Selasa, 01 April 2025

Hadist maudu

 



Kaum Muslimin sepakat bahwa hadis 

merupakan sumber ajaran Islam kedua 

sesudah  Al-Qur’an. Banyak kita jumpai ayat 

Al–Qur’an dan hadis yang memberi  

pengertian bahwa hadis merupakan sumber 

hukum Islam selain Al–Qur’an. Keduanya, 

Al-Qur’an dan hadis merupakan dua sumber 

hukum pokok syariat Islam yang tetap, dan 

orang Islam tidak akan mungkin, bisa 

memahami syariat Islam secara mendalam 

dan lengkap tanpa kembali kepada kedua 

sumber Islam ini . Seorang mujtahid dan 

seorang ulama pun tidak diperbolehkan 

hanya mencukupkan diri dengan mengambil 

salah satu dari keduanya. Hadis itu sendiri 

secara istilah adalah segala peristiwa yang 

disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, 

baik perkataan, perbuatan dan apa yang 

didiamkan nabi. Untuk   Al-Qur’an semua 

periwayatannya   berlangsung   secara   

mutawatir.   Sedangkan periwayatan hadis 

sebagian berlangsung secara mutawatir dan 

sebagian lagi berlangsung secara ahad.  

Namun sangat disayangkan 

keberadaan hadis yang benar-benar berasal 

dari Rasulullah Saw, dinodai oleh munculnya 

hadis-hadis maudhu (palsu) yang sengaja 

dibuat-buat oleh orang-orang tertentu dengan 

tujuan dan motif yang beragam, dan 

disebarkan ditengah-tengah masyarakat oleh 

sebagian orang dengan tujuan yang beragam 

pula. Meyakini dan mengamalkan hadis 

maudhu merupakan kekeliruan yang besar, 

karena meskipun ada hadis maudlu yang 

isinya baik, namun  kebanyakan hadis palsu itu 

bertentangan dengan jiwa dan semangat 

Islam, lagi pula pembuatan hadis maudlu 

merupakan perbuatan dusta kepada Nabi 

Muhammad Saw. 

Dari sinilah  muncul  berbagai  

persoalan,  karena  sebagian  orang berusaha   

memanfaatkan   hadis   untuk   kepentingan   

diri sendiri. Mereka sengaja 

mengatasnamakan Rasulullah untuk  meraih  

keuntungan  dengan membuat hadis palsu 

atau mawḍū’. 

B. Hasil dan Pembahasan 

1. Pengertian Hadis Maudhu’ 

Hadis mauḍū’ berasal dari dua suku 

kata bahasa  Arab  yaitu al-Hadis dan al-

Mawḍū’. al-Hadis dari segi  bahasa  

mempunyai  beberapa pengertian seperti baru 

(al-jadīd) dan cerita (al-khabar). (Ajaj al-

Khatib, 2001, hal. 27). 

Apabila dilihat dari segi bahasa, kata 

maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari 

kata عضو  عيضي . Kata عضو memiliki 

beberapa makna, antara lain: 

(menggugurkan): اقسلٍاا ط   

(meninggalkan) : كترلا  (memalsukan dan 

mengada-adakan)  : ءاترفلٍاا و فلاتخلٍاا Arti 

yang  paling  tepat  disandarkan  pada  kata  

al-Maudhu’ supaya menghasilkan makna 

yang dikehendaki yaitu telah membuat. Oleh 

karena itu maudhu’ (di atas timbangan isim 


 

maf’ul –benda yang dikenai perbuatan) 

mempunyai arti yang dibuat.  

Adapun pengertian maudhu’ menurut 

istilah ulama hadis yaitu:  

وه ام بسن لىاٍ لوسرلا لص ى الله هيلع 

و لس م اقلاتخاو و باذك اهم لم هلقي وأ هلعفي وأ 

هرقي 

Artimya: “Sesuatu yang dinisbahkan kepada 

Rasulullah Saw dengan cara mengada-ada 

dan dusta , yaitu yang tidak pernah beliau 

sabdakan, beliau kerjakan maupun beliau 

taqrirkan”. ( Ajaj Al-Khatib, Ushul al Hadist 

1981:415) 

 

Para ahli hadis mendefinisikan 

bahwa Hadis Maudhu adalah: Hadis yang 

diciptakan dan dibuat-buat oleh orang-orang 

pendusta dan kemudian dikatakan bahwa itu 

hadis Rasulullah Saw. (Subhi Shalih, Ulumul 

hadts wa Musthalahuhu,: 263) 

Dari pengertian di atas dapat kita 

simpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah 

segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan 

pada Nabi Muhammad Saw, baik perbuatan, 

perkataan, maupun taqrir secara di buat-buat 

atau disengaja dan sifatnya mengada-ada atau 

berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalanh 

hadis yang diada-ada atau dibuat-buat (Ajaj 

al-Khatib, Ushulul Hadis : 415).  

Hadis semacam ini tentu saja tidak 

benar dan tidak dapat diterima tanpa 

terkecuali, sebab ini sesungguhnya bukan 

hadis, tindakan demikian adalah merupakan 

pendustaan terhadap Nabi Muhammad Saw. 

yang pelakunya diancam dengan neraka. dan 

hadis ini haram untuk disampaikan pada 

masyarakat umum kecuali hanya sebatas 

memberi  penjelasan dan contoh bahwa 

hadist ini  adalah maudhu’ (palsu). 

Hadis  maudhu’  ini  yang  paling  

buruk  dan  jelek  diantara  hadis-hadis dhaif 

lainnya. Ia menjadi bagian tersendiri diantara 

pembagian hadis oleh  para  ulama  yang  

terdiri  dari:  shahih,  hasan,  dhaif dan 

maudhu’. Maka maudhu’ menjadi satu 

bagian tersendiri. (al-Qathan, 2005, 145). 

Menamakan  hadis  maudhu -yang di  

negara  kita  dikenal  hadis  palsu-dengan  

sebutan  hadis  tidak  menjadi masalah,  

dengan  sebuah catatan.  Di antaranya,  saat  

menyampaikan  hadis ini   harus  

diumumkan  bahwa  ia  adalah hadis  palsu.  

Oleh  sebab  itu, berdasar  istilah  yang  benar,  

hadis  maudhu’  tidak  boleh  dikategorikan 

sebagai hadis walaupun disandarkan kepada 

hadis dhaif. 

  

2. Sejarah Kemunculan Hadis Maudhu’  

Masuknya   penganut   agama   lain 

ke   Islam, sebagai   hasil   dari penyebaran 

dakwah ke pelosok dunia,  secara  tidak 

langsung  menjadi faktor awal   dibuatnya   

hadis-hadis  maudhu’.  Tidak bisa dipungkiri 

bahwa sebagian dari mereka memeluk Islam 

karena benar-benar ikhlas dan tertarik dengan   

kebenaran   ajaran   Islam.   Namun   ada  

juga   segolongan   dari mereka yang 

menganut  Islam  hanya  karena  terpaksa  

mengalah  kepada kekuatan Islam pada masa 

itu. 

Golongan inilah yang kemudian 

senantiasa menyimpan dendam dan dengki 

terhadap Islam dan kaum  muslimin.  

 

Kemudian  mereka  menunggu peluang  yang  

tepat untuk  menghancurkan  dan  

menimbulkan  keraguan  di dalam hati orang 

banyak terhadap Islam.Peluang  ini   

terjadi  pada  masa  pemerintahan  Khalifah  

Usman bin Affan (w.35H), yang memang 

sangat toleran terhadap orang lain. Imam 

Muhammad Ibnu Sirrin (33-110 H) 

menuturkan, ”Pada mulanya umat Islam 

apabila  mendengar  sabda  Nabi  Saw  

berdirilah  bulu  roma  mereka.  Namun 

sesudah     terjadinya    fitnah (terbunuhnya    

Ustman    bin    Affan),    apabila mendengar 

hadis mereka selalu bertanya, dari manakah 

hadis itu diperoleh? Apabila  diperoleh  dari  

orang-orang  Ahlsunnah,  hadis  itu  diterima  

sebagai dalil  dalam  agama  Islam.  Dan 

apabila diterima dari orang-orang penyebar 

bid’ah, hadis itu ditolak”. (Ya’kub, 2004, 82) 

Terjadinya pertikaian politik yang 

terjadi pada akhir masa pemerintahan 

khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali 

bin Abi Thalib merupakan awal adanya 

benih-benih fitnah, yang memicu munculnya 

pemalsuan hadis, namun  pada masa ini belum 

begitu meluas karena masih banyak sahabat 

ulama yang masih hidup dan mengetahui 

dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu 

hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya 

dari hadist maudhu’ karena ada ancaman 

yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW 

terhadap orang yang memalsukan hadist, 

Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada 

akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah 

pemalsuaan hadis mulai marak , baik yang 

dibuat oleh ummat Islam sendiri, 

maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam. 

Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad 

ada  14.000 hadis maudhu. Abdul Karim 

al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis 

maudhu. 

Terpecahnya ummat Islam menjadi 

beberapa golongan politik dam keagamaan 

menjadi pemicu munculnya hadis maudhu. 

Masing-masing pengikut kelompok ada 

yangberusaha memperkuat kelompoknya 

dengan mengutip dalil dalil dari Al Qur’an 

dan hadis, menafsirkan/men’ tawilkan Al 

Qur’an dan hadis menyimpang dari arti 

sebenarnya, sesuak denagan keinginan 

mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan 

yang demikian itu maka membuat hadis 

dengan cara mengada-ada atau berbohong 

atas diri Rasulullah Saw. Maka muncullah 

hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah 

(secara berlebihan) dan para pemimpin 

golongan dan mazhab (Ajaj al Khatib : 416)  

Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu 

mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu saat  

terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib 

yang didukung oleh penduduk Hijaz dan Irak 

dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang 

didukung oleh penduduk Syria dan Mesir, 

Ummat Islam terbagi kepada beberapa 

firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur. Karena 

itu menurut Subhi Shaleh, bahwa tmbulnya 

Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab 

yang paling penting bagi timbulnya usaha 

mengada –ada habar dan hadis.

Diantara orang yang memainkan 

peranan dalam hal  ini  adalah Abdullah bin 


 

Saba’, seorang Yahudi yang mengaku 

memeluk Islam. Dengan berdalih  membela 

Sayyidina  Ali  dan  Ahlul  Bait,  ia  

berkeliling  ke  segenap pelosok daerah untuk 

menabur fitnah.  

Ia berdakwah bahwa Ali yang lebih 

layak menjadi khalifah dari pada Usman 

bahkan Abu Bakar dan Umar.  Alasannya Ali 

telah mendapat  wasiat dari Nabi s.a.w. Hadis 

palsu yang ia buat berbunyi: “Setiap Nabi itu 

ada penerima wasiatnya dan penerima 

wasiatku adalah Ali.” Kemunculan Ibnu Saba’ 

ini disebutkan terjadi pada akhir 

pemerintahan Usman.  

Untungnya,  penyebaran  hadis  

maudhu’  pada  waktu  itu  belum gencar  

karena  masih  banyak  sahabat  utama  yang  

mengetahui  dengan  persis akan  kepalsuan  

sebuah  hadis.  Khalifah  Usman  sebagai  

contohnya,  saat  tahu  hadis  maudhu’  

yang  dibuat  oleh  Ibnu  Saba’,  beliau  

langsung mengusirnya dari Madinah. Hal 

yang sama juga dilakukan oleh Khalifah Ali 

bin Abi Thalib.  

Para  sahabat  tahu  akan  larangan  

keras  dari  Rasulullah  terhadap orang  yang  

membuat  hadis  palsu  sebagaimana  sabda  

beliau:  “Siapa  saja yang  berdusta  atas  

namaku  dengan  sengaja,  maka  dia  telah  

mempersipakan tempatnya di dalam neraka. 

(Abu Syahbah, 1988, 20) 

”Meski   begitu,   kelompok   ini   

terus   mencari   peluang   yang   ada, 

terutama   sesudah    pembunuhan   Khalifah   

Usman.   Dari   sini   muncullah kelompok-

kelompok   tertentu   yang   ingin   menuntut   

balas   atas   kematian Usman  dan  kelompok  

yang  mendukung  Ali,  maupun  yang  tidak  

memihak kepada    kedua    kelompok    

ini .    Dari    kelompok    inilah    

kemudian menyebabkan    timbulnya    hadis-

hadis    yang    menunjukkan    kelebihan 

kelompok masing-masing untuk 

mempengaruhi orang banyak.  

Diriwayatkan  oleh  Imam  Muslim  

dari Tawus  bahwa  pernah  suatu saat   

dibawakan  kepada  Ibnu  Abbas  suatu  buku  

yang  di  dalamnya  berisi keputusan-

keputusan  Ali.   Ibnu Abbas kemudian 

menghapusnya kecuali sebagian (yang tidak 

dihapus). Sufyan bin Uyainah menafsirkan 

bagian yang tidak dihapus itu sekadar sehasta. 

Imam  al-Dzahabi  juga  

meriwayatkan  dari  Khuzaimah  bin  Nasr, 

katanya:  “Aku  mendengar  Ali  berkata  di  

Siffin:  Semoga Allah  melaknati mereka   

(yaitu   golongan putih   yang   telah   

menghitamkan)   karena   telah merusak 

hadis -hadis Rasulullah.”  

Menyadari   hal   ini, para   sahabat   

mulai   memberi    perhatian terhadap 

hadis yang disebarkan  oleh  seseorang.  

Mereka  tidak  akan mudah menerimanya  

sekiranya  ragu  akan  kesahihan  hadis  itu.  

Imam  Muslim dengan  sanadnya  

meriwayatkan  dari Mujahid  (w.104H)  

sebuah  kisah  yang terjadi pada diri Ibnu 

Abbas : “Busyair bin Kaab telah datang 

menemui Ibnu Abbas  lalu  menyebutkan  

sebuah  hadis  dengan  berkata “Rasulullah  

telah bersabda”,  “Rasullulah  telah  

bersabda”.  Namun Ibnu Abbas tidak 

menghiraukan   hadis itu dan juga   tidak   

memandangnya.   Lalu   Busyair berkata 

kepada Ibnu Abbas “Wahai Ibnu  Abbas  !  

Aku  heran  mengapa engkau  tidak  mau  

mendengar  hadis  yang  aku  sebut.  Aku 

menceritakan perkara yang datang dari 

Rasulullah namun  engkau tidak mau 

mendengarnya. Ibnu  Abbas  lalu  menjawab:  

“Kami  dulu  apabila  mendengar  seseorang 

berkata  “Rasulullah  bersabda”,  pandangan  

kami  segera  kepadanya  dan telinga-telinga  

kami  kosentrasi  mendengarnya.  namun  

sesudah  orang banyak mulai melakukan yang 

baik dan yang buruk, kita tidak menerima 

hadis dari seseorang melainkan kami 

mengetahuinya.” 

Sesudah zaman sahabat, terjadi 

penurunan  dalam  penelitian  dan kepastian  

hadis.  Ini menyebabkan  terjadinya  

periwayatan  dan  penyebaran hadis yang 

secara tidak langsung turut menyebabkan 

berlakunya pendustaan terhadap   Rasulullah   

dan   sebagian   dari   sahabat.   Ditambah   

lagi   dengan konflik politik umat Islam yang 

semakin hebat, telah membuka peluang bagi 

golongan  tertentu  yang  coba  mendekatkan  

diri  dengan  pemerintah  dengan cara 

membuat hadis.  

Sebagai  contoh,  pernah  terjadi  

pada  zaman  Khalifah  Abbasiyyah, hadis-

hadis  maudhu’  dibuat  demi  mengambil  

hati  para  khalifah. Diantaranya  seperti  

yang  terjadi  pada  Harun  al-Rasyid,  di  

mana  seorang lelaki  yang  bernama  Abu  

al-Bakhtari  (seorang  qadhi)  masuk  

menemuinya saat  ia sedang menerbangkan 

burung merpati. Lalu ia berkata kepada Abu 

al-Bakhtari : “Adakah engkau  menghafal 

sebuah hadis berkenaan dengan burung  ini?  

Lalu  dia  meriwayatkan  satu  hadis,  

katanya:  “Bahwa  Nabi Shaalaluulahu  alai  

wa  salam  selalu  menerbangkan  burung  

merpati.” Harun al-Rasyid  menyadari  

kepalsuan  hadis  ini   lalu  

menghardiknya  dan berkata:  “Jika engkau   

bukan   dari   keturunan   Quraisy,   pasti   

aku   akan mengusirmu.” (Abu Syahbah, 23) 

Peristiwa   seperti   ini   juga   terjadi   

di   zaman   Khalifah   al-Mahdi (W.169H)  

di  mana  ada  seorang  lelaki bernama  

Ghiyath  bin  Ibrahim  masuk menemui   

khalifah   yang   sedang   bermain   dengan  

burung   merpati.   Lalu Ghiyath 

meriwayatkan satu hadis kepada khalifah: 

“Tidak ada pertandingan melainkan pada 

anak panah atau kuda atau burung.” Dia 

sebenarnya telah menambah ‘atau  burung’  

untuk  mengambil  hati  Khalifah  al-Mahdi. 

Diriwayatkan  bahwa  Khalifah  al-Mahdi  

berkata  kepada  Ibrahim  saat   dia 

melangkah  keluar:  “Aku  bersaksi  bahwa  

belakang  tengkukmu  adalah tengkuk  

seorang  pendusta.”  Selepas itu  khalifah  

memerintahkan  supaya menyembelih  

burung  itu.  Pendustaan  dalam  hadis  ini  

hanya  terjadi  pada lafaz yang akhir saja 

(atau burung). Lafaz-lafaz hadis yang lain 

thabit (sah) karena  diriwayatkan  oleh  Imam  

Ahmad  (W.241H)  dan  ashab  sunan-sunan 

yang lain.  

 

Tahap penyebaran hadis-hadis 

maudhu’ pada zaman ini  masih sedikit  

dibanding  zaman-zaman  berikutnya.  Ini  

karena  masih  banyak  para tabiin  yang  

menjaga  hadis-hadis  dan  menjelaskan  

mana  yang  lemah  dan yang  sahih.  Ini  

juga  karena  zaman  mereka  masih  

dianggap  hampir  sama dengan  zaman  Nabi  

SAW  dan  disebut  oleh  beliau sebagai  

diantara  sebaik-baik  zaman.  Pengajaran-

pengajaran serta  wasiat  dari  Nabi  masih  

segar dikalangan   para   tabaiin   yang   

menyebabkan   mereka   dapat   mengetahui 

kepalsuan sebuah hadis.  

 

3. Penyebab Munculnya Hadist Maudhu’ 

Bertitik tolak dari hadis-hadis 

maudhu yang tersebar, nampaknya motivasi 

dan tujuan pembuatan hadis maudhu 

bervariasi, diantaranya : 

a. Faktor Politik 

Pertentangan di antara umat Islam 

timbul sesudah  terjadinya pembunuhan 

terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh 

para pemberontak dan kekhalifahan 

digantikan oleh Ali bin Abi Thalib 

menyebabkan Umat Islam pada masa itu 

terpecah-belah menjadi beberapa 

golongan, seperti golongan yang ingin 

menuntut bela terhadap kematian khalifah 

Utsman dan golongan yang mendukung 

kekhalifahan Ali (Syi’ah). sesudah  perang 

Siffin, muncul pula beberapa golongan 

lainnya, seperti Khawarij dan golongan 

pendukung Muawiyyah, masing-masing 

mereka mengklaim bahwa kelompoknya 

yang paling benar sesuai dengan ijtihad 

mereka, masing- masing ingin 

mempertahankan kelompoknya, dan 

mencari simpati massa yang paling besar 

dengan cara mengambil dalil Al-Qur’an 

dan Hadist. Jika tidak ada dalil yang 

mendukung kelompoknya, mereka 

mencoba mentakwilkan dan memberi  

interpretasi (penafsiran) yang terkadang 

tidak layak. Sehingga mereka membuat 

suatu hadist palsu seperti Hadist - Hadist 

tentang keutamaan para khalifah, 

pimpinan kelompok, dan aliran-aliran 

dalam agama. Yang pertama dan yang 

paling banyak membuat hadist maudhu’ 

adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah. 

Kelompok syi’ah membuat hadis tentang 

wasiat nabi bahwa Ali adalah orang yang 

paling berhak menjadi khalifah sesudah  

beliau dan mereka menjatuhkan orang-

orang yang dianggap lawan-lawan 

politiknya, yaitu Abu Bakar, Umar, dan 

lain-lain. Diantara hadis maudlu ini : 

ييصو و عقوم يرس و تيفيلخ في يلهأ 

يرخ نم فلخأ يدعب يلع 

Artinya: “Yang menerima 

wasiatku, dan yang menjadi tempat 

rahasiaku dan penggantiku dari 

keluargaku adalah Ali. 

 

Di pihak Mu’awiyah ada pula 

yang membuat hadis maudhu sebagai 

berikut: 

ءانملاا دنع ةللا لاث هث ناا ليبرجو اعمو هيو 

Artinya: “ Orang yang dapat 

dipercaya disisi Allah ada tiga yaitu: Aku, 

Jibril dan Mu’awiyah”. 

 

b. Faktor Kebencian dan permusuhan 

Keberhasilan dakwah Islam 

myebabkan masuknya pemeluk agama 

lain kedalam Islam, namun ada diantara 

mereka ada yang masih menyimpan 

dendam dan sakit hati melihat kemajuan 

Islam. Mereka inilah yang kemudian 

membuat hadis-hadis maudhu. Golongan 

ini terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, 

Majusi, dan Nasrani yang senantiasa 

menyimpan dendam dan benci terhadap 

agama Islam. Mereka tidak mampu untuk 

melawan kekuatan Islam secara terbuka 

maka mereka mengambil jalan yang 

buruk ini, yaitu menciptakan sejumlah 

hadist maudhu’ dengan tujuan merusak 

ajaran Islam dan menghilangkan 

kemurnian dan ketinggiannya dalam 

pandangan ahli fikir dan ahli ilmu. 

Diantara hadis yang dibuat kelompok ini 

yaitu: 

رَظَّنلا ََلىإِ َِهجْوَلا َِليْمَِلجا ةدَابَعِ 

Artinya: “Melihat (memandang) 

kepada muka yang indah, adalah ibadat”. 

ابَلْا ََْ ْْ نْذِجنا ءافَشِ ك ل ٍَءىْشَ 

Artinya: “Buah terong itu, 

penawar bagi segala penyakit”.  

 

Ada yang berpendapat bahwa 

faktor ini merupakan faktor awal 

munculnya hadist maudhu’. Hal ini 

berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ 

yang mencoba memecah-belah umat 

Islam dengan mengaku kecintaannya 

kepada Ahli Bait. Sejarah mencatat bukti 

bahwa ia adalah seorang Yahudi yang 

berpura-pura memeluk agama Islam. Oleh 

sebab itu, ia berani menciptakan hadist 

maudhu’ pada saat masih banyak sahabat 

ulama masih hidup.  

Berikut ada beberapa tokoh 

terkenal yang membuat hadist maudhu’ 

dari kalangan orang zindiq ini, adalah: 

1) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah 

membuat sekitar 4000 hadist 

maudhu’tentang hukum halal haram, 

ia membuat hadis untuk 

menghalalkan yang haram dan 

mengharamkan yang halal. Akhirnya, 

ia dihukum mati olen Muhammad 

bin Sulaiman, Walikota Bashrah. 

2) Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, 

yang dihukum bunuh oleh Abu Ja’far 

Al-Mashur. 

3) Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang 

akhirnya dihukum mati oleh Khalid 

bin Abdillah. 

 

c. Faktor Kebodohan 

Ada golongan dari ummat Islam 

yang suka beramal ibadah namun kurang 

memahami agama, mereka membuat at 

hadist-hadis maudlu (palsu) dengan tujuan 

menarik orang untuk berbuat lebih baik 

dengan cara membuat hadis yang berisi 

dorongan-dorongan untuk meningkatkan 

amal dengan menyebutkan kelebihan dan 

keutamaan dari amalan tertentu tanpa 

dasar yang benar melalui hadist targhib 

yang mereka buat sendiri. Biasanya hadis 

palsu semacam ini menjanjikan pahala 

yang sangat besar kepada perbuatan kecil. 

Mereka juga membuat hadis maudhu 


(palsu) yang berisi dorongan untuk 

meninggalkan perbuatan yang 

dipandangnya tidak baik dengan cara 

membuat hadis maudhu yang memberi  

ancaman besar terhadap perbutan salah 

yang sepele. 

Diantaranya hadis palsu itu : 

لضفا ميالاا موي ةفرع اذا قفاو موي ةعملجا وهو 

لضفا نم ينعبس ةجح في يرغ ةعجم 

Artinya: “Seutama-utama hari 

adalah hari wukuf di Arafah, apabila 

(hari wukuf di arafah) bertepatan dengan 

hari jum’at, maka hari itu lebih utama 

daripada tujuh puluh haji yang tidak 

bertepatan dengan hari jum’at.” 

 

Menurut Al-Qur’an yang 

dimaksud haji akbar adalah ibadah haji itu 

sendiri ( Al-Qur’an Surah At-taubah : 3) 

dengan pengertian bahwa ibadah umrah 

disebut dengan haji kecil. Hadis maudhu 

itu dibuat oleh muballig/guru agama yang 

ingin memberi nilai lebih kepada ibadah 

haji yang wukufnya bertepatan dengan 

hari jum’at. 

 

d. Fanatisme yang keliru 

Sikap sebagian penguasa Bani 

Umayah yang cenderung fanatisme dan 

rasialis, telah ikut mendorong kalangan 

Mawali untuk membuat hadis-hadis palsu 

sebagai upaya untuk mempersamakan 

mereka dengan orang-orang Arab. 

Misalnya: 

ضغبا ملاكلا لىإ الله ةيسرافلا… ملاكو لهأ 

ةنلجا ةيبرعلا 

Artinya: “Percakapan yang 

paling dimurkai Allaha dalah bahasa 

Persia dan bahasa penghuni surga adalah 

bahasa Arab” 

 

Selain itu, Fanatisme Madzhab 

dan Teologi juga menjadi faktor 

munculnya hadis palsu, seperti yang 

dilakukan oleh para pengikut Madzhab 

Fiqh dan Teologi, diantaraya: 

نم عفر هدي في عوكرلا لاف ةلاص هل 

Artinya: “Barang siapa yang 

mengangkat tangannya saat  ruku’, maka 

tiadalah shalat baginya” 

 

Hadis ini diduga dibuat oleh 

pengikut mazhab yang tidak mengangkat 

tangan saat  ruku’. 

 

e. Faktor Popularitas dan Ekonomi 

Sebagian tukang cerita yang ingin 

agar apa yang disampaikan nya menarik 

perhatian orang, dia berusaha 

mengumpulkan orang dengan cara 

membuat hadis-hadis palsu yang 

membuat masyarakat suka dan tertarik 

kepada mereka, menggerakkan keinginan, 

juga memberi  harapan bagi mereka. 

Misalnya: 

نم لاق هلإلآ لاإ الله, قلخ الله نم ك ل ةملك 

اط ارئ, هراقنم نم بهذ هشيرو نم ناجرم 

Artinya: “Barang siapa membaca 

la ilaha illallah, niscaya Allah 

menjadikan dari tiap-tiap kalimatnya 

seekor burung, paruhnya dari emas dan 

buahnya dari marjan”. 

Demikian juga para pegawai dan 

tokoh masyarakat yang ingin mencari 

muka (menjilat ) kepada penguasa 

membuat hadsi-hadis maudhu untuk 

tujuan supaya lebih dekat dengan 

penguasa agar mendapatkan fasilitas 

tertentu atau popularitas saja. Misalnya 

Ghiyadh Ibn Ibrahim saat  datang 

kepada khalifah Al Mahdi yang pada saat 

itu sedang mengadu burung merpati, 

Ghiyadh memalsukan hadis berikut: 

لا قبس إ لا في ليصن وأ ح ف وأ رفاح 

حانجوا 

Artinya: “Tidak ada perlombaan 

kecuali pada panah, unta kuda dan urung” 

 

Kata “ Janah” adalah tambahan 

yang dibuat oleh Ghiyadh untuk menarik 

simpati dari Khalifah al Mahdi. Para 

pedagang barang-barang tertentu juga 

membuat hadis- hadis palsu tentang 

keutamaan barang dagangannya misalnya. 

كيدلا ضيبلاا بييبح بيبحو بييبح ليبرج 

" Artinya: Ayam putih adalah 

kekasihku dan kekasih oleh kekasihku 

Jibril” 

 

Hasbi Assiddiqy menjelaskan 

bahwa golongan yang membuat hadis 

maudhu itu ada sembilan golongan yaitu: 

1) Zanadiqah (orang orang zindiq) 

2) Penganut-penganut bid’ah. 

3) Orang-orang dipengaruhi fanatik 

kepartaian 

4) Orang-orang yang ta’ashshub kepada 

kebangsaan, kenegerian dan 

kkeimanan. 

5) Orang-orang yang 

dipengaruhta’ashshub mazhab. 

6) Para Qushshas ( ahli riwayat 

dongeng). 

7) Para ahli TaSawuf zuhhad yang 

keliru. 

8) Orang-orang yang mencarai 

pengahrgaan pembesar negeri. 

9) Orang –orang yang ingin 

memegahkan dirinya dengandapat 

meriwayatkan hadis yang diperoleh 

orang lain. ( Hasbi Ashshiqqiqy, 

Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis: 

255) 

 

4. Ciri-ciri Hadis Maudhu’ 

Indikasi ke-maudhu’an hadist 

adakalanya berkaitan dengan rawi/ sanad dan 

mungkin pula berkaitan dengan matan. 

a. Ciri yang berkaitan dengan rawi 

/sanad: 

(1)  Periwayatnya dikenal sebagai 

pendusta, dan tidak ada jalur lain yang 

periwayatnya tsiqoh meriwayatkan 

hadist itu. Misalnya, saat  saad ibn 

Dharif mendapati anaknya pulang 

sekolah sedang menangis dan 

mengatakan bahwa dia dipukul 

gurunya, maka Saad ibn Dharif 

berkata : Bahwa Nabi Saw bersabda: 

Artinya: "Guru anak kecil itu adalah 

yang paling jahat diantara kamu, 

merekka paling sedikit kasih 

sayangnya kepada anak yatim dan 

paling kasar terhadap orang miskin." 

Al Hafdz Ibnu Hibban mengatakan 

bakwa Saad ibn Dharif adalah seorang 

pendusta/ pemalsu hadis. ( Mustahafa 

Zahri, Kunci memahami Musthalahul 

Hadis : 101) 

(2)  Periwayatnya mengakui sendiri 

membuat hadist ini . Maisarah ibn 

 

Abdirrabih al Farisi mengaku bahwa 

dia telah membuat hadis maudhu 

tentang keutamaan Al Qur’an, dan ia 

juga mengaku membuat hadis maudhu 

tentang keutamman Ali ibn Abi 

Tahalib sebanyak 70 buah hadis. 

(3)  Ditemukan indikasi yang semakna 

dengan pengakuan orang yang 

memalsukan hadist, seperti seorang 

periwayat yang mengaku 

meriwayatkan hadist dari seorang guru 

yang tidak pernah bertemu dengannya. 

Karena menurut kenyataan sejarah 

guru ini  dinyatakannya wafat 

sebelum ia sendiri lahir. Misanlnya, 

Ma’mun ibn Ahmad al Harawi 

mengaku mendengar hadis dari 

Hisyam ibn Hammar. Al hafiz ibn 

Hibban menanyakan kapan Ma’mun 

datang ke Syam? Ma’mun menjawab: 

tahun 250. Maka ibnu Hibban 

mengatakan banwa Hisyam ibn 

Ammar wafat tahun 254. Ma’mun 

menjawab bahwa itu Hisyam ibn 

Ammar yang lain.

b. Ciri-ciri yang berkaitan dengan 

Matan 

Kepalsuan suatu hadis dapat 

dilihat juga pada matan, berikut ciri-

cirinya: 

(1) Kerancuan redaksi atau 

Kerusakan maknanya. 

(2) Berkaitan dengan kerusakan 

makna ini , Ibnu Jauzi 

berkata: Saya sungguh malu 

dengan adanya pemalsuan hadis. 

Dari sejumlah hadis palsu, ada 

yang mengatakan: “ Siapa yang 

salat, ia mendapatkan 70 buah 

gedung, pada setiap gedung ada 

70.000 kamar, pada setiap kamar 

ada 70 000 tempat tidur, pada 

setiap tempat tidur ada 70 000 

bidadari. Perkataaan ini adalah 

rekayasa yang tak terpuji. 


(3) sesudah  diadakan penelitian 

terhadap suatu hadis ternyata 

menurut ahli hadis tidak ada  

dalam hafalan para rawi dan 

tidak ada  dalam kitab-kitab 

hadis. Misalnya perkataan yang 

berbunyi: 

الله ذخا قاثيلما يلع لك 

نمؤم نا ضغبي ىلع انم قف يلعو 

لك انم قف نا نا ضغبي لك نمؤم 

Artinya: 

“Sesungguhnya Allah telah 

mengambil Janji kepada setiap 

orang mukmin untuk membenci 

kepada setiap munafik, dan 

kepada setiap munafik untuk 

membenci kepada setiap 

mukmin” 

 

(4) Perkataan diatas tidak diketahui 

sumbernya. Hadisnya menyalahi 

ketentuan-ketentuan yang telah 

ditetapkan, seperti ketentuan akal, 

tidak dapat ditakwil, ditolak oleh 

perasaan, kejadian empiris dan 

fakta sejarah. Misalnya 

perkataan yang berbunyi: 

اذا سشطع لجرلا دنع ثيدلحا 

ليلدوهف هقدص 

Artinya “Jika seseorang 

bersin saat  membacakan suatu 

hadis, maka itu menandakan 

bahwa pembicaraanya benar” 

 

(5) Hadisnya bertentangan dengn 

petunjuk Al-Quran yang pasti. 

Misalnya: 

دلو نازلا لخديلا ةنلجا ليا ةعيس ءانبا 

Artinya: “ Anak zina 

tidak masuk syurga hingga tujuh 

turunan” 

 

Hadis ini  

bertentangan dengan ayat Al 

Qur’an: Artinya: “dan seorang 

yang berdosa tidak akan 

memikul dosa orang lain[526]. 

Kemudian kepada Tuhanmulah 

kamu kembali, dan akan 

diberitakan-Nya kepadamu apa 

yang kamu perselisihkan."(QS 

Al An’am :164)  

 

Musthafa Assiba’i memuat tujuh 

macam ciri Hadis palsu yaitu: 

(1) Susunan Gramatikanya sangat jelek. 

(2) Maknanya sangat bertentangan 

dengan akal sehat. 

(3) Menyalahi Al qur’an yang telah jelas 

maksudnya. 

(4) Menyalahi kebenaran sejarah yang 

telah terkenal di zaman Nabi Saw. 

(5) Bersesuaian dengan pendapat orang 

yang meriwayatkannya, sedang 

orang ini  terkenal sangat fanatic 

terhadap mazhabnya. 

(6) Mengandung suatu perkara yang 

seharusnya perkara ini  

diberitakan oleh orang banyak, namun  

ternyata diberitakan oleh seorang 

saja. 

(7) Mengandung berita tentang perberian 

pahala yang besat untuk perbuatan 

kecil, atau ancaman siksa yang berat 

terhadap suatu perbuatan yang tidak 

berarti (Syuhudi Ismail : 178). 

Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri 

Hadis palsu apabila: 

(1) Maknanya berlawanan dngan hal-hal 

yang mudah dipahami. 

(2) Berlawanan dengan ketentuan umum 

dan akhlak atau menyalahi kenyataan. 

(3) Berlawanan denga ilmu kedokteran.  

(4) Menyalahi peraturan- peaturan akal 

terhadap Allah. 

(5) Menyalahi ketentuan Allah dalam 

menjadikan alam. 

(6) Mengandung dongengan- dongengan 

yang tidak dibenarkan akal. 

(7) Menyalahi keterangan Al Qur’an 

yang terang tegas. 

(8) Menyalahi kaedah umum. 

(9) Menyalahi hakikat sejarah yang telah 

terkenal dimasa Nabi Saw. 

(10) Sesuai dengan mazhab yang 

dianut perawi, sedang perawi itu orang 

sangat fanatik mazhabnya. 

(11) Menerangkan urusan yang 

seharusnya kalau ada dinukilkan oleh 

orang banyak. 

(12) Menerangkan pahala yang 

sangat besar terhadap suatu 

perbuatan kecil atau siksaan yang 

amat besar terhadap suatu amal yang 

tak berarti: (Hasbi Ashshiddiqy, 

pokok-pokok ilmu Dirayah 

Hadis: .369-374) 

 

5. Hukum Meriwayatkan Hadist 

Maudlu 

Diharamkan meriwayatkan hadis 

maudhu dengan menyandarkannya kepada 

Nabi Saw, kecuali hanya memberi  contoh 

tentang hadis maidlu dengan menjelaskan 

kepalsuannya.Kerena meriwayatkan hadis 

maudlu adalah satu bentuk dusta kepa nabi 

Saw. Nabi Saw bersabda: 

.» َْنمَوَ ََبذَكَ ََّيلَعَ ََتم ََع ادًم ََف ََبتَ َيلْ ََّو َأْ 

هدَعَقْمَ ََنمِ لا َِر َّنا 

Artinya: “Siapa yang berdusta 

terhadapku dengan sengaja maka hendaklah 

dia menempati tempatnya di neraka ”(HR. 

Bukhari) 

Keharaman meriwayatkan hadis 

Maudhu ini, berlaku pada semua keadaan, 

baik yang berkaitan dengan hal hukum, 

certera, targhib-tarhib (dorongan kebaikan, 

ancaman keburukan) juga yang berkaitan 

dengan lainnya. Nabi Saw bersabda: 

َْنمَ ََثَّدحَ ٍَثيدَِبِِ ََو ََوه ي ى َْ رَ هَّنَأ َِذكَ ،ب 

ََف ََوه ََحأَ د ا ََّذكَلْ ينبِا 

Artinya: “Siapa yang 

menceriterakan suatu hadis (tentang aku) 

dan dia tahu bahwa itu dusta, maka dia 

termasuk golongan pendusta”(HRAhmad : 

18211) 

 

 

6. Penanggulangan dan pemberantasan 

Hadis Maudhu 

Para ulama mengambil langkah yang 

sangat baik untuk memberantas dan 

memerangi pemalsu hadi serta berusaha 

menanggulangi dan menghindarkan bahaya 

para pemalsu hadis.Untuk itu, mereka 

menggunakan berbagai cara yang sangat baik 

diantaranya sebagai berikut: 

a. Meneliti karakteristik para rawi 

dengan mengamati tingkah laku dan 

riwayat mereka. 

b. Memberi peringatan keras kepada 

para pendusta dan mengungkap 

kejelekan mereka, dengan 

mengumumkan kedustaan mereka 

kepada para pemuka masyarakat. 

c. Pencarian sanad hadis, sehingga 

mereka tidak menerima hadis yang 

tidak bersanad, bahkan hadis yang 

demikian mereka anggap sebagai 

hadis yang batil. 

d. Menguji kebenaran hadis dengan 

membandingkannya dengan riwayat 

yang melalui jalur lain dan hadi-

hadis yang telah diakui 

keberadaannya. 

e. Menetapkan pedoman-pedoman 

untuk mengungkapkan hadis 

maudhu’. 

f. Menyusun kitab himpunan hadis-

hadis maudhu’ untuk memberi 

penerangan dan peringatan kepada 

masyarakt tentang keberadaan hadis-

hadis ini .

 

7. Akibat Munculnya Hadis Maudhu 

 

Tersebarnya hadis Maudlu di tengah-

tengah masyarakat, meskipun ada hadis 

maudlu yang isinya baik , namun banyak 

diantaranya yang membawa dampak negative 

(akibat) antara lain: 

a. Menimbulkan dan mempertajam 

perpecahan di kalangan ummat Islam. 

Suatu mazhab/golongan yang 

diserang oleh pihak / golongan lain dengan 

menggunakan hadis palsu, berusaha membela 

dan mempertahankan kelompoknya, dan 

bahkan dengan balas menyerang kelompok 

penyerangnya dengan membuat hadis palsu 

juga. Akibatnya terjadilah saling menyerang 

dan merendahkan. Ini berakibat pada 

semakin tajamnya perpecahan dikalangan 

ummat Islam.  

Tajamnya pertentangan ini tentu 

akan melemahkan persatuan dan kesatuan 

ummat Islam dan bahkan dapat 

mengakibatkan ummat Islam menjadi 

bercerai berai. Akibat semacam ini sungguh 

sangat tidak diharapkan, karena ummat Islam 

disuruh untuk bersatu,  

b. Mencemarkan pribadi Rasulullah 

Saw  

Munculnya hadis-hadis Maudlu yang 

isinya kadang-kadang bertentangan dengan 

akal sehat, logika yang benar dan fakta yang 

ada, dapat mencemarkan pribadi Rasulullah 

Saw. Karena dari hadis-hadis palsu itu 

tergambar bahwa Rasulullah Saw seolah-olah, 

pelupa, bodoh, egois dan kekanak-kanakan. 

Hal ini sangat bertentanagn dengan fakta 

pribadi Rasulullah Saw yang sebenarnya. 

Dari fakta sejarah diketahui bahwa 

Rasulullah Saw diakui memiliki kecerdasan, 

keluhuran budi dan kemuliaannya, 

pengakuan itu tidak hanya datang dari para 

sahabat dan orang-orang mukmin saja, namun  

juga para penentang dan musuh-musuh 

beliau.  

Membuat sebuah perkataan, 

kemudian menyandarkannya kepada 

Rasulullah Saw adalah sebuah kesalahan 

besar dan sangat berbahaya. Dampaknya 

dapat menimpa dirinya sendiri dan juga 

orang lain. Rasulullah Saw memberi  

ultimatum yang tegas kepada mereka yang 

berani berdusta terhadap beliau dengan 

sabdanya: 

َْنمَوَ ََبذَكَ ََّيلَعَ ََتم ََع ًَدم ا ََف ََبتَ َيلْ 

ََّو َأْ هدَعَقْمَ ََنمِ لا َِر َّنا . 

Artinya: “Siapa yang berdusta 

terhadapku dengan sengaja maka hendaklah 

dia menempati tempatnya di neraka” (Shahih 

Bukhari. Juz I h.38) 

 

c. Mengaburkan pemahaman terhadap 

Islam. 

Sebagaimana disebutkan terdahulu 

bahwa sumber Islam sesudah  Al-Qur’an 

adalah Hadist Rasulullah Saw. Dalam hal ini 

tentulah bahwa nilai-nilai keislaman yang 

menjadi pedoman bagi ummat Islam banyak 

bersumber dari Al Hadis. 

Kalau hadis yang menjadi sumber itu 

palsu, berbeda dan bahkan bertentangan 

dengan Islam yang sebenarnya, akan 

terjadilah pemahaman yang salah terhadap 

Islam, sehingga Islam tidak dapat diakui dan 

dipercaya sebagai agama fitrah yang dapat 

membimbing dan membawa manusia untuk 


 

mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan 

dunia dan akhirat. 

Akibat semacam ini dapat kita lihat 

sekarang, bahwa masyarakat Islam tidak 

sepenuhnya menjadikan Islam sebagai 

pedoman hidupnya, hal ini mungkin 

disebabkan mereka belum yakin sepenuhnya 

terhadap Islam. 

Golongan dari luar Islam yang ingin 

mempelajari Islam, bila mereka mendapatkan 

informasi tentang Islam dari sumber yang 

salah (palsu) mungkin perhatian mereka 

terhadap Islam akan berkurang, atau mungkin 

pula mereka meremehkan dan 

mencemoohkannya karena menganggap 

Islam tidak logis, tidak masuk akal karena 

bertentangan dengan data dan fakta yang ada. 

 

d. Melemahkan jiwa dan semangat 

keislaman. 

Salah paham terhadap Islam, dapat 

menimbulkan keraguan dan kebimbangan 

terhadap Islam menyelimuti ummat Islam 

yang tentu saja hal ini dapat membawa akibat 

yang fatal yaitu melemahnya jiwa dan 

semangat keislaman. Bila jiwa dan semangat 

keislaman ini lemah, maka dikuatirkan 

kekuatan yang ada pada ummat Islam akan 

lumpuh, sehingga ummat Islam tidak lagi 

menjadi Ummat yang disegani sebagaimana 

ummat Islam terdahulu yang sanggup 

mengalahkan lawan meskipun jumlah mereka 

jauh lebih sedikit disbanding dengan jumlah 

lawan yang jauh lebih banyak, sebagaimana 

disebutkan dalam Al qur’an: 

Artinya: “Hai Nabi, Kobarkanlah 

semangat Para mukmin untuk berperang. 

jika ada dua puluh orang yang sabar 

diantaramu, niscaya mereka akan dapat 

mengalahkan dua ratus orang musuh. dan 

jika ada seratus orang yang sabar 

diantaramu, niscaya mereka akan dapat 

mengalahkan seribu dari pada orang kafir, 

disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang 

tidak mengerti (QS AL anfal : 65). 

Kemenangan yang diperoleh ummat 

Islam yang minoritas saat itu terhadap orang 

kafir yang mayoritas, disebabkan karena 

ummat Islam saat itu mempunyai jiwa 

semangat Islam yang kuat dan mantap. 

namun  bila jiwa dan semangat Islam sudah 

lemah, maka meskipun dalam kaadaan 

mayoritas, tentu kekalahan yang didapat 

nauzubillahi min zalik. 

  

Dari keterangan di atas bisa kita 

ambil kesimpulan bahwa hadis maudhu’ 

merupakan sebuah ancaman besar bagi umat 

Islam. Hukuman para ulama  yang  ditujukan  

kepada  pembuat  hadis  dan  penyebarnya,  

cukup memberi gambaran kepada kita bahwa 

hal itu merupakan suatu perkara yang harus 

mendapat perhatian serius. Untuk  

menghindari  terjerumusnya  pada  perkara  

yang  tidak  ringan itu, kaum muslimin 

hendaknya serius mendeteksi hadis-hadis 

palsu. Sebab hadis   ini    terus   sudah   

banyak   beredar di   kalangan   umat   Islam 

khususnya  di  tanah  air.  Jika  tidak,  akan  

banyak  umat  Islam  yang  terpedaya oleh   

janji-janji   kosong   yang   disebarkan   oleh   

golongan   yang   tidak bertanggungjawab.  

 


Related Posts:

  • Hadist maudu  Kaum Muslimin sepakat bahwa hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua sesudah  Al-Qur’an. Banyak kita jumpai ayat Al–Qur’an dan hadis yang memberi  pengertian bahwa hadis merupakan sumber&n… Read More