Selasa, 01 April 2025

Hadist palsu daif madrasah

 



Penelitian ini difokuskan pada hadis-hadis 

yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah dan 

Tsanawiyah, mengingat pada tingkatan ini adalah 

sangat mendasar dan sangat berpengaruh pada 

proses pembelajaran dan pembentukan daya 

hapal, paham, dan keyakinan serta pengamalan 

dan karakter dalam hubungannya dengan hadis 

ini . Berdasarkan pada buku pelajaran Pen-

didikan Agama Islam Al-Qur’an Hadis pada Mad-

rasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang didasar-

kan kurikulum 2008 sesuai dengan Peraturan 

Menteri Agama (Permenag) RI No. 2 Tahun 

2008, diketahui Hadis yang diajarkan sebagai 

pembahasan utama di Madrasah Ibtidaiyah seba-

nyak 16 hadis dan satu hadis sebagai penjelasan 

mengenai materi yang terkandung dalam hadis 

yang dibahas. Adapun hadis sebagai pembahasan 

utama di Madrasah Tsanawiyah ada 15 hadis dan 

enam hadis lainnya sebagai penjelasan terhadap 

hadis yang dibahas. Jadi, jumlahnya 38 hadis. 

Hadis-hadis inilah yang akan diteliti. Bagaimana 

kualitas hadis-hadis ini .   

Bertolak dari pentingnya penelitian ini  

dan agar lebih terarah dan fokus, maka masalahnya 

dirumuskan dan dibatasi pada kualitas dan materi 

hadis yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah dan 

Tsanawiyah. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang 

ada  dalam buku pelajaran Al-Qur’an Hadis di 

Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah 

Kurikulum 2008? Hadis-hadis tentang apa saja 

yang diajarkan di Madrasah ini ? 


pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Ibtidai-

yah dan Tsanawiyah, apakah hadis ini  sa-

hih, hasan, daif atau palsu. Selain itu, juga untuk 

mengetahui tema atau materi hadis apa diajar-

kan. Apakah tema atau materinya tidak berulang-

ulang, sudah diajarkan pada kelas satu dan ternya-

ta   diajarkan  lagi pada kelas tiga dan kelas enam. 

hadis 

sahih, hadis daif, dan hadis palsu. Hasil ini sangat 

berguna baik secara individual bagi siswa, guru, 

maupun secara institusional bagi madrasah itu 

sendiri terutama dalam penyusunan kurikulum. 

Siswa tidak lagi diajari dan disuguhi hadis-hadis 

daif dan palsu. Demikian juga bagi guru dapat 

mengajarkan kepada mereka hadis-hadis sahih 

sebagai landasan yang bisa dipertanggungjawab-

kan. Bagi keperluan lembaga dan penyusunan 

kurikulum tidak lagi memuat dan mengajarkan 

hadis-hadis daif dan hadis-hadis palsu. Demikian 

juga dengan penelitian ini diharapkan tema atau 

materi hadis yang diajarkan tidak berulang-ulang 

hingga lebih dari dua kali.   

Kerangka Teori

Sebagai kerangka teori akan dijelaskan ten-

tang hadis daif dan hadis palsu. Hadis Nabi 

Saw. dilihat dari segi kualitasnya terdiri atas tiga 

macam; yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis 

daif. Memahami terminologi hadis daif, terlebih 

dahulu harus memahami terminologi hadis sa-

hih dan hadis hasan. Kalau sudah mengerti dan 

memahami hadis sahih dan kriterianya, maka 

pengertian hadis daif juga dipahami, sebab hadis 

daif adalah hadis yang tidak memenuhi kriteria 

hadis sahih dan hadis hasan. Hadis sahih adalah 

hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil 

dan sempurna ke-2âbi-annya, sanadnya bersam-

bung, tidak mengandung V\D* (rancu) dan ‘illat 

(cacat). Kalau periwayatnya 2âbi namun ke-2âbi-

annya tidak sempurna, maka kualitas hadisnya 

menjadi hasan, tetapi kalau bersifat ‘adil, 2âbi

dan sanadnya terputus serta ada  cacat dan 

kejanggalan di dalamnya, maka kualitasnya tidak 

lagi sahih, melainkan daif. Kesahihan suatu hadis 

ditentukan oleh kriteria ini . Dengan demi-

kian, hadis daif ialah hadis yang tidak memenuhi 

kriteria hadis sahih dan hadis hasan (Hasyim, 

t.th.: 86).

Ke-daif-an hadis disebabkan pada sanad dan 

matannya. Pada sanadnya disebabkan karena 

terputus, kualitas moral (ke-’adil-an) periwayat-

nya cacat, dan kualitas intelektual (ke-2âbi-an) 

periwayatnya rusak (Hasyim, t.th.: 97, 112, dan 

120). Sedangkan pada matannya, karena susunan 

redaksinya bermasalah, kandungan maknanya 

rancu, bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis sa-

hih, fakta sejarah, dan akal sehat (al-Adlabî, 1403 

H/1983 M:  238). Hadis daif yang disebabkan 

karena sanadnya terputus, seperti hadis mursal, 

mu’allaq, mu’²al, dan munqai’ dinilai sebagai 

hadis daif yang “ringan” sehingga kualitasnya da-

pat berubah menjadi hadis Êasan li gairihi, ka-

lau ada hadis lainnya yang mendukung dan me-

nguatkannya. Demikian pula hadis daif karena 

periwayatnya mubham (identitasnya samar-sa-

mar) atau hapalannya kurang, maka hadis-hadis 

daif seperti ini juga dapat berubah kualitasnya 

menjadi hadis Êasan li gairihi. Berbeda dengan 

hadis daif karena kualitas moral periwayatnya 

cacat, seperti dusta, tertuduh dusta, atau telah 

berbuat fasik. Hadis-hadis daif seperti ini dinilai 

“berat” atau sangat daif bahkan mendekati level 

maw²u’ sehingga tidak dapat berubah kuali-

tasnya, tidak dapat dibantu dan didukung oleh 

adanya hadis lain (Hasyim, t.th.: 90). 

Hadis daif bermacam-macam dan derajatnya 

pun beragam. Dalam hal penggunaannya pun 

juga berbeda-beda. Para ulama hadis membo-

lehkan periwayatan hadis-hadis daif yang tidak 

berkaitan masalah akidah dan hukum halal dan 

haram. Mereka membolehkan meriwayatkan 

hadis-hadis daif tentang at-targib wa at-tarhib, 

(yakni hadis-hadis yang memuat berita gembira 

dan ancaman sebagai motivasi untuk selalu ber-

buat kebaikan dan menjauhi larangan), hadis-

hadis tentang kisah dan nasehat-nasehat tanpa 

harus menjelaskan ke-daif-annya, selama bukan 

hadis palsu atau yang menyerupainya (’Itr, 1401 

H/1981 M:  296). Hadis-hadis yang menyerupai 

hadis palsu adalah hadis yang sangat daif, seperti 

hadis munkar, hadis matruk, dan semacamnya. 

Hadis-hadis yang boleh diriwayatkan tanpa perlu 

menjelaskan ke-daif-annya adalah hadis-hadis 

daif yang “ringan”, seperti hadis daif karena sa-

nadnya terputus, misalnya hadis mursal, hadis 

mu’allaq, hadis mu’²al, dan semacamnya. Ada-

pun hadis-hadis daif yang sangat “berat”, karena 

periwayatnya cacat, misalnya pendusta, tertuduh 

dusta, munkar al-Êadi, matruk al-Êadi. Hadis 

mereka ini disebut hadis munkar dan hadis 

matruk. Hadis seperti ini tidak boleh diriwayat-

kan. Kalau diriwayatkan saja tidak boleh apalagi 

diamalkan. Ibn Hajar al-’Asqalâni (852 H/1449 

M) menyebutkan bahwa hadis daif yang dapat di-

amalkan dalam fa²âil al-a’mal (keutamaan-keu-

tamaan amal) dengan ketentuan tiga syarat, yaitu: 

1) Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis 

daif yang tidak terlalu daif sehingga tidak bisa 

diamalkan hadis yang hanya diriwayatkan 

oleh seorang pendusta atau dituduh dusta atau 

orang yang banyak kesalahan.

2) Hadis daif itu berada di bawah suatu dalil yang 

umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis 

daif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.

3) Ketika hadis daif yang bersangkutan diamal-

kan tidak disertai keyakinan atas kepastian ke-

beradaannya untuk menghindari penyandaran 

kepada Nabi Saw. sesuatu yang ia tidak sab-

dakan (al-Khathib, 1409 H/1989 M: 351). 

Adapun hadis palsu atau hadis maw²u’ 

adalah suatu kedustaan yang dibuat-buat lalu di-

nisbahkan kepada Rasulullah Saw. (aìëahhân, 

t.th.: 75). Hadis maw²u’ ini merupakan bagian 

dari hadis daif yang paling buruk, sebab hadis 

maw²u’ ini merupakan suatu kedustaan atas 

nama Rasulullah Saw. 

Hal ini semua menunjukkan bahwa ulama 

hadis sangat konsisten pada sikap kejelian dan ke-

hati-hatian sehingga tidak memperbolehkan peri-

wayatan hadis daif dengan menggunakan kata-kata 

yang mengesankan kepastian dalam menyandar-

kan hadis daif itu kepada Rasulullah SAW. Tidak 

boleh mengatakan Rasulullah Saw. bersabda…, 

Rasulullah Saw. melakukan…, Rasulullah Saw. 

memerintahkan…, dan kata-kata lainnya yang 

mengesankan kepastian benar-benar datang dari 

Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kalau mengutip 

suatu riwayat yang tidak diketahui secara pasti 

kualitasnya atau diragukan, maka secara etis se-

baiknya dikatakan: ”Diriwayatkan dari Rasulullah 

Saw…, diriwayatkan…, ada riwayat menjelaskan..., 

diceritakan…, atau disampaikan kepada kita…. 

Dikatakan Rasulullah Saw. bersabda, melakukan, 

atau memerintahkan… kalau sudah yakin bahwa 

riwayat yang disampaikan itu adalah benar-benar 

hadis Nabi Saw. dan jelas kualitasnya sahih atau 

hasan (’Itr, 1401 H/1981 M:  296-7).  


Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat 

deskriptif-kualitatif. Maksudnya penelitian yang 

akan menggambarkan data dan fakta apa adanya 

yang ditemukan. Lalu data ini  dikumpul-

kan, lalu dianalisis dalam rangka mengambil 

kesimpulan. Adapun sumber datanya adalah 

buku pelajaran Al-Qur’an Hadis yang dipakai di 

Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang di-

dasarkan pada Kurikulum 2008 sesuai Peratu-

ran Menteri Agama RI No. 2 Tahun 2008 yang 

merupakan sumber data utama, yaitu: 

1. Al-Qur’an Hadis Kelas 1 Madrasah Ibtidai-

yah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat 

lima hadis. 

2. Al-Qur’an Hadis Kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah 

karya Drs. Rasi’in memuat satu hadis. 

3. Al-Qur’an Hadis Kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah 

karya Drs. H. Ahmad Syatibi, MA., memuat 

dua hadis.  

4. Al-Qur’an Hadis Kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah 

karya Drs. Rasi’in memuat dua hadis.   

5. Al-Qur’an Hadis Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah 

karya Drs. H. Ahmad Syatibi, MA., memuat 

tiga hadis.   

6. Al-Qur’an Hadis Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah 

karya Drs. Rasi’in memuat tiga hadis.   

7. Al-Qur’an Hadis Kelas 7 Madrasah Tsanawi-

yah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat 

enam hadis. 

8. Al-Qur’an Hadis Kelas 8 Madrasah Tsana-

wiyah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat 

tiga hadis.   

9. Al-Qur’an Hadis Kelas 9 Madrasah Tsanawi-

yah karya Drs. Abd Wadud, MA., memuat 

enam hadis.  

Berdasarkan data ini  diketahui bahwa 

jumlah hadis yang dipelajari selama di Madrasah 

Ibtidaiyah adalah 16 hadis ditambah dua hadis 

lainnya sebagai penjelasan terhadap hadis yang 

dibahas. Dan di Madrasah Tsanawiyah sebanyak 

15 hadis dan enam hadis sebagai penjelasan terha-

dap hadis yang dibahas. Dengan demikian jumlah 

totalnya adalah 39 hadis. Hadis-hadis yang ada 

dalam buku pelajaran ini  yang akan diteliti, 

bagaimana kualitas hadis ini , kecuali hadis-

hadis yang diriwayatkan Bukhari atau Muslim, 

sebab hadis ini  dipastikan kualitasnya sa-

hih. Namun, hadis yang ditulis sebagai riwayat 

Bukhari atau Muslim, tetap dilacak ke sumber 

aslinya, sebab bisa saja ada hadis disebut riwayat 

Bukhari dan Muslim, ternyata tidak ada dalam 

Sahih Bukhari dan Muslim. Penelitian terhadap 

hadis-hadis ini  menggunakan ilmu kritik 

hadis, yaitu ilmu yang membahas dan menetap-

kan adanya ke-iqah-an atau kecacatan pada diri 

pribadi periwayat sehingga dengan demikian da-

pat dipisahkan antara hadis sahih dan hadis daif. 

(A’zhamî, 1402 H/1982 M.: 5).   

Penelitian dan analisis terhadap hadis-hadis 

ini  menggunakan kitab rijâl al-hadi, yakni 

NLWDENLWDE \DQJ PHPEDKDV ELRJUD¿ SDUD SHUL-

wayat hadis. Berdasar pada buku inilah diperoleh 

informasi mengenai penilaian kualitas mereka. 

Demikian juga kitab-kitab takhrij hadis atau kitab 

yang sudah memberikan penilaian mengenai 

kualitas hadis-hadis ini . Termasuk yang 

lebih membantu dan memudahkan sumber pen-

carian adalah menggunakan CD Program Hadis 

Mawsû’ah al-Éadi asy-Syarif atau Al-Kutub at-

Tis’ah dan al-Maktabah asy-Syâmilah. 

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Analisis terhadap Hadis-hadis dalam 

Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis 

Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 1 Mad-

rasah Ibtidaiyah memuat lima hadis, yaitu: 

Islam itu bersih, karena itu jadilah kamu orang yang 

bersih, karena tidak akan masuk surga kecuali orang 

yang bersih (HR. Ad-Dailamy). 

Hadis ini diriwayatkan Thabarani dalam 

kitabnya al-Mu’jam al-Ausa. Salah seorang 

periwayat dalam sanadnya bernama Na’im bin 

Muwarri’ adalah daif (Al-Haitsami, t.th.: 309). 

Menurut al-‘Iraqi (806 H/1404 M) hadis yang 

diriwayatkan Thabarani ini adalah sangat daif 

(As-Sakhawi, 1429 H/2008 M: 159; al-‘Ajluni, 

1421 H/2000 M: 341). Dengan penilaian ini, 

maka hadis ini kualitasnya sangat daif.  

Kebersihan sebagian dari iman (HR. Tirmidzi). 

Menurut Nashiruddin al-Albani, hadis ini 

daif. Ia tidak menjelaskan sebab ke-daif-annya. 

Boleh jadi karena periwayatnya mubham, tak je-

las identitasnya. Salah seorang periwayatnya ha-

nya disebut (seorang laki-laki 

dari kalangan warga Bani Sulaim). Ketidakjelasan 

ini merupakan suatu kecacatan dalam ilmu hadis 

sehingga hadis ini daif. Hanya saja, daif seperti 

ini termasuk daif ”ringan”. Oleh karena selain pe-

riwayatannya melalui seorang mubham dan daif-

nya ringan ini, juga melalui jalur lain, maka inilah 

yang namanya hadis hasan, yaitu hadis yang diri-

wayatkan melalui sanad yang di dalam sanadnya 

tidak ada  periwayat yang dituduh berdusta; 

tidak V\D*, dan diriwayatkan melalui sanad lain 

yang sederajat (At-Tirmidzi, t.th.: 413). Oleh ka-

rena itu, menurut Tirmidzi, hadis ini kualitasnya 

Êasan. Adapun hadis yang sahih dan tidak ada 

perbedaan penilaian para ahli hadis ialah:

Kebersihan separuh dari iman. (HR. Muslim bersum-

ber dari Abu Malik al-Asy’ari). 

Kebersihan bagian dari iman. 

Hadis ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab 

hadis, kecuali dalam Mu’jam al-Ausa karya ath-

Thabarani. Menurutnya hadis ini berasal dari Ibn 

Mas’ud dengan sanad yang sangat daif (al-’Iraqi, 

t.th.: 278). As-Sidawi (2008: 62) mengutip dari 

Fatawa al-Lajnah ad-Dâimah (IV/466) bahwa 

riwayat ini  tidak ada asalnya. Ucapan ini 

bukanlah hadis Nabi Saw., ia hanyalah ucapan 

yang beredar di lisan manusia lalu dianggap se-

bagai hadis. 

Agama dibangun di atas kebersihan (al-Hadis). 

Hadis ini tidak ditemukan dalam kitab-ki-

tab hadis. Hanya ditemukan dalam kitab IÊya’ 

‘Ulûm ad-Din karya imam al-Ghazali (505 H/1111 

M). Al-‘Iraqi (t.th.: 168) yang men-takhrij hadis-

hadis yang ada  dalam IÊya’ mengaku tidak 

menemukan sanad dan asal usul hadis ini . 

Hal ini dipertegas oleh as-Sakhawi (1429 H/2008 

M.: 152) dalam kitabnya Al-Maqâid al-Éasanah 

bahwa hadis ini tidak ditemukan sumbernya. ‘Itr, 

(1401 H.: 312) menjelaskan bahwa salah satu ciri 

atau kaedah penetapan kepalsuan suatu hadis 

ialah apabila telah diadakan penelitian terhadap 

suatu hadis ternyata menurut ahli hadis tidak 

ada  dalam hapalan para periwayat hadis dan 

tidak ada  dalam kitab-kitab hadis sesudah  

penelitian dan pembukuan hadis dilakukan de-

ngan sempurna. Berdasar pada kaedah ini, maka 

riwayat ini  dinilai sebagai hadis palsu.  

Kuncinya salat adalah suci. (HR. Abu Daud dan at-

Turmuzi). 

Hadis ini merupakan penggalan dari hadis 

yang selengkapnya berbunyi:

Hadis ini diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, 

Ibnu Majah, Ahmad, Darimi, dan Hakim. Kata Tir-

midzi hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ali ibn 

Abi Thalib ini sangat sahih dan inilah yang terbaik. 

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 2 Mad-

rasah Ibtidaiyah memuat satu hadis, yaitu: 

Dari Abdillah bin Amr bin Ash Ra. Nabi Saw. ber-

sabda: “Keridaan Allah itu didasarkan atas keridaan 

kedua orang tua, dan kemurkaan Allah itu didasar-

kan atas kemurkaan kedua orang tua”. (HR. Baiha-

qi). (Rasi’in, 2010: 132-3). 

Hadis ini diriwayatkan Baihaqi (t.th.: 338) 

dalam kitab Syu’ab al-Îmân. Hadis ini diriwayat-

kan juga oleh Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim. 

Menurut Ibnu Hibban, hadis ini kualitasnya sahih. 

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 3 Mad-

rasah Ibtidaiyah memuat dua hadis, yaitu: 

Salat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh de-

rajat dari salat sendiri. (Diriwayatkan oleh Bukhari 

dan Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber 

dari Ibnu Umar. Hadis ini kualitasnya sahih. 

Hanya saja pengutipan hadis ini disebutkan se-

bagai riwayat Bukhari. Padahal Bukhari meri-

wayatkan hadis ini  dengan susunan bahasa 

yang berbeda, yaitu menggunakan 

bukan kalimat . Riwayat se-

perti ini tidak tepat disebut riwayat Bukhari dan 

Muslim. Cukup disebutkan riwayat Muslim. 

Selanjutnya, Syatibi (2010: 141) mengemuka-

kan hadis berikut: 


Hadis ini tidak diterjemahkan. Hanya dican-

tumkan teksnya untuk dibaca dan dihafal diiringi 

tulisan latinnya. Hadis ini diriwayatkan Bukhari 

dan Muslim bersumber dari Abdullah bin Umar, 

dan kualitasnya sahih. 

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 4 Mad-

rasah Ibtidaiyah memuat dua hadis, yaitu: 

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya amal-

amal perbuatan itu tergantung niatnya. Dan se-

sungguhnya setiap orang akan memperoleh apa yang 

diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya itu 

karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada 

Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya 

itu untuk (memperoleh) dunia, maka ia akan mem-

peroleh dunia itu, atau untuk memperoleh wanita, 

ia akan (berhasil) menikahinya. Jadi, hijrahnya ter-

gantung kepada niat hijrahnya (HR. Bukhari dan 

Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim 

bersumber dari Umar bin Khattab, kualitasnya 

sahih. 

Kebaikan yang paling cepat mendatangkan balas-

an (pahala) adalah berbuat baik dan menyambung 

hubungan (kekeluargaan). Dan keburukan yang 

paling cepat mendatangkan balasan (siksa), adalah 

berbuat jahat dan memutuskan hubungan (kekelu-

argaan) (HR. Ibnu Majah). (Rasi’in, 2010: 82).

Menurut al-Haitsami, bahwa hadis ini daif, 

sebab dalam sanadnya ada  seorang peri-

wayat bernama Shalih bin Musa yang daif. Bah-

kan Nashiruddin al-Albani (1997) menilai bahwa 

hadis ini  sangat daif.  

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 5 Mad-

rasah Ibtidaiyah memuat tiga hadis, yaitu: 

Hadis ini dikutip Syatibi (2010: 48) tanpa 

diterjemahkan seperti hadis lainnya. Hanya ditu-

liskan huruf latin untuk untuk keperluan mem-

baca hadis, lalu dikemukakan arti kata-katanya 

saja. Hadis ini diriwayatkan Bukhari bersumber 

dari Sahl bin Sa’d Ra, kualitasnya sahih.

Hadis ini dikutip Syatibi (2010: 102) tanpa 

diterjemahkan seperti hadis lainnya. Hanya ditu-

liskan huruf latin untuk untuk keperluan mem-

baca hadis, lalu dikemukakan arti kata-katanya 

saja. Hadis ini diriwayatkan Tirmidzi bersumber 

dari Abu Dzarr. Menurut Tirmidzi, hadis ini has-

an sahih. 

Hadis ini dikutip Syatibi (2010: 116) tanpa 

diterjemahkan seperti hadis lainnya. Hanya ditu-

liskan huruf latin untuk untuk keperluan mem-

baca hadis, lalu dikemukakan arti kata-katanya 

saja. Hadis ini disepakati Bukhari dan Muslim, 

maksudnya keduanya meriwayatkan hadis yang 

bersumber dari sahabat yang sama, yaitu sama-

sama bersumber dari Abu Hurairah. Hadis ini sa-

hih. Hadis ini juga dibahas pada Madrasah Aliyah 

Kelas XII. 

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 6 Mad-

rasah Ibtidaiyah memuat tiga hadis, yaitu:

Dari Ibnu Umar Ra. sesungguhnya Rasulullah 

Saw. telah bersabda, “Tangan di atas lebih baik 

daripada tangan di bawah. Tangan yang di atas 

itu ialah yang memberi dan tangan yang di bawah 

itu ialah yang meminta” (HR. Muttafaq ‘Alaih). 


Hadis ini disepakati Bukhari dan Muslim 

bersumber dari Ibnu Umar. Hadis ini sahih. 

Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata, “Rasulullah Saw. 

bersabda, ‘Apabila anak Adam (manusia) mening-

gal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga (yaitu) 

sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan 

anak yang mendoakan kepadanya’ (HR. Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber 

dari Abu Hurairah, kualitasnya sahih. 

Dari Abi Musa Ra. Berkata, Rasulullah Saw. bersab-

da: “Orang mukmin terhadap orang mukmin lain-

nya, laksana suatu bangunan, sebagiannya mem-

perkuat (memperkokoh) sebagian yang lain” (HR. 

Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber 

dari Abu Musa. Hadis ini sahih. Hadis ini sudah 

dibahas pada Kelas 7 Madrasah Tsanawiyah dan 

Kelas 8 Madrasah Tsanawiyah. Selain hadis terse-

but sebagai pembahasan utama, juga ada  be-

berapa hadis yang disebutkan ketika menjelaskan 

mengenai ilmu yang dimanfaatkan, yaitu: 

“Kecelakaan bagi orang yang tidak berilmu, dan kece-

lakaanlah bagi orang yang berilmu tetapi tidak meng-

amalkannya” (HR. Abu Nu’aim). 

Hadis ini belum diketahi kualitasnya.

Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina (Rasi’in, 2011: 69).

Hadis ini dinilai daif oleh para ulama hadis, 

sebab salah seorang periwayat dalam sanadnya 

bernama Abu ‘Atikah Tarif ibn Sulaiman. Abu 

‘Atikah dinilai oleh kritikus hadis seperti al-’Uqai-

li sebagai matruk (tertolak). Bukhari menilai 

bahwa hadisnya munkar. An-Nasai menilai, ha-

disnya tidak kuat. Abu Hatim menilai, hadisnya 

*kKLE (dibuang). Kata as-Sulaimani, Abu ‘Atikah 

dikenal pernah memalsukan hadis. Ahmad ibn 

Hambal (243 H) tidak mengakui hadis ini . 

Ibn Hibban (354 H/965 M) menilai hadis ini batil, 

tidak ada dasar dan sumbernya (lâ ala lahû). Al-

Albani juga menilainya demikian (Yaqub, 2003: 

1-4; as-Sakhâwi, 1429 H/2008 M.: 73; al-’Ajlûnî, 

1421 H/2000 M.: 154; Al-Albani, 1997: 450-1). 

Bahkan Ibn al-Jauzi (1403 H/1983 M.: 215-216) 

dalam bukunya Al-Maw²û’ât (koleksi hadis-

hadis palsu) menilai bahwa hadis ini  adalah 

palsu. Dengan demikian hadis ini  kualitas-

nya sangat daif, yaitu hadis munkar. Bahkan ada 

yang menilainya sebagai palsu. Anehnya, hadis 

munkar ini, hadis yang mendekati derajat palsu, 

justru ditulis sebagai riwayat Bukhari dan Mus-

lim. Ini kesalahan yang sangat fatal dan diajarkan 

sejak awal di Madrasah Ibtidaiyah.  Riwayat ter-

sebut sudah dibahas juga pada Kelas 9 Madrasah 

Tsanawiyah. 

Berdasarkan data dari buku pelajaran Al-

Qur’an Hadis 1 sampai 6 ini  diketahui 

bahwa selama 6 tahun sekolah di Madrasah Ibti-

daiyah hanya 16 hadis sebagai pembahasan uta-

ma dan dua hadis sebagai penjelasan. Jumlahnya 

18 hadis yang dipelajari.  

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 7 Mad-

rasah Tsanawiyah memuat enam hadis, yaitu:

“Dari Abu Musa Ra., dari Nabi Saw. bersabda, ‘Se-

sungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lain-

nya bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya 

menguatkan yang lain. Ketika berkata itu Rasulullah 

Saw. mendekapkan jari-jarinya”  (HR. Bukhari). 

Hadis ini diriwayatkan Bukhari bersumber 

dari Abu Musa adalah sahih. 

Dari Abu Hurairah Ra. berkata, ‘bahwa Nabi Saw. 

bersabda, ‘Demi Allah tidak beriman, demi Allah 


tidak beriman, demi Allah tidak beriman,’ Ditanya, 

‘Siapakah ya Rasulullah?’ Jawab Nabi Saw., ‘Ialah 

orang yang tetangganya tidak merasa aman dari 

gangguannya’ (HR. Bukhari dan Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim 

dan kualitasnya sahih. Dalam teks hadis bagian 

akhirnya ditulis . Namun dalam 

terjemahan dan judulnya ditulis Hadis riwayat 

Bukhari dan Muslim. Istilah dan HR. 

Bukhari dan Muslim tidak sama. Apabila Bukhari 

dan Muslim meriwayatkan hadis bersumber dari 

sahabat yang sama. Tetapi apabila keduanya 

meriwayatkan hadis bersumber dari sahabat 

yang berbeda disebut (HR. Bukhari 

dan Muslim). 

Dari Abu Dzar Ra. berkata, bersabda Rasulullah Saw., 

‘Hai Abu Dzar, jika engkau memasak sayur, maka 

perbanyaklah airnya, dan perhatikanlah tetangga-

tetanggamu” (HR. Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Muslim dan kualitas-

nya sahih. 

“Dari Abi ‘Amrah (Sufyan) bin Abdullah Ra. berka-

ta, ‘Ya Rasulullah ajarkan kepadaku tentang Islam, 

sesuatu perkataan yang aku tidak menanyakannya 

lagi kepada seseorang selain engkau.’ Nabi ber-

sabda, ‘Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu 

berlakulah lurus (istiqamah)” (HR. Muslim). 

Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber 

dari Sufyan bin Abdullah dan kualitasnya sahih. 

“Dari Abi Ayyub bin Zaid al-Anshari Ra., bahwa 

seseorang berkata, ‘Ya Rasulullah beritahukanlah 

padaku amalan yang dapat memasukkan aku ke 

surga dan menjauhkan aku dari neraka.’ Nabi Saw. 

menjawab, ‘Engkau sembah Allah dan engkau tidak 

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, 

mendirikan salat, membayar zakat, dan menghu-

bungkan silaturahim” (HR. Bukhari Muslim). (Abd 

Wadud, 2011: 67). 

Hadis ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim, 

kualitasnya sahih. 

”Dari Abu Umamah Shuda bin ’Ajlan Al-Bahily ia 

berkata, ’Aku mendengar Rasulullah Saw. berkhut-

bah pada haji wada’ (haji yang terakhir), beliau ber-

sabda, ‘Bertakwalah kalian semua kepada Allah, lak-

sanakanlah salat lima waktu, berpuasalah di bulan 

Ramadan, tunaikanlah zakat dari hartamu, dan taat-

lah kepada pemimpinmu, maka kamu akan masuk 

surga yang diberikan Tuhanmu” (HR. At-Turmudzi). 

(Abd Wadud, 2011: 70). 

Hadis ini diriwayatkan Tirmidzi. Menurut-

nya hadis ini hasan sahih, maksudnya hadis yang 

bersangkutan sanadnya banyak dan mencapai 

derajat sahih. (‘Itr, 1401 H/1981 M.: 272). 

Selain hadis ini  sebagai pembahasan 

utama, juga ada  hadis lain sebagai penjelas-

an terhadap pembahasan utama yang terkandung 

dalam hadis ini . 

“Salat itu tiang barang siapa mendirikan salat ber-

arti ia telah mendirikan agama, dan barang siapa 

meninggalkan salat berarti ia telah menghancurkan 

agama” (HR. Baihaqi). (Abd Wadud, 2011: 71).  

Hadis ini diriwayatkan Baihaqi (t.th.: 324) 

dalam kitabnya Syu’ab al-Îmân dengan susunan 

redaksi:

Diriwayatkan dari ‘Ikrimah dari Umar, ia menga-



takan, ada seorang laki-laki dating kepada Rasulu-

llah dan bertanya, wahai Rasulullah, apa saja dalam 

Islam yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: 

“Shalat pada waktunya. Barangsiapa meninggalkan 

shalat, maka tidak ada agama baginya. Shalat itu 

tiang agama. (HR. Baihaqi). 

Baihaqi menulis beberapa kitab hadis, di 

antaranya As-Sunan al-Kubra. Biasanya hadis 

dalam kitab ini kebanyakan hadis-hadis hukum 

dan kualitasnya sahih. As-Sakhâwi (1429 H/2008 

M.: 274) dan Al-‘Ajluni (1421 H/2000 M.: 39-

40) menilai bahwa hadis ini daif. Al-Albani juga 

menilai yang sama. Di antara yang menyebab-

kan hadis ini daif ialah kata al-Hakim, ‘Ikrimah 

tidak pernah mendengar riwayat dari Umar. Ini 

namanya terputus sanadnya. Padahal salah satu 

syarat hadis itu sahih atau hasan adalah sanad-

nya bersambung. Menurut Hakim, ‘Ikrimah me-

nerima hadis dari Ibnu Umar, bukan ayahnya 

Umar bin Khattab. Kesalahan seperti ini menjadi 

penyebab hadis itu daif. Ibnu ash-Shalah meng-

akui tidak mengenal hadis dengan redaksi ini. 

Bahkan imam an-Nawawi (676 H/1373 M) meni-

lai sebagai hadis munkar dan batil. 

“Yang mula pertama akan dihisab (ditanyakan) ke-

pada seorang hamba pada hari kiamat ialah masalah 

shalat. Apabila salatnya baik, niscaya dinilai baiklah 

segala amalan lainnya. Jika salatnya rusak, maka di-

pandang buruklah semua amalnya” (HR. Thabrani 

dari Abdullah bin Qurthin). (Abd Wadud, 2011: 72).

Hadis ini diriwayatkan Thabarani dalam kitab 

al-Mu’jam al-Ausa. Salah seorang periwayat 

dalam sanadnya bernama Al-Qasm bin Usman. 

Ibnu Hibban memasukkan dalam kitabnya daftar 

orang-orang iqah (terpercaya), namun ia ter-

kadang salah dalam periwayatan. (Al-Haitsami, 

t.th.: 364). Dalam kitab aÊiÊ Kunûz as-Sunnah 

bahwa hadis riwayat Thabarani ini kualitasnya 

sahih. Demikian juga penilaian Al-Albani, bahwa 

hadis ini sahih. 

Dalam penjelasan terhadap pembahasan uta-

ma dikemukakan dalam sebuah hadis Nabi saw. 

yang diriwayatkan Abbas ra: 

”Ada lima perkara yang dapat membatalkan (meru-

sak) orang yang puasa, yaitu: Dusta, memperkata-

kan orang lain, menghasut/mengadu domba, sum-

pah atau kesaksian palsu, dan pandangan dengan 

syahwat”  (Abd Wadud, 2011: 72). 

Hadis ini diriwayatkan Dailami (t.th.: 197) 

bersumber dari Anas dengan redaksi:

Kata Ibnu Abi Hatim, (t.th.: 258) saya 

mendengar ayah saya (Abi Hatim) mengatakan 

bahwa hadis ini dusta. Az-Zaila’i mengatakan 

bahwa Ibnu al-Jauzi (t.th.: 195-6) memasukkan 

dalam kitabnya Al-Maw²û’ât (kumpulan hadis-

hadis palsu), dan ia menegaskan bahwa hadis 

ini palsu. 

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 8 Mad-

rasah Tsanawiyah memuat tiga hadis, yaitu: 

Dari Abi Musa Ra., dari Nabi Saw. bersabda; “Se-

sungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lain-

nya, bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya 

menguatkan  bagian yang lain. Ketika berkata itu 

Rasulullah Saw. mendekapkan jari-jarinya (HR. 

Bukhari). (Abd Wadud, 2011: 58). 

Hadis ini diriwayatkan Bukhari bersumber 

dari Abu Musa dan kualitasnya sahih. 

Dari Sahl bin Sa’ad dari Nabi Saw., ia bersabda: 

“Saya dan orang yang menjamin anak yatim di dalam 

surga nanti seperti ini.” Beliau menunjuk dengan 

dua jarinya, yaitu jari telunjuk dan jari tengah (HR. 

Bukhari). 

Hadis ini diriwayatkan Bukhari ber-

sumber dari Sahl bin Sa’ad kualitasnya sahih. 


Dari Anas Ra. Bahwasanya Rasulullah Saw. telah 

bersabda, “Bukanlah yang terbaik di antara kamu 

orang yang meninggalkan urusan dunianya kare-

na (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula 

(orang yang terbaik) orang yang meninggalkan akhi-

ratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga 

ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu ada-

lah (perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan 

janganlah kamu menjadi beban orang lain” (HR. 

Ibnu Asakir). (Abd Wadud, 2011: 94).

Al-Albani (1997: I: 542-3) menilai hadis ini 

batil. Salah seorang periwayat dalam sanad- 

nya bernama Yazid bin Ziyad dinilai oleh kritikus 

hadis sebagai tertuduh dusta. Bukhari menilai-

nya sebagai munkar al-Êadi (hadisnya munkar). 

Abu Hatim juga menilainya demikian, bahkan ia 

mengatakan seolah-olah palsu. Hadis ini dibahas 

juga pada Kelas XII Madrasah Aliyah. 

Selain hadis ini  sebagai pembahasan 

utama, juga ada  hadis lain yang disebutkan 

ketika menjelaskan mengenai keseimbangan hi-

dup di dunia dan di akhirat, yaitu: 

Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seakan-

akan kamu akan hidup selama-lamanya, dan be-

kerjalah untuk kepentingan akhiratmu seakan-

akan kamu akan mati besok. (HR. Ibnu Asakir). 

(Abd Wadud, 2011: 96).

Al-Albani (1997: II) menilai riwayat ini bukan 

hadis Nabi. Ibnu Mubarak meriwayatkannya ber-

sumber dari Abdullah ibn ‘Amr ibn Ash bahwa ha-

dis ini mawquf, dan ternyata juga munqai’ (ter-

putus sanadnya). Ini berarti daif. Syakir (2001: 

88) mengatakan bahwa riwayat ini  adalah 

ucapan Abdullah bin Umar. Riwayat ini diulang 

lagi pada Kelas XII Madrasah Aliyah. 

Buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 9 Ma-

drasah Tsanawiyah memuat enam hadis, yaitu:

Dari Ibnu Umar Ra. Sesungguhnya nabi Saw. te-

lah memberikan kebun beliau kepada penduduk 

Khaibar agar memelihara kebun itu, dengan perjan-

jian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan-

nya, baik dari buah-buahan atau hasil pertanian. 

(HR. Muslim). (Abd Wadud, 2011: 32). 

Hadis ini diriwayatkan Muslim bersumber 

dari Ibnu Umar kualitasnya sahih.

Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Mahabaik menye-

nangi yang baik. Dia Mahabersih, menyenangi yang 

bersih. Ia Pemurah, menyenangi kemurahan. Dia 

Penyayang (dermawan), menyenangi kasih sayang. 

Maka bersihkanlah halaman rumahmu!” (HR. at-

Turmudzi). (Abd Wadud, 2011: 34). 

Tirmidzi (t.th.: IV: 198) yang meriwayatkan 

hadis ini menilai bahwa hadis ini garib. Salah 

seorang periwayatnya bernama Khalid bin Ilyas 

dinilai daif. Ahmad bin Hambal menolak hadis 

ini . Bukhari menilainya sebagai munkar al-

Êadi. Dengan penilaian seperti ini, maka hadis 

ini  adalah sangat daif.  

“Dari Ibnu Umar Ra., bahwa Rasulullah Saw. ber-

sabda, ‘Ada seorang wanita yang disiksa (oleh Al-

lah) karena seekor kucing yang dikurungnya sampai 

mati, maka masuklah wanita itu ke dalam neraka 

sebab (perbuatannya) mengurung kucing ini , 

tidak ia beri makanan dan minuman, dan tidak ia 

biarkan mencari makanan sendiri dari binatang-bi-

natang kecil di tanah” (HR. Muttafaq Alaih). (Abd 

Wadud, 2011: 36).

Hadis ini diriwayatkan dan disepakati 

Bukhari dan Muslim, kualitasnya sahih. 

“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena 

sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap 

Hadis Daif dan Palsu dalam Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah

238 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 02 Juli - Desember 2012

muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan 

sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu 

karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.” (HR. 

Ibnu Abdil Bar). (Abd Wadud, 2011: 72). 

Hadis ini dinilai para ahli sebagai hadis yang 

sangat daif, yaitu hadis munkar. Bahkan ada 

yang menilainya sebagai palsu, (Yaqub, 2003: 1-

4; as-Sakhâwi, 1429 H/2008 M.: 73; al-’Ajlûnî, 

1421 H/2000 M.: I: 154; Al-Albani, 1997: I: 450-

451) sebagaimana telah dijelaskan pada buku pel-

ajaran Al-Qur’an Hadis Kelas 6 Madrasah Ibtid-

aiyah di atas. 

“Dari Abu Darda, saya mendengar Rasulullah Saw. 

bersabda, ‘Kelebihan seorang alim dari seorang ‘abid 

(orang yang suka beribadah) seperti kelebihan bulan 

pada bintang-bintang, dan sesungguhnya para ula-

ma itu pewaris nabi-nabi, mereka tidak mewariskan 

dinar (uang) dan tidak (mewariskan) dirham, tetapi 

mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya, maka 

berarti ia mengambil bagian yang cukup banyak” (HR. 

Abu Dawud dan Tirmidzi). (Abd Wadud, 2011: 74). 

Hadis ini diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, 

dan lainnya bersumber dari Abu Darda’. Ibnu 

Hibban dan Hakim menilai bahwa hadis ini sa-

hih. (Al-‘Ajluni, 1421 H/2000 M.: II: 83). 

“Dari Jabir bin Samrah berkata, Rasulullah saw. 

bersabda, Pastilah bahwasanya seseorang yang 

mendidik anaknya itu lebih baik daripada sadaqah 

satu sa’ (segantang)” (HR. At-Tirmizi). (Abd 

Wadud, 2011: 77). 

Tirmidzi (t.th.: III: 227) yang meriwayatkan 

hadis ini mengakui bahwa hadis ini garib, dan 

salah seorang periwayatnya bernama Nashih 

menurut para ahli hadis menilainya tidak kuat. 

Syu’aib al-Arnauth menilai hadis ini sanadnya 

daif. Al-Albani (1997: IV: 365-6) juga menilai 

hadis ini sangat daif. 

Selain hadis ini  sebagai pembahasan 

utama, juga ada  hadis lain yang disebutkan 

ketika menjelaskan mengenai keseimbangan 

hidup di dunia dan di akhirat, dikatakan Rasu-

lullah Saw. bersabda: 

Barang siapa menghendaki kehidupan dunia, maka 

dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki ke-

hidupan akhirat, maka dengan ilmu, dan barang siapa 

yang menghendaki keduanya (kehidupan dunia dan 

akhirat), maka dengan ilmu.” (Abd Wadud, 2011: 73). 

Riwayat ini bukanlah hadis Nabi Saw., me-

ODLQNDQXFDSDQ$O,PDPDV\6\D¿¶LVHEDJDLPDQD

dikemukakan Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub yang 

mengutip dari  Al-Majmû’ SyaÊ DO0XKD**DE 

karya Imam an-Nawawi (Yaqub, 2003: 72-3; as-

Sidawi, 2008: 56-7). Oleh karena itu, riwayat di 

atas tidak boleh dinisbahkan kepada Nabi Saw. 

dan diklaim sebagai sabda Nabi Saw. Kalau tetap 

diklaim sebagai hadis, maka itulah yang disebut 

hadis palsu. 

Demikian juga pada penjelasan berikutnya 

disebutkan bahwa di hadis lain Rasulullah juga 

menegaskan, bahwa menuntut ilmu itu tidak 

mengenal batas usia: 

“Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai liang la-

hat.” (Abd Wadud, 2011: 74). 

Hadis ini tidak ditemukan dalam berbagai 

kitab hadis. As-Sidawi (2008: 56) mengutip dari 

al-AÊâdî al-Mardûdah (h. 12) karya Sa’id bin 

Shalih al-Ghamidi bahwa riwayat ini dinilai oleh 

Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Bâz sebagai 

hadis yang tidak ada asalnya. Istilah seperti ini 

menunjukkan bahwa riwayat ini  bukan 

hadis Nabi SAW. atau kalau disebut hadis berarti 

hadis palsu. Makanya penulisan riwayat ini  

tidak pernah ditulis nama periwayatnya, karena 

memang tidak ada asalnya. 

Berdasarkan data dari buku pelajaran Al-

Qur’an Hadis 7 sampai 9 ini  diketahui bahwa 

selama 3 tahun sekolah di Madrasah Tsanawiyah 


hanya 15 hadis sebagai pembahasan utama dan 

enam hadis sebagai penjelasan. Jumlahnya 21 

hadis yang dipelajari. 

Materi Pembelajaran Hadis di Madrasah 

Ibtidaiyah dan Tsanawiyah

Selama enam tahun di Madrasah Ibtidaiyah 

ada 16 hadis sebagai materi pokok pembahasan 

yang dipetakan dalam 12 tema, yaitu tentang 

kebersihan, hormat kepada orang tua, salat ber-

jamaah, persaudaraan, niat, silaturahim, me-

nyayangi anak yatim, takwa, ciri-ciri orang mu-

QD¿NNHXWDPDDQPHPEHULDPDOVDOHKGDQWHQ-

tang persaudaraan. 

Adapun pelajaran Al-Qur’an Hadis di Ma-

drasah Tsanawiyah ada 15 hadis yang dipelajari 

selama tiga tahun dengan materi pokok pem-

bahasan yang dipetakan dalam 15 tema, yaitu ten-

tang persatuan dan persaudaraan, akhlak kepada 

tetangga, bergaul dengan tetangga, kebenaran 

Islam dan istiqamah, ibadah, ketakwaan dan iba-

dah, tolong menolong, mencintai anak yatim, ke-

seimbangan hidup di dunia dan akhirat, menjaga 

dan melestarikan lingkungan alam, menjaga ke-

bersihan, menjaga kelestarian lingkungan, perin-

tah menuntut ilmu pengetahuan dan menghargai 

waktu, keutamaan orang yang berilmu, dan ten-

tang pendidikan. 

Materi pokok pembahasan dalam buku 

ini  terjadi pengulangan dan hadisnya pun 

juga diulang-ulang, seperti hadis tentang persau-

daraan disebutkan hingga tiga kali. Pertama di 

kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah ”Hadis tentang Per-

saudaraan”. Hadisnya ditulis riwayat Muslim. 

Kedua di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah ”Hadis 

tentang Persatuan dan Persaudaraan”. Hadis-

nya ditulis riwayat Bukhari. Ketiga di kelas 8 

Madrasah Tsanawiyah ”Hadis tentang Tolong-

menolong”. Hadisnya ditulis riwayat Bukhari. 

Demikian juga pembahasan tentang menya-

yangi anak yatim, hadisnya sudah dipelajari dan 

dibahas pada kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah. Pada 

pelajaran kelas 8 Madrasah Tsanawiyah dipela-

jari dan dibahas lagi dengan judul “Hadis ten-

tang Mencintai Anak Yatim”.  


sesudah  menelusuri dan meneliti hadis-hadis 

dalam buku pelajaran Al-Qur’an Hadis Madrasah 

Ibtidaiyah (MI) dan Tsanawiyah (MTs), dapat di-

simpulkan penelusuran dan penelitian terhadap 

18 hadis yang dipelajari di Madrasah Ibtidaiyah 

ini , ternyata ditemukan bahwa hanya 11 

hadis yang sahih. Tiga hadis sangat daif, dan satu 

lagi hadis palsu. Lebih rinci dapat dilihat pada 

Tabel  8.1 berikut ini:

Tabel 8.1: Rincian Hadis dalam Buku 

Pelajaran Al-Qur’an Hadis di MI

Kelas

H  a   d   i   s

Jumlah Ketr.Sahih Hasan Daif Sangat 

Daif

Palsu

1 1 1 - 2 1 5

2 1 - - - - 1

3 2 - - - - 2

4 1 - - 1 - 2

5 3 - - - - 3

6 3 - - - - 3

Jumlah 11 1 - 3 1 16

Selain hadis yang dijadikan pokok pembahas-

an ini , ada juga hadis yang dikemukakan se-

bagai penjelasan mengenai materi yang dibahas 

dan ada satu hadisnya sangat daif, dan satu hadis 

yang belum diketahui kualitasnya. Dengan demi-

kian, ada empat hadis yang sangat daif. 

Adapun hadis-hadis yang dipelajari di Ma-

drasah Tsanawiyah sebanyak 21, ternyata ditemu-

kan bahwa hanya 11 hadis yang sahih. Empat 

hadis sangat daif (mendekati palsu). Hal itu ter-

inci dalam Tabel 8.2.

Tabel 8.2: Rincian Hadis dalam Buku 

Pelajaran Al-Qur’an Hadis di MTs

Kelas

H  a   d   i   s

Jumlah Ketr.Sahih Hasan Daif Sangat 

Daif

Palsu

7 6 - - - - 6

8 2 - - 1 - 3

9 3 - - 3 - 6

Jumlah 11 - - 4 - 15

Selain hadis yang dijadikan pokok pembahas-

an ini , ada juga hadis yang dikemukakan se-

bagai penjelasan mengenai materi yang dibahas, 

Hadis Daif dan Palsu dalam Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah

240 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 02 Juli - Desember 2012

yaitu satu sahih, satu daif, dan tiga palsu, satu lagi 

bukan sabda Nabi Saw., melainkan hanya ucapan 

sahabat Nabi Saw., yaitu ucapan Abdullah bin 

Umar, dan kualitasnya daif. Apabila dijumlahkan 

semua hadis di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsana-

wiyah akan terlihat pada Tabel 8.3 berikut.

7DEHO: Rincian Hadis dalam Buku 

Pelajaran Al-Qur’an Hadis di MI dan MTs

H   a   d   i   s

Ucapan 

Sahabat

Jumlah

Sahih Hasan Daif

Sangat 

Daif

Palsu

Belum 

Diketahui

23 1 2 6 5 1 1 39

Saran

Mengacu pada hasil penelusuran dan penelitian 

ini  di atas, maka ada beberapa hal yang perlu 

direkomendasikan dan disarankan, antara lain:

1. Materi pelajaran Al-Qur’an Hadis Madrasah 

Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, khususnya hadis-

hadisnya perlu ditinjau ulang.

2. Selayaknya materi hadis-hadis yang diajarkan 

pada Madrasah ini  adalah hadis-hadis 

sahih, sehingga para murid terbiasa dengan 

menerima informasi yang baik dan benar, 

yaitu hadis sahih. Bukan dengan hadis daif, 

apalagi hadis palsu. 

3. Tema pembahasannya perlu ditataulang se-

hingga tidak terjadi pengulangan tema dan 

pengulangan hadis hingga tiga kali. 


Related Posts:

  • Hadist palsu daif madrasah  Penelitian ini difokuskan pada hadis-hadis yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, mengingat pada tingkatan ini adalah sangat mendasar dan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran da… Read More