dan palsu. Demikian juga bagi guru dapat
mengajarkan kepada mereka hadis-hadis sahih
sebagai landasan yang bisa dipertanggungjawab-
kan. Bagi keperluan lembaga dan penyusunan
kurikulum tidak lagi memuat dan mengajarkan
hadis-hadis daif dan hadis-hadis palsu. Demikian
juga dengan penelitian ini diharapkan tema atau
materi hadis yang diajarkan tidak berulang-ulang
hingga lebih dari dua kali.
Kerangka Teori
Sebagai kerangka teori akan dijelaskan ten-
tang hadis daif dan hadis palsu. Hadis Nabi
Saw. dilihat dari segi kualitasnya terdiri atas tiga
macam; yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis
daif. Memahami terminologi hadis daif, terlebih
dahulu harus memahami terminologi hadis sa-
hih dan hadis hasan. Kalau sudah mengerti dan
memahami hadis sahih dan kriterianya, maka
pengertian hadis daif juga dipahami, sebab hadis
daif adalah hadis yang tidak memenuhi kriteria
hadis sahih dan hadis hasan. Hadis sahih adalah
hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil
dan sempurna ke-2âbi-annya, sanadnya bersam-
bung, tidak mengandung V\D* (rancu) dan ‘illat
(cacat). Kalau periwayatnya 2âbi namun ke-2âbi-
annya tidak sempurna, maka kualitas hadisnya
menjadi hasan, tetapi kalau bersifat ‘adil, 2âbi
dan sanadnya terputus serta ada cacat dan
kejanggalan di dalamnya, maka kualitasnya tidak
lagi sahih, melainkan daif. Kesahihan suatu hadis
ditentukan oleh kriteria ini . Dengan demi-
kian, hadis daif ialah hadis yang tidak memenuhi
kriteria hadis sahih dan hadis hasan (Hasyim,
t.th.: 86).
Ke-daif-an hadis disebabkan pada sanad dan
matannya. Pada sanadnya disebabkan karena
terputus, kualitas moral (ke-’adil-an) periwayat-
nya cacat, dan kualitas intelektual (ke-2âbi-an)
periwayatnya rusak (Hasyim, t.th.: 97, 112, dan
120). Sedangkan pada matannya, karena susunan
redaksinya bermasalah, kandungan maknanya
rancu, bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis sa-
hih, fakta sejarah, dan akal sehat (al-Adlabî, 1403
H/1983 M: 238). Hadis daif yang disebabkan
karena sanadnya terputus, seperti hadis mursal,
mu’allaq, mu’²al, dan munqai’ dinilai sebagai
hadis daif yang “ringan” sehingga kualitasnya da-
pat berubah menjadi hadis Êasan li gairihi, ka-
lau ada hadis lainnya yang mendukung dan me-
nguatkannya. Demikian pula hadis daif karena
periwayatnya mubham (identitasnya samar-sa-
mar) atau hapalannya kurang, maka hadis-hadis
daif seperti ini juga dapat berubah kualitasnya
menjadi hadis Êasan li gairihi. Berbeda dengan
hadis daif karena kualitas moral periwayatnya
cacat, seperti dusta, tertuduh dusta, atau telah
berbuat fasik. Hadis-hadis daif seperti ini dinilai
“berat” atau sangat daif bahkan mendekati level
maw²u’ sehingga tidak dapat berubah kuali-
tasnya, tidak dapat dibantu dan didukung oleh
adanya hadis lain (Hasyim, t.th.: 90).
Hadis daif bermacam-macam dan derajatnya
pun beragam. Dalam hal penggunaannya pun
juga berbeda-beda. Para ulama hadis membo-
lehkan periwayatan hadis-hadis daif yang tidak
berkaitan masalah akidah dan hukum halal dan
haram. Mereka membolehkan meriwayatkan
hadis-hadis daif tentang at-targib wa at-tarhib,
(yakni hadis-hadis yang memuat berita gembira
dan ancaman sebagai motivasi untuk selalu ber-
buat kebaikan dan menjauhi larangan), hadis-
hadis tentang kisah dan nasehat-nasehat tanpa
harus menjelaskan ke-daif-annya, selama bukan
hadis palsu atau yang menyerupainya (’Itr, 1401
H/1981 M: 296). Hadis-hadis yang menyerupai
hadis palsu adalah hadis yang sangat daif, seperti
hadis munkar, hadis matruk, dan semacamnya.
Hadis-hadis yang boleh diriwayatkan tanpa perlu
menjelaskan ke-daif-annya adalah hadis-hadis
daif yang “ringan”, seperti hadis daif karena sa-
nadnya terputus, misalnya hadis mursal, hadis
mu’allaq, hadis mu’²al, dan semacamnya. Ada-
pun hadis-hadis daif yang sangat “berat”, karena
periwayatnya cacat, misalnya pendusta, tertuduh
dusta, munkar al-Êadi, matruk al-Êadi. Hadis
mereka ini disebut hadis munkar dan hadis
matruk. Hadis seperti ini tidak boleh diriwayat-
kan. Kalau diriwayatkan saja tidak boleh apalagi
diamalkan. Ibn Hajar al-’Asqalâni (852 H/1449
M) menyebutkan bahwa hadis daif yang dapat di-
amalkan dalam fa²âil al-a’mal (keutamaan-keu-
tamaan amal) dengan ketentuan tiga syarat, yaitu:
1) Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis
daif yang tidak terlalu daif sehingga tidak bisa
diamalkan hadis yang hanya diriwayatkan
oleh seorang pendusta atau dituduh dusta atau
orang yang banyak kesalahan.
2) Hadis daif itu berada di bawah suatu dalil yang
umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis
daif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
3) Ketika hadis daif yang bersangkutan diamal-
kan tidak disertai keyakinan atas kepastian ke-
beradaannya untuk menghindari penyandaran
kepada Nabi Saw. sesuatu yang ia tidak sab-
dakan (al-Khathib, 1409 H/1989 M: 351).
Adapun hadis palsu atau hadis maw²u’
adalah suatu kedustaan yang dibuat-buat lalu di-
nisbahkan kepada Rasulullah Saw. (aìëahhân,
t.th.: 75). Hadis maw²u’ ini merupakan bagian
dari hadis daif yang paling buruk, sebab hadis
maw²u’ ini merupakan suatu kedustaan atas
nama Rasulullah Saw.
Hal ini semua menunjukkan bahwa ulama
hadis sangat konsisten pada sikap kejelian dan ke-
hati-hatian sehingga tidak memperbolehkan peri-
wayatan hadis daif dengan menggunakan kata-kata
yang mengesankan kepastian dalam menyandar-
kan hadis daif itu kepada Rasulullah SAW. Tidak
boleh mengatakan Rasulullah Saw. bersabda…,
Rasulullah Saw. melakukan…, Rasulullah Saw.
memerintahkan…, dan kata-kata lainnya yang
mengesankan kepastian benar-benar datang dari
Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kalau mengutip
suatu riwayat yang tidak diketahui secara pasti
kualitasnya atau diragukan, maka secara etis se-
baiknya dikatakan: ”Diriwayatkan dari Rasulullah
Saw…, diriwayatkan…, ada riwayat menjelaskan...,
diceritakan…, atau disampaikan kepada kita….
Dikatakan Rasulullah Saw. bersabda, melakukan,
atau memerintahkan… kalau sudah yakin bahwa
riwayat yang disampaikan itu adalah benar-benar
hadis Nabi Saw. dan jelas kualitasnya sahih atau
hasan (’Itr, 1401 H/1981 M: 296-7).
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat
deskriptif-kualitatif. Maksudnya penelitian yang
akan menggambarkan data dan fakta apa adanya
yang ditemukan. Lalu data ini dikumpul-
kan, lalu dianalisis dalam rangka mengambil
kesimpulan. Adapun sumber datanya adalah
buku pelajaran Al-Qur’an Hadis yang dipakai di
Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang di-
dasarkan pada Kurikulum 2008 sesuai Peratu-
ran Menteri Agama RI No. 2 Tahun 2008 yang
merupakan sumber data utama, yaitu:
1. Al-Qur’an Hadis Kelas 1 Madrasah Ibtidai-
yah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat
lima hadis.
2. Al-Qur’an Hadis Kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah
karya Drs. Rasi’in memuat satu hadis.
3. Al-Qur’an Hadis Kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah
karya Drs. H. Ahmad Syatibi, MA., memuat
dua hadis.
4. Al-Qur’an Hadis Kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah
karya Drs. Rasi’in memuat dua hadis.
5. Al-Qur’an Hadis Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah
karya Drs. H. Ahmad Syatibi, MA., memuat
tiga hadis.
6. Al-Qur’an Hadis Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah
karya Drs. Rasi’in memuat tiga hadis.
7. Al-Qur’an Hadis Kelas 7 Madrasah Tsanawi-
yah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat
enam hadis.
8. Al-Qur’an Hadis Kelas 8 Madrasah Tsana-
wiyah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat
tiga hadis.
9. Al-Qur’an Hadis Kelas 9 Madrasah Tsanawi-
yah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat
enam hadis.
Berdasarkan data ini diketahui bahwa
jumlah hadis yang dipelajari selama di Madrasah
Ibtidaiyah adalah 16 hadis ditambah dua hadis
lainnya sebagai penjelasan terhadap hadis yang
dibahas. Dan di Madrasah Tsanawiyah sebanyak
15 hadis dan enam hadis sebagai penjelasan terha-
dap hadis yang dibahas. Dengan demikian jumlah
totalnya adalah 39 hadis. Hadis-hadis yang ada
dalam buku pelajaran ini yang akan diteliti,
bagaimana kualitas hadis ini , kecuali hadis-
hadis yang diriwayatkan Bukhari atau Muslim,
sebab hadis ini dipastikan kualitasnya sa-
hih. Namun, hadis yang ditulis sebagai riwayat
Bukhari atau Muslim, tetap dilacak ke sumber
aslinya, sebab bisa saja ada hadis disebut riwayat
Bukhari dan Muslim, ternyata tidak ada dalam
Sahih Bukhari dan Muslim. Penelitian terhadap
hadis-hadis ini menggunakan ilmu kritik
hadis, yaitu ilmu yang membahas dan menetap-
kan adanya ke-iqah-an atau kecacatan pada diri
pribadi periwayat sehingga dengan demikian da-
pat dipisahkan antara hadis sahih dan hadis daif.
(A’zhamî, 1402 H/1982 M.: 5).
Penelitian dan analisis terhadap hadis-hadis
ini menggunakan kitab rijâl al-hadi, yakni
NLWDENLWDE \DQJ PHPEDKDV ELRJUD¿ SDUD SHUL-
wayat hadis. Berdasar pada buku inilah diperoleh
informasi mengenai penilaian kualitas mereka.
Demikian juga kitab-kitab takhrij hadis atau kitab
yang sudah memberikan penilaian mengenai
kualitas hadis-hadis ini . Termasuk yang
lebih membantu dan memudahkan sumber pen-
carian adalah menggunakan CD Program Hadis
Mawsû’ah al-Éadi asy-Syarif atau Al-Kutub at-
Tis’ah dan al-Maktabah asy-Syâmilah.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Analisis terhadap Hadis-hadis dalam
Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis
Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 1 Mad-
rasah Ibtidaiyah memuat lima hadis, yaitu:
Islam itu bersih, karena itu jadilah kamu orang yang
bersih, karena tidak akan masuk surga kecuali orang
yang bersih (HR. Ad-Dailamy).
Hadis ini diriwayatkan Thabarani dalam
kitabnya al-Mu’jam al-Ausa. Salah seorang
periwayat dalam sanadnya bernama Na’im bin
Muwarri’ adalah daif (Al-Haitsami, t.th.: 309).
Menurut al-‘Iraqi (806 H/1404 M) hadis yang
diriwayatkan Thabarani ini adalah sangat daif
(As-Sakhawi, 1429 H/2008 M: 159; al-‘Ajluni,
1421 H/2000 M: 341). Dengan penilaian ini,
maka hadis ini kualitasnya sangat daif.
Kebersihan sebagian dari iman (HR. Tirmidzi).
Menurut Nashiruddin al-Albani, hadis ini
daif. Ia tidak menjelaskan sebab ke-daif-annya.
Boleh jadi karena periwayatnya mubham, tak je-
las identitasnya. Salah seorang periwayatnya ha-
nya disebut (seorang laki-laki
dari kalangan warga Bani Sulaim). Ketidakjelasan
ini merupakan suatu kecacatan dalam ilmu hadis
sehingga hadis ini daif. Hanya saja, daif seperti
ini termasuk daif ”ringan”. Oleh karena selain pe-
riwayatannya melalui seorang mubham dan daif-
nya ringan ini, juga melalui jalur lain, maka inilah
yang namanya hadis hasan, yaitu hadis yang diri-
wayatkan melalui sanad yang di dalam sanadnya
tidak ada periwayat yang dituduh berdusta;
tidak V\D*, dan diriwayatkan melalui sanad lain
yang sederajat (At-Tirmidzi, t.th.: 413). Oleh ka-
rena itu, menurut Tirmidzi, hadis ini kualitasnya
Êasan. Adapun hadis yang sahih dan tidak ada
perbedaan penilaian para ahli hadis ialah:
Kebersihan separuh dari iman. (HR. Muslim bersum-
ber dari Abu Malik al-Asy’ari).
Kebersihan bagian dari iman.
Hadis ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab
hadis, kecuali dalam Mu’jam al-Ausa karya ath-
Thabarani. Menurutnya hadis ini berasal dari Ibn
Mas’ud dengan sanad yang sangat daif (al-’Iraqi,
t.th.: 278). As-Sidawi (2008: 62) mengutip dari
Fatawa al-Lajnah ad-Dâimah (IV/466) bahwa
riwayat ini tidak ada asalnya. Ucapan ini
bukanlah hadis Nabi Saw., ia hanyalah ucapan
yang beredar di lisan manusia lalu dianggap se-
bagai hadis.
Agama dibangun di atas kebersihan (al-Hadis).
Hadis ini tidak ditemukan dalam kitab-ki-
tab hadis. Hanya ditemukan dalam kitab IÊya’
‘Ulûm ad-Din karya imam al-Ghazali (505 H/1111
M). Al-‘Iraqi (t.th.: 168) yang men-takhrij hadis-
hadis yang ada dalam IÊya’ mengaku tidak
menemukan sanad dan asal usul hadis ini .
Hal ini dipertegas oleh as-Sakhawi (1429 H/2008
M.: 152) dalam kitabnya Al-Maqâid al-Éasanah
bahwa hadis ini tidak ditemukan sumbernya. ‘Itr,
(1401 H.: 312) menjelaskan bahwa salah satu ciri
atau kaedah penetapan kepalsuan suatu hadis
ialah apabila telah diadakan penelitian terhadap
suatu hadis ternyata menurut ahli hadis tidak
ada dalam hapalan para periwayat hadis dan
tidak ada dalam kitab-kitab hadis sesudah
penelitian dan pembukuan hadis dilakukan de-
ngan sempurna. Berdasar pada kaedah ini, maka
riwayat ini dinilai sebagai hadis palsu.
Kuncinya salat adalah suci. (HR. Abu Daud dan at-
Turmuzi).
Hadis ini merupakan penggalan dari hadis
yang selengkapnya berbunyi:
Hadis ini diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi,
Ibnu Majah, Ahmad, Darimi, dan Hakim. Kata Tir-
midzi hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ali ibn
Abi Thalib ini sangat sahih dan inilah yang terbaik.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 2 Mad-
rasah Ibtidaiyah memuat satu hadis, yaitu:
Dari Abdillah bin Amr bin Ash Ra. Nabi Saw. ber-
sabda: “Keridaan Allah itu didasarkan atas keridaan
kedua orang tua, dan kemurkaan Allah itu didasar-
kan atas kemurkaan kedua orang tua”. (HR. Baiha-
qi). (Rasi’in, 2010: 132-3).
Hadis ini diriwayatkan Baihaqi (t.th.: 338)
dalam kitab Syu’ab al-Îmân. Hadis ini diriwayat-
kan juga oleh Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim.
Menurut Ibnu Hibban, hadis ini kualitasnya sahih.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 3 Mad-
rasah Ibtidaiyah memuat dua hadis, yaitu:
Salat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh de-
rajat dari salat sendiri. (Diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber
dari Ibnu Umar. Hadis ini kualitasnya sahih.
Hanya saja pengutipan hadis ini disebutkan se-
bagai riwayat Bukhari. Padahal Bukhari meri-
wayatkan hadis ini dengan susunan bahasa
yang berbeda, yaitu menggunakan
bukan kalimat . Riwayat se-
perti ini tidak tepat disebut riwayat Bukhari dan
Muslim. Cukup disebutkan riwayat Muslim.
Selanjutnya, Syatibi (2010: 141) mengemuka-
kan hadis berikut:
Hadis ini tidak diterjemahkan. Hanya dican-
tumkan teksnya untuk dibaca dan dihafal diiringi
tulisan latinnya. Hadis ini diriwayatkan Bukhari
dan Muslim bersumber dari Abdullah bin Umar,
dan kualitasnya sahih.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 4 Mad-
rasah Ibtidaiyah memuat dua hadis, yaitu:
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya amal-
amal perbuatan itu tergantung niatnya. Dan se-
sungguhnya setiap orang akan memperoleh apa yang
diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya itu
karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada
Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya
itu untuk (memperoleh) dunia, maka ia akan mem-
peroleh dunia itu, atau untuk memperoleh wanita,
ia akan (berhasil) menikahinya. Jadi, hijrahnya ter-
gantung kepada niat hijrahnya (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim
bersumber dari Umar bin Khattab, kualitasnya
sahih.
Kebaikan yang paling cepat mendatangkan balas-
an (pahala) adalah berbuat baik dan menyambung
hubungan (kekeluargaan). Dan keburukan yang
paling cepat mendatangkan balasan (siksa), adalah
berbuat jahat dan memutuskan hubungan (kekelu-
argaan) (HR. Ibnu Majah). (Rasi’in, 2010: 82).
Menurut al-Haitsami, bahwa hadis ini daif,
sebab dalam sanadnya ada seorang peri-
wayat bernama Shalih bin Musa yang daif. Bah-
kan Nashiruddin al-Albani (1997) menilai bahwa
hadis ini sangat daif.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 5 Mad-
rasah Ibtidaiyah memuat tiga hadis, yaitu:
Hadis ini dikutip Syatibi (2010: 48) tanpa
diterjemahkan seperti hadis lainnya. Hanya ditu-
liskan huruf latin untuk untuk keperluan mem-
baca hadis, lalu dikemukakan arti kata-katanya
saja. Hadis ini diriwayatkan Bukhari bersumber
dari Sahl bin Sa’d Ra, kualitasnya sahih.
Hadis ini dikutip Syatibi (2010: 102) tanpa
diterjemahkan seperti hadis lainnya. Hanya ditu-
liskan huruf latin untuk untuk keperluan mem-
baca hadis, lalu dikemukakan arti kata-katanya
saja. Hadis ini diriwayatkan Tirmidzi bersumber
dari Abu Dzarr. Menurut Tirmidzi, hadis ini has-
an sahih.
Hadis ini dikutip Syatibi (2010: 116) tanpa
diterjemahkan seperti hadis lainnya. Hanya ditu-
liskan huruf latin untuk untuk keperluan mem-
baca hadis, lalu dikemukakan arti kata-katanya
saja. Hadis ini disepakati Bukhari dan Muslim,
maksudnya keduanya meriwayatkan hadis yang
bersumber dari sahabat yang sama, yaitu sama-
sama bersumber dari Abu Hurairah. Hadis ini sa-
hih. Hadis ini juga dibahas pada Madrasah Aliyah
Kelas XII.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 6 Mad-
rasah Ibtidaiyah memuat tiga hadis, yaitu:
Dari Ibnu Umar Ra. sesungguhnya Rasulullah
Saw. telah bersabda, “Tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah. Tangan yang di atas
itu ialah yang memberi dan tangan yang di bawah
itu ialah yang meminta” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Hadis ini disepakati Bukhari dan Muslim
bersumber dari Ibnu Umar. Hadis ini sahih.
Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata, “Rasulullah Saw.
bersabda, ‘Apabila anak Adam (manusia) mening-
gal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga (yaitu)
sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan
anak yang mendoakan kepadanya’ (HR. Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber
dari Abu Hurairah, kualitasnya sahih.
Dari Abi Musa Ra. Berkata, Rasulullah Saw. bersab-
da: “Orang mukmin terhadap orang mukmin lain-
nya, laksana suatu bangunan, sebagiannya mem-
perkuat (memperkokoh) sebagian yang lain” (HR.
Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber
dari Abu Musa. Hadis ini sahih. Hadis ini sudah
dibahas pada Kelas 7 Madrasah Tsanawiyah dan
Kelas 8 Madrasah Tsanawiyah. Selain hadis terse-
but sebagai pembahasan utama, juga ada be-
berapa hadis yang disebutkan ketika menjelaskan
mengenai ilmu yang dimanfaatkan, yaitu:
“Kecelakaan bagi orang yang tidak berilmu, dan kece-
lakaanlah bagi orang yang berilmu tetapi tidak meng-
amalkannya” (HR. Abu Nu’aim).
Hadis ini belum diketahi kualitasnya.
Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina (Rasi’in, 2011: 69).
Hadis ini dinilai daif oleh para ulama hadis,
sebab salah seorang periwayat dalam sanadnya
bernama Abu ‘Atikah Tarif ibn Sulaiman. Abu
‘Atikah dinilai oleh kritikus hadis seperti al-’Uqai-
li sebagai matruk (tertolak). Bukhari menilai
bahwa hadisnya munkar. An-Nasai menilai, ha-
disnya tidak kuat. Abu Hatim menilai, hadisnya
*kKLE (dibuang). Kata as-Sulaimani, Abu ‘Atikah
dikenal pernah memalsukan hadis. Ahmad ibn
Hambal (243 H) tidak mengakui hadis ini .
Ibn Hibban (354 H/965 M) menilai hadis ini batil,
tidak ada dasar dan sumbernya (lâ ala lahû). Al-
Albani juga menilainya demikian (Yaqub, 2003:
1-4; as-Sakhâwi, 1429 H/2008 M.: 73; al-’Ajlûnî,
1421 H/2000 M.: 154; Al-Albani, 1997: 450-1).
Bahkan Ibn al-Jauzi (1403 H/1983 M.: 215-216)
dalam bukunya Al-Maw²û’ât (koleksi hadis-
hadis palsu) menilai bahwa hadis ini adalah
palsu. Dengan demikian hadis ini kualitas-
nya sangat daif, yaitu hadis munkar. Bahkan ada
yang menilainya sebagai palsu. Anehnya, hadis
munkar ini, hadis yang mendekati derajat palsu,
justru ditulis sebagai riwayat Bukhari dan Mus-
lim. Ini kesalahan yang sangat fatal dan diajarkan
sejak awal di Madrasah Ibtidaiyah. Riwayat ter-
sebut sudah dibahas juga pada Kelas 9 Madrasah
Tsanawiyah.
Berdasarkan data dari buku pelajaran Al-
Qur’an Hadis 1 sampai 6 ini diketahui
bahwa selama 6 tahun sekolah di Madrasah Ibti-
daiyah hanya 16 hadis sebagai pembahasan uta-
ma dan dua hadis sebagai penjelasan. Jumlahnya
18 hadis yang dipelajari.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 7 Mad-
rasah Tsanawiyah memuat enam hadis, yaitu:
“Dari Abu Musa Ra., dari Nabi Saw. bersabda, ‘Se-
sungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lain-
nya bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya
menguatkan yang lain. Ketika berkata itu Rasulullah
Saw. mendekapkan jari-jarinya” (HR. Bukhari).
Hadis ini diriwayatkan Bukhari bersumber
dari Abu Musa adalah sahih.
Dari Abu Hurairah Ra. berkata, ‘bahwa Nabi Saw.
bersabda, ‘Demi Allah tidak beriman, demi Allah
tidak beriman, demi Allah tidak beriman,’ Ditanya,
‘Siapakah ya Rasulullah?’ Jawab Nabi Saw., ‘Ialah
orang yang tetangganya tidak merasa aman dari
gangguannya’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim
dan kualitasnya sahih. Dalam teks hadis bagian
akhirnya ditulis . Namun dalam
terjemahan dan judulnya ditulis Hadis riwayat
Bukhari dan Muslim. Istilah dan HR.
Bukhari dan Muslim tidak sama. Apabila Bukhari
dan Muslim meriwayatkan hadis bersumber dari
sahabat yang sama. Tetapi apabila keduanya
meriwayatkan hadis bersumber dari sahabat
yang berbeda disebut (HR. Bukhari
dan Muslim).
Dari Abu Dzar Ra. berkata, bersabda Rasulullah Saw.,
‘Hai Abu Dzar, jika engkau memasak sayur, maka
perbanyaklah airnya, dan perhatikanlah tetangga-
tetanggamu” (HR. Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Muslim dan kualitas-
nya sahih.
“Dari Abi ‘Amrah (Sufyan) bin Abdullah Ra. berka-
ta, ‘Ya Rasulullah ajarkan kepadaku tentang Islam,
sesuatu perkataan yang aku tidak menanyakannya
lagi kepada seseorang selain engkau.’ Nabi ber-
sabda, ‘Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu
berlakulah lurus (istiqamah)” (HR. Muslim).
Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber
dari Sufyan bin Abdullah dan kualitasnya sahih.
“Dari Abi Ayyub bin Zaid al-Anshari Ra., bahwa
seseorang berkata, ‘Ya Rasulullah beritahukanlah
padaku amalan yang dapat memasukkan aku ke
surga dan menjauhkan aku dari neraka.’ Nabi Saw.
menjawab, ‘Engkau sembah Allah dan engkau tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun,
mendirikan salat, membayar zakat, dan menghu-
bungkan silaturahim” (HR. Bukhari Muslim). (Abd
Wadud, 2011: 67).
Hadis ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim,
kualitasnya sahih.
”Dari Abu Umamah Shuda bin ’Ajlan Al-Bahily ia
berkata, ’Aku mendengar Rasulullah Saw. berkhut-
bah pada haji wada’ (haji yang terakhir), beliau ber-
sabda, ‘Bertakwalah kalian semua kepada Allah, lak-
sanakanlah salat lima waktu, berpuasalah di bulan
Ramadan, tunaikanlah zakat dari hartamu, dan taat-
lah kepada pemimpinmu, maka kamu akan masuk
surga yang diberikan Tuhanmu” (HR. At-Turmudzi).
(Abd Wadud, 2011: 70).
Hadis ini diriwayatkan Tirmidzi. Menurut-
nya hadis ini hasan sahih, maksudnya hadis yang
bersangkutan sanadnya banyak dan mencapai
derajat sahih. (‘Itr, 1401 H/1981 M.: 272).
Selain hadis ini sebagai pembahasan
utama, juga ada hadis lain sebagai penjelas-
an terhadap pembahasan utama yang terkandung
dalam hadis ini .
“Salat itu tiang barang siapa mendirikan salat ber-
arti ia telah mendirikan agama, dan barang siapa
meninggalkan salat berarti ia telah menghancurkan
agama” (HR. Baihaqi). (Abd Wadud, 2011: 71).
Hadis ini diriwayatkan Baihaqi (t.th.: 324)
dalam kitabnya Syu’ab al-Îmân dengan susunan
redaksi:
Diriwayatkan dari ‘Ikrimah dari Umar, ia menga-
takan, ada seorang laki-laki dating kepada Rasulu-
llah dan bertanya, wahai Rasulullah, apa saja dalam
Islam yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab:
“Shalat pada waktunya. Barangsiapa meninggalkan
shalat, maka tidak ada agama baginya. Shalat itu
tiang agama. (HR. Baihaqi).
Baihaqi menulis beberapa kitab hadis, di
antaranya As-Sunan al-Kubra. Biasanya hadis
dalam kitab ini kebanyakan hadis-hadis hukum
dan kualitasnya sahih. As-Sakhâwi (1429 H/2008
M.: 274) dan Al-‘Ajluni (1421 H/2000 M.: 39-
40) menilai bahwa hadis ini daif. Al-Albani juga
menilai yang sama. Di antara yang menyebab-
kan hadis ini daif ialah kata al-Hakim, ‘Ikrimah
tidak pernah mendengar riwayat dari Umar. Ini
namanya terputus sanadnya. Padahal salah satu
syarat hadis itu sahih atau hasan adalah sanad-
nya bersambung. Menurut Hakim, ‘Ikrimah me-
nerima hadis dari Ibnu Umar, bukan ayahnya
Umar bin Khattab. Kesalahan seperti ini menjadi
penyebab hadis itu daif. Ibnu ash-Shalah meng-
akui tidak mengenal hadis dengan redaksi ini.
Bahkan imam an-Nawawi (676 H/1373 M) meni-
lai sebagai hadis munkar dan batil.
“Yang mula pertama akan dihisab (ditanyakan) ke-
pada seorang hamba pada hari kiamat ialah masalah
shalat. Apabila salatnya baik, niscaya dinilai baiklah
segala amalan lainnya. Jika salatnya rusak, maka di-
pandang buruklah semua amalnya” (HR. Thabrani
dari Abdullah bin Qurthin). (Abd Wadud, 2011: 72).
Hadis ini diriwayatkan Thabarani dalam kitab
al-Mu’jam al-Ausa. Salah seorang periwayat
dalam sanadnya bernama Al-Qasm bin Usman.
Ibnu Hibban memasukkan dalam kitabnya daftar
orang-orang iqah (terpercaya), namun ia ter-
kadang salah dalam periwayatan. (Al-Haitsami,
t.th.: 364). Dalam kitab aÊiÊ Kunûz as-Sunnah
bahwa hadis riwayat Thabarani ini kualitasnya
sahih. Demikian juga penilaian Al-Albani, bahwa
hadis ini sahih.
Dalam penjelasan terhadap pembahasan uta-
ma dikemukakan dalam sebuah hadis Nabi saw.
yang diriwayatkan Abbas ra:
”Ada lima perkara yang dapat membatalkan (meru-
sak) orang yang puasa, yaitu: Dusta, memperkata-
kan orang lain, menghasut/mengadu domba, sum-
pah atau kesaksian palsu, dan pandangan dengan
syahwat” (Abd Wadud, 2011: 72).
Hadis ini diriwayatkan Dailami (t.th.: 197)
bersumber dari Anas dengan redaksi:
Kata Ibnu Abi Hatim, (t.th.: 258) saya
mendengar ayah saya (Abi Hatim) mengatakan
bahwa hadis ini dusta. Az-Zaila’i mengatakan
bahwa Ibnu al-Jauzi (t.th.: 195-6) memasukkan
dalam kitabnya Al-Maw²û’ât (kumpulan hadis-
hadis palsu), dan ia menegaskan bahwa hadis
ini palsu.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 8 Mad-
rasah Tsanawiyah memuat tiga hadis, yaitu:
Dari Abi Musa Ra., dari Nabi Saw. bersabda; “Se-
sungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lain-
nya, bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya
menguatkan bagian yang lain. Ketika berkata itu
Rasulullah Saw. mendekapkan jari-jarinya (HR.
Bukhari). (Abd Wadud, 2011: 58).
Hadis ini diriwayatkan Bukhari bersumber
dari Abu Musa dan kualitasnya sahih.
Dari Sahl bin Sa’ad dari Nabi Saw., ia bersabda:
“Saya dan orang yang menjamin anak yatim di dalam
surga nanti seperti ini.” Beliau menunjuk dengan
dua jarinya, yaitu jari telunjuk dan jari tengah (HR.
Bukhari).
Hadis ini diriwayatkan Bukhari ber-
sumber dari Sahl bin Sa’ad kualitasnya sahih.
Dari Anas Ra. Bahwasanya Rasulullah Saw. telah
bersabda, “Bukanlah yang terbaik di antara kamu
orang yang meninggalkan urusan dunianya kare-
na (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula
(orang yang terbaik) orang yang meninggalkan akhi-
ratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga
ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu ada-
lah (perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan
janganlah kamu menjadi beban orang lain” (HR.
Ibnu Asakir). (Abd Wadud, 2011: 94).
Al-Albani (1997: I: 542-3) menilai hadis ini
batil. Salah seorang periwayat dalam sanad-
nya bernama Yazid bin Ziyad dinilai oleh kritikus
hadis sebagai tertuduh dusta. Bukhari menilai-
nya sebagai munkar al-Êadi (hadisnya munkar).
Abu Hatim juga menilainya demikian, bahkan ia
mengatakan seolah-olah palsu. Hadis ini dibahas
juga pada Kelas XII Madrasah Aliyah.
Selain hadis ini sebagai pembahasan
utama, juga ada hadis lain yang disebutkan
ketika menjelaskan mengenai keseimbangan hi-
dup di dunia dan di akhirat, yaitu:
Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seakan-
akan kamu akan hidup selama-lamanya, dan be-
kerjalah untuk kepentingan akhiratmu seakan-
akan kamu akan mati besok. (HR. Ibnu Asakir).
(Abd Wadud, 2011: 96).
Al-Albani (1997: II) menilai riwayat ini bukan
hadis Nabi. Ibnu Mubarak meriwayatkannya ber-
sumber dari Abdullah ibn ‘Amr ibn Ash bahwa ha-
dis ini mawquf, dan ternyata juga munqai’ (ter-
putus sanadnya). Ini berarti daif. Syakir (2001:
88) mengatakan bahwa riwayat ini adalah
ucapan Abdullah bin Umar. Riwayat ini diulang
lagi pada Kelas XII Madrasah Aliyah.
Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 9 Ma-
drasah Tsanawiyah memuat enam hadis, yaitu:
Dari Ibnu Umar Ra. Sesungguhnya nabi Saw. te-
lah memberikan kebun beliau kepada penduduk
Khaibar agar memelihara kebun itu, dengan perjan-
jian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan-
nya, baik dari buah-buahan atau hasil pertanian.
(HR. Muslim). (Abd Wadud, 2011: 32).
Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber
dari Ibnu Umar kualitasnya sahih.
Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Mahabaik menye-
nangi yang baik. Dia Mahabersih, menyenangi yang
bersih. Ia Pemurah, menyenangi kemurahan. Dia
Penyayang (dermawan), menyenangi kasih sayang.
Maka bersihkanlah halaman rumahmu!” (HR. at-
Turmudzi). (Abd Wadud, 2011: 34).
Tirmidzi (t.th.: IV: 198) yang meriwayatkan
hadis ini menilai bahwa hadis ini garib. Salah
seorang periwayatnya bernama Khalid bin Ilyas
dinilai daif. Ahmad bin Hambal menolak hadis
ini . Bukhari menilainya sebagai munkar al-
Êadi. Dengan penilaian seperti ini, maka hadis
ini adalah sangat daif.
“Dari Ibnu Umar Ra., bahwa Rasulullah Saw. ber-
sabda, ‘Ada seorang wanita yang disiksa (oleh Al-
lah) karena seekor kucing yang dikurungnya sampai
mati, maka masuklah wanita itu ke dalam neraka
sebab (perbuatannya) mengurung kucing ini ,
tidak ia beri makanan dan minuman, dan tidak ia
biarkan mencari makanan sendiri dari binatang-bi-
natang kecil di tanah” (HR. Muttafaq Alaih). (Abd
Wadud, 2011: 36).
Hadis ini diriwayatkan dan disepakati
Bukhari dan Muslim, kualitasnya sahih.
“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena
sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
Hadis Daif dan Palsu dalam Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah
238 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 02 Juli - Desember 2012
muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan
sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu
karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.” (HR.
Ibnu Abdil Bar). (Abd Wadud, 2011: 72).
Hadis ini dinilai para ahli sebagai hadis yang
sangat daif, yaitu hadis munkar. Bahkan ada
yang menilainya sebagai palsu, (Yaqub, 2003: 1-
4; as-Sakhâwi, 1429 H/2008 M.: 73; al-’Ajlûnî,
1421 H/2000 M.: I: 154; Al-Albani, 1997: I: 450-
451) sebagaimana telah dijelaskan pada buku pel-
ajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 6 Madrasah Ibtid-
aiyah di atas.
“Dari Abu Darda, saya mendengar Rasulullah Saw.
bersabda, ‘Kelebihan seorang alim dari seorang ‘abid
(orang yang suka beribadah) seperti kelebihan bulan
pada bintang-bintang, dan sesungguhnya para ula-
ma itu pewaris nabi-nabi, mereka tidak mewariskan
dinar (uang) dan tidak (mewariskan) dirham, tetapi
mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya, maka
berarti ia mengambil bagian yang cukup banyak” (HR.
Abu Dawud dan Tirmidzi). (Abd Wadud, 2011: 74).
Hadis ini diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi,
dan lainnya bersumber dari Abu Darda’. Ibnu
Hibban dan Hakim menilai bahwa hadis ini sa-
hih. (Al-‘Ajluni, 1421 H/2000 M.: II: 83).
“Dari Jabir bin Samrah berkata, Rasulullah saw.
bersabda, Pastilah bahwasanya seseorang yang
mendidik anaknya itu lebih baik daripada sadaqah
satu sa’ (segantang)” (HR. At-Tirmizi). (Abd
Wadud, 2011: 77).
Tirmidzi (t.th.: III: 227) yang meriwayatkan
hadis ini mengakui bahwa hadis ini garib, dan
salah seorang periwayatnya bernama Nashih
menurut para ahli hadis menilainya tidak kuat.
Syu’aib al-Arnauth menilai hadis ini sanadnya
daif. Al-Albani (1997: IV: 365-6) juga menilai
hadis ini sangat daif.
Selain hadis ini sebagai pembahasan
utama, juga ada hadis lain yang disebutkan
ketika menjelaskan mengenai keseimbangan
hidup di dunia dan di akhirat, dikatakan Rasu-
lullah Saw. bersabda:
Barang siapa menghendaki kehidupan dunia, maka
dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki ke-
hidupan akhirat, maka dengan ilmu, dan barang siapa
yang menghendaki keduanya (kehidupan dunia dan
akhirat), maka dengan ilmu.” (Abd Wadud, 2011: 73).
Riwayat ini bukanlah hadis Nabi Saw., me-
ODLQNDQXFDSDQ$O,PDPDV\6\D¿¶LVHEDJDLPDQD
dikemukakan Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub yang
mengutip dari Al-Majmû’ SyaÊ DO0XKD**DE
karya Imam an-Nawawi (Yaqub, 2003: 72-3; as-
Sidawi, 2008: 56-7). Oleh karena itu, riwayat di
atas tidak boleh dinisbahkan kepada Nabi Saw.
dan diklaim sebagai sabda Nabi Saw. Kalau tetap
diklaim sebagai hadis, maka itulah yang disebut
hadis palsu.
Demikian juga pada penjelasan berikutnya
disebutkan bahwa di hadis lain Rasulullah juga
menegaskan, bahwa menuntut ilmu itu tidak
mengenal batas usia:
“Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai liang la-
hat.” (Abd Wadud, 2011: 74).
Hadis ini tidak ditemukan dalam berbagai
kitab hadis. As-Sidawi (2008: 56) mengutip dari
al-AÊâdî al-Mardûdah (h. 12) karya Sa’id bin
Shalih al-Ghamidi bahwa riwayat ini dinilai oleh
Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Bâz sebagai
hadis yang tidak ada asalnya. Istilah seperti ini
menunjukkan bahwa riwayat ini bukan
hadis Nabi SAW. atau kalau disebut hadis berarti
hadis palsu. Makanya penulisan riwayat ini
tidak pernah ditulis nama periwayatnya, karena
memang tidak ada asalnya.
Berdasarkan data dari buku pelajaran Al-
Qur’an Hadis 7 sampai 9 ini diketahui bahwa
selama 3 tahun sekolah di Madrasah Tsanawiyah
hanya 15 hadis sebagai pembahasan utama dan
enam hadis sebagai penjelasan. Jumlahnya 21
hadis yang dipelajari.
Materi Pembelajaran Hadis di Madrasah
Ibtidaiyah dan Tsanawiyah
Selama enam tahun di Madrasah Ibtidaiyah
ada 16 hadis sebagai materi pokok pembahasan
yang dipetakan dalam 12 tema, yaitu tentang
kebersihan, hormat kepada orang tua, salat ber-
jamaah, persaudaraan, niat, silaturahim, me-
nyayangi anak yatim, takwa, ciri-ciri orang mu-
QD¿NNHXWDPDDQPHPEHULDPDOVDOHKGDQWHQ-
tang persaudaraan.
Adapun pelajaran Al-Qur’an Hadis di Ma-
drasah Tsanawiyah ada 15 hadis yang dipelajari
selama tiga tahun dengan materi pokok pem-
bahasan yang dipetakan dalam 15 tema, yaitu ten-
tang persatuan dan persaudaraan, akhlak kepada
tetangga, bergaul dengan tetangga, kebenaran
Islam dan istiqamah, ibadah, ketakwaan dan iba-
dah, tolong menolong, mencintai anak yatim, ke-
seimbangan hidup di dunia dan akhirat, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam, menjaga ke-
bersihan, menjaga kelestarian lingkungan, perin-
tah menuntut ilmu pengetahuan dan menghargai
waktu, keutamaan orang yang berilmu, dan ten-
tang pendidikan.
Materi pokok pembahasan dalam buku
ini terjadi pengulangan dan hadisnya pun
juga diulang-ulang, seperti hadis tentang persau-
daraan disebutkan hingga tiga kali. Pertama di
kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah ”Hadis tentang Per-
saudaraan”. Hadisnya ditulis riwayat Muslim.
Kedua di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah ”Hadis
tentang Persatuan dan Persaudaraan”. Hadis-
nya ditulis riwayat Bukhari. Ketiga di kelas 8
Madrasah Tsanawiyah ”Hadis tentang Tolong-
menolong”. Hadisnya ditulis riwayat Bukhari.
Demikian juga pembahasan tentang menya-
yangi anak yatim, hadisnya sudah dipelajari dan
dibahas pada kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah. Pada
pelajaran kelas 8 Madrasah Tsanawiyah dipela-
jari dan dibahas lagi dengan judul “Hadis ten-
tang Mencintai Anak Yatim”.
sesudah menelusuri dan meneliti hadis-hadis
dalam buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Madrasah
Ibtidaiyah (MI) dan Tsanawiyah (MTs), dapat di-
simpulkan penelusuran dan penelitian terhadap
18 hadis yang dipelajari di Madrasah Ibtidaiyah
ini , ternyata ditemukan bahwa hanya 11
hadis yang sahih. Tiga hadis sangat daif, dan satu
lagi hadis palsu. Lebih rinci dapat dilihat pada
Tabel 8.1 berikut ini:
Tabel 8.1: Rincian Hadis dalam Buku
Pelajaran Al-Qur’an Hadis di MI
Kelas
H a d i s
Jumlah Ketr.Sahih Hasan Daif Sangat
Daif
Palsu
1 1 1 - 2 1 5
2 1 - - - - 1
3 2 - - - - 2
4 1 - - 1 - 2
5 3 - - - - 3
6 3 - - - - 3
Jumlah 11 1 - 3 1 16
Selain hadis yang dijadikan pokok pembahas-
an ini , ada juga hadis yang dikemukakan se-
bagai penjelasan mengenai materi yang dibahas
dan ada satu hadisnya sangat daif, dan satu hadis
yang belum diketahui kualitasnya. Dengan demi-
kian, ada empat hadis yang sangat daif.
Adapun hadis-hadis yang dipelajari di Ma-
drasah Tsanawiyah sebanyak 21, ternyata ditemu-
kan bahwa hanya 11 hadis yang sahih. Empat
hadis sangat daif (mendekati palsu). Hal itu ter-
inci dalam Tabel 8.2.
Tabel 8.2: Rincian Hadis dalam Buku
Pelajaran Al-Qur’an Hadis di MTs
Kelas
H a d i s
Jumlah Ketr.Sahih Hasan Daif Sangat
Daif
Palsu
7 6 - - - - 6
8 2 - - 1 - 3
9 3 - - 3 - 6
Jumlah 11 - - 4 - 15
Selain hadis yang dijadikan pokok pembahas-
an ini , ada juga hadis yang dikemukakan se-
bagai penjelasan mengenai materi yang dibahas,
Hadis Daif dan Palsu dalam Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah
240 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 02 Juli - Desember 2012
yaitu satu sahih, satu daif, dan tiga palsu, satu lagi
bukan sabda Nabi Saw., melainkan hanya ucapan
sahabat Nabi Saw., yaitu ucapan Abdullah bin
Umar, dan kualitasnya daif. Apabila dijumlahkan
semua hadis di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsana-
wiyah akan terlihat pada Tabel 8.3 berikut.
7DEHO: Rincian Hadis dalam Buku
Pelajaran Al-Qur’an Hadis di MI dan MTs
H a d i s
Ucapan
Sahabat
Jumlah
Sahih Hasan Daif
Sangat
Daif
Palsu
Belum
Diketahui
23 1 2 6 5 1 1 39
Saran
Mengacu pada hasil penelusuran dan penelitian
ini di atas, maka ada beberapa hal yang perlu
direkomendasikan dan disarankan, antara lain:
1. Materi pelajaran Al-Qur’an Hadis Madrasah
Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, khususnya hadis-
hadisnya perlu ditinjau ulang.
2. Selayaknya materi hadis-hadis yang diajarkan
pada Madrasah ini adalah hadis-hadis
sahih, sehingga para murid terbiasa dengan
menerima informasi yang baik dan benar,
yaitu hadis sahih. Bukan dengan hadis daif,
apalagi hadis palsu.
3. Tema pembahasannya perlu ditataulang se-
hingga tidak terjadi pengulangan tema dan
pengulangan hadis hingga tiga kali.